Analisis Efisiensi Pemasaran Nenas Studi Kasus di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN NENAS

STUDI KASUS DI DESA CIPELANG,

KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

ANDITA RAHMAWATI H34076017

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

RINGKASAN

ANDITA RAHMAWATI. Analisis Efisiensi Pemasaran Nenas Studi Kasus di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM).

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki kontribusi penting dalam pertanian di Indonesia. Buah-buahan termasuk dalam kelompok hortikultura selain sayur-sayuran, florikultura dan tanaman obat-obatan (biofarmaka). Nenas merupakan komoditas hortikultura yang memiliki kontribusi dalam perkembangan produksi buah-buahan di Indonesia, baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Departemen Pertanian dalam Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat telah menetapkan beberapa daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan, salah satu dari daerah tersebut adalah Bogor.

Kecamatan Cijeruk khususnya Desa Cipelang merupakan daerah penghasil utama buah nenas di Kabupaten Bogor, dengan jumlah produksi pada tahun 2010 sebesar 4.014 kw. Petani di Desa Cipelang masih mengalami beberapa kendala pemasaran dalam menjual produksi nenas yaitu: (1) kurangnya informasi yang dimiliki petani mengenai perkembangan harga nenas di pasar, menyebabkan harga yang diterima petani lebih rendah dibandingkan harga akhir di konsumen sehingga keuntungan yang diterima rendah, (2) masih adanya sistem ijon dikarenakan hutang-piutang, (3) petani tidak memiliki alternatif pemasaran nenas sehingga memposisikan petani sebagai penerima harga (price taker), hal ini membuat peran pedagang lebih tinggi dalam menentukan harga dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, serta (5) belum optimalnya peran kelompok tani. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan alternatif saluran pemasaran yang efisien.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi dan menganalisis sistem pemasaran nenas di Desa Cipelang melalui saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar dan periaku pasar, (2) Menganalisis saluran pemasaran yang paling efisien bagi petani nenas di Desa Cipelang.

Penelitian ini dilakukan di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Desa Cipelang merupakan sentra produksi nenas di Kecamatan Cijeruk. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2012 dengan jumlah petani responden sebanyak 30 orang. Alat analisis yang digunakan adalah saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, margin pemasaran, farmers share

dan rasio keuntungan atas biaya.

Pemasaran nenas di Desa Cipelang melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul desa (PPD), pedagang besar, pengecer, tengkulak dan pedagang pengolah. Pola saluran pemasaran yang terbentuk adalah Pola saluran I: Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Pengecer – Konsumen; Pola saluran II: Petani – Pedagang Besar – Konsumen; Pola saluran III: Petani –Tengkulak – Konsumen; Pola saluran IV Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Olahan – Konsumen; Pola saluran V Petani – Konsumen. Hasil rata-rata produksi nenas 30 petani responden setiap kali panen


(3)

iii

350 buah per petani dengan masa panen 2 kali dalam seminggu. Harga rata-rata yang diterima oleh petani adalah Rp 2.500 – Rp 3.000 per buah.

Nilai marjin pemasaran nenas tertinggi terdapat pada saluran I (petani – PPD – pedagang pengecer – konsumen) dan saluran III (petani – pengecer - konsumen) yaitu sebesar Rp 3.000 dan marjin terendah terdapat pada saluran V yaitu sebesar Rp 0. Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran pemasaran V (petani – konsumen) yaitu sebesar 100 % dan farmer’s share terendah terdapat pada saluran pemasaran III (petani – tengkulak – konsumen) yaitu sebesar 40 %. Nilai rasio keuntungan atas biaya tertinggi terdapat pada saluran pemasaran I (petani – PPD – pengecer – konsumen) yaitu sebesar 44,5 satuan dan nilai terendah terdapat pada saluran pemasaran V (petani - konsumen) yaitu sebesar 1,5 satuan.

Fungsi-fungsi pemasaran yang dijalankan meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Berdasarkan hasil penelitian semua lembaga pemasaran menjalankan fungsi-fungsi pemasaran walaupun masih dengan cara sederhana, seperti PPD yang melakukan fungsi fasilitas yaitu mensortasi nenas berdasarkan ukuran agar mempermudah proses penjualan. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani adalah persaingan murni, PPD mengarah pada struktur pasar oligopoli, pedagang besar mengarah pada struktur pasar oligopoli terdiferensiasi, sedangkan struktur pasar pengecer dan tengkulak adalah pasar persaingan atau

kompetitif market. Perilaku pasar yang ada telah memberikan kepuasan bagi masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat.

Efisiensi pemasaran dapat tercapai apabila sistem pemasaran yang dijalankan memberikan kepuasan kepada pelaku-pelaku pemasaran yang terlibat di dalamnya seperti petani, lembaga pemasaran dan konsumen akhir. Selain itu pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar yang terbentuk dan perilaku pasar juga mencerminkan efisiensi pemasaran. Secara keseluruhan, pola saluran pemasaran V (petani – konsumen) adalah pola saluran pemasaran yang paling efisien yaitu dengan nilai marjin Rp 0, farmer’s share 100 % dan nilai rasio keuntungan atas biaya yaitu sebesar 1,5 satuan. Pada saluran pemasaran V (petani – konsumen langsung) terdapat fungsi pemasaran dan biaya tambahan yang dilakukan oleh petani yaitu dengan memberikan kemasan tambahan berupa keranjang bambu. Nenas akan dimasukkan ke dalam keranjang apabila akan dibeli sehingga memberikan kepuasan bagi konsumen. Saat ini, pola saluran V (petani – konsumen) tidak sepenuhnya dapat dilakukan oleh seluruh petani di Kelompok Tani Mekar Sejahtera meskipun memiliki marjin terendah dan farmer’s share

tertinggi. Hal ini dikarenakan tidak seluruh petani dapat menjual langsung hasil produksinya karena petani harus mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkan nenas, adanya keterbatasan sumber daya yang mereka miliki dan adanya keterbatasan pasar. Pasar yang tersedia sekarang hanya pasar disekitar perumahan petani sehingga tidak memungkinkan seluruh petani untuk memasarkan nenas. Jika dilihat dari kondisi tersebut dan hasil analisis yang telah dilakukan, maka saluran pemasaran IV (petani – PPD – pedagang olahan) adalah saluran pemasaran yang efisien. Nilai marjin yang diperoleh adalah Rp 1.000,

farmer’s share 71,4 %, rasio keuntungan atas biaya 9,3 dan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 96,7 per buah. Nilai-nilai tersebut lebih efisien jika dibandingkan dengan saluran I, II dan III.


(4)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN NENAS

STUDI KASUS DI DESA CIPELANG,

KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR

ANDITA RAHMAWATI H34076017

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(5)

Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Pemasaran Nenas

Studi Kasus di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

Nama : Andita Rahmawati

NIM : H34076017

Disetujui, Pembimbing

Ir. Anita Ristianingrum, MSi NIP. 19671024 199302 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Nenas Studi Kasus di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2013

Andita Rahmawati H34076017


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Biak pada tanggal 9 September 1986. Penulis adalah anak ke 2 dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Endang Komarudin, S.Sos dan Ibu Enas. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Ade Irma Suryani Nasution Biak pada tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Biak hingga tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Biak dan menyelesaikannya pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Biak.

Pada tahun 2004 penulis diterima pada Program Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke jenjang Strata I Program Studi Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Nenas Studi Kasus di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan menganalisis efisiensi pemasaran nenas di Desa Cipelang, khususnya pada Kelompok Tani Mekar Sejahtera.

Penulis berharap bahwa penelitian ini akan berguna bagi seluruh civitas dalam rangka menambah pengetahuan mengenai pemasaran nenas. Selain itu, penulis juga berharap penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dalam pengambilan keputusan. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2013 Andita Rahmawati


(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan ini tidak lepas atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Netti Tinaprillia, MM dan Arif Karyadi, SP selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis, yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Amzul Rifin, SP, MA yang telah bersedia menjadi dosen evaluator pada kolokium penulis, yang telah meluangkan waktunya serta memberikan saran dan kritik demi perbaikan proposal penelitian.

4. Orang tua dan keluarga tercinta untuk dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini menjadi persembahan yang terbaik.

5. Tanti Apriyanti, rekan seperjuangan. Terima kasih atas sharing, saran, semangat dan kebersamaan yang terjalin.

6. Dede Saepul Kamil yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar penulis, yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini. 7. Bapak Rahmat selaku ketua Kelompok Tani Mekar Sejahtera dan para petani

responden atas waktu, kesempatan dan informasi yang diberikan.

8. Dedi Sumardi, Sally Wulandari, Faith Ahmad dan Netti Herawati atas saran,

sharing, semangat dan dukungan yang telah diberikan selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Juni 2013 Andita Rahmawati


