Dinamika Faktor-Faktor Pengelolaan Sumber Daya Ikan Peperek (Eublekeeria Splendens, Cuvier 1829) Di Perairan Selat Sunda
DINAMIKA FAKTOR-FAKTOR PENGELOLAAN SUMBER
DAYA IKAN PEPEREK Eubleekeria splendens (Cuvier,1829)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA
ROSITA FADILLAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Dinamika FaktorFaktor Pengelolaan Sumberdaya Ikan Peperek Eublekeeria splendens (Cuvier,
1829) di Perairan Selat Sunda adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua
sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
.
Bogor, September 2015
Rosita Fadillah
C24110075
ABSTRAK
ROSITA FADILLAH. Dinamika Faktor-Faktor Pengelolaan Sumber daya Ikan
Peperek (Eublekeeria splendens, Cuvier 1829) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing
oleh LUKY ADRIANTO dan MENNOFATRIA BOER.
Ikan Peperek termasuk kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis
dan tersebar di seluruh wilayah Perairan Indonesia, salah satunya di Perairan Selat
Sunda. Ikan ini merupakan hasil tangkapan sampingan yang diolah menjadi ikan
asin, walaupun demikian Ikan Peperek merupakan ikan yang dominan didaratkan
di PPP Labuan Banten dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring arad
(trawl). Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menduga pengelolaan yang tepat
bagi Ikan Peperek Eublekeeria splendens di Perairan Selat Sunda berbasiskan
analisis parameter pertumbuhan dan analisis catch-revenue. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Mei hingga September 2014 dan Maret 2015. Jumlah total
ikan contoh yang diambil mencapai 546 ekor. Hasil penelitian menunjukkan Ikan
Peperek memiliki pola pertumbuhan isometrik, dan mempunyai hasil tangkapan
yang berfluktuatif. Laju eksploitasi Ikan Peperek betina dan jantan telah melebihi
laju eksploitasi optimum. Pengelolaan yang dapat direkomendasikan yaitu
pengaturan upaya penangkapan, pengaturan musim penangkapan, serta mengatur
kerjasama antara nelayan dan pemerintah.
Kata kunci: Ikan Peperek, pengelolaan, pertumbuhan, Selat Sunda
ABSTRACT
ROSITA FADILLAH. The Dynamics of Resources Management Factors of
Ponyfish (Eubleekeria splendens, Cuvier 1829) in Sunda Strait. Supervised by
LUKY ADRIANTO and MENNOFATRIA BOER.
Splendid Ponyfish is one of demersal fish that have economic value and spread out
in all of Indonesia, such as Sunda Strait. Splendid fish is bycatch that be processed
become salted fish, even though splendid fish is one of dominant fish landed on
PPP Labuan Banten with use of fishing gear in the form of trawl. The purpose of
this research is to study appropriate management for splendid fish Eublekeeria
splendens in Sunda Strait area based on growth parameter analysis and catchrevenue analysis. This research was conducted from May till September 2014 and
March 2015. The total of fish was taken during the study were 546 fishes. The
result showed that the growth pattern of splendid ponyfish is issometric, and has
fluctuated production pattern. The rate of exploitation of male and female of ribbon
fish landslide above optimum exploitation rate. Management process that can be
recommended are manage the efforts and mesh size, manage the fishing season and
manage the cooperation between fishermen and government.
Keywords: splendid ponyfish, management, growth, sunda strait
DINAMIKA FAKTOR-FAKTOR PENGELOLAAN SUMBER
DAYA IKAN PEPEREK Eublekeeria splendens (Cuvier, 1829)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dinamika
Faktor-Faktor Pengelolaan Sumber daya Ikan Peperek Eublekeeria splendens
(Cuvier, 1829) di Perairan Selat Sunda”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana perikanan pada Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi untuk
menempuh studi kepada penulis.
2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi
Negeri (BOPTN), Anggaran pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB
Tahun Ajaran 2014, kode Max:2013.089.521219, Penelitian Dasar untuk
Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan
Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di
Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir
Mennofatria Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, Msi
(sebagai anggota peneliti).
3. Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan Prof Dr Ir Mennofatria Boer,
DEA selaku dosen pembimbing skripsi kedua yang telah memberikan masukan
dan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi dan Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi,
MSc selaku Komisi Pendidikan S1 serta Dr Ir Zairion, MSc selaku dosen
penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Staf Tata Usaha Departemen Manajem Sumberdaya Perairan.
6. Pak kawel dan ibu atik, pak toha dan ibu warti, ibu hasanah, ibu wasti dari
Labuan, yang telah banyak membantu selama proses pengambilan data
7. Keluarga :Wahyu Suryana Padilah (Bapak), Siti Khodijah (Ibu), Muhammad
Raihan Alhafidh (Adik), dan keluarga besar sumedang yang telah memberikan
motivasi baik secara moril maupun materil.
8. Tim BOPTN, Tim Asisten Bioper, dan partner penelitian Rizka Sari, kak
Siska, kak Wida, kak Mega.
9. Sahabat seperjuangan Oky, Irma, Anes, Nindria, Bayu, Meti, Gama, Hadi,
Ceppy, Annisa, Amir, Sigit, Septa dan THE ALMA serta teman-teman yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
10. Teman - teman MSP 48, adik-adik MSP 49, dan MSP 50.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Rosita Fadillah
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Tempat dan waktu
Pengumpulan data
Data primer
Data sekunder
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
Alternatif pengelolaan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vii
viii
viii
viii
1
1
1
2
3
3
3
3
3
4
4
10
10
18
23
23
23
24
24
27
44
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy
Laju mortalitas dan eksploitasi Ikan Peperek
Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip)
Perbandingan pola pertumbuhan Ikan Peperek
15
15
15
20
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Kerangka pemikiran
Peta lokasi penelitian
Pemetaan partisipatif daerah tangkapan dengan trip harian
Pemetaan partisipatif daerah tangkapan dengan trip mingguan
Hasil tangkapan dari lima nelayan
Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan Banten
Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek betina
Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek jantan
Sebaran frekuensi panjang Ikan Peperek dengan keterangan Lm
Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek betina
Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek jantan
Kurva model produksi surplus dengan model Fox
Hasil tangkapan&upaya tangkapan setiap per triwulan 2004-2013
Hasil tangkapan per unit upaya tangkap dari tahun 2004-2013
Keterkaitan antara CPUE dan RPUE
Laju produksi harian Ikan Peperek selama 20 hari
2
3
11
11
12
12
13
13
14
14
14
16
16
17
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1. (a) Panjang total Ikan Peperek dan (b) sketsa alat tangkap arad
2. Hubungan panjang dan bobot (uji t)
3. Uji Chi-square terhadap proporsi kelamin
4. Ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
5. Pendugaan pertumbuhan Von Bertalanffy
6. Pendugaan mortalitas Ikan Peperek
7. Standarisasi alat tangkap pada Ikan Peperek
8. Model produksi surplus
9. Standarisasi alat tangkap berdasarkan data triwulan
10. CPUE dan RPUE Ikan Peperek
11. CPUE dan RPUE harian Ikan Peperek selama 20 hari
27
27
28
29
30
32
33
37
38
42
42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya perikanan laut Indonesia memiliki sifat spesifik yakni akses
terbuka (open access) yang dapat memberikan sebuah pemikiran bahwa setiap
orang memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property) (Utami et
al. 2012). Sementara itu, semua individu baik nelayan maupun pengusaha
perikanan laut akan merasa memiliki hak untuk mengeksploitasi sumberdaya laut
sesuai kemampuan masing-masing. Sebaliknya tidak satupun pihak yang menjaga
kelestarian ikan tersebut, melainkan setiap pihak akan berusaha untuk
memaksimumkan hasil tangkapan (Fauzi 2010). Pemanfaatan sumberdaya
perikanan haruslah memberikan manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap
memperhatikan faktor biologis sumberdaya ikan sehingga dalam aktifitas
pemanfaatan sumberdaya perikanan akan memberikan keuntungan yang maksimal
bagi kesejahteraan nelayan dan lestari secara biologi (Hazrina 2010).
Menurut Tampubolon (1991), Ikan Peperek (Eublekeeria splendens)
merupakan salah satu jenis ikan demersal yang habitatnya berada di suatu dasar
perairan atau daerah berbatu dan membentuk gerombolan besar. Ikan ini termasuk
kedalam hasil tangkapan sampingan (by catch) dari hasil tangkapan utama dan biasa
tertangkap dengan alat tangkap trawl (pukat pantai), cantrang dan pukat tepi
(Kepmen 2010). Selain itu, Ikan Peperek merupakan ikan ekonomis penting yang
menjadi salah satu ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) Labuan Banten, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Provinsi
Banten karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan
Samudera Hindia (Dhenis 2010).
Pentingnya sumberdaya ikan bagi kebutuhan manusia baik untuk kegiatan
perekonomian maupun kebutuhan pangan, sehingga mendorong manusia untuk
melakukan kegiatan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan tersebut, termasuk Ikan
Peperek. Ikan Peperek di Labuan cukup potensial dalam kegiatan penangkapan,
ikan ini banyak di konsumsi masyarakat umumnya dipasarkan dalam bentuk segar
maupun dalam bentuk olahan seperti ikan asin. Kegiatan tersebut dapat
mempengaruhi dan mengubah status stok sumberdaya Ikan Peperek terutama
diperairan Selat Sunda. Oleh karena itu, perlu analisis untuk menduga pengelolaan
yang berkelanjutan. Analisis ini akan menggambarkan bahwa secara biologi Ikan
Peperek dapat lestari dan secara ekonomi nelayan dapat tetap memperoleh
keuntungan dari pemanfaatan Ikan Peperek tersebut (Purnamasari 2013).
Perumusan Masalah
Pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan dapat mengetahui pola
penyebaran dan musiman ikan, sehingga dapat mengetahui daerah yang sudah atau
belum tereksploitasi dan dapat mengupayakan pengelolaan terhadap stok ikan.
Eksploitasi yang tinggi berakibat dapat menghilangkan ikan-ikan berukuran besar
terlebih dahulu (Oddone et al. 2005). Kegiatan penangkapan Ikan Pepperek di
perairan Selat Sunda mengalami fluktuasi sepanjang tahun, berdasarkan data
2
statistik perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 2004-2010,
diketahui bahwa hasil tangkapan berfluktuasi. Produksi Ikan Peperek menurun
dengan permintaan pasar yang meningkat karena harganya yang relatif stabil,
dengan kisaran harga sebesar Rp. 10.000 s/d 20.000 /kg. Jika penangkapan Ikan
Peperek tidak terkontrol dari sekarang, maka dikhawatirkan terjadi kerusakan pada
sumberdaya ikan.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat mengancam kelestarian dan
ketersediaan dari sumber daya ikan yang ada. Adanya eksploitasi, pola musim
penangkapan dan daerah penangkapan Ikan Peperek yang berbeda-beda, serta
volume produksi yang meningkat dapat mengakibatkan kelestarian Ikan Peperek
terancam di perairan Selat Sunda. Untuk itu, perlu dilakukan pengelolaan
sumberdaya Ikan Peperek dengan upaya melihat hasil tangkapan lestari agar
ketersediaan stok dapat berkelanjutan dan dimanfaatkan secara optimal untuk
menambah nilai ekonomis bagi nelayan setempat. Gambar 1 merupakan kerangka
pemikiran dari penelitian ini.
Sumberdaya Ikan Peperek di Perairan Selat
Sunda yang di daratkan di PPP Labuan, Banten
Permasalahan-permasalahan yang dapat
mengancam kelestarian dan ketersediaan
sumberdaya ikan
Analisis catchrevenue
Analisis parameter
pertumbuhan
Dinamika faktor-faktor pengelolaan
Ikan Peperek
Perikanan berkelanjutan
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga pengelolaan yang tepat bagi Ikan
Peperek Eublekeeria splendens di perairan selat sunda yang berbasiskan analisis
parameter pertumbuhan dan analisis catch-revenue.
3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai potensi dan tingkat
pemanfaatan sumber daya Ikan Peperek yang didaratkan di perairan Selat Sunda,
sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan
sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten (Gambar 2). Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2014 hingga Oktober
2014 dan Maret 2015. Analisis ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi
Perikanan, Laboratorium Model dan Simulasi, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Pengumpulan Data
Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi langsung di
lapangan. Data primer diperoleh pada bulan Mei sampai dengan Oktober 2014 dan
4
Maret 2015 dengan pengambilan contoh Ikan Peperek (Lampiran 1) yang dilakukan
di tempat pendaratan Ikan (TPI) Labuan, Banten yang terdiri dari panjang total
(mm), bobot basah (gram), dan jenis kelamin. Ikan contoh diambil secara acak
dari keranjang-keranjang ikan yang merupakan hasil tangkapan nelayan dengan
menggunakan metode penarikan contoh acak sederhana (PCAS). Banyaknya ikan
contoh yang diambil tergantung jumlah ikan yang didaratkan dan harga Ikan
Peperek. Jumlah total ikan yang diambil mencapai 546 ekor. Ikan contoh diukur
panjang total dan ditimbang bobot basahnya di lokasi pelelangan dan kemudian
diawetkan dalam cool box untuk dianalisis jenis kelamin di Laboratorium Biologi
Perikanan.
