Analisis Logistik Dengan Menggunakan Konsep Supply Chain ManagemenT (SCM) Di PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para

(1)

David Panggabean : Analisis Logistik Dengan Menggunakan Konsep Supply Chain ManagemenT (SCM) Di PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para, 2009.

ANALISIS LOGISTIK DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) DI

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III

GUNUNG PARA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

DAVID PANGGABEAN

080423054

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISIS LOGISTIK DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) DI

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III

GUNUNG PARA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

DAVID PANGGABEAN

080423054

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ir. Elisabeth Ginting, MSi) (Aulia Ishak, ST. MT)

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat TYME, atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Kerja Magang di PTPN III Gunung Para dan dapat menyelesaikan laporan ini.

Dalam kesempatan ini penulis akan memaparkan laporan pengamatan dan pengalaman selama melakukan penelitian di PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para. Adapun judul Tugas Sarjana yang dikerjakan adalah Analisis

Logistik dengan Menggunakan Konsep Supply Chain Management di PTT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para

Dalam penyusunan laporan ini, penulis telah mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan spiritual dan material. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada :

1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Manajemen Pabrik, Program Diploma IV, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Ir. Elisahbeth Ginting, MSi selaku Dosen Pembimbing atas waktu dan

kesediaannya menuntun saya dalam penyelesaian laporan ini.

3. Bapak Pimpinan Perusahaan PTPN III PKS Rambutan yang telah memberikan izin untuk melaksanakan kerja magang di perusahaan tersebut.

4. Bapak Seno A. P, ST selaku pembimbing lapangan yang telah membimbing dan memberikan arahan serta masukan selama proses pelaksanaan kerja magang.


(4)

5. Seluruh staf dan karyawan pada PTPN III Gunung Para yang bersedia memberikan masukan-masukan mengenai pabrik.

6. Teman-teman seperjuangan, Rusdi, Yoa, Mazmur, David, yang banyak memberikan saran dan bantuan.

Penulis berupaya menyempurnakan laporan ini, namun penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna, mungkin terdapat kekurangan-kekurangan akibat kesalahan penulis, untuk itulah penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan laporan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENULIS

MEDAN


(5)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

JUDUL ……….. i

LEMBAR PENGESAHAN………...……….………. ii

KATA PENGANTAR ……… iii

UCAPAN TERIMA KASIH ………. iv

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ………... xii

DAFTAR GAMBAR ………..………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xv

RINGKASAN ………... xvi

I PENDAHULUAN……….………… I-1

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan dan manfaat Penelitian ... I-3 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4 1.5. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-5

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2


(6)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Daerah Pemasaran …... II-2 2.5. Dampak terhadap sosial dan ekonomi dan lingkungan…... II-4 2.6. Proses Produksi …... II-4 2.6.1. Strandar Mutu Bahan Produk ... II-4 2.6.2. Spesifikasi Produk Jadi ... II-6 2.6.3. Bahan yang digunakan ... II-7

2.6.4. Uraian Proses ... II-8 2.7. Mesin dan Peralatan ... II-13 2.7.1. Utilitas ... II-13 2.7.2. Safety and Fire Protection ... II-15 2.7.3. Waste Treatment... II-16 2.8. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-16 2.9. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-18 2.10. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-19 2.10.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-19 2.10.2. Jam Kerja ... II-19 2.11. Sistem pengupahan dan Fasilitas yang digunakan ... II-20


(7)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.1. Supply Chain Management (SCM) ... III-1 3.1.1. Pengertian Supply Chain Management (SCM) ……... III-1 3.1.2. Latar Belakang Munculnya Konsep Supply Chain

Management (SCM) …... III-4 3.1.3. Fungsi Supply Chain Management (SCM) …...….. III-8 3.1.4. Konsep Supply Chain Management (SCM) ……... III-9 3.1.5. Prinsip-prinsip Supply Chain Management (SCM) …....….. III-12 3.1.6. Tujuan dan Kegunaan Supply Chain Management (SCM)…III-16 3.1.7. Model Supply Chain Management (SCM) ……... III-17 3.1.8. Tantangan dalam Mengelola Supply Chain Management .... III-19 3.1.9. Strategi Supply Chain Management (SCM) ……... III-22 3.1.10. Mengusahakan Optimalisasi Supply Chain Management... III-25 3.2. Manajemen Persediaan …………...……… III-31 3.2.1. Pengertian Persediaan …………...………...………... III-31 3.2.2. Mengelola Persediaan pada Supply Chain Management

(SCM) ... III-33

3.2.3. Peramalan ... III-34 3.3. Perhitungan Nilai Q* ………...………...……… III-46 3.4. Reorder Point ……...…………...………. III-49


(8)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ………... IV-1 4.4. Variabel Penelitian ………... IV-1 4.5. Instrumen Penelitian ……....………... IV-2 4.6. Pelaksanaan Penelitian ………. IV-2 4.7. Pengolahan Data ………...…… IV-4 4.7.1. Peramalan ... …....………...…… IV-4 4.7.2. Melakukan Perhitungan Statistik ... …....……..……...…… IV-4 4.7.3. Mencari Economic Order Quantitiy (EOQ) ………...…… IV-5 4.7.4. Menghitung Safety Stock ………....…… IV-6 4.7.5. Menghitung Reorder Point …...………...…… IV-6 4.7.6. Menghitung Total Cost ………...…… IV-6

4.8. Analisis Pemecahan Masalah ………...………… IV-6 4.9. Kesimpulan dan Saran ………...…... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ………... V-1 5.1. Pengumpulan Data ……….…...……... V-1


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.1.1. Jaringan Distribusi PT. Perkebunan Nusantara III

Gunung Para ………...………...……... V-1 5.1.2. Data Penjualan Sheet PT. Perkebunan Nusantara III

Gunung Para ………...………. V-2 5.1.3. Data Biaya Pemesanan …...…………..…..…... V-9 5.1.4. Data Biaya Penyimpanan Persediaan ….…………...…... V-10 5.1.5. Data Lead Time ... …...…………..…... V-11 5.2. Pengolahan Data ………..………...……... V-12 5.2.1. Peramalan Jumlah Permintaan Produk Sheet …...……... V-12 5.2.2. Perhitungan Parameter Permintaan Sheet PT. IKN ………... V-20 5.2.3. Perhitungan EOQ …...… V-20 5.2.4. Perhitungan Safety Stock …………...……...………. V-22 5.2.5. Perhitungan Reorder Point (ROP)………….………...…….. V-24 5.2.6. Perhitungan Total Cost (TC) …...………..………. V-25

5.2.7. Perhitungan Total Cost (TC) dengan Koordinasi antar

Supply Chain ………...……...…. V-25 5.2.8. Perhitungan Total Cost (TC) untuk PT. IKN Tahun 2009...V26

5.2.8. Perhitungan Total Cost (TC) dengan Koordinasi


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ……...………….…………. VI-1

6.1. Analisa Permintaan Peramalan …...……….……… VI-2 6.2. Analisa Perhitungan EOQ …..……….….……… VI-1 6.3. Analisa Perhitungan Safety Stock ……...……… VI-3 6.4. Analisa Perhitungan Reorder Point ... VI-3 6.5. Analisa Perhitungan Total Cost (TC) ... VI-4 6.6. Analisa Perhitungan Total Cost Tahun 2009 ...VI-5

VII KESIMPULAN DAN SARAN ………...…………. VII-1

7.1. Kesimpulan ……….……… VII-1 7.2. Saran ……….……... VII-2

DAFTAR PUSTAKA ……….…... xvii LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Skema Persyaratan mutu SIR 1988 (Standar Indonesia Rubber)... II-6 2.2. Rinician Tenaga Kerja di PT. Perkebunan Nusantara III ...…….... II-14 5.1. Data Permintaan Sheet PT. IKN ………...……….. V-3 5.2. Data Permintaan Sheet PT. Risupren ……...……….. V-7 5.3. Biaya Pemesanan Sheet untuk masing-masing Retailer ke

Distributor ……...…………... V-10 5.4. Biaya Pemesanan dari Distributor ke bagian Produksi ..….………… V-10 5.5. Harga Pabrik dan Harga Penjualan pada Retailer ..………...…… V-11 5.6. Lead Time Distribusi ………...………….. V-11 5.7. Perhitungan Parameter Peramalan untuk Metode Linear ……… V-13 5.8. Perhitungan Parameter Fungsi Eksponensial …………...……...…… V-14 5.9. Perhitungan SEE Fungsi Peramalan Linear ….…..……..……...…… V-12 5.10. Perhitungan SEE Fungsi Peramalan Eksponensial ..…..……...…… V-17 5.11. Perbandingan Nilai SEE Peramalan Jumlah Permintaan …….…… V-17 5.12. Perhitungan Moving Range ……….……….……..……...…… V-18 5.13. Hasil Peramalan Permintaan Produk Sheet Untuk PT. IKN ….…… V-19 5.14. Parameter Permintaan Sheet PT. IKN ……….…...……..…...…… V-20

5.15. Perhitungan EOQ pada Setiap Retailer …………....…………..…... V-21 5.16. Perhitungan EOQ dengan Koordinasi antara Supply Chain ....….… V-22


(12)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.17. Perhitungan Safety Stock Sheet pada Retailer dan

PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para ..……...…….… V-24 5.18. Perhitungan Reorder Point Sheet pada Retailer ..………...…… V-24 5.19. Total Cost masing-masing Retailer dan PTPN III ..………...…… V-25 5.20. Total Cost dengan Koordinasi antar Supply Chain ..………...…… V-26 5.21. Perhitungan EOQ pada Setiap Retailer dengan menggunakan

Peramalan ...………...…… V-27 5.22. Perhitungan EOQ dengan Koordinasi antara Supply Chain

dengan Menggunakan Peramalan ...V-28 5.23. Total Cost masing-masing Retailer dan PTPN III ... V-29 6.1. Kesalahan Peramalan Permintaan ...………...…… VI-1 6.2. Perbandingan Nilai EOQ dilihat dari dua Situasi ..………...…… VI-2 6.3. Safety Stock Sheet pada Retailer dan PTPN III ..………...…… VI-3 6.4. Reorder Point Produk Sheet pada masing-masing Retailer ..…..…… VI-4 6.5. Perbandingan Total Cost Sistem antar Dua Situasi ... VI-4

