Sindrom Pramenstruasi Pekerja Wanita Pada Berbagai Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi Dan Status Gizi

SINDROM PRAMENSTRUASI PEKERJA WANITA PADA
BERBAGAI AKTIVITAS FISIK, POLA KONSUMSI DAN
STATUS GIZI

FAIZA HARSAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sindrom Pramenstruasi
Pekerja Wanita pada Berbagai Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi dan Status Gizi
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Faiza Harsah
NIM I14124014

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama terkait

ABSTRAK
FAIZA HARSAH. Sindrom Pramenstruasi Pekerja Wanita pada Berbagai
Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi dan Status Gizi. Dibimbing oleh IKEU
TANZIHA.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis Sindrom pramenstruasi
(PMS) pekerja wanita pada berbagai aktivitas fisik, pola konsumsi dan status gizi.
Desain yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah subjek sebanyak 45
orang wanita. Tempat dan subjek penelitian dipilih secara purposive di Loan
Factory Credit Card Sentra Mandiri, Jakarta. Hasil uji beda Kruskal Wallis

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara status PMS
dengan karakteristik subjek, karakteristik menstruasi, status gizi, tingkat
kecukupan energi, protein, lemak, vitamin A, kalsium, zat besi, tingkat stres,
aktivitas fisik, frekuensi konsumsi olahan kacang-kacangan, sayuran dan buah
sumber isoflavon, susu, dan gula. Namun terdapat perbedaan yang nyata (p 18.5 - < 24.9
> 25.0 - < 27.0
>27.0

Persen lemak tubuh menurut Gibson (2005), dikategorikan menjadi
Underfat (32%).

8

Pola konsumsi pangan diperoleh dengan metode food record 5x24 jam.
Hasil dari record konsumsi dikonversikan ke dalam kandungan gizi. Berikut
merupakan rumus untuk mengetahui kandungan gizi makanan yang dikonsumsi.
Kgij = (Bj/100)xGijx(BDDj/100)

Keterangan:
Kgij = Penjumlahan zat gizi I dari setiap bahan makanan yang dikonsumsi.

Bj
= Berat bahan makanan j (gram)
Gij
= kandungan zat gizi I dari bahan makanan j
BDDj = persen bahan makanan j yang dapat dimakan
Tingkat kecukupan zat gizi dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Tingkat kecukupan zat gizi=

Konsumsi zat gizi aktual
Angka kecukupan zat gizi (AKG)

x 100%

Angka Kecukupan Gizi (AKG) individu diperoleh dengan menggunakan
rumus sebagai berikut.
AKG (aktual) =

Berat Badan Aktual (kg) x AKG
Berat Badan AKG


Tingkat kecukupan energi dan protein dikelompokkan menjadi defisit berat
(< 70%); defisit sedang (70-79%); defisit ringan (80-89%); cukup (90-119%);
lebih (> 120 %) (Gibson 2005). Sedangkan kategori tingkat kecukupan lemak
yaitu kurang (30% AKG) (WNPG
2004). Tingkat kecukupan zat gizi mikro dikategorikan menurut Gibson (2005),
yaitu kurang (77% AKG). Selain Food Record, pola
konsumsi subjek diamati melalui Food Frequency Questionnaire (FFQ) untuk
menentukan frekuensi makan pangan sumber isoflavon, frekuensi konsumsi susu,
gula, dan fast food (Lampiran 1). Kategori frekuensi pangan diukur dengan
kategori Tidak pernah; 2 kali/bulan; 1-2 kali/minggu; 3-6 kali/minggu; 1 kali/hari;
>1 kali/hari (Gibson 2005). Namun kategori ini kemudian disederhanakan lagi
menjadi kategori konsumsi setiap hari (> 7 kali/minggu); sering (3-6
kali/minggu); jarang (1-2 kali/minggu); dan tidak pernah.
Jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas persatuan tertentu
diklasifikasikan berdasarkan PAR (Physical Activity Ratio), seperti terlihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Nilai physical activity ratio
Jenis Aktivitas Fisik
Tidur
Tidur-tiduran, duduk diam, membaca

Duduk sambil menonton TV
Mandi dan berpakaian
Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias
Berkendaraan di mobil/bus/angkutan
Makan dan minum
Jalan santai