Selain itu data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan mewawancarai
nelayan yang mendaratkan Ikan Peperek di PPP Labuan Banten pada tanggal 12
Maret hingga 31 Maret 2015 di Pantai Pelabuhan Perikanan (PPP) Labuan, Banten.
Metode yang digunakan yaitu metode purposive sampling yang artinya bahwa
penentuan contoh mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat
terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian (Suharsimi 2010). Kegiatan
wawancara dilakukan terhadap 5 nelayan/responden tetap, selama 20 hari.
Wawancara tersebut bertujuan untuk mengetahui hasil tangkapan, biaya operasi
penangkapan dan pendapatan per trip, harga per trip, serta daerah penangkapan
per trip selama 20 hari.
Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari DKP Kabupaten Pandeglang, Banten yang
meliputi hasil tangkapan dan trip setiap tahun serta data hasil tangkapan ikan yang
didaratkan di PPP Labuan Banten. Informasi lain yang dikumpulkan adalah operasi
penangkapan, daerah penangkapan, biaya operasi penangkapan, dan pendapatan
perupaya tangkap.
Analisis Data
Analisis spasial sederhana
Informasi geografis dalam bentuk yang paling sederhana adalah sebuah
informasi yang berkaitan dengan lokasi tata letak obyek tertentu yang selanjutnya
diperluas fungsinya sebagai alat bantu dalam memproses data spasial sehingga
menjadi informasi. Metode analisis data spasial sederhana digunakan untuk
mengetahui sebaran daerah tangkapan Ikan Peperek yang di daratkan di PPP
Labuan Banten. Untuk menentukan daerah sebaran penangkapan Ikan Peperek
dapat disajikan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah responden, yaitu nelayan yang diwawancarai mengenai
daerah penangkapan Ikan Peperek berdasarkan alat tangkap yang digunakan.
2. Membuat peta dasar dari lokasi penelitian dengan menggunakan mapping
method “ArcviewGIS 3.3”
3. Membuat titik lokasi penangkapan Ikan Peperek dalam bentuk spasial ke peta
dasar.
4. Formulasi peta daerah penangkapan
5
Analisis runtun waktu
Samsiah (2008) menyatakan data runtun waktu (time series) adalah jenis data
yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu rentang waktu tertentu.
Analisis data time series mengidentifikasi pola historis yaitu dengan menggunakan
waktu sebagai rujukan, kemudian membuat prediksi dengan menggunakan
ekstrapolasi berdasarkan waktu untuk pola-pola tersebut. Pola tersebut merupakan
sebuah model analisis data runtun waktu yang dapat digunakan untuk melakukan
analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu, seperti dalam ukuran jam,
hari, minggu, bulan, kuartal, dan tahun. Penentuan runtun waktu yang digunakan
yaitu dalam waktu hari selama 20 hari, untuk mengetahui runut waktu volume ikan
yang didaratkan dan harga ikan.
Analisis parameter pertumbuhan
Hubungan panjang bobot
Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Pertumbuhan
panjang dengan hubungan pertumbuhan bobot yaitu dengan rumus (Effendie
2002) :
W = aLb
(1)
Keterangan :
W
: Bobot / berat (gram)
L
: Panjang (mm)
a
: Konstanta Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-bobot dengan
sumbu y)
b
: Konstanta Penduga pola pertumbuhan panjang-bobot
Berdasarkan pola hubungan linear maka
Log w = log a + log L
(2)
Interpretasi dari hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai
konstanta b yaitu dengan hipotesis :
1. H0 : b = 3, dikatakan hubungan yang isometrik (pola pertumbuhan panjang
sama dengan pola pertumbuhan bobot).
2. H1 : b ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan allometrik, yaitu :
a) bila b>3 ; Allometrik positif (pertambahan bobot lebih dominan)
b) bila b ttabel maka tolak
hipotesis nol (H0) dan jika thitung < ttabel maka gagal tolak atau terima hipotesis nol
(Walpole 1993).
6
Sebaran frekuensi panjang
Sebaran frekuensi panjang ditentukan dengan menggunakan data panjang
total ikan. Data panjang ikan dikelompokkan ke dalam beberapa kelas panjang,
sehingga setiap kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi). Pendugaan kelompok
umur diduga dengan analisis frekuensi panjang ikan menggunakan metode
ELEFAN I dalam software FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool).
Menurut Boer (1996), jika fi merupakan frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i
(i=1, 2, ..., G), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah
simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi Adalah proporsi ikan dalam
kelompok umur ke-j (j= 1, 2, ..., G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk
menduga {μ̂ j, σ̂ j, p̂j} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood
function) :
L= ∑ni=1 fi log ∑G
j=1 pj qij
qij dihitung dengan persamaan:
qij =
1
σj √2π
(5)
2
1 xi - μj
exp(- (
2
σj
)
(6)
qij merupakan kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µ j dan simpangan baku
σj, dan xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan
dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap μj, σj, pj sehingga
diperoleh dugaan μ̂ j , σ̂ j , dan p̂ j yang akan digunakan untuk menduga parameter
pertumbuhan.
Ukuran pertama kali matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan yang pertama
kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber yang menyatakan bahwa
logaritma ukuran rata-rata mencapai matang gonad adalah (Udupa 1986) adalah:
x
m = [xk +( )]- (x Σpi)
2
dengan
(7)
Lm = antilog m
(8)
dan selang kepercayaan 95% bagi log m dibatasi sebagai:
antilog m = (m ±1.96 √x2 ∑
pi × qi
ni -1
)
(9)
m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai
tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log
pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada
kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah
ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan pertama
kali matang gonad.
Pengukuran ukuran pertama kali matang gonad dapat
dilakukan setelah dilakukan analisis sebaran frekuensi panjang dan TKG.
7
Pendugaan parameter pertumbuhan
Plot Ford-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam
menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von Bertalanffy dengan
interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995). Berikut adalah
persamaan pertumbuhan von Bertalanffy :
Lt = L∞ [ − −� �−�0 ]
(10)
Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (k) dan L∞ dilakukan dengan
menggunakan metode Ford Wallford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy,
untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi:
Lt+1 =L∞ (1-e-k t+1-t0 )
(11)
Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1, L∞ adalah panjang maksimum secara
teoritis (panjang asimtotik), k adalah koefisien pertumbuhan dan t0 adalah umur
teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol.
Kedua rumus di atas
disubstitusikan dan diperoleh persamaan:
atau:
Lt+1 - Lt = [L∞ - Lt ][1 - e-k ]
(12)
Lt+1 =L∞ [1-e-k ]+Lt e-k
(13)
k = -ln(b)
(14)
Persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier y = b0 + b1x,
jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y), sehingga
terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-k dan titik potong dengan absis sama
dengan L∞[1 – e-k]. Nilai k dan L∞ diperoleh dengan cara:
L∞ =
a
(15)
1-b
Selanjutnya untuk menduga nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang
sama dengan nol) dapat diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan
Venema (1999):
(16)
log -t0 =- . 9 -0.2752 logL∞ -1.038 log K
Keterangan:
Lt
: Panjang ikan pada saat umur t (mm)
L∞
: Panjang asimtotik ikan (mm)
K
: Koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu)
t
: Umur ikan
t0
: Umur ikan pada saat panjang ikan 0
Mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan
berdasarkan data komposisi panjang dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Sparre dan Venema 1999) :
ln
C L1 , L2
∆t L1 , L2
=h-Zt
L1 +L2
2
(17)
8
Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b0 + b1x
dengan y = ln
C L1 , L2
∆t L1 , L2
sebagai ordinat, x = t
L1 +L2
2
sebagai absis, dan Z = -b
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly
(1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
ln M = -0.0152 - 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T
(18)
Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk
memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan
dikalikan dengan nilai 0.8, sehingga untuk spesies yang menggerombol nilai
dugaan menjadi 20% lebih rendah:
M = 0.8 e -0.0152 - 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T
(19)
Keterangan :
M
: laju mortalitas alami (per tahun)
L∞
: panjang asimtotik (mm)
K
: koefisien pertumbuhan (per tahun)
T
: suhu rata-rata prairan (˚C)
Laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan:
F=Z–M
(20)
Laju eksploitasi (E) dapat ditentukan dengan membandingkan mortalitas
penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z):
E=
F
F+M
=
F
Z
(21)
Model produksi surplus
Pendugaan potensi Ikan Peperek dapat diduga dengan model produksi surplus
yang menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort). Model
yang digunakan dipilih antara model Schaefer dan Fox yang memiliki koefisien
determinasi (R2) tertinggi. Tingkat upaya penangkapan optimum (fMSY dan hasil
tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan menggunakan
model Schaefer (1954) in Sparre dan Venema (1999) diperoleh dengan persamaan
berikut:
Y = af + bf2
(22)
Sehingga diperoleh dugaan fMSY dan MSY :
fMSY =
−
(23)
a2
MSY= - 4b
(24)
9
Sedangkan menurut Fox (1970) in Sparre dan Venema (1999) persamaannya
adalah:
Y = f e a+bf
(25)
Sehingga diperoleh dugaan fMSY dan MSY :
fMSY =
−
(26)
MSY = − e (a-1)
Keterangan :
= Konstanta
= Peubah
��
= Tangkapan (ton)
=
Upaya (trip)
�
MSY = Maximum Sustainable Yield
fMSY = Upaya saat Maximum Sustainable Yield
(27)
Model yang dapat diduga sebagai model terbaik merupakan model yang
memiliki nilai kolerasi dan determinasi yang paling tinggi. Penentuan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) atau Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80% dari tangkapan maksimum
lestarinya (Pasisingi 2011).
TAC = 80 % x MSY
(28)
Eksekusi perhitungan parameter pertumbuhan dan produksi surplus
menggunakan perangkat lunak FISAT versi II.
Analisis Catch - Revenue
Standarisasi alat tangkap
Standarisasi alat tangkap digunakan untuk menyeragamkan upaya
penangkapan yang ada sehingga dapat diasumsikan upaya penangkapan suatu alat
tangkap dapat menghasilkan tangkapan yang relatif sama dengan alat tangkap yang
dijadikan standar. Alat tangkap yang digunakan standar adalah alat tangkap yang
dominan menangkap menangkap jenis ikan tertentu dan memiliki nilai Fising
Power Index (FPI) sama dengan satu. Nilai FPI dari masing-masing alat tangkap
lainnya dapat diketahui dengan membagi laju penangkapan rata-rata unit
penangkapan yang dijadikan standar. Menurut Spare dan Venema (1999) nilai FPI
diketahui dengan rumus:
C
(29)
CPUEi = i
FPIi =
fi
CPUEi
CPUEs
(30)
CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap ke-i, Ci
adalah jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i, fi adalah jumlah upaya
penangkapan jenis alat tangkap ke-i, CPUEs adalah hasil tangkapan per upaya
10
penangkapan alat tangkap yang di jadikan standar, dan FPI adalah faktor upaya
tangkap pada jenis alat tangkap ke-i.
Analisis hasil tangkapan per unit upaya tangkap dan pendapatan per upaya
tangkap
Hasil tangkapan per unit upaya tangkap (Catch per unit of effort, CPUE)
hasil tangkapan per upaya tangkap mencerminkan perbandingan antara hasil
tangkapan dengan unit penangkapan yang dicurahkan. Data produksi pertahun
dibagi dengan upaya penangkapan pertahun untuk menghasilkan CPUE. Rumus
perhitungan CPUE adalah sebagai berikut:
CPUEti=
Yti
(31)
Eti
Keterangan :
CPUEti
: CPUE pada waktu t untuk jenis ke-i (kg/orang/trip)
Yti
: Hasil tangkapan pada waktu t jenis ke-i (kg)
Eti
: Upaya penangkapan pada waktu t jenis ke-i (trip)
Analisis pendapatan per upaya tangkap (Revenue per unit of effort, RPUE)
dilakukan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya
berdasarkan keuntungan atau laba yang akan diperoleh. Keuntungan ini dapat
dilihat berdasarkan nilai pasar dari suatu komoditi atau jumlah hasil produksi.