6.6. Perbandingan Total Cost Sistem antar Dua Situasi dari

Hasil Peramalan...VI-5 7.1. Perbandingan Total Cost Sistem ntar Dua Situasi ...VII-1


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Block Diagram Pembuatan Ribbed Smoked Sheet (RSS)

Pabrik Gunung Para …...………...……….... II-14

2.2. Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III ………... II-18

3.1. Struktur Supply Chain yang Disederhanakan ……….... III-2 3.2. Model Supply Chain Management (SCM) ………...…. III-17 3.3. Pola Trend ...III-37 3.4. Pola Siklis ...III-38 3.5. Diagram Pencar ...III-38 4.1. Flow Diagram Metodologi Penelitian ………..………. IV-7 5.1. Jaringan Distribusi PT. Perkebunana Nusantara III pada

Kawasan Medan ………...……. V-2 5.2. Scatter Diagram Data Permintaan PT. IKN 2008...V-12 5.3. Peta Moving Range Chart Jumlah Permintaan...V-19


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Daftar Mesin dan Peralatan Produksi PT. Perkebunan

Nusantara III Gunung Para ………...………... L-1 2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Karyawan PT. Perkebunan

Nusantara III Gunung Para ………..………... L-2 3. Pengolahan Data pada PT. Risupren ………….…...……….. L-3 4. Surat Permohonan Tugas Sarjana ………...………. L-4 5. Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana untuk Perusahaan ... L-5 6. Surat Balasan dari Perusahaan ... L-6 7. Surat Keputusan Tugas Sarjana ………...………. L-7


(15)

RINGKASAN

PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para adalah suatu perusahaan industri yang bergerak di bidang pengolahan getah latex menjadi sheet (RSS). Salah satu permasalahan yang ada pada perusahaan ini yaitu permasalahan yang terkait dengan persediaan produknya. Kelebihan persediaan dapat menyebabkan biaya penyimpanan dan modal yang tertanam dalam bentuk persediaan tersebut bertambah besar. Sedangkan kekurangan persediaan menyebabkan perusahaan mengalami kehabisan barang.

Hal ini disebabkan karena kegiatan logistik Supply Chain yang tradisional sehingga belum terkoordinasi dengan tepat. Persediaan merupakan segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Jumlah uang yang tertanam dalam bentuk persediaan biasanya sangat besar sehingga persediaan adalah salah satu aset terpenting yang dimiliki Supply Chain. Banyak perusahaan yang memiliki nilai persediaannya melebihi 25 % dari nilai keseluruhan aset yang dimiliki. Ini berarti bahwa biaya modal yang tertahan dalam bentuk persediaan di suatu perusahaan/Supply Chain sangat signifikan.

Supply Chain Management (SCM) adalah modifikasi praktek tradisional

dari manajemen logistik yang bersifat adversial (pola-pola yang mementingkan pihak-pihak secara individual dan bukan mengacu kepada kinerja kepada keseluruhan) kearah koordinasi dan kemitraan antar pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan aliran informasi dan produk tersebut. Teknik perencanaan persediaan sebagai pendukung Supply Chain Management merupakan tindakan yang sangat penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan bagi tiap Supply Chain, berapa jumlah safety stock yang diperlukan.

Dari hasil penelitian didapatkan ukuran pemesanan sheet yang optimal (EOQ) dengan koordinasi antar Supply Chain pada PT. IKN sebesar 25.992 kg dan pada PT. Risupren sebesar 15.804 kg. Sedangkan safety stock sheet PT. IKN sebesar 2.899 kg dan PT. Risupren sebesar 2.649 kg. Setelah didapatkan ukuran pemesanan yang optimal dan jumlah safety stock, dapat diketahui adanya total penghematan biaya pada perusahaan dan retailer, yaitu total penghematan biaya antara perusahaan dengan PT. IKN sebesar Rp. 503.400.- dan total penghematan biaya antara perusahaan dengan PT. Risupren sebesar Rp. 292.200,- Dengan adanya koordinasi sistem antar Supply Chain secara total, akan memperoleh penghematan biaya-biaya persediaan.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk menyusun kembali strategi dan taktik bisnisnya sehari-hari. Persaingan yang sangat ketat terletak pada bagaimana sebuah perusahaan dapat mengimplementasikan proses penciptaan produk atau jasanya secara lebih murah, lebih baik dan lebih cepat dibandingkan dengan pesaing bisnisnya. Usaha untuk menciptakan rangkaian proses tersebut bukanlah merupakan target semasa saja, melainkan sifatnya dinamis, dalam arti harus selalu diupayakan secara terus menerus dan berkesinambungan. Sejauh perusahaan masih bisa terus berusaha memperbaiki kinerjanya, sejauh itu pulalah perusahaan dapat tetap bertahan dalam ketatnya kompetisi global.

Semua perusahaan yang bergerak dibidang industri jasa maupun manufaktur pada umumnya bertujuan untuk mendapatkan laba yang maksimal dan menekan pengeluaran agar perusahaan tetap komptetitif. Salah satu faktor yang memerlukan banyak biaya dalam memasarkan produk yaitu adanya manajemen logistik yang terdiri dari perancangan produk, peramalan kebutuhan, pengadaan material, produksi, pengendalian persediaan, penyimpanan, distribusi/transportasi ke distributor, wholesaler dan retailer.

Karena ketatnya persaingan dan berubahnya lingkungan bisnis akhir-akhir ini menuntut adanya model baru dalam pengelolaan aliran produk/informasi


(17)

terutama pada pemasaran produk, yang merupakan modifikasi dari metode sebelumnya (manajemen logistik), yaitu Supply Chain Management (SCM).

PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yaitu pengolahan karet menjadi sheet. Dalam kegiatan produksinya PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para tidak terlepas dari kegiatan logistik. Adapun kegiatan logistik mencakup seluruh kegiatan aliran bahan dan juga informasi perusahaan. Salah satu permasalahan yang ada di perusahaan ini yaitu permasalahan yang terkait dengan persediaan produknya. Persediaan muncul karena adanya ketidakpastian suatu informasi, seperti ketidakpastian permintaan dan jadwal pengiriman. Pengelolaan persediaan secara tradisional menyebabkan kurangnya koordinasi dan kolaborasi dalam mengelola aliran informasi dan produk yang tepat pada perusahaan, distributor dan retailer sehingga mengakibatkan jumlah persediaan yang kurang efisien. Kelebihan persediaan dapat menyebabkan biaya penyimpanan dan modal yang tertanam dalam bentuk persediaan tersebut bertambah besar. Sedangkan kekurangan persediaan menyebabkan perusahaan mengalami kehabisan barang (stock out)

Melihat konsekuensi yang dilematis dari persediaan, maka PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para harus merencanakan dan mengendalikan persediaannya pada tingkat optimal. Dalam mendukung kegiatan pengendalian persediaan ini, dibutuhkan suatu konsep manajemen yang dapat mengatur aliran barang dan informasi yang tepat dan akurat dari rantai suplai yaitu konsep Supply


(18)

Chain Management (SCM) adalah mengupayakan peningkatan keuntungan

dengan memperhatikan integrasi antara produsen dan retailer.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam sistem logistik suatu perusahaan memiliki tujuan menyediakan barang yang tepat, pada waktu yang tepat dan tempat yang tepat pula. Persediaan merupakan salah satu aset penting dalam masalah logistik perusahaan karena memiliki nilai yang cukup besar dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap biaya produksi. Perumusan masalah dalam hal persediaan produk pada PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para dikaitkan dengan Supply Chain

Management (SCM) adalah :

1. Sebagai pertimbangan untuk menentukan ukuran pemesanan ekonomis yang didasari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan antar Supply Chain.

2. Sebagai pertimbangan untuk menentukan rencana kebutuhan persediaan pengaman produk sheet agar pihak perusahaan mampu mengantisipasi permintaan secara tepat jumlah dan tepat waktu.

3. Manfaat dari koordinasi antar supply chain terhadap total cost perusahaan dan

retailer.

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui perbandingan jumlah ukuran pemesanan ekonomis antara sebelum dengan sesudah koordinasi antar supply chain.


(19)

Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui seberapa besar jumlah safety stock yang disediakan pada PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para terhadap retailer dan mendapatkan perbandingan total cost sistem antara sebelum dengan sesudah koordinasi antar supply chain.

Manfaat penelitian ini antara lain adalah :

1. Bagi perusahaan, dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan jumlah persediaan produk pada masa sekarang ini dengan menggunakan konsep Supply Chain Management (SCM), sehingga proses produksi dapat berjalan lancar dan memenuhi laju permintaan konsumen.

2. Bagi penulis, sebagai sarana penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menjalani perkuliahan di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Konsep Supply Chain Management (SCM) merupakan manajemen sistem yang menyeluruh dari sektor hulu ke sektor hilir. Namun, dalam penelitian ini hanya menitikberatkan pada sektor hilir yakni hubungan antara perusahaan dengan retailer.


(20)

3. Produk yang diteliti dibatasi hanya satu jenis saja, yaitu RSS I (Rubbed

Smoked Sheet I)

4. Dengan menggunakan konsep Supply Chain Management (SCM) dilakukan perhitungan jumlah peramalan hingga total biaya yang dikeluarkan oleh

retailer.

Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Permasalahan logistik selain menyangkut persediaan diasumsikan tidak mempunyai kendala.

2. Proses logistik dan distribusi dianggap cukup baik dan beroperasi secara normal.

3. Lead Time tetap dengan permintaan produk stabil.

4. Tingkat pelayanan pada setiap retailer telah ditetapkan manajemen sebesar 95%.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang perusahaan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi yang digunakan serta sistematika penulisan tugas sarjana.


(21)

Menguraikan tentang gambaran umum perusahaan, jenis produk dan spesifikasinya, bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, serta organisasi dan manajemen.

BAB III. LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan tentang tinjauan kepustakaan mengenai teori-teori dan pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam pembahasan serta pemecahan masalah.

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

Merupakan kerangka dalam pemecahan masalah, penjelasan secara garis besar bagaimana langkah pemecahan masalah dengan menggunakan metode yang digunakan.

