Kajian Tingkat Keamanan Susu Ultra High Temperature (UHT) Impor terhadap Listeria monocytogenes

KAJIAN TINGKAT KEAMANAN SUSU ULTRA
HIGH TEMPERATURE (UHT) IMPOR
TERHADAP Listeria monocytogenes

SRI ENDAH EKANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Tingkat Keamanan Susu
Ultra High Temperature (UHT) Impor terhadap Listeria monocytogenes, adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.


Bogor, Januari 2009

Sri Endah Ekandari
B251064144


 

ABSTRACT
SRI ENDAH EKANDARI. Study on Imported Ultra High Temperature (UHT)
Milk in the Safety Level against Listeria monocytogenes. Under direction of
MIRNAWATI SUDARWANTO and EKO SUGENG PRIBADI.
Listeria monocytogenes is one of microbial pathogen which is the major
concern to the food industry and public health. The microbe, the causative agent
of human listeriosis has been documentated in several countries was associated
with food include pasteurized milk consumption. UHT is one of pasteurization
technique to inactive food-borne pathogens as well as L. monocytogenes. The
highest of milk importation to Indonesia include UHT and the assumption of
unsafe UHT milk against L. monocytogenes are the concerned problem in this
study. The objective of this study was to examine and assess the safety of

imported UHT milk against L. monocytogenes. A total of 30 samples UHT milk
were examined by isolation and identification method for the presence of
L. monocytogenes and in advance by protein test (Aschaffenburg test) to know the
perfection of sterilization. The 16 (53,33%) samples and 14 (46,67%) samples
were discovered as “UHT Milk” and “Sterilized Milk” respectively. The presence
of L. monocytogenes in the samples was not detected, although in other study
which used the same samples were contaminated with microbe Bacillus cereus,
coliform, fungi and negative for Staphylococcus aureus. The UHT milk that was
imported to Indonesia were safe to be consumed. Attention must be taken due to
the 14 (46,67%) sterilized milk might cause a negative impact for the consumer
due to the disappropriate nutrition content compared to the UHT milk.
Keywords: Imported UHT milk, L. monocytogenes, microbial contamination

ii 
 

RINGKASAN
SRI ENDAH EKANDARI. Kajian Tingkat Keamanan Susu Ultra High
Temperature (UHT) Impor terhadap Listeria monocytogenes. Dibimbing oleh
MIRNAWATI SUDARWANTO dan EKO SUGENG PRIBADI.

Listeria monocytogenes merupakan salah satu bakteri patogen yang
mendapat perhatian dalam industri pangan dan kesehatan masyarakat. Bakteri
tersebut menimbulkan penyakit listeriosis pada manusia dan telah dilaporkan
menyebabkan kasus kematian di beberapa negara sehubungan dengan memakan
produk pangan termasuk susu pasteurisasi. UHT merupakan salah satu teknik
pasteurisasi susu untuk memusnahkan mikroba patogen termasuk
L. monocytogenes. Keberadaan L. monocytogenes pada produk akhir
dimungkinkan karena cemaran pasca pasteurisasi yang berasal dari lingkungan
karena bakteri ini ditemukan tersebar luas di lingkungan alam, pangan, hewan
maupun tumbuhan. Besarnya jumlah importasi susu UHT ke Indonesia dan
adanya dugaan belum terbebasnya dari L. monocytogenes menjadikan hal ini
sebagai permasalahan utama pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran keamanan susu UHT impor ditinjau dari keberadaan
L. monocytogenes dengan harapan hasil penelitian ini bermanfaat dalam
menyusun kebijakan teknis kegiatan importasi untuk mencegah peluang
masuknya L. monocytogenes melalui media susu UHT.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji kekeruhan
(Aschaffenburg test) untuk mengetahui kesempurnaan proses sterilisasi. Susu
yang menunjukkan kekeruhan digolongkan “susu UHT” dan susu yang
menunjukkan kejernihan pada filtrat digolongkan “susu Steril”. Metode kedua

adalah metode uji konvensional untuk isolasi dan identifikasi
L. monocytogenes yang mengacu pada Bacteriological Analytical Manual, US
Food and Drug Administration dan Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology. Metode ini terdiri atas tahap pengayaan, tahap isolasi pada media
selektif dan tahap identifikasi.
Sebanyak 30 contoh susu UHT impor diambil dengan metode
pengambilan contoh susu UHT secara acak sederhana berdasarkan SNI 19-04281989 dan dilakukan pengujian dengan metode isolasi dan identifikasi
L. monocytogenes serta uji kekeruhan untuk mengetahui kesempurnaan sterilisasi.
Berdasarkan uji kekeruhan ditemukan 16 (53,33%) contoh susu UHT dan
14 (46,67%) contoh susu Steril. Hal ini menunjukkan bahwa dalam contoh susu
UHT yang diperiksa, tidak seluruhnya mengalami proses UHT. Penerapan suhu
yang terlalu tinggi atau rendah dari suhu yang dipersyaratkan dapat menghasilkan
susu yang terlalu masak atau masih ditemukan kandungan mikroba hidup pada
produk akhir susu. Susu steril yang ditemukan pada penelitian ini dapat
dimungkinkan akibat adanya penerapan suhu dan waktu pemanasan yang lebih
tinggi dan lama dibandingkan dengan suhu UHT, yaitu 135°C selama dua detik.
Kandungan nutrisi merupakan hal penting yang mendapat perhatian
sehubungan dengan ditemukannya susu UHT dan susu Steril. Susu UHT tidak
banyak mengalami perubahan kandungan lemak, laktosa dan garam mineral.
Akan tetapi vitamin larut air sebagian akan hilang, namun riboflavin dan kasein

merupakan vitamin dan protein yang tahan terhadap suhu pemanasan. Pemanasan
iii 
 

sterilisasi menyebabkan rusaknya protein whey yang terdiri atas α-laktalbumin
dan β-lactoglobulin. Kerusakan kandungan nutrisi semakin besar pada susu yang
mengalami proses sterilisasi. Oleh karena itu rasa susu UHT lebih baik dan
disukai masyarakat dibandingkan dengan rasa susu sterilisasi.
L. monocytogenes tidak ditemukan pada 16 contoh ”susu UHT” dan
14 contoh ”susu Steril” impor yang diperiksa. Pada penelitian lain yang
menggunakan contoh susu UHT yang sama ditemukan pertumbuhan mikroba
dengan presentase kualitatif 68,75% pada “susu UHT” dan 64,28% pada “susu
Steril”. Ditemukan juga adanya pertumbuhan coliform, Bacillus cereus dan
cendawan akan tetapi tidak ditemukan S. aureus. Kedua hasil penelitian tersebut
di atas memperkuat simpulan Varga (2007) yang menyatakan bahwa mutu higiena
produk susu komersial hendaknya diperbaiki walaupun mikroba patogen tidak
ditemukan pada contoh produk susu yang diuji.
Listeriosis telah dilaporkan terjadi baik di negara maju maupun negara
berkembang.
Beberapa negara menetapkan standar untuk mengendalikan

