Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal Pada Perikanan Dogol Di Perairan Selat Sunda.

PENGELOLAAN MULTISPESIES SUMBER DAYA IKAN
DEMERSAL PADA PERIKANAN DOGOL
DI PERAIRAN SELAT SUNDA

SELVIA OKTAVIYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Multispesies
Sumber Daya Ikan Demesal pada Perikanan Dogol di Perairan Selat Sunda adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Selvia Oktaviyani
NRP C252130486

RINGKASAN
SELVIA OKTAVIYANI. Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal
pada Perikanan Dogol di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh MENNOFATRIA
BOER dan YONVITNER.
Dogol merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan untuk
menangkap ikan di Perairan Selat Sunda. Pada umumnya, ikan-ikan tersebut
didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten. Operasi
penangkapan yang dilakukan sepanjang tahun dengan intensitas penangkapan
yang cukup tinggi akan memberikan tekanan terhadap kelestarian sumber daya
ikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi hasil tangkapan
dogol, status ekploitasi dan tingkat eksploitasi optimal serta mengidentifikasi
alternatif pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan
dogol di Perairan Selat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga

Juli 2014 di PPP Labuan, Banten. Data yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri atas data primer (yang diperoleh melalui wawancara dan kuisioner kepada
nelayan dan stakeholder lain) dan data sekunder (data statistik perikanan tangkap
DKP Kabupaten Pandeglang). Analisis data meliputi catch per unit effort (CPUE),
revenue per unit effort (RPUE), estimasi parameter biologi, estimasi parameter
ekonomi, estimasi keuntungan ekonomi, model optimasi (statik dan dinamik),
analisis laju degradasi dan laju depresiasi, analisis participatory fishing ground
mapping dan analisis stakeholder.
Komposisi hasil tangkapan dogol sangat beragam (multispesies), yang
terdiri atas ikan demersal, ikan pelagis dan cumi-cumi. Ikan demersal merupakan
kelompok ikan yang paling banyak tertangkap, seperti ikan kurisi, biji nangka,
sebelah, peperek dan tigawaja. Daerah tangkapan ikan-ikan tersebut berada di
sekitar Perairan Selat Sunda seperti Teluk Labuan, Pulau Papole, Pulau Rakata,
Pulau Panaitan, Pulau Sebesi, Pulau Carita, Pulau Sebuku, Pulau Rakata Kecil,
Pulau Anak Rakata dan Tanjung Lesung. Musim puncak penangkapan terjadi
sekitar bulan Juli hingga November, sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan
Desember hingga Januari dan sisanya dianggap musim sedang. Status eksploitasi
multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol adalah eksploitasi
penuh (fully exploited) dan tingkat eksploitasi optimal berada pada kondisi
Maximum Economic Yield (MEY) dengan nilai hasil tangkapan 1 526 ton, 13 443

trip serta keuntungan sebesar Rp. 10 949 020 000. Berdasarkan hasil analisis
stakeholder, nelayan merupakan pelaksana atau pemain utama dalam pengelolaan
multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat
Sunda. Bebarapa alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan adalah pembatasan
upaya penangkapan dan kuota hasil tangkapan, peningkatan ukuran mata jaring,
menerapkan sistem “reward and punishment” dan membangun kerjasama antar
stakeholders.
Kata kunci: Dogol, pengelolaan, PPP Labuan, sumber daya ikan demersal, Selat
Sunda

SUMMARY
SELVIA OKTAVIYANI. Management Resources of Multispecies Demersal Fish
on Dogol Fisheries in the Sunda Strait. Supervised by MENNOFATRIA BOER
and YONVITNER.
Dogol is one of the fishing gears to catch fish in Sunda Strait. Mostly,
those fish were landed in Coastal Fishing Port (PPP) Labuan, Banten. Fishing
operation carried out throughout the year with a high fishing intensity will gave a
pressure on the sustainability of fisheries resources. The purpose of this study is to
know the composition of dogol catches, determine the exploitation status and the
optimal exploitation as well as identifying alternative management resources of

multispecies demersal fish on dogol fisheries in Sunda Strait. This study was
conducted in February until July 2014 in Coastal Fishing Port (PPP) Labuan,
Banten. Data used in this study consisted of primary data (was obtained through
interviews and questionnaires to fishermen and other stakeholder) and secondary
data (statistic from DKP Pandeglang). Analysis data consisted of the catch per
unit effort (CPUE), revenue per unit effort (RPUE), biological parameters,
economic parameters, economic rent, optimation model (static and dynamic),
degradation and depretiation rate analysis, participatory fishing ground mapping
analysis analysis and stakeholder analysis.
Composition of dogol cathes was varies (multispecies), consisted of
demersal fish, pelagic fish and squids. Demersal is fish group that dominan
catched, as threadfin bream, goatfish, ponyfish, flatfish and drums. Its fishing
ground are in the waters around the Sunda Strait, such as Labuan Bay, Papole
Island, Rakata, Panaitan Island, Sebesi Island, Carita Island, Sebuku Island, Small
Rakata Island, Anak Rakata Island and Lesung Cape. Peak fishing season is
occurred around July to November, meanwhile famine season is on DecemberJanuary and the rest is moderate season. Exploitation status of dogol catches were
fully exploited and optimal exploitation rate is at Maximum Economic Yield
(MEY) condition with the value of the catch 1 526 tonnes, 13 443 trips as well as
a profit of Rp. 10 949 020 000. Based on the results of the stakeholder analysis,
fisherman is the executor or player for the management resources of multispecies

demersal fish on dogol fisheries in Sunda Strait. Several management alternative
that can be done are the restriction of fishing effort and catches quota, increase in
mesh size, implementing a system of "reward and punishment" and build
cooperation among stakeholders.
Keywords: Dogol, management, PPP Labuan, demersal fish, Sunda Strait

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN MULTISPESIES SUMBER DAYA IKAN
DEMERSAL PADA PERIKANAN DOGOL
DI PERAIRAN SELAT SUNDA


SELVIA OKTAVIYANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Zairion, MSc

Judul Tesis

:

Pengelolaan


Multispesies Sumber Daya

Nama

: Selvia Oktaviyani

NIM

: C252130486

lkan

Demersal pada

Perikanan Dogol di Perairan Selat Sunda

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA

Dr

i

MSi

Anggota

Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumber daya
Pesisir dan Lautan

セ@


Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 20 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

1 5 OCT 201�

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul “Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal
pada Perikanan Dogol di Perairan Selat Sunda”. Pelaksanaan penelitian dan
penyusun karya tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karenanya
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis menjadi mahasiswa S2 sinergi sekolah pascasarjana IPB.

