Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Di Perairan Selat Sunda

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL
(Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

NUR LAILY HIDAYAT

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Stok Sumber
Daya Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan Selat Sunda adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Nur Laily Hidayat
NIM C24110017

ABSTRAK
NUR LAILY HIDAYAT.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tongkol
(Euthynnus affinis) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh MENNOFATRIA
BOER dan ACHMAD FAHRUDIN.
Ikan tongkol merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang memiliki nilai
ekonomis penting. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan status stok dan
pengelolaan sumber daya ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang tepat dan
berkelanjutan di Perairan Selat Sunda berdasarkan data hasil tangkapan nelayan
yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei
hingga November 2014. Analisis data terdiri atas rasio kelamin, hubungan
panjang bobot, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad,
fekunditas, identifikasi kelompok umur, parameter pertumbuhan, laju eksploitasi,

dan model produksi surplus. Hasil penelitian menunjukkan ikan tongkol memiliki
pola pertumbuhan allometrik positif. Laju eksploitasi telah melebihi laju
eksploitasi optimum. Hasil tangkapan maksimum lestari dan upaya optimum
masing-masing 2 229 ton per tahun dan 4 907 trip per tahun. Pengelolaan yang
dapat dilakukan adalah pengaturan hasil tangkapan dan upaya penangkapan,
penentuan musim penangkapan, dan selektivitas alat tangkap.
Kata kunci: tangkapan maksimum lestari, ikan tongkol, laju eksploitasi,
pertumbuhan, selat sunda

ABSTRACT
NUR LAILY HIDAYAT. Fish Stock Assessment of Eastern little tuna
(Euthynnus affinis) in The Sunda Strait. Supervised by MENNOFATRIA BOER
and ACHMAD FAHRUDIN.
Eastern little tuna is one of the pelagic fish that have important economic
value. The purpose of this research was to determine the status stocks and proper
management of Eastern little tuna (Euthynnus affinis) and sustainability in the
Sunda Strait based on catch data by fisherman landed on PPP Labuan, Banten.
This research was carried out from May to November 2014. Data analysis
consisted of sex ratio, length relationship weight, gonad maturity level, first ripe
gonad size, fecundity, age group identification, growth parameter, the rate of

exploitation, and surplus production models. The results showed Eastern little
tuna has positive allometric growth. The rate of exploitation of tuna has exceeded
the optimum exploitation rate. The number of MSY and optimum efforts amount
2 229 tonnes per year and the 4 907 trip per year. Management that can be done is
the setting of catch and fishing effort, determination of fishing season, and fishing
gear selectivity.
Keywords: maximum sustainable yield, eastern little tuna, the rate of exploitation,
growth, Sunda Strait

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL
(Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

NUR LAILY HIDAYAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan
Selat Sunda. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1 Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh
studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.
2 Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) yang telah memberikan
bantuan dana selama perkuliahan.
3 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri

(BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun
Ajaran 2014, kode Mak: 2013.089.521219, Penelitian Dasar untuk Bagian,
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian
kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi
Reproduksi Beberapa Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat
Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer
DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia MSi (sebagai anggota
peneliti).
5 Prof Dr Ir Sulistiono, MSc selaku pembimbing akademik yang telah memberi
saran selama perkuliahan.
4 Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA dan Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam
penyelesaikan penulisan skripsi ini.
5 Dr. Ir. Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku Komisi Pendidikan Program
S1 dan Prof Dr Ir Ridwan Afandi, DEA selaku dosen penguji yang telah
memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6 Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Bapak
Suminta, Staf DKP Kabupaten Pandeglang.
7 Bapak, Mama, Adik dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa,
kasih sayang dan dukungannya selama ini.

8 Risti, Anisa Nurul F, Ida Nurokhmah, Dhona IK, Oky Widya, Gama Satria,
Nurul Mega K, tim penelitian Labuan MSP 48, seluruh Asisten MOSI, seluruh
MSP 48, dan Gasisma 48 atas doa, semangat, dukungan, dan bantuannya.
Saran dan kritik atas skripsi ini sangat diharapkan demi kebaikan dan
kesempurnaan skripsi penelitian ini.

Bogor, Maret 2015
Nur Laily Hidayat

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
2

2
2
3
4
11
11
21
25
25
25
25
29
41

DAFTAR TABEL
1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002)
2 Rasio kelamin ikan tongkol pada setiap pengambilan contoh
3 Fekunditas ikan tongkol (Euthynnus affinis)
4 Sebaran kelompok ukuran ikan tongkol jantan dan betina
5 Parameter

pertumbuhan
ikan
tongkol
berdasarkan
model
Von Bertalanffy
6 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan tongkol
7 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip)
8 Parameter pertumbuhan dan laju eksploitasi ikan tongkol
(Euthynnus affinis) dari berbagai penelitian

4
12
14
16
18
20
20
24


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Lokasi daerah penangkapan ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan
Selat Sunda
Hasil tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang
(DKP Kabupaten Pandeglang 2013)

Hubungan panjang bobot ikan tongkol jantan
Hubungan panjang bobot ikan tongkol betina
Tingkat kematangan gonad ikan tongkol jantan
Tingkat kematangan gonad ikan tongkol betina
Hubungan ln fekunditas dengan ln panjang ikan tongkol
Hubungan ln fekunditas dengan ln bobot ikan tongkol
Sebaran frekuensi panjang ikan tongkol (Euthynnus affinis)
Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tongkol jantan
Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tongkol betina
Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tongkol jantan
Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tongkol betina
Model produksi surplus dengan pendekatan model Schaefer

3
11
12
13
13
14
15
15
16
17
18
19
19
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

dilinerakan berdasarkan data panjang
Hubungan panjang bobot ikan tongkol
Tingkat kematangan gonad ikan tongkol
Ukuran pertama kali matang gonad
Fekunditas ikan tongkol
Observasi ikan
Sebaran frekuensi panjang ikan tongkol
Pendugaan pertumbuhan ikan tongkol
Pendugaan mortalitas ikan tongkol
Standarisasi alat tangkap
Model produksi surplus