L. monocytogenes berdasarkan hasil penilaian resiko masing-masing negara.
Indonesia menetapkan standar melalui Standar Nasional Indonesia (SNI)-013950-1998) tentang susu UHT dengan spesifikasi persyaratan mutu, termasuk di
dalamnya batas jumlah cemaran mikroba.
Jumlah batas cemaran yang
diperbolehkan ada pada susu UHT adalah 0 koloni / ml. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa susu UHT impor relatif aman terhadap L. monocytogenes,
walaupun tidak aman terhadap bakteri lain akibat jumlah cemaran yang melebihi
batas yang ditentukan.
Penelitian ini merupakan penelitian awal yang menjadi pemicu untuk
mewaspadai susu UHT impor maupun produk pangan impor lain. Penelitian ini
masih banyak kekurangannya dan perlu disempurnakan dengan dilakukannya
deteksi L. monocytogenes pada susu UHT yang diimpor dari beberapa negara
dengan penetapan batas jumlah cemaran L. monocytogenes yang berbeda.
Penelitian keberadaan L. monocytogenes pada produk susu maupun pangan impor
lain dapat bermanfaat dalam menentukan rangking terhadap pangan impor yang
beresiko tercemar.
Pengujian L. monocytogenes pada susu UHT memiliki nilai strategis yang
tinggi bila dihubungkan dengan resiko yang diakibatkan oleh mikroba tersebut
pada manusia dan jumlah impor susu UHT yang cukup besar di Indonesia.


Kata kunci : Susu UHT impor, susu steril, L. monocytogenes, cemaran mikroba

iv 
 

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB


 

KAJIAN TINGKAT KEAMANAN SUSU ULTRA

HIGH TEMPERATURE (UHT) IMPOR
TERHADAP Listeria monocytogenes

SRI ENDAH EKANDARI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

vi 
 

Judul Tesis


:

Nama
NRP
Program Studi

:
:
:

Kajian Tingkat Keamanan Susu Ultra High Temperature
(UHT) Impor terhadap Listeria monocytogenes
Sri Endah Ekandari
B251064144
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Disetujui
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto
Ketua

Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, M.S.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 8 Januari 2009

Tanggal Lulus :

vii 

 

PRAKATA
Alhamdulillah, atas karunia Allah SWT penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul “Kajian Tingkat Keamanan Susu Ultra High
Temperature (UHT) Impor terhadap Listeria monocytogenes”. Karya ilmiah ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang
terhormat : Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto sebagai ketua komisi
pembimbing, Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, M.S. sebagai anggota komisi
pembimbing atas segala bimbingan, petunjuk, kesabaran serta pengarahan yang
telah diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan pada Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner beserta segenap dosen pengajar yang telah setia
dan sabar membimbing serta memotivasi penulis dari awal hingga akhir masa
perkuliahan.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak
Kepala Badan Karantina Pertanian dan Bapak Sekretaris Badan Karantina
Pertanian, beserta jajaran stafnya atas perhatian, kesempatan, dukungan moril
maupun material berupa beasiswa yang diberikan melalui anggaran DIPA Badan
Karantina Pertanian tahun 2007/2008.
Rasa terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta, anak-anakku,
Ayahanda, Ibunda, Mertua, kakak adik ipar serta adik-adik tercinta atas doa dan
cinta kasihnya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman
sejawat Iswan, Duma, Tatit, Nunung, Era, Melani, Muji, Risma, Rita, Edi, Yoyok,
Maya, Arief dan Arum atas dukungan dan semangat kebersamaan melalui masa
perkuliahan, juga kepada Dr. drh. A. Winny Sanjaya, M.S, Ir. Metrawinda Tunus,
M.Sc, Dr. drh. Widagdo, M.Si, Dr. Maya, pak Tedi, pak Hendra, pak Agus, pak
Amri.

Bogor, Januari 2009
Sri Endah Ekandari

viii 
 

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta, tanggal 20 Nopember 1972 sebagai anak
pertama dari tiga putra-putri Bapak H. Boedi Oetomo, MBA, MRE dan Ibu Hj.
Siti Djuwarijah. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan drh. Erwin Kusbianto,
putra Bapak Mas Umar Hardjo (Alm) serta Ibu Hj.Maryatun, dan dikaruniai dua
orang anak yaitu Salsabila Adiba dan Bariq Maulana.
Penulis menyelesaikan pendidikan SD tahun 1985 di Yogyakarta, SMP
tahun 1988 dan SMA tahun 1991 di Surabaya.

Pada tahun 1991, penulis

melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Surabaya dan menyandang gelar Sarjana Kedokteran Hewan tahun 1996,
sedangkan gelar Dokter Hewan dicapainya pada tahun 1997.
Awal tugas mengabdi kepada Negara diemban pada tahun 2004 sebagai
Tenaga Teknis Karantina Hewan di Unit Pelaksana Teknis Stasiun Karantina
Hewan Kelas I Lembar-Nusa Tenggara Barat yang sekarang telah berubah nama
menjadi Balai Karantina Pertanian Kelas I Lembar.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi S2 pada Program Kesehatan
Masyarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor dengan biaya dari Badan Karantina
Pertanian hingga selesai. Pada masa mengikuti program S2, penulis dimutasi alih
tugas pada bagian Kerjasama dan Humas Badan Karantina Pertanian –
Departemen Pertanian yang beralamatkan di Kantor Pusat Departemen Pertanian,
Jalan Harsono RM Nomor 3, Gedung E, Lantai 7, Ragunan-Jakarta Selatan.

ix 
 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................
Rumusan Permasalahan .....................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian .............................................................................
Hipotesa Penelitian ............................................................................

1
2
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Listeria monocytogenes ...............................................
Patogenesis........................................................................................
Kasus Listeriosis pada Manusia ........................................................
Sumber Cemaran Listeria monocytogenes pada Pangan ...................
Faktor-faktor Pendukung Pertumbuhan Listeria monocytogenes .....
Susu Ultra High Temperature (UHT) ...............................................
Mikroba Susu dan Pengendaliannya..................................................

4
8
11
12
13
14
16

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian............................................................
Bahan dan Alat Penelitian .................................................................
Susu UHT Impor ......................................................................
Bahan Media dan Reagen.........................................................
Alat ...........................................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................
Pengambilan Contoh ................................................................
Metode Pengujian.....................................................................
Tatacara Uji Kekeruhan ...........................................................
Tatacara Pengujian Isolasi dan Identifikasi..............................
Tatacara Uji Pewarnaan Gram ................................................
Tatacara Uji Katalase............................................ ...................
Tatacara Uji KOH....................................................................
Tatacara Uji CAMP..................................................................
Tatacara Uji Gula-gula.............................................................
Tatacara Uji Motilitas..............................................................
Interpretasi Hasil Identifikasi Listeria monocytogenes ............
Analisis Data......................................................................................

