Sistem Pemasaran Nanas Di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor Dengan Pendekatan Food Supply Chain Network

SISTEM PEMASARAN NANAS
DI KECAMATAN CIJERUK KABUPATEN BOGOR
DENGAN PENDEKATAN FOOD SUPPLY CHAIN NETWORK

MURNI ANGGRAENI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Pemasaran Nanas
di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor dengan Pendekatan Food Supply Chain
Network adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Murni Anggraeni
NIM H351150426

RINGKASAN
MURNI ANGGRAENI. Sistem Pemasaran Nanas di Kecamatan Cijeruk
Kabupaten Bogor dengan Pendekatan Food Supply Chain Network. Dibimbing
oleh SUHARNO dan SITI JAHROH.
Nanas bogor dikembangkan sebagai komoditas asli dari Kabupaten Bogor,
terutama sebagai salah satu potensi sumber daya lokal yang ada di Kecamatan
Cijeruk. Adanya potensi pengembangan nanas di Kabupaten Bogor akan sangat
baik apabila didukung dengan suatu sistem pemasaran yang efisien dan
berkelanjutan karena produk pertanian seperti nanas harus segera dipasarkan
karena sifatnya yang bulky, perishable, dan voluminous. Untuk mengetahui sejauh
mana optimalisasi pemasaran nanas pada rantai pasok nanas Kecamatan Cijeruk
dan upaya perbaikan yang dapat dilakukan, dilakukan analisis kondisi dan kinerja
rantai pasok dengan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN). Selain itu,
karena lembaga pemasaran berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh
petani, dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan saluran

pemasaran oleh petani. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi dan
kinerja rantai pasok nanas Bogor di Kecamatan Cijeruk dan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pilihan saluran pemasaran.
Berdasarkan kerangka analisis FSCN, sistem pemasaran nanas di
Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor belum menerapkan pengelolaan rantai
pasok yang modern. Hal tersebut dilihat dari rantai pasok nanas yang belum
memenuhi kriteria yang diinginkan dalam kerangka analisis deskriptif FSCN.
Rantai pasok belum memiliki sasaran yang jelas, proses bisnis belum terintegrasi,
manajemen tidak diterapkan dalam rantai pasok, serta terdapat kendala pada
sumber daya rantai pasok terutama dalam hal permodalan. Hal ini tidak otomatis
menunjukkan bahwa kondisi sistem pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk tidak
baik, melainkan tuntutan kriteria di dalam FSCN terlalu banyak dan kurang tepat
diterapkan untuk rantai pasok pertanian di negara berkembang, terlebih untuk
lingkup yang kecil seperti Kecamatan Cijeruk.
Meski demikian, pengukuran kinerja rantai menunjukkan hasil yang cukup
baik. Seluruh lembaga pemasaran menjalankan fungsi-fungsi pemasaran dengan
cukup baik, penentuan harga ditentukan oleh mekanisme pasar, sebagian besar
pembayaran dilakukan secara tunai, dan terdapat kerja sama antar lembaga
pemasaran. Selain itu farmer’s share pada masing-masing cukup besar sehingga
cukup menguntungkan bagi petani, meskipun masih ada satu dari sepuluh saluran
pemasaran yang belum efisien. Faktor yang berpengaruh signifikan dalam

pengambilan keputusan petani nanas dalam memilih saluran pemasaran adalah
biaya pemasaran. Sebagian besar petani menjual nanasnya kepada pedagang
pengumpul desa karena lokasi yang dekat sehingga biaya pengangkutan lebih
murah.
Kata kunci: FSCN, pilihan saluran pemasaran, rantai pasok

SUMMARY
MURNI ANGGRAENI. Marketing System of Pineapple in Cijeruk Subdistrict
Bogor Regency with Food Supply Chain Network Approach. Supervised by
SUHARNO and SITI JAHROH.
Pineapple is developed as the original commodity from Bogor, especially as
one of the potential local resources in Cijeruk. Pineapple development in Bogor
will be very good if it is supported by a marketing system that is efficient and
sustainable, as agricultural product like pineapple should be marketed soon
because of its characteristics of bulky, perishable, and voluminous. To determine
the extent of the optimization of the pineapple marketing of pineapple supply
chain in Cijeruk and the efforts that can be done to improve its performance, the
condition and performance of the supply chain are analyzed with Food Supply
Chain Network (FSCN) framework. In addition, because marketing channel
affects the profits of farmers, the factors that influence the farmer’s marketing

channel choice are also analyzed. The objectives of this study are to analyze the
condition and performance of the pineapple supply chain in Cijeruk and to
determine the factors that influence the farmer’s marketing channel choice.
The results showed that under the terms of FSCN, pineapple marketing
system in Cijeruk has not applied the modern supply chain management. It is seen
from the pineapple supply chain that has not fulfilled the desired criteria of the
FSCN framework. The pineapple supply chain does not have clear goals, the
business processes have not been integrated, management has not been
implemented in the supply chain, and there are constraints on supply chain
resources, especially in terms of capital. It does not automatically indicate that the
condition of the pineapple marketing system in Cijeruk is not going well, but the
criteria in FSCN is too complicated and less appropriate to be applied to
agricultural supply chains in developing countries, especially for the small scope
such as Cijeruk Subdistrict.
Nonetheless, the supply chain performance that measured through
marketing efficiency approach showed that the pineapple supply chain has a quite
good performance. The entire marketing agencies carry out marketing functions
quite well, pricing is determined by market mechanism, most payments made in
cash, and there is a good relationship among marketing agencies. In addition, the
farmer's share of each is quite profitable for farmers, even though there is one out

of ten marketing channels that is not efficient. The factor that is significant in the
pineapple farmers’ decision making in choosing the marketing channel is
marketing cost. Most farmers sell their pineapple to the local traders because the
location is near so the delivery cost is not high.
Keywords: FSCN, marketing channel choice, supply chain

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SISTEM PEMASARAN NANAS
DI KECAMATAN CIJERUK KABUPATEN BOGOR
DENGAN PENDEKATAN FOOD SUPPLY CHAIN NETWORK


MURNI ANGGRAENI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Netti Tinaprilla, MM