29
31
31
32
34
34
35
36
37
39
40

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten merupakan salah satu
tempat mendaratkan ikan hasil tangkapan dari Perairan Selat Sunda. Lokasi PPP
Labuan terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten. Lokasi PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pendaratan Ikan
(TPI) terdiri atas TPI 1 sebagai tempat pendaratan ikan demersal, TPI 2 sebagai
tempat pendaratan ikan pelagis, dan TPI 3 sebagai tempat pendaratan ikan dan
pasar. Sumber daya ikan di Perairan Selat Sunda yang tangkapannya didaratkan
di PPP Labuan antara lain ikan layur, layang, tongkol, kuniran, kurisi, swanggi,
kembung banyar, kembung rantai, tembang, selar kuning, lemuru, kembung, dan
peperek.
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan ikan pelagis kecil yang
memiliki nilai ekonomis penting dengan sifat hidup yang bergerombol, perenang
cepat, dan pemakan daging (karnivora). Harga ikan tongkol di PPP Labuan,
Banten mencapai Rp 17 000.00 per kg. Selain bernilai ekonomis penting, ikan ini
memiliki kandungan protein hewani yang tinggi, sehingga banyak dikonsumsi
masyarakat. Ikan tongkol menjadi salah satu ikan target dalam perikanan tangkap,
khususnya di Perairan Selat Sunda. Alat tangkap yang biasa digunakan terdiri
atas payang, dogol, pukat cincin (purse seine), pukat pantai, jaring rampus, jaring
insang (gillnet), pancing, bagan tancap, dan bagan rakit. Pukat cincin merupakan
alat tangkap yang dominan digunakan untuk menangkap ikan tongkol.
Rata-rata hasil tangkapan ikan tongkol di PPP Labuan, Banten pada kurun
waktu 2006-2013 mencapai 2 040 ton/tahun (DKP 2013). Laju eksploitasi ikan
tongkol telah melebihi titik optimum (Kusumawardani 2013). Permintaan yang
tinggi di pasar terhadap ikan tongkol membuat para pelaku perikanan
mengeksploitasi sumber daya ikan ini tanpa memperhatikan keberlanjutannya.
Hal ini dapat mempengaruhi keberadaan dan dapat mengubah status stok sumber
daya ikan tongkol di Perairan Selat Sunda. Oleh karena itu, diperlukan penelitian
mengenai stok sumber daya ikan tongkol di Perairan Selat Sunda berdasarkan data
hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPP Labuan untuk menentukan
alternatif pengelolaan sumber daya ikan tongkol yang tepat dan berkelanjutan.
Perumusan Masalah
Ikan di laut merupakan milik bersama (common property), sehingga
setiap orang berhak memanfaatkannya (open access).
Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya persaingan antara setiap pelaku perikanan yang akan
menangkap sumber daya ikan. Sumber daya perikanan merupakan sumber daya
yang dapat pulih, namun bila pemanfaatan dilakukan terus-menerus tanpa diikuti

2
pengelolaan yang tepat akan menyebabkan penurunan stok ikan dan terancamnya
keberlangsungan sumber daya ikan di perairan tersebut. Oleh karena itu,
dilakukan suatu studi dalam rangka menentukan pengelolaan sumber daya
perikanan secara berkelanjutan, khususnya stok sumber daya ikan tongkol di
Perairan Selat Sunda berdasarkan data hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di
PPP Labuan, Banten. Informasi stok sumber daya ikan tongkol meliputi rasio
kelamin, hubungan panjang bobot, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama
kali matang gonad, fekunditas, identifikasi kelompok umur, parameter
pertumbuhan, laju eksploitasi, dan model produksi surplus digunakan sebagai
masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan ikan tongkol yang tepat dan
berkelanjutan di Perairan Selat Sunda.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status stok dan pengelolaan
sumber daya ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang tepat dan berkelanjutan di
Perairan Selat Sunda berdasarkan data hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di
PPP Labuan, Banten.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait status stok
sumber daya ikan tongkol sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam
pengelolaan ikan tongkol di Perairan Selat Sunda.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten. Ikan contoh yang diperoleh merupakan hasil tangkapan nelayan dari
Perairan Selat Sunda yang tangkapannya didaratkan di PPP Labuan, Banten.
Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Mei 2014 hingga November
2014 dengan selang waktu pengambilan contoh satu bulan. Pengumpulan data
sekunder dilakukan pada bulan Oktober 2014. Analisis ikan contoh dilakukan di
Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumber Daya Perikanan,
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 1 menyajikan lokasi penelitian dan
daerah penangkapan ikan tongkol di Perairan Selat Sunda.

3

Gambar 1 Lokasi daerah penangkapan ikan tongkol (Euthynnus affinis) di
Perairan Selat Sunda
Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer ikan tongkol diperoleh dengan metode
penarikan contoh acak sederhana (PCAS). Data yang dikumpulkan meliputi data
panjang, bobot, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, dan fekunditas.
Pengambilan ikan contoh meliputi ikan-ikan yang berukuran kecil, sedang, dan
besar. Ikan contoh yang diambil diupayakan 100 ekor tergantung kelimpahan
ikan pada setiap pengambilan dengan selang waktu pengambilan contoh 30 hari.
Ikan contoh yang telah diambil diukur panjang total dan ditimbang bobot
basahnya di lokasi pelelangan. Pengukuran panjang total ikan dimulai dari mulut
terdepan ikan hingga ujung ekor terakhir dengan menggunakan penggaris
(ketelitian 1 mm). Penimbangan bobot basah total tubuh ikan menggunakan
timbangan (ketelitian 10 gram). Ikan yang telah diukur panjang total dan
ditimbang bobot basah dimasukkan ke dalam cool box untuk dianalisis jenis
kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), dan fekunditas di Laboratorium.
Jenis kelamin ikan ditentukan dengan pengamatan gonad secara morfologi setelah
ikan dibedah.
Pembedahan dilakukan dengan menggunakan alat bedah.
Penentuan TKG dilakukan secara morfologi berdasarkan Cassie (1956) in
Effendie (2002) (Tabel 1). Fekunditas ditentukan berdasarkan pengamatan
terhadap gonad ikan betina pada TKG 4 (Effendie 1979).