Prakiraan keuntungan ekonomi tidak dapat dihitung langsung tetapi dapat
diperkirakan melalui perhitungan RPUE, dengan persamaan sebagai berikut :
RPUEt = CPUEt × P
Keterangan:
RPUEt
CPUEt
P
(32)
: Pendapatan per unit effort pada waktu ke-t
: Hasil tangkap per usaha pada waktu ke-t
: Harga stok yang berlaku
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemetaan partisipatif daerah tangkapan
Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat
Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan dan berada di
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 572 (Dhenis 2010). Secara partisipatif,
sebaran daerah tangkapan Ikan Peperek disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.
11
Gambar 3 Pemetaan partisipatif daerah tangkapan Ikan Peperek dengan trip harian
di Perairan Selat Sunda
Gambar 4 Pemetaan partisipatif daerah tangkapan Ikan Peperek dengan trip
mingguan di Perairan Selat Sunda
12
Produksi harian nelayan arad
Penelitian ini dilakukan dengan analisis hasil tangkapan harian yang
dilakukan selama 20 hari pada bulan maret 2015 terhadap lima nelayan yang
mendaratkan Ikan Peperek di PPP Labuan Banten dengan menggunakan jaring arad
(pukat pantai) atau modifikasi dari trawl (Lampiran 1). Grafik produksi harian tiap
nelayan disajikan pada gambar 5
Produksi harian (kg)
60
50
Nelayan 1
40
Nelayan 2
30
Nelayan 3
Nelayan 4
20
Nelayan 5
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hari ke-
Gambar 5 Hasil tangkapan dari lima nelayan yang mendaratkan Ikan Peperek di
Perairan Selat Sunda
Komposisi hasil tangkapan ikan
Pelabuhan Pantai Perikanan (PPP) Labuan berada di Desa Teluk, Kecamatan
Labuan, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Kabupaten Pandeglang
merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Provinsi Banten yang letaknya
berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudra Hindia. Ikan yang
didaratkan di PPP Labuan berasal dari perairan Selat Sunda. PPP Labuan memiliki
tiga tempat pelelangan ikan (TPI) yaitu TPI I, TPI II, dan TPI III.
Umumnya nelayan labuan melakukan kegiatan penangkapan beberepa jenis
ikan, baik jenis ikan pelagis maupun jenis ikan demersal. Nelayan di PPP Labuan
menggunakan alat tangkap yang beragam sehingga menyebabkan hasil tangkapan
yang didapatkan cukup banyak (Gambar 6).
Peperek
Biji Nangka
Kurisi
Layang
Selar
Teri
Tembang
Kembung lelaki
Kembung betina
Tetengkek
Lemuru
2%11%
4%
7%
5%
11%
11%
21%
11%
7% 10%
Gambar 6 Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan Banten
Sumber : DKP kabupaten Pandeglang 2013
13
Hubungan panjang dan bobot
Analisis hubungan panjang dan bobot menggunakan data ukuran panjang
total dan bobot basah ikan contoh. Hubungan panjang dan bobot dimanfaatkan
untuk mengetahui pola pertumbuhan suatu organisme. Gambar 7 dan Gambar 8
menyajikan hasil analisis hubungan panjang bobot Ikan Peperek.
120
W = 0,00003L2,9852
R² = 62,46 %
n = 230
Bobot (gram)
100
80
60
40
20
0
0
50
100
Panjang (mm)
150
200
Gambar 7 Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek betina
140
W = 0,00002L3,0162
R² = 57,70 %
n = 316
Bobot (gram)
120
100
80
60
40
20
0
0
50
100
Panjang (mm)
150
200
Gambar 8 Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek jantan
Sebaran frekuensi panjang dan kelompok umur
Jumlah total contoh ikan yang diambil adalah sebanyak 546 ekor, dan jumlah
Ikan Peperek yang diambil pada setiap pengambilan contoh berkisar antara 80–100
ekor. Pada gambar 9 disajikan diagram batang sebaran frekuensi panjang total Ikan
Peperek betina dan jantan. Sebaran kelompok umur disajikan dalam Gambar 10
dan Gambar 11.
Frekuensi (individu)
14
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Lm ♀= 119,5019 mm
jantan
betina
Lm ♂ =156,9035 mm
Selang kelas (mm)
Gambar 9 Sebaran frekuensi panjang Ikan Peperek dengan keterangan Lm
Gambar 10 Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek betina
Gambar 11 Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek jantan
Ana1isis pendugaan parameter pertumbuhan
Analisis mengenai parameter pertumbuhan adalah koefisien pertumbuhan (K),
panjang asimtotik atau panjang yang tidak dapat diacapai oleh ikan (L∞) dan umur
teoritik ikan pada saat panjang ikan nol (t0), disajikan pada Tabel 1.
15
Tabel 1 Parameter pertumbuhan Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda berdasarkan
model von Bertalanffy (K, L∞, dan t0)
Parameter pertumbuhan
Betina
Jantan
K (per tahun)
L∞ (mm)
t0 (per tahun)
0, 83
0, 64
172, 73
183, 23
-0, 1206
-0, 1535
Mortalitas dan laju eksploitasi
Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) Ikan Peperek dilakukan dengan
kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang, parameter mortalitas
terdiri dari mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F). Untuk
mengetahui laju mortalitas dan laju eksploitasi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Laju mortalitas dan eksploitasi Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda
Parameter
Betina
3,72
Jantan
2,40
Mortalitas alami (M)
0,79
0,66
Mortalitas tangkapan (F)
2,93
1,74
78, 69%
72, 38 %
Mortalitas Total (Z)
Laju eksploitasi (E)
Model produksi surplus
Model produksi surplus digunakan untuk mengetahui tingkat upaya optimum
suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu tangkapan maksimum lestari. Model
yang biasa digunakan untuk menduga hasil tangkapan lestari dan upaya
penangkapan optimal adalah model Schaefer dan Fox. Data hasil tangkapan Ikan
Peperek yang telah distandarisasi dengan memproporsikan tangkapan Ikan Peperek
dan tangkapan total pada alat tangkap tertentu. Model produksi surplus yang
digunakan adalah model Fox dengan nilai determinasi sebesar 88,27%. Data hasil
tangkapan Ikan Peperek dan upaya penangkapan yang telah distandarisasi disajikan
pada Tabel 3 dan grafik analisis MSY dengan menggunakan model Fox disajikan
pada Gambar 12.
Tabel 3 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) Ikan Peperek di
Perairan Selat Sunda dari tahun 2004-2013
Tahun
Hasil tangkapan (ton)
Upaya (trip)
2004
1896
31.980
2005
1643
45.296
2006
1380
23.339
2007
1364
29.067
2008
1499
57.164
2009
1322
55.074
2010
1322
61.358
2011
1255
59.347
2012
1251
55.613
2013
1159
38.626
16
2000
2004
1800
2006
1600
2007
Catch (ton)
1400
1200
2005
2008
2013
1000
2009
2010
c&f
C MSY
2011
f MSY
800
c aktual
2012
600
f aktual
400
cpue
200
0
0
50000
100000
150000
200000
250000
Effort (trip)
Gambar 12 Kurva model produksi surplus dengan model Fox Ikan Peperek di
Perairan Selat Sunda
Analisis hasil tangkapan per unit upaya tangkap
Widodo dan Suadi (2006) menjelaskan bahwa kecenderungan kelimpahan
relatif selang beberapa tahun diukur dengan menggunakan data hasil tangkapan per
satuan upaya yang diperoleh dari suatu penelitian penarikan contoh dalam
perikanan. Hubungan antara produksi dengan upaya penangkapan dan pola sebaran
hasil tangkapan per satuan upaya Ikan Peperek disajikan pada Gambar 13 dan 14.
Data tersebut didapat dari DKP Kab Pandeglang 2013.
20.000
600
18.000
Upaya tangkapan
14.000
400
12.000
10.000
300
8.000
200
6.000
4.000
Tangkapan (ton)
500
16.000
100
2.000
0
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Bulan
2010
2011
2012
2013
upaya
tangkapan
tangkapan
Gambar 13 Hasil tangkapan dan upaya tangkapan Ikan Peperek setiap per triwulan
dari tahun 2004-2013
17
0,5000
CPUE
0,4000
0,3000
0,2000
0,1000
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
-
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Bulan
Gambar 14 Hasil tangkapan per unit upaya tangkap Ikan Peperek di Perairan Selat
Sunda dari tahun 2004-2013
Analisis CPUE dan RPUE
Hasil tangkapan per unit upaya tangkap atau Cacth per unit effort (CPUE)
dapat memberikan gambaran mengenai kelimpahan sumberdaya ikan dalam suatu
perairan. Sementara itu analisis pendapatan per unit upaya tangkap (Revenue per
unit of effort, RPUE) digunakan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan
upaya penangkapannya berdasarkan keuntungan atau laba yang akan diperoleh.
Hasil analisis CPUE dan RPUE disajikan pada gambar 15 sedangkan pada gambar
16 disajikan grafik laju produksi harian selama 20 hari.
0,0700
250000
0,0600
200000
150000
0,0400
0,0300
RPUE
CPUE
0,0500
100000
0,0200
50000
0,0100
0,0000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
0
2013
CPUE
RPUE
Tahun
Gambar 15 Keterkaitan antara CPUE dan RPUE pada Ikan Peperek di Perairan
Selat Sunda dari tahun 2004-2013
18
5000000
4500000
4000000
3500000
2500000
RPUE
CPUE
3000000
2000000
1500000
1000000
500000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hari ke-
CPUE
RPUE
Gambar 16 Laju produksi harian Ikan Peperek selama 20 hari pada bulan maret
2015
Pembahasan
Operasi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap Ikan Peperek
berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan adalah jaring arad (pukat pantai)
(Lampiran 1). Ukuran mata jaring arad sebesar 0,75-1,25 inchi. Jaring arad
dioperasikan menggunakan kapal motor berukuran 15-20 GT, kapal motor tersebut
beroperasi secara trip harian. Nelayan dengan trip harian berangkat setiap hari dari
pukul 05.00 WIB dan pulang sekitar pukul 15.00 WIB. Akan tetapi, Menurut
Agustina (2013) Lama waktu penangkapan biasanya ditentukan dari cuaca, modal
untuk perbekalan, dan besarnya kapal yang digunakan
Daerah tangkapan Ikan Peperek di sekitar pantai Pulau Rakata, Pulau
Panaitan, Anyer, Tanjung Lesung, dan Pulau Papole (Gambar 2). Penetuan daerah
tangkapan tersebut berdasarkan pengalaman dari nelayan sebelumnya atau pun dari
cerita antar sesama nelayan. Selain itu, modal menjadi alasan lain bagi nelayan
yang hanya mampu menjangkau daerah-daerah tersebut dengan permodalan rendah.
Selain nelayan dengan trip harian (Gambar 3), terdapat pula nelayan dengan
trip mingguan yang mendapatkan Ikan Peperek dalam hasil tangkapannya. Nelayan
trip mingguan maupun trip harian menangkap ikan di pulau Legundi, Sebuku,
Sebesi, Betua, Tanjung Alang-Alang hingga Perairan Lampung (Gambar 4)
Nelayan ini melaut rata-rata selama 4-6 hari, dengan jumlah tenaga kerja 6-12
orang sesuai dengan alat tangkap yang digunakan. Nelayan trip mingguan ini
mengoperasikan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap berupa
Rawai pancing, Cantrang atau Gardan, dan Jaring Rampus. Tangkapan utama
nelayan mingguan adalah ikan-kan demersal dengan ukuran yang besar dan bernilai
ekonomis tinggi seperti Kakap merah (Lutjanus sp), Kerapu (Epinephelus
19
pachycentru), Swanggi (Priacanthus tayenus), Kurisi (Nemipterus furcosus), Layur
(Lepturacanthus savala), Peperek (Eublekeeria splendens) hingga Cumi (Loligo
sp.) dan Udang (Penaeus).
Berdasarkan Gambar 5 yang menunjukan hasil tangkapan dari lima kapal yang
mendaratkan Ikan Peperek, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan setiap harinya
mengalami fluktuasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh lama waktu penangkapan dan
cuaca di daerah penangkapan (Agustina 2013). Nelayan 4 mengalami fluktuasi
yang sangat drastis, pada hari ke-7 mendapatkan hasil tangkapan Ikan Peperek
terbanyak yaitu sebanyak 50 kg dan pada hari ke-9 mengalami penurunan,
dikarenakan tidak melaut. Nelayan 4 dan 5 mendapatkan hasil tangkapan terbanyak
pada hari ke-18 dengan banyaknya hasil tangkapan 40 kg sampai dengan 50 kg,
sedangkan nelayan 1,2 dan nelayan 3 mendapatkan hasil tangkapan Ikan Peperek
terbanyak pada hari ke-10 sampai hari ke-14 masing-masing sebanyak 20 kg sampai
30 kg (Lampiran 11). Menurut Utami et al (2012), produksi ikan tidak hanya
dipengaruhi oleh banyaknya upaya penangkapan yang dilakukan, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tenaga kerja, kelimpahan sumberdaya
ikan, dan pemodalan. Hasil tangkapan trip harian dan harga Ikan Peperek dari lima
kapal yang mendaratkan Ikan Peperek, kisaran harga yang terjadi selama 20 hari
berkisar Rp. 10.000 hingga 50.000 /kg. Fluktuasi produksi harian rata-rata yang
terjadi selama pengamatan mengindikasikan adanya ketidakpastian hasil tangkapan.
