Deteksi Listeria Monocytogenes Pada Susu Kambing Di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah
DETEKSI Listeria monocytogenes PADA SUSU KAMBING DI
KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH
MONIKA DANAPARAMITHA ANDRIANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Deteksi Listeria monocytogenes
pada Susu Kambing di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Monika Danaparamitha Andriani
NIM B251140011
RINGKASAN
MONIKA DANAPARAMITHA ANDRIANI. Deteksi Listeria monocytogenes
pada Susu Kambing di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Dibimbing oleh
TRIOSO PURNAWARMAN, RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO, dan
SYAFRIL DAULAY.
Bakteri Listeria monocytogenes merupakan salah satu dari sepuluh spesies
bakteri Listeria yang bersifat patogen dan menjadi penyebab listeriosis khususnya
pada kelompok dengan risiko tinggi seperti bayi, orang lanjut usia (lansia), wanita
hamil, dan penderita immunodeficiency. L. monocytogenes termasuk dalam
foodborne pathogen yang ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi
bakteri ini. Susu memiliki risiko tinggi terkait cemaran L. monocytogenes
terutama susu kambing dikarenakan masih banyak proses pemerahan dan
penyimpanan susu yang dilakukan secara tradisional oleh peternak kambing
perah. Sumber cemaran L. monocytogenes pada susu dan produknya dapat
ditemukan selama rantai produksi, termasuk dari susu segar, lingkungan kandang,
peralatan pemerahan dan pengolahan hingga kontaminasi oleh perilaku karyawan
yang terlibat. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengindentifikasi keberadaan
L. monocytogenes pada susu kambing segar di Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah sebagai sentra penghasil susu kambing.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 60 sampel susu
kambing segar yang berasal dari tujuh peternakan yang dipilih menggunakan
metode pengambilan sampel deteksi penyakit. Metode yang digunakan pada
pengujian sampel mengacu pada standar nasional Indonesia (SNI) ISO 112901:2012 tentang Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metode horizontal untuk
deteksi dan enumerasi Listeria monocytogenes. Tahap pertama yaitu pengayaan
sampel pada media half Fraser broth dan Fraser broth. Tahap kedua yaitu isolasi
pada media Agar Listeria menurut Ottaviani dan Agosti (ALOA) dan media
Oxford agar. Tahap selanjutnya ialah tahap identifikasi meliputi uji katalase
menggunakan H2O2 3%, pewarnaan Gram, uji hemolisis, uji CAMP, dan uji
menggunakan kit API Listeria.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan keberadaan bakteri
L. monocytogenes pada 60 sampel susu kambing segar (0%). Ketidakberadaan
bakteri L. monocytogenes pada sampel susu kambing segar yang diperiksa dapat
dikatakan bahwa susu segar, lingkungan pemerahan, peralatan, dan kemasan yang
digunakan sebagai wadah susu segar tidak tercemar oleh L. monocytogenes. Status
higiene karyawan yang terlibat serta seluruh rangkaian proses yang terjadi dalam
pemerahan susu selama di peternakan telah diterapkan dengan baik. Hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semua sampel susu kambing segar tidak
ditemukan keberadaan L. monocytogenes dan relatif aman dari kontaminasi
L. monocytogenes serta memenuhi standar yang ditetapkan berdasarkan SNI
Nomor 7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan.
Kata kunci: kontaminasi, Listeria monocytogenes, susu kambing
SUMMARY
MONIKA DANAPARAMITHA ANDRIANI. Detection of Listeria
monocytogenes in Goat Milk in Purworejo Regency Central Java. Supervised by
TRIOSO PURNAWARMAN, RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO, and
SYAFRIL DAULAY.
Listeria monocytogenes is one of ten Listeria species that pathogenic and
causes listeriosis especially in high-risk groups such as the young and elderly,
pregnant women, and patients with immunodeficiency. L. monocytogenes is a
foodborne pathogen that can be transmitted through contaminated food. Milk,
especially goat milk, has a high risk of being contaminated by L. monocytogenes,
due to the traditional processing and storaging method that is still used by dairy
goat breeders. L. monocytogenes contamination in milk and its products could be
found in the whole production process, including from the fresh milk,
environment, milking and processing equipment and contamination by the
behavior of the employees. The aim of this study was to identify the presence of
L. monocytogenes in fresh goat's milk in Puworejo regency, Central Java.
This study used 60 samples of fresh goat's milk that were obtained from
seven farms by disease detection sampling method. All of the used method in this
research refer to Indonesian National Standard (SNI) ISO 11290-1: 2012 about
Microbiology of food and feed for the detection and enumeration of Listeria
monocytogenes. The sample was first enriched in half Fraser broth and Fraser
broth. The next step, sample was isolated in Agar Listeria Ottavani and Agosti
(ALOA) and Oxford agar. Samples were identified using the following methods:
catalase test using H2O2 3%, Gram staining, hemolysis test, CAMP test, and API
Listeria test kit.
The results of this study showed that L. monocytogenes was not found in
any of the goat milk samples (0%). The absence of L. monocytogenes from the
goat milk samples shows that the fresh milk, milking environment, milking
equipment and packaging are not contaminated by L. monocytogenes. It can also
be assumed that the hygiene status of employees and all milking processes have
been applied properly. This study concludes that L. monocytogenes cannot be
found in any of the fresh goat milk samples and the milk is safe from
L. monocytogenes contamination thus fulfilling the Indonesian National Standard
(SNI) ISO No. 7388: 2009 about Microbial Contamination Limit in Food.
Keywords: contamination, goat milk, Listeria monocytogenes
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
DETEKSI Listeria monocytogenes PADA SUSU KAMBING DI
KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH
MONIKA DANAPARAMITHA ANDRIANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr med vet Drh Mirnawati B.
Sudarwanto
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi magister dan tesis ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program
Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor (PS KMV SPs IPB). Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Drh Trioso
Purnawarman, MSi, Prof Dr Drh Retno Damayanti Soejoedono, MS, dan Dr Drh
Syafril Daulay, MM selaku komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama berlangsungnya penelitian
hingga penyelesaian tesis ini. Terima kasih pula kepada Prof Dr Drh Mirnawati B.
Sudarwanto selaku dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberikan
saran dan perbaikan dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr Drh Yusuf Ridwan, MSi selaku Ketua Departemen
Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet FKH-IPB dan Dr Drh Denny Widaya
Lukman, MSi sebagai Ketua Program Studi KMV SPs IPB beserta seluruh staf
pengajar dan tenaga kependidikan PS KMV SPs IPB. Ucapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf Balai Besar Uji Standar Karantina
Pertanian yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada orangtua bapak Drh
Buntaran, MM dan ibu Drh Yulita Sukardiyanti serta adik Krishna Himawan
Subiyanto atas doa dan dukungannya. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis
sampaikan kepada Drh Mujiatun, MSi, Drh Seruni, dan mbak Anita, AMd serta
kepada Drh Kusumandari Indah Prahesti, MSi atas bantuannya selama penelitian
berlangsung serta kepada seluruh sahabat PS KMV tahun 2014 dan rekan-rekan
mahasiswa pascasarjana lainnya yang telah memberikan warna dan keceriaan
selama proses pendidikan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ronald
Tarigan dan para sahabat (Arca, Titus, Rio, Irin, Lynn, Yoha, Rosa, Melinda,
Melisa, Wina, dan Rugun) atas segala dukungan, bantuan, dan persahabatan
selama penulis menempuh pendidikan di pascasarjana IPB. Penulis menyadari
bahwa penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis
sangat berterima kasih atas semua masukan yang membangun dari berbagai pihak
demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat
bermanfaat di kemudian hari bagi segenap pihak yang membutuhkan.
Bogor,
Mei 2016
Monika Danaparamitha Andriani
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Permasalahan
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
x
x
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Listeria monocytogenes
Susu sebagai Salah Satu Sumber Cemaran Listeria monocytogenes
Listeriosis dan Kaitannya terhadap Kesehatan Manusia
3
3
4
5
3 METODE
Bahan
Alat
Disain, Waktu, dan Tempat
Rancangan Penarikan Sampel
Analisis Laboratorium
Konfirmasi Listeria spp.
Konfirmasi Listeria monocytogenes
Interpretasi sifat-sifat morfologis dan fisiologis serta reaksi biokimia
Analisis Data
6
6
6
6
7
7
8
9
10
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberadaan Listeria monocytogenes pada Susu Kambing Segar
Bahaya Listeriosis ditinjau dari Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner
11
11
17
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
19
19
19
20
24
26
x
DAFTAR TABEL
1 Reaksi identifikasi Listeria spp.
2 Presentasi L. monocytogenes pada susu kambing segar
10
11
DAFTAR GAMBAR
1 Perbandingan hasil biakan L. monocytogenes, L. innocua, dan L. ivanovii
2 Pengayaan primer dalam media selektif cair dengan konsentrasi bahan
selektif yang lebih rendah (Half Fraser Broth)
3 Pengayaan sekunder dalam media selektif cair dengan konsentrasi bahan
selektif konsentrasi penuh (Fraser Broth)
4 Hasil pengamatan pada media Oxford yang mengandung biakan sampel susu
kambing segar setelah diperkaya dalam media Fraser Broth
5 Hasil pengamatan pada media ALOA yang mengandung biakan sampel susu
kambing segar setelah diperkaya dalam media Fraser Broth
6 Hasil pewarnaan Gram
7 Hasil uji hemolisis
8 Hasil uji CAMP
9 Hasil uji konfirmasi menggunakan kit API Listeria
9
11
12
12
13
13
14
14
15
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keamanan pangan merupakan salah satu hal penting dalam kesehatan
masyarakat terutama berkaitan dengan produk pangan asal hewan. Hal tersebut
berhubungan dengan keamanan produk terutama terkait kandungan
mikrobiologinya. Ketersediaan pangan yang aman dan sehat menjadi kunci utama
untuk mencapai tingkat gizi yang baik. Untuk mendapatkan pangan demikian,
perlu proses panjang melalui mata rantai produksi mulai dari penyediaan bibit,
prapanen, hingga pascapanen (Bahri et al. 2006). Hal-hal terkait dengan masalah
keamanan pangan sangat dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi sejak di
peternakan sampai produk tiba di meja makan (from farm to table).
Bakteri Listeria monocytogenes merupakan salah satu spesies dari bakteri
Listeria yang bersifat patogen dan menjadi penyebab listeriosis. Bakteri ini secara
alami terdapat di lingkungan dan memiliki kemampuan untuk hidup dan
berkembang biak dalam lingkungan dengan kondisi suhu yang dingin serta tahan
terhadap suhu panas, kondisi asam, dan kadar garam tinggi. Bakteri ini dapat
tumbuh dengan baik pada suhu 4 oC dan dapat membentuk biofilm (Palumbo et
al. 2010) sehingga dapat melekat pada permukaan benda atau lingkungan dan
berlindung dalam matriks extracellular polymeric substances (EPS) (Donlan dan
Costerton 2002). Bakteri ini juga dapat ditemukan pada berbagai produk hewan
seperti daging, susu, dan produk turunan lain asal hewan serta berbagai sayuran
dan seafood (Churchill et al. 2006).
Listeria monocytogenes dapat mengontaminasi berbagai bahan pangan
sehingga wabah listeriosis seringkali dikaitkan dengan makanan yang tercemar
oleh bakteri Listeria spp. (EFSA 2014). Centers for Disease Control and
Prevention (2015) melaporkan terjadi wabah di beberapa wilayah di Amerika
yang menimbulkan kematian akibat mengonsumsi es krim yang tercemar oleh
bakteri L. monocytogenes. Hewan yang terinfeksi oleh L. monocytogenes pada
umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik namun pada kondisi
tertentu dapat sampai mengalami encephalitis dan keguguran. Manusia dapat
terinfeksi akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi oleh
L. monocytogenes atau kontak langsung dengan hewan terinfeksi (Churchill et al.
2006). Listeriosis pada manusia umumnya menunjukkan gejala seperti demam,
kelelahan, mual, muntah, dan diare. Apabila listeriosis tidak diobati, maka gejala
dapat berkembang menjadi bakterimia, meningitis, sampai kematian.
Susu merupakan sumber penularan listeriosis yang potensial terutama pada
susu segar, terutama bila susu tidak diproses dengan baik atau tidak mencapai
suhu minimum yang dapat menonaktifkan bakteri maka produk olahannya dapat
tetap mengandung bakteri ini. Salah satu jenis susu yang mulai banyak
dikonsumsi masyarakat adalah susu kambing. Susu kambing memiliki nilai nutrisi
yang hampir sama dengan susu sapi, bahkan beberapa kandungan susu seperti
protein, lemak, dan kalsium dari susu kambing lebih tinggi dibandingkan dengan
susu sapi (Rosid 2009). Sentra penghasil susu kambing di Indonesia adalah
Provinsi Jawa Tengah dengan populasi sebanyak 3.56 juta ekor kambing perah.
Kabupaten Purworejo merupakan wilayah yang memiliki banyak peternakan
2
kambing perah yaitu terdapat total 47 107 ekor kambing perah jenis Peranakan
Etawa (PE) dimana sebanyak 33 873 ekor terdapat di Kecamatan Kaligesing (BPS
2013). Susu memiliki faktor risiko yang tinggi terkait cemaran L. monocytogenes
terutama susu kambing dikarenakan masih banyak proses pemerahan dan
penyimpanan susu yang dilakukan secara tradisional oleh peternak kambing
perah.