Physical Activity Ratio
1.00
1.20
1.72
2.30
1.50
1.20
1.60
2.50

9

Tabel 3 Nilai physical activity ratio (lanjutan)

Jenis Aktivitas Fisik
Physical Activity Ratio
Berbelanja (membawa beban)
2.40
Mengendarai kendaraan
2.50
Menjaga anak
2.50
Melakukan pekerjaan rumah tangga
2.75
Setrika pakaian (duduk)
1.70
Kegiatan berkebun
2.70
Office Worker (duduk di depan meja, menulis, mengetik)
1.30
Office Worker (berjalan, membawa arsip)
1.60
Olahraga (Badminton)
4.85

Olahraga (Jogging, lari jarak jauh)
6.50
Olahraga (bersepeda)
3.60
Olahraga (Aerobik, berenang, sepak bola)
7.50
Kegiatan dilakukan dengan duduk
1.50
Kegiatan ringan
1.40
Memasak
2.10
Sumber: FAO/WHO/UNU (2001)

Nilai PAR (Physical Activity Ratio) kemudian dimasukkan ke dalam rumus
Physical Activity Level (PAL), yaitu sebagai berikut:
PAL = ∑(PAR x alokasi waktu setiap aktivitas)

24 jam
Hasil dari nilai Physical Activity Level (PAL), dikategorikan menurut

FAO/WHO/UNU (2001), menjadi sangat ringan (1.20-1.39), ringan (1.40-1.69),
sedang (1.70-1.99), dan berat (2.00-2.40).
Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari
Kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) yang telah
dimodifikasi. Kuesioner ini merupakan instrumen yang digunakan oleh Lovibond
dan Lovibond (1995) untuk mengetahui tingkat depresi, kecemasan dan stres
(Lampiran 1). Tes ini merupakan tes standar yang telah diterima secara
internasional. Peneliti dalam penelitian ini hanya memilih kuesioner yang
mengukur tentang stres yaitu sebanyak 14 pertanyaan yang terdiri dari nomor 1, 3,
4, 9, 13, 16, 18, 22, 23, 28, 29, 30, 31, dan 42. Penilaiannya adalah dengan
memberikan skor yaitu skor 0 untuk setiap pernyataan yang tidak pernah dialami,
skor 1 untuk setiap pernyataan yang jarang dialami, skor 2 untuk setiap
pernyataan yang sering dialami dan skor 3 untuk setiap pernyataan yang selalu
dialami. Hasilnya dikategorikan menjadi 3 tingkatan stres yaitu stres ringan
dengan skor < 56 % dari skor total, stres sedang dengan skor 56-75 % dari skor
total, stres berat dengan skor >75 % dari skor total (Nursalam 2008).
Tabel 4 Kategori variabel penelitian
No
1
2


Variabel
Pengetahuan gizi
dan menstruasi
Jenis
Keluhan
Menstruasi

Kategori pengukuran
Kurang (< 60 %), sedang (60-80%), baik
(>80%)
Berat (skor 3); sedang (skor 2); ringan
(skor 1)

Sumber
Khomsan
(2000)
Jones et al.
(1996)


10

Tabel 4 Kategori variabel penelitian (lanjutan)
No
3

Variabel
Tingkat keluhan menstruasi

4

Pendapatan subjek

5

Status Gizi

6

Persen lemak tubuh


7

Pola konsumsi pangan
-Frekuensi dan jenis pangan

Kategori pengukuran
0 (tidak ada keluhan), 1-4 (ringan),
5-12 (sedang), dan >12 (berat)
< 1 juta/ bulan (rendah); 1-2.5
juta/bulan
(cukup);
2.6-4
juta/bulan (tinggi); > 4 juta/ bulan
(sangat tinggi)
Kurus (< 18.5); normal (> 18.5 - <
24.9); lebih ( > 25.0 - < 27.0);
obese ( >27.0)
Underfat (32%)

Tidak pernah; 2 kali/bulan; 1-2
kali/minggu; 3-6 kali/minggu; 1
kali/hari; >1 kali/hari
Tingkat kecukupan energi Defisit berat (< 70%); defisit
dan protein
sedang (70-79%); defisit ringan
(80-89%); cukup (90-119%); lebih
(> 120 %)
Tingkat kecukupan lemak
Kurang (30% AKG)
Konsumsi
Isoflavon Cukup (40 mg/hari)
(fitoestrogen)