20
20
20
20
20
21
21
21
21
21
23
23
24
24
24
25
25
26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesempurnaan Sterilisasi ..................................................................
Keberadaan Listeria monocytogenes .................................................

27
29


 

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ............................................................................................
Saran ..................................................................................................

36
36

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

37

xi 
 

DAFTAR TABEL

Halaman
1

2

3

4

Karakteristik spesies Listeria spp (Allerberger 2003; Donnelly
2001)...............................................................................................

5

Jumlah sel L. monocytogenes dalam susu yang dipasteurisasi
pada suhu 72°C selama 15 detik yang disimpan pada suhu 4°C
selama 5 hari (Forsythe dan Hayes 1998)......................................

7

Spesifikasi persyaratan mutu susu UHT menurut SNI 01-39501998................................................................................................

15

Hasil pengamatan pada uji kekeruhan ……………………….......

27

xii 
 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Listeria monocytogenes merupakan salah satu bakteri patogen yang
mendapat perhatian dalam industri pangan dan kesehatan masyarakat. Pangan
merupakan media penyebaran bakteri ini dalam menimbulkan penyakit listeriosis
pada manusia. Gejala klinis yang ditimbulkan beragam dari sedang seperti mual,
muntah, kram perut dan diare yang disertai dengan demam dan sakit kepala
hingga parah seperti meningitis, septikemia, aborsi dan pneumonia (Ray 2001).
Wanita hamil, bayi dalam kandungan dan manusia dengan sistem kekebalan yang
rendah merupakan kelompok beresiko tinggi terhadap penyakit ini (Garbutt 1997).
Kasus kematian pada manusia akibat L. monocytogenes dilaporkan terjadi di
beberapa negara Eropa, antara lain di Irlandia pada tahun 2000 ditemukan satu
kasus kematian pada manusia karena meningitis.

Di Amerika Serikat juga

dilaporkan adanya 425 kasus kematian dari 1.850 kasus listeriosis pada manusia
(FSAI 2005).
Di Indonesia, Listeria spp. ditetapkan dalam kelompok Hama Penyakit
Hewan Karantina (HPHK) golongan II sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian
nomor 110/Kpts/TN.530/2/2008 tanggal 11 Februari 2008 tentang Perubahan
Lampiran I Keputusan Menteri Pertanian Nomor 206/Kpts/TN.530/3/2003 tentang
Pengelolaan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina. Badan Karantina
Pertanian melakukan pengawasan terhadap peluang masuknya L. monocytogenes
melalui pangan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia di pintu pemasukan/
pengeluaran.
Susu dan produk olahan susu serta daging merupakan pangan asal hewan
yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang
dibutuhkan untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia.
Kandungan lengkap zat gizi tersebut menjadikan susu dan daging juga merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, seperti Brucella melitensis,
Clostridium botulinum, Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Campylobacter
dan termasuk L. monocytogenes (Brisabois et al. 2002; Fardiaz 1989). Oleh
karena itu beberapa teknik telah dikembangkan untuk menghambat terjadinya

 
2

cemaran maupun pertumbuhan bakteri patogen pada pangan, antara lain dengan
cara pendinginan, pemanasan maupun penambahan senyawa antimikroba.
Menurut WHO (2008) pemanasan pasteurisasi pada susu meliputi low
temperature holding (LTH) dengan suhu 63

o

C selama 30 menit, high

temperature short time (HTST) dengan suhu 72 oC selama 15 detik, ultra high
temperature (UHT) dengan suhu 135

o

C selama satu detik dan “sterilisasi”

o

dengan suhu >100 C selama 20 – 40 menit.
Keberadaan mikroba pada produk akhir dimungkinkan karena adanya
cemaran pasca pasteurisasi dari sumber lingkungan (Navratilova et al. 2004).
L. monocytogenes, selain dapat diisolasi dari pangan, juga ditemukan tersebar luas
di lingkungan alam, hewan maupun tumbuhan (Garbutt 1997).

Doyle et al.

(1987) melaporkan bahwa L. monocytogenes masih ditemukan pada susu
pasteurisasi

HTST.

Sedangkan

Garbutt

(1997)

menyebutkan

bahwa

L. monocytogenes dapat juga ditemukan pada produk pangan yang telah
mengalami pengolahan, seperti keju, ayam masak yang disimpan pada suhu
dingin, ayam masak siap saji dan produk susu.
Indonesia dalam memenuhi kebutuhan susu masih membutuhkan pasokan
dari luar negeri sekitar 75% dari kebutuhan susu dalam negeri yang diperkirakan
sekitar 2,4 juta ton pada tahun 2008. Produksi susu dalam negeri saat ini baru
mencapai kurang lebih 600 ribu ton. Salah satu produk susu yang diimpor adalah
susu UHT yang merupakan produk susu yang siap dikonsumsi. Data laporan
Tahunan Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta tahun 2006 menyebutkan
bahwa jumlah susu UHT yang masuk pada tahun tersebut sekitar 54.195 kg
(Badan Karantina Pertanian 2007).

Rumusan Permasalahan
Adanya

beberapa

laporan

studi

yang

menyatakan

bahwa

L. monocytogenes masih ditemukan pada susu pasteurisasi dan pangan siap saji,
menunjukkan bahwa pangan yang diawetkan dengan pemanasan belum menjamin
terbebasnya pangan tersebut dari L. monocytogenes. Oleh karena itu pengujian
susu UHT impor terhadap keberadaan L. monocytogenes perlu dikaji
keamanannya.

 
3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran keamanan
susu UHT impor ditinjau dari keberadaan L. monocytogenes.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan gambaran
keamanan susu UHT yang diimpor ke dalam wilayah Republik Indonesia terhadap
keberadaan L. monocytogenes. Selain itu diharapkan bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan terhadap kebijakan teknis kegiatan importasi untuk mencegah
peluang masuknya L. monocytogenes melalui media pembawa susu UHT.

Hipotesa Penelitian
Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah
H0

: susu UHT impor tercemar oleh L. monocytogenes

H1

: susu UHT impor tidak tercemar oleh L. monocytogenes.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
4

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Listeria monocytogenes
L. monocytogenes merupakan bakteri berbentuk batang rantai pendek,
kadang ditemukan dalam bentuk tidak beraturan, bentuk Y ataupun kokus
(Allerberger 2003; Garbutt 1997).

Menurut Anonimus (2005), bentuk

L. monocytogenes yang kadang ditemukan seperti bentuk kokus tersebut dapat
dikelirukan dengan Streptococcus spp, dan bentuk sel yang kadang tampak
memanjang dapat dikelirukan dengan Corynebacterium spp.