Tingkat kontaminasi L. monocytogenes di Indonesia belum banyak
dilaporkan terutama berkaitan dengan susu segar asal kambing. Namun demikian,
batas maksimum cemaran L. monocytogenes pada susu segar (susu yang tidak
dipasteurisasi) dengan tujuan konsumsi langsung, termasuk susu sapi, kuda,
kambing, dan kerbau telah tercantum dalam SNI 7388:2009 tentang Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan yaitu bernilai negatif per 25 ml.
Oleh karena itu, perlu pengujian terhadap keberadaan L. monocytogenes pada susu
kambing terkait ancaman bahaya yang dapat ditimbulkan bagi kesehatan
masyarakat. Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan L. monocytogenes pada
susu kambing di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah dan diharapkan dapat
bermanfaat dalam memberikan gambaran keamanan susu kambing terkait
keberadaan bakteri L. monocytogenes.
Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya sangat
perlu diketahui keberadaan L. monocytogenes pada susu kambing. Hal ini
terutama terkait dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengonsumsi susu
kambing dan belum adanya produk olahan susu kambing yang diproduksi dalam
skala besar dengan pengolahan terstandar sehingga susu kambing yang banyak
dikonsumsi masyarakat dikhawatirkan tidak diolah dengan cukup baik yang dapat
menjadi media perkembangan L. monocytogenes.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan L. monocytogenes pada susu
kambing segar di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah sebagai salah satu sentra
penghasil susu kambing.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan gambaran
keamanan susu kambing terkait keberadaan L. monocytogenes. Selain itu,
diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan terhadap kebijakan
teknis dalam upaya pengolahan susu kambing untuk mencegah peluang
keberadaan L. monocytogenes pada susu kambing segar dan produk turunannya.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Listeria monocytogenes
Listeria spp. merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, bersifat
patogen intraseluler, dan fakultatif anaerob sampai mikroaerofilik (Sukhadeo dan
Trinad 2009). Sifat fakultatif anaerob sampai mikroaerofilik dari Listeria spp.
menyebabkan bakteri ini dapat bertahan pada kondisi dengan kadar oksigen yang
sewaktu-waktu berubah menjadi anaerob atau bahkan dalam kondisi dengan kadar
oksigen yang sangat rendah dalam waktu yang cukup lama. Susunan sel dari
bakteri ini ditemukan sebagai unit tunggal atau rantai pendek serta dapat
berbentuk V dan Y. Kadang-kadang bakteri ini berbentuk coccoid dengan ratarata diameter 0.5 μm dan dapat dikelirukan dengan streptococci. Meskipun genus
Listeria spp. terdiri dari 10 spesies, namun kasus listeriosis yang sering terjadi
hampir sebagian besar disebabkan spesies Listeria monocytogenes (EFSA 2014).
Karakteristik penting dari L. monocytogenes adalah bakteri ini bersifat
psikrotrof dan dapat tumbuh pada rentang suhu 0-45 °C dengan suhu optimum
±37 °C. Karakteristik ini menjadi hal yang perlu diperhatikan karena bakteri ini
dapat tetap tumbuh dan berkembang selama proses pendinginan pada rantai
pengolahan pangan (±4 °C) dimana bakteri kontaminan lain tidak melakukan
multiplikasi pada kondisi ini (Ghanbari et al. 2013, OIE 2014). Selain itu,
L. monocytogenes juga mampu mentoleransi konsentrasi garam (NaCl) yang
tinggi dan kondisi pH yang rendah (Vázquez-Boland et al. 2001), serta tahan
terhadap pembekuan dan pengeringan (Ray 2005). Bakteri ini toleran pada
lingkungan dengan konsentrasi natrium klorida (NaCl) 10% dan aktivitas air (Aw)
≥0.92 dengan NaCl sebagai zat terlarut serta dapat tetap tumbuh pada pH 4.4-9.4
dengan pertumbuhan optimal pada pH 7 (WHO 2004). Bakteri L. monocytogenes
dapat hidup dimana saja, secara alami berada di lingkungan bebas, perairan tawar
dan asin, feses ternak, serta pada berbagai makanan mentah yang sesuai untuk
tumbuh kembangnya bakteri ini.
Karakteristik lain yang penting dari L. monocytogenes ialah kemampuan
untuk membentuk biofilm pada permukaan peralatan pengolahan dan lingkungan
pengolahan (Borucki et al. 2003). Biofilm adalah koloni bakteri yang melekat
pada permukaan benda atau lingkungan dan berlindung dalam matriks
extracellular polymeric substances (EPS) (Donlan dan Costerton 2002).
Kemampuan L. monocytogenes membentuk biofilm membuat bakteri ini menjadi
lebih resisten terhadap desinfektan dan paparan suhu tinggi (Moltz dan Martin
2005). Bakteri ini memiliki empat sampai enam flagela pada setiap selnya yang
membantunya dalam bergerak. Berbeda dengan bakteri lain yang berflagela,
biosintesis flagela L. monocytogenes diatur oleh mekanisme khusus yang
dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Ketika L. monocytogenes berada dalam suhu
fisiologis inangnya yaitu ±37 °C, bakteri ini tidak menghasilkan flagela dan
menjadi nonmotil. Namun sebaliknya, apabila berada pada lingkungan dengan
suhu ≤30 °C, L. monocytogenes menjadi motil (Lemon et al. 2007).
Bakteri L. monocytogenes tidak menghasilkan spora dan tidak membentuk
kapsul serta bakteri ini merupakan patogen fakultatif intraseluler yang dapat
ditemukan dalam monosit dan netrofil (Ryser dan Marth 2007). Kemampuan
4
L. monocytogenes sebagai patogen fakultatif intraseluler menyebabkan bakteri ini
mengembangkan sejumlah mekanisme untuk mengeksploitasi sel inang dan
menyebar ke banyak sel lain tanpa merusaknya. Meskipun sel yang terinfeksi
bakteri ini pada akhirnya akan mati setelah 8 jam pascainfeksi, namun bakteri
telah menyebar luas ke banyak sel dan menginfeksi inangnya (Portnoy et al.
2002). Karakteristik-karakteristik penting dari L. monocytogenes tersebut
menyebabkan bakteri ini menjadi salah satu bakteri patogen yang harus
diwaspadai dapat mencemari produk pangan asal hewan khususnya susu kambing.
Susu sebagai Salah Satu Sumber Cemaran Listeria monocytogenes
Menurut SNI 3141.1:2011 tentang susu segar (fresh milk), susu merupakan
cairan yang berasal dari ambing ternak perah sehat dan bersih yang diperoleh
dengan cara pemerahan yang benar sesuai ketentuan yang berlaku, yang
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan. Salah satu jenis susu
yang mulai banyak dikonsumsi masyarakat adalah susu kambing yang umumnya
dikonsumsi dalam bentuk susu segar.
Apabila dilihat dari kandungan nutrisinya, susu kambing memiliki
kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan susu sapi. Beberapa kandungan
utama susu seperti protein, lemak, fosfor, kalsium, dan kalium dari susu kambing
lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi (Rosid 2009). Selain itu, globula
lemak susu kambing lebih kecil sehingga lemak susu kambing lebih mudah
dicerna terutama pada usia bayi dan balita, serta dapat diminum oleh orang yang
alergi terhadap susu sapi. Selain sebagai sumber nutrisi, susu kambing juga
diyakini dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti gangguan pernafasan
dan pencernaan. Keunggulan susu kambing ini menyebabkan banyak masyarakat
tertarik untuk mulai mengonsumsinya terutama dalam bentuk segar. Upaya untuk
menjaga kualitas susu kambing agar tetap segar ialah dengan tetap
mempertahankan rantai dingin selama proses transportasi dari peternakan sampai
saat diterima oleh konsumen. Susu kambing yang dikonsumsi dalam bentuk segar
sangat rentan terhadap keberadaan L. monocytogenes, terlebih apabila tidak
mengalami proses pasteurisasi, karena bakteri ini dapat tetap tumbuh dan
berkembang selama proses transportasi yang tetap mempertahankan rantai dingin.
Hewan yang terinfeksi oleh L. monocytogenes akan melepaskan bakteri ini
melalui susu, darah, dan fesesnya. Menurut Donnely (2001) terjadi pelepasan sel
L. monocytogenes yang tinggi pada susu yang dihasilkan oleh sapi dan domba
terinfeksi tanpa disertai gejala klinis. Selain itu, cemaran mikroba pada susu dapat
terjadi pada ambing, alat penampung susu, alat penyimpan susu, transportasi,
industri pengolahan dan konsumen (Sanjaya et al. 2007). Sumber cemaran
L. monocytogenes pada susu dan produknya dapat ditemukan selama rantai
pengolahan, termasuk dari susu mentah, lingkungan, peralatan, alat pengelolaan
sampah, pengendali hewan pengganggu hingga kontaminasi oleh perilaku
karyawan yang terlibat (Lovett dan Twedt 2004). Rahimi et al. (2014) dalam
penelitiannya menemukan prevalensi Listeria spp. dalam susu segar asal kerbau,
sapi, domba, dan kambing perah di Iran sebanyak 7.3% dan L. monocytogenes
sebanyak 1.9% dimana pada susu kambing ditemukan sebanyak 2.1%
5
L. monocytogenes. Selain itu Jamali et al. (2013) menyatakan prevalensi Listeria
spp. sebesar 4.9% dan L. monocytogenes sebesar 2.4% pada susu kambing di
Malaysia. Keberadaan Listeria spp. khususnya L. monocytogenes pada susu segar
memiliki potensi sebagai foodborne disease yang membahayakan kesehatan
manusia yang mengonsumsinya terutama apabila produk susu tidak diolah dengan
baik dan benar sehingga bakteri ini dapat tetap hidup dalam susu. Hal ini menjadi
aspek yang perlu dikhawatirkan terutama terdapat banyak proses pemerahan dan
penyimpanan susu yang dilakukan secara tradisional oleh peternak kambing
perah.
Listeriosis dan Kaitannya terhadap Kesehatan Manusia
Bakteri L. monocytogenes termasuk dalam foodborne pathogen yang
ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi bakteri ini. Penyakit yang
disebabkan oleh infeksi L. monocytogenes disebut listeriosis. Pada hewan
ruminansia listeriosis dapat menyebabkan septikemia, encephalitis, dan
keguguran. Gejala klinis yang muncul berupa depresi, penurunan nafsu makan,
inkoordinasi, salivasi, paralisis wajah hingga kematian yang sering terjadi pada
hewan muda (CFSPH 2005). Listeriosis terutama terjadi pada kelompok dengan
risiko tinggi seperti bayi, orang lanjut usia (lansia), wanita hamil, dan penderita
immunodeficiency. Infeksi yang disebabkan oleh L. monocytogenes terutama
dapat menyebabkan septikemia dan meningitis dengan tingkat mortalitas yang
tinggi (Lomonaco et al. 2009).
Kasus listeriosis banyak dilaporkan di negara-negara maju di Eropa dan
Amerika. Sebanyak 1 642 kasus listeriosis pada manusia yang berasal dari 26
negara anggota Uni Eropa telah dilaporkan pada tahun 2012. Kelompok yang
paling banyak terinfeksi yaitu kelompok berusia kurang dari 1 tahun dan pada usia
lebih dari 65 tahun. Pada kelompok usia kurang dari 1 tahun listeriosis terjadi
karena adanya transmisi selama kehamilan (79%). Tingkat kematian akibat
listeriosis di Uni Eropa diperkirakan sebanyak 198 kasus (EFSA 2014).
Sedangkan di Amerika sebanyak 582 kasus listeriosis telah dilaporkan pada tahun
2012 dimana 492 diantaranya bersifat invasif yang tidak berkaitan dengan
kehamilan dengan jumlah kematian sebanyak 62 kasus. Sementara kasus
listeriosis invasif yang berkaitan dengan kehamilan terjadi sebanyak 74 kasus
dimana 21% menyebabkan kematian fetal (CDC 2014).
Terdapat dua bentuk gejala klinis yang diakibatkan oleh infeksi Listeria
monocytogenes yaitu listerial gastroenteritis (listeriosis bentuk saluran
pencernaan) dan invasive listeriosis (listeriosis bentuk invasif). Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh listeriosis bentuk saluran pencernaan di antaranya mual, muntah,
kram perut, dan diare. Listeriosis bentuk invasif diakui sebagai foodborne disease
yang serius karena tingkat keparahan gejala dan tingkat kematian yang tinggi
yaitu 20-30% (Garrido et al. 2008). Gejala klinis yang ditimbulkan oleh listeriosis
bentuk invasif yaitu septikemia, meningitis, dan meningoensefalitis, serta pada
wanita hamil dapat mengakibatkan keguguran, kematian pada bayi yang baru lahir
atau persalinan prematur (Delgado 2008).