4
Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002)
TKG
I

II

III

IV

V

Betina

Jantan

Ovari seperti benang, panjangnya sampai
ke
depan
rongga
tubuh,
serta
permukaannya licin
Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari
kekuning-kuningan, dan telur belum
terlihat jelas
Ovari berwarna kuning dan secara
morfologi telur mulai terlihat
Ovari makin besar, telur berwarna kuning,
mudah dipisahkan. Butir minyak tidak
tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur
sisa terdapat didekat pelepasan

Testes seperti benang,warna jernih, dan
ujungnya terlihat di rongga tubuh
Ukuran testes lebih besar pewarnaan
seperti susu
Permukaan testes tampak bergerigi,
warna makin putih dan ukuran makin
besar
Dalam keadaan diawet mudah putus,
testes semakin pejal
Testes bagian belakang kempis dan
dibagian dekat pelepasan masih berisi

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data produksi hasil tangkapan
dan upaya penangkapan ikan tongkol yang didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten.
Analisis Data
Rasio Kelamin
Konsep rasio adalah proporsi populasi tertentu terhadap total populasi
(Walpole 1993). Rasio kelamin digunakan untuk melihat perbandingan antara
jantan dan betina yang ada di perairan. Pendugaan rasio kelamin dibutuhkan
sebagai bahan pertimbangan dalam produksi, rekruitmen, dan konservasi sumber
daya ikan.
n
p= N

(1)

p adalah proporsi kelamin (jantan atau betina), n adalah jumlah jenis ikan jantan
atau betina, dan N adalah jumlah total individu ikan jantan dan betina contoh
(ekor). Uji khi-kuadrat (Chi-square) digunakan untuk mengetahui keseimbangan
hubungan antara populasi betina dengan populasi jantan dalam suatu populasi:
χ² = ∑

(oi - ei )
ei

(2)

χ² adalah nilai statistik khi-kuadrat untuk peubah acak yang sebaran penarikan
contohnya mengikuti sebaran khi-kuadrat, oi adalah sebaran ikan jantan dan betina
yang diamati, dan ei adalah frekuensi harapan ikan jantan dan betina.

5
Hubungan Panjang Bobot
Model pertumbuhan mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter
yang dijadikan analisis. Asumsi hukum kubik secara ideal menyatakan bahwa
ikan yang bertambah panjangnya akan menyebabkan pertambahan bobotnya
sampai tiga kali lipat. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena panjang
dan bobot ikan berbeda pada setiap spesies, sehingga untuk menganalisis
hubungan panjang bobot masing-masing spesies digunakan rumus Effendie
(1997) sebagai berikut.
W = aLb

(3)

log W = log a + b log L

(4)

y = b + b1 xi + ε

(5)

Ŷi = b + b xi

(6)

W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a dan b adalah koefisien
pertumbuhan bobot. Nilai a dan b diduga dari bentuk linier persamaan di atas,
yaitu:

Parameter penduga a dan b diperoleh dengan analisis regresi dengan log W
sebagai y dan log L sebagai x, sehingga diperoleh persamaan regresi:

yang diduga dengan :

Konstanta b1 dan bo diduga dengan:
b =

1
n

∑ni=1 xi yi - ∑ni=1 xi ∑ni=1 yi
n
∑n
i= xi −n(∑i= xi )

b0 = ̅
y -b1 x̅

(7)
(8)

Sehingga b = b dan a = 10b0
Pola hubungan panjang dan bobot dilihat dari nilai konstanta b (sebagai
penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter) melalui uji hipotesis:
1 Bila b = 3, dikatakan memiliki hubungan isometrik (pertumbuhan bobot sama
dengan pertumbuhan panjang)
2 Bila b ≠3, dikatakan memiliki hubungan allometrik (pertumbuhan bobot tidak
sama dengan pertumbuhan panjang).
Pola pertumbuhan allometrik ada dua macam, yaitu allometrik positif
(b>3) yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan bobot lebih dominan
dibandingkan dengan pertumbuhan panjang dan allometrik negatif (b ttabel, maka
tolak hipotesis nol (H0) dan jika thitung < ttabel, maka gagal tolak atau terima
hipotesis nol (H0) (Walpole 1993).
Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad
(Effendie 2002). Penentuan tingkat kematangan gonad pada ikan ada dua macam,
yaitu secara morfologis dan histologis. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan
tongkol ditentukan secara morfologi menggunakan klasifikasi dari modifikasi
Cassie pada Tabel 1. Tingkat kematangan gonad ikan tongkol ditentukan secara
morfologi yang didasarkan pada bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta
perkembangan isi gonad.
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan tongkol
pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986).
m = xk +
sehingga,

x
2

- x ∑ pi

(11)

M = antilog m

(12)

dan selang kepercayaan 95% bagi log M dibatasi sebagai:
antilog

m ± 1.96 √x2 ∑

pi qi

ni -1

(13)

m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, x k adalah log nilai
tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log
pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad
pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah
jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan
pertama kali matang gonad.

7
Fekunditas
Fekunditas diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari
ikan tongkol betina yang telah mencapai TKG IV. Fekunditas ditentukan dengan
menggunakan metode gabungan, yaitu metode grafimetrik dan volumetrik
(Effendie 1979).
F=

G×V×X
Q

(14)

F adalah fekunditas, G adalah berat gonad total setiap ikan (gram), V adalah
volume pengenceran (10 ml), X adalah jumlah butir telur yang ada dalam 10 ml,
dan Q adalah berat telur contoh (gram).
Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang tubuh daripada dengan
berat, karena penyusutan panjang relatif kecil sekali tidak seperti berat yang dapat
berkurang dengan mudah (Effendie 1997). Hubungan antara fekunditas dengan
panjang tubuh dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut.
F = aLb

(15)

log F = log a + b log L

(16)

F adalah fekunditas (butir), L adalah panjang total ikan (mm), a dan b adalah
konstanta. Nilai a dan b diduga dari bentuk linier persamaan 15, yaitu:

Sebaran Frekuensi Panjang

Sebaran frekuensi panjang dapat ditentukan dengan menggunakan data
panjang total ikan tongkol yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Analisis
sebaran frekuensi panjang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1 Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan
2 Menentukan lebar selang kelas
3 Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan data panjang masing-masing
ikan contoh ke dalam selang kelas yang ditentukan.
Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas
panjang yang sama akan diplotkan ke dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut
dapat dilihat sebaran kelas panjang selama pengambilan contoh. Grafik
menggambarkan banyaknya ikan yang tertangkap berdasarkan kelas panjang dan
ukuran pertama kali matang gonad.
Identifikasi Kelompok Umur
Pendugaan kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi
panjang ikan menggunakan program Fisat II. Menurut Boer (1996), jika fi adalah
frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, …, N), µj adalah rata-rata
panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur
ke-j dan pi adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j = 1, 2, …, G),

8
maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μ̂ , σ
̂ , p̂} adalah fungsi
kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):
L= ∑ni=1 fi log ∑G
j=1 pj qjj