BAB V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Berisi data yang dikumpulkan dalam penelitian, baik data primer maupun data sekunder sebagai bahan untuk pengolahan data yang akan digunakan sebagai dasar dalam analis hasil.

BAB IV. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Bab ini berisi analisis terhadap hasil pengolahan data untuk memperoleh hasil penelitian.

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian ini serta rekomendasi saran-saran yang perlu bagi perusahaan.


(22)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para berlokasi di kecamatan Dolok Merawan Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara. Perusahaan ini bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan.

Sejarah Perusahaan ini diawali dengan proses pengambilalihan perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda oleh pemerintah RI pada tanggal 10 Desember 1957 yang dikenal sebagai proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN).

PT. Perkebunan Nusantara telah mengalami beberapa pergantian nama. Pada tahun 1957 sampai tahun 1960 bernama Perseroan Perkebunan Negara Baru (PPN Baru), Tahun 1961 sampai 1962 bernama PPN Kesatuan Sumut VII, Tahun 1963 - 1968 bernama PPN Karet IV, Tahun 1976 - 1994 bernama PT.Perkebunan IV, sampai dengan tahun 1996 di Sumatera terdapat tujuh PTP (PTP II- PTP VIII)

Melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1996, sejak tanggal 14 Februari 1996 sampai sekarang, PTP III, PTP IV, PTP V digabung dan diberi nama PT. Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III.


(23)

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Pabrik karet kebun Gunung Para adalah pabrik yang menghasilkan sheet. Pabrik getah latex menjadi sheet atau RSS (Ribbed Smoke Sheet) mulai beroperasi pada tahun 1960 dengan hasil produksi:

1. RSS-I 2. RSS- II 3. RSS- III

4. Cutting

Bahan baku latex berasal dari kebun sendiri (kebun milik perusahaan). Hasil olahan sebagian besar diekspor dan selebihnya dipasarkan di dalam negeri (lokal).

2.3. Lokasi perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Para terletak di kecamatan Dolok Merawan Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara. Sarana transportasi ke kawasan ini cukup baik dengan kondisi jalan yang lebar yang dapat dilalui oleh kendaraan besar dan kecil.

Daerah ini memiliki berbagai fasilitas yang diperlukan oleh perusahaan seperti fasilitas listrik dari PLN, telekomunikasi, serta fasilitas air.

2.4. Daerah Pemasaran

Aspek pasar dan perusahaan merupakan salah satu dari beberapa aspek yang penting (aspek teknis, ekonomis, manajemen dan organisasi, aspek sosial,


(24)

dan lingkungan) dalam menjalankan dan mempertahankan kelangsungan tujuan usaha perusahaan. Pasar merupakan tempat dimana produsen dan konsumen melangsungkan transaksi atau suatu produk barang atau jasa.

Pemasaran adalah suatu aktivitas atau usaha yang digunakan untuk menyediakan atau memindahkan produk atau jasa dari produsen ke konsumen. Sementara manajemen pemasaran melakukan analisis, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap program–program yang telah dirancang oleh perusahaan untuk menangani penjualan produk jadi ke konsumen semaksimal mungkin sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

Perusahaan yang lebih memperhatikan kepentingan dan kebutuhan konsumen, dalam jangka panjang lebih berhasil dan akan tetap eksis dibandingkan dengan perusahan yang mengabaikannya. Perusahaan yang menggunakan pola pikir demikian akan selalu menempatkan konsumen dan kebutuhannya sebagai titik pusat bidang usahanya, sehingga produk yang dihasilkan juga lebih bermutu dimata konsumen.

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Para menghasilkan jenis produk untuk tujuan utama ekspor, tetapi produk yang dihasilkan perusahaan dipasarkan juga di dalam negeri, terutama di daerah Sumatera Utara. Menurut kebijaksanaan hasil produksi PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para dipasarkan melalui pelabuhan Belawan yang akan diekspor keluar negeri seperti ke Jepang, Amerika Serikat, Australia, Jerman, Korea Selatan, Italia, sebagian produk dipasarkan di dalam negeri khususnya di daerah Sumatera Utara.


(25)

Perusahaan memilih pasar di luar negeri karena pasar luar negeri lebih luas dan terbuka lebar. Kebutuhan luar negeri terhadap sheet cukup besar dibandingkan dengan kebutuhan dalam negeri. Sheet dapat diolah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah (value added) seperti ban, alat-alat rumah tangga, alat pertanian dan lain-lain.

2.5. Dampak terhadap sosial ekonomi dan lingkungan

Dampak terhadap sosial ekonomi dan lingkungan yaitu dengan adanya PT. Perkebunan Nusantara III kebun Gunung Para maka masyarakat yang ada didekat perusahaan, sosial ekonominya akan meningkat dimana mereka dapat bekerja dengan gaji yang telah ditetapkan pemerintah. Dengan adanya pekerjaan yang menetap maka sosial ekonomi masyarakat yang ada di dekat lingkungan dapat terjamin. Dampak terhadap lingkungan yaitu perusahaan menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah padat dan cair dan limbah yang dihasilkan tidak membahayakan terhadap lingkungan sekitar.

Fasilitas-fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawan adalah perumahan, jaminan kesehatan, pembayaran sekolah anak.

2.6. Proses Produksi

2.6.1. Standard Mutu Bahan Produk

Spesifikasi produk jadi pada PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para adalah sesuai dengan jenis mutunya yang disebut sebagai produk utama yaitu SIR


(26)

10. Untuk mendapatkan produk utama dibuat skema mutu SIR (Standar Indonesia

Rubber).

Adapun spesifikasi teknis karet alam PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para adalah sebagai berikut :

1. Dirt Content (Kadar kotoran)

Adanya kadar kotoran yang tidak larut dalam karet bila berlebihan menyebabkan penurunan sifat dinamik dari barang jadi yang terbuat dari karet mengenai ketahanan rentak lenturnya.

2. Ash Content (Kadar Abu)

Penentuan kadar abu dimaksud untuk menjamin agar karet mentah yang dijual tidak terlalu banyak mengandung abu dari karet alam yang berisi bermacam macam oksida, karbonat, fosfat dari kalium, magnesium, kalsium, natrium, silica, atau bahan-bahan lain yang bukan berasal dari karet alam yang merugikan sifat vulkanis karet dan menurunkan sifat usangnya.

3. Vol Matter (Kadar Zat Menguap)

Kadar zat menguap adalah kadar air yang terdapat dari karet untuk memastikan bahwa karet tersebut benar benar sudah kering dan bila karet mentah sudah kering sedikit Kemungkinan timbulnya jamur.

4. Plastisity Retention Index (PRI)

Adalah ukuran sifat keliatan karet yang sudah mengalami pemanasan dibandingkan sebelum pemanasan yang ditentukan dengan Plastimeter Walance. Dengan diketahuinya nilai PRI, dapat diketahui mudah tidaknya karet tersebut menjadi lengket bila disimpan lama.


(27)

5. Nitrogen karet

Nitrogen yang berada dalam karet adalah sebagai protein, yang dapat menunjukan jumlah kadar protein karet.

2.6.2. Spesifikasi Produk Jadi

Standar Indonesia Rubber (SIR) dapat dilihat pada Tabel 2.1. dibawah ini:

Tabel 2.1. Skema persyaratan mutu SIR 1988 (Standard Indonesia Rubber)

Sumber : PT.Perkebunan Nusantara III Gunung Para

Adapun spesifikasi produk jadi PT. Nusantara III Gunung Para adalah sebagai berikut :

1. RSS- I CV (Constan Viscositas)

Dimana RSS-I adalah harus bebas dari segala kotoran dan gelembung-gelembung, karet cukup kering, bebas jamur, dan elastisitas cukup baik tidak melekat.

No

Jenis Uji

Satuan SIR 10 Kerakteristik

1 Kadar Kotoran (%) - Max 0.1

2 Kadar Abu (%) - Max 0.75

3 Kadar Zat Menguap (%) - Max 0.80

4 PRI - Min 60


(28)

2. RSS- II

RSS-II adalah harus bebas dari segala kotoran, gelembung-gelembung yang sangat halus serta terpencar-pencar masih dibenarkan, sedangkan syarat lain sama dengan mutu RSS-I.

3. RSS- III

RSS-III adalah dibenarkan sedikit kotoran serta gelembung-gelembung yaitu gelembung-gelembung halus merata dan gelembung besar yang menumpuk terpencar-pencar, bekas-bekas jamur yang telah dibersihkan, serta lembaran yang koyak dapat dibenarkan.

4. Cutting

Cutting adalah bekas-bekas potongan kecil dari lembaran sheet sewaktu

pensortiran, ukuran cutting maksimal 15 cm persegi.

2.6.3. Bahan yang digunakan 2.6.3.1. Bahan baku

Bahan baku memiliki komposisi terbesar dari semua bahan yang digunakan. Bahan ini merupakan bahan utama dalam proses produksi dimana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan. Bahan baku pada produk sheet yang digunakan adalah latex murni.

2.6.3.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah suatu bahan pelengkap yang ditambahkan ke dalam proses pembuatan produk untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan dan merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang


(29)

digunakan adalah asam formit/semut dengan konsentrasi 3%-5%, cuka 7.5 kg/ton dan amoniak 6.5 kg/ton.

2.6.3.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan sebagai penolong dalam proses pengolahan pada kegiatan produksi. Bahan penolong yang digunakan pada proses pengolahan sheet adalah air, digunakan untuk pencucian dan melembutkan bahan baku.

2.6.4. Uraian Proses

Uraian proses produksi sheet PT. Perkebunan Nusantara III adalah sebagai berikut :

1. Bak Penerimaan

Lateks yang datang dari kebun sebelum dimasukkan dalam main bak terlebih dahulu dilakukan pengukuran volume lateks dalam tangki dengan memakai talang ukuran tangki dan kemudian penuangan lateks ke main bak harus disaring menggunakan saringan 20 mesh dan ditampung dalam main bak penampungan yang juga berfungsi untuk tempat pengenceran lateks. Penerimaan lateks di pabrik harus ditentukan kadar karet keringnya Dry Rubber Counteen (Drc) dengan menggunakan alat metrolac.