Telah dilaporkan bahwa 1-10% manusia yang terinfeksi L. monocytogenes
tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi bakteri ini dapat mengontaminasi
6
lingkungan melalui feses (Lovett dan Twedt 2004). Gejala klinis bentuk invasif
pada wanita hamil yang paling sering terlihat yaitu gejala seperti flu diantaranya
demam, menggigil, sakit kepala, kelelahan dan nyeri otot sekitar 2-14 hari
sebelum keguguran serta kadang-kadang menimbulkan gejala gastrointestinal
(Adams dan Moss 2008). Infeksi terhadap fetus dapat terjadi melalui transplasenta
yang dapat mengakibatkan abortus, kematian pada bayi baru lahir atau persalinan
prematur (Disson et al. 2008). Listeriosis pada bayi baru lahir dapat
mengakibatkan septikemia, meningitis, pneumonia, dan granuloma (abses) yang
tersebar luas. Listeriosis pada kelompok umur dewasa biasanya ditandai dengan
septikemia, meningitis dan meningoensefalitis, tetapi dapat juga menyebabkan
endokarditis, arteritis, abses lokal atau osteomielitis (Doganay 2003).
3 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ialah susu kambing segar, media
pengayaan selektif primer yaitu Fraser Broth dengan konsentrasi bahan selektif
yang lebih rendah (Half Fraser Broth), media pengayaan selektif sekunder dengan
konsentrasi bahan selektif yang penuh (Fraser Broth), media plating selektif
padat yang terdiri atas media Agar Listeria menurut Ottaviani dan Agosti (ALOA)
dan media Oxford, media biakan padat tryptone soya yeast extract agar (TSYEA),
agar darah domba (Sheep blood agar), media CAMP (christie, atkins, munch,
petersen), larutan Hidrogen peroksida 3%, lithium chloride, dan larutan nalidixic
acid. Selain itu juga dibutuhkan biakan kontrol dari L. monocytogenes, dan
Staphylococcus aureus, serta kit API Listeria (produksi Biomerieux, Perancis).
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah peralatan teknis sterilisasi
kering (oven) dan sterilisasi basah (otoklaf), inkubator suhu, penangas air, jarum
öse, pH-meter, tabung reaksi, gelas ukur, pipet, cawan Petri, tabung jar, dan
mikroskop.
Disain, Waktu, dan Tempat
Pengambilan sampel penelitian menggunakan rumus Diseases Detection
bertujuan mendeteksi keberadaan L. monocytogenes dari sampel susu segar asal
kambing yang berasal dari beberapa peternakan di Kabupaten Purworejo Jawa
Tengah. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Balai Besar Uji Standar
Karantina Pertanian di Rawamangun, Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Agustus 2015 sampai Februari 2016.
7
Rancangan Penarikan Sampel
Selama ini keberadaan L. monocytogenes yang diisolasi dari susu segar asal
kambing belum pernah dilaporkan di Indonesia. Pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan rumus Diseases Detection dengan asumsi prevalensi
dugaan (p) L. monocytogenes pada susu segar sebesar 5% dan tingkat kepercayaan
95%. Nilai 5% diambil berdasarkan minimum expected prevalence atau maximum
acceptable prevalence dari pengetahuan tentang perilaku epidemik penyakit.
Menurut Thrusfield (2007) untuk mendeteksi penyakit dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/2]
Keterangan:
n = jumlah sampel kambing
D = nilai dugaan jumlah individu yang positif uji (diperoleh dari prevalensi x
jumlah populasi kambing, dengan asumsi prevalensi 5%)
N = jumlah populasi kambing
a = tingkat kepercayaan.
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus tersebut, dengan asumsi
populasi ternak kambing perah yang sedang laktasi berjumlah 400 ekor maka
sampel minimum yang harus diambil adalah minimal sebanyak 55 sampel susu
kambing segar. Prioritas pengambilan sampel susu ialah pada peternakan kambing
perah skala besar yang melakukan pengolahan susu mandiri secara tradisional.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience by judgment
dari setiap kambing yang diketahui sedang berada pada masa pemerahan saat
dilakukan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara aseptis.
Sampel yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik steril yang
telah diberi label kode sampel dan disimpan dalam kondisi dingin untuk segera
ditransportasikan ke laboratorium.
Analisis Laboratorium
Pengujian sampel mengacu pada standar nasional Indonesia (SNI) ISO
11290-1:2012 tentang Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metode horizontal
untuk deteksi dan enumerasi Listeria monocytogenes – Bagian 1: Metode deteksi.
Pengenceran awal
Penyiapan pengenceran awal menggunakan media pengayaan selektif
primer (Half Fraser Broth) sebagai larutan pengencer. Pada umumnya untuk
menyiapkan pengenceran awal, ditambahkan x ml porsi uji pada 9x ml media
pengayaan selektif primer untuk memperoleh rasio porsi uji terhadap media
pengayaan selektif primer sebesar 1/10. Penelitian ini menggunakan 1 ml sampel
yang ditambahkan pada 9 ml media pengayaan selektif primer. Sebagai pengayaan
primer, maka pengenceran awal yang telah dilakukan diinkubasikan pada
inkubator suhu 30 °C selama 24±2 jam.
8
Pengayaan sekunder
Setelah inkubasi pengenceran awal selama 24±2 jam, kemudian 0.1 ml
biakan yang diperoleh dipindahkan ke dalam tabung yang mengandung 10 ml
media pengayaan sekunder (Fraser Broth). Media yang telah diinokulasi
kemudian diinkubasi selama 48±2 jam pada suhu 35 °C atau suhu 37 °C.
Plating dan identifikasi
Dari biakan pengayaan primer yang diinkubasi selama 24±2 jam pada suhu
30 °C, biakan diambil menggunakan öse, satu porsi biakan kemudian
diinokulasikan pada permukaan media plating selektif pertama yaitu media Agar
Listeria menurut Ottaviani dan Agosti (ALOA) sehingga diperoleh koloni yang
terpisah. Cara yang sama dilakukan untuk media plating selektif kedua yaitu
media Oxford.
Dari media pengayaan sekunder yang sebelumnya telah diinkubasi selama
48±2 jam pada suhu 35 °C atau 37 °C, prosedur plating ini kembali diulangi
menggunakan media plating selektif yang sama yaitu media ALOA dan media
Oxford.
Sesudah inkubasi selama 24±3 jam pada kedua media atau selama waktu
yang sesuai, dapat dilakukan pengamatan pada cawan untuk mengamati adanya
koloni terduga Listeria spp. Pada media ALOA: pertimbangkan sebagai Listeria
monocytogenes jika ditemukan koloni berwarna biru kehijauan dikelilingi oleh
halo yang keruh (koloni khas). Pada media selektif kedua yaitu media Oxford:
Setelah inkubasi selama waktu yang sesuai dapat diamati keberadaan koloni yang
dianggap sebagai ciri khas koloni Listeria spp. atau L. monocytogenes apabila
ditemukan koloni berwarna kehitaman.
Konfirmasi Listeria spp.
Seleksi koloni untuk konfirmasi
Untuk konfirmasi, dari setiap cawan media selektif diambil lima koloni
terduga Listeria spp. Kemudian koloni terpilih digoreskan pada permukaan cawan
berisi media tryptone soya yeast extract agar (TSYEA) yang telah dikeringkan
sebelumnya sehingga diperoleh koloni yang terpisah. Kemudian cawan
dimasukkan dalam inkubator suhu 35 ºC atau 37 ºC selama 18 jam sampai 24 jam
atau sampai pertumbuhannya memuaskan. Koloni khas berdiameter 1 mm sampai
2 mm, cembung, tidak berwarna dan keruh pada seluruh tepinya. Apabila koloni
tidak terpisah dengan baik, ambil koloni khas Listeria spp. pada cawan TSYEA
lainnya. Lakukan uji berikutnya menggunakan koloni biakan murni pada TSYEA.
Reaksi Katalase
Koloni yang diisolasi dalam media TSYEA, diambil dan disuspensikan pada
setetes larutan hidrogen peroksida 3% pada gelas obyek. Pada uji katalase, diamati
terbentuknya gelembung gas (oksigen) pada isolat setelah penetesan larutan
hidrogen peroksida 3%. Apabila terbentuk gelembung gas maka isolat tersebut
mampu menghasilkan enzim katalase. Terbentuknya gelembung-gelembung gas
dengan segera menunjukkan reaksi positif.
9
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan pada koloni terpisah dalam media tryptone soya
yeast extract agar (TSYEA). Listeria spp. dinyatakan sebagai Gram positif,
ramping, dan berbentuk batang pendek.
Konfirmasi Listeria monocytogenes
Uji hemolisis
Bila ciri morfologi dan fisiologi serta reaksi katalase menunjukkan Listeria
spp., maka biakan tersebut diinokulasikan pada cawan agar darah domba untuk
menentukan reaksi hemolisis. Secara simultan biakan kontrol positif yaitu bakteri
L. monocytogenes digoreskan pada media agar darah. Setelah inkubasi pada suhu
37 °C selama 24±2 jam, strain uji diamati. L. monocytogenes menunjukkan zona
yang sempit, jernih, dan terang (β-hemolisis).
Uji CAMP
Biakan Staphylococcus aureus digoreskan dalam garis tunggal pada media
agar darah domba (Gambar 1). Goreskan strain sampel uji yang terpisah dalam
media tryptone soya yeast extract agar (TSYEA) dengan cara sama pada sudut
yang benar terhadap biakan tersebut sehingga biakan uji dan biakan S. aureus
tidak saling menyentuh dengan jarak yang sangat dekat kira-kira 1 mm sampai 2
mm. Beberapa strain uji dapat digoreskan pada cawan yang sama. Setelah itu
biakan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24±2 jam.
Gambar 1
Perbandingan hasil biakan L. monocytogenes, L. innocua, dan
L. ivanovii
Apabila biakan terduga yang digoreskan pada media agar darah domba
memperlihatkan adanya zona β-haemolisis dan terlihat semakin jelas pada
persimpangan strain uji dengan biakan S. aureus (membentuk seperti anak panah)
maka dianggap sebagai reaksi positif L. monocytogenes. Reaksi positif dengan
S. aureus muncul sebagai zona hemolisis kecil yang semakin jelas dengan hanya
sekitar 2 mm dari strain uji dan dengan zona haemolitik karena pertumbuhan
10
biakan S. aureus. Isolat yang didapat kemudian diidentifikasi menggunakan kit
API Listeria untuk mengetahui jenis bakteri sampai ke tingkat spesies.
Interpretasi sifat-sifat morfologis dan fisiologis serta reaksi biokimia
Semua Listeria spp. adalah bakteri Gram positif berbentuk batang kecil
yang menunjukan motilitas dan katalase positif. L.monocytogenes dibedakan
dengan spesies lainnya dengan ciri-ciri dalam Tabel 1.
Tabel 1
Reaksi untuk identifikasi Listeria spp.
Spesies
Haemolisis
L. monocytogenes
L. innocua
L. ivanovii
L. seeligeri
L. weishimeri
L. grayi subsp. Grayi
L. grayi subsp. murrayi
+
+
(+)
-
Produksi Asam
Rhamnosa
Xylosa
+
V
+
+
V
+
V
-
Uji CAMP
S. aureus
R. equi
+
+
(+)
-
Keterangan: (+): reaksi lemah, +: >90 % reaksi positif, -: tidak ada reaksi.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi
menggunakan Microsoft Excel 2010 dengan menyajikan data dalam bentuk tabel dan
gambar keberadaan L. monocytogenes pada susu kambing segar di Kabupaten
Purworejo Jawa Tengah. Statistik deskripsi adalah bidang statistik yang
membicarakan cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan dan menyajikan
data sehingga dapat memberikan informasi (Mattjik dan Sumertajaya 2002).
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberadaan Listeria monocytogenes pada Susu Kambing Segar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 60 sampel susu kambing
segar yang berasal dari 7 peternakan di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah tidak
ditemukan bakteri Listeria monocytogenes. Hasil pengujian terhadap keberadaan
L. monocytogenes pada susu kambing segar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Presentasi L. monocytogenes pada susu kambing segar
Peternakan
Hasil Pengujian
(Jumlah Sampel)
Positif
Presentase (%)
W (21)
Tidak ada
0
U (10)
Tidak ada
0
M (9)
Tidak ada
0
N (7)
Tidak ada
0
T (6)
Tidak ada
0
Y (4)
Tidak ada
0
P (3)
Tidak ada
0
Sebelum memulai pengujian untuk mendeteksi L. monocytogenes perlu
dilakukan pengayaan sampel menggunakan media pengayaan selektif primer
dengan konsentrasi penghambat yang lebih rendah (Half Fraser Broth) kemudian
dilanjutkan dengan pengayaan pada media pengayaan cair sekunder berkekuatan
penuh (Fraser Broth). Hal ini dikarenakan Listeria spp. mungkin terdapat dalam
jumlah rendah pada sampel dan seringkali bercampur dengan sejumlah besar
genus lainnya sehingga perlu dilakukan pengayaan selektif pada sampel. Selain itu
pengayaan juga dilakukan untuk mendeteksi Listeria spp. yang terluka (injury).
Hasil inkubasi Half Fraser Broth dan Fraser Broth dapat dilihat pada Gambar 2
dan 3.