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Karakteristik Nenas ... 8

2.2 Kajian Mengenai Saluran Pemasaran ... 9

2.3 Kajian Mengenai Fungsi-fungsi dan Lembaga Pemasaran ... 9

2.4 Kajian Mengenai Struktur Pasar ... 10

2.5 Kajian Mengenai Perilaku Pasar ... 11

2.6 Kajian Mengenai Keragaan Pasar ... 11

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 13

3.1.1 Konsep Pasar dan Pemasaran ... 13

3.1.1.1 Saluran Pemasaran ... 14

3.1.1.2 Fungsi dan Lembaga Pemasaran ... 15

3.1.2 Struktur Pasar ... 18

3.1.2.1 Struktur Pasar Persaingan Sempurna ... 18

3.1.2.2 Struktur Pasar Monopoli atau Monopsoni ... 19

3.1.2.3 Struktur Pasar Monopolistik ... 20

3.1.2.4 Struktur Pasar Oligopoli ... 20

3.1.3 Perilaku Pasar ... 20

3.1.4 Keragaan Pasar ... 21

3.1.4.1 Margin Pemasaran ... 21

3.1.4.2 Farmer’s Share ... 22

3.1.4.3 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya ... 23

3.1.5 Efisiensi Pemasaran ... 23

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 25

IV METODE PENELITIAN ... 27

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 27

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 27


(11)

xi

4.4.1 Metode Analisis Kualitatif ... 27

4.4.1.1 Analisis Saluran Pemasaran ... 28

4.4.1.2 Analisis Fungsi Pemasaran ... 28

4.4.1.3 Analisis Struktur Pasar ... 29

4.4.1.4 Analisis Perilaku Pasar ... 29

4.4.2 Metode Analisis Kuantitatif ... 30

4.4.2.1 Margin Pemasaran ... 30

4.4.2.2 Farmers Share ... 31

4.4.2.3 Rasio Keuntungan Atas Biaya ... 31

4.5 Batasan Operasional ... 32

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 34

5.1 Keadaan Umum ... 34

5.2 Karakteristik Petani Responden ... 36

5.3 Karakteristik Lembaga Pemasaran ... 37

5.4 Gambaran Umum Budidaya Nenas ... 38

5.4.1 Pembibitan ... 38

5.4.2 Pengolahan Lahan ... 39

5.4.3 Teknik Penanaman ... 39

5.4.4 Pemeliharaan Tanaman ... 39

5.4.5 Pemanenan ... 40

VI ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN ... 42

6.1 Analisis Saluran Pemasaran ... 42

6.1.1 Pola Pemasaran Saluran I ... 44

6.1.2 Pola Pemasaran Saluran II ... 44

6.1.3 Pola Pemasaran Saluran III ... 45

6.1.4 Pola Pemasaran Saluran IV ... 45

6.1.5 Pola Pemasaran Saluran V ... 46

6.2 Fungsi-Fungsi Pemasaran ... 46

6.2.1 Petani ... 47

6.2.2 Pedagang Pengumpul Desa ... 48

6.2.3 Pedagang Besar ... 48

6.2.4 Pengecer ... 49

6.2.5 Tengkulak ... 50

6.3 Struktur Pasar ... 51

6.3.1 Struktur Pasar Petani ... 52

6.3.2 Struktur Pasar Pedagang Pengumpul Desa ... 52

6.3.3 Struktur Pasar Pedagang Besar ... 53

6.3.4 Struktur Pasar Pengecer dan Tengkulak ... 53

6.4 Perilaku Pasar ... 53

6.4.1 Praktek Penjualan dan Pembelian Nenas ... 53

6.4.2 Sistem Penentuan Harga ... 54

6.4.3 Sistem Pembayaran ... 54

6.4.4 Kerjasama Antara Lembaga Pemasaran ... 55


(12)

xii

6.5 Keragaan Pasar ... 55

6.5.1 Analisis Margin Pemasaran ... 55

6.5.2 Farmer’s Share... 57

6.5.3 Rasio Keuntungan Atas Biaya ... 58

6.5.4 Efisiensi Pemasaran ... 59

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

7.1 Kesimpulan ... 61

7.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan

Harga Berlaku Periode Tahun 2007-2009 ... 2

2 Perkembangan Ekspor Hortikultura Tahun 2010-2011 ... 2

3 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Nenas Indonesia

Tahun 2008-2011 ... 3

4 Produksi Nenas di Beberapa Kabupaten/Kota di Jawa

Barat Tahun 2010 ... 4

5 Populasi dan Produksi Nenas di Kabupaten Bogor

Tahun 2008 ... 5

6 Produksi Buah-buahan (Kw) Beberapa Desa

di Kecamatan Bogor Tahun 2010 ... 5

7 Fungsi-Fungsi Pemasaran ………. 29

8 Karakteristik Struktur Pasar Berdasarkan

Sudut Penjual dan Pembeli ... 30

9 Pemanfaatan Lahan di Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk ……… 35

10 Keadaan Penduduk Desa Cipelang Berdasarkan Mata

Pencaharian Tahun 2012 ... 36

11 Kriateristik Petani Responden Nenas di Desa Cipelang

Tahun 2013 ... 37

12 Fungsi-Fungsi Pemasaran yang dilakukan oleh Lembaga

lembaga Pemasaran Nenas di Desa Cipelang Tahun 2012 ... 43

13 Margin Pemasaran Nenas di Desa Cipelang ... 57

14 Farmer’s Share Saluran Pemasaran Nenas di Desa Cipelang


(14)

xiv Nomor Halaman

15 Rasio Keuntungan Atas Biaya Saluran Pemasaran Nenas

di Desa Cipelang Tahun 2012 ... 59

16 Nilai Efisiensi Pemasaran Nenas Pada Masing-Masing Saluran


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kurva Biaya Marjinal, Biaya Rata-rata Total,

Penerimaan Marjinal ……… 19

2 Kerangka Pemikiran Operasional Sistem Pemasaran Nenas

di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor ... 26

3 Pola Saluran Pemasaran Nenas di Desa Cipelang,


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuisioner Petani dan Lembaga Pemasaran Nenas ... 66

2 Kuisioner Lembaga Pemasaran ... 68

3 Data Petani Responden Nenas ... 71

4 Biaya Pemasaran Nenas yang dikeluarkan Setiap Lembaga

Pemasaran Saluran I ... 72

5 Biaya Pemasaran Nenas yang dikeluarkan Setiap Lembaga

Pemasaran Saluran II ... 73

6 Biaya Pemasaran Nenas yang dikeluarkan Setiap Lembaga

Pemasaran Saluran III ... 74

7 Biaya Pemasaran Nenas yang dikeluarkan Setiap Lembaga

Pemasaran Saluran IV ... 75

8 Biaya Pemasaran Nenas yang dikeluarkan Setiap Lembaga


(17)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki kontribusi penting dalam pertanian di Indonesia. Dalam rangka pembangunan pertanian, pemerintah terus melakukan pengembangan di subsektor hortikultura. Pengembangan hortikultura juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan diversifikasi produk pertanian sehingga dapat menambah pangsa pasar dan daya saing. Kontribusi subsektor hortikultura dalam Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan harga berlaku terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 PDB hortikultura sebesar Rp 84.203 milyar dan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 88.334 milyar.

Pada tahun 2010 nilai hortikultura berdasarkan harga berlaku mengalami penurunan sebesar 2 %, yaitu dari Rp 88.334 milyar menjadi sekitar Rp 86.565 milyar. Penurunan ini disebabkan karena adanya penurunan jumlah produksi, luas areal produksi dan areal panen dari komoditas buah-buahan dan tanaman biofarmaka. Menurut Subagyo, pendiri Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura Indonesia, nilai pasar benih sayur dan buah (hotikultura) nasional tahun 2012 diperkirakan meningkat sebesar 10 - 15% menjadi Rp 600 milyar – Rp 700 milyar dari tahun sebelumnya1. Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku dapat dilihat pada Tabel 1.

Buah-buahan merupakan salah satu kelompok hortikultura selain sayur-sayuran, florikultura dan tanaman obat-obatan (biofarmaka). Pengembangan subsektor hortikultura antara lain dilakukan melalui pengembangan komoditas buah-buahan tropika. Pengembangan buah tropika dilakukan karena memiliki potensi pasar ekspor serta merupakan komoditas berorientasi kerakyatan yang mampu memberikan pengaruh bagi peningkatan kesejahteraan petani. Seiring perkembangan pola hidup sehat masyarakat, kesadaran untuk mengkonsumsi buah-buahan pun meningkat. Selain itu, buah-buahan merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.

1.

www.indonesiafinancetoday.com/red/16655/Pasar-Benih-Hortikultura-Diprediksi-Tumbuh- 10-15


(18)

2 Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007-2009

No Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp)

2007 2008 2009 2010

1 Buah-buahan 42.362 47.060 48.437 45.482

2 Sayuran 25.587 28.205 30.506 31.244

3 Florikultura 4.741 5.085 5.494 6.174 4 Biofarmaka 4.105 3.853 3.897 3.665

Total 76.795 84.203 88.334 86.565

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2011

Sektor buah-buahan memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan bagi subsektor hortikultura. Selain itu, dari tahun ke tahun peranan sektor buah-buahan terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data tahun 2010 volume ekspor sebesar 196.341 ton meningkat menjadi 233.011 ton pada tahun 2011. Sedangkan nilai ekspor pada tahun 2010 sebesar US$ 173 juta meningkat menjadi US$ 241 juta pada tahun 2011. Perkembangan ekspor komoditi hortikultura dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Ekspor Hortikultura Tahun 2010 – 2011

No Komoditas 2010 2011

Volume (Ton)

Nilai (US$) Volume (Ton)

Nilai (US$)

1. Sayuran 138.106 170.293.049 133.948 196.917.290 2. Buah-buahan 196.341 173.107.906 233.011 241.582.615 3. Florikultura 4.294 9.041.872 4.888 13.160.381 4. Tanaman Obat 13.468 18.867.159 243.162 316.860.586

Total 352.209 371.309.986 605.009 768.520.872 Sumber: BPS dan Pusdatin (diolah)


(19)

3 Nenas merupakan salah satu komoditas yang memiliki pasar potensial, baik pasar domestik maupun pasar dunia. Pada tahun 2011 Indonesia adalah eksportir nenas terbesar di dunia. Nilai rata-rata perdagangan nenas yaitu sebesar US$ 139 juta hampir ke seluruh dunia, yang paling besar adalah ke Amerika Serikat. Selain itu, adalah negara-negara di Eropa, Timur Tengah dan Amerika Latin seperti Peru, Uruguay, Panama dan India. Besarnya peluang pasar ekspor buah-buahan dunia telah membangkitkan keinginan pemerintah Indonesia untuk mendorong produk buah-buahan tropika menjadi komoditas primadona dunia2.

Perkembangan volume dan nilai ekspor nenas Indonesia pada tahun 2008 - 2010 mengalami penurunan, akan tetapi pada tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu sebesar 189.233 ton dengan nilai ekspor US$ 203.790. Hal ini menunjukkan bahwa nenas merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk dikembangkan. Informasi ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Nenas Indonesia Tahun 2008 – 2011

Tahun Volume

(Ton)

Nilai (US$)

Harga (US$/Ton)

2008 269.664 204.552.168 758,54

2009 179.310 139.748.151 779,37

2010 159.009 143.484.192 902,37

2011 189.223 203.790.312 1.076,98

Sumber: BPS “Ekspor Impor 2008-2011 Pusat Data dan Informasi, Kementerian Pertanian diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2011

Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil nenas terbesar bila dibandingkan dengan daerah penghasil lainnya yaitu Palembang dan Riau. Beberapa daerah penghasil nenas seperti Subang, Bogor, Bandung Barat, Tasikmalaya dan Ciamis merupakan daerah yang memiliki jumlah produksi paling banyak di Jawa Barat. Informasi mengenai produksi nenas di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.