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
pemasaran, dengan judul Sistem Pemasaran Nanas di Kecamatan Cijeruk,
Kabupaten Bogor dengan Pendekatan Food Supply Chain Network.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Suharno, MADev dan Dr Siti
Jahroh, BSc, MSc selaku komisi pembimbing, yang telah memberikan arahan dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih penulis
ucapkan kepada evaluator kolokium, Dr Ir Anna Fariyanti Msi, untuk masukan
dan saran perbaikan pada proposal penelitian. Terima kasih kepada penguji luar
komisi, Dr Ir Netti Tinaprilla, MM, dan penguji dari program studi, Dr Ir
Burhanuddin, MM, pada ujian tesis untuk koreksi dan saran dalam perbaikan tesis
ini. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak di Kecamatan
Cijeruk yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan sahabat atas
segala doa dan kasih sayangnya. Begitu juga bagi rekan-rekan di Program Studi
Magister Sains Agribisnis, terima kasih untuk segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016
Murni Anggraeni


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
6

6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rantai Pasok
Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian

7
7
9

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional

11
11
16

4 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Rantai Pasok Nanas
Analisis Efisiensi Pemasaran
Analisis margin pemasaran
Analisis Farmer’s Share
Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya
Analisis Pilihan Saluran Pemasaran

18
18
18
18
19
19
20
20
21

21
22

5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Deskripsi Lokasi Penelitian
Karakteristik Responden
Budidaya Nanas

25
25
26
27

6 RANTAI PASOK NANAS
Sasaran Rantai Pasok
Struktur Hubungan Rantai Pasok
Proses Bisnis Rantai
Manajemen Rantai Pasok
Sumber Daya Rantai Pasok
Kinerja Rantai Pasok
Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Saluran Pemasaran Nanas

29
29
31
36
41
45
46
52

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

57
57
58

DAFTAR ISI (lanjutan)
DAFTAR PUSTAKA

59

RIWAYAT HIDUP

62

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan volume ekspor komoditas buah tahun 2008 – 2012
2 Kabupaten dengan jumlah produksi nanas terbanyak di Jawa Barat
tahun 2008 - 2012
3 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok
4 Rincian peubah penjelas model regresi binary logit
5 Karakteristik petani responden di Kecamatan Cijeruk
6 Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran
7 Proses bisnis yang dapat diintegrasikan dalam rantai pasok
8 Dua kelompok komponen manajemen yang harus diselaraskan dalam
rantai pasok
9 Farmer's share pada saluran pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk
10 Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran nanas di Kecamatan
Cijeruk
11 Nilai efisiensi pemasaran pada masing-masing saluran pemasaran nanas
di Kecamatan Cijeruk
12 Uji Hosmer dan Lemeshow
13 Tes Omnibus pada koefisien model
14 Estimasi parameter dan odds ratio

1
2
20
23
26
32
37
44
47
48
49
53
54
54

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Skema diagaram rantai pasok
Kerangka analisis deskriptif rantai pasok
Konsep margin pemasaran
Kerangka pemikiran operasional penelitian
Struktur hubungan rantai pasok nanas di Kecamatan Cijeruk
Aliran produk rantai pasok nanas di Kecamatan Cijeruk
Aliran finansial rantai pasok nanas di Kecamatan Cijeruk
Aliran informasi rantai pasok nanas di Kecamatan Cijeruk
Pola saluran pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk

12
13
15
17
31
38
39
40
55

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu subsektor unggulan dalam sektor
pertanian di Indonesia. Hal tersebut terlihat pada nilai kontribusi hortikultura
terhadap PDB Indonesia yang terus meningkat. Dari tahun 2005 sampai 2009,
PDB nasional hortikultura mengalami peningkatan sebesar 44.13 persen, yakni
dari 61.79 triliun rupiah menjadi 89.057 triliun rupiah1. Komoditas hortikultura
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan pembudidayaannya perlu dilakukan
secara intensif dengan keterampilan tinggi. Tanaman hortikultura cocok
diusahakan di Indonesia. Hortikultura di antaranya terdiri atas sayur-sayuran,
buah-buahan, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias.
Nanas merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan Indonesia.
Sebagai buah lokal yang paling diminati di pasar internasional, nanas menjadi
komoditas hortikultura ekspor andalan Indonesia. Pada Tabel 1, terlihat bahwa
nanas merupakan buah dengan volume ekspor tertinggi pada periode 2008 sampai
2012. Indonesia juga merupakan negara produsen nanas terbesar kelima di dunia
dan pengekspor nanas kalengan ketiga di dunia setelah Thailand dan Filipina.
Volume ekspor nanas Indonesia sempat mengalami penurunan sebesar 33.51
persen pada tahun 2009 dan 11.32 persen pada tahun 2010 dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, namun kembali meningkat pada tahun 2011 dan 20122.
Tabel 1 Perkembangan volume ekspor komoditas buah tahun 2008–2012
No

Komoditas

1
2
3
4
5
6

Nanas
Manggis
Pisang
Mangga
Jeruk
Melon dan
Semangka
Rambutan
Apel
Anggur

7
8
9

Volume Ekspor (Ton)
2008
269 664
9 466
1 970
1 906
1 402

2009
179 310
11 319
701
1 616
1 108

2010
159 009
11 388
14
999
1 339

2011
189 223
12 603
1 735
1 485
1 005

2012
198 123
19 724
2 674
1 525
1 315

1 183

631

271

425

753

725
171
103

666
143
97

533
86
148

496
112
555

654
42
835

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)

Selain untuk diekspor, nanas juga memiliki pasar domestik yang potensial.
Meskipun berdasarkan data konsumsi nanas di Indonesia dari Susenas dalam
Pusdatin Kementerian Pertanian (2014) minat masyarakat untuk mengonsumsi
______________________
1

2

RENCANA
STRATEGIS
Direktorat
Jenderal
Hortikultura
Tahun
2010-2014.
http://www.pertanian.go.id/sakip/admin/file/RENSTRA-HOR.pdf. [Diakses pada 19 Mei 2014]
EKSPOR BUAH MENINGKAT Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Direktorat
Jenderal Hortikultura Tahun 2010-2014.