Gambar 2 Pengayaan primer dalam media selektif cair dengan konsentrasi bahan
selektif yang lebih rendah (Half Fraser Broth)
12
Gambar 3 Pengayaan sekunder dalam media selektif cair dengan konsentrasi
bahan selektif konsentrasi penuh (Fraser Broth)
Setelah sampel diinokulasi pada media pengayaan, biakan kemudian
dikultur pada media selektif padat yaitu Oxford dan ALOA. Pengujian ini
dilakukan untuk memeriksa adanya koloni khas yang diduga sebagai koloni dari
L. monocytogenes. Pada media selektif Oxford agar terlihat ada 12 sampel (20%)
pertumbuhan koloni yang mirip dengan koloni yang tumbuh pada kontrol positif
L. monocytogenes. Hasil pengamatan kultur pada media selektif dapat dilihat pada
Gambar 4.
A
Gambar 4
B
C
Hasil pengamatan pada media Oxford yang mengandung biakan
sampel susu kambing segar setelah diperkaya dalam media Fraser
Broth. Keterangan: (A) Kontrol positif; (B) Kontrol negatif; (C)
Sampel terduga Listeria spp.
Selain pada media selektif Oxford agar, plating dan identifikasi juga
dilakukan pada media ALOA. Pada media ALOA, terdapat 5 sampel susu (8.3%)
yang memperlihatkan pertumbuhan koloni yang mirip dengan ciri khas koloni
yang tumbuh pada kontrol positif L. monocytogenes yaitu adanya koloni berwarna
biru kehijauan dikelilingi oleh halo yang keruh. Hasil pengamatan kultur pada
media selektif ALOA dapat dilihat pada Gambar 5.
13
A
Gambar 5
B
C
Hasil pengamatan pada media ALOA yang mengandung biakan
sampel susu kambing segar setelah diperkaya dalam media Fraser
Broth. Keterangan: (A) Kontrol positif; (B) Kontrol negatif; (C)
Sampel terduga Listeria spp.
Sebagai upaya konfirmasi, dari setiap cawan media selektif tersebut (Oxford
dan ALOA) diambil beberapa koloni terduga Listeria spp. kemudian koloni
terpilih tersebut digoreskan pada permukaan cawan berisi media Tryptone Soya
Yeast Extract Agar (TSYEA) yang telah dikeringkan sebelumnya sehingga
diperoleh koloni yang terpisah. Koloni khas berdiameter 1 mm sampai 2 mm,
cembung, tidak berwarna dan keruh pada seluruh tepinya. Tahap selanjutnya
dilakukan uji katalase dan pewarnaan Gram pada koloni terduga Listeria spp.
Hasil uji katalase pada semua sampel adalah positif yaitu terbentuk gelembunggelembung gas dengan segera setelah biakan diambil dan disuspensikan pada
setetes larutan hidrogen peroksida 3% pada gelas obyek. Hasil pewarnaan Gram
dapat dilihat pada Gambar 6.
A
B
Gambar 6 Hasil pewarnaan Gram, hanya satu sampel yang diduga koloni
Listeria monocytogenes. Keterangan: (A) Kontrol positif; (B) Sampel
terduga L. monocytogenes
Sampel terduga kemudian dilanjutkan dengan uji konfirmasi bakteri
L. monocytogenes. Uji konfirmasi meliputi uji hemolisis, penggunaan karbohidrat,
dan uji CAMP. Pada uji hemolisis, sampel terduga (A) tidak terjadi hemolisis
yang ditandai tidak adanya perubahan pada pertumbuhan koloni di media agar
darah dibandingkan dengan kontrol positif L. monocytogenes (Gambar 7).
14
A
Gambar 7
B
Hasil uji hemolisis. Keterangan: (A) Sampel terduga; (B) Kontrol
positif
Pada pengujian CAMP, sampel terduga tidak menunjukkan zona hemolisis
disekitar goresan S. aureus yang membentuk mata anak panah seperti terlihat
pada Gambar 8.
S. Aureus
Gambar 8
Hasil uji CAMP. Sampel terduga tidak menunjukkan adanya zona
hemolisis di sekitar goresan Staphylococcus Aureus
Koloni terduga ini kemudian diuji konfirmasi menggunakan kit API
Listeria, sekaligus mengkonfirmasi penggunaan karbohidrat (Rhamnosa,
Mannitol, dan Xylosa). Sampel dinyatakan positif L. monocytogenes apabila
menunjukkan hasil sebagai berikut: negatif enzymatic substrate, positif Esculin
Ferric citrate, positif 4-nitrophenyl-αD-mannopyranoside, positif D-ArabitoL,
negatif D-Xylose, positif L-Rhamnose, positif Methyl-αD-glucopyranoside,
negatif D-Ribose, negatif Glucose-1-Phosphate, dan negatif D-Tagatose, hasil
tersebut berbeda dengan hasil pengujian Kit Api Listeria dari sampel terduga.
Keseluruhan pengujian kit API Listeria tidak menunjukkan hasil positif
keberadaan L. monocytogenes melainkan merupakan Listeria grayi seperti dapat
dilihat pada Gambar 9.
15
A
B
Gambar 9
Hasil uji konfirmasi menggunakan kit API Listeria pada sampel
terduga (A) menunjukkan hasil negatif L. monocytogenes
dibandingkan dengan kontrol positif (B)
Sesuai dengan alur kerja metode horizontal deteksi Listeria monocytogenes
dan uji konfirmasi menggunakan kit API Listeria maka tidak ada satupun sampel
susu kambing segar yang positif terhadap keberadaan bakteri Listeria
monocytogenes namun terdapat satu sampel yang positif terhadap keberadaan
Listeria grayi. Bakteri Listeria grayi merupakan salah satu spesies dari Listeria
yang jarang dilaporkan menjadi penyebab listeriosis baik pada manusia maupun
hewan. Namun demikian, menurut OIE (2014) selama ini pernah dilaporkan satu
kejadian listeriosis pada manusia yang disebabkan oleh bakteri ini sehingga hal ini
patut menjadi perhatian khusus jika ditemukan pada pangan siap saji seperti susu
kambing segar yang langsung dikonsumsi oleh konsumen tanpa pengolahan
terlebih dahulu.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari beberapa negara
lain yang juga mengembangkan peternakan kambing perah seperti dilaporkan oleh
Albarracín et al. (2008) yang menyatakan bahwa pada susu segar kambing dari
beberapa peternakan besar di Colombia ditemukan sebanyak 2% susu yang diuji
positif mengandung L. monocytogenes. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Rahimi et al. (2014) pada sampel susu kambing segar dari wilayah Iran ditemukan
prevalensi L. monocytogenes sebesar 2.1% pada sampel susu yang diambil dari
tangki penyimpanan. Pada beberapa kasus, susu kambing segar yang menjadi
bahan utama dalam pembuatan keju menjadi sumber utama kontaminasi
L. monocytogenes seperti yang dilaporkan oleh Verraes et al. (2015) bahwa terjadi
outbreak listeriosis di Belgia, Jerman, Norwegia, Portugal, dan Italia karena
mengonsumi keju yang dibuat dari susu kambing yang telah mengandung
L. monocytogenes. McIntyre et al. (2015) menyatakan bahwa outbreak listeriosis
16
di Kanada pada tahun 2002 terjadi akibat mengonsumsi Chevre yaitu keju yang
terbuat dari susu kambing yang telah tercemar oleh bakteri L. monocytogenes
sebelumnya.
Namun demikian, hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Suguna et al. (2012) pada sampel susu kambing segar
yang berasal dari dua peternakan besar di Penang, Malaysia. Suguna et al. (2012)
mendeteksi keberadaan beberapa bakteri pencemar dan patogen lain, namun tidak
ditemukan pertumbuhan dari L. monocytogenes pada sampel yang diuji. Menurut
Sanjaya et al. (2009) terdapat beberapa kemungkinan adanya keberadaan
mikroorganisme lain yang dapat menghambat pertumbuhan L. monocytogenes
seperti Lactobacillus sp. yang memproduksi bakteriosin untuk menghambat
pertumbuhan bakteri lain serta khamir yang menjadi kompetitor dalam
mendapatkan nutrisi (Goerges et al. 2006). Faktor penghambat pertumbuhan
bakteri L. monocytogenes mungkin disebabkan oleh adanya hubungan antara
faktor mikrobiologi dan kimia.
Selain itu, ketidakberadaan bakteri L. monocytogenes pada sampel susu
kambing segar yang diperiksa dapat diasumsikan bahwa bahan susu segar,
lingkungan pemerahan, peralatan dan kemasan yang digunakan sebagai wadah
susu segar ketika dijual tidak tercemar oleh L. monocytogenes. Status higiene
karyawan yang terlibat serta seluruh rangkaian proses yang terjadi dalam
pemerahan susu hingga sampai dipasar diasumsikan telah diterapkan dengan baik.
Hal ini juga ditunjang oleh waktu simpan susu yang tidak membutuhkan waktu
lama untuk sampai kepada konsumen hingga siap dikonsumsi, yaitu setelah
kambing diperah susu yang diperoleh kemudian dikemas dalam wadah tertentu
dan dijual di pasar. Susu yang diperah biasanya akan habis terjual pada hari yang
sama. Menurut Lovett dan Twedt (2004), sumber cemaran L. monocytogenes pada
pangan siap saji, termasuk susu segar dan produk turunannya dapat ditemukan
selama rantai proses pengolahan, termasuk pada bahan susu mentah, lingkungan,
peralatan, alat pengemas, proses pengemasan, sampah, dan hewan pengganggu
hingga karyawan yang terlibat. Meskipun tidak banyak dilaporkan, namun
keberadaan L. grayi pada sampel susu kambing segar perlu diwaspadai.
Susu segar merupakan salah satu sumber protein hewani yang digemari oleh
masyarakat. Sejak lama masyarakat mengenal susu kambing sebagai obat dan
seringkali susu segar dikonsumsi secara langsung tanpa diberikan perlakuan
terlebih dahulu (Zain 2013). Susu kambing segar yang telah tercemar oleh bakteri
L. monocytogenes dapat membahayakan kesehatan konsumen terutama ketika
susu segar tersebut dikonsumsi secara langsung ataupun digunakan sebagai bahan
dasar dari produk turunan seperti keju tanpa diberikan perlakuan sebelumnya.
Hewan dapat terinfeksi L. monocytogenes karena memakan silase atau pakan yang
terkontaminasi bakteri ini. Beberapa hewan yang terinfeksi L. monocytogenes
tidak menunjukkan gejala klinis (carrier) dan dapat menjadi sumber kontaminasi
lingkungan peternakan dan susu. Susu dapat terkontaminasi L. monocytogenes
melalui kontaminasi silang dari lingkungan peternakan, peralatan yang digunakan
saat pemerahan, dan melalui pekerja yang terkontaminasi L. monocytogenes
(Nightingale et al. 2004). Kambing yang terinfeksi listeriosis secara umum tidak
memiliki gejala klinis yang spesifik, namun pada beberapa kasus mastitis
keberadaan L. monocytogenes dapat terdeteksi. Ekskresi L. monocytogenes dalam
17
susu dapat bertahan sepanjang masa laktasi dan berpengaruh terhadap peningkatan
risiko produk susu kontaminasi bakteri.
Bahaya Listeriosis ditinjau dari Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner
Indonesia saat ini baru mempunyai standar nasional untuk susu sapi segar
yang tercantum dalam SNI Nomor 3141.1:2011, sedangkan khusus untuk susu
kambing segar belum mempunyai standar khusus. Menurut SNI Nomor
7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan yang
menyatakan bahwa batas maksimum cemaran L. monocytogenes pada susu segar
(susu yang tidak dipasteurisasi) dengan tujuan konsumsi langsung, termasuk susu
sapi, kuda, kambing, dan kerbau yaitu sebesar negatif per 25 ml. Selain itu, SNI
7388:2009 juga menetapkan cemaran L. monocytogenes harus negatif per 25 ml
pada susu pasteurisasi dan produk olahan susu lainnya seperti yoghurt, keju, es
krim, dan mentega. Tidak ditemukannya keberadaan bakteri L. monocytogenes
pada semua sampel susu kambing menunjukkan bahwa sampel susu kambing
segar tersebut relatif aman dari cemaran L. monocytogenes sehingga aman pula
untuk dikonsumsi oleh konsumen.
Listeriosis pada manusia terutama terjadi karena mengonsumsi pangan yang
telah tercemar bakteri ini. Risiko tertinggi terinfeksi L. monocytogenes ialah pada
populasi rentan seperti bayi, orang lanjut usia (lansia), wanita hamil, dan penderita
immunodeficiency. Menurut Ray (2005), dosis infektif L. monocytogenes adalah
100-1 000 sel terutama bagi kelompok yang rentan. Terdapat dua bentuk gejala
klinis listeriosis pada manusia yaitu listerial gastroenteritis (listeriosis bentuk
saluran pencernaan) dan invasive listeriosis (listeriosis bentuk invasif). Gejala
klinis yang ditimbulkan oleh listeriosis bentuk saluran pencernaan di antaranya
mual, muntah, kram perut, dan diare. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh
listeriosis bentuk invasif yaitu septikemia, meningitis, dan meningoensefalitis,
serta pada wanita hamil dapat mengakibatkan keguguran, kematian pada bayi
yang baru lahir atau persalinan prematur (Delgado 2008). Listeriosis bentuk
invasif diakui sebagai foodborne disease yang serius karena tingkat keparahan
gejala dan tingkat kematian yang tinggi yaitu 20-30% (Garrido et al. 2008).