2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan atas bantuan penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan dan Kode Belanja
(APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak: 2013.089.521219,
Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan
judul “ Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumber Daya Ikan
Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi
Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA
(sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi (sebagai anggota
peneliti).
3. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr Yonvitner, SPi MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dan saran sehingga karya ilmiah ini dapat
terselesaikan.
4. Dr Ir Zairion, MSc selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Achmad
Fahrudin, MSi selaku ketua program studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (SPL) yang telah memberikan saran dan koreksi dalam
penyempurnaan karya ilmiah ini.
5. Bapak dan ibu staff pengajar serta staff administrasi pada program studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) yang telah banyak
membantu selama penulis menempuh masa studi.
6. Ayah, ibu dan seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan
semangatnya.
7. Seluruh teman-teman MSP 46, SPL 2012, Agus Setiawan, dan temanteman BOPTN 2013 atas doa, kerja sama, bantuan dan semangat kepada
penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2015

Selvia Oktaviyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengumpulan Data
Prosedur Analisis Data

vi
vi
vii
1
1
2
3
3
3
5
5
5
6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

17
17
34

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

41
41
41

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

42
47
58

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Rangkuman kebutuhan dan analisis data
Rumus perhitungan kondisi pengelolaan sumber daya ikan model statik
Ukuran kuantitatif terhadap pengaruh dan kepentingan stakeholder
Jumlah dan nilai hasil tangkapan dogol pada tahun 2013
Paremeter biologi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol
Biaya penangkapan rill sumber daya ikan demersal pada perikanan
dogol
Harga rill sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol
Rata-rata keuntungan ekonomi sumber daya ikan demersal pada
perikanan dogol
Nilai hasil tangkapan (ton), upaya (trip), dan keuntungan (Juta Rp)
sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol
Nilai hasil tangkapan (ton), upaya (trip), dan keuntungan (Juta Rp)
sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol

6
13
16
21
24
25
25
29
30
31

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Kerangka pemikiran penelitian
Lokasi Penelitian
Matriks pengaruh dan kepentingan
Komposisi alat tangkap di Selat Sunda tahun 2013
Upaya tangkap (effort) di Selat Sunda tahun 2004-2013
Hasil tangkapan dogol di Selat Sunda tahun 2004-2013
CPUE dogol di Selat Sunda tahun 2004-2013
Rata-rata komposisi hasil tangkapan dogol tahun 2004-2013
Perkembangan hasil tangkapan ikan kurisi, biji nangka, peperek,
sebelah dan tigawaja tahun 2004-2013
Perkembangan hasil tangkapan ikan kurisi (a), biji nangka (b), sebelah
(c), peperek (d) dan tigawaja (e)
Dinamika CPUE dan RPUE ikan kurisi (a), biji nangka (b), sebelah (c),
peperek (d) dan tigawaja (e)
Laju degradasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol
Laju depresiasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol
Matriks pengaruh dan kepentingan stakeholder
Pemetaan partisipatif daerah penangkapan armada dogol

4
5
17
18
19
20
20
22
23
23
27
32
32
33
35

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil tangkapan dan upaya tangkap dogol
2. Hasil tangkapan dogol di Perairan Selat Sunda
3. Hasil tangkapan dan upaya tangkap sumber daya ikan demersal pada

47
47

perikanan dogol
Catch per Unit Effort (CPUE) dan Revenue per Unit Effort (RPUE)
Contoh perhitungan parameter biologi pada ikan biji nangka
Proporsi biaya penangkapan pada tahun 2013
Hasil tangkapan aktual dan lestari sumber daya ikan demersal pada
perikanan dogol
Koefisien degradasi sumber daya ikan yang tertangkap dogol
Keuntungan ekonomi aktual dan lestari sumber daya ikan demersal
pada perikanan dogol
Koefisien depresiasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol
Variabel penilaian pengaruh stakeholder
Variabel penilaian kepentingan stakeholder
Nilai pengaruh dan kepentingan dalam analisis stakeholder
Kuisioner

48
48
49
50

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

50
50
51
51
52
52
53
53

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perairan Selat Sunda merupakan salah satu perairan di Indonesia yang
memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Perairan ini memiliki luas sebesar
5 618 km² dan termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indonesia 572 (WPP RI 572) bersama Perairan Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera. Estimasi potensi sumber daya ikan di kawasan ini mencapai 565 200
ton/tahun dengan proporsi 85% untuk ikan pelagis, 12% ikan demersal dan 3 %
untuk udang, ikan karang, cumi-cumi dan lobster (Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap 2011). Salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan Perairan
Selat Sunda adalah Kabupaten Pandeglang. Kabupaten ini terletak di ujung barat
Provinsi Banten dengan luas Perairan sebesar 1 702 km² dan memiliki garis
pantai sepanjang 230 km. Batas administrasi bagian barat Kabupaten Pandeglang
adalah Selat Sunda, Kabupaten Lebak di bagian timur, Kabupaten Serang di
bagian utara dan di bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.
Kabupaten Pandeglang dikatakan sebagai salah satu pusat produksi perikanan di
Provinsi Banten karena letaknya yang strategis dengan dua perairan potensial
yaitu Selat Sunda dan Samudera Hindia (Irhamni 2009). Dalam rangka
mengembangkan potensi perikanan tangkapnya, Kabupaten ini dilengkapi oleh
satu pelabuhan yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan. Menurut
Rahardjo et al. (1999), pelabuhan ini disebut sebagai sentra pengembangan
komoditas unggulan perikanan laut di wilayah Perairan Selat Sunda.
Dogol merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan untuk
menangkap ikan di Perairan Selat Sunda. Alat tangkap ini merupakan jenis pukat
tarik yang dioperasikan dengan bantuan kapal (Kepmen KP No 6 Tahun 2011).
Jumlah upaya tangkap dogol pada tahun 2013 mencapai 16 793 trip dengan hasil
tangkapan sebesar 2 617.3 ton atau 11,2% dari total hasil tangkapan ikan (DKP
Kabupaten Pandeglang 2014). Ikan-ikan yang tertangkap menggunakan dogol
sangat beragam, terdiri atas ikan demersal, ikan pelagis, udang-udangan dan cumicumi. Pada tahun 2013, jumlah hasil tangkapan dogol didominasi oleh ikan
demersal dengan nilai lebih dari 62% dari keseluruhan hasil tangkapan dogol
(DKP Kabupaten Pandeglang 2014).
Upaya tangkap dogol di Perairan Selat Sunda cenderung mengalami
peningkatan sejak tahun 2006 (Lampiran 1). Hal ini disebabkan oleh sumber daya
ikan yang dianggap sebagai barang milik bersama (common property) dengan
pemanfaatan yang bersifat terbuka (open access), sehingga kegiatan penangkapan
ikan dilakukan secara bebas tanpa ada batasan. Selain itu, tingginya permintaan
pasar akan sumber daya ikan juga ikut memicu peningkatan tersebut. Keadaan
seperti ini jika tidak dikelola dengan baik, maka akan mengancam kelestarian
sumber daya ikan.
Seperti halnya sektor ekonomi lain, perikanan juga merupakan salah satu
aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap masyarakat, termasuk nelayan
yang menangkap ikan di Perairan Selat Sunda. Hal ini mendorong perlunya
pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya ikan guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nelayan. Menurut Hillborn (2007), bahwa dalam suatu