Harga Ikan Peperek dari 5 contoh nelayan selalu sama setiap harinya, hal ini terjadi
karena permintaan yang tinggi dan terus menerus terhadap ikan tersebut sehingga
nelayan tidak membeda-bedakan harga ikan tersebut (Agustina 2013).
Berdasarkan hasil analisis panjang dan bobot diketahui bahwa untuk Ikan
Peperek betina memiliki persamaan W= 0,00003L2,9852 dengan koefisien
determinasi sebesar 62,46%, sedangkan ikan jantan memiliki persamaan W=
0,00002L3,0162 dan koefisien determinasi sebesar 57,70%. Persamaan yang
terbentuk dimanfaatkan untuk menduga bobot ikan pada panjang tertentu dan
menentukan pola pertumbuhan ikan tersebut. Oleh karena itu bobot dapat dianggap
sebagai fungsi dari panjang (Effendie 2002). Hasil uji t (Lampiran 2) menujukan
bahwa pola pertumbuhan Ikan Peperek baik betina maupun jantan adalah
issometrik, yakni bahwa Ikan Peperek memiliki pertumbuhan panjang dan bobot
yang seimbang. Hal ini sesuai dengan penelitian Saadah dan Sjafe’i (2001) yang
menyebutkan bahwa Ikan Peperek memiliki pertumbuhan issometrik, namun pada
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Simanjuntak (2009), Hazrina
(2010), dan Pratiwi (2011) menunjukan hasil yang berbeda. Perbandingan pola
pertumbuhan Ikan Peperek dapat dilihat pada Tabel 4. Ada perbedaan pola
pertumbuhan dari berbagai penelitian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran,
habitat, dan jumlah contoh yang diamati. Perbedaan nilai b pada spesies yang sama
dapat disebabkan oleh adanya perbedaan laju pertumbuhan, perbedaan umur dan
tahapan perkembangan gonad, makanan, serta kondisi perairan (Rahman et al
2012). Nilai konstanta b juga dipengaruhi oleh letak geografis, kondisi lingkungan
seperti musim, penyakit dan parasit yang menunjukan pola pertumbuhan ikan
(Lawson & Doseku 2013).
20
Tabel 4 Perbandingan pola pertumbuhan Ikan Peperek
Peneliti
Saadah (2000)
Lokasi
Labuan Banten
Spesies
Leiognathus
splendens
Jenis
Kelamin
b
Pola
Pertumbuhan
Betina
2, 9750
Issometrik
Jantan
2, 9700
Issometrik
3, 0888
Allometrik
positif
Blanakan Subang
Simanjuntak
(2009)
Labuan Banten
Leiognathus
splendens
Palabuan ratu
Hazrina (2010)
Palabuhan ratu
Leiognathus
spp.
Pertiwi (2011)
Teluk Jakarta
Leiognathus
equlus
Penelitian ini
(2014)
Labuan Banten
Eublekeeria
splendens
3, 1171
Allometrik
positif
2, 7433
Allometrik
negatif
Betina
2, 6940
Jantan
2, 8820
Betina
2, 9852
Allometrik
negatif
Allometrik
negatif
Allometrik
negatif
Isometrik
Jantan
3, 0162
Isometrik
2, 8321
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa frekuensi panjang Ikan Peperek betina
menyebar dari selang kelas panjang 70 mm hingga 169 mm, sedangkan untuk
frekuensi panjang ikan jantan menyebar dari selang kelas panjang 70 mm hingga
179 mm dan berdasarkan hasil pengukuran diketahui panjang maksimal Ikan
Peperek sebesar 175 mm dan untuk panjang minimum sebesar 70 mm. Menurut
Pratiwi (2011) perbedaan ukuran panjang disebabkan beberapa faktor seperti
tempat pengambilan contoh ikan, keterwakilan contoh yang diambil dan diduga
karena tekanan penangkapan yang tinggi. Pada jenis ikan yang sama ukuran
panjang totalnya belum tentu sama di suatu daerah yang berbeda, karena ada faktor
luar yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Nilai panjang pertama kali matang
gonad (Lm) pada Ikan Peperek betina adalah 119,5019 mm dan untuk nilai panjang
pertama kali matang gonad (Lm) ikan jantan sebesar 156,9035 mm (Lampiran 4).
Hal ini menunjukan banyak ikan yang tertangkap sebelum ukuran pertama kali
matang gonad. Analisis kelompok umur dilakukan untuk melihat perubahan ratarata panjang ikan pada setiap pengambilan contoh (Lampiran 5). Gambar 10 dan
gambar 11 dapat dilihat bahwa adanya pergeseran modus ke arah kanan yang
menunjukkan adanya pertumbuhan pada Ikan Peperek betina dan jantan pada
pengambilan contoh ke-1 hingga ke-2, dan terjadi pergeseran modus ke arah kiri
yang menunjukan terjadinya rekruitmen pada pengambilan contoh ke-3 hingga ke6. Perbedaan ukuran panjang ikan dapat dipengaruhi karena adanya faktor dalam
dan faktor luar (Effendie 2002).
Parameter pertumbuhan diduga dengan menggunakan program FISAT II,
dengan metode ELEFAN I dan selang kelas, nilai tengah dan frekuensi dimasukkan
terlebih dahulu, kemudian nilai K dan L∞ tersebut kedalam model pertumbuhan
Von Bertalanffy. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa parameter
pertumbuhan Ikan Peperek betina memiliki persamaan petumbuhan Von
21
Bertalanffy yaitu Lt = 173,72(1-exp[-0, 83(+0,1206)]) dan persamaan pertumbuhan Von
Bertalanfy untuk ikan jantan adalah Lt =183,23(1-exp[-0,64(+0,1535)]) (Lampiran 6).
Dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukan bahwa koefisien pertumbuhan Ikan
Peperek jantan lebih besar dibandingkan Ikan Peperek betina. Hal ini di duga karena
semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, maka semakin cepat waktu yang
dibutuhkan untuk mendekati panjang asimtotik (Sparre & Venema 1999).
Sementara itu, Ikan Peperek jantan lebih cepat mengalami mortalitas alami
dibandingkan dengan Ikan Peperek betina.
Hasil analisis laju mortalitas dan laju ekspoitasi Ikan Peperek dapat dilihat
dalam Tabel 2. Laju mortalitas total Ikan Peperek betina sebesar 3,43 dengan laju
mortalitas alami 0,80 dan laju mortalitas penangkapan sebesar 2,6 dengan laju
exsploitasi sebesar 76,66 %. Sedangkan laju mortalitas total ikan jantan sebesar 3,
38 dengan laju mortalitas alami sebesar 0,66 dan laju mortalitas penangkapan
sebesar 2,71, sehingga diperoleh laju eksploitasi sebesar 80,35% (Lampiran 6).
Mortalitas alami terjadi karena karena penangkapan seperti pemangsaan, penyakit,
kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Menurunnya laju mortalitas alami
disebabkan oleh berkurangnya jumlah ikan yang tumbuh hingga usia tua dan
mengalami kematian secara alami akibat telah tertangkap lebih dahulu oleh aktifitas
penangkapan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi ikan di suatu daerah
maka mortalitas penangkapan tinggi (Sparre & Venema 1999). Hal ini dapat dilihat
dari jumlah TKG ikan yang tertangkap yaitu dominan pada TKG I dan TKG II
(Lampiran 3). Menurut Gullan (1971) in Pauly (1984) laju eksploitasi optimum
sebesar 0,5 sehingga dapat dilihat bahwa laju eksploitasi Ikan Peperek telah
melewati batas optimum yang disebabkan adanya tekanan penangkapan terhadap
Ikan Peperek di perairan Selat Sunda. Hal ini dapat dilihat juga pada panjang
maksimum yang tertangkap di PPP Labuan yaitu untuk Ikan Peperek betina sebesar
166 mm dan untuk ikan jantan sebesar 175 mm. Sedangkan nilai panjang asimtotik
Ikan Peperek betina sebesar 172, 73 mm dan untuk ikan jantan sebesar 183, 23mm.
Menurut DKP (2013), Alat tangkap yang banyak digunakan nelayan untuk
menangkap Ikan Peperek di perairan Selat Sunda adalah payang, dogol, pukat
pantai (arad), pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, bagan rakit,
bagan tancap, dan pancing. Hasil analisis yang didapat untuk mengetahui alat
tangkap standar yang mempunyai faktor daya tangkap atau fishing power index
(FPI)=1 pada Lampiran 7 adalah jaring arad.
Menurut Sparre & Venema (1999), Model produksi surplus merupakan suatu
model yang mengatur tentang upaya tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap
sumberdaya ikan dengan tidak melebihi batas hasil tangkapan lestari atau Maximum
Sustainable Yield (MSY). Hasil analisis yang disajikan pada Lampiran 8
menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) dengan hasil yang tertinggi
adalah model Fox yaitu sebesar 88,27%. Hal ini menunjukan bahwa model Fox baik
digunakan untuk menduga upaya optimum (fmsy) dan MSY karena dapat mewakili
keadaan yang sebenarnya (Gambar 12). Selain itu, asumsi dari model Fox yang
mengatakan bahwa setiap sumber daya tidak akan pernah punah (habis). Pada
pendekatan model Fox diperoleh upaya penangkapan optimum (fmsy) Ikan Peperek
adalah 36.434 trip per tahun dengan nilai MSY adalah 1.503 ton per tahun dan
jumlah tangkapan Ikan Peperek yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch
(TAC) sebesar 1.203 ton per tahun (Lampiran 8). Jika upaya penangkapan aktual
telah melebihi upaya penangkapan lestari, maka di perairan tersebut telah terjadi
22
biological overfishing yang merupakan kondisi tingkat upaya penangkapan dalam
suatu perikanan tertentu melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan
MSY. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan pengaturan upaya penangkapan
dan pola penangkapan (Widodo & Suardi 2006).
Berdasarkan Gambar 13, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per upaya
penangkapan Ikan Peperek di perairan Selat Sunda mengalami fluktuasi. Hasil
tangkapan tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2004 sebesar 569,7 ton dan hasil
tangkapan terendah pada bulan Oktober tahun 2013 sebesar 218,5 ton. Sedangkan
upaya penangkapan tertinggi terjadi pada bulan Januari tahun 2009 sebesar 17.656
trip melaut, dan terendah terjadi pada bulan Juni pada tahun 2006 sebesar 1.806 trip
melaut. Tahun 2004 terlihat pada Lampiran 9, bahwa hasil tangkapan Ikan Peperek
sangat tinggi dengan upaya yang rendah, sedangkan pada tahun 2008 sampai 2013
hasil tangkapan rendah dengan upaya penangkapan yang tinggi. Hal ini diduga
telah terjadi kelebihan tangkap secara biologi terhadap Ikan Peperek, karena upaya
penangkapan yang terus meningkat dan hasil tangkapan menurun. Laju produksi
yang berfluktuasi bisa terjadi karena faktor lingkungan, pemangsaan, dan interaksi
dengan populasi lain (Widodo & Suardi 2006). Hal ini juga sesuai dengan hasil
wawancara yang didapat bahwa laju produksi menurun dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan keadaan ekonomi. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa, hasil
tangkapan per upaya tangkap (CPUE) Ikan Peperek berfluktuasi dan menurun
(Lampiran 9). Hal ini terlihat dari tahun 2006 sampai 2011 CPUE Ikan Peperek
menurun, diduga bahwa hasil tangkapan yang rendah dan upaya penangkapan yang
tinggi. Sehigga hal tersebut disebabkan oleh semakin jauhnya daerah penangkapan
dan akibat pengaruh perubahan kondisi lingkungan (Prihatini et al 2007).