(17)

qij dihitung dengan persamaan:
qij = σ

1

j√2π

e

1 xi - μj
2
σj

2

-

(18)

q yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µ j dan
simpangan baku σj, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L
ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µ j, σj,
pj sehingga diperoleh dugaan μ̂ , σ
̂ , dan p̂ yang akan digunakan untuk menduga
parameter pertumbuhan L∞, K dan t0.
Pendugaan Parameter Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan diduga dengan menggunakan
pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999):

model

Lt = L∞ [1 - e -K (t-t0)]

(19)

Lt+1 = L∞ (1 - e-k(t+1-t0) )

(20)

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan K dan L∞ dilakukan dengan menggunakan
metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy Untuk t sama
dengan t+1, sehingga persamaannya menjadi :

Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1 (satuan waktu), L∞ adalah panjang
maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan
(per satuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama
dengan nol. Persamaan 19 dan 20 disubstitusikan, dan diperoleh persamaan:
Lt+1 = L∞ [1-e-K ]+ Lt e-K

(21)

K = - ln b1

(22)

Persamaan tersebut dapat diduga dengan persamaan regresi linier
y = b0 +b1 x, dengan x = Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap y = Lt+1 sebagai
ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan b1 = e-K dan titik
potong dengan absis sama dengan b0 = L∞[1 – e-K]. Dengan demikian, nilai K dan
L∞ diperoleh melalui hubungan:

dan

9
L∞ =

b0
1 - b1

(23)

Dugaan untuk nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan
nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999):
log(-t0 ) = 3.3922 - 0.2752 log L∞ - 1,038 log K

(24)

L∞ adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien laju
pertumbuhan (mm/satuan waktu), dan t0 adalah umur ikan pada saat panjang ikan
0.
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan
berdasarkan data komposisi panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:
ln

C (L1 ,L2 )
Δt (L1 ,L2 )

=h–Zt

(L1 +L2 )

(25)

2

Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b 0
(L +L )
C (L ,L )
+ b1x dengan y = lnΔt (L1 ,L2 )sebagai ordinat, x = t 1 2 2 sebagai absis, dan Z = -b
1

2

(Lampiran 1).
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris
Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut.
lnM = -0.0152 - 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T

(26)

M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimtotik pada persamaan
pertumbuhan Von Bertalanffy (mm), K adalah koefisien pertumbuhan pada
persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, t0 adalah umur ikan pada saat panjang 0,
dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC).
Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk
memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol melalui
penggandaan dengan nilai 0.8, sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti
ikan tongkol nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah:
M = 0.8 e (-0.0152 - 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T)

(27)

Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan:
F=Z-M

(28)

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas
penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984):

10
E=

F
F+M

=

F

(29)

Z

E adalah laju eksploitasi, M adalah laju mortalitas alami, F adalah laju mortalitas
penangkapan, dan Z adalah mortalitas total.
Standarisasi Alat Tangkap
Standarisasi alat tangkap digunakan untuk menyeragamkan upaya
penangkapan yang ada sehingga dapat diasumsikan upaya penangkapan oleh suatu
alat tangkap dapat menghasilkan tangkapan yang relatif sama dengan alat tangkap
yang dijadikan standar. Alat tangkap yang digunakan standar adalah alat tangkap
yang dominan menangkap menangkap jenis ikan tertentu dan memiliki nilai
Fishing Power Index (FPI) sama dengan satu. Nilai FPI dari masing-masing alat
tangkap lainnya dapat diketahui dengan membagi laju penangkapan rata-rata unit
penangkapan yang dijadikan standar. Menurut Spare dan Venema (1999) nilai FPI
diketahui dengan rumus:
CPUEi =

FPIi =

Ci
fi

(30)

CPUEi

(31)

CPUEs

CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap ke-i, Ci
adalah jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i, fi adalah jumlah upaya
penangkapan jenis alat tangkap ke-i, CPUEs adalah hasil tangkapan per upaya
penangkapan alat tangkap yang di jadikan standar, dan FPI adalah faktor upaya
tangkap pada jenis alat tangkap ke-i.
Model Produksi Surplus
Potensi ikan tongkol dapat diduga dengan model produksi surplus yang
menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort).
Model ini dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Menurut Sparre dan Venema
(1999) tingkat upaya penangkapan optimum (fMSY) dan tangkapan maksimum
lestari (MSY) dapat diduga melalui persamaan:
Ct
ft

= a- bft dan Ln

Ct
ft

= a - bft

(32)

Masing-masing untuk model Schaefer dan model Fox sedemikian sehingga
dugaan fMSY masing-masing untuk model Schaefer dan Fox adalah:
fMSY Schaefer =

a

1

dan fMSY Fox = b
2b

(33)

11
dan tangkapan maksimum lestari (MSY) masing-masing untuk model Schaefer
dan Fox adalah:

1
MSYSchaefer =
dan MSYFox = e a-1
(34)
4b
b
a adalah perpotongan (intercept), b adalah kemiringan (slope), e adalah symbol
eksponensial, Ct adalah tangkapan tahun ke-t dan ft adalah upaya tangkap tahun
ke-t.
Model yang dipilih dari kedua yang digunakan adalah model yang
memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang paling tinggi. Potensi lestari (PL)
dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) dan
tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dapat ditentukan dengan analisis produksi
surplus, sedemikian sehingga:
PL = 90% x MSY dan TAC = 80% x PL

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Komposisi Hasil Tangkapan Ikan
Hasil tangkapan ikan di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan
Banten, yaitu ikan tongkol, tembang, kembung, kurisi, tenggiri, peperek, layang, biji
nangka, selar, dan ikan lainnya. Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan salah
satu ikan dominan yang tertangkap di PPP Labuan yang mencapai 10% dari
keseluruhan ikan yang didaratkan di PPP Labuan (Gambar 2).
10%

Tongkol
Tembang
Kembung

10%

Tenggiri

43%

7%

Kurisi
Peperek

6%
5%
5%
4% 5% 5%

Layang
Biji Nangka
Selar
Ikan lain

Gambar 2 Hasil tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang
(DKP Kabupaten Pandeglang 2013)