8

Konsumsi makanan berisiko
(manis,
asin,
kafein,
diawetkan, berlemak)
Tingkat kecukupan vitamin
dan mineral
Aktivitas Fisik

9

Tingkat Stres

Sering (> 1 kali/hari)

Kurang (< 77 % AKG);
Cukup ( > 77 % AKG)
Berdasarkan nilai Physical Activity
Level (PAL)
Sangat ringan (1.20-1.39)
Ringan (1.40-1.69)
Sedang (1.70-1.99)
Berat (2.00-2.40)
Stres ringan (< 56 % dari skor
total), stres sedang (56-75 % dari
skor total), stres berat ( >75 % dari
skor total)

Sumber
Jones et al.
(1996)
BPS (2010)

Riskesdas
(2013)
Gibson
(2005)

Gibson
(2005)
Gibson
(2005)

WNPG
(2004)
Ishiwata,
Uesugi dan
Uehara
(2003)
Riskesdas
(2013)
Gibson
(2005)
FAO/WHO/
UNU (2001)

Nursalam
(2008)

Hasil pengolahan data kemudian dianalisis secara statistik deskriptif dan
inferensia. Uji deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel
menggunakan distribusi mean, standar deviasi, minimal dan maksimal. Setiap
variabel diuji beda dengan status PMS dengan menggunakan uji beda Kruskal
Wallis. Selanjutnya, untuk mengetahui faktor resiko status PMS melalui uji
regresi logistik.

11

Definisi Operasional
Aktivitas fisik adalah berbagai kegiatan yang dapat menggerakkan anggota
tubuh, dikategorikan menjadi kegiatan sangat ringan, ringan, sedang dan
berat.
Subjek adalah wanita yang bekerja di Loan Factory Credit Card Sentra Mandiri.
Food Frequency Quessionaire adalah mendaftar frekuensi atau seberapa sering
dalam mengonsumsi pangan sumber isoflavon, susu, gula, dan fast food.
Menstruasi adalah adalah pengeluaran darah dari dinding rahim perempuan yang
terjadi secara periodik
Metode Food Record adalah metode pengumpulan data konsumsi pangan dalam
waktu 4x24 jam pada hari kerja dan 1 x 24 jam pada hari libur.
Persen lemak tubuh adalah jumlah lemak dalam tubuh yang dihitung
menggunakan alat body fat monitor.
Sindrom Pramenstruasi adalah gejala baik fisik maupun emosional yang dialami
oleh subjek menjelang menstruasi.
Pola Konsumsi Pangan adalah ganbaran kebiasaan makan subjek baik dalam
konsumsi makanan utama maupun makanan selingan yang diamati dengan
teknik food record 5 x 24 jam serta frekuensi konsumsi makanan sumber
isoflavon, susu, gula, dan fast food.
Status Gizi adalah keadaan gizi subjek yang diukur dengan menggunakan IMT
dan persen lemak tubuh.
Menarche adalah usia dimana seorang wanita mendapatkan periode menstruasi
untuk pertama kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sentra Mandiri terletak di jalan R.P. Soeroso no 2-4 Jakarta. Loan Factory
Credit Card merupakan salah satu bagian dari struktur kerja Bank Mandiri yang
di dalamnya terdiri dari empat tim kerja, yaitu Operator Scanner-Batch manager,
ICR validasi, Admin Entry Data, Pre Screener. Jumlah karyawan di Loan Factory
secara keseluruhan yaitu 107 orang karyawan dengan didominasi oleh karyawan
wanita (69.2%). Hari kerja yaitu Senin sampai Jumat mulai pukul 07.30 sampai
dengan pukul 16.30 WIB, dengan waktu istirahat dari pukul 12.00 sampai dengan
pukul 13.00.