Analisis Revenue Per Unit Effort (RPUE) merupakan analisis yang bertujuan
untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya berdasarkan
keuntungan atau laba yang akan diperolehnya. Dapat disebut juga dengan perkiraan
keuntungan yang tidak dapat dihitung secara langsung. Kisaran harga Ikan Peperek
tidak terlalu besar setiap harinya maupun dari tahun ke tahunnya. Berdasarkan
Gambar 15 dapat dilihat b
DAYA IKAN PEPEREK Eubleekeria splendens (Cuvier,1829)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA
ROSITA FADILLAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Dinamika FaktorFaktor Pengelolaan Sumberdaya Ikan Peperek Eublekeeria splendens (Cuvier,
1829) di Perairan Selat Sunda adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua
sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
.
Bogor, September 2015
Rosita Fadillah
C24110075
ABSTRAK
ROSITA FADILLAH. Dinamika Faktor-Faktor Pengelolaan Sumber daya Ikan
Peperek (Eublekeeria splendens, Cuvier 1829) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing
oleh LUKY ADRIANTO dan MENNOFATRIA BOER.
Ikan Peperek termasuk kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis
dan tersebar di seluruh wilayah Perairan Indonesia, salah satunya di Perairan Selat
Sunda. Ikan ini merupakan hasil tangkapan sampingan yang diolah menjadi ikan
asin, walaupun demikian Ikan Peperek merupakan ikan yang dominan didaratkan
di PPP Labuan Banten dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring arad
(trawl). Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menduga pengelolaan yang tepat
bagi Ikan Peperek Eublekeeria splendens di Perairan Selat Sunda berbasiskan
analisis parameter pertumbuhan dan analisis catch-revenue. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Mei hingga September 2014 dan Maret 2015. Jumlah total
ikan contoh yang diambil mencapai 546 ekor. Hasil penelitian menunjukkan Ikan
Peperek memiliki pola pertumbuhan isometrik, dan mempunyai hasil tangkapan
yang berfluktuatif. Laju eksploitasi Ikan Peperek betina dan jantan telah melebihi
laju eksploitasi optimum. Pengelolaan yang dapat direkomendasikan yaitu
pengaturan upaya penangkapan, pengaturan musim penangkapan, serta mengatur
kerjasama antara nelayan dan pemerintah.
Kata kunci: Ikan Peperek, pengelolaan, pertumbuhan, Selat Sunda
ABSTRACT
ROSITA FADILLAH. The Dynamics of Resources Management Factors of
Ponyfish (Eubleekeria splendens, Cuvier 1829) in Sunda Strait. Supervised by
LUKY ADRIANTO and MENNOFATRIA BOER.
Splendid Ponyfish is one of demersal fish that have economic value and spread out
in all of Indonesia, such as Sunda Strait. Splendid fish is bycatch that be processed
become salted fish, even though splendid fish is one of dominant fish landed on
PPP Labuan Banten with use of fishing gear in the form of trawl. The purpose of
this research is to study appropriate management for splendid fish Eublekeeria
splendens in Sunda Strait area based on growth parameter analysis and catchrevenue analysis. This research was conducted from May till September 2014 and
March 2015. The total of fish was taken during the study were 546 fishes. The
result showed that the growth pattern of splendid ponyfish is issometric, and has
fluctuated production pattern. The rate of exploitation of male and female of ribbon
fish landslide above optimum exploitation rate. Management process that can be
recommended are manage the efforts and mesh size, manage the fishing season and
manage the cooperation between fishermen and government.
Keywords: splendid ponyfish, management, growth, sunda strait
DINAMIKA FAKTOR-FAKTOR PENGELOLAAN SUMBER
DAYA IKAN PEPEREK Eublekeeria splendens (Cuvier, 1829)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dinamika
Faktor-Faktor Pengelolaan Sumber daya Ikan Peperek Eublekeeria splendens
(Cuvier, 1829) di Perairan Selat Sunda”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana perikanan pada Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi untuk
menempuh studi kepada penulis.
2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi
Negeri (BOPTN), Anggaran pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB
Tahun Ajaran 2014, kode Max:2013.089.521219, Penelitian Dasar untuk
Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan
Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di
Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir
Mennofatria Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, Msi
(sebagai anggota peneliti).
3. Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan Prof Dr Ir Mennofatria Boer,
DEA selaku dosen pembimbing skripsi kedua yang telah memberikan masukan
dan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi dan Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi,
MSc selaku Komisi Pendidikan S1 serta Dr Ir Zairion, MSc selaku dosen
penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Staf Tata Usaha Departemen Manajem Sumberdaya Perairan.
6. Pak kawel dan ibu atik, pak toha dan ibu warti, ibu hasanah, ibu wasti dari
Labuan, yang telah banyak membantu selama proses pengambilan data
7. Keluarga :Wahyu Suryana Padilah (Bapak), Siti Khodijah (Ibu), Muhammad
Raihan Alhafidh (Adik), dan keluarga besar sumedang yang telah memberikan
motivasi baik secara moril maupun materil.
8. Tim BOPTN, Tim Asisten Bioper, dan partner penelitian Rizka Sari, kak
Siska, kak Wida, kak Mega.
9. Sahabat seperjuangan Oky, Irma, Anes, Nindria, Bayu, Meti, Gama, Hadi,
Ceppy, Annisa, Amir, Sigit, Septa dan THE ALMA serta teman-teman yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
10. Teman - teman MSP 48, adik-adik MSP 49, dan MSP 50.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Rosita Fadillah
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Tempat dan waktu
Pengumpulan data
Data primer
Data sekunder
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
Alternatif pengelolaan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vii
viii
viii
viii
1
1
1
2
3
3
3
3
3
4
4
10
10
18
23
23
23
24
24
27
44
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy
Laju mortalitas dan eksploitasi Ikan Peperek
Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip)
Perbandingan pola pertumbuhan Ikan Peperek
15
15
15
20
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Kerangka pemikiran
Peta lokasi penelitian
Pemetaan partisipatif daerah tangkapan dengan trip harian
Pemetaan partisipatif daerah tangkapan dengan trip mingguan
Hasil tangkapan dari lima nelayan
Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan Banten
Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek betina
Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek jantan
Sebaran frekuensi panjang Ikan Peperek dengan keterangan Lm
Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek betina
Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek jantan
Kurva model produksi surplus dengan model Fox
Hasil tangkapan&upaya tangkapan setiap per triwulan 2004-2013
Hasil tangkapan per unit upaya tangkap dari tahun 2004-2013
Keterkaitan antara CPUE dan RPUE
Laju produksi harian Ikan Peperek selama 20 hari
2
3
11
11
12
12
13
13
14
14
14
16
16
17
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1. (a) Panjang total Ikan Peperek dan (b) sketsa alat tangkap arad
2. Hubungan panjang dan bobot (uji t)
3. Uji Chi-square terhadap proporsi kelamin
4. Ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
5. Pendugaan pertumbuhan Von Bertalanffy
6. Pendugaan mortalitas Ikan Peperek
7. Standarisasi alat tangkap pada Ikan Peperek
8. Model produksi surplus
9. Standarisasi alat tangkap berdasarkan data triwulan
10. CPUE dan RPUE Ikan Peperek
11. CPUE dan RPUE harian Ikan Peperek selama 20 hari
27
27
28
29
30
32
33
37
38
42
42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya perikanan laut Indonesia memiliki sifat spesifik yakni akses
terbuka (open access) yang dapat memberikan sebuah pemikiran bahwa setiap
orang memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property) (Utami et
al. 2012). Sementara itu, semua individu baik nelayan maupun pengusaha
perikanan laut akan merasa memiliki hak untuk mengeksploitasi sumberdaya laut
sesuai kemampuan masing-masing. Sebaliknya tidak satupun pihak yang menjaga
kelestarian ikan tersebut, melainkan setiap pihak akan berusaha untuk
memaksimumkan hasil tangkapan (Fauzi 2010). Pemanfaatan sumberdaya
perikanan haruslah memberikan manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap
memperhatikan faktor biologis sumberdaya ikan sehingga dalam aktifitas
pemanfaatan sumberdaya perikanan akan memberikan keuntungan yang maksimal
bagi kesejahteraan nelayan dan lestari secara biologi (Hazrina 2010).
Menurut Tampubolon (1991), Ikan Peperek (Eublekeeria splendens)
merupakan salah satu jenis ikan demersal yang habitatnya berada di suatu dasar
perairan atau daerah berbatu dan membentuk gerombolan besar. Ikan ini termasuk
kedalam hasil tangkapan sampingan (by catch) dari hasil tangkapan utama dan biasa
tertangkap dengan alat tangkap trawl (pukat pantai), cantrang dan pukat tepi
(Kepmen 2010). Selain itu, Ikan Peperek merupakan ikan ekonomis penting yang
menjadi salah satu ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) Labuan Banten, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Provinsi
Banten karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan
Samudera Hindia (Dhenis 2010).
Pentingnya sumberdaya ikan bagi kebutuhan manusia baik untuk kegiatan
perekonomian maupun kebutuhan pangan, sehingga mendorong manusia untuk
melakukan kegiatan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan tersebut, termasuk Ikan
Peperek. Ikan Peperek di Labuan cukup potensial dalam kegiatan penangkapan,
ikan ini banyak di konsumsi masyarakat umumnya dipasarkan dalam bentuk segar
maupun dalam bentuk olahan seperti ikan asin. Kegiatan tersebut dapat
mempengaruhi dan mengubah status stok sumberdaya Ikan Peperek terutama
diperairan Selat Sunda. Oleh karena itu, perlu analisis untuk menduga pengelolaan
yang berkelanjutan. Analisis ini akan menggambarkan bahwa secara biologi Ikan
Peperek dapat lestari dan secara ekonomi nelayan dapat tetap memperoleh
keuntungan dari pemanfaatan Ikan Peperek tersebut (Purnamasari 2013).
Perumusan Masalah
Pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan dapat mengetahui pola
penyebaran dan musiman ikan, sehingga dapat mengetahui daerah yang sudah atau
belum tereksploitasi dan dapat mengupayakan pengelolaan terhadap stok ikan.
Eksploitasi yang tinggi berakibat dapat menghilangkan ikan-ikan berukuran besar
terlebih dahulu (Oddone et al. 2005). Kegiatan penangkapan Ikan Pepperek di
perairan Selat Sunda mengalami fluktuasi sepanjang tahun, berdasarkan data
2
statistik perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 2004-2010,
diketahui bahwa hasil tangkapan berfluktuasi. Produksi Ikan Peperek menurun
dengan permintaan pasar yang meningkat karena harganya yang relatif stabil,
dengan kisaran harga sebesar Rp. 10.000 s/d 20.000 /kg. Jika penangkapan Ikan
Peperek tidak terkontrol dari sekarang, maka dikhawatirkan terjadi kerusakan pada
sumberdaya ikan.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat mengancam kelestarian dan
ketersediaan dari sumber daya ikan yang ada. Adanya eksploitasi, pola musim
penangkapan dan daerah penangkapan Ikan Peperek yang berbeda-beda, serta
volume produksi yang meningkat dapat mengakibatkan kelestarian Ikan Peperek
terancam di perairan Selat Sunda. Untuk itu, perlu dilakukan pengelolaan
sumberdaya Ikan Peperek dengan upaya melihat hasil tangkapan lestari agar
ketersediaan stok dapat berkelanjutan dan dimanfaatkan secara optimal untuk
menambah nilai ekonomis bagi nelayan setempat. Gambar 1 merupakan kerangka
pemikiran dari penelitian ini.
Sumberdaya Ikan Peperek di Perairan Selat
Sunda yang di daratkan di PPP Labuan, Banten
Permasalahan-permasalahan yang dapat
mengancam kelestarian dan ketersediaan
sumberdaya ikan
Analisis catchrevenue
Analisis parameter
pertumbuhan
Dinamika faktor-faktor pengelolaan
Ikan Peperek
Perikanan berkelanjutan
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga pengelolaan yang tepat bagi Ikan
Peperek Eublekeeria splendens di perairan selat sunda yang berbasiskan analisis
parameter pertumbuhan dan analisis catch-revenue.
3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai potensi dan tingkat
pemanfaatan sumber daya Ikan Peperek yang didaratkan di perairan Selat Sunda,
sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan
sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten (Gambar 2). Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2014 hingga Oktober
2014 dan Maret 2015. Analisis ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi
Perikanan, Laboratorium Model dan Simulasi, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Pengumpulan Data
Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi langsung di
lapangan. Data primer diperoleh pada bulan Mei sampai dengan Oktober 2014 dan
4
Maret 2015 dengan pengambilan contoh Ikan Peperek (Lampiran 1) yang dilakukan
di tempat pendaratan Ikan (TPI) Labuan, Banten yang terdiri dari panjang total
(mm), bobot basah (gram), dan jenis kelamin. Ikan contoh diambil secara acak
dari keranjang-keranjang ikan yang merupakan hasil tangkapan nelayan dengan
menggunakan metode penarikan contoh acak sederhana (PCAS). Banyaknya ikan
contoh yang diambil tergantung jumlah ikan yang didaratkan dan harga Ikan
Peperek. Jumlah total ikan yang diambil mencapai 546 ekor. Ikan contoh diukur
panjang total dan ditimbang bobot basahnya di lokasi pelelangan dan kemudian
diawetkan dalam cool box untuk dianalisis jenis kelamin di Laboratorium Biologi
Perikanan.