12
Rasio Kelamin dan Hubungan Panjang Bobot
Rasio kelamin merupakan perbandingan antara banyaknya ikan jantan
dan ikan betina. Ikan tongkol yang diamati selama penelitian sebanyak 376 ekor
untuk ikan jantan dan 43 ekor untuk ikan betina. Rasio kelamin antara ikan jantan
dan ikan betina adalah 90%:10%. Berdasarkan uji Chi square secara keseluruhan
menunjukkan rasio kelamin ikan tongkol tidak seimbang. Rasio kelamin ikan
tongkol bervariasi setiap bulannya. Rasio kelamin ikan tongkol pada setiap
pengambilan contoh disajkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rasio kelamin ikan tongkol pada setiap pengambilan contoh
Waktu pengambilan
contoh
30 Mei 2014
27 Juni 2014
23 Juli 2014
24 Agustus 2014
23 September 2014
24 Oktober 2014
Total

Jumlah
Jantan
Betina
94
0
54
0
39
0
96
6
44
31
49
6
376
43

n
94
54
39
102
75
55
419

Rasio (%)
Jantan
100.00
100.00
100.00
94.12
58.67
89.09
90

Betina
0
0
0
5.88
41.33
10.91
10

Analisis hubungan panjang bobot digunakan untuk mengetahui pola
pertumbuhan. Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot ikan tongkol jantan
dan betina diperoleh persamaan W = 0.00001 L3.0104 dengan nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 88.64% dan W = 0.000001 L3.4217 dengan nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 92.28%. Berdasarkan persamaan pada Gambar 3 dan 4
diperoleh nilai b sebesar 3.0104 untuk ikan jantan dan 3.4217 untuk betina.
Berdasarkan uji t (α = 0.05) terhadap nilai b (Lampiran 2) ikan tongkol jantan dan
betina diperoleh pola pertumbuhan allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot
lebih dominan dibandingkan pertumbuhan panjang.
2000

W = 0.00001 L 3.0104
R² = 88.64%
n = 376

1800
1600
Bobot (gram)

1400
1200
1000
800
600
400
200
0
0

100

200

300
Panjang (mm)

400

500

Gambar 3 Hubungan panjang bobot ikan tongkol jantan

600

13
1600

W = 0.000001 L3.4217
R² = 92.28%
n = 43

1400

Bobot (gram)

1200
1000
800
600
400
200
0
0

100

200

300
Panjang (mm)

400

500

600

Gambar 4 Hubungan panjang bobot ikan tongkol betina
Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad
ikan (Effendie 2002). Grafik tingkat kematangan gonad ikan tongkol jantan dan
ikan tongkol betina pada setiap pengambilan contoh disajikan pada Gambar 5,
Gambar 6, dan Lampiran 3. Gambar 5 menunjukkan TKG ikan tongkol jantan
yang mendominasi adalah TKG I dan II. Sedangkan, TKG III dan IV
mendominasi pada pengambilan contoh ke-6. Ikan tongkol betina tidak
ditemukan pada pengambilan contoh ke-1 hingga ke-3. Ikan tongkol betina yang
ditangkap sebagian besar memiliki TKG I, II, dan IV, sedangkan TKG III hanya
ditemukan pada pengambilan contoh ke-6. Panjang pertama kali matang gonad
ikan tongkol jantan dan betina masing-masing adalah 304.76 mm dan 414.39 mm
(Lampiran 4)
100%
90%

Frekuensi Relatif

80%
70%

60%

TKG IV

50%

TKG III

40%

TKG II

30%

TKG I

20%
10%
0%
30/05/14 27/06/14 23/07/14 24/08/14 23/09/14 24/10/14
Waktu Pengambilan Contoh

Gambar 5 Tingkat kematangan gonad ikan tongkol jantan

14
100%
90%

Frekuensi Relatif

80%
70%
60%

TKG 4

50%

TKG 3

40%

TKG 2

30%

TKG 1

20%
10%
0%

30/05/14

27/06/14

23/07/14 24/08/14

23/09/14

24/10/14

Waktu Pengambilan Contoh

Gambar 6 Tingkat kematangan gonad ikan tongkol betina
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu
ikan memijah. Fekunditas ikan tongkol betina dihitung pada TKG 4. Tabel 3
menyajikan fekunditas ikan tongkol (Euthynnus affinis). Fekunditas diduga
berkisar antara 36 850–640 607 butir (Lampiran 5). Tabel 3 menunjukkan bahwa
pertambahan panjang dan bobot akan meningkatkan fekunditas ikan tongkol.
Potensi reproduksi yang didapat selama penelitian adalah tinggi. Hubungan ln
fekunditas dengan ln panjang ikan tongkol betina dan Hubungan ln fekunditas
dengan ln bobot ikan tongkol betina masing-masing didapatkan persamaan
y = -14.267 + 4.4712x dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 91.59%
(Gambar 7) dan y = 2.0679 + 1.5306x dengan nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 76.98% (Gambar 8).

Tabel 3 Fekunditas ikan tongkol (Euthynnus affinis)
No

Panjang ikan (mm)

Bobot ikan (gram)

Fekunditas (butir)

1
2

261
270

270
280

36850
82260

3
4
5
6

314
451
456
482

655
1200
1150
1480

49480
489122
553897
640607

15
16

y = - 14.267 + 4.4712x
R² = 91.59%

14
Ln Fekunditas

12
10
8
6
4
2

0
5,5

5,6

5,7

5,8

5,9

6

6,1

6,2

6,3

Ln panjang

Gambar 7 Hubungan ln fekunditas dengan ln panjang ikan tongkol

16

y = 2.0679 + 1.5306x
R² = 76.98%

14

Ln Fekunditas

12
10
8
6

4
2
0
0

1

2

3

4
Ln Bobot

5

6

7

8

Gambar 8 Hubungan ln fekunditas dengan ln bobot ikan tongkol
Sebaran Frekuensi Panjang
Total ikan tongkol yang diamati selama penelitian mencapai 419 ekor
dengan 376 ekor untuk ikan jantan dan 43 ekor untuk ikan betina. Jumlah ikan
tongkol yang diambil setiap pengambilan contoh berkisar antara 39-102 ekor
(Lampiran 6). Panjang minimum dan maksimum ikan tongkol yang diamati
adalah 100 mm dan 522 mm. Frekuensi panjang ikan tongkol tertinggi baik
jantan maupun betina pada selang 230-239 mm (Lampiran 7). Jika dibandingkan
dengan ukuran pertama kali matang gonad ikan tongkol jantan sebesar 304.76 mm
dan ikan tongkol betina sebesar 414.39 mm, maka dapat diindikasikan bahwa ikan
tongkol yang tertangkap masih di bawah ukuran pertama kali matang gonad.
Gambar 9 menyajikan sebaran frekuensi panjang ikan tongkol.