1. Cara menentukan Drc dengan metrolac

Setiap tangki lateks dari afdeling diambil contoh lateks sebanyak 500 cc, kemudian ditambahkan air sebanyak 1000 cc (perbandingan 1 : 2), aduk perlahan-lahan sampai campuran lateks dengan air merata, lalu dimasukkan kedalam tabung. Busa lateks yang ada di atas permukaan dihilangkan untuk


(30)

menghindarkan kesalahan baca pada skala metrolac. Kemudian masukkan

metrolac ke dalam tabung yang berisi contoh lateks, penunjukan skala metrolac

pada batas permukaan contoh lateks tersebut dikali tiga kali, maka itulah kadar karet keringnya (Drc). Misalnya metrolac menunjukkan skala ke 7 % maka kadar karet keringnya = 7 x 3 = 21.

2. Pengenceran Lateks

Pengenceran lateks dilakukan sampai kadar karet bakunya 15 %. Tujuan pengenceran adalah sebagai berikut :

a. Untuk melunakkan bekuan, sehingga tenaga giling tidak terlalu besar. b. Untuk memudahkan penghilangan gelembung udara.

c. Untuk memudahkan pencampuran asam semut.

Selama pengenceran lateks di main bak harus dilakukan pengadukan dengan suatu alat yang dinamakan agitator agar pencampuran lateks dengan air merata atau homogen.

2. Pembekuan/Koagulasi

Setelah lateks diencerkan sampai 15 % kemudian dialirkan melalui gutther (talang) dan dimasukkan kedalam bak pembekuan setelah terlebih dahulu melewati saringan 60 mesh. Setelah permukaan lateks mencapai ketinggian tertentu, aliran lateks dihentikan dan pindah ke bak berikutnya. Busa yang terbentuk pada permukaan lateks harus diambil dengan alat serok, atau saringan 60 mesh.

Tambahan asam formit/semut 500 cc-600 cc dengan konsentrasi 3 %-5 % bak pembekuan, waktu pembekuan 6-8 jam. Selama penuangan asam semut harus


(31)

diikuti dengan pengadukan dari belakang sebanyak 14-16 kali. Sebelum dituangkan asam semut tersebut harus diencerkan terlebih dahulu menjadi konsentrasi 3 %-5 % dengan cara menambahkan air 9 liter. Busa yang terbentuk setelah pengadukan diambil lagi dengan serok busa dari alumunium.

Pemasangan sekat (sisir) di mulai dari tengah kemudian kedua bagian yang terbentuk dibagi dua lagi dan seterusnya, untuk mengurangi gelembung- gelembung yang melekat pada sekat-sekat maka sekat ini harus dibasahi terlebih dahulu dengan air.

3. Penggilingan

Penggilingan koagulum dilakukan dengan gilingan sheet yang konstruksinya terdiri dari 6 buah rol yang disebut “six in one” gilingan rol 1 sampai dengan 5 rolnya licin (tidak berbunga) sedangkan gilingan rolnya terakhir atau finisher rolnya diberi berbunga (grooving). Tujuan diberi bunga adalah agar lebih mudah dalam pengeringan dan tidak lengket bila ditumpuk, masing-masing rol gilingan dilengkapi dengan saluran air pelican, di depan gilingan terakhir dibuat bak air empat persegi, untuk pencucian terakhir lembaran sheet.

Adapun tujuan penggilingan yaitu : 1. Mengeluarkan kandungan air dari koagulum

2. Menghilangkan/membuang lendir dan serum yang terdapat di permukaan lembaran


(32)

4. Penirisan di Lori

Sebelum dimasukan ke dalam kamar pengasapan terlebih dahulu lembaran sheet dikeringkan diudara bebas selama 2 jam dengan tujuan mengurangi kadar air sehingga mempercepat proses pengeringan didalam kamar asam.

5. Pengeringan dan Pengasapan (kamar Asap)

Tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air sehingga di dapat

sheet yang kering, agar kondisi mutu dapat dipertahankan selama penyimpanan

dan pengangkutan. Sedangkan fungsi asap adalah untuk memberikan warna coklat terang pada sheet dan untuk mencegah pertumbuhan spora/jamur.

Cara pengeringan dan pengasapan dilakukan dengan menggantungkan

sheet di atas gantar-gantar bambu/kayu, lori dengan kapasitas lebih kurang 504

lembar/lori. Sebelum lori-lori yang berisi sheet dimasukkan ke kamar pengeringan terlebih dahulu dibiarkan atau ditiriskan di luar selama 2 jam atau lebih supaya air yang terdapat di permukaan lembaran sheet jatuh ke bawah sheet untuk menghindarkan kelembaban yang tinggi di dalam kamar pengeringan, setelah pengasapan selama satu malam lori-lori tersebut di keluarkan dan dilakukan penyambretan. Lori dikeluarkan dari kamar asap I dan dimasukkan ke kamar asap II dengan suhu udara yang berbeda. Kegiatan ini di lakukan selama 4-5 hari untuk pengeringan.

a. Pengaturan suhu di dalam kamar asap

a. Hari I suhu 40-450 Ventilasi terbuka penuh b. Hari II suhu 40-550 Ventilasi setengah terbuka c. Hari III suhu 55-600 Ventilasi seperempat terbuka


(33)

d. Hari IV suhu 60-650 Ventilasi tertutup e. Hari V suhu 650 Ventilasi tertutup b. Spesifikasi kamar asap

a. Type : subur kamar Jumlah kamar : 8 kamar Kapasitas kamar : 6 lori/kamar b. Type : malaka Jumlah kamar : 6 kamar Kapasitas kamar : 12 lori/kamar

6. Sortasi

Tujuan dilakukannya sortasi adalah untuk memisahkan antara RSS I, RSS II, RSS III dan Cutting. Setelah proses pemisahan maka sheet selanjutnya dipress dengan menggunakan mesin press hidrolik, pada setiap sisi dipasang cantelan atau gelangan dari besi yang berfungsi untuk menahan lembaran sheet yang dipress setelah terpenuhi dengan ukuran :

1. Panjang : 55 cm – 57 cm 2. Lebar : 50 cm –56 cm 3. Tinggi : 40 cm - 47 cm

7. Pengepakan (Packing)

Pembungkusan dilakukan dengan menusuk-nusuk lembaran pembungkus dengan alat tusuk dari baja yang runcing, sehingga pembungkusan benar-benar melekat. Setelah selesai pembungkusan, ball tersebut di kapur.


(34)

8. Gudang Produksi

Setelah proses pembungkusan, sheet disimpan di gudang produksi sebelum dipasarkan.

Block Diagram untuk pengolahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) Gunung

Para dapat dilihat pada Gambar 2.1.

2.7. Mesin dan peralatan

Mesin dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan produksi sheet dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.7.1. Utilitas

Sarana penunjang untuk menjalankan kegiatan produksi dari awal hingga produk ahkir sangat penting. Utilitas merupakan unit penunjang bagi unit-unit lain dalam suatu pabrik.

1. Air

Dalam kelangsungan proses produksi air memegang peranan penting, Untuk digunakan dalam proses pencampuran dan pencucian. Air juga dibutuhkan dalam keperluan lainnya seperti keperluan kamar mandi, pencucian alat-alat dan keperluan lainnya.

2. Listrik

Sumber listrik yang digunakan berasal dari PLN, listrik digunakan untuk bagian produksi, kantor, dan bagian lainnya. Pabrik juga menyediakan genset bilamana terjadi pemadaman listrik dari PLN.


(35)

2.7.2. Safety and fire protection

Kenyamanan dan keselamatan kerja merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pabrik dalam proses produksi baik untuk karyawan maupun pabrik itu sendiri. Dengan usaha untuk pencegahan terjadinya gangguan keselamatan dan kesehatan kerja maka produktivitas kerja dapat ditingkatkan serta target produksi dapat tercapai.

Bila terjadi kebakaran atau bencana alam petugas kamar mesin dan petugas keamanan atau hansip segera membuyikan lonceng sesegera mungkin.

Tanda yang diberlakukan pada pabrik ini adalah: 1. Tanda Bahaya

a. Pemukulan lonceng dipukul satu kali dengan nada cepat minimum 2 menit.

b. Sirine, dibunyikan dengan nada bergelombang selama diperlukan minimum 1 menit.

1. Tanda berkumpul

a. Pemukulan lonceng, dipukul dua kali dengan nada biasa minimum 2 menit.

b. Sirine dibunyikan dengan nada terputus selama diperlukan minimum 1 menit

2. Tanda aman

a. Pemukulan lonceng; dipukul tiga kali dengan nada biasa minimum 2 menit.


(36)

Tujuan dari mengenal semua tanda yang telah ditentukan adalah untuk menjamin pengamanan atau penanggulangan keadaan darurat dengan lancar, terkoordinir dan terlaksana dengan baik dan setiap regu tanggap darurat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya.

2.7.3. Waste treatment

Limbah yang dihasilkan terdiri dari limbah padat berupa sisa-sisa proses dari pengolahan sheet berupa lateks yang menggumpal dan limbah cair berupa air pencucian dan pencampuran. Limbah dialirkan menuju kolam-kolam pengolahan limbah di dalam saluran yang berbentuk parit. Parit tersebut di beri saringan untuk menangkap potongan kecil sisa olahan karet.

2.8. Struktur organisasi perusahaan

Sistem organisasi dan manajemen yang baik sangat diperlukan pada satu perusahaan, terutama perusahaan industri yang berskala besar. Penyusunan sistem organisasi dan manajemen harus disesuaikan dengan keadaan perusahaan yang bersangkutan, sebab sistem yang baik bagi suatu perusahaan belum tentu baik bagi perusahaan lain. Adanya sistem yang terencana dengan baik, akan menjamin lancarnya informasi dan komunikasi di dalam organisasi sehingga dapat diperoleh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tepat pada keadaan yang dibutuhkan. Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan hubungan kerja antara dua orang atau lebih pada tugas yang saling berkaitan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu. Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai pembagian tugas-tugas serta tanggungjawab kepada individu maupun bagian-bagian pada suatu


(37)

organisasi. Struktur organisasi yang baik adalah pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas, yang memperlancar suatu proses untuk menuju suatu keberhasilan yang maksimum dengan modal yang sekecil-kecilnya dan menggunakan sarana yang tersedia semaksimal mungkin. Pendistribusian tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungannya satu sama lain pada pokoknya dapat digambarkan pada suatu struktur organisasi, sehingga para pegawai dan karyawan dapat dengan jelas mengetahui apa yang menjadi tugasnya, darimana ia mendapatkan perintah dan kepada siapa dia harus bertanggung jawab. Sehingga akan tercipta suasana kerja yang baik dan terhindar dari tumpang tindih pada perintah dan tanggung jawab.