2

Hasanudin Ibrahim dalam Konfrensi Pers Refleksi Akhir Tahun, Dirjen Hortikultura Kementrian Pertanian [RI Jadi Negara Pengekspor Nanas Terbesar di Dunia]


(20)

4 Tabel 4. Produksi Nenas di Beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2010

No Kabupaten/Kota Produksi (Ton)

1 Subang 379.455

2 Bogor 2.904

3 Bandung Barat 1.443

4 Tasikmalaya 405

5 Ciamis 364

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2010

Berdasarkan Tabel 4, Kabupaten Subang merupakan daerah penghasil nenas terbesar dan disusul oleh Bogor. Departemen Pertanian dalam Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat telah menetapkan beberapa daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Salah satu dari daerah tersebut adalah Bogor. Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor sebagai salah satu instansi yang mempunyai kewenangan untuk mengembangkan suatu wilayah, telah berupaya sebaik mungkin untuk mengembangkan komoditi nenas sebagai komoditi asli dari Kabupaten Bogor, terutama sebagai salah satu potensi sumberdaya lokal yang ada di Kecamatan Cijeruk.

Kecamatan Cijeruk merupakan salah satu penghasil nenas terbesar di Kabupaten Bogor dengan produksi pada tahun 2008 sebasar 331.20 ton (55,59%). Populasi dan produksi nenas di Kabupaten Bogor tahun 2008 dapat dilihat pada (Tabel 5). Penyebaran produksi nenas di Kecamatan Cijeruk diantaranya di Desa Cipelang, Sukaharja, Palasari, Cijeruk dan Tajur Halang. Produksi terbesar berada di Desa Cipelang yaitu sebesar 4.014 kw. Produksi buah-buahan beberapa desa di Kecamatan Cijeruk tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 6.


(21)

5 Tabel 5. Populasi dan Produksi Nenas di Kabupaten Bogor Tahun 2008

No Kecamatan Populasi (pohon)

Produksi (ton)

Persentase (%) 1 Parung Panjang 3.132 13,40 2,25

2 Taman sari 75.572 149,50 25,08

3 Cijeruk 101.199 331,20 55,59

4 Cigombong 22.347 45,80 7,69

5 Cibinong 6.000 56,00 9,40

Jumlah 208.250 595,80 100 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008.

Tabel 6. Produksi Buah-Buahan Beberapa Desa di Kecamatan Cijeruk Tahun 2010 (kw)

No Desa Nenas Alpukat Durian Dukuh

1 Cipelang 4.014 415 1.726 40

2 Sukaharja 2.065 395 226 81

3 Palasari 1.720 240 402 22

4 Cijeruk 1.490 448 575 19

5 Tajur Halang 849 431 462 40

Sumber: BPS Kabupaten Bogor 2010

Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk merupakan sentra produksi nenas yang akan dikembangkan menjadi komoditi asli Kabupaten Bogor. Pengembangan nenas sebagai komoditi asli bertujuan untuk meningkatkan potensi sumberdaya ekonomi lokal. Pengembangan sumberdaya ekonomi lokal yang belum optimal dipengaruhi oleh adanya perbedaan marjin di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa petani memiliki

bargaining position yang lemah dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang saluran pemasaran yang efisien.


(22)

6 1.2. Perumusan Masalah

Kecamatan Cijeruk merupakan sentra produksi nenas di Kabupaten Bogor, dengan produksi terbesar berada di Desa Cipelang. Komoditi nenas adalah salah satu komoditi asli Bogor yang akan dikembangkan sebagai salah satu potensi sumberdaya lokal yang ada di Kecamatan Cijeruk. Hal ini didukung oleh Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor sebagai salah satu instansi yang mempunyai kewenangan untuk mengembangkan suatu wilayah. Kondisi lahan nenas di Desa Cipelang merupakan lahan milik Perhutani dan swasta. Lahan tersebut sekarang ini dimanfaatkan oleh petani setempat yang tergabung dalam kelompok tani Mekar Sejahtera untuk melakukan budidaya nenas dan bersifat tumpang sari dengan tanaman lainnya yaitu talas.

Petani di Desa Cipelang khususnya kelompok tani Mekar Sejahtera masih mengalami beberapa kendala pemasaran dalam menjual produksi nenas yaitu: (1) kurangnya informasi yang dimiliki petani mengenai perkembangan harga nenas di pasar, menyebabkan harga yang diterima petani lebih rendah dibanding harga akhir di konsumen sehingga keuntungan yang diterima rendah, (2) masih adanya sistem ijon yang dikarenakan hutang-piutang, (3) petani sebagai penerima harga (price taker) menyebabkan peran pedagang lebih tinggi dalam menentukan harga dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, serta (4) belum optimalnya peran kelompok tani.

Nenas yang dihasilkan oleh petani di Desa Cipelang dipasarkan melalui beberapa saluran pemasaran seperti dijual langsung ke pedagang pengumpul desa (PPD), pedagang besar, tengkulak dan konsumen langsung. Berdasarkan informasi yang diperoleh harga yang diterima petani berkisar antara Rp 2.500 sampai dengan Rp 3.500 per buah. Sementara itu harga nenas di tingkat konsumen mulai dari Rp 3.500 sampai dengan Rp 5.500 per buah. Berdasarkan informasi tersebut terdapat perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan yang dibayarkan oleh konsumen. Margin harga tersebut menurut beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Herawati (2012), Waty (2012), Sihombing (2010) dan Hermansyah (2008) disebabkan oleh panjang pendeknya rantai pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran, serta struktur pasar yang dihadapi. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan alternatif saluran


(23)

7 pemasaran yang efisien. Alternatif saluran pemasaran yang efisien dapat diperoleh dengan menganalisis marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan atas biaya, serta menganalisis lembaga dan fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menarik untuk dikaji yaitu:

1. Bagaimana sistem pemasaran nenas yang dilakukan oleh petani di Desa Cipelang?

2. Apakah sistem pemasaran di Desa Cipelang sudah efisien?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis sistem pemasaran nenas di Desa

Cipelang melalui saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar.

2. Menganalisis efisiensi saluran pemasaran petani nenas di Desa Cipelang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi petani nenas dalam upaya melakukan efisiensi pemasaran dan pengembangan usahatani nenas.

2. Sebagai sarana pengembangan wawasan dan pengembangan kemampuan analitis terhadap masalah-masalah praktis yang ada khususnya tentang efisiensi pemasaran nenas.


(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Nenas

Nenas atau ananas (Ananas comosus (L) Merr) adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brazilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa Colombus. Nenas merupakan tanaman monokotil dan bersifat merumpun (bertunas anakan). Pada abad ke 16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia sebelum masuk ke Indonesia pada abad ke 15 (1599). Di Indonesia, nenas pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan dan meluas di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropis dan subtropis. Budidaya nenas dilakukan dengan cara vegetatif yaitu dengan menggunakan tunas-tunasnya.

Berdasarkan habitus tanaman, bentuk daun dan buah nenas dibedakan menjadi empat golongan yaitu: Cayene (yaitu daun nenas halus, tidak berduri dan buah besar), Queen (yaitu daun nenas pendek dan berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (yaitu daun nenas panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan Abacaxi (yaitu daun nenas panjang, berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas cultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia, sedangkan golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia.

Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas selain dapat dikonsumsi secara langsung, dapat juga diolah menjadi bermacam makanan dan minuman seperti selai dan sirup. Selain buah, daun nenas juga dapat dimanfaatkan untuk membersihkan jaringan kulit yang mati (skin debridement). Enzim dalam daun dan buah nenas dapat mengangkat jaringan kulit yang mati akibat luka bakar. Enzim ini terus bekerja sampai jaringan kulit yang sehat terbentuk. Nenas dapat menjadi tanaman obat karena memiliki enzim

bromelain dalam buah nenas yang berkhasiat sebagi anti radang, membantu melunakkan makanan di lambung, mengganggu pertumbuhan sel kanker dan mencegah terjadinya penggumpalan darah (blood coagulation). Selain itu, jika nenas dimakan pada saat matang maka memiliki khasiat yang baik bagi


(25)

9 perempuan terutama setelah melahirkan karena akan mempercepat pengeringan luka dalam, dan nenas juga baik untuk penderita sinusitis sebagai penekan pembengkakan. Kandungan serat dalam buah nenas yang cukup tinggi dapat digunakan untuk mengobati sembelit serta zat-zat yang terkandung dalam nenas dapat meningkatkan penyerapan obat ke dalam tubuh 3.

2.2 Kajian Mengenai Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran yang terbentuk dalam kegiatan pemasaran sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh daerah tujuan pemasaran yang luas. Hermansyah (2008) dan Waty (2012) melakukan analisis mengenai tataniaga/pemasaran nenas dan hasilnya terdapat 3 pola saluran tataniaga/pemasaran. Saluran tataniaga nenas Palembang yang dianalisis Hermansyah (2008) yaitu: pola (I) Petani – Pedagang Pengumpul Desa (PPD) – Pengecer – Konsumen lokal dan non lokal, pola (II) Petani – PPD – Pedagang Pengecer Kota (PPK) – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen Pulau Jawa, pola (III) Petani – PPK – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen Pulau Jawa. Berbeda dengan Waty (2012) yang menganalisis pemasaran nenas Subang. Berdasarkan hasil analisis, pada pola I, pemasaran nenas Subang telah melibatkan koperasi dan selanjutnya disalurkan ke pedagang pengecer yaitu supermarket.

2.3 Kajian Mengenai Fungsi-Fungsi dan Lembaga Pemasaran

Proses penyampaian produk pertanian dari petani hingga ke konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Menurut Hermansyah (2008) dan Sihombing (2010), lembaga pemasaran yang terlibat di dalam proses pemasaran nenas yaitu: pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan pedagang pengecer. Sihombing (2010) juga menyatakan bahwa terdapat lembaga pemasaran seperti pedagang pengolah dalam saluran pemasaran nenas. Hal ini disesuaikan dengan kegiatan pemasaran di lokasi penelitian.