16
Lm jantan = 304.76 mm

Lm betina = 414.39 mm

50
45
40
Frekuensi

35
30
25
20

Jantan

15

Betina

10

5
100-109
110-119
120-129
130-139
140-149
150-159
160-169
170-179
180-189
190-199
200-209
210-219
220-229
230-239
240-249
250-259
260-269
270-279
280-289
290-299
300-309
310-319
320-329
330-339
340-349
350-359
360-369
370-379
380-389
390-399
400-409
410-419
420-429
430-439
440-449
450-459
460-469
470-479
480-489
490-499
500-509
510-519
520-529

0

Selang kelas panjang (mm)

Gambar 9 Sebaran frekuensi panjang ikan tongkol (Euthynnus affinis)
Identifikasi Kelompok Umur
Identifikasi kelompok umur ikan tongkol jantan dan betina dapat diduga
menggunakan analisis sebaran frekuensi panjang ikan tongkol jantan dan betina.
Metode yang digunakan untuk analisis kelompok umur adalah metode
NORMSEP melalui program FISAT II. Hasil analisis kelompok umur ikan
tongkol jantan dan betina berupa panjang rata-rata dan indeks separasi disajikan
pada Tabel 4. Gambar 10 dan 11 adalah sebaran frekuensi panjang ikan tongkol
jantan dan betina. Gambar 10 dan 11 menunjukkan pemisahan kelompok ukuran
panjang ikan tongkol. Gambar 10 menunjukkan pergeseran nilai modus ke arah
kanan pada bulan juli hingga bulan oktober. Gambar 11 menunjukkan pergeseran
nilai modus ke arah kanan setiap bulan. Pergeseran ke arah kanan menunjukkan
pertumbuhan ikan tongkol.

Tabel 4 Sebaran kelompok umur ikan tongkol jantan dan betina
Waktu pengambilan
contoh
30 Mei 2014
27 Juni 2014
23 Juli 2014
24 Agustus 2014

23 September 2014
24 Oktober 2014

Kelompok
Umur
1
2
1
1
1
2
3
1
2
1
2
3

Panjang Rata-Rata
Jantan
Betina
179.92±19.27
219.26±11.25
241.22±6.85
345.75±94.31
171.16±14.56
211.84±10.70 206.50±7.48
264.85±26.12 314.50±5.00
364.59±22.53
229.74±10.06 232.24±9.52
499.52±25.02 390.37±68.98
226.86±11.77 271.15±5.00
261.22±13.99
454.5±5.00
484.47±5.00

Index Separasi
Jantan
Betina
N.A
2.58
N.A
2.07
N.A
N.A
N.A
2.88
17.31
4.10
N.A
N.A
15.38
4.03
N.A
N.A
2.67
36.67
5.99

Frekuensi

25
20
15
10
5
0

Frekuensi

25
20
15
10
5
0

Frekuensi

25
20
15
10
5
0

Frekuensi

25
20
15
10
5
0

Frekuensi

25
20
15
10
5
0

Frekuensi

17

25
20
15
10
5
0

Mei
n = 94

Juni
n = 54

Juli
n = 39

Agustus
n = 96

September
n = 44

Oktober
n = 49

Nilai tengah panjang (mm)

Gambar 10 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tongkol jantan

Frekuensi

Agustus
n=6

3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

14
12
10
8
6
4
2
0

September
n = 31

3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

Oktober
n=6

Frekuensi

Frekuensi

18

Nilai tengah panjang (mm)

Gambar 11 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tongkol betina

Parameter Pertumbuhan
Analisis parameter pertumbuhan ikan tongkol terdiri atas koefisien
pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L∞), dan umur teoritis ikan pada saat
panjang sama dengan nol (t0) (Tabel 5). Persamaan pertumbuhan model
Von Bertalanffy untuk ikan tongkol jantan adalah Lt = 653.00 (1-e -0.3178(t+0.2238) )
dan untuk ikan tongkol betina adalah Lt = 562.07 (1-e -0.3895(t+0.1890) ). Kurva
pertumbuhan ikan tongkol jantan dan ikan tongkol betina disajikan pada Gambar
12 dan 13.

Tabel 5 Parameter pertumbuhan ikan tongkol berdasarkan model Von Bertalanffy
Parameter Pertumbuhan
L∞ (mm)
K (bulan-1)
t0 (bulan)

Jantan
653.00
0.3178
-0.2238

Betina
562.07
0.3895
-0.1890

19
700
600

Panjang (mm)

500
400
300
200
100
0
Waktu (bulan)

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tongkol jantan

600

Panjang (mm)

500
400
300
200

100
0
Waktu (bulan)

Gambar 13 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tongkol betina
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan tongkol dilakukan
dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang. Informasi
mengenai nilai mortalitas dan laju eksploitasi disajikan pada Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa nilai mortalitas penangkapan ikan tongkol
lebih besar dibandingkan nilai mortalitas alami. Hal ini menunjukkan bahwa
faktor kematian ikan tongkol lebih besar disebabkan oleh kegiatan penangkapan.

20
Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui
untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan
(King 1995). Laju eksploitasi ikan tongkol jantan dan betina masing-masing
sebesar 0.9567 dan 0.9784 (Tabel 6). Hasil tersebut menunjukkan laju eksploitasi
ikan tongkol betina lebih tinggi dibandingkan ikan tongkol jantan.

Tabel 6 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan tongkol
Nilai

Parameter
Mortalitas total (Z)
Mortalitas Alami (M)
Mortalitas Tangkapan (F)
Laju Eksploitasi (E)

Jantan
6.7983
0.2947
6.5037
0.9567

Betina
16.2531
0.3510
15.9021
0.9784

Model Produksi Surplus
Model surplus produksi dapat diterapkan bila data hasil tangkapan total
berdasarkan spesies per unit upaya tercatat baik (Sparre dan Venema 1999). Hasil
tangkapan serta upaya penangkapan ikan tongkol yang dianalisis diperoleh dari
Kementrian Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten selama tahun 2006-2013
(DKP 2013). Data hasil tangkapan ikan tongkol dan upaya penangkapan yang
telah distandarisasi (Lampiran 11) disajikan pada Tabel 7. Hasil tangkapan ikan
tongkol tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 2 249 ton. Upaya penangkapan
tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 4 447 trip.
Analisis potensi sumber daya ikan tongkol menggunakan model
pendekatan Schaefer. Hasil analisis dengan model Schaefer didapatkan koefisien
determinasi (R2) sebesar 88.04%. Nilai upaya optimum (fMSY) dan Maximum
Sustainable Yield (MSY) masing-masing sebesar 4 907 trip per tahun dan 2 229
ton per tahun. Nilai potensi lestari (PL) dan Total Allowable Catch (TAC)
masing-masing sebesar 2 006 ton dan 1 605 ton (Lampiran 11). Gambar 14
menyajikan grafik model produksi surplus dengan pendekatan model Schaefer.