2
pengelolaan perikanan hendaknya dapat memadukan berbagai macam aspek,
seperti aspek biologi, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan suatu analisis terhadap sumber daya ikan demersal pada perikanan
dogol dengan mempertimbangkan aspek biologi, ekonomi dan sosial melalui
keterlibatan stakeholder. Mengingat sumber daya ikan yang ditangkap oleh dogol
sangat beragam atau bersifat multispesies, maka dalam penelitian ini diterapkan
suatu analisis bioekonomi yang berorientasi pada banyak spesies. Diharapkan,
informasi yang dihasilkan dapat memberikan alternatif pengelolaan multispesies
sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda yang
lebih tepat dan berkelanjutan.

Perumusan Masalah
Pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Banten masih terkonsentrasi
di sekitar Perairan Selat Sunda. Pada tahun 2013 jumlah armada penangkapan
ikan yang beroperasi cukup besar yakni 1 296 unit dengan jenis alat tangkap yang
digunakan sangat beragam (DKP Pandeglang 2014). Setidaknya ada sebelas alat
tangkap yang tercatat digunakan nelayan untuk menangkap ikan di Selat Sunda,
salah satunya adalah dogol. Lampara dasar dan cantrang juga dikategorikan
sebagai dogol oleh DKP Kabupaten Pandeglang. Ketiganya merupakan jenis
pukat tarik berkapal yang memiliki hasil tangkapan dominan berupa ikan
demersal.
Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
No 45 Tahun 2011, sumber daya ikan demersal di WPP 572 berada dalam
kategori esploitasi penuh (fully exploited) dengan estimasi potensi sebesar 68 900
ton atau sekitar 12% dari total estimasi potensi sumber daya ikan. Kategori ini
menggambarkan keadaan dimana stok sumber daya sudah tereksploitasi
mendekati nilai MSY nya. Pada kondisi fully exploited, peningkatan upaya
tangkap sangat tidak dianjurkan walaupun jumlah tangkapan masih bisa
meningkat karena akan mengganggu kelestarian sumber daya ikan dan CPUE
akan menurun (Destilawati 2012). Sumber daya perikanan memiliki kemampuan
untuk dapat memperbaiki diri (renewable), namun apabila dimanfaatkan melebihi
batas kelestariannya akan menyebabkan tangkap lebih. Kondisi tangkap lebih
(overfishing) biasanya didasarkan pada rasio penangkapan yang telah melebihi
jumlah Maximum Sustainable Yield (MSY) yang telah disepakati (Guillen et al.
2013). Adanya tekanan penangkapan yang tinggi ditambah dengan kerusakan
lingkungan di wilayah pesisir, membuat kekhawatiran terjadinya degradasi dan
depresiasi sumber daya ikan semakin besar.
Usaha perikanan tangkap masih menimbulkan permasalahan lain yaitu
terkait aspek ekonomi. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan secara intensif
oleh nelayan dianggap tidak memberikan keuntungan ekonomi yang optimum
sehingga belum dapat meningkatkan taraf hidup nelayan. Keuntungan ekonomi
yang optimal tercapai apabila terjadi efisiensi upaya tangkap dan biasanya terjadi
pada kondisi Maximum Economic Yield (MEY). Kegiatan penangkapan yang telah
melebihi MSY dan MEY akan mengarah pada hilang atau berkurangnya produksi
dan keuntungan ekonomi dari kegiatan perikanan (Guillen et al. 2013). Selain
permasalahan terkait biologi dan ekonomi, terdapat permasalahan lain yaitu pada

3
aspek sosial. Konflik antar stakeholder juga kerap muncul dalam usaha perikanan
tangkap sebagai dampak kurangnya koordinasi dan kerja sama diantara masingmasing stakeholder. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang akan
dikaji pada penelitian ini diantaranya adalah:
1. Apa saja komposisi hasil tangkapan dogol di Perairan Selat Sunda?
2. Bagaimana status eksploitasi sumber daya ikan demersal pada perikanan
dogol di Perairan Selat Sunda?
3. Bagaimana tingkat eksploitasi optimal sumber daya ikan demersal pada
perikanan dogol dengan menggunakan model bioekonomi?
4. Bagaimana alternatif pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal
pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui komposisi hasil tangkapan ikan yang tertangkap dogol di
Perairan Selat Sunda
2. Mengetahui status eksploitasi sumber daya ikan demersal pada perikanan
dogol di Perairan Selat Sunda.
3. Mengetahui tingkat eksploitasi optimal sumber daya ikan demersal pada
perikanan dogol dengan menggunakan model bioekonomi.
4. Memberikan alternatif pengelolaan multispesies sumber daya ikan
demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda yang lebih tepat
dan berkelanjutan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan alternatif pengelolaan
multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat
Sunda, sehingga kegiatan pemanfaatan tersebut tidak memberikan ancaman
terhadap kelestarian ikan dan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Ruang Lingkup Penelitian
Dogol merupakan alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap
ikan di Perairan Selat Sunda. Ikan-ikan yang ditangkap oleh dogol sangat beragam
(multispesies), mulai dari ikan demersal, pelagis, udang-udangan dan cumi-cumi.
Sumber daya ikan yang dianggap sebagai barang miliki bersama (common
property) dengan pengelolaan yang bersifat terbuka (open access) serta tingginya
permintaan pasar menyebabkan kegiatan penangkapan ikan dilakukan secara
bebas tanpa adanya pengontrolan. Keadaan tersebut jika dibiarkan akan
mengancam kelestarian sumber daya ikan hingga mengarah pada tangkap lebih
atau overfishing.
Pada awalnya, pengelolaan sumber daya ikan hanya didasarkan pada
faktor biologi dengan pendekatan Maximum Sustainable Yield (MSY). Inti dari