3 www.anneahira.com/manfaat-buah-nanas-untuk-kesehatan.htm. Manfaat buah nenas untuk kesehatan (anneahira.com).


(26)

10 Menurut Waty (2011), lembaga pemasaran nenas yang terlibat yaitu: pedagang pengumpul desa, koperasi, pedagang pengecer lokal dan non lokal, sedangkan menurut Herawati (2012), lembaga pemasaran nenas yang terlibat yaitu: pedagang pengumpul desa, pedagang besar lokal dan non lokal, pedagang pengecer lokal dan non lokal.

Menurut Siregar (2010), Waty (2012) dan Herawati (2012), lembaga pemasaran yang terlibat menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk mempertimbangkan bagaimana pekerjaan harus dilakukan, menganalisis biaya-biaya pemasaran, memahami perbedaan biaya-biaya antar lembaga dan berbagai variasi komoditi serta fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran. Fungsi-fungsi dalam pemasaran dapat dikategorikan menjadi 3 fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Siregar (2010), Waty (2012) dan Herawati (2012), menyatakan bahwa petani tidak melakukan fungsi fasilitas yaitu sortasi dan

grading pada hasil panennya. Sortasi dan grading terkadang dilakukan oleh petani khususnya yang telah mengikuti Standard Operational Procedure (SOP) dalam Hermansyah (2008) dan Sihombing (2010).

Herawati (2012) menyatakan bahwa fungsi pengemasan dilakukan oleh pedagang besar dan pedagang pengecer. Pedagang besar melakukan pengemasan dengan menggunakan karung plastik dan tali plastik, sedangkan pedagang pengecer hanya menggunakan kantung plastik. Pengemasan dilakukan untuk memudahkan penimbangan dan pengangkutan saat penjualan, selain itu juga bertujuan untuk melindungi fisik buah dari benturan saat proses pengangkutan.

2.4 Kajian Mengenai Struktur Pasar

Hermansyah (2008), Sihombing (2010) dan Herawati (2012) menganalisis struktur pasar dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, hambatan keluar masuk pasar, sifat produk, penentuan harga serta sumber informasinya. Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung mengarah ke oligopoli. Hal ini dilihat dari kondisi keluar masuk pasar yang relatif kecil, informasi harga yang diterima petani berasal dari pedagang pengumpul sehingga tidak dapat mempengaruhi tingkat harga pasar dan petani sebagai price taker. Struktur pasar pedagang pengumpul desa menurut Hermansyah (2008) mengarah ke pasar bersaing


(27)

11 sempurna, sedangkan dalam Herawati (2012) struktur pasar mengarah ke oligopoli. Ketika dihadapkan pada pedagang besar, hambatan keluar masuk pasar pada tingkat pedagang pengumpul cenderung tinggi. Pedagang pengumpul desa tidak dapat mempengaruhi harga, karena harga ditentukan oleh pedagang besar.

2.5 Kajian Mengenai Perilaku Pasar

Perilaku pasar dianalisis dengan melihat beberapa faktor yaitu kegiatan penjualan dan pembelian, cara pembayaran, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran. Sihombing (2010) dan Herawati (2012) menyatakan bahwa penentuan harga dilakukan dengan sistem tawar menawar dan ditentukan oleh lembaga pemasaran yang tingkatannya lebih tinggi. Selain itu, dalam Herawati (2012) sebagian petani terkadang melakukan sistem tebas dalam melakukan penjualan hasil panennya. Sistem pembayaran pada Hermansyah (2008) dilakukan dengan 3 cara yaitu sistem pembayaran tunai, uang muka dan pembayaran kemudian. Menurut Sihombing (2010) dan Herawati (2012), sistem pembayaran hanya dilakukan dengan 2 cara yaitu sistem pembayaran tunai dan pembayaran kemudian. Kerjasama antar lembaga menurut Hermansyah (2008) dan Herawati (2012) dilakukan untuk pengaturan daerah pemasaran, penentuan harga agar tidak terjadi perbedaan harga di tingkat pedagang yang sama, serta untuk menjaga kontinuitas pasokan pembelian dan penjualan. Kerjasama antar lembaga pemasaran dilakukan karena adanya ikatan antara penjual dan pembeli yang sudah terbangun cukup lama.

2.6 Kajian Mengenai Keragaan Pasar

Keragaan pasar merupakan dampak atau refleksi dari struktur pasar dan perilaku pasar pada harga produk, biaya dan jumlah dari output. Hermansyah (2008), Sihombing (2010) dan Herawati (2012) menggunakan 3 indikator dalam menganalisis keragaan pasar yaitu marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan atas biaya. Menurut Herawati (2012) dan Sihombing (2010), marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap lembaga tataniaga. Sebaran marjin pada setiap pola saluran pemasaran menurut Sihombing (2010), ditentukan oleh panjang pendeknya rantai


(28)

12 pemasaran dan banyak tidaknya lembaga-lembaga pemasaran yang terkait dalam saluran pemasaran tersebut. Berbeda dengan Sihombing (2010), Herawati (2012) menyatakan besarnya marjin untuk setiap saluran tataniaga dipengaruhi oleh volume penjualan nenas serta jarak lokasi pemasaran. Berdasarkan analisis marjin yang dilakukan oleh Hermansyah (2008) dan Sihombing (2010), saluran pemasaran yang efisien adalah saluran yang memiliki nilai marjin paling kecil, biaya pemasaran kecil dan keuntungan yang cukup besar.

Farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Analisis farmer’s share

digunakan sebagai indikator untuk menentukan efisiensi saluran pemasaran.

Farmer’s share yang tinggi tidak selalu menunjukkan bahwa suatu saluran pemasaran efisien. Siregar (2010) menyatakan bahwa besar kecilnya farmer’s share tidak selalu menunjukkan besar kecilnya keuntungan yang diterima oleh petani. Semakin panjang saluran pemasaran maka bagian harga yang diterima petani semakin kecil, walaupun harga yang dibayarkan konsumen semakin besar. Berdasarkan Sihombing (2010) dan Waty (2012), bahwa hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Selain panjang pendeknya lembaga yang terlibat, Hermansyah (2008) dan Herawati (2012) menyatakan bahwa perbedaan nilai farmer’s share juga dipengaruhi oleh pasar tujuan.

Rasio keuntungan atas biaya adalah perbandingan antara keuntungan yang diperoleh dari biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Saluran pemasaran dinyatakan efisien jika penyebaran nilai rasio keuntungan atas biaya di setiap lembaga pemasaran tersebar merata. Herawati (2012) menyatakan bahwa saluran 3 (petani – PPD – pedagang besar – pengecer luar kota) merupakan saluran pemasaran yang penyebaran nilai rasio keuntungan atas biayanya cukup merata. Berbeda pada penelitian Hermansyah (2008) bahwa nilai rasio keuntungan atas biaya pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat tidak memberikan keuntungan yang merata karena cenderung terpusat pada salah satu lembaga pemasaran.


(29)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu batasan-batasan mengenai teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Batasan-batasan tersebut terkait dengan variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel-variabel yang akan diteliti yaitu saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar. Selain itu, variabel lain yang terkait adalah margin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan atas biaya total yang akan digunakan untuk menilai efisiensi pemasaran.

3.1.1 Konsep Pasar dan Pemasaran

Pasar adalah ruang atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan harga yang merupakan himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan dan keinginan potensial melalui proses pertukaran (Winandi, 2012). Di lain pihak, pasar merupakan sekumpulan perusahaan yang menawarkan barang/jasa yang dibutuhkan oleh pembeli potensial, atau merupakan sekumpulan pembeli yang membutuhkan barang/jasa. Maka pasar diartikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi transaksi antara pembeli dan penjual, sehingga pasar dapat merupakan suatu tempat (Pasar Anyar, Pasar Minggu), pasar waktu (spot market dan future market or future trading), pasar komoditi (pasar beras, pasar ikan) dan tingkat pasar (pedagang grosir dan pedagang eceran).

Pada mulanya pemasaran didefinisikan sebagai “kinerja aktivitas bisnis yang mengatur aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen” (Marknesis, 2009). Namun definisi ini hanya menekankan aspek distribusi pada lingkup pemasaran. Pada tahun 2004 American Marketing Association mengubah definisi tersebut, dimana merumuskan pemasaran sebagai fungsi organisasi dan serangkaian proses menciptakan, mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai bagi para pelanggan serta mengelola relasi pelanggan sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat bagi organisasi dan para pemangku kepentingan. Definisi ini


(30)

14 menekankan pentingnya pertukaran yang saling menguntungkan berdasarkan 3 aspek yaitu: nilai (value), proses dan relasi pelanggan. Sementara menurut Kotler (2004), definisi pemasaran dapat dibedakan menjadi definisi sosial dan definisi manajerial. Dalam definisi sosial pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain, sedangkan untuk definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni menjual produk.

Pemasaran produk agribisnis menganalisis semua aktivitas bisnis yang terjadi dalam komoditi pertanian atau produk agribisnis, setelah produk tersebut lepas dari petani produsen primer sampai ke tangan konsumen akhir (Winandi, 2012). Menurut Hammond dan Dahl (1977) dalam Winandi (2012), pemasaran pertanian merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan dalam menggerakkan input atau produk dari tingkat produksi primer hingga konsumen akhir. Pemasaran pertanian adalah suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem dari fungsi-fungsi pemasaran (fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas). Fungsi-fungsi ini merupakan kegiatan produktif yang pelaksana fungsi tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran.

Pemasaran hasil pertanian dihadapkan pada permasalahan spesifik antara lain berkaitan dengan karakteristik hasil pertanian, jumlah produsen, karakteristik konsumen, perbedaan tempat dan efisiensi pemasaran. Aspek pasar dan pemasaran merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dianalisis. Hal ini penting dilakukan karena untuk melihat bagaimana potensi dan peluang pasar untuk memasarkan produk yang akan ditawarkan. Selain itu, beberapa pendekatan yang harus dilakukan dalam analisis pemasaran yaitu pendekatan saluran pemasaran, fungsi serta lembaga pemasaran.