Sindrom Pramenstruasi
Menstruasi merupakan suatu proses yang normal terjadi pada wanita dan
dapat dijadikan suatu indikator penting dari kesehatan wanita (Mc Pherson &
Korfine 2004). Siklus menstruasi normal terdiri atas fase folikuler, ovulasi dan
fase luteal. Fase folikuler terjadi pada hari ke 5 sampai dengan 14 pada siklus

12

setelah menstruasi. Fase ini ditandai dengan berkembangnya beberapa folikel
yang dipengaruhi oleh follicle stimulating hormone (FSH) yang meningkat. FSH
yang meningkat disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid
berkurang. Perkembangan folikel menyebabkan produksi estrogen meningkat.
Estrogen memicu pertambahan pasokan darah ke dalam uterus sehingga dinding
uterus menebal dan terbentuk, sehingga siap untuk menerima telur yang sudah
dibuahi. Ketika folikel sudah benar-benar matang, kelenjar pituitari mengeluarkan
hormon lain, yaitu LH (Luteinizing Hormone) untuk melepaskan folikel tersebut
dan memicu ovum untuk turun ke tabung fallopi menuju uterus. Inilah yang
disebut sebagai fase ovulasi dan terjadi pada hari ke 14 pada siklus menstruasi
(Wirakusumah 2003). Folikel yang kosong mengeluarkan hormon yang disebut
progesteron yang berperan dalam mempersiapkan kehamilan. Tetapi, apabila telur
tidak dibuahi setelah kira-kira tujuh hari sesudah ovulasi, folikel akan diserap
tubuh. Hal ini akan menyebabkan turunnya kadar hormon progesteron sekaligus
dengan turunnya hormon estrogen, sehingga akan akan menyebabkan pelepasan
lapisan uterus dalam bentuk aliran darah yang disebut menstruasi (Wirakusumah
2003).
Menjelang mentruasi sebagian besar wanita sering mengalami gejala yang
disebut sindrom pramenstruasi atau lebih dikenal dengan istilah premenstrual
syndrome (PMS). Premenstrual Syndrome (PMS) adalah sekumpulan keluhan dan
gejala fisik, emosional, dan prilaku yang dialami oleh sebagian besar wanita
selama akhir fase luteal dari setiap siklus menstruasi yaitu 7-14 hari sebelum
menstruasi (Brahmbhatt et al. 2013). Keluhan fisik seperti payudara terasa sakit
atau membengkak, perut kembung, sakit kepala, sakit sendi, sakit punggung,
mual, muntah, diare atau sembelit, dan tumbuhnya masalah kulit seperti jerawat.
Keluhan psikis meliputi depresi, sensitif, lekas marah, gangguan tidur, kelelahan,
lemah, dan kadang-kadang perubahan suasana hati yang sangat cepat (Devi 2009).
Hal ini disebabkan karena pada fase luteal kadar estrogen yang tinggi sedangkan
kadar progestreron menurun. Ketidakseimbangan ini yang diduga menyebabkan
sindrom pramenstruasi. Meningkatnya kadar estrogen dalam darah ini akan
menyebabkan gejala depresi, karena hormon estrogen yang tinggi dapat
menyebabkan terganggunya proses kimia tubuh (Brunner & Suddarth 2001).
Berdasarkan frekuensi PMS yang dialami, sebagian besar subjek (60%)
mengalami PMS dengan frekuensi kadang-kadang, namun masih terdapat subjek
yang mengalami PMS dengan frekuensi sering (40%). PMS yang dialami
dikategorikan berdasarkan tingkatan keluhannya. Tingkat keluhan PMS atau
status PMS diperoleh dari hasil penjumlahan dari masing-masing jenis keluhan.
Menurut Mason (2007), terdapat lebih dari 300 jenis keluhan premenstrual
syndrome. Namun, dalam penelitian ini hanya menggunakan 10 jenis keluhan
menstruasi yang sering dialami. Skor dan kategori keluhan PMS dapat dilihat
pada analisis dan pengolahan data (halaman 7). Tabel 5 merupakan sebaran subjek
berdasarkan status PMS yang dialami.
Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan status PMS
Status PMS
Ringan
Sedang
Berat
Total