2
nanas segar semakin menurun, masyarakat tetap suka mengonsumsi nanas setelah
diolah menjadi nanas kaleng, manisan nanas, selai nanas, dodol nanas, keripik
nanas, dan lain-lain. Luas panen, produksi, dan produktivitas nanas di Indonesia
cenderung mengalami peningkatan. Pada periode 1998 sampai 2012, luas panen
nanas meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 12.27 persen per tahun.
Perkembangan produksi nanas juga cenderung meningkat sejalan dengan
perkembangan luas panennya, yakni rata-rata 13.35 persen per tahun. Sementara
itu, rata-rata pertumbuhan produktivitas nanas untuk periode yang sama adalah
sebesar 7.34 persen per tahun3. Dengan demikian, nanas sangat cocok untuk
dikembangkan di Indonesia.
Berdasarkan rata-rata produksi nanas tahun 2008 sampai 2012, Jawa Barat
merupakan salah satu daerah penghasil nanas terbesar di Indonesia dengan
kontribusi sebesar 22.72 persen dengan rata-rata produksi 350.77 ton. Beberapa
daerah penghasil nanas di Jawa Barat antara lain Kabupaten Subang, Bogor,
Tasikmalaya, Cianjur, dan Ciamis. Produksi nanas di daerah-daerah tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kabupaten dengan jumlah produksi nanas terbanyak di Jawa Barat tahun
2008–2012
Kabupaten/Kota
Kab. Subang
Kab. Bogor
Kab. Cianjur
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Jawa Barat

2008
311 181.70
1 488.80
676.20
232.90
322.20
316 889.30

2009
460 819.70
1 674.90
290.10
346.20
379.80
465 803.90

Produksi (Ton)
2010
2011
2012
379 455.10 492 563.60 165 921.00
2 904.00
3 255.10
6 355.00
204.70
374.80
705.00
404.50
434.30
269.00
364.10
258.70
250.00
385 640.60 499 899.20 174 452.00

Sumber: Kementerian Pertanian 2014

Berdasarkan Tabel 2, Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil nanas
terbesar kedua setelah Subang. Meski begitu, persentase rata-rata peningkatan
produksi nanas per tahun Kabupaten Bogor lebih tinggi dibandingkan kabupaten
lainnya, yaitu 48 persen pada periode 2008 sampai 2012. Departemen Pertanian
dalam Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat telah
menetapkan Bogor sebagai salah satu daerah yang memiliki potensi untuk
dikembangkan.
Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor,
sebagai salah satu instansi yang memiliki fungsi perencanaan pembangunan
daerah, mengembangkan nanas sebagai komoditas asli dari Kabupaten Bogor,
terutama sebagai salah satu potensi sumberdaya lokal yang ada di Kecamatan
Cijeruk. Kecamatan Cijeruk merupakan daerah penghasil nanas terbesar di Bogor.
Penyebaran produksi nanas di Kecamatan Cijeruk di antaranya di Desa Cipelang,
Sukaharja, Palasari, Cijeruk, dan Tajur Halang.
Pengembangan nanas sebagai komoditas asli Kabupaten Bogor bertujuan
meningkatkan potensi sumberdaya ekonomi lokal. Adanya potensi pengembangan
nanas di Kabupaten Bogor akan sangat baik apabila didukung dengan suatu sistem
______________________
3

OUTLOOK KOMODITI NANAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Tahun 2013

3
pemasaran yang efisien. Hal ini disebabkan nanas merupakan produk primer
mempunyai karakteristik perishable, voluminous, dan bulky. Sebagai upaya
pengembangan nanas sebagai komoditas asli dari Kabupaten Bogor untuk menjadi
nanas yang mampu bersaing dengan nanas yang berasal dari luar Bogor,
perbaikan sistem pemasaran akan selalu menjadi kebutuhan. Perbaikan sistem
pemasaran diupayakan untuk memperbesar nilai yang diterima petani,
memperkecil biaya pemasaran, serta menciptakan harga jual dalam kemampuan
daya beli konsumen. Sistem pemasaran yang baik adalah sistem yang tidak hanya
efisien, tetapi juga berkelanjutan. Pemasaran nanas Bogor yang efisien
memberikan kontribusi yang adil bagi setiap pelaku yang terlibat. Bagian yang
diterima dalam sistem pemasaran yang efisien tersebut akan mendorong motivasi
petani dan lembaga-lembaga yang terlibat untuk meningkatkan produktivitasnya
sehingga tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai. Sementara itu, untuk menjadi
sistem pemasaran yang berkelanjutan, diperlukan adanya pengelolaan
(governance) yang merupakan bentuk koordinasi aktor-aktor dalam pemasaran
nanas. Jika pada hubungan antar-aktor sudah terdapat pengaturan, dapat
diindikasikan sistem tersebut sudah dikelola mengikuti asas supply chain
management.
Secara umum, penelitian mengenai sistem pemasaran nanas Bogor di
Kecamatan Cijeruk ini ingin menunjukkan bagaimana efisiensi sistem pemasaran
nanas dari segi operasional serta apakah sudah ada pengaturan dalam sistem
pemasaran nanas Bogor. Penelitian mengenai efisiensi operasional pemasaran
nanas Bogor di Kecamatan Cijeruk telah dilakukan dalam Anggraeni (siap terbit),
di mana di dalamnya diketahui bahwa hampir 50 persen dari 30 orang petani yang
menjadi responden sudah memilih saluran pemasaran nanas Bogor yang efisien.
Selanjutnya, akan diidentifikasi apakah sudah terdapat pengaturan dalam sistem
pemasaran nanas Bogor.
Untuk menjawab apakah sudah terdapat pengelolaan dalam sistem
pemasaran nanas Bogor, digunakan pendekatan Food Supply Chain Network
(FSCN). FSCN menganalisis rantai pasok dengan empat elemen, yaitu struktur
jaringan, proses bisnis, manajemen, dan sumber daya dalam rantai pasok. Di
antara keempat elemen tersebut, manajemen rantai merupakan elemen yang
terpenting karena koordinasi termasuk di dalamnya. Melalui elemen manajemen
rantai pada FSCN, dapat dinilai apakah sistem pemasaran nanas, yang
mengantarkan produk primer ke konsumen akhir, telah melakukan koordinasi
sebagai perwujudan pengelolaan dalam rantai pasok. Oleh karena itu, elemen
manajamen rantai akan lebih diutamakan dalam penelitian ini. Selain itu,
pemilihan saluran pemasaran merupakan salah satu pendukung suksesnya
pemasaran. Idealnya petani akan memilih saluran pemasaran yang paling
menguntungkan. Dalam penelitian Anggraeni (siap terbit), petani yang belum
memilih saluran pemasaran yang efisien sudah mengetahui bahwa terdapat saluran
yang lebih menguntungkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang alasan
mengapa petani tidak memilih saluran yang efisien. Untuk mengidentifikasi
faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi petani dalam memilih sebuah
saluran pemasaran, faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam memilih
sebuah saluran pemasaran nanas di Kabupaten Bogor juga menarik untuk
dianalisis.