Bakteri ini

berukuran kecil (1,0-2,0 µm x 0,5 µm), Gram-positif, tidak berspora dan
merupakan bakteri patogen intraseluler yang dapat ditemukan dalam monosit dan
netrofil (Baek 2000; Donnelly 2001; Forsythe dan Hayes 1998) serta dalam
lekosit susu tercemar (Doyle et al. 1987).
Flagela peritrikus merupakan alat gerak L. monocytogenes yang dihasilkan
pada suhu 20 – 25 oC (Gambar 1). Bakteri tersebut tidak menghasilkan flagela
pada suhu 37 oC.

Filamen-aktin (F-aktin), yang merupakan alat gerak yang

tumbuh pada salah satu ujung bakteri, berpengaruh terhadap keganasan bakteri ini
ketika menyerang sel induk semang (Anonimus 2005).

Gambar 1 L. monocytogenes berflagela peritrikus diamati dengan mikroskop
elektron (Anonimus 2005)

 
5

L. monocytogenes menghasilkan toksin yang bekerja seperti hemolisin
yaitu listeriolisin O (LLO), phosphatidylinositol-spesific phospholipase C (PIPLC) dan phosphatidylcholine-spesific phospholipase C (PC-PLC) Toksin LLO
disebut juga SH-activated hemolysin yang dihasilkan pula oleh bakteri Gram
positif lain seperti streptolysin O oleh Streptococcus grup A, pneumolysin oleh
Pneumococcus dan Clostridium perfringens. Toksin ini dapat bertahan dalam
fagolisosom karena enzim katalase dan dismutase superoksida yang dihasilkan
dapat menetralisir pengaruh fagositik. PI-PLC dan PC-PLC melisis sel induk
semang dengan merusak membran lemak seperti phosphatidylinositol dan
phosphatidylcholine. Kemampuan menghemolisa darah merupakan salah satu
karakter L. monocytogenes yang dapat dibedakan dengan lima spesies genus
Listeria lainnya yaitu L. ivanovii, L. innocua, L. welshimeri, L. seeligeri dan
L. grayi.

Hanya tiga spesies yang mempunyai kemampuan hemolitik, yaitu

L. monocytogenes, L. seeligeri dan L. ivanovii (Anonimus 2005; Donnelly 2001;
Finegold dan Baron 1986; FSAI 2005).
Menurut Donnelly (2001), L. monocytogenes memfermentasi rhamnosa
dan glukosa tanpa menghasilkan gas dan dapat dibedakan dengan spesies Listeria
lainnya dengan reaksi biokimiawi, seperti reduksi nitrat menjadi nitrit,
β-hemolisis, produksi asam dari gula manitol, L-rhamnosa, D-xylosa dan uji
Christie, Atkins, Munch-Petersen (CAMP), seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik spesies Listeria spp (Allerberger 2003; Donnelly 2001)
Karakteristik

β-Hemolysis
CAMP
S. aureus
R. equi
Fermentasi
Manitol
Xylosa
Rhamnosa
Patogenik
pada
Manusia
Ket

L. monocytogenes

L. ivanovii

L. seeligeri

+

+

+

-

-

-

+
-

+

+
-

-

-

-

+
ya

+
Jarang

+
Jarang

tidak

+
tidak

+
v
tidak

(3 kasus)

(1 kasus)

: +: positif, -: negative, v: beragam

L. innocua L.welshimeri

L.grayi

 
6

L. monocytogenes termasuk golongan bakteri fakultatif anaerobik dan
psikrotrofik yang tumbuh pada kisaran suhu 1 – 44 oC dengan pertumbuhan
optimal pada suhu 35 – 37 oC (Ray 2001). Bakteri ini mampu tumbuh dan
berkembangbiak dalam pangan yang disimpan pada suhu 4 oC selama 12 minggu,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Oleh karena itu listeriosis selalu dihubungkan
dengan konsumsi susu, daging atau sayuran yang telah disimpan pada suhu
refrigerator dalam waktu lama (Anonimus 2005).

log10 bakteri per ml

Waktu Simpan dalam Minggu  

Gambar 2 Pertumbuhan Listeria dalam pangan pada suhu pembekuan
(-20 °C) dan pada suhu refrigerator (4 °C). Diadaptasi dari
Baron’s Medical Microbiology (Anonimus 2005)
Sel L. monocytogenes masih mampu tumbuh dalam susu yang telah
dipasteurisasi pada suhu 71 oC selama 15 detik, susu penuh yang dipasteurisasi
secara komersial dengan HTST serta dalam produk susu seperti es krim, keju,
yogurt dan susu skim (ICMSF 1996; Johansson 1998; Piyasena et al. 1998). Sel
L. monocytogenes masih dapat ditemukan Pada susu pasteurisasi dengan suhu
72 oC selama 15 detik di hari kedua masa penyimpanan dalam suhu 4 oC.
Pertumbuhan sel semakin meningkat setiap hari hingga 2.500 sel per ml pada hari
kelima (Tabel 2).

 
7

Tabel 2 Jumlah sel L. monocytogenes dalam susu yang dipasteurisasi pada suhu
72 °C selama 15 detik yang disimpan pada suhu 4 °C selama 5 hari
(Forsythe dan Hayes 1998)
Hari
0
1
2
3
4
5

Penyimpanan segera
pada suhu 4 °C

Jumlah sel per ml
0
0
40
150
300
2.500

Menurut Fardiaz (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan
mikroorganisme terhadap panas adalah jumlah sel mikroorganisme, umur sel,
suhu pertumbuhan, air, lemak, garam, karbohidrat, nilai pH, protein, senyawa
antimikroba, suhu dan waktu pemanasan.
Berbagai perlakuan dalam proses pengolahan atau pengawetan pangan
ditujukan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel mikroorganisme.
Perlakuan yang diberikan dalam dosis sublethal, yaitu dosis yang tidak
mematikan, dapat mengakibatkan sel mengalami kerusakan sublethal sehingga
menderita cekaman atau sakit.

Pemanasan dapat menyebabkan terjadinya

cekaman atau sakit pada sel mikroorganisme yang terdapat dalam pangan (Fardiaz
1992). Sel disebut mengalami kerusakan sublethal walaupun masih dapat tetap
hidup.

Sel dapat mengalami kerusakan.

Tetapi bila sel masih mempunyai

kemampuan untuk melakukan metabolisme pada kondisi yang tidak menghambat
dan kemudian kembali ke keadaan fisiologi yang normal, maka akhirnya sel
masih dapat tumbuh dan berkembang biak. Mengisolasi mikroorganisme yang
mengalami kerusakan sublethal dengan menumbuhkan di dalam media
penyembuhan dapat memperbaiki kerusakan sel tersebut menjadi tumbuh normal
dan berkembang biak.