Menurut Lovett dan Twedt (2004) terdapat sekitar 1-10% manusia yang terinfeksi
L. monocytogenes namun tidak menunjukkan gejala klinis, meskipun demikian
bakteri ini dapat mengo
KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH
MONIKA DANAPARAMITHA ANDRIANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Deteksi Listeria monocytogenes
pada Susu Kambing di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Monika Danaparamitha Andriani
NIM B251140011
RINGKASAN
MONIKA DANAPARAMITHA ANDRIANI. Deteksi Listeria monocytogenes
pada Susu Kambing di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Dibimbing oleh
TRIOSO PURNAWARMAN, RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO, dan
SYAFRIL DAULAY.
Bakteri Listeria monocytogenes merupakan salah satu dari sepuluh spesies
bakteri Listeria yang bersifat patogen dan menjadi penyebab listeriosis khususnya
pada kelompok dengan risiko tinggi seperti bayi, orang lanjut usia (lansia), wanita
hamil, dan penderita immunodeficiency. L. monocytogenes termasuk dalam
foodborne pathogen yang ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi
bakteri ini. Susu memiliki risiko tinggi terkait cemaran L. monocytogenes
terutama susu kambing dikarenakan masih banyak proses pemerahan dan
penyimpanan susu yang dilakukan secara tradisional oleh peternak kambing
perah. Sumber cemaran L. monocytogenes pada susu dan produknya dapat
ditemukan selama rantai produksi, termasuk dari susu segar, lingkungan kandang,
peralatan pemerahan dan pengolahan hingga kontaminasi oleh perilaku karyawan
yang terlibat. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengindentifikasi keberadaan
L. monocytogenes pada susu kambing segar di Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah sebagai sentra penghasil susu kambing.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 60 sampel susu
kambing segar yang berasal dari tujuh peternakan yang dipilih menggunakan
metode pengambilan sampel deteksi penyakit. Metode yang digunakan pada
pengujian sampel mengacu pada standar nasional Indonesia (SNI) ISO 112901:2012 tentang Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metode horizontal untuk
deteksi dan enumerasi Listeria monocytogenes. Tahap pertama yaitu pengayaan
sampel pada media half Fraser broth dan Fraser broth. Tahap kedua yaitu isolasi
pada media Agar Listeria menurut Ottaviani dan Agosti (ALOA) dan media
Oxford agar. Tahap selanjutnya ialah tahap identifikasi meliputi uji katalase
menggunakan H2O2 3%, pewarnaan Gram, uji hemolisis, uji CAMP, dan uji
menggunakan kit API Listeria.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan keberadaan bakteri
L. monocytogenes pada 60 sampel susu kambing segar (0%). Ketidakberadaan
bakteri L. monocytogenes pada sampel susu kambing segar yang diperiksa dapat
dikatakan bahwa susu segar, lingkungan pemerahan, peralatan, dan kemasan yang
digunakan sebagai wadah susu segar tidak tercemar oleh L. monocytogenes. Status
higiene karyawan yang terlibat serta seluruh rangkaian proses yang terjadi dalam
pemerahan susu selama di peternakan telah diterapkan dengan baik. Hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semua sampel susu kambing segar tidak
ditemukan keberadaan L. monocytogenes dan relatif aman dari kontaminasi
L. monocytogenes serta memenuhi standar yang ditetapkan berdasarkan SNI
Nomor 7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan.
Kata kunci: kontaminasi, Listeria monocytogenes, susu kambing
SUMMARY
MONIKA DANAPARAMITHA ANDRIANI. Detection of Listeria
monocytogenes in Goat Milk in Purworejo Regency Central Java. Supervised by
TRIOSO PURNAWARMAN, RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO, and
SYAFRIL DAULAY.
Listeria monocytogenes is one of ten Listeria species that pathogenic and
causes listeriosis especially in high-risk groups such as the young and elderly,
pregnant women, and patients with immunodeficiency. L. monocytogenes is a
foodborne pathogen that can be transmitted through contaminated food. Milk,
especially goat milk, has a high risk of being contaminated by L. monocytogenes,
due to the traditional processing and storaging method that is still used by dairy
goat breeders. L. monocytogenes contamination in milk and its products could be
found in the whole production process, including from the fresh milk,
environment, milking and processing equipment and contamination by the
behavior of the employees. The aim of this study was to identify the presence of
L. monocytogenes in fresh goat's milk in Puworejo regency, Central Java.
This study used 60 samples of fresh goat's milk that were obtained from
seven farms by disease detection sampling method. All of the used method in this
research refer to Indonesian National Standard (SNI) ISO 11290-1: 2012 about
Microbiology of food and feed for the detection and enumeration of Listeria
monocytogenes. The sample was first enriched in half Fraser broth and Fraser
broth. The next step, sample was isolated in Agar Listeria Ottavani and Agosti
(ALOA) and Oxford agar. Samples were identified using the following methods:
catalase test using H2O2 3%, Gram staining, hemolysis test, CAMP test, and API
Listeria test kit.
The results of this study showed that L. monocytogenes was not found in
any of the goat milk samples (0%). The absence of L. monocytogenes from the
goat milk samples shows that the fresh milk, milking environment, milking
equipment and packaging are not contaminated by L. monocytogenes. It can also
be assumed that the hygiene status of employees and all milking processes have
been applied properly. This study concludes that L. monocytogenes cannot be
found in any of the fresh goat milk samples and the milk is safe from
L. monocytogenes contamination thus fulfilling the Indonesian National Standard
(SNI) ISO No. 7388: 2009 about Microbial Contamination Limit in Food.
Keywords: contamination, goat milk, Listeria monocytogenes
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
DETEKSI Listeria monocytogenes PADA SUSU KAMBING DI
KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH
MONIKA DANAPARAMITHA ANDRIANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr med vet Drh Mirnawati B.
Sudarwanto
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi magister dan tesis ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program
Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor (PS KMV SPs IPB). Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Drh Trioso
Purnawarman, MSi, Prof Dr Drh Retno Damayanti Soejoedono, MS, dan Dr Drh
Syafril Daulay, MM selaku komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama berlangsungnya penelitian
hingga penyelesaian tesis ini. Terima kasih pula kepada Prof Dr Drh Mirnawati B.
Sudarwanto selaku dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberikan
saran dan perbaikan dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr Drh Yusuf Ridwan, MSi selaku Ketua Departemen
Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet FKH-IPB dan Dr Drh Denny Widaya
Lukman, MSi sebagai Ketua Program Studi KMV SPs IPB beserta seluruh staf
pengajar dan tenaga kependidikan PS KMV SPs IPB. Ucapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf Balai Besar Uji Standar Karantina
Pertanian yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada orangtua bapak Drh
Buntaran, MM dan ibu Drh Yulita Sukardiyanti serta adik Krishna Himawan
Subiyanto atas doa dan dukungannya. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis
sampaikan kepada Drh Mujiatun, MSi, Drh Seruni, dan mbak Anita, AMd serta
kepada Drh Kusumandari Indah Prahesti, MSi atas bantuannya selama penelitian
berlangsung serta kepada seluruh sahabat PS KMV tahun 2014 dan rekan-rekan
mahasiswa pascasarjana lainnya yang telah memberikan warna dan keceriaan
selama proses pendidikan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ronald
Tarigan dan para sahabat (Arca, Titus, Rio, Irin, Lynn, Yoha, Rosa, Melinda,
Melisa, Wina, dan Rugun) atas segala dukungan, bantuan, dan persahabatan
selama penulis menempuh pendidikan di pascasarjana IPB. Penulis menyadari
bahwa penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis
sangat berterima kasih atas semua masukan yang membangun dari berbagai pihak
demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat
bermanfaat di kemudian hari bagi segenap pihak yang membutuhkan.
Bogor,
Mei 2016
Monika Danaparamitha Andriani
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Permasalahan
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
x
x
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Listeria monocytogenes
Susu sebagai Salah Satu Sumber Cemaran Listeria monocytogenes
Listeriosis dan Kaitannya terhadap Kesehatan Manusia
3
3
4
5
3 METODE
Bahan
Alat
Disain, Waktu, dan Tempat
Rancangan Penarikan Sampel
Analisis Laboratorium
Konfirmasi Listeria spp.
Konfirmasi Listeria monocytogenes
Interpretasi sifat-sifat morfologis dan fisiologis serta reaksi biokimia
Analisis Data
6
6
6
6
7
7
8
9
10
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberadaan Listeria monocytogenes pada Susu Kambing Segar
Bahaya Listeriosis ditinjau dari Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner
11
11
17
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
19
19
19
20
24
26
x
DAFTAR TABEL
1 Reaksi identifikasi Listeria spp.
2 Presentasi L. monocytogenes pada susu kambing segar
10
11
DAFTAR GAMBAR
1 Perbandingan hasil biakan L. monocytogenes, L. innocua, dan L. ivanovii
2 Pengayaan primer dalam media selektif cair dengan konsentrasi bahan
selektif yang lebih rendah (Half Fraser Broth)
3 Pengayaan sekunder dalam media selektif cair dengan konsentrasi bahan
selektif konsentrasi penuh (Fraser Broth)
4 Hasil pengamatan pada media Oxford yang mengandung biakan sampel susu
kambing segar setelah diperkaya dalam media Fraser Broth
5 Hasil pengamatan pada media ALOA yang mengandung biakan sampel susu
kambing segar setelah diperkaya dalam media Fraser Broth
6 Hasil pewarnaan Gram
7 Hasil uji hemolisis
8 Hasil uji CAMP
9 Hasil uji konfirmasi menggunakan kit API Listeria
9
11
12
12
13
13
14
14
15
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keamanan pangan merupakan salah satu hal penting dalam kesehatan
masyarakat terutama berkaitan dengan produk pangan asal hewan. Hal tersebut
berhubungan dengan keamanan produk terutama terkait kandungan
mikrobiologinya. Ketersediaan pangan yang aman dan sehat menjadi kunci utama
untuk mencapai tingkat gizi yang baik. Untuk mendapatkan pangan demikian,
perlu proses panjang melalui mata rantai produksi mulai dari penyediaan bibit,
prapanen, hingga pascapanen (Bahri et al. 2006). Hal-hal terkait dengan masalah
keamanan pangan sangat dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi sejak di
peternakan sampai produk tiba di meja makan (from farm to table).
Bakteri Listeria monocytogenes merupakan salah satu spesies dari bakteri
Listeria yang bersifat patogen dan menjadi penyebab listeriosis. Bakteri ini secara
alami terdapat di lingkungan dan memiliki kemampuan untuk hidup dan
berkembang biak dalam lingkungan dengan kondisi suhu yang dingin serta tahan
terhadap suhu panas, kondisi asam, dan kadar garam tinggi. Bakteri ini dapat
tumbuh dengan baik pada suhu 4 oC dan dapat membentuk biofilm (Palumbo et
al. 2010) sehingga dapat melekat pada permukaan benda atau lingkungan dan
berlindung dalam matriks extracellular polymeric substances (EPS) (Donlan dan
Costerton 2002). Bakteri ini juga dapat ditemukan pada berbagai produk hewan
seperti daging, susu, dan produk turunan lain asal hewan serta berbagai sayuran
dan seafood (Churchill et al. 2006).
Listeria monocytogenes dapat mengontaminasi berbagai bahan pangan
sehingga wabah listeriosis seringkali dikaitkan dengan makanan yang tercemar
oleh bakteri Listeria spp. (EFSA 2014). Centers for Disease Control and
Prevention (2015) melaporkan terjadi wabah di beberapa wilayah di Amerika
yang menimbulkan kematian akibat mengonsumsi es krim yang tercemar oleh
bakteri L. monocytogenes. Hewan yang terinfeksi oleh L. monocytogenes pada
umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik namun pada kondisi
tertentu dapat sampai mengalami encephalitis dan keguguran. Manusia dapat
terinfeksi akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi oleh
L. monocytogenes atau kontak langsung dengan hewan terinfeksi (Churchill et al.
2006). Listeriosis pada manusia umumnya menunjukkan gejala seperti demam,
kelelahan, mual, muntah, dan diare. Apabila listeriosis tidak diobati, maka gejala
dapat berkembang menjadi bakterimia, meningitis, sampai kematian.
Susu merupakan sumber penularan listeriosis yang potensial terutama pada
susu segar, terutama bila susu tidak diproses dengan baik atau tidak mencapai
suhu minimum yang dapat menonaktifkan bakteri maka produk olahannya dapat
tetap mengandung bakteri ini. Salah satu jenis susu yang mulai banyak
dikonsumsi masyarakat adalah susu kambing. Susu kambing memiliki nilai nutrisi
yang hampir sama dengan susu sapi, bahkan beberapa kandungan susu seperti
protein, lemak, dan kalsium dari susu kambing lebih tinggi dibandingkan dengan
susu sapi (Rosid 2009). Sentra penghasil susu kambing di Indonesia adalah
Provinsi Jawa Tengah dengan populasi sebanyak 3.56 juta ekor kambing perah.
Kabupaten Purworejo merupakan wilayah yang memiliki banyak peternakan
2
kambing perah yaitu terdapat total 47 107 ekor kambing perah jenis Peranakan
Etawa (PE) dimana sebanyak 33 873 ekor terdapat di Kecamatan Kaligesing (BPS
2013). Susu memiliki faktor risiko yang tinggi terkait cemaran L. monocytogenes
terutama susu kambing dikarenakan masih banyak proses pemerahan dan
penyimpanan susu yang dilakukan secara tradisional oleh peternak kambing
perah.