n
15
26
4
45

%
33.3
57.8
8.9
100

13

Berdasarkan hasil pengkategorian jenis keluhan PMS yang dialami (Tabel
5), sebagian besar subjek (57.8%) memiliki status PMS sedang, sedangkan status
PMS ringan dialami oleh 33.3% subjek dan status PMS berat dialami oleh 8.9%
subjek. Rata-rata subjek mengalami 3-4 jenis keluhan. Berdasarkan urutan jenis
keluhan yang paling banyak dialami subjek, diantaranya keram di bawah perut
(71.1%), emosional (64.4%), sakit pinggang (53.3%), jerawat (51.1%), sakit pada
payudara (37.7%), lesu (17.7%), sakit kepala (15.5%), mual (11.1%) dan muntah
(2.2%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti (2007) mengenai
sindrom pramenstruasi pada pekerja pabrik korek api, bahwa sebagian besar
keluhan yang dialami subjek adalah nyeri di bawah perut. Prostaglandin
diproduksi oleh tubuh secara berlebihan bersama hormon lainnya seperti estrogen
dan progesteron pada saat keadaan stres. Nyeri di bawah perut disebabkan oleh
ketidakseimbangan prostaglandin yang dihasilkan oleh tubuh. Selain itu, hormon
estrogen dapat menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan
sehingga menyebabkan rasa nyeri (Mulyono et al. 2001).

Karakteristik Subjek
Karakteristik subjek pada penelitian ini meliputi usia, status, pendapatan,
pengetahuan gizi dan menstruasi. Selengkapnya, karakteristik subjek dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik dan status PMS
Karakteristik Subjek

Ringan
n
%

Usia (tahun)
19-29
13
86.7
30-49
2
13.3
Total
15
100
Status
Menikah
5
33.3
Belum Menikah
10
66.7
Total
15
100
Pendapatan
Cukup
0
0
Tinggi
14
93.3
Sangat tinggi
1
6.7
Total
15
100
Pengetahuan gizi dan menstruasi
Sedang
7
46.7
Baik
8
53.3
Total
15
100

Status PMS
Sedang
Berat
n
%
n
%

Total
n
%

26
0
26

100
0
100

4
0
4

100
0
100

43
2
45

95.6
4.4
100

6
20
26

23.1
76.9
100

0
4
4

0
100
100

11
34
45

24.4
75.6
100

1
21
4
26

3.8
80.8
15.4
100

0
3
1
4

0
75
25
100

1
38
6
45

2.2
84.4
13.3
100

7
19
26

26.9
73.1
100

0
4
4

0
100
100

14
31
45

31.1
68.9
100

p

0.261

0.383

0.308

0.644

Usia. Menurut Depkes (2001), usia produktif berkisar antara 15- 45 tahun.
Sebagian besar subjek (95.6%) berada pada rentang usia 19-29 tahun (Tabel 6).
Hasil uji Kruskal Wallis, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara usia subjek dengan status PMS (p>0.05). Hal ini tidak sejalan dengan

14

penelitian yang dilakukan oleh Cornforth (2000), bahwa Premenstrual Syndrome
semakin mengganggu dengan semakin bertambahnya usia, terutama antara usia
30-45 tahun. Faktor risiko yang paling berhubungan dengan PMS adalah faktor
peningkatan umur. Penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang
mencari pengobatan PMS adalah mereka yang berusia lebih dari 30 tahun.
Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami
gejala-gejala yang sama dan kekuatan PMS yang sama dengan yang dialami oleh
wanita yang lebih tua (Freemen 2007). Namun, pada penelitian Wittchen et al.
2002 menyatakan bahwa meskipun gejala pramenstruasi dijelaskan pada wanita
dari menarche sampai menopause tidak jelas bahwa gejala akan tetap stabil atau
meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Status. Sebagian besar subjek (75.6%) berstatus belum menikah (Tabel 6).
Subjek dengan status belum maupun yang sudah menikah sebagian besar
mengalami PMS status sedang. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara status pernikahan dengan status
PMS yang dialami. Hal ini tidak sejalan dengan Yuliarti (2009) yang menyatakan
bahwa wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan
dengan yang belum menikah, selain itu keluhan PMS semakin berat dirasakan
oleh wanita yang sudah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah
mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksimia.
Pendapatan. Martianto dan Ariani (2004) menjelaskan bahwa tingkat
pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan
yang dikonsumsinya. Sebagian besar pendapatan subjek (84.4%) dikategorikan ke
dalam kategori pendapatan tinggi (Tabel 6). Berdasarkan hasil uji beda Kruskal
Wallis dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara
pendapatan dengan status PMS subjek (p>0.05). Tingkat pendapatan sangat
menentukan bahan makanan yang akan dibeli. Pendapatan merupakan faktor
penting untuk menentukan kualitas dan kuantitas makanan, sehingga erat
hubungannya dengan gizi (Suhardjo 2005). Namun hasil ini sejalan dengan
penelitian Rizk et al. (2010) yang menunjukkan bahwa pendapatan keluarga tidak
berpengaruh terhadap kejadian sindrom premenstruasi.
Pengetahuan Gizi dan Menstruasi. Pengetahuan gizi merupakan
pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada
makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit
(Notoatmojo 2003). Pengetahuan gizi dapat dijadikan landasan yang dapat
menentukan konsumsi pangan (Khomsan 2000). Pengetahuan gizi dan menstruasi
merupakan sekumpulan pertanyaan yang secara umum terkait dengan gizi dan
menstruasi. Terdapat 8 butir pertanyaan yang terkait dengan pengetahuan gizi dan
menstruasi (Lampiran 1). Berdasarkan hasil yang diperoleh, sebagian besar subjek
(68.9%) memiliki pengetahuan gizi dan menstruasi baik (Tabel 6). Uji Kruskal
Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pengetahuan gizi
dan menstruasi dengan status PMS (p>0.05). Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian Atmarita dan Fallah (2004), bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi
akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam
perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Namun, hasil
dari penelitian ini sejalan dengan Suhardjo (1989), bahwa pengetahuan gizi saja
belum mampu membuat seseorang mengubah perilakunya, untuk itu masih