Berbagai proses yang terjadi selama penyembuhan

diantaranya regenerasi ribosom yang telah mengalami degradasi, sintesis DNA,
RNA, ATP, enzim, fosfolipid, protein dan sebagainya (Fardiaz 1992).
Smith (1996) menyebutkan bahwa sel L. monocytogenes yang mengalami
kerusakan sublethal dapat disembuhkan dengan suhu 37 °C pada media trpticase
phosphate broth agar (TPBA), sedangkan pada suhu 5 °C dan 12 °C tidak terjadi
proses penyembuhan terhadap sel yang mengalami kerusakan sublethal.

 
8

Menurut FSAI (2005), kemampuan L. monocytogenes bertahan hidup pada
lingkungan sekitar dipengaruhi dua faktor utama yaitu reaksi cekaman secara
umum dan pembentukan lapisan biofilm pada semua permukaan benda
(Gambar 3). Biofilm adalah koloni bakteri yang melekat pada permukaan benda
atau lingkungan dan berlindung dalam mariks extracellular polymeric substances
(EPS) (Donlan dan Costerton 2000). Biofilm tahan terhadap desinfektan dan
dapat

mencemari

pangan.

Menurut

Koutsoumanis

et

al.

(2003),

L. monocytogenes sebenarnya tidak bersifat tahan asam dan tidak dapat tumbuh
pada pH < 4,5–4,6.

Akan tetapi, karena adanya cekaman lingkungan

mengakibatkan kemampuan bakteri untuk bertahan hidup pada suasana asam yang
semakin meningkat.

Biofilm

Gambar 3 Biofilm L. monocytogenes pada peralatan terbuat dari baja.
Gambar oleh Amy Wong (Seok dan Schraft 2000)
Patogenesis
Terdapat dua bentuk gejala klinis yang diakibatkan oleh infeksi
L. monocytogenes yaitu listerial gastroenteritis/gastrointestinal illness (bentuk
saluran pencernaan) dan invasive listeriosis (bentuk invasif).

Pada listerial

gastroenteritis, gejala klinis ditandai dengan mual, muntah, kram perut dan diare
yang akan tampak setelah tertelannya bakteri selama lebih dari 12 jam (Dalton et
al. 1997; Lovett dan Twedt 2004).

Perubahan keasaman lambung akibat

 
9

penggunaan obat-obatan antasida dan cimetidine dapat meningkatkan kepekaan
terhadap infeksi Listeria. Manusia yang menelan sejumlah 1.000 sel
L. monocytogenes akan menimbulkan gejala klinis seperti flu (rasa tidak enak
badan, demam ringan) dan diare. Dilaporkan antara 1 – 10% manusia terinfeksi
tanpa menunjukkan gejala klinis, namun dapat melepaskan L. monocytogenes
melalui feses (Lovett dan Twedt 2004).

Fagositosis Listeria monocytogenes

Fagosom
Lisis fagosom dan
replikasi Listeria
dalam sitosol
F-aktin

Vakuola membran
ganda

Lisis Vakuola

Gambar 4 Tahapan proses invasi dan penyebaran intraseluler L. monocytogenes
(Elseiver 1992)

 
10

Gambar 4 menunjukkan tahapan proses invasive listeriosis, (a) bakteri
menyerang mukosa saluran pencernaan dan berlekatan dengan sel usus dibantu
oleh D-galaktosa yang ada pada permukaan sel bakteri.

Bakteri kemudian

menginvasi makrofag (sel parenkim) dan (b) terperangkap dalam vakuola yang
disebut fagosom, (c) selanjutnya bakteri tersebut menghasilkan toksin LLO, C(PIPLC) dan C(PC-PLC) yang mempunyai kemampuan sitolitik untuk merusak
fagosom agar dapat masuk ke dalam sitoplasma. Ketiga toksin tersebut juga
mencegah pencernaan bakteri oleh enzim hidrolitik yang dihasilkan oleh lisosom,
(d) secara cepat bakteri berkembang biak di dalam sitoplasma dan membentuk
F-aktin, (e) bakteri akan menginvasi sel lain dengan bantuan F-aktin,
mengakibatkan kerusakan sel dan septikemia, Setelah berhasil menginvasi sel
lain, bakteri berada dalam vakuola dengan membran ganda dan (f) melanjutkan
siklus hidupnya dengan terus menginvasi sel lain. Lima hari hingga tiga minggu
setelah tertelan, bakteri ini menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan
kerusakan pada sistem syaraf, jantung, mata, organ lain dan fetus. Infeksi pada
sistem syaraf dapat menimbulkan meningitis, ensefalitis dan abses dengan tingkat
fatalitas hingga 70%. Pada wanita hamil, bentuk ini mengakibatkan aborsi dan
kematian bayi saat dilahirkan dengan rata-rata tingkat kematian sebesar 80%
(Lovett dan Twedt 2004; Pelczar dan Chan 2005).

Data epidemiologi

menunjukkan bahwa invasive listeriosis dapat terjadi sebagai kasus sporadik dan
epidemi. Kematian jarang terjadi pada manusia dewasa dengan kondisi baik.
Namun angka kematian 50% dapat terjadi pada manusia dewasa dengan
kekebalan rendah, kelahiran bayi atau remaja (Lovett dan Twedt 2004).
Kemampuan L. monocytogenes untuk menimbulkan septikemia tergantung
beberapa faktor, seperti jumlah bakteri yang tertelan, status kekebalan tubuh induk
semang dan keganasan galur bakteri yang menginfeksi.

Dilaporkan bahwa

tertelannya sejumlah 100 cfu/g L. monocytogenes yang mencemari pangan dapat
mengakibatkan wabah listeriosis (CAC 2007; Swaminathan 2001).
Penyebaran melalui pangan merupakan penyebaran utama penyakit ini.
Namun infeksi listeriosis dapat pula disebarkan secara vertikal (ibu ke anak)
melalui plasenta, zoonotik melalui kontak langsung antara tangan yang terluka
dengan bahan infeksi dan melalui infeksi di rumah sakit (infeksi nosokomial).

 
11

Kasus Listeriosis pada Manusia
L. monocytogenes penyebab listeriosis ditemukan di Inggris pada tahun
1924 oleh EGD Murray, RA Webb dan BR Swann serta secara terpisah oleh
J Pirie, sebagai penyebab penyakit septikemia pada kelinci dan babi (Boland et al.
2001; Rocourt 1999). Menurut Donnelly (2001), pertama kali mikroorganisme ini
dikenal dengan nama Bacterium monocytogenes, yang menyebabkan lesi pada
hati kemudian disebut dengan Listeria hepatolitica, yang pada akhirnya tahun
1940 ditetapkan dengan nama Listeria monocytogenes. Nama Listeria diberikan
untuk menghormati seorang Dokter ahli bedah Inggris, Joseph Lister .
Kasus listeriosis pada manusia pertama kali dilaporkan terjadi pada
tentara penderita meningitis di akhir Perang Dunia ke-1. Semenjak itu, listeriosis
merupakan penyakit yang ditularkan melalui pangan (foodborne disease) yang
mendapat perhatian khusus dalam kesehatan masyarakat.