Organisasi adalah suatu kerangka hubungan kerja antara individu-individu yang bekerja secara sadar untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan bersama serta untuk dilaksanakan dalam suatu kesatuan yang utuh.

Struktur organisasi biasanya digambarkan dalam bentuk bagan organisasi (organization chart) yang memperlihatkan susunan fungsi-fungsi, departemen-departemen dalam organisasi dan menunjukkan bagaimana hubungan kerja baik secara horizontal maupun vertikal. Perusahaan mempunyai struktur organisasi dalam bentuk organisasi garis dan fungsional. Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2.2. dibawah ini.


(38)

Asisten Teknik Asisten Laboratorium Asisten Pengolahan Asisten Tata Usaha Asisten Sipil/ dan Alat Berat Asisten Personalia Kebun Masinis Kepala Manajer Fungsional Lini Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Keterangan Garis

Gambar 2.2. Struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara III

Struktur organisasi yang digunakan pada PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para adalah struktur organisasi fungsional dan lini. Struktur organisasi fungsional adalah struktur organisasi berdasarkan pembagian tugas yang dilakukan menurut fungsinya masing-masing. Bentuk ini ditunjukkan dengan adanya spesialisasi tugas pada setiap unit organisasi sehingga pelimpahan wewenang dari pimpinan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan fungsinya. Dan dikatakan struktur organisasi lini karena kekuasaan mengalir secara langsung dari menejer ke kepala bagian, kemudian ke para karyawan di bawahnya dan kepala bagian menjalankan semua pengawasan dalam jajarannya. Pada perusahaan ini terdiri dari sejumlah afdeling dan setiap karyawan bertanggung jawab pada setiap

afdeling.

2.9. Uraian tugas dan tanggung jawab


(39)

2.10. Jumlah tenaga kerja dan jam kerja 2.10.1. Jumlah tenaga kerja

Tenaga kerja yang terdapat di PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para dapat dilihat pada Tabel 2.2. dibawah ini :

Tabel 2.2. Rincian tenaga kerja di PT. Nusantara III Gunung Para

Uraian

KARYAWAN

Pensiunan Total Pria

(Orang)

Wanita (Orang)

Jumlah (Orang)

Manajer 1 - 1 - 1

Karyawan

Pimpinan 15 - 15 - 15

Karyawan

Pelaksana 838 114 952 376 1.328

Jumlah 854 114 968 376 1.344

Sumber : PT.Perkebunan Nusantara III Gunung Para

2.10.2. Jam kerja

Jam kerja di PT. Nusantara III Gunung Para terdiri dari dua bagian yaitu jam kerja karyawan kantor dan jam kerja karyawan produksi. Adapun pembagian jam kerja tersebut adalah sebagai berikut:

a. Waktu kerja karyawan kantor Senin-Jumat 08.00-16.00 Sabtu 08.00-12.00 b. Waktu kerja karyawan produksi

Untuk karyawan produksi terbagi atas 3 shift (Senin-Minggu) Waktu kerja tersebut adalah sebagai berikut:


(40)

Shift I : 07.30 – 15.00 WIB

Shift II : 15.00 – 22.00 WIB

Shift III : 22.00 – 07.30 WIB

2.11. Sistem pengupahan dan fasilitas yang digunakan

Karyawan diberikan gaji pokok sesuai dengan golongan. Disamping gaji pokok kepada karyawan diberikan tunjangan tetap. Besarnya gaji untuk golongan terendah disesuaikan sejalan dengan penetapan upah minimum yang berlaku. Sistem pengupahan yang berlaku pada perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Karyawan musiman dibayar setiap akhir minggu, besar upah yang diterima adalah sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional).

2. Untuk karyawan tetap ada dua sistem penggajian yaitu :

a. Karyawan harian, gaji dibayarkan sebesar 30 hari kerja dipotong hari kerja yang absen.

b. Karyawan bulanan, gaji dibayarkan setiap bulan tanpa potongan hari kerja absen.

Untuk pelayanan kesehatan perusahaan memiliki unit P3K. Apabila penyakit yang diderita tidak dapat ditanggulangi oleh P3K maka karyawan dapat berobat ke rumah sakit yang ditunjuk oleh perusahaan.

Selain upah yang diberikan perusahaan juga memperhatikan keselamatan karyawan dalam bentuk jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek). Seluruh pekerja memperoleh jaminan atas keselamatannya selama melaksanakan pekerjaan.


(41)

Gambar 3.1. Block Diagram Pembuatan Ribbed Smoked Sheet Pabrik Gunung Para

PENERIMAAN LATEX

BAK PENERIMAAN

BAK KOAGULASI

PENGGILINGAN

SHEET

PENIRISAN DI LORI

KAMAR ASAP

SORTASI

PACKING

GUDANG PENYIMPANAN


(42)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Supply Chain Management (SCM)

3.1.1. Pengertian Supply Chain Management (SCM)

Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara

bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.1 Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk

supplier, pabrik, distributor, toko atau retailer, serta perusahaan-perusahaan

pendukung seperti perusahaan jasa logistik.

Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke

retailer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang dan

sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima.

1

Pujawan, I Nyoman, SUPPLY CHAIN MANAGEMENT, Guna Widya, Surabaya, 2005, p.4.


(43)

Pada gambar 3.1. memberikan ilustrasi sebuah Supply Chain yang sederhana. Sebuah Supply Chain akan memiliki komponen-komponen yang biasanya disebut chaneel. Misalnya ada supplier, manufaktur, distribution centre, wholesaler dan retailer. Semua channel tersebut bekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumen akhir.

Supplier Distribution Wholesaler Centre

Manufaktur Retailer End

Customer

Hulu/upstream Hilir/ downstream

Aliran Produk Aliran Biaya Aliran Informasi

Gambar 3.1. Struktur Supply Chain yang Disederhanakan

Supply Chain Management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh Oliver

& Weber pada tahun 1982(cf. Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Kalau

Supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat

dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, Supply Chain Management (SCM) adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa Supply Chain

Management (SCM) menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi

dengan dasar semangat kolaborasi. Ada beberapa definisi tentang Supply Chain


(44)

Menurut The Council of Logistics Management memberikan definisi berikut :

Supply Chain Management is the systematic, strategic coordination of the traditional business functions within a particular company and across business within the supply chain for the purpose of improving the long-term performance of the indiviual company and the supply chainas a whole.

Menurut Fortune Megazine (artikel Henkoff, 1994) menerangkan bahwa

Supply Chain Management (SCM) adalah proses dimana perusahaan

memindahkan material, komponen dan produk ke pelanggan.

Menurut Martin (1998), Supply Chain Management (SCM) adalah jaringan organisasi yang melibatkan hubungan up stream dan down stream dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan.

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), Supply Chain Management (SCM) adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut.

Sedangkan Menurut Simchi Levi et al. (1999) bahwa Supply Chain

Management (SCM) adalah serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk


(45)

penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi yang tepat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan.

Jadi, Supply Chain Management (SCM) adalah modifikasi praktek tradisional dari manajemen logistik yang bersifat adversial (pola-pola yang mementingkan pihak-pihak secara individual dan bukan mengacu kepada kinerja kepada keseluruhan) ke arah koordinasi dan kemitraan antar pihak-pihak yang terlibat. Koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan sangat diperlukan pada

Supply Chain karena perusahaan-perusahaan yang berada pada suatu Supply Chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus

bekerjasama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan kerja sama antara elemen-elemen pada Supply Chain tujuan tersebut akan bisa dicapai.

3.1.2. Latar Belakang Munculnya Konsep Supply Chain Management (SCM)

Munculnya Supply Chain Management (SCM) dilatarbelakangi oleh praktek tradisional dalam bisnis serta perubahan lingkungan bisnis.2

1. Praktek Tradisional

Produk atau jasa yang kita gunakan adalah hasil dari serangkaian proses panjang yang melewati beberapa tahapan fisik maupun non fisik. Sebuah produk

2

Zabidi, Yasrin, USAHAWAN no. 02 th xxx FEBRUARI 2001, SUPPLY CHAIN

MANAGEMENT : Teknik Terbaru dalam Mengelola Aliran Material/Produk dan Informasi


(46)

akan sampai ke tangan pemakai akhir setelah setidaknya melalui bebrapa proses dari pencarian bahan baku, proses produksi, dan proses distribusi atau transportasi. Proses-proses ini melibatkan berbagai pihak yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Penyedia bahan baku (pemasok) mensuplai kebutuhan produksi para perusahaan manufaktur yang akan mengolah bahan baku tersebut menjadi produk jadi. Produk jadi disampaikan ke pemakai akhir lewat pusat-pusat distribusi, retailer, pedagang kecil dan sebagainya. Rangkaian pihak-pihak yang menangani aliran produk inilah yang dinamakan dengan istilah Supply

Chain.

Pada kenyataannya, struktur sebuah Supply Chain mungkin jauh lebih kompleks. Sebuah pemasok mungkin sekaligus adalah industri manufaktur. Dengan kata lain, sebuah Supply Chain bisa saja melibatkan sejumlah industri manufaktur dalam satu rantai hulu ke hilir. Demikian juga, Supply Chain tidak selalu merupakan rantai lurus.