Tabel 7 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip)
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Hasil tangkapan (ton)
1826
1787
2142
2065
2039
2014
2197
2249

Upaya (trip)
2892
2773
3358
3411
3815
3748
4329
4447

TPSU
0.6313
0.6444
0.6379
0.6054
0.5343
0.5375
0.5076
0.5058

21
2500
2013
2008
2009

Hasil tangkapan (ton)

2000

2011
2006
2007

2012
2010

Tangkapan per tahun

fmsy
MSY

1500

1000

500

0
0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

Upaya (trip)

Gambar 14 Model produksi surplus dengan pendekatan model Schaefer
Pembahasan
Analisis hubungan panjang bobot digunakan untuk mengetahui pola
pertumbuhan. Hasil analisis hubungan panjang bobot diperoleh nilai b ikan
tongkol jantan sebesar 3.0104 dan ikan tongkol betina sebesar 3.4217.
Lawson (2013) menyatakan bahwa perbedaan nilai b dapat disebabkan musim,
habitat, kematangan gonad, jenis kelamin, kepenuhan lambung, dan kesehatan
ikan. Moutopoulus & Stergiuo (2002) in Kharat et al. (2008) menyatakan bahwa
perbedaan nilai b juga disebabkan perbedaan jumlah dan variasi ukuran yang
diamati. Semakin besar jumlah ikan yang diamati, dugaan yang diperoleh
diharapkan akan lebih mewakili keadaan yang sebenarnya di alam.
Uji t (α = 0.05) terhadap nilai b ikan tongkol jantan dan betina diperoleh pola
pertumbuhan allometrik positif.
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh
Kusumawardani (2013) di Perairan Selat Sunda diperoleh pola pertumbuhan ikan
jantan dan betina adalah allometrik negatif. Sebaliknya, berdasarkan penelitian
Chodrijah et al. (2013) di Laut Jawa dan Rohit et al. (2012) di Perairan Hindia
diperoleh pola pertumbuhan isometrik.
Perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad akan memberi keterangan
tentang waktu ikan memijah, baru memijah atau sudah memijah
(Tang dan Affandi 1999). Sebaran TKG ikan tongkol jantan dan betina
(Gambar 5 dan 6) menunjukkan TKG III dan IV dapat ditemukan pada bulan
Oktober. Hal ini diindikasikan bahwa musim pemijahan ikan tongkol terjadi pada
bulan Oktober. Kondisi tersebut didukung penelitian Abdussamad (2012) di
Perairan India bahwa puncak pemijahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) terjadi
selama bulan Mei-Juni dan Oktober-Desember.

22
Hasil analisis dengan metode Sperman Karber (Udupa 1986), diperoleh
ukuran pertama kali matang gonad (Lm) adalah 304.76 mm untuk jantan dan
414.39 mm untuk betina (Lampiran 4). Diamsusikan pada ukuran 304.76 mm dan
414.39 mm ikan tongkol hampir 50% sudah matang gonad. Panjang pertama kali
matang gonad ikan jantan lebih kecil dibandingkan ikan tongkol betina. Hal ini
disimpulkan bahwa ikan tongkol jantan lebih cepat mencapai TKG III
dibandingkan ikan tongkol betina. Penelitian Deepti & Sujatha (2012) di Perairan
India menunjukkan ukuran pertama kali matang gonad ikan tongkol sebesar
497.00 mm untuk jantan dan 490.00 mm untuk betina. Sementara, menurut
Rohit et al. (2012) dan Chiou et al. (2004) menunjukkan ukuran pertama kali
matang gonad ikan tongkol masing-masing sebesar 377.00 mm dan 480.00 mm.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi waktu ikan pertama kali matang gonad,
yaitu perbedaan spesies, umur, ukuran, sifat biologis, kemampuan adaptasi
terhadap lingkungannya, makanan, suhu, dan arus (Effendi 2002). Takashi (1974)
in Chiou (2004) mengemukakan bahwa suhu air merupakan salah satu faktor
lingkungan yang mempengaruhi kematangan seksual ikan dan biasanya ikan
matang dan bertelur pada lingkungan dengan air yang lebih tinggi suhunya.
Fekunditas adalah jumlah telur ikan betina sebelum dikeluarkan pada
waktu akan memijah. Pendugaan fekunditas memegang peranan penting dan
sangat erat hubungannya dengan strategi reprodusi dalam rangka
mempertahankan stok ikan di alam. Fekunditas yang diamati diduga berkisar
antara 36 850–640 607 butir (Lampiran 5). Potensi reproduksi yang didapat
selama penelitian adalah tinggi. Hubungan ln fekunditas dengan ln panjang ikan
tongkol dan hubungan ln fekunditas dengan ln bobot ikan tongkol masing-masing
menunjukkan nilai koefisiean determinasi (R2) sebesar 91.59% dan 76.98%.
Penelitian Muthiah (1985) di Perairan Pantai Mangalore, India dan
Deepti & Sujatha (2012) di Perairan India menunjukkan fekunditas
masing-masing berkisar antara 201 542–1 569 733 butir dan 295 075–1 538 165
butir. Sementara, menurut Chiou et al. (2004) di Perairan Taiwan menunjukkan
fekunditas lebih rendah, yaitu berkisar antara 320 000–800 000 butir. Perbedaan
fekunditas diindikasikan dipengaruhi oleh umur, keadaan spesies, dan keaadaan
lingkungan (Royce 1572 in Baginda 2006). Menurut Nikolsky (1969) in Baginda
(2006), fekunditas berhubungan erat dengan lingkungan, ketersediaan makanan,
kecepatan pertumbuhan, dan tingkah laku ikan waktu pemijahan.
Kelas panjang ikan tongkol menyebar pada selang 100-522 mm. Sebaran
panjang tersebut lebih kecil dibandingkan panjang ikan tongkol di Laut Jawa
(Chodrijah et al. 2013), Selat Sunda (Kusumawardani 2013), Laut Barat Sumatera
(Sulistiyaningsih et al. 2014), Perairan India (Rohit et al. 2012), Pantai Timur
India (Kasim & Abdussamad 2003), Pelabuhan Ratu (Nurhayati 2001), Perairan
Iran (Motlagh et al. 2010), Perairan Maharashtra (Khan 2004), Perairan Natuna
(Fayetri et al. 2013) (Tabel 8). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
sebaran panjang ikan tongkol yang berbeda-beda. Perbedaan kisaran panjang ikan
tongkol diindikasikan karena perbedaan alat tangkap yang digunakan, kondisi
lingkungan, dan variasi intensitas penangkapan (Kaymaram & Daryishi 2012).
Spesies ikan yang sama dan hidup di lokasi perairan yang berbeda akan
mengalami pertumbuhan yang berbeda karena adanya faktor dalam dan faktor luar
yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Menurut Effendie (2002), faktor
dalam adalah faktor yang umumnya sulit dikontrol seperti keturunan,