4
pendekatan ini adalah bahwa setiap jenis ikan memiliki kemampuan untuk
berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus
ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan mempu bertahan secara
berkelanjutan. Namun, pendekatan pengelolaan dengan konsep ini belakangan
banyak dikritik karena terlalu sederhana dan tidak mempertimbangkan aspek
sosial dan ekonomi (Fauzi 2010).
Untuk menjamin keberlanjutan sumber daya perikanan maka ruang
lingkup dalam penelitian ini meliputi aspek biologi, ekonomi dan sosial. Aspek
biologi yang diamati pada penelitian ini meliputi parameter biologi (daya dukung
lingkungan, koefisien kemampuan tangkap dan laju pertumbuhan intrinsik) dan
laju degradasi. Pada aspek ekonomi meliputi perhitungan penerimaan per satuan
upaya, estimasi biaya dan harga, model optimasi (statik dan dinamik) serta laju
depresiasi. Aspek sosial meliputi identifikasi stakeholder untuk mengetahui
tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam kegiatan pengelolaan multispesies
sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda. Alur
lengkap kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Open access

Bernilai ekonomis
Sumber daya ikan di Perairan Selat Sunda
Bahan pangan
konsumsi

Common
property
Adanya aktivitas penangkapan menggunakan dogol

Indikasi tangkap lebih (overfishing)

Model Optimasi
(statik dan dinamik)

Analisis laju degradasi
dan laju depresiasi

Analisis stakeholder

Status eksploitasi sumber daya ikan
demersal pada perikanan dogol

Strategi pengelolaan multispesies sumber
daya ikan demersal pada perikanan dogol

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

5

2 METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2014 di
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Desa Teluk, Kecamatan Labuan,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (Gambar 2). Wawancara dilaksanakan di
TPI 1 dan TPI 3 yang berada di muara Cipunteun sebagai tempat pangkalan kapalkapal dogol.

Gambar 2 Lokasi Penelitian

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Pengumpulan
data primer seperti informasi mengenai alat tangkap dogol, ukuran mata jaring,
ukuran kapal, biaya operasi penangkapan, pendapatan, daerah tangkapan dan
musim penangkapan diperoleh melalui wawancara dan kuisioner kepada nelayan
yang dipilih melalui metode purposive sampling. Metode ini sering juga disebut
sebagai judgment sampling karena pengambilan contoh dilakukan secara sengaja
berdasarkan kualitas informasi yang dimiliki oleh informan dan berdasarkan
pertimbangan karakteristik tertentu yang dianggap memiliki sangkut paut dengan
karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Tongco 2007). Daftar
pertanyaan dibuat terstruktur dengan tujuan penelitian. Responden yang dipilih
adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap dogol dengan jumlah 17 orang
Data sekunder yang dibutuhkan adalah hasil tangkapan dan upaya tangkap
per jenis ikan yang ditangkap oleh dogol serta informasi lainnya. Sumber data
sekunder berasal dari Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten
Pandeglang berupa data time series perikanan tangkap tahun 2004-2013 serta

6
informasi-informasi terkait lainnya. Rangkuman kebutuhan dan analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rangkuman kebutuhan dan analisis data
Aspek
Biologi

1.
2.

Data
Hasil tangkapan dogol (Sekunder)
Upaya penangkapan dogol (Sekunder)

Ekonomi

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Biaya operasi penangkapan (Primer)
Harga ikan (Sekunder)
Hasil tangkapan dogol (Sekunder)
Upaya penangkapan dogol (Sekunder)
Discount rate (Sekunder)
Indeks Harga Konsumen (IHK)
(Sekunder)

Sosial

1.

Informasi terkait pemangku kepentingan
(stakeholder) (Primer)

Pendukung 1.
2.

Peta daerah penangkapan (Primer)
Perkembangan unit penangkapan
(Sekunder)

Analisis Data
Catch per unit Effort
(CPUE)
2. Estimasi parameter biologi
3. Laju degradasi
1. Estimasi parameter ekonomi
2. Model Optimasi statik
3. Model Optimasi dinamik
4. Laju depresiasi
5. Revenue per Unit Effort
(RPUE)
6. Estimasi keuntungan
ekonomi
1. Analisis stakeholder
1.

1.
2.

Partisipatory fishing ground
mapping
Analisis deskriptif

Analisis Data
Catch per Unit Effort (CPUE)
Catch per Unit Effort atau CPUE merupakan perbandingan antara nilai
hasil tangkapan atau jumlah produksi ikan (catch) dengan upaya tangkap (fishing
effort) dari suatu alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap ikan (Prakasa
et al. 2014), seperti dogol. Untuk mendapatkan nilai CPUE masing-masing jenis
ikan demersal yang ditangkap menggunakan dogol, maka terlebih dahulu
ditentukan proporsi upaya tangkapnya dan kemudian diagregasikan sesuai
proporsinya tersebut. Hal ini dilakukan sebagai pendekatan adaptif terhadap
karakter perikanan Indonesia yang bersifat multispesies (Zulbainarni 2012). Nilai
CPUE diperoleh melalui rumus sebagai berikut (Zulbainarni 2012):
Est =

hst
ΣE
Σhst

�� =



Keterangan :
CPUE : hasil tangkapan per satuan upaya
E
: total effort atau upaya tangkap dengan dogol (trip)
Est
: proporsi effort atau upaya tangkap (trip) spesies s pada tahun t (trip)
hst
: hasil tangkapan spesies s pada tahun t (ton)
s
: spesies 1,2,....5
t
: 1,2,....n (tahun)

(1)

(2)

7
Revenue per Unit Effort
Peramalan keuntungan ekonomi dapat diestimasi dengan hitungan bio
income atau Revenue per Unit Effort (RPUE), seperti yang dikemukan oleh Bene
and Tewfik (2000) in Khoiriya (2010) sebagai berikut:
��

��

=

(3)

Keterangan :
��
: pendapatan per upaya pada spesies s tahun j (Rp)
��
: hasil tangkapan per upaya spesies s tahun j
: harga spesies s tahun j (Rp/ton)
Estimasi Parameter Biologi
Nilai parameter biologi terdiri dari intrinsic growth (r), catchability
coefficient (q) dan carrying capacity (K). Estimasi parameter biologi sumber daya
ikan demersal pada perikanan dogol dapat dilakukan dengan beberapa model
produksi surplus. Pemilihan model yang tepat dilakukan melalui evaluasi model
secara statistik yaitu nilai R2. Model yang digunakan dalam penelitian ini
mengikuti model Schaefer (1954). Pada saat tidak ada kegiatan penangkapan,
tingkat perubahan stok ditulis:
1−