Sebuah industri manufaktur bisa memiliki ratusan bahan ribuan pemasok. Produk-produk yang dihasilkan oleh sebuah industri mungkin didistribusikan oleh beberapa pusat distribusi yang melayani ratusan bahkan ribuan wholesaler dan

retailer, pedagang kecil dan sebagainya. Setiap channel dalam Supply Chain akan

memiliki aktivitas yang saling mendukung. Secara keseluruhan aktivitas-aktivitas tersebut meliputi perancangan produk, peramalan kebutuhan, pengadaan material, produksi, pengendalian persediaan, distribusi, penyimpanan, dukungan pelayanan kepada pelanggan, proses pembayaran dan sebagainya. Pada tingkatan yang lebih strategis ada aktivitas-aktivitas seperti pemilihan pemasok, penentuan


(47)

lokasi pabrik, gudang, pusat distribusi. Secara tradisional, semua aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan tanpa atau dengan sedikit koordinasi. Istilah

cross-functional team misalnya, tidak banyak diaplikasikan dalam manajemen Supply Chain tradisional. Tiap bagian berusaha membuat ukuran-ukuran tersendiri dalam

menentukan kesuksesan pekerjaannya. Demikian juga hubungan antar channel dalam Supply Chain. Hubungan antara pemasok dengan perusahaan yang disuplainya juga hanya terbatas pada transaksi jual beli. Pola-pola negoisasi benar-benar mementingkan pihak-pihak secara individual, dan bukan mengacu pada kinerja keseluruhan pihak yang menjadi pembentuk sebuah Supply Chain secara holistik. Pemasok berkeinginan untuk memindahkan atau menjual produknya secepat dan sebanyak mungkin dengan harga yang tinggi, sementara perusahaan yang disuplainya menginginkan harga yang murah dan pengiriman yang cepat. Pola hubungan seperti ini dinamakan adversial.

2. Perubahan Lingkungan Bisnis

Lingkungan bisnis senantiasa berubah dan perubahan tersebut semakin lama semakin cepat. Akselerasi perubahan ini disebabkan berkembangnya secara cepat faktor-faktor penting antara lain :

1. Konsumen yang semakin kritis, membutuhkan produk atau jasa yang semakin berkualitas dengan harga murah dan bisa diperoleh dengan mudah dan cepat. 2. Infrastruktur telekomunikasi, informasi, transportasi dan perbankan yang

semakin canggih sehingga memungkinkan berkembanya model-model baru dalam manajemen aliran material/produk. Munculnya internet misalnya,


(48)

memungkinkan terjadinya transaksi-transaksi elektronik yang dikenal dengan nama Elektronik Commerce (E-Commerce). Praktek E-Commerce dapat dilakukan karena informasi-informasi tersedia dan mudah diakses lewat internet, pembayaran secara aman bisa dilakukan secara aman dan cepat dengan menggunakan jasa pihak ketiga.

3. Kesadaran akan pentingnya aspek sosial dan lingkungan. Kalangan bisnis semakin ditekan untuk memperhatikan aspek-aspek sosial dan lingkungan, baik atas instruksi pemerintah maupun atas kesadaran kalangan bisnis sendiri bahwa bisnisnya tergantung pada konsumen yang semakin tahu akan pentingnya aspek lingkungan dalam hidup mereka. Industri manufaktur dewasa ini telah banyak yang memasukkan konsep-konsep keramahan pada lingkungan mulai dari proses perancangan produknya, proses produksi, sampai pada proses distribusinya.

Ketiga faktor diatas, ditambah dengan adanya globalisasi dan perubahan peta ekonomi dunia ke arah meningkatnya kemampuan ekonomi negara-negara dunia ketiga, telah menciptakan banyak paradigma baru dalam dunia bisnis. Salah satu paradigma penting adalah meningkatnya persaingan antar produk maupun jasa di pasaran. Hanya produk atau jasa yang aspiratif terhadap kepentingan konsumen yang pada akhirnya akan bisa bertahan. Perusahaan-perusahaan ini ternyata tidak bisa dilepaskan dari dukungan berbagai pusat ilmu pengetahuan seperti perguruan tinggi, lembaga-lembaga riset, dan sebagainya. Lembaga-lembaga seperti ini banyak melakukan kajian-kajian maupun pengembangan-pengembangan inovatif terhadap proses-proses bisnis. Dalam kaitannya dengan


(49)

logistik misalnya, lembaga riset yang memfokuskan penelitiannya pada bidang

Supply Chain Management (SCM) menjamur dengan cepat. Beberapa diantaranya

adalah Global Supply Chain Management Forum yang dimotori oleh Stanford

University dengan mitranya di Endhoven University of Technology untuk kawasan

Eropa dan Nasional (HKUST) untuk kawasan Asia. Disamping itu ada juga The

Logistic Institute of Technology, Centre for Transportation Studies di MIT, dan

banyak lagi. Dengan praktek tradisional bisnis yang tidak compatible lagi dan persaingan yang semakin ketat akibat perubahan-perubahan lingkungan bisnis, memaksa pelaku-pelaku, baik sektor industri maupun jasa untuk memikirkan cara-cara baru dalam memenangkan persaingan. Supply Chain Management muncul sebagai jawaban atas kebutuhan pelayanan yang cepat, berkualitas dan murah.

3.1.3. Fungsi Supply Chain Management (SCM)

Ada dua fungsi Supply Chain Management (SCM), yaitu :

a. Supply Chain Management (SCM) secara fisik mengkonversi bahan baku

menjadi produk jadi dan menghantarkannya ke pemakai akhir. Fungsi pertama ini berkaitan dengan ongkos-ongkos fisik, yaitu ongkos material, ongkos penyimpanan, ongkos produksi, ongkos transportasi dan sebagainya. b. Supply Chain Management (SCM) sebagai mediasi pasar, yakni

memastikan bahwa apa yang disuplai oleh Supply Chain mencerminkan aspirasi pelanggan atau pemakai akhir tersebut. Fungsi kedua ini berkaitan dengan biaya-biaya survey pasar, perancangan produk, seta biaya-biaya akibat tidak terpenuhinya aspirasi konsumen oleh produk yang disediakan


(50)

oleh sebuah rantai Supply Chain. Ongkos-ongkos ini bisa berupa ongkos

markdown, yakni penurunan harga produk yang tidak laku dijual dengan

harga normal, atau ongkos kekurangan supply yang dinamakan dengan

stockout cost.

3.1.4. Konsep Supply Chain Management (SCM)

Konsep Supply Chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan, dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. Oleh karena itu, manajemen Supply Chain dapat didefinisikan sebagai berikut :

Supply Chain management is a set of approaches utilized to efficiently intergrate suppliers, manufactuers, warehouses, and stores, so that merchandise is prouduced and distributed at the right quantities, to the locations, at the right time, in order to minimize systemwide costs while satishyng service level requierement. (David Simchi Levi et al., 2000)

Melihat definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa Supply Chain adalah


(51)

utama) yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu :3

1. suppliers;

2. manufactures;

3. distribution;

4. retail outlets;

5. customers

Chain 1 : Suppliers

Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan,

subassemblies, suku cadang, dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers. Dalam arti yang murni, ini termasuk juga suppliers atau sub-suppliers.

Inilah mata rantai yang pertama.

Chain 1-2: Suppliers Manufacturer

Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer atau plants atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yan melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan, atau pun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, inventories bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak suppliers, manufacturer, dan

3

Eko Indrajit, Richardus, KONSEP MANAJEMEN SUPPLY CHAIN, Grasindo, Jakarta, 2002, p.5.


(52)

tempat transit merupakan target untuk penghematan ini. Tidak jarang penghematan sebesar 40%-60%, bahkan lebih, dapat diperoleh dari inventory

carryng cost di mata rantai ini. Dengan menggunakan konsep supplier partnering

misalnya, penghematan ini dapat diperoleh.

Chain 1-2-3 : Suppliers Manufacturer Distribution

Barang yang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar Supply Chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar, dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.

Chain 1-2-3-4 : Suppliers Manufacturer Distribution Retail Outlets Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Sekali lagi di sini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk inventories dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang

manufacturer maupun ke toko pengecer (retail outlets).

Chain 1-2-3-4-5 : Suppliers Manufacturer Distribution Retail Outlets

Customers

Dari rak-raknya, para pengecer atau retailers ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang


(53)

termasuk outlets adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, mal dan sebagainya, pokoknya dimana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan bahwa ini merupakan mata rantai yang terakhir, sebetulnya masih ada satu mata rantai lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retail outlet tadi) ke real customers atau real user, karena pembeli belum tentu pengguna sesungguhnya. Mata rantai supply baru betul-betul berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di pemakai langsung (pemakai yang sebenarnya) barang atau jasa yang dimaksud.

3.1.5. Prinsip-prinsip Supply Chain Management (SCM)4

Menciptakan sinkronisasi aktivitas-aktivitas yang beragam membutuhkan pendekatan holistik, tidak ubahnya seperti mensinkronkan alat-alat musik dalam sebuah konser dimana alat yang bunyinya berbeda-beda bisa dimainkan bersama sehingga terdengar merdu. Prinsip utama yang harus dipegang dalam sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas sebuah Supply Chain adalah untuk menciptakan resultan yang lebih besar, bukan hanya bagi tiap anggota rantai, tetapi keseluruhan sistem. Kesuksesan implementasi prinsip ini biasanya membutuhkan perubahan-perubahan pada tingkatan strategis maupun taktis. Sebaliknya kegagalan biasanya ditandai oleh ketidakmampuan manajemen mendefinisikan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menggiring komponen-komponen Supply Chain yang komplek ke arah yang sama.

4


(54)

Anderson, Britt dan Favre (1997) memberikan 7 prinsip dalam SCM yang diperuntukkan bagi manajer dalam merumuskan keputusan strategis, yaitu :

1. Segmentasi pelanggan berdasarkan kebutuhannya.

Segmentasi konsumen dikelompokkan oleh jenis industrinya, produknya, atau channel perdagangannya dan kemudian diambil satu ukuran pendekatan yang semuanya disesuaikan untuk pelayanan konsumen, mengoptimasi angka-angka biaya dan keuntungan dengan segmen pasarnya.