Tingkat kematian

penyakit ini lebih dari 25% pada kelompok beresiko, seperti wanita hamil dan
individu dewasa dengan status kekebalan rendah.
mencapai 50% pada bayi.

Tingkat kematian dapat

Tingkat fatalitas dilaporkan sekitar 20-30%.

(Allerberger 2003; Anonimus 2005; Gilbert et al. 1989).
Selama tiga dekade terakhir, di beberapa negara industri dilaporkan terjadi
peningkatan masalah keamanan pangan dan setiap tahun dilaporkan hingga 10%
atau lebih populasi manusia terjangkit foodborne disease. Hal yang sama berlaku
juga di negara berkembang dan menjadi serius bila diakhiri kematian.
Perkembangan industri diikuti peningkatan urbanisasi telah merombak sistem
pengiriman

pangan

yang

mengakibatkan

peningkatan

produksi

pangan.

Beredarnya pangan melalui perdagangan internasional seiring dengan era
globalisasi dan liberalisasi meningkatkan resiko penyebaran penyakit menular.
Selain itu tingginya jumlah produksi yang tidak sebanding dengan lingkungan dan
pengetahuan yang kurang dalam penanganan pangan pada sebagian karyawan
yang terlibat dalam industri pangan dapat meningkatkan cemaran pada bahan
pangan.

Pengawasan ketat pada titik kendali kritis bagian pengolahan dan

pengemasan pangan merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan terjadinya
foodborne disease (Kaferstein 1997).

 
12

Pada manusia, listeriosis merupakan penyakit yang timbul secara sporadik,
namun telah dilaporkan terjadi epidemi di beberapa negara.

Data FoodNet

Amerika Serikat menunjukkan bahwa Listeria merupakan bakteri patogen kedua
setelah Salmonella yang menyebabkan foodborne disease di Amerika Serikat
dengan perkiraan jumlah kasus 28% per tahun. Bakteri patogen lain yang
bertanggungjawab atas foodborne disease adalah Shigella, Campylobacter dan
E. coli O157:H7 (Mead et al. 1999).

Di Amerika Serikat terjadi 32 kali wabah

penyakit listeriosis pada periode tahun 1973-1992 yang disebabkan oleh memakan
keju lunak yang tidak mengalami pasteurisasi terlebih dahulu.

Pada wabah

tersebut dilaporkan terjadi 58 kematian dari 1.700 manusia terinfeksi. Wabah di
California, tahun 1985, merupakan wabah terbesar dengan jumlah 48 kematian
dari 142 manusia dewasa terinfeksi, terdiri atas 93 wanita hamil dan 49 manusia
dewasa lainnya.

Tingkat fatalitas kedua kelompok tersebut, masing-masing

sebesar 32% (Anonimus 2005; Jay 2000). Tahun 1981, dilaporkan terjadi wabah
listeriosis di Kanada dengan jumlah 34 wanita hamil dan 23 bayi yang baru
dilahirkan terinfeksi. Tingkat kematian pada wabah tersebut mencapai 30% pada
77 manusia dewasa beresiko. Wabah tersebut berhubungan dengan konsumsi
selada lokal (Anonimus 2005).
Sampai saat ini laporan mengenai gejala penyakit yang disebabkan oleh
L. monocytogenes melalui makanan di Indonesia belum ada. Namun data dari
negara Malaysia mengenai pencemaran bakteri ini pada berbagai produk pangan
dapat menjadi gambaran bahwa bakteri ini bukannya tidak mungkin masuk dan
mencemari makanan di Indonesia.

Iklim dan kebiasaan makan penduduknya

hampir sama dengan di Indonesia. Hasil survei di Malaysia menunjukkan 43 %
tercemar L. monocytogenes setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 234 contoh
pangan mentah dan siap saji (Arumugaswamy et al. 1994).

Sumber Cemaran Listeria monocytogenes pada Pangan
L. monocytogenes dapat ditemukan pada lingkungan, seperti debu, tanah,
air laut dan tawar, tanaman, hewan liar dan domestik, makanan hewan termasuk
silase, limbah rumah potong hewan, selokan dan sedikit ditemukan pada feses
(Donnelly 2001; Garbutt 1997). L. monocytogenes juga ditemukan pada buah-

 
13

buahan, susu mentah, keju, daging, produk daging, hot dog yang tidak dimasak,
ikan, rennet, daging unggas, ayam masak yang disimpan pada suhu dingin, ayam
masak siap saji, susu pasteurisasi dan produk susu lainnya (Garbutt 1997).
Hewan ternak terinfeksi L. monocytogenes dengan menunjukkan gejala
listeriosis akan melepaskan L. monocytogenes melalui susu, darah dan fesesnya.
Loken et al. (1982) dalam Donelly 2001), melaporkan adanya pelepasan sel
L. monocytogenes yang tinggi pada susu yang dihasilkan oleh sapi dan domba
terinfeksi tanpa disertai gejala klinis. Menurut Sanjaya et al. (2007), cemaran
mikroba pada susu dapat terjadi pada ambing, alat penampung susu, alat
penyimpan susu, transportasi, industri pengolahan dan konsumen.
Sumber cemaran L. monocytogenes pada susu dan produknya dapat
ditemukan pada rantai pengolahan, termasuk susu mentah, lingkungan, peralatan,
alat pengemas, pengelolaan sampah, pengendali hewan pengganggu hingga
higiena karyawan yang terlibat (Lovett dan Twedt 2004).