15

dibutuhkan motivasi dan perhatian agar individu mau mengubah pola hidupnya
dan pemilihan bahan makanan.

Karakteristik Menstruasi
Karakteristik menstruasi terdiri dari usia menarche, lama siklus menstruasi,
dan lama menstruasi. Sebaran subjek berdasarkan karakteristik menstruasi
disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik menstruasi dan status PMS
Karakteristik Menstruasi

Status PMS
Sedang
Berat
n
%
n
%

n

6.7
0
66.6
26.7
100

0
2
13
11
26

0
7.7
50
42.3
100

0
1
3
0
4

0
25
75
0
100

1
3
26
15
45

2.2
6.7
57.8
33.3
100

53.3
26.7
20
100

7
15
4
26

26.9
57.7
15.4
100

1
3
0
4

25
75
0
100

16
22
7
45

35.6
48.9
15.5
100

86.7
13.3
100

25
1
26

96.2
3.8
100

3
1
4

75
25
100

41
4
45

91.1
8.9
100

Ringan
n
%

Usia Menarche (tahun)
13,3
4
Total
15
Lama siklus menstruasi (hari)
30
3
Total
15
Lama Menstruasi (hari)
3-9
13
>9
2
Total
15

Total
%

p

0.189

0.535

0.300

Usia Menarche. Menarche adalah suatu periode menstruasi pertama yang
merupakan indikator berkembangnya sistem reproduksi sekaligus biomarker yang
kritis untuk kehidupan reproduksi seseorang (Al-Sahab, Hamadeh & Tamim
2010). Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa 37.5% rata-rata usia
menarche pada anak Indonesia adalah 13-14 tahun dengan kejadian lebih awal
pada usia kurang dari 9 tahun dan terjadi secara terlambat sampai 20 tahun.
Seiring dengan perubahan pola hidup saat ini ada kecenderungan anak perempuan
mendapatkan menstruasi yang pertama kali usianya makin lebih muda. Rentang
usia menarche subjek berkisar antara 10-15 tahun. Usia menarche subjek
termasuk ke dalam kategori normal. Berdasarkan Tabel 7, sebagian besar subjek
(57.8%) mengalami menarche pada rentang usia 12 sampai 13.3 tahun. Rata-rata
usia menarche subjek yaitu 12.98 + 1.2 tahun. Hasil uji beda Kruskal Wallis
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara usia menarche dengan status
PMS (p> 0.05). Hasil ini didukung oleh penelitian Woods, Most & Dery (1982)
bahwa gejala premenstruasi tidak berhubungan dengan usia haid pertama
(menarche). Usia menarche dapat merefleksikan beberapa aspek kehidupan dalam
suatu populasi termasuk diantaranya kesehatan umum, kematangan seksual,
kondisi lingkungan, status nutrisi dan pertumbuhan, serta tingkat kesejahteraan
(Batubara, Soesanti & Waal 2010).