Tingkat kontaminasi L. monocytogenes di Indonesia belum banyak
dilaporkan terutama berkaitan dengan susu segar asal kambing. Namun demikian,
batas maksimum cemaran L. monocytogenes pada susu segar (susu yang tidak
dipasteurisasi) dengan tujuan konsumsi langsung, termasuk susu sapi, kuda,
kambing, dan kerbau telah tercantum dalam SNI 7388:2009 tentang Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan yaitu bernilai negatif per 25 ml.
Oleh karena itu, perlu pengujian terhadap keberadaan L. monocytogenes pada susu
kambing terkait ancaman bahaya yang dapat ditimbulkan bagi kesehatan
masyarakat. Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan L. monocytogenes pada
susu kambing di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah dan diharapkan dapat
bermanfaat dalam memberikan gambaran keamanan susu kambing terkait
keberadaan bakteri L. monocytogenes.
Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya sangat
perlu diketahui keberadaan L. monocytogenes pada susu kambing. Hal ini
terutama terkait dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengonsumsi susu
kambing dan belum adanya produk olahan susu kambing yang diproduksi dalam
skala besar dengan pengolahan terstandar sehingga susu kambing yang banyak
dikonsumsi masyarakat dikhawatirkan tidak diolah dengan cukup baik yang dapat
menjadi media perkembangan L. monocytogenes.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan L. monocytogenes pada susu
kambing segar di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah sebagai salah satu sentra
penghasil susu kambing.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan gambaran
keamanan susu kambing terkait keberadaan L. monocytogenes. Selain itu,
diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan terhadap kebijakan
teknis dalam upaya pengolahan susu kambing untuk mencegah peluang
keberadaan L. monocytogenes pada susu kambing segar dan produk turunannya.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Listeria monocytogenes
Listeria spp. merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, bersifat
patogen intraseluler, dan fakultatif anaerob sampai mikroaerofilik (Sukhadeo dan
Trinad 2009). Sifat fakultatif anaerob sampai mikroaerofilik dari Listeria spp.
menyebabkan bakteri ini dapat bertahan pada kondisi dengan kadar oksigen yang
sewaktu-waktu berubah menjadi anaerob atau bahkan dalam kondisi dengan kadar
oksigen yang sangat rendah dalam waktu yang cukup lama. Susunan sel dari
bakteri ini ditemukan sebagai unit tunggal atau rantai pendek serta dapat
berbentuk V dan Y. Kadang-kadang bakteri ini berbentuk coccoid dengan ratarata diameter 0.5 μm dan dapat dikelirukan dengan streptococci. Meskipun genus
Listeria spp. terdiri dari 10 spesies, namun kasus listeriosis yang sering terjadi
hampir sebagian besar disebabkan spesies Listeria monocytogenes (EFSA 2014).
Karakteristik penting dari L. monocytogenes adalah bakteri ini bersifat
psikrotrof dan dapat tumbuh pada rentang suhu 0-45 °C dengan suhu optimum
±37 °C. Karakteristik ini menjadi hal yang perlu diperhatikan karena bakteri ini
dapat tetap tumbuh dan berkembang selama proses pendinginan pada rantai
pengolahan pangan (±4 °C) dimana bakteri kontaminan lain tidak melakukan
multiplikasi pada kondisi ini (Ghanbari et al. 2013, OIE 2014). Selain itu,
L. monocytogenes juga mampu mentoleransi konsentrasi garam (NaCl) yang
tinggi dan kondisi pH yang rendah (Vázquez-Boland et al. 2001), serta tahan
terhadap pembekuan dan pengeringan (Ray 2005). Bakteri ini toleran pada
lingkungan dengan konsentrasi natrium klorida (NaCl) 10% dan aktivitas air (Aw)
≥0.92 dengan NaCl sebagai zat terlarut serta dapat tetap tumbuh pada pH 4.4-9.4
dengan pertumbuhan optimal pada pH 7 (WHO 2004). Bakteri L. monocytogenes
dapat hidup dimana saja, secara alami berada di lingkungan bebas, perairan tawar
dan asin, feses ternak, serta pada berbagai makanan mentah yang sesuai untuk
tumbuh kembangnya bakteri ini.
Karakteristik lain yang penting dari L. monocytogenes ialah kemampuan
untuk membentuk biofilm pada permukaan peralatan pengolahan dan lingkungan
pengolahan (Borucki et al. 2003). Biofilm adalah koloni bakteri yang melekat
pada permukaan benda atau lingkungan dan berlindung dalam matriks
extracellular polymeric substances (EPS) (Donlan dan Costerton 2002).
Kemampuan L. monocytogenes membentuk biofilm membuat bakteri ini menjadi
lebih resisten terhadap desinfektan dan paparan suhu tinggi (Moltz dan Martin
2005). Bakteri ini memiliki empat sampai enam flagela pada setiap selnya yang
membantunya dalam bergerak. Berbeda dengan bakteri lain yang berflagela,
biosintesis flagela L. monocytogenes diatur oleh mekanisme khusus yang
dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Ketika L. monocytogenes berada dalam suhu
fisiologis inangnya yaitu ±37 °C, bakteri ini tidak menghasilkan flagela dan
menjadi nonmotil. Namun sebaliknya, apabila berada pada lingkungan dengan
suhu ≤30 °C, L. monocytogenes menjadi motil (Lemon et al. 2007).
Bakteri L. monocytogenes tidak menghasilkan spora dan tidak membentuk
kapsul serta bakteri ini merupakan patogen fakultatif intraseluler yang dapat
ditemukan dalam monosit dan netrofil (Ryser dan Marth 2007). Kemampuan
4
L. monocytogenes sebagai patogen fakultatif intraseluler menyebabkan bakteri ini
mengembangkan sejumlah mekanisme untuk mengeksploitasi sel inang dan
menyebar ke banyak sel lain tanpa merusaknya. Meskipun sel yang terinfeksi
bakteri ini pada akhirnya akan mati setelah 8 jam pascainfeksi, namun bakteri
telah menyebar luas ke banyak sel dan menginfeksi inangnya (Portnoy et al.
2002). Karakteristik-karakteristik penting dari L. monocytogenes tersebut
menyebabkan bakteri ini menjadi salah satu bakteri patogen yang harus
diwaspadai dapat mencemari produk pangan asal hewan khususnya susu kambing.
Susu sebagai Salah Satu Sumber Cemaran Listeria monocytogenes
Menurut SNI 3141.1:2011 tentang susu segar (fresh milk), susu merupakan
cairan yang berasal dari ambing ternak perah sehat dan bersih yang diperoleh
dengan cara pemerahan yang benar sesuai ketentuan yang berlaku, yang
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan. Salah satu jenis susu
yang mulai banyak dikonsumsi masyarakat adalah susu kambing yang umumnya
dikonsumsi dalam bentuk susu segar.
Apabila dilihat dari kandungan nutrisinya, susu kambing memiliki
kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan susu sapi. Beberapa kandungan
utama susu seperti protein, lemak, fosfor, kalsium, dan kalium dari susu kambing
lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi (Rosid 2009). Selain itu, globula
lemak susu kambing lebih kecil sehingga lemak susu kambing lebih mudah
dicerna terutama pada usia bayi dan balita, serta dapat diminum oleh orang yang
alergi terhadap susu sapi. Selain sebagai sumber nutrisi, susu kambing juga
diyakini dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti gangguan pernafasan
dan pencernaan. Keunggulan susu kambing ini menyebabkan banyak masyarakat
tertarik untuk mulai mengonsumsinya terutama dalam bentuk segar. Upaya untuk
menjaga kualitas susu kambing agar tetap segar ialah dengan tetap
mempertahankan rantai dingin selama proses transportasi dari peternakan sampai
saat diterima oleh konsumen. Susu kambing yang dikonsumsi dalam bentuk segar
sangat rentan terhadap keberadaan L. monocytogenes, terlebih apabila tidak
mengalami proses pasteurisasi, karena bakteri ini dapat tetap tumbuh dan
berkembang selama proses transportasi yang tetap mempertahankan rantai dingin.
Hewan yang terinfeksi oleh L. monocytogenes akan melepaskan bakteri ini
melalui susu, darah, dan fesesnya. Menurut Donnely (2001) terjadi pelepasan sel
L. monocytogenes yang tinggi pada susu yang dihasilkan oleh sapi dan domba
terinfeksi tanpa disertai gejala klinis. Selain itu, cemaran mikroba pada susu dapat
terjadi pada ambing, alat penampung susu, alat penyimpan susu, transportasi,
industri pengolahan dan konsumen (Sanjaya et al. 2007). Sumber cemaran
L. monocytogenes pada susu dan produknya dapat ditemukan selama rantai
pengolahan, termasuk dari susu mentah, lingkungan, peralatan, alat pengelolaan
sampah, pengendali hewan pengganggu hingga kontaminasi oleh perilaku
karyawan yang terlibat (Lovett dan Twedt 2004). Rahimi et al. (2014) dalam
penelitiannya menemukan prevalensi Listeria spp. dalam susu segar asal kerbau,
sapi, domba, dan kambing perah di Iran sebanyak 7.3% dan L. monocytogenes
sebanyak 1.9% dimana pada susu kambing ditemukan sebanyak 2.1%
5
L. monocytogenes. Selain itu Jamali et al. (2013) menyatakan prevalensi Listeria
spp. sebesar 4.9% dan L. monocytogenes sebesar 2.4% pada susu kambing di
Malaysia. Keberadaan Listeria spp. khususnya L. monocytogenes pada susu segar
memiliki potensi sebagai foodborne disease yang membahayakan kesehatan
manusia yang mengonsumsinya terutama apabila produk susu tidak diolah dengan
baik dan benar sehingga bakteri ini dapat tetap hidup dalam susu. Hal ini menjadi
aspek yang perlu dikhawatirkan terutama terdapat banyak proses pemerahan dan
penyimpanan susu yang dilakukan secara tradisional oleh peternak kambing
perah.
Listeriosis dan Kaitannya terhadap Kesehatan Manusia
Bakteri L. monocytogenes termasuk dalam foodborne pathogen yang
ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi bakteri ini. Penyakit yang
disebabkan oleh infeksi L. monocytogenes disebut listeriosis. Pada hewan
ruminansia listeriosis dapat menyebabkan septikemia, encephalitis, dan
keguguran. Gejala klinis yang muncul berupa depresi, penurunan nafsu makan,
inkoordinasi, salivasi, paralisis wajah hingga kematian yang sering terjadi pada
hewan muda (CFSPH 2005). Listeriosis terutama terjadi pada kelompok dengan
risiko tinggi seperti bayi, orang lanjut usia (lansia), wanita hamil, dan penderita
immunodeficiency. Infeksi yang disebabkan oleh L. monocytogenes terutama
dapat menyebabkan septikemia dan meningitis dengan tingkat mortalitas yang
tinggi (Lomonaco et al. 2009).
Kasus listeriosis banyak dilaporkan di negara-negara maju di Eropa dan
Amerika. Sebanyak 1 642 kasus listeriosis pada manusia yang berasal dari 26
negara anggota Uni Eropa telah dilaporkan pada tahun 2012. Kelompok yang
paling banyak terinfeksi yaitu kelompok berusia kurang dari 1 tahun dan pada usia
lebih dari 65 tahun. Pada kelompok usia kurang dari 1 tahun listeriosis terjadi
karena adanya transmisi selama kehamilan (79%). Tingkat kematian akibat
listeriosis di Uni Eropa diperkirakan sebanyak 198 kasus (EFSA 2014).
Sedangkan di Amerika sebanyak 582 kasus listeriosis telah dilaporkan pada tahun
2012 dimana 492 diantaranya bersifat invasif yang tidak berkaitan dengan
kehamilan dengan jumlah kematian sebanyak 62 kasus. Sementara kasus
listeriosis invasif yang berkaitan dengan kehamilan terjadi sebanyak 74 kasus
dimana 21% menyebabkan kematian fetal (CDC 2014).
Terdapat dua bentuk gejala klinis yang diakibatkan oleh infeksi Listeria
monocytogenes yaitu listerial gastroenteritis (listeriosis bentuk saluran
pencernaan) dan invasive listeriosis (listeriosis bentuk invasif). Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh listeriosis bentuk saluran pencernaan di antaranya mual, muntah,
kram perut, dan diare. Listeriosis bentuk invasif diakui sebagai foodborne disease
yang serius karena tingkat keparahan gejala dan tingkat kematian yang tinggi
yaitu 20-30% (Garrido et al. 2008). Gejala klinis yang ditimbulkan oleh listeriosis
bentuk invasif yaitu septikemia, meningitis, dan meningoensefalitis, serta pada
wanita hamil dapat mengakibatkan keguguran, kematian pada bayi yang baru lahir
atau persalinan prematur (Delgado 2008).