4
Perumusan Masalah
Usahatani nanas merupakan mata pencaharian utama para petani di sentra
lokasi pengembangan nanas Bogor yang telah dilakukan turun temurun. Produk
utamanya adalah buah segar yang sebagian besar dijual untuk bahan baku asinan
bogor. Secara umum, kegiatan usahatani nanas tersebut dilakukan untuk
memperoleh keuntungan dari kegiatan tataniaga atau pemasaran agribisnis.
Penelitian mengenai efisiensi pemasaran nanas Bogor telah banyak dilakukan
sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Sihombing (2010), Rahmawati (2013),
dan Anggraeni (siap terbit). Dengan membandingkan penelitian tersebut diketahui
bahwa dari tahun ke tahun semakin banyak pola saluran yang dapat dipilih oleh
petani, yaitu tiga, lima, kemudian sepuluh saluran. Hal ini berarti petani nanas
memiliki potensi akses pasar yang baik. Meski demikian, persoalan pemasaran
masih dihadapi oleh petani nanas di Kecamatan Cijeruk.
Harga yang diterima oleh petani jauh lebih rendah dibandingkan harga yang
dibayarkan konsumen akhir. Berdasarkan penelitian Anggraeni (siap terbit),
sebagian besar petani menjual produknya ke pedagang pengumpul desar dengan
harga rata-rata Rp 1 785 per buah. Sementara itu pada waktu yang sama harga di
tingkat konsumen berkisar antara Rp 3 000 hingga Rp 5 625 per buah, artinya
harga di tingkat konsumen mencapai tiga kali lipat harga yang diterima petani.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai penyebab margin yang sangat besar
tersebut, yaitu apakah rantai pemasaran terlalu panjang, serta siapa yang
menikmati margin tersebut dan apakah share yang diterima masing-masing
lembaga pemasaran adil sesuai dengan fungsi-fungsi yang dilakukan masingmasing lembaga pemasaran.
Komoditas pertanian seperti nanas memiliki sifat yang mudah rusak
sehingga, untuk meminimalisasi kemungkinan kerusakan yang terjadi, petani
perlu menjual produknya sesegera mungkin. Menurunnya kualitas nanas akibat
lamanya proses pemasaran, terlebih dengan penanganan pasca panen yang kurang
baik, akan berdampak pada penurunan harga jual nanas. Hal ini menyebabkan
posisi tawar petani lemah dalam rantai pemasaran, sehingga petani menjadi price
taker agar proses pemasaran dapat dilakukan segera. Petani juga tidak memiliki
informasi pasar yang lengkap, padahal tinggi rendahnya harga jual ditentukan oleh
mekanisme pasar. Selain itu, masih terdapat sistem ijon yang dilatarbelakangi
utang-piutang antara petani dan pedagang pengumpul. Peran kelompok tani juga
belum optimal dalam membantu petani memasarkan nanasnya. Akibatnya, petani
tidak mampu mendapatkan harga yang lebih tinggi dan berimplikasi pada
keuntungan yang diterima petani nanas. Oleh karena itu, petani memerlukan
alternatif saluran pemasaran yang dapat memberikan keuntungan yang lebih besar.
Perbedaan saluran pemasaran yang dihadapi masing-masing petani dalam
memasarkan produknya mengakibatkan perbedaan harga jual, kentungan, dan
biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Diketahui dalam penelitian Anggraeni (siap
terbit), harga jual nanas di tingkat petani yang terendah adalah Rp 1 500.00 dan
yang tertinggi adalah Rp 5 625.00 per buah dengan rata-rata harga beli di tingkat
konsumen Rp 3 910.00. Harga yang sangat berbeda tersebut dipengaruhi ukuran
dan kualitas dari hasil panen nanas di Kecamatan Cijeruk. Sebagian besar nanas
yang dihasilkan petani berukuran kecil karena usia tanaman yang sudah di atas
lima tahun. Panjangnya rantai pemasaran dikhawatirkan membuat harga nanas di

5
tingkat konsumen akhir semakin mahal dan kualitas tidak terjamin. Petani nanas
pun belum tentu memperoleh bagian (share) yang sesuai dan merata dari harga
produk akhir yang mahal tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui saluran
pemasaran yang efisien sebagai saran agar petani dapat menentukan saluran
pemasaran yang dapat meningkatkan pendapatannya serta diperlukan adanya
manajemen yang baik agar petani dapat mengantarkan produk yang kualitasnya
sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh konsumen.
Permasalahan yang juga dialami oleh petani nanas di Kabupaten Bogor yaitu
lokasi kebun yang sulit dijangkau. Jalan yang dilalui curam, berbatu, serta cukup
jauh dari jalan raya. Beberapa wilayah masih dapat dijangkau oleh mobil dan
motor, namun ada yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Selain itu,
terdapat persaingan dengan nanas yang berasal dari luar Bogor. Meskipun nanas
Bogor tidak kalah dari segi rasa, nanas yang berasal dari luar Bogor memiliki
harga yang tidak jauh berbeda dengan ukuran yang lebih besar.
Salah satu kegiatan prioritas yang telah disusun oleh Direktorat Jenderal
Hortikultura, yang terdapat dalam Enam Pilar Kegiatan Pengembangan
Hortikultura Tahun 2008, untuk memperbaiki pemasaran produk hortikultura
adalah dengan mengaplikasikan manajemen rantai pasok atau supply chain
management. Manajemen rantai pasok adalah perencanaan terintegrasi, koordinasi,
dan kontrol dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk
mengalirkan nilai terbaik kepada konsumen (Vorst 2006). Melalui kerja sama
manajemen rantai pasok, di mana masing-masing pihak mempunyai tanggung
jawab dan kewajiban, dapat terwujud efisiensi karena integrasi vertikal dan
horizontal akan menguntungkan semua pihak. Analisis manajemen rantai pasok
memanfaatkan arus informasi mengenai apa yang dibutuhkan konsumen, di mana
informasi tersebut diteruskan kepada pabrik/pengolah yang akan mengasilkan
produk sesuai keinginan konsumen. Kerja sama manajemen rantai pasok antara
petani dan pabrik/pengolah membuat petani sebagai pemasok bahan baku akan
mempunyai pasar yang terjamin, sementara pabrik/pengolah akan terjamin
kontinyuitas bahan bakunya. Kerja sama manajemen rantai pasok antara pengecer
dan pengolah juga akan menjamin pasokan produk yang akan dijual kepada
konsumen. Manajemen rantai pasok juga menghemat pengadaan biaya
transportasi dan distribusi produk tersebut (Asmarantaka 2014)
Penilaian kinerja rantai diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
optimalisasi kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok sehingga
akan terlihat sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki
permasalahan di dalam pengelolaan rantai pasok tersebut. Maka pertanyaan
pertama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: bagaimana kinerja
rantai pasok nanas di Kecamatan Cijeruk?
Pada proses pemasaran nanas, lembaga perantara memegang peranan yang
penting dalam mata rantai aliran nanas, hal ini menyebabkan perbedaan tingkat
harga di tiap-tiap lembaga pemasaran, sehingga memungkinkan bekerjanya sistem
pemasaran yang kurang efisien. Maka yang menjadi pertanyaan berikutnya dalam
penelitian ini adalah: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pilihan saluran
pemasaran (marketing channel choice) yang dilakukan petani pada rantai pasok
nanas yang terjadi di Kecamatan Cijeruk?