2. Susuaikan jaringan logistik untuk melayani kebutuhan pelanggan yang berbeda.

Perusahaan mengambil sebuah pendekatan pokok rancangan jaringan logistik dalam mengorganisir aktivitas inventory nya, pergudangannya (warehouse), dan transportasinya untuk mengoptimalkan jaringan kerjanya. Kombinasi logistik yang diputuskan sebagai kebutuhan konsumen dan pendekatan geografis dalam jaringan saling melengkapi dan lebih berkompetisi dengan pengorganisasian atas tiga segmen (inovator, pengoptimal logistik, tradisional) sekaligus yang dapat melayani solusi keluasan kebutuhan industri dengan biaya yang rendah.

3. Dengarkan sinyal pasar dan jadikan sinyal tersebut sebagai dasar dalam perencanaan kebutuhan (demand planning) sehingga bisa menghasilkan ramalan yang konsisten dan alokasi sumber daya yang optimal.

Perencanaan berbasis permintaan membutuhkan banyak waktu untuk mendapatkan ketepatan. Langkah pertama adalah pengaturan inventory penjual atau bekerja sama mengatur peramalan dan pengisian kembali stok,


(55)

pengarahan di dalam gabungan dengan beberapa perusahaan dalam jumlah produk besar, serta memperhatikan kerumitan mitra-mitra kerja dalam rantai pasokan. Sebagai mitra memberikan informasi yang dibutuhkan dalam hubungan kerja sama ini, peramalan dan perencanaan pesanan pembelian, manufaktur tidak memasukkan inventory untuk pengadaan stok semata. 4. Difrensiasi produk pada titik yang lebih dekat degnan konsumen dan

percepat konversinya di sepanjang Supply Chain.

Manufaktur berbasis tujuan produksi atas perkiraan permintaan pada produk-produk akhir dan memiliki inventory bahan mentah untuk mengganti kerugian kesalahan-kesalahan peramalan dengan menyoroti lead time (tenggang waktu) hanya sebagai sistem yang biasa disusun dengan terlalu banyak keterbatasan menjadikan waktu untuk mengubah material menjadi produk fleksibel. Pemberdayaan produk just-in-time (terlaksana tepat waktu) untuk menempatkan titik keseimbangan (leverage point) dalam proses manufaktur, produknya terdapat dalam susunan proses yang tidak dapat diubah tetapi dapat dihadirkan secara fleksibel.

5. Kelola sumber-sumber suplai secara strategis untuk mengurangi ongkos kepemilikan dari material maupun jasa.

Dengan memasok produk sehingga mendapatkan banyak mitra yang memiliki andil didalamnya, membuat pemasaran yang luas pada transaksi dan keputusan pendukung sebagai perbaikan pengambilan modal, perolehan keuntungan serta aplikasi dalam penggabungan negosiasi tahunan untuk


(56)

memotong biaya operasional manufaktur dalam pembayaran perancangan kembali jaringan distribusi dan sistem manajemen pemesanan baru

6. Kembangkan strategi teknologi untuk keseluruhan Supply Chain yang mendukung pengambilan keputusan berhirarki serta berikan gambaran yang jelas dari aliran produk, jasa maupun informasi.

Para manajer perlu untuk menyusun kembali sistem teknologi informasi yang mengintegrasikan semua kemampuan, yaitu strategi analisis, perencanaan, pendukung keputusan, operasi dan manajemen transaksi. Informasi harus mengalir secara kontinu untuk bisa menampilkan biaya, aset, waktu siklus pada tingkat-tingkat pra rekayasa sebagai acuan untuk membentuk sebuah program yang berbasis Supply Chain.

7. Adopsi pengukuran kinerja untuk sebuah Supply Chain secara keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen akhir. Manajer mengadopsi ukuran-ukuran kinerja yang diaplikasikan untuk hubungan (link) dalam Supply Chain dan termasuk pelayanan dan ukuran finansial. Untuk mendukung ukuran-ukuran performansi jarak channel, perusahaan mengembangkan kartu-kartu laporan. Kartu laporan jumlah keuangan dan kartu laporan manufaktur digabungkan menjadi kartu laporan besar sebagai penentu masa yang akan datang. Kartu laporan besar dapat membantu penempatan dan pengambilan keuntungan mitra-mitra kerja dalam sinergi lintas Supply Chain. Bekerja sama dengan konsumen terbesar untuk mengembangkan model kerja sama pengambilan keuntungan yang kemudian digunakan untuk membuat kebijakan dalam mengendalikan


(57)

pergerakan inventory secara perlahan-lahan dengan mencari efektivitas biaya terbaik.

3.1.6. Tujuan dan Kegunaan Supply Chain Management (SCM)

Berdasarkan definisi Supply Chain Management (SCM) diatas, Supply

Chain Management (SCM) mempunyai tujuan, yaitu :

a. Supply Chain Management (SCM) menyangkut pertimbangan mengenai

lokasi di setiap fasilitas yang memiliki dampak terhadap aktivitas dan biaya dalam rangka memproduksi produk yang diinginkan pelanggan dari supplier dari pabrik hingga disimpan di gudang dan pendistribusiannya ke sentra penjualan

b. Mencapai efisiensi aktivitas dan biaya seluruh sistem, total biaya sistem dari transportasi hingga distribusi persediaan bahan baku, proses kerja dan barang jadi.

Adapun kegunaan menerapkan Supply Chain Management (SCM) menurut Indrajit dan Djokopranoto adalah :

1. Mengurangi inventory barang dengan berbagai cara

Inventory merupakan bagian paling besar dari aset perusahaan yang berkisar

antara 30%-40%, sedangkan biaya penyimpanan barang berkisar antara 20%-40% dari nilai barang yang disimpan.


(58)

Rangkaian perjalanan dari bahan baku sampai menjadi barang jadi dan diterima oleh pemakai/pelanggan merupakan suatu mata rantai yang panjang (chain) yang perlu dikelola dengan baik.

3. Menjamin mutu

Jaminan mutu ini juga merupakan serangkaian mata rantai panjang yang harus dikelola dengan baik karena mutu barang jadi ditentukan tidak hanya oleh proses produksi barang tersebut, tetapi juga oleh mutu bahan mentahnya dan mutu keamanan dalam pengirimannya.

3.1.7. Model Supply Chain Management (SCM)

Dari penjelasan mengenai pelaku-pelaku Supply Chain, dapat

dikembangkan suatu model Supply Chain, yaitu suatu gambaran plastis mengenai hubungan mata rantai dari pelaku-pelaku tersebut yang dapat berbentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain. Model Supply Chain dikembangkan dengan cukup baik pada tahun 1994 oleh A. T. Kearny seperti tertera dan dapat dilihat pada gambar 3.2.

Company Suppliers

Suppliers’ Supplier

Customers End Users Customers


(59)

Dalam ilustrasi terssebut, suppliers’ supplier telah dimasukkan untuk menunjukkan hubungan yang lengkap dari sejumlah perusahaan atau organisasi yang bersama-sama mengumpulkan atau mencari, mengubah, dan mendistribusikan barang dan jasa kepada pelanggan terakhir. Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan Supply Chain adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan.

Selama dua dasawarsa terakhir ini, ada dua konsep yang banyak digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pergerakan barang tersebut, yang kedua merupakan kelanjutan yang pertama yaitu:5

1. Mengurangi jumlah supplier

Konsep ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an yang bertujuan mengurangi ketidakseragaman, biaya-biaya negoisasi dan pelacakan (tracking). Konsep ini adalah awal perubahan kecenderungan dari konsep

multiple supplier ke single supplier. Dengan demikian, cara lama yang dahulu

dianggap ampuh seperti mencari sourcing dengan cara tender terbuka makin tidak populer, karena tender terbuka tidak menjamin terbatasnya jumlah

supplier. Konsep ini berkembang menuju tahap selanjutnya, yaitu tahap yang

kedua, seperti akan dijelaskan sebagai berikut.

5


(60)

2. Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance

Konsep ini dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990-an dan diharapkan masih akan populer pada abad ke-21 ini. Konsep ini menganggap bahwa hanya dengan supplier partnership, key suppliers untuk barang tertentu merupakan strategic sources yang dapat diandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam Supply Chain. Konsep ini selalu dibarengi dengan konsep perbaikan yang terus menerus dalam biaya dan mutu barang.

3.1.8. Tantangan dalam Mengelola Supply Chain Management (SCM)6

Mengelola suatu Supply Chain bukanlah hal yang mudah. Dimana, Supply

Chain sangat banyak melibatkan pihak didalam maupun diluar sebuah perusahaan

serta menangani cakupan kegiatan yang sangat luas. Ditambah lagi dengan berbagai ketidakpastian yang ada di sepanjang Supply Chain management membutuhkan pendekatan dan model pengelolaan yang tangguh untuk bisa tetap bertahan dalam dunia bisnis. Hal di atas ditambah lagi dengan berbagai aturan atau tuntutan dari pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga aspek lingkungan dalam kegiatan Supply Chain. Beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam mengelola Supply Chain, yaitu :

Tantangan 1. Kompleksitas struktur Supply Chain

Suatu Supply Chain biasanya sangat kompleks, melibatkan banyak pihak didalam maupun diluar perusahaan. Pihak-pihak tersebut sering kali memiliki


(61)

kepentingan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang bertentangan antar yang satu dengan yang lainnya. Di dalam perusahaan sendiri pun perbedaan kepentingan ini sering muncul. Sebagai contoh, bagian pemasaran ingin memuaskan pelanggan sehingga sering membuat kesepakatan dengan pelanggan tanpa mengecek secara baik kemampuan bagian produksi. Perubahan jadwal produksi secara tiba-tiba sering harus terjadi karena bagian pemasaran menyepakati perubahan order (pesanan) dari pelanggan. Di sisi lain, bagian produksi biasanya cukup resistant terhadap perubahan-perubahan mendadak seperti itu karena akan berakibat pada rendahnya utilitas mesin dan seringnya pengadaan bahan baku harus dimajukan atau diubah. Ini akan membuat kinerja bagian produksi kelihatan kurang bagus. Konflik antar bagian ini merupakan satu tantangan besar dalam mengelola sebuah

Supply Chain

Konflik kepentingan juga sangat jelas terjadi antar perusahaan yang ada pada Supply Chain. Supplier menginginkan pembeli untuk memesan produk jauh-jauh hari sebelum waktu pengiriman dan sedapat mungkin pesanan tersebut tidak berubah. Supplier juga akan semakin senang bila pengiriman bisa dilakukan segera setelah produksi selesai. Di sisi lain, perusahaan pembeli menghendaki fleksibilitas yang tinggi. Mereka akan lebih mudah dalam kegiatan operasinya apabila supplier memberikan keleluasaan untuk mengubah jumlah, spesifikasi, maupun jadwal pengiriman bahan baku yang dipesan. Pembeli juga menginginkan

supplier bisa mengirim tepat waktu dengan kuantitas pengiriman kecil sehingga

pembeli tidak perlu menumpuk persediaan dengan jumlah besar di gudang mereka. Konflik kepentingan juga muncul dalam kaitannya dengan term


(62)

pembayaran. Supplier menginginkan agar pembeli cepat membayar, sementara pembeli menginginkan term pembayaran yang panjang.