Telah dilaporkan bahwa 1-10% manusia yang terinfeksi L. monocytogenes
tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi bakteri ini dapat mengontaminasi
6
lingkungan melalui feses (Lovett dan Twedt 2004). Gejala klinis bentuk invasif
pada wanita hamil yang paling sering terlihat yaitu gejala seperti flu diantaranya
demam, menggigil, sakit kepala, kelelahan dan nyeri otot sekitar 2-14 hari
sebelum keguguran serta kadang-kadang menimbulkan gejala gastrointestinal
(Adams dan Moss 2008). Infeksi terhadap fetus dapat terjadi melalui transplasenta
yang dapat mengakibatkan abortus, kematian pada bayi baru lahir atau persalinan
prematur (Disson et al. 2008). Listeriosis pada bayi baru lahir dapat
mengakibatkan septikemia, meningitis, pneumonia, dan granuloma (abses) yang
tersebar luas. Listeriosis pada kelompok umur dewasa biasanya ditandai dengan
septikemia, meningitis dan meningoensefalitis, tetapi dapat juga menyebabkan
endokarditis, arteritis, abses lokal atau osteomielitis (Doganay 2003).
3 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ialah susu kambing segar, media
pengayaan selektif primer yaitu Fraser Broth dengan konsentrasi bahan selektif
yang lebih rendah (Half Fraser Broth), media pengayaan selektif sekunder dengan
konsentrasi bahan selektif yang penuh (Fraser Broth), media plating selektif
padat yang terdiri atas media Agar Listeria menurut Ottaviani dan Agosti (ALOA)
dan media Oxford, media biakan padat tryptone soya yeast extract agar (TSYEA),
agar darah domba (Sheep blood agar), media CAMP (christie, atkins, munch,
petersen), larutan Hidrogen peroksida 3%, lithium chloride, dan larutan nalidixic
acid. Selain itu juga dibutuhkan biakan kontrol dari L. monocytogenes, dan
Staphylococcus aureus, serta kit API Listeria (produksi Biomerieux, Perancis).
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah peralatan teknis sterilisasi
kering (oven) dan sterilisasi basah (otoklaf), inkubator suhu, penangas air, jarum
öse, pH-meter, tabung reaksi, gelas ukur, pipet, cawan Petri, tabung jar, dan
mikroskop.
Disain, Waktu, dan Tempat
Pengambilan sampel penelitian menggunakan rumus Diseases Detection
bertujuan mendeteksi keberadaan L. monocytogenes dari sampel susu segar asal
kambing yang berasal dari beberapa peternakan di Kabupaten Purworejo Jawa
Tengah. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Balai Besar Uji Standar
Karantina Pertanian di Rawamangun, Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Agustus 2015 sampai Februari 2016.
7
Rancangan Penarikan Sampel
Selama ini keberadaan L. monocytogenes yang diisolasi dari susu segar asal
kambing belum pernah dilaporkan di Indonesia. Pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan rumus Diseases Detection dengan asumsi prevalensi
dugaan (p) L. monocytogenes pada susu segar sebesar 5% dan tingkat kepercayaan
95%. Nilai 5% diambil berdasarkan minimum expected prevalence atau maximum
acceptable prevalence dari pengetahuan tentang perilaku epidemik penyakit.
Menurut Thrusfield (2007) untuk mendeteksi penyakit dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/2]
Keterangan:
n = jumlah sampel kambing
D = nilai dugaan jumlah individu yang positif uji (diperoleh dari prevalensi x
jumlah populasi kambing, dengan asumsi prevalensi 5%)
N = jumlah populasi kambing
a = tingkat kepercayaan.
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus tersebut, dengan asumsi
populasi ternak kambing perah yang sedang laktasi berjumlah 400 ekor maka
sampel minimum yang harus diambil adalah minimal sebanyak 55 sampel susu
kambing segar. Prioritas pengambilan sampel susu ialah pada peternakan kambing
perah skala besar yang melakukan pengolahan susu mandiri secara tradisional.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience by judgment
dari setiap kambing yang diketahui sedang berada pada masa pemerahan saat
dilakukan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara aseptis.
Sampel yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik steril yang
telah diberi label kode sampel dan disimpan dalam kondisi dingin untuk segera
ditransportasikan ke laboratorium.
Analisis Laboratorium
Pengujian sampel mengacu pada standar nasional Indonesia (SNI) ISO
11290-1:2012 tentang Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metode horizontal
untuk deteksi dan enumerasi Listeria monocytogenes – Bagian 1: Metode deteksi.
Pengenceran awal
Penyiapan pengenceran awal menggunakan media pengayaan selektif
primer (Half Fraser Broth) sebagai larutan pengencer. Pada umumnya untuk
menyiapkan pengenceran awal, ditambahkan x ml porsi uji pada 9x ml media
pengayaan selektif primer untuk memperoleh rasio porsi uji terhadap media
pengayaan selektif primer sebesar 1/10. Penelitian ini menggunakan 1 ml sampel
yang ditambahkan pada 9 ml media pengayaan selektif primer. Sebagai pengayaan
primer, maka pengenceran awal yang telah dilakukan diinkubasikan pada
inkubator suhu 30 °C selama 24±2 jam.
8
Pengayaan sekunder
Setelah inkubasi pengenceran awal selama 24±2 jam, kemudian 0.1 ml
biakan yang diperoleh dipindahkan ke dalam tabung yang mengandung 10 ml
media pengayaan sekunder (Fraser Broth). Media yang telah diinokulasi
kemudian diinkubasi selama 48±2 jam pada suhu 35 °C atau suhu 37 °C.
Plating dan identifikasi
Dari biakan pengayaan primer yang diinkubasi selama 24±2 jam pada suhu
30 °C, biakan diambil menggunakan öse, satu porsi biakan kemudian
diinokulasikan pada permukaan media plating selektif pertama yaitu media Agar
Listeria menurut Ottaviani dan Agosti (ALOA) sehingga diperoleh koloni yang
terpisah. Cara yang sama dilakukan untuk media plating selektif kedua yaitu
media Oxford.
Dari media pengayaan sekunder yang sebelumnya telah diinkubasi selama
48±2 jam pada suhu 35 °C atau 37 °C, prosedur plating ini kembali diulangi
menggunakan media plating selektif yang sama yaitu media ALOA dan media
Oxford.
Sesudah inkubasi selama 24±3 jam pada kedua media atau selama waktu
yang sesuai, dapat dilakukan pengamatan pada cawan untuk mengamati adanya
koloni terduga Listeria spp. Pada media ALOA: pertimbangkan sebagai Listeria
monocytogenes jika ditemukan koloni berwarna biru kehijauan dikelilingi oleh
halo yang keruh (koloni khas). Pada media selektif kedua yaitu media Oxford:
Setelah inkubasi selama waktu yang sesuai dapat diamati keberadaan koloni yang
dianggap sebagai ciri khas koloni Listeria spp. atau L. monocytogenes apabila
ditemukan koloni berwarna kehitaman.
Konfirmasi Listeria spp.
Seleksi koloni untuk konfirmasi
Untuk konfirmasi, dari setiap cawan media selektif diambil lima koloni
terduga Listeria spp. Kemudian koloni terpilih digoreskan pada permukaan cawan
berisi media tryptone soya yeast extract agar (TSYEA) yang telah dikeringkan
sebelumnya sehingga diperoleh koloni yang terpisah. Kemudian cawan
dimasukkan dalam inkubator suhu 35 ºC atau 37 ºC selama 18 jam sampai 24 jam
atau sampai pertumbuhannya memuaskan. Koloni khas berdiameter 1 mm sampai
2 mm, cembung, tidak berwarna dan keruh pada seluruh tepinya. Apabila koloni
tidak terpisah dengan baik, ambil koloni khas Listeria spp. pada cawan TSYEA
lainnya. Lakukan uji berikutnya menggunakan koloni biakan murni pada TSYEA.
Reaksi Katalase
Koloni yang diisolasi dalam media TSYEA, diambil dan disuspensikan pada
setetes larutan hidrogen peroksida 3% pada gelas obyek. Pada uji katalase, diamati
terbentuknya gelembung gas (oksigen) pada isolat setelah penetesan larutan
hidrogen peroksida 3%. Apabila terbentuk gelembung gas maka isolat tersebut
mampu menghasilkan enzim katalase. Terbentuknya gelembung-gelembung gas
dengan segera menunjukkan reaksi positif.
9
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan pada koloni terpisah dalam media tryptone soya
yeast extract agar (TSYEA). Listeria spp. dinyatakan sebagai Gram positif,
ramping, dan berbentuk batang pendek.
Konfirmasi Listeria monocytogenes
Uji hemolisis
Bila ciri morfologi dan fisiologi serta reaksi katalase menunjukkan Listeria
spp., maka biakan tersebut diinokulasikan pada cawan agar darah domba untuk
menentukan reaksi hemolisis. Secara simultan biakan kontrol positif yaitu bakteri
L. monocytogenes digoreskan pada media agar darah. Setelah inkubasi pada suhu
37 °C selama 24±2 jam, strain uji diamati. L. monocytogenes menunjukkan zona
yang sempit, jernih, dan terang (β-hemolisis).
Uji CAMP
Biakan Staphylococcus aureus digoreskan dalam garis tunggal pada media
agar darah domba (Gambar 1). Goreskan strain sampel uji yang terpisah dalam
media tryptone soya yeast extract agar (TSYEA) dengan cara sama pada sudut
yang benar terhadap biakan tersebut sehingga biakan uji dan biakan S. aureus
tidak saling menyentuh dengan jarak yang sangat dekat kira-kira 1 mm sampai 2
mm. Beberapa strain uji dapat digoreskan pada cawan yang sama. Setelah itu
biakan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24±2 jam.
Gambar 1
Perbandingan hasil biakan L. monocytogenes, L. innocua, dan
L. ivanovii
Apabila biakan terduga yang digoreskan pada media agar darah domba
memperlihatkan adanya zona β-haemolisis dan terlihat semakin jelas pada
persimpangan strain uji dengan biakan S. aureus (membentuk seperti anak panah)
maka dianggap sebagai reaksi positif L. monocytogenes. Reaksi positif dengan
S. aureus muncul sebagai zona hemolisis kecil yang semakin jelas dengan hanya
sekitar 2 mm dari strain uji dan dengan zona haemolitik karena pertumbuhan
10
biakan S. aureus. Isolat yang didapat kemudian diidentifikasi menggunakan kit
API Listeria untuk mengetahui jenis bakteri sampai ke tingkat spesies.
Interpretasi sifat-sifat morfologis dan fisiologis serta reaksi biokimia
Semua Listeria spp. adalah bakteri Gram positif berbentuk batang kecil
yang menunjukan motilitas dan katalase positif. L.monocytogenes dibedakan
dengan spesies lainnya dengan ciri-ciri dalam Tabel 1.
Tabel 1
Reaksi untuk identifikasi Listeria spp.
Spesies
Haemolisis
L. monocytogenes
L. innocua
L. ivanovii
L. seeligeri
L. weishimeri
L. grayi subsp. Grayi
L. grayi subsp. murrayi
+
+
(+)
-
Produksi Asam
Rhamnosa
Xylosa
+
V
+
+
V
+
V
-
Uji CAMP
S. aureus
R. equi
+
+
(+)
-
Keterangan: (+): reaksi lemah, +: >90 % reaksi positif, -: tidak ada reaksi.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi
menggunakan Microsoft Excel 2010 dengan menyajikan data dalam bentuk tabel dan
gambar keberadaan L. monocytogenes pada susu kambing segar di Kabupaten
Purworejo Jawa Tengah. Statistik deskripsi adalah bidang statistik yang
membicarakan cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan dan menyajikan
data sehingga dapat memberikan informasi (Mattjik dan Sumertajaya 2002).
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberadaan Listeria monocytogenes pada Susu Kambing Segar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 60 sampel susu kambing
segar yang berasal dari 7 peternakan di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah tidak
ditemukan bakteri Listeria monocytogenes. Hasil pengujian terhadap keberadaan
L. monocytogenes pada susu kambing segar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Presentasi L. monocytogenes pada susu kambing segar
Peternakan
Hasil Pengujian
(Jumlah Sampel)
Positif
Presentase (%)
W (21)
Tidak ada
0
U (10)
Tidak ada
0
M (9)
Tidak ada
0
N (7)
Tidak ada
0
T (6)
Tidak ada
0
Y (4)
Tidak ada
0
P (3)
Tidak ada
0
Sebelum memulai pengujian untuk mendeteksi L. monocytogenes perlu
dilakukan pengayaan sampel menggunakan media pengayaan selektif primer
dengan konsentrasi penghambat yang lebih rendah (Half Fraser Broth) kemudian
dilanjutkan dengan pengayaan pada media pengayaan cair sekunder berkekuatan
penuh (Fraser Broth). Hal ini dikarenakan Listeria spp. mungkin terdapat dalam
jumlah rendah pada sampel dan seringkali bercampur dengan sejumlah besar
genus lainnya sehingga perlu dilakukan pengayaan selektif pada sampel. Selain itu
pengayaan juga dilakukan untuk mendeteksi Listeria spp. yang terluka (injury).
Hasil inkubasi Half Fraser Broth dan Fraser Broth dapat dilihat pada Gambar 2
dan 3.
Gambar 2 Pengayaan primer dalam media selektif cair dengan konsentrasi bahan
selektif yang lebih rendah (Half Fraser Broth)
12
Gambar 3 Pengayaan sekunder dalam media selektif cair dengan konsentrasi
bahan selektif konsentrasi penuh (Fraser Broth)
Setelah sampel diinokulasi pada media pengayaan, biakan kemudian
dikultur pada media selektif padat yaitu Oxford dan ALOA. Pengujian ini
dilakukan untuk memeriksa adanya koloni khas yang diduga sebagai koloni dari
L. monocytogenes. Pada media selektif Oxford agar terlihat ada 12 sampel (20%)
pertumbuhan koloni yang mirip dengan koloni yang tumbuh pada kontrol positif
L. monocytogenes. Hasil pengamatan kultur pada media selektif dapat dilihat pada
Gambar 4.