16

Lama Siklus Menstruasi. Siklus menstruasi terdiri atas perubahanperubahan di dalam ovarium (indung telur) dan uterus (rahim). Endometrium
disiapkan untuk kedatangan ovum yang dibuahi pada kira-kira hari ke-21 siklus
menstruasi. Endometrium akan runtuh pada hari ke-28 siklus menstruasi apabila
hanya ovum yang tidak dibuahi yang tiba dalam uterus sehingga menstruasi
terjadi dan siklus di ulang sekali lagi (Pearce 2000). Panjang siklus menstruasi
ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dengan mulainya
menstruasi berikutnya. Hari dimulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus
(Sarwono 2000). Lama siklus menstruasi sebagian besar wanita pertengahan usia
reproduktif yaitu terjadi setiap 25-35 hari dengan median panjang siklus adalah 28
hari (Hanafi 2002). Sebagian besar subjek (48.9%) memiliki siklus menstruasi
yang normal yaitu berkisar antara 25-30 hari (Tabel 7). Hasil uji beda Kruskal
Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara lama
siklus menstruasi yang dialami dengan status PMS. Siklus haid (menstruasi)
tergantung dari perubahan-perubahan estrogen, maka segala keadaan yang
menghambat kadar estrogen akan mempengaruhi siklus reproduksi yang normal
(Wiknojosastro 2009).
Lama Menstruasi. Sebagian besar subjek (91.1%) mengalami menstruasi
selama 3-9 hari (Tabel 7). Lama menstruasi subjek termasuk ke dalam kategori
yang normal. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan
yang nyata antara lama menstruasi dengan status PMS (p>0.05). Hasil ini tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Woods, Most dan Dery (1982)
bahwa wanita yang mengalami durasi haid yang panjang, lebih banyak
melaporkan kram/nyeri premenstrual, mudah marah dan depresi premenstrual.
Hal ini dipengaruhi oleh estrogen dan hubungan ini merupakan konsekuensi
sintesis prostaglandin yang distimulasi oleh estrogen.

Aktivitas Fisik dan PMS
Menurut Mahardikawati dan Roosita (2008), akvitas fisik yaitu suatu
rangkaian gerak tubuh yang menggunakan tenaga atau energi. Olahraga
merupakan salah satu jenis aktivitas fisik. Aktivitas fisik subjek terdiri dari
berbagai macam kegiatan yang diamati pada hari kerja dan hari libur, termasuk
didalamnya durasi setiap kegiatan yang dilakukan dengan dikalikan rasio setiap
kegiatan berdasarkan PAR (Physical Activity Ratio) dan dibagi 24 jam. Hasil
pengkategorian aktivitas fisik berdasarkan pada PAL (Physical Activity Level)
ditabulasikan dengan status PMS yang dialami dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik dan status PMS
Aktivitas Fisik
Sangat Ringan
Ringan
Total