=



(4)

Produksi penangkapan ikan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari usaha
perikanan dan stok ikan. Secara matematis ditulis:
ℎ =ℎ

(5)

,

Keterangan :
ht
: produksi perikanan atau hasil tangkapan periode t (ton)
Et
: upaya tangkap periode t (trip)
di atas menghubungkan faktor produksi yakni x dan E
Fungsi ℎ ,
(usaha perikanan) dengan produksi. Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering
digunakan dalam manajemen perikanan adalah:
ℎ =

(6)

Keterangan :
q
: koefisien kemampuan tangkap (1/unit upaya standar)
Perubahan stok merupakan selisih antara laju pertumbuhan biomassa dengan
jumlah biomassa yang ditangkap atau hasil tangkapan. Jika proses produksi
dinamis dimasukkan dalam model stok dinamis, dapat dinyatakan secara
matematis pada persamaan berikut:
=

1−



−ℎ

(7)

8
Dengan mengasumsikan persamaan di atas pada kondisi keseimbangan
jangka panjang, hasil tangkapan dan upaya tangkap lestari dari fungsi dinamis
secara matematis adalah:
ℎ =

1−

=



(8)

Berdasarkan persamaan tersebut, nilai biomassa (xt) diperoleh:
=� 1−

(9)

fungsi tangkap lestari sebagai berikut:
ℎ =

� 1−

(10)

fungsi kuadratik pada persamaan di atas secara matematis ditulis:


= � 1−

(11)

Persamaan di atas menyatakan bahwa asusmsi model Schaefer dalam
keseimbangan antara hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dan upaya tangkap
adalah linear, dengan persamaan regresi:
=

+

(12)

+

=



(13)

= �

=



(14)

2

(15)

=
=

(16)
(17)

_

Adapun besaran koefisien q, r dan K diperoleh dengan cara sebagai berikut (Susilo
2010a; Destilawati 2012; Simarmata 2014).
1
2

t

3

q=

(18)
=

1

9

r=

Kq2

K=

b

(19)

a
q

(20)

Dengan nilai Z1, Z2 dan Z3:
1

a
Et +Et+1
b
2
1
1
+
2 =
E
b

=

3

-

=

z
1
+
Et+1
b

(21)
(22)
(23)

Keterangan :
Et
: upaya tangkap pada tahun t (trip)
Et+1 : upaya tangkap pada tahun t+1 (trip)
r
: laju pertumbuhan intrinsik (%/tahun)
q
: koefisien kemampuan tangkap (1/unit upaya standar)
K
: daya dukung lingkungan (ton)
CPUE : hasil tangkapan per satuan upaya
a
: intercept
b
: slope
Estimasi Biaya Penangkapan
Dalam kajian bioekonomi model Gordon Schaefer, biaya penangkapan
didasarkan atas asumsi hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan sehingga
biaya penangkapan dapat didefenisikan sebagai variabel per hari operasi dan
dianggap konstan. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara terhadap nelayan
yang menangkap ikan menggunakan dogol di Perairan Selat Sunda. Selain upaya
tangkap, biaya penangkapan juga dihitung secara proporsional dengan rumus
sebagai berikut (Zulbainarni 2012):


= �ℎ �

(24)

Keterangan :
c
: total biaya penangkapan dogol (Rp/trip)
cs
: proporsi biaya penangkapan dogol spesies s (Rp/trip)
hst
: hasil tangkapan spesies s pada tahun t (ton)
s
: spesies 1, 2, ...5
t
: 1,2, ....n (tahun)
Biaya yang telah didapatkan dikonversi ke pengukuran riil dengan cara
menyesuaikannya dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berlaku di
Kabupaten Pandeglang, guna mengeliminir pengaruh inflasi. Secara matematis
ditulis sebagai berikut (Randika 2008):

10
=




(25)

Keterangan
cst
: biaya rill spesies s pada tahun ke-t (Rp/trip)
cstd
: biaya nominal pada tahun standar (tahun 2013) (Rp/trip)
IHKt : Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t
IHKstd : Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar (tahun 2013)
s
: spesies 1, 2, ...5
t
: 1,2,3... n (tahun)
Estimasi Harga Ikan
Data harga ikan diperoleh dari nilai produksi hasil tangkapan dalam data
time series perikanan tangkap DKP Kabupaten Pandeglang. Data yang telah
diperoleh kemudian dikonversi ke pengukuran rill dengan cara menyesuaikan
dengan IHK yang berlaku di Kabupaten Pandeglang. Secara matematis
dinotasikan sebagai berikut (Fauzi dan Anna 2005):
=




(26)

Keterangan:
pst
: harga rill spesies s pada tahun t (Rp/ton)
pstd
: harga nominal pada tahun standar (tahun 2013) (Rp/ton)
IHKt : Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t
IHKstd : Indek Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar (tahun 2013)
s
: spesies 1, 2, ...5
t
: 1,2,3... n (tahun)
Analisis Produksi Surplus
Fungsi density dependent growth yang umum digunakan dalam literatur
ekonomi sumber daya ikan adalah model pertumbuhan logistik (logistic growth
model). Model pertumbuhan logistik secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut (Fauzi 2010):

= ( )=

Keterangan :

= ( )

x
r
K

1−



: fungsi perubahan atau pertumbuhan stok ikan
: stok ikan (ton)
: laju pertumbuhan intrinsik (%/tahun)
: daya dukung ligkungan (ton)

(27)

11
Untuk menangkap (memperoleh manfaat) sumber daya ikan dibutuhkan
faktor input yang biasa disebut upaya atau effort. Aktivitas penangkapan atau
produksi dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut:
ℎ=

(28)

Keterangan :
h
: produksi perikanan atau hasil tangkapan (ton)
q
: koefisien kemampuan tangkap (1/unit upaya standar)
x
: stok ikan (ton)
E
: upaya tangkap (trip)
Adanya aktivitas penangkapan, maka fungsi perubahan stok menjadi:
=� 1−

(29)

Dengan mensubstitusikan variabel x ini kembali ke dalam persamaan (28),
diperoleh persamaan berbentuk kuadratik terhadap input yang disebut sebagai
fungsi produksi lestari atau dikenal juga dengan kurva produksi lestari (yield effort
curve) sebagai berikut:
ℎ= �

1−

(30)

Dalam perspektif model Schaefer, pengelolaan sumber daya ikan yang
terbailah pada saat produksi lestari berada pada titik tertinggi kurva yield-effort.
Titik ini kemudian disebut dengan maximum sustainable yield (MSY). Pada
tingkat output sebesar MSY, input yang dibutuhkan adalah sebesar Emsy. Secara
matematis, tingkat input sebesar ini bisa ditentukan dengan memecahkan turunan
pertama persamaan (30) terhadap effort (E), sehingga diperoleh nilai EMSY sebagai
berikut:

atau

�ℎ
2
= �−



=

2



2

=0

(31)