Faktor-faktor Pendukung Pertumbuhan Listeria monocytogenes
Berikut ini merupakan faktor-faktor dalam produk pangan yang tidak
mendukung pertumbuhan L. monocytogenes (Henning dan Cutter 2001):
a. Water activity (aw) minimum 0,92.
b. pH kurang dari 4,39 pada suhu 75 0 F.
c. aw 0,85 dan pH 4,6 yang selalu berpengaruh pada kestabilan produk namun
tidak merupakan batas pertumbuhan untuk L. monocytogenes.
d. Pangan dalam kemasan tertutup yang disucihamakan secara komersial dan
disimpan dalam refrigerator (aseptik)
e. Pada pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan adanya pertumbuhan
L. monocytogenes
f. Produk pangan tidak mendukung pertumbuhan mikroba
L. monocytogenes memiliki toleransi terhadap garam dan dapat tumbuh
dalam kadar larutan NaCl hingga 10%. Menurut Sutherland et al. (2003) mikroba
ini mempunyai kemampuan bertahan hingga delapan minggu dalam 20% NaCl.
Ryser (1999) melaporkan kemampuan pertumbuhan L. monocytogenes dalam

 
14

larutan garam dapat meningkat secara dramatis dengan penurunan suhu
penyimpanan.
Pengaruh listerisidal dari pengawetan sangat dipengaruhi oleh suhu, pH,
kandungan garam, aw dan tipe serta kandungan makanan tambahan dalam pangan.
Kemampuan potassium sorbat dalam mencegah pertumbuhan L. monocytogenes
sangat tergantung pada suhu penyimpanan dan pH media. Semakin rendah suhu
penyimpanan dan pH media, semakin tinggi efektifitas potassium sorbat
menghambat pertumbuhan L. monocytogenes. Sodium benzoat mempunyai daya
hambat lebih besar dibandingkan potassium sorbat atau sodium propionat.
Hambatan dan inaktivasi L. monocytogenes pada bahan pangan oleh sodium
benzoat dipengaruhi beberapa faktor, seperti suhu, kadar larutan asam benzoat dan
pH.

Efektifitas

asam

benzoat

dalam

menghambat

pertumbuhan

L. monocytogenes semakin tinggi bila diinkubasi pada suhu yang lebih tinggi.
Kandungan asam benzoat yang tinggi juga akan mempercepat proses inaktivasi
bakteri bila dibandingkan dengan kandungan yang rendah. Sedangkan proses
inaktivasi oleh asam benzoat akan semakin cepat pada pH rendah, seperti
penggunaan asam untuk menyesuaikan media pertumbuhan (Ryser 1999).

Susu Ultra High Temperature (UHT)
Menurut SNI 01-3141-1998 tentang baku mutu susu segar (fresh milk),
susu merupakan cairan yang berasal dari ambing ternak perah sehat dan bersih
yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar sesuai ketentuan yang berlaku,
yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan
belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan. Sedangkan susu
hasil olahan adalah susu yang telah mengalami proses pengolahan sehingga
mengalami perubahan bentuk menjadi bentuk cair, bubuk, condensed (kental) atau
padat.
Definisi susu UHT menurut SNI 01-3950-1998, adalah produk susu yang
diperoleh dengan cara mensucihamakan susu minimal pada suhu 135 oC selama
dua detik dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan, serta dikemas secara aseptik. Batas cemaran mikroba
pada susu UHT yang dihitung dengan angka lempeng total dipersyaratkan

 
15

berjumlah 0 koloni/g baik untuk susu UHT tawar maupun yang diberi zat
penyedap cita rasa (Tabel 3).

Tabel 3 Spesifikasi persyaratan mutu susu UHT menurut SNI 01-3950-1998
No

Jenis Uji

1.
1.1.
1.2.
1.3.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
7.1.
7.2.
7.3.
7.4.
7.5.
8.
9.
9.1.

Keadaan
Warna
Bau
Rasa
Protein (Nx6,37)
Lemak
Bahan Kering Tanpa Lemak
Total padatan
Pewarna tambahan
Cemaran Logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Cemaran arsen
Cemaran mikroba
Angka Lempeng Total

*) Jenis

A
B

=
=

Persyaratan

Satuan

Jenis A*)

Jenis B*)

%, b/b
%, b/b
%, b/b
-

Khas, normal sesuai label
Khas, normal sesuai label
Khas, normal sesuai label
Min. 2,7
Min. 3,0
Min. 80
Tidak dipersyaratkan
Tidak dipersyaratkan

Khas, normal sesuai label
Khas, normal sesuai label
Khas, normal sesuai label
Min. 2,4
Min. 2,0
Tidak dipersyaratkan
Min. 12
Sesuai SNI 01-0222-1998

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

Maks. 0,30
Maks. 20,0
Maks. 40,0
Maks. 40,0
Maks. 0,03
Maks. 0,10

Maks. 0,30
Maks. 20,0
Maks. 40,0
Maks. 40,0
Maks. 0,03
Maks. 0,10

0

0

koloni/g

susu UHT tawar
susu UHT yang diberi zat penyedap citarasa

Menurut Bylund (1995), pemanasan UHT untuk membunuh bakteri dalam
pangan digunakan sebagai teknik pengawetan pangan bentuk cair dengan suhu
135 - 140 oC selama beberapa detik. Anonimus (1997) menyebutkan bahwa UHT
merupakan proses pemanasan susu di atas 100 oC dan dikemas secara aseptik,
sehingga setelah inkubasi kurang lebih selama 14 hari pada suhu 30 ± 1 oC, susu
dapat terbebas dari mikroba pembusuk. Teknik UHT

merupakan teknik

pemanasan dalam sistem tertutup yang dilakukan dalam waktu cepat diikuti oleh
pendinginan. Terdapat dua metode teknik UHT, yaitu pemanasan tidak langsung
disertai pendinginan melalui perantara panas (indirect heating) dan pemanasan
susu dengan aliran panas secara langsung (direct heating) (Bylund 1995). Teknik
UHT pada susu telah dilakukan secara ekstensif di negara Eropa daripada
Amerika Serikat. Pemanasan UHT ditujukan untuk membunuh seluruh mikroba
baik pembusuk maupun patogen (Bylund 1995; Fraizer dan Westhoof 1988).
Proses UHT pada susu diawali dengan pemerahan susu sapi secara aseptik,
kemudian mengalirkan ke tangki pendingin dengan alat pompa. Tangki pendingin

 
16

akan mempercepat susu mencapai suhu dingin melalui pengadukan mekanis.
Pada umumnya setelah itu, susu disimpan selama tiga hari di peternakan sebelum
dikirimkan ke industri pengolahan susu. Langkah selanjutnya adalah klarifikasi
dengan memusingkan susu di dalam mangkuk klarifikasi untuk membersihkan
susu dari debu dan kotoran serta kemungkinan adanya mikroba.

Proses

pemisahan dilakukan dengan menghangatkan susu pada suhu 35-40 oC untuk
melarutkan lemak susu.

Susu kemudian dipusingkan untuk mempercepat

pemisahan lemak. Susu tanpa lemak tersebut kemudian distandarisasi dengan
mencampur krim atau skim susu untuk mendapatkan kandungan lemak yang
diinginkan. Tahapan selanjutnya adalah proses pasteurisasi yang diikuti oleh
homogenisasi untuk mengurangi globula lemak sehingga dihasilkan bentuk dan
ukuran lemak yang sama. Pengemasan merupakan tahapan akhir sebelum susu
pasteurisasi disalurkan. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 5 (Bylund 1995;
Scott 2008).
Perlakuan sterilisasi pada susu hampir sama dengan UHT namun dengan
suhu lebih tinggi dan dalam waktu lama. Istilah sterilisasi pada susu adalah
sterilisasi komersial dengan masih ditemukannya sejumlah mikroba. Pada industri
pengalengan, sterilisasi komersial adalah tindakan pemanasan pada produk
pangan dalam kaleng. Proses aseptik digunakan secara terpisah antara sterilisasi
produk dan pengemasan.