Tantangan 2. Ketidakpastian

Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu

Supply Chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap

rencana yang sudah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan pengaman di sepanjang Supply Chain. Pengaman ini bisa berupa persediaan (safety stock), waktu (safety time), ataupun kapasitas produksi maupun transportasi. Disisi lain ketidakpastian sering menyebabkan janji tidak bisa terpenuhi. Dengan kata lain, customer service level akan lebih rendah pada situasi dimana ketidakpastian cukup tinggi.

Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian pada

Supply Chain.

a. Ketidakpastian permintaan

Sebuah toko atau super market tidak akan pernah bisa memiliki informasi yang pasti berapa suatu produk x akan terjual pada minggu atau hari tertentu. Mereka hanya bisa meramalkan dan kita semua sadar bahwa ramalan hampir selalu tidak benar. Pesanan dari sebuah supermarket ke distributor juga tidak pernah pasti karena berbagai faktor, termasuk adanya kesalahan administrasi persediaan, adanya syarat jumlah pengiriman minimum dari pabrik, dan keharusan supermarket untuk mengakomodasikan ketidakpastian pelanggan mereka. Demikian juga halnya dengan distributor ke pabrik. Pabrik menghadapi ketidakpastian pesanan dari distributor karena berbagai


(63)

sebab-sebab tadi. Bahkan, semakin ke hulu ketidakpastian perimintaan ini biasanya semakin meningkat. Peningkatan ketidakpastian atau variasi permintaan dari hilir ke hulu pada suatu Supply Chain dinamakan bullwhip effect.

b. Ketidakpastian berasal dari supplier.

Ini bisa berupa ketidakpastian pada lead time pengiriman, harga bahan baku atau komponen, ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim. c. Ketidakpastian internal

Ketidakpastian internal yang bisa diakibatkan oleh kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu maupun kualitas produksi. Besarnya ketidakpastian yang dihadapi tiap-tiap Supply Chain berbeda-beda. Pada kebanyakan kasus, permintaan pelanggan dianggap mendominasi ketidakpastian pada Supply Chain, namun tentu banyak juga kasus dimana ketidakpastian pasokan bahan baku atau komponen menjadi isu yang lebih dominan

3.1.9. Strategi Supply Chain Management (SCM)

Terdapat lima strategi yang dapat dipilih perusahaan untuk melakukan pembelian kepada supplier yaitu adalah sebagai berikut :

1. Many Supplier (Banyak Pemasok)

Strategi ini memainkan antara pemasok yang satu dengan pemasok yang lainnya dan membebankan pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Para pemasok saling bersaing secara agresif. Meskipun banyak pendekatan negoisasi yang digunakan dalam strategi ini, tetapi hubungan jangka


(64)

panjang bukan menjadi tujuan. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab dibebankan kepada pemasok untuk mempertahankan teknologi, keahlian, kemampuan ramalan, biaya, kualitas dan pengiriman.

2. Few Supplier (Sedikit Pemasok)

Dalam strategi ini, perusahaan mengadakan hubungan jangka panjang dengan para pemasok yang komit. Karena dengan cara ini, pemasok cenderung lebih memahami sasaran luas dari perusahaan dan konsumen akhir. Penggunaannya hanya beberapa pemasok dapat menciptakan nilai dengan memungkinkan pemasok mempunyai skala ekonomis dan kurva belajar yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang lebih rendah.

Dengan sedikit pemasok maka biaya mengganti partner besar, sehingga pemasok dan pembeli menghadapi resiko akan menjadi tawanan yang lainnya. Kinerja pemasok yang buruk merupakan salah satu resiko yang dihadapi pembeli sehingga pembeli harus memperhatikan rahasia-rahasia dagang pemasok yang berbisnis diluar bisnis bersama.

3. Vertical Integration

Artinya pengembangkan kemampuan memproduksi barang atau jasa sebelum dibeli, atau dengan benar-benar membeli pemasok atau distributor.

Vertical Integration dapat berupa :

- Integrasi ke belakang (Backward Integration) berarti penguasaan kepada sumber daya, misalnya perusahaan baja mengakusisi pabrik baja.


(1)

5.2.4. Perhitungan Safety Stock

Perhitungan safety stock dilakukan untuk menganitsipasi kebutuhan

retailer sesuai dengan permintaan yang senantiasa dilakukan. Dalam perencanaan

sistem ini perkiraan safety stock dikaitkan dengan lead time dan service level yang diinginkan adalah 95 %.

Sebagaimana pada bagian landasan teori maka perhitungan safety stock yang dipakai adalah sebagai berikut :

SS = Z x sdl

Keterangan : sdl = standar deviasi permintaan selama lead time Z = nilai dibawah kurva normal yang ditentukan oleh

service level

Service level 95 % memberikan nilai Z sebesar 1,645. Nilai ini diambil dari daftar distribusi normal.

Untuk menghitung besarnya safety stock sheet pada PT. Risupren adalah:

57 , 5326 92 490045 = = =

Fi FiXi X

( )

4025,46

1 92 1474597328 1 2 = − = − − =

n X Xi Fi s

Sdl = Sd x l , dimana l = 5 hari = 0,16 bulan maka Sdl = 4.025,46 x 0,16= 1.610,184

SS = Z x sdl


(2)

5.2.5. Perhitungan Reorder Point (ROP)

Perhitungan ROP untuk sheet pada PT. Risupren : ROP = d x l + SS

= (5326,57 x 0,4) + 2649 = 4779,6

= 4780 kg

5.2.6. Perhitungan Total Cost (TC) untuk PT. IKN Tahun 2008

Total cost per tahun dapat dihitung dengan rumus :

TC = (D/Q)C + (Q/2)h

Sebagai contoh perhitungan Total Cost untuk sheet PT. Risupren dan PT. Perkebunan Nusantara III adalah sebagai berikut :

Total Cost = (541.300/14.108)910000 + (14.108/2)4.950

= Rp. 69.832.500,-

Perhitungan Total Cost untuk PT. Perkebunan Nusantara III dalam memenuhi pesanan PT. IKN :

Total Cost = (541.300/14.108)910.000 +(14.108/2)3.710 = Rp. 61.085.500,-

5.2.7. Perhitungan Total Cost (TC) dengan Koordinasi antar Supply Chain Sebagai contoh perhitungan Total Cost dengan koordinasi antar Supply

Chain untuk sheet pada PT. Risupen dan PT. Perkebunan Nusantara III adalah


(3)

Perhitungan Total Cost untuk PT. Risupren :

Total Cost = (541.300/15084)910.000 + (15084/2)4.950

= Rp. 69.988.900,-

Perhitungan Total Cost untuk PT. Perkebunan Nusantara III dalam memenuhi pesanan PT. IKN :

Total Cost = (541.300/15084)910000 + (15084/2)3.710

= Rp. 60.636.900,-

5.2.8. Perhitungan Total Cost (TC) untuk PT. Risupren untuk Tahun 2009 5.2.8.1. Perhitungan EOQ pada Retailer Tahun 2009

Sebagai contoh perhitungan EOQ untuk PT. IKN :

h D C

Q 2 0

*=

Keterangan :

Q* = Jumlah Pemesanan Optimum C0 = Ongkos pemesanan (Rp)

D = Jumlah Permintaan tiap periode (kg) H = Ongkos Simpanan

950 . 4

) 534 . 542 )( 000 . 910 ( 2 *=

Q

= 14.123,6 = 14.124 kg


(4)

5.2.3.2. Perhitungan EOQ dengan Koordinasi Supply Chain Perhitungan EOQ untuk kedua belah pihak yaitu :

ret per ret per h h D C C Q + +

= 2( )

*

Keterangan :

Q* = Jumlah pemesanan optimum bagi perusahaan dan retailer

Cper = Ongkos/biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan setiap memenuhi pesanan pembeli

Cret = Ongkos/biaya pesan yang dikeluarkan retailer D = Jumlah permintaan (kg/tahun)

hper = Ongkos simpanan yang dikeluarkan perusahaan hret = Ongkos simpanan yang dikeluarkan retailer

Sebagai contoh perhitungan EOQ dengan koordinasi antara perusahaan dan PT. Risupren :

950 . 4 710 . 3 ) 542534 )( 910000 910000 ( 2 * + + = Q


(5)

TC = (D/Q)C + (Q/2)h

Sebagai contoh perhitungan Total Cost untuk sheet PT. Risupren dan PT. Perkebunan Nusantara III adalah sebagai berikut :

Total Cost = (542.534/14.124)910.000 + (14.124/2)4.950

= Rp. 69.912.000,-

Perhitungan Total Cost untuk PT. Perkebunan Nusantara III dalam memenuhi pesanan PT. Risupren :

Total Cost = (542.534/14.124)910.000 +(14.124/2)3.710 = Rp. 61.155.500,-

5.2.9. Perhitungan Total Cost (TC) dengan Koordinasi antar Supply Chain Sebagai contoh perhitungan Total Cost dengan koordinasi antar Supply

Chain untuk sheet pada PT. IKN dan PT. Perkebunan Nusantara III adalah

sebagai berikut :

Perhitungan Total Cost untuk PT. IKN :

Total Cost = (542.534/15.101)910.000 + (15.101/2)4.950

= Rp. 70.068.600,-

Perhitungan Total Cost untuk PT. Perkebunan Nusantara III dalam memenuhi pesanan PT. IKN :

Total Cost = (542.534/15.101)910.000 + (15.101/2)3.710


(6)