(32)

Dengan mensubstitusikan persamaan
ke dalam persamaan (30), maka
diperoleh nilai tingkat hasil tangkapan pada tingkat MSY atau ℎ
sebagai
berikut:

(33)
ℎ� =
4

Dengan diketahuinya dua nilai pada tingkat MSY ini, maka dengan
menggunakan persamaan (28), tingkat biomas (stok) pada tingkat MSY dapat
dihitung dengan cara:

12





=

=


)
4

(

(

2

=

)

(34)


2

Model Optimasi Statik
Pengelolaan sumber daya perikanan haruslah memberikan manfaat
ekonomi (rente atau keuntungan ekonomi). Rente tersebut merupakan selisih dari
penerimaan yang diperoleh dari ekstraksi sumber daya ikan (TR = ph) dengan
biaya yang dikeluarkan (TC = cE) (Fauzi 2010). Manfaat ekonomi tersebut
dinotasikan dalam bentuk:
π = ph – cE

(35)

Keterangan
π
: rente atau keuntungan sumber daya perikanan (Rp)
p
: harga ikan (Rp/ton)
h
: hasil tangkapan (ton)
c
: biaya penangkapan (Rp/trip)
E
: upaya tangkap/ effort (trip)
Dengan mensubstitusikan persamaan h=αE-βE2 ke dalam persamaan (35)
maka akan diperoleh penerimaan dari sisi input, secara matematis ditulis sebagai
berikut:
π=p

E- E 2 -cE

(36)

Persamaan di atas diturunkan terhadap variabel input (E), dimana
maka diperoleh nilai Emey sebagai berikut:
Emey =

r
2q

1-

c

��


= 0,

(37)

pqK

Dengan asumsi bahwa sistem dalam kondisi keseimbangan (lestari)
dengan h = F(x), maka diperoleh fungsi stok ikan (x) pada kondisi MEY:
xmey =

K
2

1+

c

(38)

pqK

Kemudian dengan mensubstitusi persamaan Emey dan xmey ke dalam
persamaan (30) maka akan diperoleh nilai hmey sebagai berikut:
hmey =

rK
4

1+

c
pqK

1-

c
pqK

(39)

Tingkat upaya dalam kondisi open access dapat dilakukan dengan
menghitung rente ekonomi yang hilang dimana π = 0, maka:

13
xoa =

c
pq

(40)

Nilai hasil tangkapan optimal pada kondisi open access (hoa ) dapat
ditentukan dengan notasi berikut:
hoa =

rc
pq

1-

c

(41)

Kpq

Dengan subsitusi aljabar dan dengan bantuan persamaan (28), tingkat
upaya optimal dalam kondisi akses terbuka dapat dihitung sebagai berikut:
Eoa =

r

1-

q

c

(42)

Kpq

Hasil tangkapan, biomassa, upaya tangkap dan keuntungan ekonomi dalam
kondisi pengelolaan MSY, MEY dan Open Access dilakukan pada setiap spesies
ikan demersal yang tertangkap dogol. Rumus perhitungan dari nilai-nilai tersebut
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rumus perhitungan kondisi pengelolaan sumber daya ikan model statik
Parameter
Biomassa (x)

Hasil tangkapan (h)

Upaya tangkap (E)
Rente Ekonomi (π)

Kondisi
MSY

MEY

1+
2

1+
4
2



1−

ℎ−


2



1−


Open Access




4
2
ℎ−

1−
1−

ℎ−




Model Optimasi Dinamik
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ikan dengan menggunakan model
dinamik ditulis dalam bentuk fungsi kontinyu sebagai berikut (Fauzi 2010):
maxπ t =
dengan kendala:

~
π (x
t=0

∂x
= F x t -h t , dengan 0 ≤ h ≤ hmax
∂t

t ,h t e-∂t dt

(43)

Dengan menggunakan teknik Hamiltonian, maka model kontinyu di atas
menghasilkan Golden Rule untuk pengelolaan sumber daya ikan yang secara
matematis ditulis sebagai berikut (Fauzi 2010):

14
∂F
��


∂x

+

∂π/∂x

∂π/∂h

= δ dan F(x) = h

adalah rente marjinal akibat perubahan biomass,


(44)
��

�ℎ

adalah rente marjinal akibat

perubahan tangkapan (panen), adalah produktivitas dari biomassa. Fungsi rente

atau keuntungan sumber daya dinyatakan sebagai berikut:
π x,h = ph-c

h
qx

= p-

c
qx

h

(45)

Dengan fungsi pertumbuhan sebagaimana disebutkan pada Golden Rule,
maka dapat melakukan penurunan sesuai kaidah pada persamaan (44) yang
menghasilkan:
∂F
2x
= r 1∂x
K

∂π

qx 2

∂π

= p-

=
∂x

∂h

(46)

ch

(47)

c

(48)

qx

Dengan mensubstitusikan ketiga persamaan di atas ke dalam persamaan
(44), maka diperoleh hasil tangkapan optimal:
x
2x
h● = (pqx-c) δ-r (1- )
c
K

(49)

Kemudian persamaan (47) dan (44) disubstitusikan ke dalam persamaan
(49) sehingga nilai stok ikan optimal, yaitu:
x● =


4

c
δ
+1- +
Kpq
r

c
δ
+1Kpq
r

2

+

8cδ
Kpqr

(50)

Dengan diketahuinya nilai stok dan hasil tangkapan optimal, maka nilai
upaya optimal dapat diketahui dengan formula sebagai berikut:
h●
E = ●
qx


(51)

Pada model dinamik, hasil tangkapan, biomassa, upaya tangkap dan
keuntungan ekonomi juga dihitung untuk masing-masing spesies ikan demersal
yang tertangkap dogol.