6
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, penelitian ini dilakukan memiliki beberapa tujuan, di antaranya
yaitu:
1. Menganalisis kondisi rantai pasok nanas Bogor di Kecamatan Cijeruk
menggunakan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN).
2. Menganalisis kinerja rantai pasok nanas di Kecamatan Cijeruk.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan saluran pemasaran
(marketing channel choice).

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberi rekomendasi
kebijakan yang mendukung pengembangan agribisnis nanas untuk meningkatkan
kesejahteraan petani nanas di Kecamatan Cijeruk. Selain itu penelitian diharapkan
dapat menjadi rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkait rantai
pasok dan pilihan saluran pemasaran nanas.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup dua aspek yaitu kondisi rantai pasok dengan
mengidentifikasi sistem saluran pemasaran yang dilakukan oleh petani nanas di
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Analisis rantai pasok menggunakan
kerangka Food Supply Chain Network (FSCN). Dalam penelitian ini, Pengukuran
kinerja rantai pasok dapat dilihat dengan efisiensi pemasaran yang mencerminkan
efisiensi rantai pasok. Semua anggota rantai pasok berada di Bogor.
Selain itu, dianalisis pilihan saluran pemasaran yang dilakukan oleh nanas di
Kecamatan Cijeruk dalam menjual nanas segar yang dihasilkan. Banyak hal yang
mempengaruhi keputusan petani nanas dalam menentukan pilihan saluran
pemasaran. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi di antaranya umur petani,
lama bertani, pendidikan petani, hasil panen nanas, harga nanas per buah, dan
mata pencaharian utama petani nanas.
Keterbatasan utama penelitian ini adalah dalam melihat performa rantai
pasok dan saluran pemasaran tidak sampai pada produk hilir nanas, tetapi dibatasi
hanya sampai pada produk nanas segar. Oleh sebab itu, dalam melakukan
pengukuran seperti farmer share’s pada saluran yang menuju ke pengolahan
nanas, yang seharusnya membandingkan harga yang diterima petani nanas dengan
harga yang diterima oleh konsumen akhir, hanya dapat dibatasi dari harga yang
diterima petani nanas dengan harga yang diterima oleh pengolah sebagai
konsumen antara.

7
2 TINJAUAN PUSTAKA
Rantai Pasok
Pemasaran yang efisien merupakan tujuan yang ini dicapai dalam suatu
sistem pemasaran. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kepuasan pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu sistem pemasaran, yaitu produsen, lembaga-lembaga
pemasaran, dan konsumen akhir. Sistem pemasaran yang efisien dapat terbentuk
apabila terdapat koordinasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam sistem
pemasaran tersebut. Interaksi antara masing-masing anggota sistem pemasaran
perlu diintegrasikan dengan baik untuk membuat aliran produk, aliran finansial,
dan aliran informasi menjadi efisien. Pemasaran yang efisien akan memberikan
kontribusi yang adil bagi setiap pelaku pemasaran yang terlibat.
Menurut Man et al. (2009) pada penelitiannya mengenai manajemen rantai
pasok buah dan sayur di Malaysia, tiga karakteristik mendasar dan rantai pasok
buah dan sayur adalah: (1) saluran pemasaran secara tradisional masih digerakkan
dari perspektif pedagang besar, produk dari petani dibeli oleh pedagang besar
untuk disalurkan ke hypermarket dan pengecer; (2) sebagian besar karakteristik
produk masih lemah dari sisi kualitas, pengemasan, Good Agricultural Practices
(GAP), traceability, dan keamanan; (3) sebagian besar produsen tidak melakukan
grading dan pengemasan terhadap produk mereka dan sebagian besar praktek
produksi dan pemasaran dalam rantai pasok sayur dan buah saat ini masih secara
tradisional dan hanya sedikit mengadopsi praktik pemasaran modern. Sementara
itu, preferensi serta pola dan gaya konsumsi konsumen juga berubah karena
kemudahan akses informasi. Oleh karena itu pasar harus menyesuaikan diri
dengan menanggapi kebutuhan konsumen dan keinginan.
Selain itu, kelemahan penting dari rantai pasok sayur dan buah saat ini
adalah tingginya tingkat pemborosan, penurunan kualitas, fasilitas infrastruktur
yang buruk, dan biaya yang tinggi (Raos dan Sheoran 2015). Oleh karena itu
manajemen rantai pasokan yang tepat dalam buah-buahan dan sayuran harus
ditingkatkan di semua tahapan pasokan dengan mengadopsi praktik terbaik global
dalam penyimpanan, pengemasan, penanganan, transportasi, dan layanan nilai
tambah untuk memenuhi permintaan buah dan sayur.
Menurut penelitian Negi dan Anand (2015), mengenai permasalahan dan
tantangan pada rantai pasok sayur dan buah di India, diperlukan manajemen rantai
pasok yang memadai, untuk mencegah inefisiensi dan serta kerugian dan
pemborosan buah dan sayur karena penanganan pasca panen yang tidak tepat.
Kerugian ini dapat dihindari dengan menyediakan fasilitas cold chain yang tepat,
seperti cold storage, fasilitas pengolahan, dan sistem transportasi berpendingin
untuk petani di pasar lokal atau regional dan dengan menarik sejumlah besar
pemain agribisnis swasta untuk mendirikan fasilitas infrastruktur tersebut. Jadi,
pemerintah dan organisasi swasta harus dimasukkan ke dalam upaya yang
diperlukan untuk memperbaiki infrastruktur cold chain di India untuk mengurangi
tingkat pemborosan dan kemiskinan petani (Negi dan Anand 2016).
Kerja sama antara anggota rantai pasok dapat meningkatkan kinerja rantai
pasok. Jano dan Mainville (2007) menganalisis kendala yang dapat menghambat
pengembangan pasar. Kendala yang ditemukan berkaitan dengan biaya transaksi,
yaitu tidak transparannya transaksi sehingga menghambat transmisi harga kepada