A
Gambar 4
B
C
Hasil pengamatan pada media Oxford yang mengandung biakan
sampel susu kambing segar setelah diperkaya dalam media Fraser
Broth. Keterangan: (A) Kontrol positif; (B) Kontrol negatif; (C)
Sampel terduga Listeria spp.
Selain pada media selektif Oxford agar, plating dan identifikasi juga
dilakukan pada media ALOA. Pada media ALOA, terdapat 5 sampel susu (8.3%)
yang memperlihatkan pertumbuhan koloni yang mirip dengan ciri khas koloni
yang tumbuh pada kontrol positif L. monocytogenes yaitu adanya koloni berwarna
biru kehijauan dikelilingi oleh halo yang keruh. Hasil pengamatan kultur pada
media selektif ALOA dapat dilihat pada Gambar 5.
13
A
Gambar 5
B
C
Hasil pengamatan pada media ALOA yang mengandung biakan
sampel susu kambing segar setelah diperkaya dalam media Fraser
Broth. Keterangan: (A) Kontrol positif; (B) Kontrol negatif; (C)
Sampel terduga Listeria spp.
Sebagai upaya konfirmasi, dari setiap cawan media selektif tersebut (Oxford
dan ALOA) diambil beberapa koloni terduga Listeria spp. kemudian koloni
terpilih tersebut digoreskan pada permukaan cawan berisi media Tryptone Soya
Yeast Extract Agar (TSYEA) yang telah dikeringkan sebelumnya sehingga
diperoleh koloni yang terpisah. Koloni khas berdiameter 1 mm sampai 2 mm,
cembung, tidak berwarna dan keruh pada seluruh tepinya. Tahap selanjutnya
dilakukan uji katalase dan pewarnaan Gram pada koloni terduga Listeria spp.
Hasil uji katalase pada semua sampel adalah positif yaitu terbentuk gelembunggelembung gas dengan segera setelah biakan diambil dan disuspensikan pada
setetes larutan hidrogen peroksida 3% pada gelas obyek. Hasil pewarnaan Gram
dapat dilihat pada Gambar 6.
A
B
Gambar 6 Hasil pewarnaan Gram, hanya satu sampel yang diduga koloni
Listeria monocytogenes. Keterangan: (A) Kontrol positif; (B) Sampel
terduga L. monocytogenes
Sampel terduga kemudian dilanjutkan dengan uji konfirmasi bakteri
L. monocytogenes. Uji konfirmasi meliputi uji hemolisis, penggunaan karbohidrat,
dan uji CAMP. Pada uji hemolisis, sampel terduga (A) tidak terjadi hemolisis
yang ditandai tidak adanya perubahan pada pertumbuhan koloni di media agar
darah dibandingkan dengan kontrol positif L. monocytogenes (Gambar 7).
14
A
Gambar 7
B
Hasil uji hemolisis. Keterangan: (A) Sampel terduga; (B) Kontrol
positif
Pada pengujian CAMP, sampel terduga tidak menunjukkan zona hemolisis
disekitar goresan S. aureus yang membentuk mata anak panah seperti terlihat
pada Gambar 8.
S. Aureus
Gambar 8
Hasil uji CAMP. Sampel terduga tidak menunjukkan adanya zona
hemolisis di sekitar goresan Staphylococcus Aureus
Koloni terduga ini kemudian diuji konfirmasi menggunakan kit API
Listeria, sekaligus mengkonfirmasi penggunaan karbohidrat (Rhamnosa,
Mannitol, dan Xylosa). Sampel dinyatakan positif L. monocytogenes apabila
menunjukkan hasil sebagai berikut: negatif enzymatic substrate, positif Esculin
Ferric citrate, positif 4-nitrophenyl-αD-mannopyranoside, positif D-ArabitoL,
negatif D-Xylose, positif L-Rhamnose, positif Methyl-αD-glucopyranoside,
negatif D-Ribose, negatif Glucose-1-Phosphate, dan negatif D-Tagatose, hasil
tersebut berbeda dengan hasil pengujian Kit Api Listeria dari sampel terduga.
Keseluruhan pengujian kit API Listeria tidak menunjukkan hasil positif
keberadaan L. monocytogenes melainkan merupakan Listeria grayi seperti dapat
dilihat pada Gambar 9.
15
A
B
Gambar 9
Hasil uji konfirmasi menggunakan kit API Listeria pada sampel
terduga (A) menunjukkan hasil negatif L. monocytogenes
dibandingkan dengan kontrol positif (B)
Sesuai dengan alur kerja metode horizontal deteksi Listeria monocytogenes
dan uji konfirmasi menggunakan kit API Listeria maka tidak ada satupun sampel
susu kambing segar yang positif terhadap keberadaan bakteri Listeria
monocytogenes namun terdapat satu sampel yang positif terhadap keberadaan
Listeria grayi. Bakteri Listeria grayi merupakan salah satu spesies dari Listeria
yang jarang dilaporkan menjadi penyebab listeriosis baik pada manusia maupun
hewan. Namun demikian, menurut OIE (2014) selama ini pernah dilaporkan satu
kejadian listeriosis pada manusia yang disebabkan oleh bakteri ini sehingga hal ini
patut menjadi perhatian khusus jika ditemukan pada pangan siap saji seperti susu
kambing segar yang langsung dikonsumsi oleh konsumen tanpa pengolahan
terlebih dahulu.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari beberapa negara
lain yang juga mengembangkan peternakan kambing perah seperti dilaporkan oleh
Albarracín et al. (2008) yang menyatakan bahwa pada susu segar kambing dari
beberapa peternakan besar di Colombia ditemukan sebanyak 2% susu yang diuji
positif mengandung L. monocytogenes. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Rahimi et al. (2014) pada sampel susu kambing segar dari wilayah Iran ditemukan
prevalensi L. monocytogenes sebesar 2.1% pada sampel susu yang diambil dari
tangki penyimpanan. Pada beberapa kasus, susu kambing segar yang menjadi
bahan utama dalam pembuatan keju menjadi sumber utama kontaminasi
L. monocytogenes seperti yang dilaporkan oleh Verraes et al. (2015) bahwa terjadi
outbreak listeriosis di Belgia, Jerman, Norwegia, Portugal, dan Italia karena
mengonsumi keju yang dibuat dari susu kambing yang telah mengandung
L. monocytogenes. McIntyre et al. (2015) menyatakan bahwa outbreak listeriosis
16
di Kanada pada tahun 2002 terjadi akibat mengonsumsi Chevre yaitu keju yang
terbuat dari susu kambing yang telah tercemar oleh bakteri L. monocytogenes
sebelumnya.
Namun demikian, hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Suguna et al. (2012) pada sampel susu kambing segar
yang berasal dari dua peternakan besar di Penang, Malaysia. Suguna et al. (2012)
mendeteksi keberadaan beberapa bakteri pencemar dan patogen lain, namun tidak
ditemukan pertumbuhan dari L. monocytogenes pada sampel yang diuji. Menurut
Sanjaya et al. (2009) terdapat beberapa kemungkinan adanya keberadaan
mikroorganisme lain yang dapat menghambat pertumbuhan L. monocytogenes
seperti Lactobacillus sp. yang memproduksi bakteriosin untuk menghambat
pertumbuhan bakteri lain serta khamir yang menjadi kompetitor dalam
mendapatkan nutrisi (Goerges et al. 2006). Faktor penghambat pertumbuhan
bakteri L. monocytogenes mungkin disebabkan oleh adanya hubungan antara
faktor mikrobiologi dan kimia.
Selain itu, ketidakberadaan bakteri L. monocytogenes pada sampel susu
kambing segar yang diperiksa dapat diasumsikan bahwa bahan susu segar,
lingkungan pemerahan, peralatan dan kemasan yang digunakan sebagai wadah
susu segar ketika dijual tidak tercemar oleh L. monocytogenes. Status higiene
karyawan yang terlibat serta seluruh rangkaian proses yang terjadi dalam
pemerahan susu hingga sampai dipasar diasumsikan telah diterapkan dengan baik.
Hal ini juga ditunjang oleh waktu simpan susu yang tidak membutuhkan waktu
lama untuk sampai kepada konsumen hingga siap dikonsumsi, yaitu setelah
kambing diperah susu yang diperoleh kemudian dikemas dalam wadah tertentu
dan dijual di pasar. Susu yang diperah biasanya akan habis terjual pada hari yang
sama. Menurut Lovett dan Twedt (2004), sumber cemaran L. monocytogenes pada
pangan siap saji, termasuk susu segar dan produk turunannya dapat ditemukan
selama rantai proses pengolahan, termasuk pada bahan susu mentah, lingkungan,
peralatan, alat pengemas, proses pengemasan, sampah, dan hewan pengganggu
hingga karyawan yang terlibat. Meskipun tidak banyak dilaporkan, namun
keberadaan L. grayi pada sampel susu kambing segar perlu diwaspadai.
Susu segar merupakan salah satu sumber protein hewani yang digemari oleh
masyarakat. Sejak lama masyarakat mengenal susu kambing sebagai obat dan
seringkali susu segar dikonsumsi secara langsung tanpa diberikan perlakuan
terlebih dahulu (Zain 2013). Susu kambing segar yang telah tercemar oleh bakteri
L. monocytogenes dapat membahayakan kesehatan konsumen terutama ketika
susu segar tersebut dikonsumsi secara langsung ataupun digunakan sebagai bahan
dasar dari produk turunan seperti keju tanpa diberikan perlakuan sebelumnya.
Hewan dapat terinfeksi L. monocytogenes karena memakan silase atau pakan yang
terkontaminasi bakteri ini. Beberapa hewan yang terinfeksi L. monocytogenes
tidak menunjukkan gejala klinis (carrier) dan dapat menjadi sumber kontaminasi
lingkungan peternakan dan susu. Susu dapat terkontaminasi L. monocytogenes
melalui kontaminasi silang dari lingkungan peternakan, peralatan yang digunakan
saat pemerahan, dan melalui pekerja yang terkontaminasi L. monocytogenes
(Nightingale et al. 2004). Kambing yang terinfeksi listeriosis secara umum tidak
memiliki gejala klinis yang spesifik, namun pada beberapa kasus mastitis
keberadaan L. monocytogenes dapat terdeteksi. Ekskresi L. monocytogenes dalam
17
susu dapat bertahan sepanjang masa laktasi dan berpengaruh terhadap peningkatan
risiko produk susu kontaminasi bakteri.
Bahaya Listeriosis ditinjau dari Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner
Indonesia saat ini baru mempunyai standar nasional untuk susu sapi segar
yang tercantum dalam SNI Nomor 3141.1:2011, sedangkan khusus untuk susu
kambing segar belum mempunyai standar khusus. Menurut SNI Nomor
7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan yang
menyatakan bahwa batas maksimum cemaran L. monocytogenes pada susu segar
(susu yang tidak dipasteurisasi) dengan tujuan konsumsi langsung, termasuk susu
sapi, kuda, kambing, dan kerbau yaitu sebesar negatif per 25 ml. Selain itu, SNI
7388:2009 juga menetapkan cemaran L. monocytogenes harus negatif per 25 ml
pada susu pasteurisasi dan produk olahan susu lainnya seperti yoghurt, keju, es
krim, dan mentega. Tidak ditemukannya keberadaan bakteri L. monocytogenes
pada semua sampel susu kambing menunjukkan bahwa sampel susu kambing
segar tersebut relatif aman dari cemaran L. monocytogenes sehingga aman pula
untuk dikonsumsi oleh konsumen.
Listeriosis pada manusia terutama terjadi karena mengonsumsi pangan yang
telah tercemar bakteri ini. Risiko tertinggi terinfeksi L. monocytogenes ialah pada
populasi rentan seperti bayi, orang lanjut usia (lansia), wanita hamil, dan penderita
immunodeficiency. Menurut Ray (2005), dosis infektif L. monocytogenes adalah
100-1 000 sel terutama bagi kelompok yang rentan. Terdapat dua bentuk gejala
klinis listeriosis pada manusia yaitu listerial gastroenteritis (listeriosis bentuk
saluran pencernaan) dan invasive listeriosis (listeriosis bentuk invasif). Gejala
klinis yang ditimbulkan oleh listeriosis bentuk saluran pencernaan di antaranya
mual, muntah, kram perut, dan diare. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh
listeriosis bentuk invasif yaitu septikemia, meningitis, dan meningoensefalitis,
serta pada wanita hamil dapat mengakibatkan keguguran, kematian pada bayi
yang baru lahir atau persalinan prematur (Delgado 2008). Listeriosis bentuk
invasif diakui sebagai foodborne disease yang serius karena tingkat keparahan
gejala dan tingkat kematian yang tinggi yaitu 20-30% (Garrido et al. 2008).
Menurut Lovett dan Twedt (2004) terdapat sekitar 1-10% manusia yang terinfeksi
L. monocytogenes namun tidak menunjukkan gejala klinis, meskipun demikian
bakteri ini dapat mengo