15
Keterangan:
x
: stok ikan (ton)
h
: hasil tangkapan (ton)
E
: upaya tangkap atau effort (trip)
p
: harga ikan (Rp/ton)
c
: biaya penangkapan (Rp/trip)
q
: koefisien kemampuan tangkap (1/unit upaya standar)
r
: laju pertumbuhan intrinsik (%/tahun)
K
: daya dukung lingkungan (ton)
δ
: discount rate
Laju Degradasi Sumber Daya Ikan
Degradasi dapat diartikan sebagai tingkat atau laju penurunan kualitas dan
kuantitas sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources).
Degradasi sumber daya alam dapat dihitung berdasarkan Anna (2003):
∅DG=

1
1+EXP



(52)

h0

Keterangan:

: laju degradasi

: hasil tangkapan lestari pada periode t (ton)
ℎ0
: hasil tangkapan aktual pada periode t (ton)
t
: 1,2 .....n (tahun)
Laju Depresiasi Sumber Daya Ikan
Analisis depresiasi sumber daya ditujukan untuk mengukur perubahan
nilai moneter dari pemanfaatan sumber daya alam, atau dengan kata lain
depresiasi merupakan pengukuran degradasi yang dirupiahkan (Fauzi dan Anna
2005). Menurut Anna (2003) formula pengukuran depresiasi dinotasikan sebagai
berikut:
∅DP=

1
1+EXP

πδ

(53)

π0

Keterangan:
∅ � : laju depresiasi
�δ
: rente atau keuntungan lestari pada periode t (Rp)
�0
: rente atau keuntungan aktual pada periode t (Rp)

t

: 1,2 .....n (tahun)

Partisipatory Fishing Ground Mapping
Pendekatan partisipatory fishing ground mapping dilakukan untuk
mengetahui daerah tangkapan (fishing ground) ikan yang ditangkap menggunakan
dogol dan didaratkan di PPP Labuan, Banten. Pendekatan ini dilakukan melalui
wawancara kepada nelayan dogol dengan jumlah responden 14 nelayan. Hasil dari
pendekatan ini adalah peta sebaran daerah tangkapan (fishing ground). Secara
rinci, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

16
1. Menentukan banyaknya jumlah responden.
2. Membuat peta dasar dari lokasi penelitian.
3. Membuat plot-plot lokasi penangkapan dalam bentuk spasial ke peta dasar
dimana informasi yang diperoleh berdasarkan wawancara dengan nelayan
dogol.
4. Formulasi peta sebaran daerah penangkapan ikan.
Analisis Stakeholder
Analisis stakeholder didefinisikan sebagai pendekatan dan prosedur untuk
memperoleh pemahaman tentang sistem dengan cara mengidentifikasi pelaku
utama dan pemangku kepentingan dalam sistem dan menilai kepentingan masingmasing di dalamnya (Pomeroy dan Douvere 2008). Selain itu, melalui analisis ini
juga dapat diketahui tingkat kepentingan dan pengaruh dari pemangku
kepentingan (stakeholder) dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan.
Pengaruh adalah kekuatan yang dimiliki oleh stakeholder terhadap suatu kegiatan,
sedangkan kepentingan adalah prioritas yang diberikan oleh kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan dari setiap stakeholder. Pengukuran tingkat pengaruh
stakeholder dilihat dari kewenangan individu atau organisasi tersebut dalam
kebijakan pengelolaan, kapasitas terhadap sumber daya dan kelembagaan serta
kemampuannya berinteraksi dengan massa besar. Sementara itu, pengukuran
tingkat kepentingan stakeholder dilihat dari manfaat yang diperoleh stakeholder
dari sumber daya ikan, tingkat ketergantungan stakeholder dan prioritas terhadap
pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di
Perairan Selat Sunda. Variabel dan indikator dari penilaian tingkat kepentingan
dan pengaruh stakeholder disajikan pada Lampiran 11 dan Lampiran 12.
Tabel 3 Ukuran kuantitatif terhadap pengaruh dan kepentingan stakeholder
Kepentingan stakeholder
Skor
Kriteria
5
Sangat tinggi
4
Tinggi
3
Cukup tinggi
2
Kurang tinggi
1
Rendah
Pengaruh stakeholder
Skor
Kriteria
5
Sangat tinggi
4
Tinggi
3
Cukup tinggi
2
Kurang tinggi
1
Rendah

Keterangan
Sangat bergantung pada keberadaan sumber daya ikan demersal
Ketergantungan tinggi terhadap sumber daya ikan demersal
Cukup bergantung terhadap sumber daya ikan demersal
Ketergantungan terhadap sumber daya ikan demersal rendah
Tidak bergantung terhadap sumber daya ikan demersal
Keterangan
Sangat mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal
Mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal
Cukup mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal
Kurang mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal
Tidak mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal

Stakeholder yang akan diwawancarai terdiri atas nelayan juragan, ABK,
pengepul, pengusaha perikanan, masyarakat, konsumen, pedagang, perangkat
desa, petugas TPI dan staff DKP Pandeglang. Jumlah total responden pada
analisis ini adalah 28 orang. Tahapan analisis stakeholder terdiri atas
mengidentifikasi tujuan dan stakeholder utama, menyelidiki kepentingan,
karakteristik dan pengaruh stakeholder, mengklasifikasikan stakeholder
berdasarkan pengaruh dan kepentingannya, penetapan skor dan penyusunan ke
dalam matriks. Penentapan skor dilakukan dengan menggunakan pertanyaan-

17
pertanyaan yang terkait dengan tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder
seperti yang disajikan pada Tabel 3. Nilai skor dari seluruh pertanyaan dirataratakan dan dipetakan ke dalam bentuk matriks pengaruh dan kepentingan yang
disajikan pada Gambar 3.

Kepentingan
E

Tinggi

Rendah

Subject
(Kuadran I)

Players
(Kuadran II)

Bystanders
(Kuadran III)

Actors
(Kuadran IV)

Pengaruh

Tinggi

Gambar 3 Matriks pengaruh dan kepentingan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis Kabupaten Pandeglang terletak antara 6⁰21-7⁰10 LS dan
104⁰48-106⁰11 BT dengan luas wilayah 2 747 km². Kabupaten ini berbatasan
dengan dua perairan potensial yaitu Perairan Selat Sunda di bagian barat dan
Samudera Hindia di bagian selatan. Luas perairan laut Kabupaten Pandeglang
mencapai 1 702 km² dengan panjang garis pantai ± 230 km atau 461 km jika
termasuk pulau-pulau kecil di kabupaten ini (DKP Kabupaten Pandeglang 2014).
Dalam rangka mendukung pengembangan kegiatan perikanan laut, maka
Kabupaten Pandeglang memiliki sembilan Tempat Pelelangan Ikan (TPI),
diantaranya yaitu TPI Carita, Labuan, Sidamukti, Panimbang, Citeureup, Sumur,
Taman Jaya, Cikeusik dan Sukanagara. Diantara yang lain, PPP (Pelabuhan
Perikanan Pantai) Labuan memiliki prospek yang cukup besar dan menjadi sentra
pengembangan perikanan laut di Perairan Selat Sunda (Rahardjo et al. 1999).
PPP Labuan terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten dengan luas wilayah mencapai 15.66 km². Pelabuhan
ini merupakan salah satu tempat berlabuhnya kapal yang menangkap ikan di
Perairan Selat Sunda. Lokasi yang strategis dan akses yang mudah menuju
perairan tersebut menjadi peluang dan kesempatan pelabuhan ini untuk