23
jenis kelamin, umur, dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi
petumbuhan ikan adalah suhu dan makanan.
Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model Von Bertalanffy
(K dan L∞) diduga dengan metode Ford-Walford. Hasil analisis yang diperoleh
menunjukkan nilai L∞ ikan jantan lebih besar dibandingkan ikan betina. Nilai L∞
ikan jantan dan betina masing-masing sebesar 653.00 mm dan 562.07. Sebaliknya,
nilai koefisien pertumbuhan ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan tongkol betina akan lebih cepat mencapai
panjang asimtotik (L∞). Perbedaan nilai koefisien pertumbuhan dapat disebabkan
oleh adanya perbedaan tempat, waktu, nutrisi, dan iklim (Ozvarol et al. 2010).
Tabel 8 menunjukkan nilai L∞ ikan tongkol bervariasi berdasarkan lokasi perairan.
Hal ini menunjukkan parameter pertumbuhan suatu ikan akan berbeda pada
perairan yang berbeda.
Mortalitas dapat terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan oleh manusia
atau mortalitas alami. Laju mortalitas penangkapan ikan tongkol lebih besar
dibandingkan mortalitas alami. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan
tongkol lebih besar disebabkan oleh kegiatan penangkapan. Menurut Pauly
(1980) in Sparre & Venema (1999) bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi
nilai mortalitas alami (M) adalah suhu rata-rata perairan selain faktor
panjang maksimum secara teoritis (L) dan laju pertumbuhan (K). Laju mortalitas
penangkapan yang tinggi dan menurunnya mortalitas alami dapat menunjukkan
dugaan terjadi kondisi growth overfishing, artinya ikan tongkol ditangkap sebelum
ikan tersebut sempat tumbuh dan berkembang. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat
bahwa nilai laju eksploitasi ikan tongkol mencapai 96% untuk jantan dan 98%
untuk betina. Nilai tersebut sudah melebihi 50%, artinya ikan tongkol di
Perairan Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih. Penentuan laju eksploitasi
merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi
sumber daya perikanan dalam kajian stok ikan (King 1995). Jika laju eksploitasi
di suatu daerah semakin besar maka mortalitas penangkapannya semakin besar
(Lelono 2007). Tingginya laju eksploitasi ikan tongkol sangat menghawatirkan,
karena dapat mengancam keberlangsungan stok ikan tongkol. Namun, dengan
fekunditas yang tinggi dapat diindikasikan bahwa kondisi stok ikan tongkol di
Perairan Selat Sunda terus berkelanjutan. Hal tersebut dikarenakan tingginya
rekruitmen dari pemijahan. Penelitian sebelumnya oleh Kusumawardani (2014)
di Perairan Selat Sunda diperoleh nilai laju eksploitasi ikan tongkol jantan dan
betina masing-masing sebesar 87% dan 85%. Nilai laju eksploitasi yang
diperoleh saat ini menunjukkan peningkatan laju eksploitasi terhadap ikan tongkol
di Perairan Selat Sunda. Laju eksploitasi ikan tongkol yang melebihi titik
optimum tidak hanya terjadi di Perairan Selat Sunda. Hal tersebut terlihat pada
penelitian lain dengan lokasi yang berbeda (Tabel 8), antara lain Pelabuhan Ratu,
Pantai Timur India, Perairan India, Laut Jawa, Perairan Natuna, Kepulauan
Anambas, dan Laut Barat Sumatera yang menunjukkan bahwa ikan tongkol telah
mengalami tangkap lebih.

24
Tabel

8

Parameter pertumbuhan dan laju eksploitasi
(Euthynnus affinis) dari berbagai penelitian

Penelitian

Lokasi

Nurhayati (2001)

Pelabuhan
Ratu
Pantai
Timur India

Kasim &
Abdussamad
(2003)
Khan (2004)

Motlagh et al.
(2010)
Abdussamad
et al. (2012)
Chodrijah et al.
(2013)
Fayetri et al.
(2013)
Kusumawardani
(2014)
Susilawati et al.
(2013)
Sulistyaningsih
et al. (2014)
Penelitian ini
(2015)

Jenis
kelamin

Perairan
Maharashtra
(India)
Teluk Persia
dan Laut
Oman
Perairan
India
Laut jawa
Perairan
Natuna
Selat sunda
Kepulauan
Anambas
Laut Barat
Sumatera
Selat Sunda

Panjang (mm)
min mak

ikan

tongkol

200

600

Parameter Pertumbuhan
L∞
K
t0
(mm)
(/bulan)
751.20
0.48
-0.26

180

830

875.00

817.00

0.79

E
0.60
0.76

410

730

876.60

0.51

-0.23

0.68

180

800

819.20

0.56

-0.03

0.81

554

-

596.30

0,91

0.18

0.57

540.00

2.86

-0.28

0.68

Jantan

175

480

541.56

0.10

-0.81

0.87

Betina

175
308

465
545

536.68
570.00

0.10
0.34

-0.79
-0.26

0.85
0.80

235

615

645.8

1

-0.13

0.80

100
199

522
482

653.00
562.07

0.32
0.39

-0.22
-0.19

0.96
0.98

Jantan
Betina

Model produksi surplus merupakan suatu model yang menjelaskan
tentang pemanfaatkan sumber daya ikan yang lestari dan berkelanjutan.
Hasil tangkapan maksimum lestari