8
petani. Sejumlah asosiasi petani dapat memotong rantai pemasaran dan membuat
petani mendapatkan harga yang lebih baik. Meski demikian, pedagang perantara
memainkan peran penting karena banyak petani kecul yang tidak memiliki modal
dan berada di daerah terpencil, sehingga tidak dapat lansgung memasarkan
produknya sendiri. Oleh karena itu, akan lebih baik jika setiap pelaku pemasaran
yang terlibat dalam rantai pemasaran melakukan kolaborasi, dalam arti bahwa
setiap orang harus bergerak ke arah tujuan yang sama sebagai suatu kesatuan,
bekerja sama di dalam dan di antara tingkatan-tingkatan rantai pemasaran.
Peningkatan efisisensi pemasaran dan pengembangan pasar juga memerlukan
adanya dukungan kelembagaan. Hal tersebut dikemukakan Kamdem (2012) dalam
penelitiannya mengenai faktor-faktor penentu efisiensi pemasaran organisasi
petani. Salah satu solusi adalah untuk meningkatkan akses petani ke pasar adalah
memasarkan produk bersama-sama melalui organisasi petani. Beberapa organisasi
petani dinilai dapat menegosiasikan harga yang lebih baik untuk anggotanya.
Organisasi petani yang dianggap paling efisien adalah koperasi. Pada kedua
penelitian tersebut, beberapa fungsi dari koperasi antara lain memantau nilai dan
standar produk di seluruh rantai pemasaran, melakukan koordinasi antarlembaga
pada rantai pemasaran, dan menyampaikan informasi secara terbuka mengenai
hal-hal yang terkait dengan pengembangan produk. Efisiensi dari organisasi
petani tersebut dipengaruhi oleh lama berdirinya organisasi tersebut, pengalaman
pengurusnya, kualitas tata kelolanya, tingkat pendidikan pemimpinnya,
produktivitas pengurus eksekutifnya, serta akses terhadap organisasi tersebut.
Hal serupa juga terdapat pada penelitian Fu dan Piplani (2004). Kolaborasi
merupakan proses penting yang memegang peluang penciptaan nilai yang dapat
mengefektifkan manajemen rantai pasok (Bauknight 2000; Anderson dan Lee
1999 dalam Fu dan Piplani 2004). Dalam penelitiannya mengenai kolaborasi dari
sisi penawaran (supply-side) dan nilainya dalam rantai pasok, diketahui bahwa
kolaborasi supply-side dapat meningkatkan kinerja rantai pasok dalam realisasi
pelayanan yang lebih akurat dan memberikan efek stabilisasi yang lebih baik.
Kolaborasi supply-side juga mempertimbangkan potensi informasi waktu tunggu
keluarnya persediaan di tingkat hulu yang akan memperlama waktu tunggu (lead
time) pengisian kembali produk (replenishment) di tingkat hilir.
Selain itu, karakteristik saluran distribusi juga berperan penting dalam
pertumbuhan rantai pasok. Meskipun sulit untuk mengubah saluran distribusi,
efisiensi distribusi bisa ditingkatkan dengan melakukan inovasi terhadap saluran
distribusi. Inovasi dalam saluran distribusi, terutama dalam pertukaran informasi
dan koordinasi transportasi, berpengaruh positif dan signifikan terhadap efisiensi
distribusi yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kinerja dari perusahaan
tersebut secara keseluruhan (Kuswantoro et al. 2012). Inovasi secara mandiri
perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran karena
pendampingan yang dapat dilakukan pemerintah terbatas.
Banyak peneliti dan praktisi bekerja pada peningkatan kolaborasi rantai
pasok dalam rangka meningkatkan kinerja para anggota rantai pasok dan rantai
pasok kinerja individu secara keseluruhan (Vorst 2006). Salah satunya karena
tuntutan konsumen mengenai ketersediaan produk di gerai ritel dan atribut produk
makanan seperti kualitas, integritas, dan keamanan. Ketika merancang jaringan
rantai pasok produk makanan, tuntutan konsumen tersebut harus dipertimbangkan
selain juga tuntutan efisiensi tradisional (Vorst 2007). Pengukuran kinerja

9
berperan penting dalam pengembangan rantai pasok karena dapat mengarahkan
desain dan manajemen rantai terhadap kinerja yang diperlukan. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian mengenai kinerja rantai pasok makanan adalah
metode deskriptif dengan menggunakan kerangka analisis manajemen rantai
pasok yang disebut Kerangka FSCN (Food Supply Chain Network) seperti yang
dilakukan oleh Sari Dilana (2013), Fajar (2014), dan Qhoirunisa (2014).
Dalam penelitian Fajar (2014), karakteristik produk pertanian yang mudah
rusak dan proses penanaman, pertumbuhan, serta pemanenannya bergantung pada
iklim dan musim membuat rantai pasok pertanian berbeda dengan rantai pasok
manufaktur. Pada komoditas pertanian, anggota rantai pasok tidak harus
mengikuti rantai pasokan seperti manufaktur, melainkan hanya anggota rantai
pasok pertanian dapat melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti yang dilakukan
rantai berikutnya.
Keragaan struktur rantai pasok dapat dianalisis secara kualitatif, termasuk
dalam menganalisis kinerja atau performance yang dihasilkan. Analisis kinerja
rantai pasok secara kualitatif perlu didukung adanya ukuran kinerja yang
kuantitatif agar menghasilkan hasil kinerja yang lebih terukur dan objektif
(Qhoirunisa 2014). Untuk menciptakan kinerja yang efisien maka diperlukan
sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok, hal ini sesuai
dengan pendapat Pujawan (2005) dalam Fajar (2014) bahwa sistem pengukuran
kinerja diperlukan untuk monitoring dan evaluasi dan mengetahui dimana posisi
suatu organisasi terhadap tujuan yang ingin dicapai serta menentukan arah
perbaikan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Maka dari itu, untuk
mengetahui sejauh mana potensi nanas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor
saat ini diperlukan sebuah pengukuran kinerja rantai pasok nanas.

Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian
Petani menghadapi saluran pemasaran yang berbeda-beda dalam
memasarkan produknya. Perbedaan saluran pemasaran ini mengakibatkan
perbedaan harga jual, kentungan dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini
akan berpengaruh pada harga produk di tingkat konsumen akhir. Banyaknya
pelaku usaha yang terlibat dikhawatirkan membuat harga nanas di tingkat
konsumen akhir semakin mahal dan kualitas tidak terjamin. Petani pun belum
tentu memperoleh bagian (share) yang sesuai dan merata dari harga produk akhir
yang mahal tersebut. Menurut Dilana (2013) dalam penelitiannya mengenai
sistem pemasaran dan nilai tambah kakao, tiap lembaga pemasaran memiliki
perilaku yang berbeda, sehingga petani akan memilih saluran mana yang akan
menguntungkannya. Untuk mencapai pendapatan yang diharapkan petani, dalam
memasarkan produk yang dihasilkannya melihat beberapa hal seperti, banyak
produksi, lokasi pemasaran, biaya pengangkutan, saluran, dan sifat persaingan.
Higuchi et al. (2012), dalam penelitiannya mengenai dapampak karakteristik
sosial-ekonomi terhadap pilihan saluran pemasaran petani kopi, menunjukkan
mendapati bahwa mengemukakan bahwa karakteristik sosial-ekonomi petani
efektif dalam memprediksi pilihan saluran pemasaran petani. Petani yang lebih tua
dan petani yang sudah menikah memiliki kecenderungan untuk ikut berorganisasi.
Petani yang aktif berorganisasi memiliki kemauan untuk mempelajari teknik

10
bertani baru untuk meningkatkan pengetahuan agar menghasilkan produk yang
kompetitif yang pada akhirnya dapat meningkatkan standar hidup petani.
Pada penelitian Zivenge dan Karavina (2012), petani menghadapi kendala
untuk mengakses pasar yang lebih baik. Kendala tersebut antara lain
ketidakmampuan petani dalam memenuhi standar produk yang diinginkan pasar,
volume produksi yang rendah, produsen yang tersebar luas, kehadiran pedagang
perantara, dan anggapan bahwa harga di pasar formal rendah karena kurangnya
informasi pasar. Dalam memilih saluran pemasaran, harga di tingkat produsen
menjadi faktor penentu utama. Petani yang memiliki pengetahuan lebih banyak
cenderung berpartisipasi di pasar formal yang memberikan harga lebih tinggi.
Semakin tinggi pendidikan petani, petani dapat bernegosiasi dengan lebih baik.
Selain itu, tingginya volume produksi dan kepemilikan ponsel untuk bertukar
informasi juga berpengaruh signifikan terhadap pemilihan pasar yang lebih baik.
Sementara itu, menurut Ferto dan Szabo (2002), keputusan petani dalam
memilih saluran pemasaran dipengaruhi biaya pemasaran yang terdiri atas biaya
informasi, biaya bernegosiasi, dan biaya monitoring. Petani yang lebih tua lebih
memilih hubungan bisnis yang stabil yang disediakan koperasi dan organisasi
karena posisi tawarnya yang rendah. Sementara itu, petani yang memiliki posisi
tawar tinggi dapat menjual pasar grosir dan lebih memilih melakukan strategi
individual.
Pada penelitian Sharma et al. (2009), sebagian besar petani sapi perah
memilih menjual produknya melalui saluran pemasaran tradisional yang lebih
kompetitif dan lebih hemat biaya. Saluran sektor swasta modern pertumbuhannya
lambat, biaya transaksinya tinggi, dan tidak dapat dijaungkau oleh petani kecil.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pemilihan saluran oleh petani sapi
perah tersebut adalah ukuran peternakan, usia, dan pendidikan petani. Besarnya
peternakan mewakili kemampuan finansial dan kapasitas produksi, semakin besar
volumenya maka biaya akan semakin rendah dan petani dapat bersaing di pasar
modern. Petani yang lebih muda dan memiliki pendidikan formal lebih tinggi
lebih memiliki kemungkinan untuk bergabung di pasar modern, di mana mereka
dapat menerima pendapatan yang lebih tinggi meskipun harganya lebih rendah
karena efisiensi biaya. Organisasi petani seperti koperasi dapat menjadi pilihan
bagi petani kecil karena dengan aksi kolektif petani dapat mencapa skala
ekonomis dan memiliki akses yang lebih baik terhadap input dan pelayanan serta
dapat bernegosiasi untuk harga yang lebih baik.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan Higuchi et al. (2012),
Zivenge dan Karavina (2012), Ferto dan Szabo (2002), dan Sharma et al. (2009)
tersebut, dalam memasarkan produknya petani mempertimbangkan faktor
kemudahan transaksi seperti waktu pembayaran, harga yang lebih baik, maupun
biaya transaksi. Selain itu terdapat juga faktor internal yaitu faktor sosio-ekonomi
petani (luas lahan, usia, dan pendidikan) dan pemenuhan kebutuhan hidup
keluarganya. Hubungan yang sangat kuat terjadi pada pedagang pengumpul
dengan pedagang besar dan eksportir. Hal ini terlihat dari cukup tersedianya
informasi harga yang diperoleh di setiap level lembaga pemasaran. Di samping itu,
terdapat jalinan kerjasama antarlembaga pemasaran tersebut dalam permodalan.
Namun, hal tersebut tidak terjadi pada petani yang tidak mendapatkan informasi
harga, sehingga petani hanya menjadi penerima harga. Selain itu, adanya
kelompok tani sangat penting untuk mendorong petani untuk meningkatkan