18
mengembangkan kegiatan perikanan tangkap. Secara umum, fasilitas yang
terdapat di PPP Labuan dikategorikan menjadi tiga, yaitu fasilitas pokok, fasilitas
fungsional dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok terdiri atas fasilitas pelindung
yang berfungsi untuk menahan gelombang seperti breakwater, fasilitas tambat
berupa dermaga sebagai tempat bongkar muat hasil tangkapan dan bertambatnya
kapal, fasilitas Perairan berupa kolam pelabuhan dan alur pelayaran serta fasilitas
penghubung. Sementara itu, fasilitas fungsional terdiri atas Tempat Pelelangan
Ikan (TPI), cold storage, docking kapal, perbengkelan nelayan, kantor pelabuhan,
layanan bahan bakar dan fasilitas air bersih. PPP Labuan memiliki 3 gedung TPI,
yaitu TPI 1 yang berada di sisi muara sungai Cipunten, TPI 2 di tepi pantai dan
TPI 3 yang berada di dekat pasar ikan. Penyelenggara ketiga TPI tersebut adalah
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pandeglang. Kategori ketiga adalah
fasilitas penunjang berupa jalan masuk, drainase, MCK, mesjid, puskesmas,
jaringan listrik dan telepon (PIPP 2015).
Penyelenggaraan kegiatan perikanan tangkap di PPP Labuan sudah cukup
berkembang. Hal ini ditandai dengan berkembangnya unit penangkapan ikan yang
terdiri atas nelayan, armada penangkapan dan alat tangkap. Sebagian besar
nelayan yang mendaratkan ikan di PPP Labuan digolongkan sebagai kelompok
nelayan penuh, yakni nelayan yang menghabiskan seluruh waktunya untuk
menangkap ikan. Hanya sebagian kecil orang yang menjadikan profesi nelayan
sebagai pekerjaan sampingan. Lebih dari 60% penduduk di sekitar Desa Teluk
berprofesi sebagai nelayan.
Garok
5%
Pancing
14%

Payang
10%

B. Apung
15%
B.
Tancap
8% Rampus
12%

Dogol
5%

Arad
22%

Purse
Seine Gillnet
3% 6%

Gambar 4 Komposisi alat tangkap di Selat Sunda tahun 2013
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Nelayan yang menangkap ikan di Perairan Selat Sunda dan mendaratkan
ikannya di PPP Labuan menggunakan armada penangkapan dan alat tangkap yang
beragam. Pada umumnya armada penangkapan yang digunakan berupa kapal
motor dengan ukuran 2-30 GT, bahkan ada beberapa kapal dengan ukuran hingga
50 GT (DKP Kabupaten Pandeglang 2014). Sementara itu, alat tangkap yang
dioperasikan terdiri atas payang, dogol, arad, purse seine, gillnet, rampus, bagan
tancap, bagan apung, pancing dan garok. Jaring arad merupakan alat tangkap
dominan yang dioperasikan oleh nelayan di Perairan Selat Sunda. Komposisi alat
tangkap di Selat Sunda disajikan pada Gambar 4.

19
Perkembangan Upaya Tangkap dan Hasil Tangkapan Dogol
Salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan di
Perairan Selat Sunda adalah dogol. Kategori dogol oleh DKP Kabupaten
Pandeglang terdiri atas dogol, lampara dasar dan cantrang. Ketiganya merupakan
Alat Penangkapan Ikan (API) yang termasuk ke dalam pukat tarik berkapal (vessel
seines net) dan API berkantong (cod-end) tanpa alat pembuka mulut jaring,
pengoperasiannya dengan cara melingkari gerombolan (schooling) ikan dan
menariknya ke kapal yang sedang berhenti/berlabuh jangkar atau ke darat/pantai
melalui kedua bagian sayap dan tali selambar (Baskoro 2006; Kepmen KP RI No
6 Tahun 2010). Biasanya jenis alat tangkap ini bertujuan untuk menangkap udang
atau ikan-ikan demersal di perairan dengan dasar berupa pasir, lumpur atau
campuran keduanya (Sudirman 2008). Ukuran kapal dogol yang dioperasikan di
Perairan Selat Sunda berkisar antara 2 hingga 30 GT. Upaya tangkap dan hasil
tangkapan dogol pada tahun 2004 hingga 2013 disajikan pada Gambar 5 dan
Gambar 6.
18000

Upaya tangkap (trip)

16000
14000

12000
10000
8000
6000
4000
2000
0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun

Gambar 5 Upaya tangkap (effort) di Selat Sunda tahun 2004-2013
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Upaya tangkap dogol pada tahun 2004 hingga 2013 mengalami fluktuasi,
namun cenderung mengalmi peningkatan (Gambar 5). Upaya tangkap terbesar
terdapat pada tahun 2012 sebesar 16 810 trip, sedangkan upaya tangkap terendah
terjadi pada tahun 2005 dengan nilai 11 984 trip. Peningkatan tersebut disebabkan
oleh tidak adanya regulasi dari pemerintah daerah setempat terkait pembatasan
upaya tangkap dogol serta masih terbukanya akses pemanfaatan sumber daya ikan
(open access) di Perairan Selat Sunda. Selain itu, pertumbuhan jumlah penduduk
di wilayah pesisir juga menjadi salah satu pemicu adanya peningkatan upaya
tangkap tersebut, karena sumber daya ikan di laut dianggap sebagai salah satu
sumber ekonomi bagi masyarakat.

20
4000
Hasil tangkapan (ton)

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun

Gambar 6 Hasil tangkapan dogol di Selat Sunda tahun 2004-2013
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Hasil tangkapan dogol setiap tahunnya mengalami fluktuasi, namun
cenderung mengalami penurunan (Gambar 6). Hasil tangkapan terbesar terdapat
pada tahun 2004 dengan jumlah 3 742.9 ton, sedangkan hasil tangkapan terendah
terdapat pada tahun 2013 yaitu 2 617.3 ton. Menurut Antika et al. (2014), jumlah
hasil tangkapan nelayan bergantung pada teknologi yang digunakan. Namun
permasalahan yang terjadi adalah kurangnya kekuatan modal nelayan untuk
mengakses teknologi, kurangnya aktivitas penyuluhan atau teknologi dan
rendahnya lembaga penyedia teknologi. Permasalahan ini