Selain itu data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan mewawancarai
nelayan yang mendaratkan Ikan Peperek di PPP Labuan Banten pada tanggal 12
Maret hingga 31 Maret 2015 di Pantai Pelabuhan Perikanan (PPP) Labuan, Banten.
Metode yang digunakan yaitu metode purposive sampling yang artinya bahwa
penentuan contoh mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat
terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian (Suharsimi 2010). Kegiatan
wawancara dilakukan terhadap 5 nelayan/responden tetap, selama 20 hari.
Wawancara tersebut bertujuan untuk mengetahui hasil tangkapan, biaya operasi
penangkapan dan pendapatan per trip, harga per trip, serta daerah penangkapan
per trip selama 20 hari.
Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari DKP Kabupaten Pandeglang, Banten yang
meliputi hasil tangkapan dan trip setiap tahun serta data hasil tangkapan ikan yang
didaratkan di PPP Labuan Banten. Informasi lain yang dikumpulkan adalah operasi
penangkapan, daerah penangkapan, biaya operasi penangkapan, dan pendapatan
perupaya tangkap.
Analisis Data
Analisis spasial sederhana
Informasi geografis dalam bentuk yang paling sederhana adalah sebuah
informasi yang berkaitan dengan lokasi tata letak obyek tertentu yang selanjutnya
diperluas fungsinya sebagai alat bantu dalam memproses data spasial sehingga
menjadi informasi. Metode analisis data spasial sederhana digunakan untuk
mengetahui sebaran daerah tangkapan Ikan Peperek yang di daratkan di PPP
Labuan Banten. Untuk menentukan daerah sebaran penangkapan Ikan Peperek
dapat disajikan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah responden, yaitu nelayan yang diwawancarai mengenai
daerah penangkapan Ikan Peperek berdasarkan alat tangkap yang digunakan.
2. Membuat peta dasar dari lokasi penelitian dengan menggunakan mapping
method “ArcviewGIS 3.3”
3. Membuat titik lokasi penangkapan Ikan Peperek dalam bentuk spasial ke peta
dasar.
4. Formulasi peta daerah penangkapan
5
Analisis runtun waktu
Samsiah (2008) menyatakan data runtun waktu (time series) adalah jenis data
yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu rentang waktu tertentu.
Analisis data time series mengidentifikasi pola historis yaitu dengan menggunakan
waktu sebagai rujukan, kemudian membuat prediksi dengan menggunakan
ekstrapolasi berdasarkan waktu untuk pola-pola tersebut. Pola tersebut merupakan
sebuah model analisis data runtun waktu yang dapat digunakan untuk melakukan
analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu, seperti dalam ukuran jam,
hari, minggu, bulan, kuartal, dan tahun. Penentuan runtun waktu yang digunakan
yaitu dalam waktu hari selama 20 hari, untuk mengetahui runut waktu volume ikan
yang didaratkan dan harga ikan.
Analisis parameter pertumbuhan
Hubungan panjang bobot
Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Pertumbuhan
panjang dengan hubungan pertumbuhan bobot yaitu dengan rumus (Effendie
2002) :
W = aLb
(1)
Keterangan :
W
: Bobot / berat (gram)
L
: Panjang (mm)
a
: Konstanta Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-bobot dengan
sumbu y)
b
: Konstanta Penduga pola pertumbuhan panjang-bobot
Berdasarkan pola hubungan linear maka
Log w = log a + log L
(2)
Interpretasi dari hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai
konstanta b yaitu dengan hipotesis :
1. H0 : b = 3, dikatakan hubungan yang isometrik (pola pertumbuhan panjang
sama dengan pola pertumbuhan bobot).
2. H1 : b ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan allometrik, yaitu :
a) bila b>3 ; Allometrik positif (pertambahan bobot lebih dominan)
b) bila b ttabel maka tolak
hipotesis nol (H0) dan jika thitung < ttabel maka gagal tolak atau terima hipotesis nol
(Walpole 1993).
6
Sebaran frekuensi panjang
Sebaran frekuensi panjang ditentukan dengan menggunakan data panjang
total ikan. Data panjang ikan dikelompokkan ke dalam beberapa kelas panjang,
sehingga setiap kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi). Pendugaan kelompok
umur diduga dengan analisis frekuensi panjang ikan menggunakan metode
ELEFAN I dalam software FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool).
Menurut Boer (1996), jika fi merupakan frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i
(i=1, 2, ..., G), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah
simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi Adalah proporsi ikan dalam
kelompok umur ke-j (j= 1, 2, ..., G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk
menduga {μ̂ j, σ̂ j, p̂j} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood
function) :
L= ∑ni=1 fi log ∑G
j=1 pj qij
qij dihitung dengan persamaan:
qij =
1
σj √2π
(5)
2
1 xi - μj
exp(- (
2
σj
)
(6)
qij merupakan kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µ j dan simpangan baku
σj, dan xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan
dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap μj, σj, pj sehingga
diperoleh dugaan μ̂ j , σ̂ j , dan p̂ j yang akan digunakan untuk menduga parameter
pertumbuhan.
Ukuran pertama kali matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan yang pertama
kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber yang menyatakan bahwa
logaritma ukuran rata-rata mencapai matang gonad adalah (Udupa 1986) adalah:
x
m = [xk +( )]- (x Σpi)
2
dengan
(7)
Lm = antilog m
(8)
dan selang kepercayaan 95% bagi log m dibatasi sebagai:
antilog m = (m ±1.96 √x2 ∑
pi × qi
ni -1
)
(9)
m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai
tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log
pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada
kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah
ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan pertama
kali matang gonad.
Pengukuran ukuran pertama kali matang gonad dapat
dilakukan setelah dilakukan analisis sebaran frekuensi panjang dan TKG.
7
Pendugaan parameter pertumbuhan
Plot Ford-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam
menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von Bertalanffy dengan
interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995). Berikut adalah
persamaan pertumbuhan von Bertalanffy :
Lt = L∞ [ − −� �−�0 ]
(10)
Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (k) dan L∞ dilakukan dengan
menggunakan metode Ford Wallford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy,
untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi:
Lt+1 =L∞ (1-e-k t+1-t0 )
(11)
Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1, L∞ adalah panjang maksimum secara
teoritis (panjang asimtotik), k adalah koefisien pertumbuhan dan t0 adalah umur
teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol.
Kedua rumus di atas
disubstitusikan dan diperoleh persamaan:
atau:
Lt+1 - Lt = [L∞ - Lt ][1 - e-k ]
(12)
Lt+1 =L∞ [1-e-k ]+Lt e-k
(13)
k = -ln(b)
(14)
Persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier y = b0 + b1x,
jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y), sehingga
terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-k dan titik potong dengan absis sama
dengan L∞[1 – e-k]. Nilai k dan L∞ diperoleh dengan cara:
L∞ =
a
(15)
1-b
Selanjutnya untuk menduga nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang
sama dengan nol) dapat diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan
Venema (1999):
(16)
log -t0 =- . 9 -0.2752 logL∞ -1.038 log K
Keterangan:
Lt
: Panjang ikan pada saat umur t (mm)
L∞
: Panjang asimtotik ikan (mm)
K
: Koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu)
t
: Umur ikan
t0
: Umur ikan pada saat panjang ikan 0
Mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan
berdasarkan data komposisi panjang dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Sparre dan Venema 1999) :
ln
C L1 , L2
∆t L1 , L2
=h-Zt
L1 +L2
2
(17)
8
Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b0 + b1x
dengan y = ln
C L1 , L2
∆t L1 , L2
sebagai ordinat, x = t
L1 +L2
2
sebagai absis, dan Z = -b
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly
(1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
ln M = -0.0152 - 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T
(18)
Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk
memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan
dikalikan dengan nilai 0.8, sehingga untuk spesies yang menggerombol nilai
dugaan menjadi 20% lebih rendah:
M = 0.8 e -0.0152 - 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T
(19)
Keterangan :
M
: laju mortalitas alami (per tahun)
L∞
: panjang asimtotik (mm)
K
: koefisien pertumbuhan (per tahun)
T
: suhu rata-rata prairan (˚C)
Laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan:
F=Z–M
(20)
Laju eksploitasi (E) dapat ditentukan dengan membandingkan mortalitas
penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z):
E=
F
F+M
=
F
Z
(21)
Model produksi surplus
Pendugaan potensi Ikan Peperek dapat diduga dengan model produksi surplus
yang menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort). Model
yang digunakan dipilih antara model Schaefer dan Fox yang memiliki koefisien
determinasi (R2) tertinggi. Tingkat upaya penangkapan optimum (fMSY dan hasil
tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan menggunakan
model Schaefer (1954) in Sparre dan Venema (1999) diperoleh dengan persamaan
berikut:
Y = af + bf2
(22)
Sehingga diperoleh dugaan fMSY dan MSY :
fMSY =
−
(23)
a2
MSY= - 4b
(24)
9
Sedangkan menurut Fox (1970) in Sparre dan Venema (1999) persamaannya
adalah:
Y = f e a+bf
(25)
Sehingga diperoleh dugaan fMSY dan MSY :
fMSY =
−
(26)
MSY = − e (a-1)
Keterangan :
= Konstanta
= Peubah
��
= Tangkapan (ton)
=
Upaya (trip)
�
MSY = Maximum Sustainable Yield
fMSY = Upaya saat Maximum Sustainable Yield
(27)
Model yang dapat diduga sebagai model terbaik merupakan model yang
memiliki nilai kolerasi dan determinasi yang paling tinggi. Penentuan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) atau Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80% dari tangkapan maksimum
lestarinya (Pasisingi 2011).
TAC = 80 % x MSY
(28)
Eksekusi perhitungan parameter pertumbuhan dan produksi surplus
menggunakan perangkat lunak FISAT versi II.
Analisis Catch - Revenue
Standarisasi alat tangkap
Standarisasi alat tangkap digunakan untuk menyeragamkan upaya
penangkapan yang ada sehingga dapat diasumsikan upaya penangkapan suatu alat
tangkap dapat menghasilkan tangkapan yang relatif sama dengan alat tangkap yang
dijadikan standar. Alat tangkap yang digunakan standar adalah alat tangkap yang
dominan menangkap menangkap jenis ikan tertentu dan memiliki nilai Fising
Power Index (FPI) sama dengan satu. Nilai FPI dari masing-masing alat tangkap
lainnya dapat diketahui dengan membagi laju penangkapan rata-rata unit
penangkapan yang dijadikan standar. Menurut Spare dan Venema (1999) nilai FPI
diketahui dengan rumus:
C
(29)
CPUEi = i
FPIi =
fi
CPUEi
CPUEs
(30)
CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap ke-i, Ci
adalah jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i, fi adalah jumlah upaya
penangkapan jenis alat tangkap ke-i, CPUEs adalah hasil tangkapan per upaya
10
penangkapan alat tangkap yang di jadikan standar, dan FPI adalah faktor upaya
tangkap pada jenis alat tangkap ke-i.
Analisis hasil tangkapan per unit upaya tangkap dan pendapatan per upaya
tangkap
Hasil tangkapan per unit upaya tangkap (Catch per unit of effort, CPUE)
hasil tangkapan per upaya tangkap mencerminkan perbandingan antara hasil
tangkapan dengan unit penangkapan yang dicurahkan. Data produksi pertahun
dibagi dengan upaya penangkapan pertahun untuk menghasilkan CPUE. Rumus
perhitungan CPUE adalah sebagai berikut:
CPUEti=
Yti
(31)
Eti
Keterangan :
CPUEti
: CPUE pada waktu t untuk jenis ke-i (kg/orang/trip)
Yti
: Hasil tangkapan pada waktu t jenis ke-i (kg)
Eti
: Upaya penangkapan pada waktu t jenis ke-i (trip)
Analisis pendapatan per upaya tangkap (Revenue per unit of effort, RPUE)
dilakukan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya
berdasarkan keuntungan atau laba yang akan diperoleh. Keuntungan ini dapat
dilihat berdasarkan nilai pasar dari suatu komoditi atau jumlah hasil produksi.