11
produktivitas pertaniannya dan memperluas ukuran pertanian, misalnya dengan
cara pelatihan dan pemberian insentif untuk petani yang menghasilkan komoditas
dengan kualitas baik. Karakteristik atau faktor-faktor yang mempengaruhi petani
untuk memilih saluran pemasaran dapat dianalisis dengan model logistik untuk
dua kategori ataupun model multinomial logistik untuk pilihan yang lebih dari dua
kategori.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Rantai Pasok
Secara konseptual, rantai pasok merupakan setiap kegiatan yang terlibat
dalam memproduksi dan mengantarkan produk akhir atau jasa dari pemasok untuk
pelanggan (Andrew et al. 2006). Rantai pasok harus dapat menjelaskan hubungan
yang mendasar di antara para anggota dalam sebuah organisasi dari mulai
transaksi simple hingga transaksi yang sangat kompleks (Golicic et al. 2002
dalam Fajar, 2014). Manajemen rantai pasok pada produk pertanian mewakili
manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan
pengolahan, distribusi, pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke
tangan konsumen. Dengan kata lain, sistem manajemen rantai pasok dapat
didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem pemasaran terpadu yang mencakup
keterpaduan produk dan pelaku guna memberikan kepuasan pada pelanggan
(Marimin dan Maghfiroh 2010).
Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai
pasok produk manufaktur karena: (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2)
proses penanaman, pertumbuhan, dan pemanenan bergantung pada iklim dan
musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk
pertanian bersifat kamba sehingga produk pertanian sulit untuk ditangani (Austin
1992; Brown 1994 dalam Marimin dan Maghfiroh 2010). Perbedaan lainnya
antara rantai pasok makanan dan rantai pasok lain adalah adanya perubahan yang
kontinyu dan signifikan dalam kualitas produk di seluruh rantai sampai ke titik
konsumsi akhir (Yu dan Nagurney 2013). Pada komoditas pertanian, anggota
rantai pasok tidak harus mengikuti rantai pasokan seperti manufaktur, melainkan
hanya anggota rantai pasok pertanian dapat melakukan fungsi-fungsi pemasaran
seperti yang dilakukan rantai berikutnya. Hal tersebut bisa dilihat dari Gambar 1
(Vorst 2006). Di dalamnya terlihat bahwa dalam waktu yang bersamaan, anggotaanggota rantai pasok produk pertanian bebas untuk menyalurkan informasi,
produk, dan finansial ke beberapa anggota rantai pasok lainnya.
Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen
rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih
kompleks daripada rantai pasok pada umumnya. Menurut Vorst (2006), untuk
menganalisis rantai pasok yang kompleks dibutuhkan “bahasa” yang dapat
mendeskripsikan rantai pasok, pihak yang terlibat, proses, produk, sumberdaya,
manajemen, hubungan antar atribut dan hal lain yang yang tidak terdefinisi. Oleh
karena itu, rantai pasok yang tergabung ke dalam jaringan yang kompleks disebut

12
Food Supply Chain Network. Kerangka analisis deskriptif rantai pasok dengan
menggunakan FSCN dari Lambert dan Cooper (2000) yang dimodifikasi oleh
Vorst (2006) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Skema diagram rantai pasok
Sumber: Vorst (2006)

FSCN terdiri atas lembaga-lembaga pemasaran yang bertanggung jawab
dalam produksi dan distribusi produk sayuran atau yang berbasis hewan. Secara
umum, menurut Zuurbier et al. (1996) dalam Vorst (2005) FSCN terbagi menjadi
FSCN untuk produk pertanian segar dan FSCN untuk produk makanan olahan.
FSCN untuk produk pertanian segar terdiri atas petani, lelang, pedagang besar,
importir dan eksportir, pengecer dan speciality shop, serta pemasok bahan baku
dan pelayanan mereka. Proses utama yang ada di dalamnya adalah penanganan,
penyimpanan yang dikondisikan, pengemasan, transportasi, dan tentunya
perdagangan produk pertanian tersebut. Pada kerangka FSCN sejumlah
karakteristik yang khas dari rantai pasok dapat diidentifikasi dengan membedakan
empat unsur berikut yang dapat digunakan untuk menggambarkan, menganalisis
dan/atau mengembangkan rantai pasok yaitu:
1. Struktur rantai pasok menggambarkan aktor-aktor yang terlibat dalam
jaringan serta masing-masing peranannya dalam rantai pasok. Struktur juga
menggambarkan elemen-elemen di dalam rantai pasok yang mampu
mendorong terjadinya proses bisnis. Kuncinya adalah untuk memilah-milah
mana anggota sangat penting untuk keberhasilan rantai pasok yang sejalan
dengan tujuan rantai pasok, sehingga harus diberikan perhatian mengenai
manajerial dan sumber daya.
2. Proses bisnis rantai pasok yang terstruktur, kegiatan bisnis yang terukur
dirancang untuk menghasilkan output tertentu (yang terdiri atas tipe fisik
produk, layanan, dan informasi) untuk pelanggan atau pasar tertentu. Selain
proses logistik seperti operasi dan distribusi, dalam rantai pasok terdapat
proses bisnis lain seperti pengembangan produk baru, pemasaran, keuangan,

13
dan manajemen hubungan pelanggan. Dalam proses bisnis rantai pasok
dapat dilihat apakah keseluruhan alur rantai pasok sudah terintegrasi satu
sama lain dengan setiap anggota rantai pasok dan apakah integrasi tersebut
sudah berjalan dengan baik serta menjelaskan bagaimana melalui suatu
tindakan strategis tertentu mampu mewujudkan rantai pasok yang
terintegrasi.
3. Manajemen rantai pasok menggambarkan bentuk koordinasi dan struktur
manajemen dalam jaringan yang memfasilitasi proses pengambilan
keputusan dan pelaksanaan proses oleh anggota dalam rantai pasok, dengan
memanfaatkan sumber daya yang teradapat dalam rantai pasok dengan
tujuan untuk mewujudkan tujuan kinerja rantai pasok. Dengan adanya
manajemen rantai pasok dapat diketahui pihak mana yang bertindak sebagai
pengatur dan pelaku utama dalam rantai pasok. Beberapa hal yang perlu
dilihat juga adalah pemilihan mitra, kesepakatan kontrak, dan sistem
transaksi, serta dukungan pemerintah dan kolaborasi rantai pasok.
4. Sumber daya rantai pasok yang digunakan untuk menghasilkan produk dan
memberikannya kepada pelanggan (disebut transformasi sumber daya).
Sumber daya rantai pasok dapat berupa sumber daya fisik, teknologi, sumber
daya manusia, dan permodalan.

• Siapa saja anggota
FSCN dan apa
peran mereka?
• Elemen-elemen
apa yang dapat
menciptakan
proses bisnis?

Sasaran
Rantai

• Siapa yang
melakukan proses
bisnis?
• Bagaimana tingkat
integrasi proses?
Struktur
Jaringan

Manajemen
Rantai

• Bagaimana struktur
manajemen pada
setiap proses?
• Bagaimana
pengaturan kontrak?
• Dukungan
pemerintah?

Proses Bisnis
Rantai

Sumber
Daya
Rantai

Gambar 2 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok
Sumber: Vorst (2006)

Kinerja
Rantai

Apa sumber daya
(informasi, manusia,
teknologi) yang
digunakan dalam
setiap proses oleh
setiap anggota
FSCN?

14
Konsep lembaga, fungsi, dan saluran pemasaran
Lembaga pemasaran merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam proses
penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Lembaga pemasaran
nantinya akan melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan mengupayakan agar
keinginan konsumen dapat terpenuhi semaksimal mungkin. Sebagai imbalannya
atas balas jasa yang diberikan kepada lembaga pemasaran oleh konsumen yakni
berupa margin pemasaran. Produsen biasanya memproduksi produk dengan
kombinasi produk yang sempit dalam jumlah banyak. Lembaga pemasaran disini
berperan dalam membeli produk dari produsen ke