Produk yang telah steril kemudian dimasukkan ke

dalam kemasan steril melalui sistem pengemasan yang steril pula (Scott 2008).
Perlakuan pemanasan susu dapat mempengaruhi kandungan nutrisi dan
cita rasa susu.

Kandungan lemak, laktosa dan garam mineral tidak banyak

mengalami perubahan setelah susu dipanaskan, namun berbeda dengan protein
dan vitamin (Bylund 1995).

Mikroba Susu dan Pengendaliannya
Mikroba patogen yang dapat ditemukan dalam susu adalah Mycobacterium
bovis, Brucella spp., Salmonella spp., Campylobacter,

L.

monocytogenes,

E. coli, Y. enterocolitica, S. aureus dan B. cereus (Garbutt 1997).

Menurut

Bylund (1995), mikroba pada susu dapat dikatagorikan sebagai bakteri asam
laktat, koliform, asam butirat, asam propionat dan bakteri pembusuk. Bakteri

 
17

asam laktat, koliform, asam butirat (Clostridium sp.) dan asam propionat
(Lactobacillus sp.) merupakan bakteri anaerob yang rata-rata mati pada suhu
pasteurisasi. Perlakuan UHT pada susu diharapkan dapat membunuh mikroba
mesofilik dan termofilik berspora tahan panas, baik aerob maupun anaerob
(Westhoff 1981).

Pemerahan

Pengaliran

Pendinginan
dan Agitasi

Pengiriman

Klarifikasi

Separasi dan
Standarisasi

Pasteurisasi 

HTST

UHT

Homogenisasi

Pengemasan
dan Distribusi

Gambar 5 Proses pengolahan susu UHT (Gillis 2005)

 
18

Wabah foodborne disease yang terkait dengan susu pasteurisasi
dihubungkan dengan ditemukannya Campylobacter spp., Salmonella spp., E. coli
O157:H7, L. monocytogenes dan Yersinia spp. Wabah ini biasanya terjadi karena
proses pasteurisasi yang kurang baik dan atau adanya cemaran pasca pasteurisasi
(ICMSF 1998). Proses pasteurisasi juga tidak dapat merusak enterotoksin seperti
yang diproduksi oleh S. aureus (ICMSF 1998).
Pasteurisasi dapat merusak beberapa mikroba pembusuk yang ada pada
susu mentah, khususnya psikrotropik yang berkembangbiak pada suhu rendah.
Setelah pasteurisasi produk susu masih mengandung sejumlah mikroba
termodurik, seperti Micrococcus dan Enterococcus dan mikroba asam laktat.
Oleh karena itu susu pasteurisasi mempunyai masa simpan yang terbatas. Masa
simpan susu pasteurisasi berkisar antara 7–14 hari dan beragam menurut musim.
Mikroba dan spora yang dapat bertahan pada perlakuan sterilisasi tidak
dapat berkembang pada keadaan normal penyimpanan (Hersom dan Hulland
1980). Suhu dan kombinasi waktu sterilisasi untuk produk susu berkisar antara
105-120 oC selama 10-40 menit (Hinriches dan Rademacher 2003). Baik susu
UHT maupun sterilisasi dapat merusak endospora bakteri (Deeth dan Datta 2003).
Kedua produk susu tersebut dapat disimpan tanpa pendinginan dalam jangka
waktu tertentu.
Beberapa wabah foodborne disease yang berhubungan dengan susu
pasteurisasi dikarenakan cemaran pada saat proses pasteurisasi atau pasca
pasteurisasi (ICMSF 1998). Pada susu mentah dan susu pasteurisasi dilaporkan
adanya cemaran yang berasal dari tempat pengumpul dan proses pasca
pasteurisasi. Sumber pencemaran di peternakan sapi perah adalah air peternakan
dan pabrik, ember susu, mesin perah, kaleng penampung susu, cairan pencuci
tangan pemerah, cairan pencuci tangan pekerja lain, peralatan pasteurisasi,
peralatan pengemasan, bahan kemasan, tempat penyimpan dari kayu dan saringan
contoh (Prejit et al. 2007). Pertumbuhan mikroba dapat diperkecil dan dihindari
dengan mengawasi secara ketat titik kendali kritis yang memberikan kemungkinan
mikroba mencemari susu pasca pasteurisasi seperti proses pendinginan,
pasteurisasi, pengisian dan pengemasan serta penyimpanan (Gambar 6).

 
19

Susu sapi

#CCP1

Pengumpul susu

*CCP2

Pengiriman
Susu dingin

#CCP3

Pasteurisasi
Susu setelah pemanasan
Susu pasteurisasi
Pengemasan

#CCP4
#CCP5
*CCP6

Penyimpanan dingin

#CCP7

Pemasaran
Gambar 6 Titik kendali kritis pada proses pengolahan susu
(Prejit et al. 2007)
*Poin cemaran mayor
#Poin cemaran minor
CCP
CCP1
CCP2
CCP3
CCP4
CCP5
CCP6
CCP7

=
=
=
=
=
=

Critical Control Point (Titik Kendali Kritis)
Higiena pemerah, hewan dan proses pemerahan
Pengendali sanitasi alat dan lingkungan
Kestabilan suhu pendinginan dan mutu pengumpul susu yang baik
Persiapan suhu pemanasan, higiene peralatan
Pengendali sanitasi dan kebersihan alat pasteurisasi HTST secara
periodik
= Bahan kemasan yang aseptik, higiene lingkungan dan peralatan
pengemas
= Pemeliharaan suhu pendinginan, meminimalisir pencemaran pasca
pasteurisasi

 
20

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Bagian Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan – Institut Pertanian Bogor pada bulan
Agustus sampai dengan September 2008.

Bahan dan Alat Penelitian
Susu UHT Impor
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu UHT yang
diimpor ke Indonesia.

Bahan Media dan Reagen
Bahan kimia yang digunakan listeria enrichment broth (LEB, CM 0862,
Oxoid, England), oxford agar (OXA, CM 0856, Oxoid, England), trypticase soy
agar dengan yeast extract (TSAye, Difco TM, USA), tryptone soya broth dengan
yeast extract (TSBye, Bacto TM-Difco, USA), media semisolid yaitu sulfide,
indol, motility (SIM), kalium hydroxide (KOH) 3%, pereaksi hydrogen peroxide
(H2O2)

3%,

gula-gula

mannitol,

xylosa,

rhamnosa,

pewarnaan

Gram,

Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan ammonium sulfat ([NH4]2 SO4), media
agar darah