Prakiraan keuntungan ekonomi tidak dapat dihitung langsung tetapi dapat
diperkirakan melalui perhitungan RPUE, dengan persamaan sebagai berikut :
RPUEt = CPUEt × P
Keterangan:
RPUEt
CPUEt
P
(32)
: Pendapatan per unit effort pada waktu ke-t
: Hasil tangkap per usaha pada waktu ke-t
: Harga stok yang berlaku
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemetaan partisipatif daerah tangkapan
Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat
Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan dan berada di
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 572 (Dhenis 2010). Secara partisipatif,
sebaran daerah tangkapan Ikan Peperek disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.
11
Gambar 3 Pemetaan partisipatif daerah tangkapan Ikan Peperek dengan trip harian
di Perairan Selat Sunda
Gambar 4 Pemetaan partisipatif daerah tangkapan Ikan Peperek dengan trip
mingguan di Perairan Selat Sunda
12
Produksi harian nelayan arad
Penelitian ini dilakukan dengan analisis hasil tangkapan harian yang
dilakukan selama 20 hari pada bulan maret 2015 terhadap lima nelayan yang
mendaratkan Ikan Peperek di PPP Labuan Banten dengan menggunakan jaring arad
(pukat pantai) atau modifikasi dari trawl (Lampiran 1). Grafik produksi harian tiap
nelayan disajikan pada gambar 5
Produksi harian (kg)
60
50
Nelayan 1
40
Nelayan 2
30
Nelayan 3
Nelayan 4
20
Nelayan 5
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hari ke-
Gambar 5 Hasil tangkapan dari lima nelayan yang mendaratkan Ikan Peperek di
Perairan Selat Sunda
Komposisi hasil tangkapan ikan
Pelabuhan Pantai Perikanan (PPP) Labuan berada di Desa Teluk, Kecamatan
Labuan, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Kabupaten Pandeglang
merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Provinsi Banten yang letaknya
berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudra Hindia. Ikan yang
didaratkan di PPP Labuan berasal dari perairan Selat Sunda. PPP Labuan memiliki
tiga tempat pelelangan ikan (TPI) yaitu TPI I, TPI II, dan TPI III.
Umumnya nelayan labuan melakukan kegiatan penangkapan beberepa jenis
ikan, baik jenis ikan pelagis maupun jenis ikan demersal. Nelayan di PPP Labuan
menggunakan alat tangkap yang beragam sehingga menyebabkan hasil tangkapan
yang didapatkan cukup banyak (Gambar 6).
Peperek
Biji Nangka
Kurisi
Layang
Selar
Teri
Tembang
Kembung lelaki
Kembung betina
Tetengkek
Lemuru
2%11%
4%
7%
5%
11%
11%
21%
11%
7% 10%
Gambar 6 Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan Banten
Sumber : DKP kabupaten Pandeglang 2013
13
Hubungan panjang dan bobot
Analisis hubungan panjang dan bobot menggunakan data ukuran panjang
total dan bobot basah ikan contoh. Hubungan panjang dan bobot dimanfaatkan
untuk mengetahui pola pertumbuhan suatu organisme. Gambar 7 dan Gambar 8
menyajikan hasil analisis hubungan panjang bobot Ikan Peperek.
120
W = 0,00003L2,9852
R² = 62,46 %
n = 230
Bobot (gram)
100
80
60
40
20
0
0
50
100
Panjang (mm)
150
200
Gambar 7 Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek betina
140
W = 0,00002L3,0162
R² = 57,70 %
n = 316
Bobot (gram)
120
100
80
60
40
20
0
0
50
100
Panjang (mm)
150
200
Gambar 8 Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek jantan
Sebaran frekuensi panjang dan kelompok umur
Jumlah total contoh ikan yang diambil adalah sebanyak 546 ekor, dan jumlah
Ikan Peperek yang diambil pada setiap pengambilan contoh berkisar antara 80–100
ekor. Pada gambar 9 disajikan diagram batang sebaran frekuensi panjang total Ikan
Peperek betina dan jantan. Sebaran kelompok umur disajikan dalam Gambar 10
dan Gambar 11.
Frekuensi (individu)
14
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Lm ♀= 119,5019 mm
jantan
betina
Lm ♂ =156,9035 mm
Selang kelas (mm)
Gambar 9 Sebaran frekuensi panjang Ikan Peperek dengan keterangan Lm
Gambar 10 Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek betina
Gambar 11 Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek jantan
Ana1isis pendugaan parameter pertumbuhan
Analisis mengenai parameter pertumbuhan adalah koefisien pertumbuhan (K),
panjang asimtotik atau panjang yang tidak dapat diacapai oleh ikan (L∞) dan umur
teoritik ikan pada saat panjang ikan nol (t0), disajikan pada Tabel 1.
15
Tabel 1 Parameter pertumbuhan Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda berdasarkan
model von Bertalanffy (K, L∞, dan t0)
Parameter pertumbuhan
Betina
Jantan
K (per tahun)
L∞ (mm)
t0 (per tahun)
0, 83
0, 64
172, 73
183, 23
-0, 1206
-0, 1535
Mortalitas dan laju eksploitasi
Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) Ikan Peperek dilakukan dengan
kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang, parameter mortalitas
terdiri dari mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F). Untuk
mengetahui laju mortalitas dan laju eksploitasi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Laju mortalitas dan eksploitasi Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda
Parameter
Betina
3,72
Jantan
2,40
Mortalitas alami (M)
0,79
0,66
Mortalitas tangkapan (F)
2,93
1,74
78, 69%
72, 38 %
Mortalitas Total (Z)
Laju eksploitasi (E)
Model produksi surplus
Model produksi surplus digunakan untuk mengetahui tingkat upaya optimum
suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu tangkapan maksimum lestari. Model
yang biasa digunakan untuk menduga hasil tangkapan lestari dan upaya
penangkapan optimal adalah model Schaefer dan Fox. Data hasil tangkapan Ikan
Peperek yang telah distandarisasi dengan memproporsikan tangkapan Ikan Peperek
dan tangkapan total pada alat tangkap tertentu. Model produksi surplus yang
digunakan adalah model Fox dengan nilai determinasi sebesar 88,27%. Data hasil
tangkapan Ikan Peperek dan upaya penangkapan yang telah distandarisasi disajikan
pada Tabel 3 dan grafik analisis MSY dengan menggunakan model Fox disajikan
pada Gambar 12.
Tabel 3 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) Ikan Peperek di
Perairan Selat Sunda dari tahun 2004-2013
Tahun
Hasil tangkapan (ton)
Upaya (trip)
2004
1896
31.980
2005
1643
45.296
2006
1380
23.339
2007
1364
29.067
2008
1499
57.164
2009
1322
55.074
2010
1322
61.358
2011
1255
59.347
2012
1251
55.613
2013
1159
38.626
16
2000
2004
1800
2006
1600
2007
Catch (ton)
1400
1200
2005
2008
2013
1000
2009
2010
c&f
C MSY
2011
f MSY
800
c aktual
2012
600
f aktual
400
cpue
200
0
0
50000
100000
150000
200000
250000
Effort (trip)
Gambar 12 Kurva model produksi surplus dengan model Fox Ikan Peperek di
Perairan Selat Sunda
Analisis hasil tangkapan per unit upaya tangkap
Widodo dan Suadi (2006) menjelaskan bahwa kecenderungan kelimpahan
relatif selang beberapa tahun diukur dengan menggunakan data hasil tangkapan per
satuan upaya yang diperoleh dari suatu penelitian penarikan contoh dalam
perikanan. Hubungan antara produksi dengan upaya penangkapan dan pola sebaran
hasil tangkapan per satuan upaya Ikan Peperek disajikan pada Gambar 13 dan 14.
Data tersebut didapat dari DKP Kab Pandeglang 2013.
20.000
600
18.000
Upaya tangkapan
14.000
400
12.000
10.000
300
8.000
200
6.000
4.000
Tangkapan (ton)
500
16.000
100
2.000
0
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Bulan
2010
2011
2012
2013
upaya
tangkapan
tangkapan
Gambar 13 Hasil tangkapan dan upaya tangkapan Ikan Peperek setiap per triwulan
dari tahun 2004-2013
17
0,5000
CPUE
0,4000
0,3000
0,2000
0,1000
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
Januari
April
Juni
Oktober
-
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Bulan
Gambar 14 Hasil tangkapan per unit upaya tangkap Ikan Peperek di Perairan Selat
Sunda dari tahun 2004-2013
Analisis CPUE dan RPUE
Hasil tangkapan per unit upaya tangkap atau Cacth per unit effort (CPUE)
dapat memberikan gambaran mengenai kelimpahan sumberdaya ikan dalam suatu
perairan. Sementara itu analisis pendapatan per unit upaya tangkap (Revenue per
unit of effort, RPUE) digunakan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan
upaya penangkapannya berdasarkan keuntungan atau laba yang akan diperoleh.
Hasil analisis CPUE dan RPUE disajikan pada gambar 15 sedangkan pada gambar
16 disajikan grafik laju produksi harian selama 20 hari.
0,0700
250000
0,0600
200000
150000
0,0400
0,0300
RPUE
CPUE
0,0500
100000
0,0200
50000
0,0100
0,0000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
0
2013
CPUE
RPUE
Tahun
Gambar 15 Keterkaitan antara CPUE dan RPUE pada Ikan Peperek di Perairan
Selat Sunda dari tahun 2004-2013
18
5000000
4500000
4000000
3500000
2500000
RPUE
CPUE
3000000
2000000
1500000
1000000
500000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hari ke-
CPUE
RPUE
Gambar 16 Laju produksi harian Ikan Peperek selama 20 hari pada bulan maret
2015
Pembahasan
Operasi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap Ikan Peperek
berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan adalah jaring arad (pukat pantai)
(Lampiran 1). Ukuran mata jaring arad sebesar 0,75-1,25 inchi. Jaring arad
dioperasikan menggunakan kapal motor berukuran 15-20 GT, kapal motor tersebut
beroperasi secara trip harian. Nelayan dengan trip harian berangkat setiap hari dari
pukul 05.00 WIB dan pulang sekitar pukul 15.00 WIB. Akan tetapi, Menurut
Agustina (2013) Lama waktu penangkapan biasanya ditentukan dari cuaca, modal
untuk perbekalan, dan besarnya kapal yang digunakan
Daerah tangkapan Ikan Peperek di sekitar pantai Pulau Rakata, Pulau
Panaitan, Anyer, Tanjung Lesung, dan Pulau Papole (Gambar 2). Penetuan daerah
tangkapan tersebut berdasarkan pengalaman dari nelayan sebelumnya atau pun dari
cerita antar sesama nelayan. Selain itu, modal menjadi alasan lain bagi nelayan
yang hanya mampu menjangkau daerah-daerah tersebut dengan permodalan rendah.
Selain nelayan dengan trip harian (Gambar 3), terdapat pula nelayan dengan
trip mingguan yang mendapatkan Ikan Peperek dalam hasil tangkapannya. Nelayan
trip mingguan maupun trip harian menangkap ikan di pulau Legundi, Sebuku,
Sebesi, Betua, Tanjung Alang-Alang hingga Perairan Lampung (Gambar 4)
Nelayan ini melaut rata-rata selama 4-6 hari, dengan jumlah tenaga kerja 6-12
orang sesuai dengan alat tangkap yang digunakan. Nelayan trip mingguan ini
mengoperasikan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap berupa
Rawai pancing, Cantrang atau Gardan, dan Jaring Rampus. Tangkapan utama
nelayan mingguan adalah ikan-kan demersal dengan ukuran yang besar dan bernilai
ekonomis tinggi seperti Kakap merah (Lutjanus sp), Kerapu (Epinephelus
19
pachycentru), Swanggi (Priacanthus tayenus), Kurisi (Nemipterus furcosus), Layur
(Lepturacanthus savala), Peperek (Eublekeeria splendens) hingga Cumi (Loligo
sp.) dan Udang (Penaeus).
Berdasarkan Gambar 5 yang menunjukan hasil tangkapan dari lima kapal yang
mendaratkan Ikan Peperek, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan setiap harinya
mengalami fluktuasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh lama waktu penangkapan dan
cuaca di daerah penangkapan (Agustina 2013). Nelayan 4 mengalami fluktuasi
yang sangat drastis, pada hari ke-7 mendapatkan hasil tangkapan Ikan Peperek
terbanyak yaitu sebanyak 50 kg dan pada hari ke-9 mengalami penurunan,
dikarenakan tidak melaut. Nelayan 4 dan 5 mendapatkan hasil tangkapan terbanyak
pada hari ke-18 dengan banyaknya hasil tangkapan 40 kg sampai dengan 50 kg,
sedangkan nelayan 1,2 dan nelayan 3 mendapatkan hasil tangkapan Ikan Peperek
terbanyak pada hari ke-10 sampai hari ke-14 masing-masing sebanyak 20 kg sampai
30 kg (Lampiran 11). Menurut Utami et al (2012), produksi ikan tidak hanya
dipengaruhi oleh banyaknya upaya penangkapan yang dilakukan, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tenaga kerja, kelimpahan sumberdaya
ikan, dan pemodalan. Hasil tangkapan trip harian dan harga Ikan Peperek dari lima
kapal yang mendaratkan Ikan Peperek, kisaran harga yang terjadi selama 20 hari
berkisar Rp. 10.000 hingga 50.000 /kg. Fluktuasi produksi harian rata-rata yang
terjadi selama pengamatan mengindikasikan adanya ketidakpastian hasil tangkapan.