3.1.1.1 Saluran Pemasaran

Menurut Kotler (2004), saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran pemasaran terbagi menjadi 3 jenis yaitu saluran komunikasi, saluran distribusi dan saluran penjualan. Saluran komunikasi


(31)

15 biasanya digunakan untuk menyerahkan dan menerima pesan dari pembeli sasaran, sedangkan saluran distribusi digunakan untuk memamerkan atau menyerahkan produk fisik atau jasa kepada pembeli atau pengguna. Saluran distribusi fisik/jasa terdiri dari pergudangan, sarana transportasi dan berbagai saluran dagang seperti distributor, grosir dan pengecer. Saluran penjualan digunakan untuk mempengaruhi transaksi dengan pembeli potensial. Saluran penjualan tidak hanya mencakup distributor dan pengecer melainkan juga bank-bank dan perusahaan asuransi yang memudahkan transaksi. Keputusan dalam memilih saluran pemasaran sangat penting dilakukan dalam pemasaran. Salah satu yang menentukan keputusan pemasaran adalah penetapan harga produk (pricing). Hal penting yang harus diingat dalam pemasaran adalah saluran pemasaran tidak hanya melayani pasar tetapi juga menciptakan pasar.

3.1.1.2 Fungsi dan Lembaga Pemasaran

Pendekatan fungsi merupakan pendekatan studi pemasaran dari aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi atau perlakuan yang ada pada proses dalam sistem pemasaran yang akan meningkatkan dan atau menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan konsumen (kepuasan). Manfaat menganalisis pendekatan fungsi yaitu mempertimbangkan bagaimana pekerjaan harus dilakukan, menganalisis biaya-biaya pemasaran dan memahami perbedaan biaya antar lembaga dan berbagai variasi komoditi dan fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran. Pendekatan fungsi (Winandi, 2012) terdiri dari :

a) Fungsi pertukaran (exchange functions) merupakan aktivitas dalam perpindahan hak milik barang/jasa yang terdiri dari fungsi pembelian, penjualan dan fungsi pengumpulan.

b) Fungsi fisik (physical functions) merupakan aktivitas penanganan, pergerakan dan perubahan fisik dari produk/jasa serta turunannya. Fungsi ini membantu menyelesaikan permasalahan dari pemasaran seperti kapan, apa dan dimana pemasaran tersebut terjadi. Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan, pabrikan serta pengemasan. c) Fungsi fasilitas (facilitating functions) merupakan fungsi yang


(32)

16 dalam sistem pemasaran, tetapi memperlancar dalam proses fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggungan resiko, fungsi intelijen pemasaran, komunikasi dan promosi (iklan).

Terdapat beberapa fungsi penting yang harus diperhatikan dalam pemasaran hasil pertanian yaitu fungsi penyimpanan, transportasi, grading, standarisasi serta periklanan.

1. Fungsi penyimpanan dilakukan untuk menyeimbangkan periode panen dan periode paceklik. Ada empat alasan penting untuk menyimpan produk-produk pertanian, yaitu: a) produk-produk bersifat musiman, b) adanya permintaan akan produk pertanian yang berbeda sepanjang tahun, c) perlunya waktu untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen, d) perlunya stok atau persediaan untuk musim berikutnya.

2. Fungsi transportasi bertujuan untuk menjadikan suatu produk berguna dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen.

3. Fungsi standarisasi dan grading bertujuan untuk menyederhanakan dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi melalui saluran pemasaran. Standarisasi adalah justifikasi kualitas yang seragam antara pembeli dan penjual, antara tempat dan waktu, sedangkan grading

adalah penyortiran produk-produk ke dalam satuan atau unit tertentu. 4. Fungsi periklanan dimaksudkan untuk menginformasikan ke konsumen

apa yang tersedia untuk dibeli dan untuk mengubah permintaan atas suatu produk. Biasanya masalah yang timbul dalam periklanan produk-produk pertanian adalah yang berkaitan dengan karakteristik produk-produk pertanian itu sendiri.

Kelembagaan pemasaran adalah berbagai organisasi bisnis atau kelompok bisnis yang melaksanakan atau mengembangkan aktivitas bisnis (fungsi-fungsi pemasaran). Pendekatan kelembagaan membantu mengerti mengapa terdapat spesialisasi pedagang perantara dalam sistem pemasaran, mengapa petani dan konsumen tidak dapat berhadapan pada satu tempat, bagaimana karakter dari jenis


(33)

17 pedagang perantara (middlemen), hubungan agen perantara dan juga susunan serta organisasi dari aktivitas pemasaran dalam produk agribisnis atau industri pangan. Pendekatan kelembagaan (Winandi,2012) terdiri dari:

a) Pedagang perantara (merchant middlemen) adalah individu pedagang yang melakukan penanganan berbagai fungsi tataniaga dalam pembelian dan penjualan produk dari produsen ke konsumen, serta menguasai dan memiliki produk. Termasuk ke dalam kelompok pedagang perantara adalah: pedagang pengumpul (assembler), pedagang eceran (retailers) dan pedagang grosir (wholesalers). Pedagang grosir adalah pedagang yang menjual produknya kepada pedagang eceran dan pedagang perantara lainnya. Pedagang eceran adalah pedagang yang menjual produknya langsung untuk konsumen akhir (rumahtangga, organisasi, dan lainnya). b) Agen perantara (agent middlemen) hanya mewakili klien yang disebut

principals dalam melakukan penanganan produk/jasa. Kelompok ini hanya menguasai produk dan mendapatkan pendapatan dari fee dan komisi.

c) Spekulator (speculative middlemen) adalah pedagang perantara yang membeli dan menjual produk untuk mencari keuntungan dengan memanfaatkan adanya pergerakan harga (minimal-maksimal). Dalam kondisi tertentu, pedagang grosir dan eceran menjadi spekulator melalui penanganan dan beli-jual yang meminimalkan resiko.

d) Pengolahan dan pabrikan (processors and manufacturers) adalah kelompok pebisnis yang aktivitasnya menangani produk dan merubah bentuk bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir. Aktivitasnya menambah kegunaan waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan dari bahan baku.

e) Organisasi (facilitative organization) yang membantu memperlancar aktivitas pemasaran atau pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran. Misal membuat peraturan-peraturan, kebijakan, pelelangan dan asosiasi importir dan eksportir, pembiayaan, intelijen pasar dan penanggungan resiko.


(34)

18 3.1.2 Struktur Pasar

Struktur pasar (market structure) dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun industri yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan resultan atau saling mempengaruhi market conduct (perilaku pasar) dan market performance (keragaan pasar). Struktur pasar juga dapat diartikan sebagai tipe atau jenis-jenis pasar dan merupakan tingkat persaingan pasar. Menurut Dahl dan Hammond (1977) dalam Winandi (2012), struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk, syarat-syarat keluar masuk pasar dan penguasaan pasar.

Struktur pasar dalam garis besarnya terdiri dari 2 kelompok yaitu pasar persaingan sempurna (perfect competition) dan pasar tidak bersaing (monopoli atau monopsoni), sedangkan jenis lainnya merupakan struktur pasar dengan jenis diantara kedua struktur tersebut yaitu persaingan monopolistik, oligopoli dan duopoli. Berdasarkan paradigma SCP (Structure, Conduct and Performance), struktur pasar yang efisien adalah pasar persaingan sempurna. Sebaliknya, struktur pasar monopoli (hanya ada satu penjual) atau monopsoni (hanya ada satu pembeli), dikatakan struktur pasar yang tidak efisien.

3.1.2.1 Struktur Pasar Persaingan Sempurna

Pasar persaingan sempurna terjadi ketika jumlah produsen banyak dengan memproduksi produk yang sejenis dan mirip dengan jumlah konsumen yang banyak. Karakteristik dari struktur pasar ini adalah: 1) pasar sebagai price taker, 2) perusahaan bebas keluar atau masuk ke industri, 3) produk yang ada di pasar homogen, 4) market clearing artinya tidak ada kelebihan permintaan dan penawaran. Pada pasar persaingan sempurna, keseimbangan akan terjadi pada tingkat harga Pe dan Qe. Pada kondisi ini jumlah yang diinginkan konsumen dan yang ditawarkan produsen adalah sama (market clearing). Setiap individu perusahaan (firm) akan mengikuti harga pasar tersebut dan akan menyeimbangkan kondisi pasar dengan perusahaannya (keuntungan maksimum), sehingga P=MC=MR=AR=d. Suatu perusahaan yang berada dalam persaingan sempurna, akan mencapai keuntungan maksimum pada saat biaya marginal (MC) sama


(35)

19 dengan harga produknya (P). Pada pasar persaingan sempurna produsen tidak dapat merubah harga atau produsen sebagai price taker. Kurva biaya pada perusahaan yang berada dalam pasar persaingan sempurna dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Biaya Marginal, Biaya Rata-rata Total, Penerimaan Marginal Sumber : Kohls and Uhl, 2002 dalam Winandi (2012)

Pasar persaingan sempurna pada kenyataannya tidak ada (tidak realistis). Oleh sebab itu dalam analisis struktur pasar, pada kenyataannya struktur pasar yang cenderung mendekati karakteristik pasar persaingan sempurna adalah efisien, sedangkan karakteristik yang mendekati monopoli/monopsoni adalah struktur pasar yang tidak efisien.

3.1.2.2 Struktur Pasar Monopoli atau Monopsoni

Pasar monopoli adalah dimana hanya ada satu penjual yang berhadapan dengan banyak pembeli atau hanya satu pembeli (monopsoni) yang ada di pasar/industri barang atau jasa yang diperdagangkan berhadapan dengan banyak penjual. Umumnya pasar monopoli dijalankan oleh pemerintah karena berfungsi untuk kepentingan hajat hidup orang banyak. Sifat-sifat dasar pasar monopoli yaitu tidak membutuhkan strategi dan promosi untuk mencapai sukses, hanya ada

Price MC AC

P D = AR = MR

C

O


(36)

20 satu jenis produk tanpa adanya alternatif pilihan produk yang lain sehingga harga dan jumlah kuantitas produk yang ditawarkan dapat dikuasai oleh perusahaan monopoli. Pada pasar monopoli produsen atau penjual sangat sulit untuk masuk ke pasar karena membutuhkan sumber daya yang sulit didapat serta adanya peraturan undang-undang.