Ringan
n
%
6
40
9
60
15
100

Status PMS
Sedang
Berat
n
%
n
%
11
42.3
2
50
15
57.7
2
50
26
100
4
100

n
19
26
45

Total
%
42.2
57.8
100

p

0.945

17

Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar subjek (57.8%) memiliki aktivitas fisik
yang ringan (Tabel 8). Rata-rata PAL yang dimiliki subjek yaitu 1.43. Seseorang
dikatakan beraktivitas ringan (sedentary) bila tidak banyak melakukan kerja fisik,
tidak berjalan jauh, umumnya menggunakan alat transportasi, tidak latihan atau
berolahraga secara teratur, menghabiskan waktu senggangnya dengan duduk dan
berdiri dengan sedikit bergerak (FAO/WHO/UNU 2001). Aktivitas olahraga yang
terdiri dari jenis, lama dan frekuensi olahraga diketahui melalui hasil pengisian
kuesioner (Lampiran 1). Rata-rata frekuensi olahraga yang dilakukan subjek yaitu
1 kali perminggu dengan rata-rata durasi olahraga yaitu sekitar 18.8 menit.
Olahraga yang sering dilakukan subjek yaitu jogging atau lari (48.9%). Frekuensi
dan durasi olahraga subjek masih kurang memenuhi syarat aktivitas olahraga yang
dianjurkan. Menurut Wirakusumah (2003) frekuensi olahraga sebaiknya 3-4 kali
perminggu, dengan durasi 30 sampai dengan 45 menit setiap kali berolahraga.
Seorang pekerja kantor memiliki jumlah hari kerja dan waktu kerja yang lama
dibandingkan waktu libur dan istirahat, sehingga memungkinkan untuk sedikit
melakukan aktivitas fisik terutama olahraga.
Kategori aktivitas fisik sangat ringan dan ringan paling banyak mengalami
PMS dengan status sedang. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata (p>0.05) antara kategori aktivitas fisik dengan status PMS
yang dialami. Aktivitas fisik yang ringan disebabkan karena sebagian besar subjek
melakukan kegiatan sedentary dan karena kesibukan membuat subjek untuk
jarang berolahraga. Hasil penelitian menunjukkan peluang terjadinya PMS lebih
besar pada wanita yang tidak melakukan olahraga rutin dari pada wanita yang
sering melakukan olahraga. Dampak positif berolahraga yang dilakukan secara
teratur dapat menurunkan kadar estrogen menjelang menstruasi sehingga dapat
membantu menurunkan berbagai keluhan PMS (Kroll 2010). Efek dari penurunan
kadar estrogen ini juga mempengaruhi beberapa neurotransmitter utama yang
mengatur suasana hati dan perilaku yaitu serotonin (Halbreich 2003). Aktivitas
fisik berupa olahraga juga dapat merangsang hormon endorfin keluar dan
menimbulkan perasaan tenang saat sindrom pramenstruasi terjadi (Tambing
2012).
Tingkat Stres dan PMS
Stres diartikan sebagai suatu tekanan dan ketegangan yang mempengaruhi
seseorang dalam kehidupan. Pengaruh yang timbul dapat bersifat wajar ataupun
tidak, tergantung dari reaksi terhadap ketegangan tersebut (Gunarsa & Gunarsa
2004). Pemicu dari stres disebut stressor. Ada beberapa stressor pada pekerja,
diantaranya kebutuhan waktu, jadwal kerja, dan struktur pekerjaan. Setiap
pekerjaan memiliki karakteristiknya masing-masing. Hal yang dapat memicu stres
adalah pekerjaan dimana terlalu banyak hal yang dilakukan, tekanan waktu,
deadline dan berulang. Stres seringkali menjadi pemicu terjadinya PMS. Beberapa
penelitian menghubungkannya dengan masalah otot, terutama otot-otot tangan
pada pekerja kantor yang sering menggunakan keyboard komputer. Rasa cemas,
depresi, dan ketidakpuasan adalah masalah mental yang dapat timbul (Yuliarti
2009).
Kategori tingkat stres diperoleh melalui penilaian kuesioner yang berisi 14
pertanyaan yang diadaptasi dari kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 42

18

(DASS 42) yang telah dimodifikasi (Lampiran 1). Penilaiannya tingkat sres
menurut Nursalam (2008) tersaji dalam sub bab pengolahan dan analisis data
(halaman 9). Subjek berdasarkan tingkat stres dan status PMS dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat stres dan status PMS
Tingkat stres
Ringan
Sedang
Total

Ringan
n
%
14
93.3
1
6.7
15
100

Status PMS
Sedang
Berat
n
%
n
%
25
96.2 4 100
1
3.8
0
0
26
100
4 100

n
43
2
45

Total
%
95.6
4.4
100

p

0.594

Sebagian besar subjek (95.6%) mengalami stres ringan (Tabel 9). Hal ini
diduga karena pada saat pengisian kuesioner terjadinya bias atau subjek memang
menganggap hal yang terkait dengan gejala stres tersebut biasa dialami dan
mereka menanggapi hal itu biasa dan jarang dialami. Berdasarkan skor tingkat
stres, skor paling tinggi yaitu 64 dan paling rendah yaitu 7. Gejala yang sangat
sering dialami oleh subjek yaitu mudah panik atau gelisah dalam menanggapi
suatu masalah dalam kesehariannya. Berdasarkan PMS yang dialami, sebagian
besar subjek dengan tingkat stres ringan dan sedang memiliki status P