Harga Ikan Peperek dari 5 contoh nelayan selalu sama setiap harinya, hal ini terjadi
karena permintaan yang tinggi dan terus menerus terhadap ikan tersebut sehingga
nelayan tidak membeda-bedakan harga ikan tersebut (Agustina 2013).
Berdasarkan hasil analisis panjang dan bobot diketahui bahwa untuk Ikan
Peperek betina memiliki persamaan W= 0,00003L2,9852 dengan koefisien
determinasi sebesar 62,46%, sedangkan ikan jantan memiliki persamaan W=
0,00002L3,0162 dan koefisien determinasi sebesar 57,70%. Persamaan yang
terbentuk dimanfaatkan untuk menduga bobot ikan pada panjang tertentu dan
menentukan pola pertumbuhan ikan tersebut. Oleh karena itu bobot dapat dianggap
sebagai fungsi dari panjang (Effendie 2002). Hasil uji t (Lampiran 2) menujukan
bahwa pola pertumbuhan Ikan Peperek baik betina maupun jantan adalah
issometrik, yakni bahwa Ikan Peperek memiliki pertumbuhan panjang dan bobot
yang seimbang. Hal ini sesuai dengan penelitian Saadah dan Sjafe’i (2001) yang
menyebutkan bahwa Ikan Peperek memiliki pertumbuhan issometrik, namun pada
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Simanjuntak (2009), Hazrina
(2010), dan Pratiwi (2011) menunjukan hasil yang berbeda. Perbandingan pola
pertumbuhan Ikan Peperek dapat dilihat pada Tabel 4. Ada perbedaan pola
pertumbuhan dari berbagai penelitian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran,
habitat, dan jumlah contoh yang diamati. Perbedaan nilai b pada spesies yang sama
dapat disebabkan oleh adanya perbedaan laju pertumbuhan, perbedaan umur dan
tahapan perkembangan gonad, makanan, serta kondisi perairan (Rahman et al
2012). Nilai konstanta b juga dipengaruhi oleh letak geografis, kondisi lingkungan
seperti musim, penyakit dan parasit yang menunjukan pola pertumbuhan ikan
(Lawson & Doseku 2013).
20
Tabel 4 Perbandingan pola pertumbuhan Ikan Peperek
Peneliti
Saadah (2000)
Lokasi
Labuan Banten
Spesies
Leiognathus
splendens
Jenis
Kelamin
b
Pola
Pertumbuhan
Betina
2, 9750
Issometrik
Jantan
2, 9700
Issometrik
3, 0888
Allometrik
positif
Blanakan Subang
Simanjuntak
(2009)
Labuan Banten
Leiognathus
splendens
Palabuan ratu
Hazrina (2010)
Palabuhan ratu
Leiognathus
spp.
Pertiwi (2011)
Teluk Jakarta
Leiognathus
equlus
Penelitian ini
(2014)
Labuan Banten
Eublekeeria
splendens
3, 1171
Allometrik
positif
2, 7433
Allometrik
negatif
Betina
2, 6940
Jantan
2, 8820
Betina
2, 9852
Allometrik
negatif
Allometrik
negatif
Allometrik
negatif
Isometrik
Jantan
3, 0162
Isometrik
2, 8321
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa frekuensi panjang Ikan Peperek betina
menyebar dari selang kelas panjang 70 mm hingga 169 mm, sedangkan untuk
frekuensi panjang ikan jantan menyebar dari selang kelas panjang 70 mm hingga
179 mm dan berdasarkan hasil pengukuran diketahui panjang maksimal Ikan
Peperek sebesar 175 mm dan untuk panjang minimum sebesar 70 mm. Menurut
Pratiwi (2011) perbedaan ukuran panjang disebabkan beberapa faktor seperti
tempat pengambilan contoh ikan, keterwakilan contoh yang diambil dan diduga
karena tekanan penangkapan yang tinggi. Pada jenis ikan yang sama ukuran
panjang totalnya belum tentu sama di suatu daerah yang berbeda, karena ada faktor
luar yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Nilai panjang pertama kali matang
gonad (Lm) pada Ikan Peperek betina adalah 119,5019 mm dan untuk nilai panjang
pertama kali matang gonad (Lm) ikan jantan sebesar 156,9035 mm (Lampiran 4).
Hal ini menunjukan banyak ikan yang tertangkap sebelum ukuran pertama kali
matang gonad. Analisis kelompok umur dilakukan untuk melihat perubahan ratarata panjang ikan pada setiap pengambilan contoh (Lampiran 5). Gambar 10 dan
gambar 11 dapat dilihat bahwa adanya pergeseran modus ke arah kanan yang
menunjukkan adanya pertumbuhan pada Ikan Peperek betina dan jantan pada
pengambilan contoh ke-1 hingga ke-2, dan terjadi pergeseran modus ke arah kiri
yang menunjukan terjadinya rekruitmen pada pengambilan contoh ke-3 hingga ke6. Perbedaan ukuran panjang ikan dapat dipengaruhi karena adanya faktor dalam
dan faktor luar (Effendie 2002).
Parameter pertumbuhan diduga dengan menggunakan program FISAT II,
dengan metode ELEFAN I dan selang kelas, nilai tengah dan frekuensi dimasukkan
terlebih dahulu, kemudian nilai K dan L∞ tersebut kedalam model pertumbuhan
Von Bertalanffy. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa parameter
pertumbuhan Ikan Peperek betina memiliki persamaan petumbuhan Von
21
Bertalanffy yaitu Lt = 173,72(1-exp[-0, 83(+0,1206)]) dan persamaan pertumbuhan Von
Bertalanfy untuk ikan jantan adalah Lt =183,23(1-exp[-0,64(+0,1535)]) (Lampiran 6).
Dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukan bahwa koefisien pertumbuhan Ikan
Peperek jantan lebih besar dibandingkan Ikan Peperek betina. Hal ini di duga karena
semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, maka semakin cepat waktu yang
dibutuhkan untuk mendekati panjang asimtotik (Sparre & Venema 1999).
Sementara itu, Ikan Peperek jantan lebih cepat mengalami mortalitas alami
dibandingkan dengan Ikan Peperek betina.
Hasil analisis laju mortalitas dan laju ekspoitasi Ikan Peperek dapat dilihat
dalam Tabel 2. Laju mortalitas total Ikan Peperek betina sebesar 3,43 dengan laju
mortalitas alami 0,80 dan laju mortalitas penangkapan sebesar 2,6 dengan laju
exsploitasi sebesar 76,66 %. Sedangkan laju mortalitas total ikan jantan sebesar 3,
38 dengan laju mortalitas alami sebesar 0,66 dan laju mortalitas penangkapan
sebesar 2,71, sehingga diperoleh laju eksploitasi sebesar 80,35% (Lampiran 6).
Mortalitas alami terjadi karena karena penangkapan seperti pemangsaan, penyakit,
kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Menurunnya laju mortalitas alami
disebabkan oleh berkurangnya jumlah ikan yang tumbuh hingga usia tua dan
mengalami kematian secara alami akibat telah tertangkap lebih dahulu oleh aktifitas
penangkapan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi ikan di suatu daerah
maka mortalitas penangkapan tinggi (Sparre & Venema 1999). Hal ini dapat dilihat
dari jumlah TKG ikan yang tertangkap yaitu dominan pada TKG I dan TKG II
(Lampiran 3). Menurut Gullan (1971) in Pauly (1984) laju eksploitasi optimum
sebesar 0,5 sehingga dapat dilihat bahwa laju eksploitasi Ikan Peperek telah
melewati batas optimum yang disebabkan adanya tekanan penangkapan terhadap
Ikan Peperek di perairan Selat Sunda. Hal ini dapat dilihat juga pada panjang
maksimum yang tertangkap di PPP Labuan yaitu untuk Ikan Peperek betina sebesar
166 mm dan untuk ikan jantan sebesar 175 mm. Sedangkan nilai panjang asimtotik
Ikan Peperek betina sebesar 172, 73 mm dan untuk ikan jantan sebesar 183, 23mm.
Menurut DKP (2013), Alat tangkap yang banyak digunakan nelayan untuk
menangkap Ikan Peperek di perairan Selat Sunda adalah payang, dogol, pukat
pantai (arad), pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, bagan rakit,
bagan tancap, dan pancing. Hasil analisis yang didapat untuk mengetahui alat
tangkap standar yang mempunyai faktor daya tangkap atau fishing power index
(FPI)=1 pada Lampiran 7 adalah jaring arad.
Menurut Sparre & Venema (1999), Model produksi surplus merupakan suatu
model yang mengatur tentang upaya tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap
sumberdaya ikan dengan tidak melebihi batas hasil tangkapan lestari atau Maximum
Sustainable Yield (MSY). Hasil analisis yang disajikan pada Lampiran 8
menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) dengan hasil yang tertinggi
adalah model Fox yaitu sebesar 88,27%. Hal ini menunjukan bahwa model Fox baik
digunakan untuk menduga upaya optimum (fmsy) dan MSY karena dapat mewakili
keadaan yang sebenarnya (Gambar 12). Selain itu, asumsi dari model Fox yang
mengatakan bahwa setiap sumber daya tidak akan pernah punah (habis). Pada
pendekatan model Fox diperoleh upaya penangkapan optimum (fmsy) Ikan Peperek
adalah 36.434 trip per tahun dengan nilai MSY adalah 1.503 ton per tahun dan
jumlah tangkapan Ikan Peperek yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch
(TAC) sebesar 1.203 ton per tahun (Lampiran 8). Jika upaya penangkapan aktual
telah melebihi upaya penangkapan lestari, maka di perairan tersebut telah terjadi
22
biological overfishing yang merupakan kondisi tingkat upaya penangkapan dalam
suatu perikanan tertentu melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan
MSY. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan pengaturan upaya penangkapan
dan pola penangkapan (Widodo & Suardi 2006).
Berdasarkan Gambar 13, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per upaya
penangkapan Ikan Peperek di perairan Selat Sunda mengalami fluktuasi. Hasil
tangkapan tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2004 sebesar 569,7 ton dan hasil
tangkapan terendah pada bulan Oktober tahun 2013 sebesar 218,5 ton. Sedangkan
upaya penangkapan tertinggi terjadi pada bulan Januari tahun 2009 sebesar 17.656
trip melaut, dan terendah terjadi pada bulan Juni pada tahun 2006 sebesar 1.806 trip
melaut. Tahun 2004 terlihat pada Lampiran 9, bahwa hasil tangkapan Ikan Peperek
sangat tinggi dengan upaya yang rendah, sedangkan pada tahun 2008 sampai 2013
hasil tangkapan rendah dengan upaya penangkapan yang tinggi. Hal ini diduga
telah terjadi kelebihan tangkap secara biologi terhadap Ikan Peperek, karena upaya
penangkapan yang terus meningkat dan hasil tangkapan menurun. Laju produksi
yang berfluktuasi bisa terjadi karena faktor lingkungan, pemangsaan, dan interaksi
dengan populasi lain (Widodo & Suardi 2006). Hal ini juga sesuai dengan hasil
wawancara yang didapat bahwa laju produksi menurun dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan keadaan ekonomi. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa, hasil
tangkapan per upaya tangkap (CPUE) Ikan Peperek berfluktuasi dan menurun
(Lampiran 9). Hal ini terlihat dari tahun 2006 sampai 2011 CPUE Ikan Peperek
menurun, diduga bahwa hasil tangkapan yang rendah dan upaya penangkapan yang
tinggi. Sehigga hal tersebut disebabkan oleh semakin jauhnya daerah penangkapan
dan akibat pengaruh perubahan kondisi lingkungan (Prihatini et al 2007).
Analisis Revenue Per Unit Effort (RPUE) merupakan analisis yang bertujuan
untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya berdasarkan
keuntungan atau laba yang akan diperolehnya. Dapat disebut juga dengan perkiraan
keuntungan yang tidak dapat dihitung secara langsung. Kisaran harga Ikan Peperek
tidak terlalu besar setiap harinya maupun dari tahun ke tahunnya. Berdasarkan
Gambar 15 dapat dilihat b