3.1.2.3 Struktur Pasar Monopolistik

Struktur pasar monopolistik terjadi jika jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa atau sejenis, namun konsumen produk tersebut berbeda-beda antara produsen yang satu dengan yang lain. Sifat-sifat yang ada pada pasar monopolistik yaitu untuk menjadi produk yang unggul diperlukan keunggulan bersaing yang berbeda dengan melakukan inovasi. Struktur pasar monopolistik mirip dengan pasar persaingan sempurna hanya saja pada pasar monopolistik terdapat brand atau merek yang menjadi ciri khas suatu produk yang ditawarkan sehingga dapat dibedakan oleh konsumen, produsen atau penjual hanya memiliki sedikit kekuatan untuk merubah harga dan relatif mudah keluar masuk pasar.

3.1.2.4 Struktur Pasar Oligopoli

Pasar oligopoli adalah suatu bentuk persaingan pasar yang didominasi oleh beberapa produsen atau penjual dalam satu wilayah area. Sifat-sifat mendasar pasar oligopoli adalah harga produk yang ditawarkan relatif sama, pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses, sulit untuk masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar dan perubahan harga akan diikuti perusahaan yang lain.

3.1.3 Perilaku Pasar

Perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuan masing-masing. Ada 3 cara mengenal perilaku pasar (Winandi, 2012) yaitu: (1) penentuan harga dan

setting level of output; penentuan harga adalah menetapkan harga dimana harga tersebut tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara


(37)

bersama-21 sama penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga (price leadership), (2) product promotion policy dapat dilakukan melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan, (3) predatory and exclusivenary tactics; strategi ini bersifat illegal karena bertujuan mendorong perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar.

3.1.4 Keragaan Pasar

Menurut Sudiyono (2002) dalam Winandi (2012), keragaan pasar merupakan hasil keputusan akhir yang diambil dalam hubungan dengan proses tawar menawar dan persaingan harga. Keragaan pasar dapat digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh struktur dan tingkah laku pasar dalam proses pemasaran suatu komoditi pertanian. Keragaan pasar (market performance) merupakan hasil atau pengaruh dari market structure dan market conduct yang dalam realita dapat terlihat dari produk atau output, harga dan biaya pada pasar-pasar tertentu. Keragaan pasar-pasar merupakan gabungan antara struktur pasar-pasar dan perilaku pasar yang menunjukkan terjadi interaksi antara struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar yang tidak selalu linier, tetapi saling mempengaruhi (Rosiana, 2012 dalam Winandi, 2012). Adapun elemen keragaan pasar terdiri atas marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan atas biya dan integrasi pasar.

3.1.4.1 Marjin Pemasaran

Konsep marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat petani produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau di tingkat retail. Pengertian marjin adalah pendekatan keseluruhan dari sistem pemasaran produk pertanian, mulai dari tingkat petani sebagai produsen primer sampai produk tersebut sampai di tangan konsumen akhir. Pengertian marjin yang lebih luas adalah merupakan cerminan dari aktivitas-aktivitas bisnis atau fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam sistem pemasaran tersebut. Pengertian marjin dalam produk agribisnis menunjukkan nilai tambah (added value) yang terjadi selepas komoditi dari tingkat petani sebagai produsen primer, sampai produk yang dihasilkan diterima konsumen akhir. Artinya margin dapat merupakan ukuran


(38)

22 aktivitas bisnis atau kegiatan produktif yang dapat menjadi indikator efisiensi atau tidaknya sistem pemasaran.

Analisis marjin sebagai indikator efisiensi pemasaran juga harus mengevaluasi fungsi-fungsi pemasaran yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan nilai guna atau nilai tambah sehingga konsumen puas. Banyak yang beranggapan bahwa marjin pemasaran yang kecil adalah lebih efisien dari pada marjin pemasaran yang besar. Apabila pernyataan ini benar, maka dimana

marketing margin adalah nol dan semua penerimaan petani adalah sama yang dibayar oleh konsumen, maka sistem pemasaran tersebut efisien. Persepsi salah yang lain adalah apabila marjin pemasaran tinggi, akibat banyak pedagang perantara (Kohls and Uhl, 2002 dalam Winandi, 2012). Banyaknya pelaksanaan fungsi produktif yang dilakukan oleh lembaga (perusahaan) seperti adanya proses penyimpanan, grading dan sortasi, pengolahan dan kemasan yang higienis, maka biaya-biaya pemasarannya lebih besar yang mengakibatkan marjin pemasaran akan tinggi. Pada kondisi ini, sistem pemasaran tersebut efisien meskipun marjin pemasarannya relatif tinggi apabila dibandingkan dengan produk akhir yang tidak diolah atau tanpa kemasan yang higienis. Oleh sebab itu, mempergunakan marjin pemasaran sebagai salah satu indikator efisiensi harus dilakukan pada sistem pemasaran produk agribisnis yang setara (equivalent). Artinya, apabila akan menghitung sebaran marjin pemasaran (farm-retail pricespreads), satuan volume di setiap tingkat lembaga pemasaran harus sama.

3.1.4.2 Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan porsi nilai yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk presentase (%). Ukuran atau kecenderungan dari farmer’s share tidak dapat selalu diandalkan sebagai ukuran dari efisiensi pemasaran karena kompleks penanganan produk yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Artinya harus memperhitungkan bentuk, fungsi dan atribut-atribut produk hingga sampai ke konsumen akhir (Winandi, 2012). Menurut Kohls dan Uhls (2002) dalam Sumardi (2009), farmer’s share

adalah persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukannya dalam


(39)

23 menghasilkan produk. Besarnya farmer’s share dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) tingkat proses, b) biaya transportasi, c) keawetan produk, dan d) jumlah produk. Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem pemasaran, akan tetapi tingginya farmer’s share tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan efisien. Hal ini harus dilihat dari besar kecilnya manfaat yang ditambahkan dalam suatu produk yang dilakukan oleh lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

3.1.4.3 Rasio Keuntungan terhadap Biaya

Rasio keuntungan dengan biaya-biaya antar sistem lembaga pemasaran (π/c), sering dipergunakan sebagai indikator efisiensi (Asmarantaka, 1999 dan 2009 dalam Winandi, 2012). Keuntungan perusahaan atau lembaga sering dipergunakan untuk mengevaluasi sistem pemasaran. Ada beberapa konsep dari keuntungan pemasaran atau π (profits) dalam hubungan evaluasi efisiensi pemasaran yaitu:

1. Sesuatu sebagai balas jasa dari aktivitas yang efisien dan mencari profit, sangat diperlukan akibat biaya menurun dan menciptakan produk atau memperbaiki produk.

2. Profit adalah biaya lain dari aktivitas bisnis.

3. Profit adalah biaya dari menarik kapital untuk investasi dalam pertumbuhan dan efisiensi dari sistem pemasaran.

3.1.5 Efisiensi Pemasaran

Secara normatif, pemasaran yang efisien adalah struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition) akan tetapi struktur pasar ini secara realita tidak dapat ditemukan. Ukuran efisiensi adalah kepuasan konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan barang/jasa mulai dari petani sampai konsumen akhir. Meningkatnya efisiensi atau sistem pemasaran yang efisien merupakan keinginan atau tujuan dari partisipan pemasaran yaitu petani, lembaga-lembaga pemasaran (pedagang, pengolah dan pabrik), konsumen dan masyarakat umum. Efisiensi pemasaran dapat terjadi apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, persentase


(40)

24 perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik tataniaga serta adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi, 2002)4. Indikator efisiensi pemasaran produk agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam 2 jenis yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga (Khols dan Uhls, 2002 dalam Winandi, 2012).

Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input pemasaran. Analisis yang sering dilakukan dalam kajian efisiensi operasional adalah analisis marjin pemasaran dan farmer’s share. Efisiensi operasional dapat dilakukan dengan 3 cara atau kondisi yaitu: (a) menurunnya biaya tanpa menurunkan kepuasan konsumen, (b) meningkatnya kepuasan konsumen tanpa meningkatkan biaya, (c) meningkatnya kepuasan konsumen dengan adanya peningkatan biaya, tetapi tambahan nilai output (kepuasan konsumen) lebih besar daripada tambahan nilai input (biaya tambahan pemasaran). Efisiensi harga menekankan kepada kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh produksi pertanian dan proses pemasaran sehingga efisien yang sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga dapat tercapai apabila: (a) masing-masing pihak yang terlibat puas atau responsive terhadap harga yang berlaku, (b) penggunaan sumberdaya mengalir dari penggunaan yang bernilai guna rendah ke nilai yang tinggi, (c) mengkoordinasi aktivitas antara pembeli dan penjual, mulai dari petani, lembaga pemasaran dan konsumen. Pemasaran agribisnis yang efisien apabila terdapat indikator-indikator yaitu: (1) menciptakan atau meningkatkan nilai tambah (value added) yang tinggi terhadap produk agribisnis, (2) menghasilkan keuntungan bagi setiap lembaga pemasaran yang terlibat sesuai dengan nilai korbanannya (biaya-biaya yang dikeluarkan), (3) marketing margin (biaya dan keuntungan) yang terjadi relatif sesuai dengan fungsi-fungsi atau aktivitas bisnis yang meningkatkan kepuasan konsumen akhir, (4) memberikan bagian yang diterima petani produsen (farmer’s share) yang relatif akan merangsang petani berproduksi di tingkat usahatani.

4.

Sokartawi, 1989:29. Definisi/PengertianEfisiensi/Education, Business. Dansite.wordpress.com


(41)

25 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Salah satu sentra produksi nenas di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor dengan sentra di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk. Petani nenas di Desa Cipelang dihadapkan pada beberapa permasalahan yaitu belum optimalnya peran kelompok tani, harga jual nenas yang masih diatur oleh pedagang menyebabkan

barganing position petani lemah, adanya beberapa saluran pemasaran yang dilakukan oleh petani dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran seperti petani, pedagang pengumpul desa (PPD), pedagang besar, pengecer, tengkulak hingga konsumen akhir. Selain itu, panjangnya saluran pemasaran akan berdampak pada keuntungan yang diterima oleh petani. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan keuntungan petani diperlukan pemasaran yang efisien.

Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional diukur dengan menganalisis margin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan atas biaya. Sementara itu efisiensi harga diukur dengan menganalisis saluran pemasaran, fungsi dan lembaga pemasaran serta struktur pasar dan perilaku pasar. Setelah mengetahui dan menganalisis efisiensi operasional dan harga maka dapat diketahui saluran pemasaran yang paling efisien bagi petani nenas di Desa Cipelang. Kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


(42)

26 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Sistem Pemasaran Nenas

di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

Usahatani nenas di Desa Cipelang

Fungsi pemasaran Saluran pemasaran

Lembaga pemasaran

Biaya produksi petani

Farmer’s share

Rasio π/C Marjin pemasaran

Perilaku pasar

Struktur pasar

Efisiensi operasional Efisiensi harga


(43)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Desa Cipelang merupakan sentra produksi nenas yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditi asli Bogor. Pengembangan komoditi nenas sebagai komoditi asli masih terkendala pemasaran yang belum efisien. Pemasaran nenas yang efisien akan membantu petani untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur yaitu situs internet, penelitian terdahulu, buku teks dan arsip dari Dinas Pertanian.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Responden dalam penelitian yaitu petani nenas dan lembaga pemasaran yang terdiri dari pedagang pengumpul desa (PPD), pedagang besar, pengecer, tengkulak dan pedagang olahan. Metode yang digunakan dalam memilih petani responden adalah metode random sampling. Hal ini dilihat dari karakteristik petani yaitu umur, tingkat pendidikan, lama berusaha, luas lahan yang relatif homogen serta kegiatan proses budidaya, proses panen dan pasca panen dan teknologi yang digunakan. Jumlah responden 30 orang dari populasi anggota kelompok tani yaitu 60 orang (50%). Besarnya sampel terkait dengan desain penelitian, jika populasi besar maka sampel minimal 10 % dan jika populasi relatif kecil sampel minimal 20% (Rachmina dan Burhanudin, 2008). Oleh karena itu, jumlah petani sebanyak 30 orang telah dianggap mewakili populasi petani buah nenas yang ada di Kelompok Tani Mekar Sejahtera. Sementara itu, penentuan responden untuk lembaga pemasaran menggunakan metode snowball sampling


(44)

28 yaitu mengikuti alur pemasaran nenas hingga produk sampai ke konsumen. Jumlah pedagang responden adalah 10 orang yang terdiri dari 5 orang pedagang pengumpul desa (PPD), 1 orang pedagang besar, 2 orang pedagang pengecer yang berada di pasar Anyar dan pasar Bogor serta 3 orang pedagang olahan yaitu pedagang asinan, pedagang sirup dan selai nenas yang berada di Sukasari, jalan roda dan Desa Cipelang.

4.4 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat gambaran umum lokasi penelitian, saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar. Analisis kualitatif akan digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari pengolahan data dengan menggunakan tabulasi maupun gambar. Sementara itu, analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian adalah analisis margin pemasaran, farmer’s share dan analisis rasio keuntungan atas biaya.

4.4.1 Metode Analisis Kualitatif 4.4.1.1 Analisis Saluran Pemasaran

Analisis saluran pemasaran nenas di Desa Cipelang dilakukan dengan menelusuri kegiatan distribusi nenas mulai dari petani sampai ke tangan konsumen akhir. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses tersebut serta pola saluran pemasaran yang terjadi. Dari hal tersebut akan diperoleh bahwa perbedaan saluran pemasaran pada suatu komoditi akan berpengaruh pada penerimaan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran.

4.4.1.2 Analisis Fungsi-Fungsi Pemasaran

Analisis fungsi pemasaran dapat diketahui berdasarkan kegiatan pokok yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran berperan sebagai perantara dalam proses penyampaian suatu produk dari petani hingga ke konsumen yang kemudian terbentuklah saluran pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut adalah Fungsi-fungsi pertukaran, Fungsi-fungsi fisik dan Fungsi-fungsi


(45)

29 fasilitas. Tabel 7 menunjukkan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran pada umumnya.

Tabel 7. Fungsi – Fungsi Pemasaran

No Macam fungsi Jenis fungsi

1 Fungsi pertukaran Fungsi penjualan Fungsi pembelian 2 Fungsi fisik Fungsi penyimpanan

Fungsi pengemasan Fungsi pengangkutan 3 Fungsi fasilitas Standarisasi dan grading

Fungsi penanggungan risiko Fungsi pembiayaan

Fungsi informasi pasar Sumber : Limbong dan Sitorus (1987) dalam Sumardi (2009)

4.4.1.3 Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar dapat dilihat dengan mengidentifikasi pasar dari jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, pengetahuan mengenai pasar (informasi pasar) serta hambatan keluar masuk pasar (Dahl dan Hammond, 1977 dalam Winandi, 2012). Dengan demikian akan diketahui struktur pasar yang dihadapi oleh pelaku pemasaran. Informasi karakteristik struktur pasar yang dilihat dari sudut penjual dan pembeli dapat dilihat pada Tabel 8.

4.4.1.4 Analisis Perilaku Pasar

Perilaku pasar mengarah pada strategi perusahaan atau produsen dalam proses penyesuaian dengan kondisi pasar yang dihadapi. Analisis perilaku pasar berusaha untuk menganalisis kegiatan-kegiatan serta reaksi dari suatu pasar dalam merespon suatu perubahan. Analisis perilaku pasar nenas dapat dicirikan dengan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan jual beli, sistem penentuan harga, cara pembayaran serta bentuk


(46)

30 kerjasama yang akan dilakukan. Selain itu analisis perilaku pasar juga dilakukan guna mempelajari karakteristik konsumen.

Tabel 8. Karakteristik Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli

No Karakterisitik Struktur pasar

Jumlah penjual/pembeli

Sifat produk

Hambatan Sudut penjual

Sudut pembeli 1 Banyak Standar/

Homogen

Rendah Persaingan murni

Persaingan murni 2 Banyak Diferensiasi Tinggi Persaingan

Monopolistik

Persaingan Monopolistik 3 Sedikit Standar Tinggi Oligopoli

murni

Oligopsoni murni 4 Sedikit Diferensiasi Tinggi Oligopoli

Diferensiasi

Oligopsoni Diferensiasi

5 Satu Unik Tinggi Monopoli Monopsoni

Sumber : Dahl dan Hammon (1977) dalam Winandi (2012)

4.4.2 Metode Analisis Kuantitatif 4.4.2.1 Analisis Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran nenas terkait dengan sistem pemasaran yang dapat dilihat dari beberapa indikator seperti margin pemasaran, farmer’s share dan analisis rasio keuntungan atas biaya. Selain itu dapat dilihat juga dari saluran pemasaran yang tercipta, fungsi dan lembaga pemasaran, struktur pasar serta perilaku pasar. Proses pemasaran yang efisien adalah yang memberikan kontribusi (share) yang adil, mulai dari petani, lembaga-lembaga pemasaran, sesuai dengan korbanan masing-masing dan konsumen puas (Winandi, 2012).

4.4.2.2 Margin Pemasaran

Analisis margin pemasaran dipergunakan untuk menganalisis pemasaran produk mulai dari petani produsen sampai di tangan konsumen akhir. Perbedaan marjin pada setiap sistem dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan atau penanganan produk sehingga terdapat perbedaan biaya dan kepuasan konsumen akhir. Besarnya margin pada dasarnya merupakan pengurangan harga penjualan dan harga pembelian pada setiap pelaku pemasaran.


(47)

31 Secara matematis margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

MT = Pr – Pf = Biaya-biaya + π Lembaga = Σ Mi Mi = Pji – Pbi

Dimana:

MT = Marjin total.

Pr = Harga di tingkat retail (tingkat konsumen akhir) Pf = Harga di tingkat petani produsen

π lembaga = Profit lembaga pemasaran akibat adanya sistem pemasaran Mi = Marjin di tingkat pemasaran ke i, dimana i = 1, 2, …., n

Mi adalah marjin di tingkat ke – i

Pji = Harga penjualan untuk lembaga pemasaran ke-i

Pbi = Harga pembelian untuk lembaga pemasaran ke-i

4.4.2.3 Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan salah satu kriteria atau alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dalam pemasaran suatu komoditi selain marjin pemasaran dan rasio keuntungan atas biaya. Analisis ini diukur dengan membandingkan tingkat harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Secara matematis farmer’s share

dirumuskan sebagai berikut:

% x Pf Pr s '

F = 100

Dimana:

F’s = Persentase bagian yang diterima petani (farmer’s share) Pr = Harga di tingkat retail (tingkat konsumen akhir)

Pf = Harga di tingkat petani produsen

4.4.2.4 Rasio Keuntungan Atas Biaya

Tingkat efisiensi pemasaran juga dapat dilihat dari besarnya rasio keuntungan atas biaya yang dikeluarkan. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis (operasional) sistem pemasaran akan semakin


(48)

32 efisien. Rasio keuntungan atas biaya pada setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

Biaya ofit Pr

=

c

π Dimana:

π = Keuntungan pemasaran akibat adanya sistem pemasaran C = Cost dari adanya pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran.

4.5 Batasan Operasional

Beberapa istilah yang digunakan untuk memberikan batasan dalam penelitian ini yaitu:

1. Lembaga pemasaran yaitu pihak-pihak yang melaksanakan fungsi pemasaran dalam proses pendistribusian nenas dari tangan petani sampai ke konsumen. Adapun yang termasuk ke dalam lembaga pemasaran adalah:

a. Petani adalah individu yang membudidayakan serta melakukan kegiatan pemasaran nenas.

b. Pedagang pengumpul desa (PPD) adalah individu atau kelompok yang membeli nenas dari petani untuk kemudian menjual kembali ke pengecer dan pedagang olahan.

c. Pedagang besar adalah kelompok yang membeli nenas dari petani kemudian menjual kembali ke konsumen langsung. Dalam penelitian ini, pedagang besar yang dimaksud adalah sebuah lembaga yaitu Giant d. Pengecer adalah individu yang membeli nenas dari pedagang

pengumpul desa kemudian menjual kembali ke konsumen akhir. e. Tengkulak adalah individu yang membeli nenas langsung dari petani

kemudian menjualnya kembali ke konsumen akhir. Tengkulak membeli nenas langsung ke petani, karena telah terjadi hutang piutang diantara keduanya. Tengkulak biasanya membeli nenas dengan harga di bawah harga yang berlaku.


(49)

33 2. Harga jual adalah harga rata-rata nenas per buah yang diterima oleh petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besar, pengecer dan tengkulak dari masing-masing konsumennya.

3. Harga beli adalah harga rata-rata nenas per buah yang dibayarkan oleh pedagang pengumpul desa, pedagang besar, pengecer dan tengkulak ke petani serta yang dibayarkan oleh pedagang olahan dan pedagang pengecer ke PPD.

4. Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam proses pemasaran nenas.

5. Keuntungan pemasaran adalah selisih antara harga jual dengan harga beli ditambah total biaya pemasaran yang dikeluarkan.


(1)

60 pemasaran yang terlibat di dalamnya seperti petani, lembaga pemasaran dan konsumen akhir. Efisiensi pemasaran diukur dengan melihat nilai margin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan atas biaya. Selain itu, pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar yang terbentuk dan perilaku pasar juga mencerminkan efisiensi pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian nilai efisiensi pemasaran nenas dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Nilai Efisiensi Pemasaran pada Masing-Masing Saluran Pemasaran

Nenas di Desa Cipelang Saluran

pemasaran

Harga jual (Rp/Buah)

Total biaya (Rp/Buah)

Margin (%)

FS (%)

π/C Saluran I 5.500 65,9 54,5 45,4 44,5 Saluran II 5.500 946 45,4 54,5 1,6 Saluran III 5.000 323,8 60,0 40,0 8,3 Saluran IV 3.500 96,7 28,6 71,4 9,3

Saluran V 4.000 1.580 0 100 1,5

. Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan, maka pola saluran pemasaran V (petani – konsumen) adalah pola saluran pemasaran yang paling efisien. Nilai marjin pada saluran ini terendah yaitu 0 % dan nilai farmer’s share tertinggi yaitu 100 %. Selain itu, nilai rasio keuntungan atas biaya pada masing-masing lembaga pemasaran menyebar merata yaitu sebesar 1,5. Artinya setiap satu satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan yang tidak jauh berbeda dengan lembaga pemasaran lainnya yang terdapat pada saluran tersebut. Bila dilihat dari biaya-biaya dan fungsi pemasaran yang dilakukan, saluran pemasaran V (petani –konsumen akhir) merupakan saluran pemasaran yang efisien. Hal ini disebabkan karena adanya biaya-biaya dan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani yaitu dengan memberikan kemasan tambahan berupa keranjang bambu. Nenas akan dimasukkan ke dalam keranjang apabila akan dibeli sehingga memberikan kepuasan bagi konsumen.


(2)

61 Saat ini, pola saluran V (petani – konsumen) tidak sepenuhnya dapat dilakukan oleh seluruh petani di Kelompok Tani Mekar Sejahtera meskipun memiliki marjin terendah dan farmer’s share tertinggi. Hal ini dikarenakan tidak seluruh petani dapat menjual langsung hasil produksinya karena petani harus mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkan nenas, adanya keterbatasan sumber daya yang mereka miliki dan adanya keterbatasan pasar. Pasar yang tersedia sekarang hanya pasar disekitar perumahan petani sehingga tidak memungkinkan seluruh petani untuk memasarkan nenas. Saluran pemasaran V (petani – konsumen akhir) merupakan solusi jangka panjang bagi Kelompok Tani untuk meningkatkan pendapatan. Saluran pemasaran V (petani – konsumen akhir) dapat dilaksanakan oleh semua petani apabila kelompok tani dapat melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik. Kelompok tani dapat mengembangkan kemampuan petani dalam mengelola usaha secara efisien dan menguntungkan menuju kemandirian sesuai dengan tujuan awal didirikannya kelompok tani, misalnya dengan melakukan pengembangan produk dengan mengolah sendiri nenas menjadi selai atau asinan sehingga akan meningkatkan nilai jual.

Berdasarkan kondisi saat ini dan hasil analisis yang telah dilakukan, saluran pemasaran IV (petani – PPD – pedagang olahan) adalah saluran pemasaran yang efisien. Hal ini dapat dilihat dari nilai marjin yang diperoleh adalah Rp 1.000, farmer’s share 71,4 %, rasio keuntungan atas biaya 9,3 dan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 96,7 per buah. Nilai-nilai tersebut lebih efisien jika dibandingkan dengan saluran I, II dan III.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Sihombing (2010), saluran pemasaran II (petani – PPD – pedagang pengolah) adalah saluran yang relatif efisien dibandingkan dengan saluran I (petani – PPD – pedagang besar – pengecer – konsumen lokal) dan III (petani – pengecer – konsumen lokal). Nilai margin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan atas biaya yang diperoleh pada saluran II adalah Rp 500, 75 % dan 1,5 satuan, dimana volume penjualannya adalah 2.100 buah.


(3)

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai saluran pemasaran nenas di Desa Cipelang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Saluaran pemasaran nenas di Desa Cipelang terdiri dari 5 saluran pemasaran. Saluran pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah saluran pemasaran yang melibatkan PPD, karena petani tidak perlu mencari pasar dan dapat menghemat waktu. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran nenas yaitu PPD, pedagang besar, pengecer, tengkulak dan pedagang olahan. Petani memasarkan hasil panennya ke pedagang pengumpul desa, pedagang besar, tengkulak, pedagang olahan dan konsumen akhir. Sementara itu PPD juga memasarkan nenas ke pengecer dan pedagang olahan. Fungsi-fungsi pemasaran yang dijalankan meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Berdasarkan hasil penelitian, petani dan PPD menjalankan fungsi-fungsi pemasaran walaupun masih dengan cara sederhana yaitu mensortasi nenas berdasarkan ukuran agar mempermudah penentuan harga dan proses penjualan. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani adalah persaingan murni, PPD mengarah pada struktur pasar oligopoli, pedagang besar mengarah pada struktur pasar oligopoli terdiferensiasi, pengecer dan tengkulak adalah pasar persaingan atau kompetitif market. Perilaku pasar yang ada telah memberikan kepuasan bagi masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat, seperti adanya kesepakatan bersama mengenai sistem pembayaran yang dilakukan.

2. Berdasarkan hasil analisis, saluran pemasaran V (petani – konsumen) merupakan saluran pemasaran yang lebih efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai margin pemasaran yaitu sebesar Rp 0, farmer’s share yaitu sebesar 100 %, serta nilai rasio keuntungan atas biaya yaitu sebesar 1,5. Pada saluran pemasaran V, terdapat fungsi pemasaran dan biaya tambahan yang dilakukan oleh petani yaitu dengan memberikan kemasan tambahan


(4)

62 berupa keranjang bambu. Nenas akan dimasukkan ke dalam keranjang apabila akan dibeli sehingga memberikan kepuasan bagi konsumen. Saat ini, pola saluran V (petani – konsumen) tidak sepenuhnya dapat dilakukan oleh seluruh petani di Kelompok Tani Mekar Sejahtera meskipun memiliki marjin terendah dan farmer’s share tertinggi. Hal ini dikarenakan tidak seluruh petani dapat menjual langsung hasil produksinya karena petani harus mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkan nenas, adanya keterbatasan sumber daya yang mereka miliki dan adanya keterbatasan pasar. Pasar yang tersedia sekarang hanya pasar disekitar perumahan petani sehingga tidak memungkinkan seluruh petani untuk memasarkan nenas. Jika dilihat dari kondisi tersebut dan hasil analisis yang telah dilakukan, maka saluran pemasaran IV (petani – PPD – pedagang olahan) adalah saluran pemasaran yang efisien. Dimana, nilai marjin yang diperoleh adalah Rp 1.000, farmer’s share 71,4 %, rasio keuntungan atas biaya 9,3 dan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 96,7 per buah. Nilai-nilai tersebut lebih efisien jika dibandingkan dengan saluran I, II dan III.

7.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat direkomendasikan bagi petani nenas di Desa Cipelang yaitu: dalam jangka pendek petani dapat melakukan pemasaran yang melibatkan PPD seperti pada saluran IV (petani – PPD – pedagang Olahan) karena saluran ini relatif lebih efisien jika dibandingkan dengan saluran yang lainnya. Saluran pemasaran V (petani – konsumen akhir) merupakan solusi jangka panjang bagi Kelompok Tani untuk meningkatkan pendapatan. Kelompok tani harus bisa menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, sehingga dapat memujudkan tujuan utama dari didirikannya kelompok tani ini. Kelompok tani dapat mengembangkan kemampuan petani dalam mengelola usaha secara efisien dan menguntungkan menuju kemandirian sesuai dengan tujuan awal didirikannya kelompok tani, misalnya melakukan pengembangan produk dengan mengolah sendiri nenas menjadi selai atau asinan sehingga akan meningkatkan nilai jual.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2010. Jawa Barat dalam Angka. Jawa Barat: BPS Propinsi Jawa Barat.

[BPS] Badan Pusat Statistik. Ekspor Impor 2007 – 2011 dan Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian. www.dirjenhorti.go.id. [12 Januari 2013]

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. Kabupaten Bogor dalam Angka. Bogor: BPS Kabupaten Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor. 2008. Populasi dan Produksi Nenas di Kabupaten Bogor. Bogor: Distanhut Kabupaten Bogor.

Hortikultura, DJ. 2010. www.dirjenhorti.go.id. [22 Desember 2012]

Hermansyah, D. 2008. Analisis Tataniaga Nenas Palembang (Kasus Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Kotamadya Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Herawati. 2012. Analisis Tataniaga Nesa Palembang (Kasus Desa Paya Besar,

Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Kotler, P. 2004. Manajemen Pemasaran 1 Edisi Millenium. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

Marknesis, Tim. 2009. Pemasaran Strategi, Taktik dan Kasus. Yogyakarta: Marknesis.

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Rachmina D, Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Sumardi, D. 2009. Analisis Efisiensi Pemasaran Jambu Biji (Psidium guajava) Studi Kasus Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Siregar, EL. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Nenas Bogor

(Kasus Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(6)

64 Sutrisno, A. 2010. Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor (Kasus Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Waty, AS. 2012. Analisis Penentuan Wilayah Potensial untuk Ekspansi Pemasaran Nenas Subang (Kasus Kelompok Tani Sarimanis, Desa Bunihayu, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Winandi, R. 2012. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.