Gambaran Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Pada Pecandu Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014

(1)

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA PECANDU NARKOBA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA

INSYAF SUMATERA UTARA TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH :

AGUSTIA NIRANDA DALIMUNTHE NIM : 101000263

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA PECANDU NARKOBA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA

INSYAF SUMATERA UTARA TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salahh Satu Syarat Untuk Memeroleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

AGUSTIA NIRANDA DALIMUNTHE NIM : 101000263

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

Pecandu narkoba umumnya rawan terhadap masalah gizi. Masalah gizi yang dialami pecandu narkoba disebabkan penurunan nafsu makan selama masa pengaruh obat dan ketika putus obat. Asupan makan yang rendah dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang akan menyebabkan pecandu narkoba mengalami defisiensi zat gizi yang berakibat pada penurunan status gizi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi pangan dan status gizi pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di PSPP Insyaf. Sampel diambil sebanyak 71 orang dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, formulir food records, formulir food frequency dan formulir riwayat makanan.

Pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di PSPP Insyaf sebagian besar berusia 16-19 (57,7%) dan menjalani masa rehabilitasi sebagian besar selama 5 bulan (38%). Frekuensi makan pecandu narkoba 3x/hari dengan nasi putih dikonsumsi setiap hari. Untuk lauk pauk dikonsumsi 5x/minggu. Konsumsi sayuran 1-5x/minggu. Berbeda dengan kacang panjang yang dikonsumsi ≤2x/bulan. B uah-buahan seperti pisang, pepaya, semangka dan timun dikonsumsi dengan frekuensi 1-5x/minggu. Konsumsi energi pecandu narkoba sebagian besar ada pada kategori sedang (54,5%). Konsumsi protein pecandu narkoba sebagian besar ada pada kategori baik 94,4%). Status gizi pecandu narkoba dalam sebagian besar berada pada kategori normal (83,1%).

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada kepala dapur PSPP Insyaf lebih memerhatikan makanan yang tidak disukai ataupun makanan yang menyebabkan alergi agar tidak sering dimasukkan kedalam menu makanan atau dengan menggantinya dengan makanan lain. Perlu ditingkatkan konsumsi energi para pecandu narkoba agar memenuhi kebutuhan yang seharusnya. Perlu adanya ahli gizi untuk mengatur kebutuhan gizi yang diperlukan pecandu narkoba.


(5)

ABSTRACT

Drug addicts are generally prone to nutritional problems. Nutritional problems experienced by drug addicts due to a decrease in appetite during the period when the influence of drugs and drug withdrawal. Low food intake and takes place in a relatively long period of time will cause a drug addict nutrient deficiency resulted in a decrease in nutritional status.

This study aims to determine the pattern of food consumption and nutritional status of drug addicts in Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf. This study used a cross sectional design. The study population are drug addicts undergoing rehabilitation in PSPP Insyaf. Samples taken as many as 71 people with purposive sampling technique. Data was collected through interviews using questionnaires, forms of food records, a food frequency form and the form of food history.

Drug addicts undergoing rehabilitation in PSPP Insyaf mostly aged 16-19 (57.7%) and undergo the most rehab for 5 months (38%). Frequency of drug addicts eat 3x / day with white rice consumed every day. For side dishes consumed 1-5x / week. Consumption of vegetables 1-5x / week. Unlike the long beans were consumed

≤2x / month. Fruits like banana, papaya, watermelon and cucumber consumed with 1-5x frequency / week. Energy consumption drug addicts mostly in the medium category (54.5%). Consumption of protein drug addicts mostly in the category of either 94.4%). Nutritional status of drug addicts in the vast majority is in the normal category (83.1%).

Based on these results it is suggested to head the kitchen PSPP Insyaf more unwelcome attention of food or foods that cause allergies that are not often included in the diet or by replacing it with other foods. The energy consumption should be increased in order to meet the needs of drug addicts should be. There needs to be a nutritionist to set up the necessary nutritional needs of drug addicts.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Agustia Niranda Dalimunthe

Tempat/TanggalLahir : Langsa/ 20 Agustus 1992

JenisKelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : BelumKawin

AlamatRumah : Jl. Garu 3 komp taman harjosari no 2b

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1998-2004 : SD Negeri 067952 Medan 2. 2004-2007 : SMP Negeri 2 Medan 3. 2007-2010 : SMA Negeri 13 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur Alhamdulillah yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT karena telah memberikan rahmat, ridho, petunjuk dan barokah kepada penulis, sehingga penulis sanggup menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Gambaran Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Pada Pecandu Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dibuat untuk dapat menyelesaikan pendidikan Strata I pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan dan penulisan skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan dan dorongan moril dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Ir. Etti Sudaryati, MKM, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi I sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

4. Bapak dr. Arifin Siregar, MS selaku Dosen Pembimbing II sekaligus sebagai Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Ibu Jumirah,Apt,M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah banyak

memberikan saran, bimbingan, dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan saran, bimbingan, dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 7. Ibu Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis

di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Drs.Sinar Sebayang, MM, selaku kepala PSPP Insyaf Sumatera Utara yang telah membantu saya dalam proses penelitian.

9. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU khususnya pada Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan kepada abangda Marihot Samosir, ST yang banyak membantu penulis dalam hal administrasi.

10. Teristimewa Ayahanda dan Ibunda tercinta, Azhar Dalimunthe dan Neny Hendrawati yang selalu mendoakan penulis dalam setiap sujudnya, tanpa dukungan moril, materil dan doa beliau, penulis belum tentu bisa berada disini dan menyelesaikan skripsi ini.

11. Adik-adik penulis, Nidya Farah Gitta Dalimunthe dan M Hafizd Dalimunthe

juga kepada Nenek tersayang, Kasiani yang selalu memberikan dukungan dan doanya untuk penyelesaian skripsi ini.


(9)

12. Kepada sahabat-sahabat yang sangat penulis sayang, Ruslan Gunawan, Imaniar Hasibuan dan Muthia Salwa Haitamy, yang telah menjadi pendengar yang baik dan motivator. Terimakasih untuk kebersamaan, canda tawa, suka duka, dukungan, pengertian, saran dan kritikan yang membangun.

13. Teman-teman seperjuangan stambuk 2010 : Kiki, Fiqoh, Siko, dan teman-teman di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat : kak Yuyun, kak Suli, Kak Una, kak

Maria, kak Nadya, Fifit, Tasya, Ranika, Adel, Arsika, Ria Sutiani, Ria Solia

dan Afri.

14. Keluarga dan teman-teman serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2014 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkoba ... 8

2.1.1. Jenis Narkoba ... 9

2.1.1.1. Narkotika ... 9

2.1.1.2. Psikotropika ... 10

2.1.2. Penyebab Ketergantungan Narkoba ... 11

2.1.3. Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkoba ... 14

2.1.4. Upaya Penanggulangan Narkoba ... 15

2.2. Pola Konsumsi Makanan ... 19

2.3. Zat Gizi... 19

2.3.1. Energi ... 19

2.3.2. Protein ... 21

2.4. Angka Kecukupan Gizi ... 22

2.5. Metode Pengukuran Konsumsi Makanan ... 23

2.5.1. Metode Food Records ... 23

2.5.2. Metode Frekuensi Makanan ... 23

2.5.3. Metode Riwayat Makan ... 24

2.6. Status Gizi ... 24

2.6.1. Penilaian status gizi ... 25

2.6.1.1. Metode Penilaian Status Gizi Secara Langsung ... 25

2.6.1.2. Metode Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung .. 30


(11)

2.7. Kerangka Konsep ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 33

3.2.2. Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel ... 33

3.3.1. Populasi ... 33

3.3.2. Sampel ... 34

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4.1. Data Primer ... 34

3.4.2. Data Sekunder ... 34

3.5. Instrumen Penelitian... 34

3.6. Definisi Operasional... 35

3.7. Aspek Pengukuran ... 36

3.8. Pengolahan dan Analisis Data ... 38

3.8.1. Pengolahan Data ... 38

3.8.2. Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Umum Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf ... 39

4.1.1. Penyelenggaraan Makanan di PSPP Insyaf ... 41

4.2. Karakteristik Pecandu Narkoba... 44

4.2.1. Umur Pecandu Narkoba ... 44

4.2.2. Lamanya Pecandu Narkoba Rehabilitasi ... 44

4.2.3. Jenis Narkoba ... 45

4.2.4. Lama Pemakaian Narkoba ... 45

4.3. Pola Makan Pecandu Narkoba ... 46

4.3.1. Pola Makan Pecandu Narkoba Menurut Jenis dan Frekuensi Makanan ... 46

4.3.2. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pecandu Narkoba ... 48

4.4. Status Gizi Pecandu Narkoba ... 49

4.4.1. Status Gizi Berdasarkan Pecandu Narkoba Tingkat Konsumsi Energi dan Protein ... 50

4.4.2. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Pecandu Narkoba ... 51

4.4.3. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Pecandu Narkoba ... 52


(12)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Pecandu Narkoba... 52

5.5.1. Umur Pecandu Narkoba ... 52

5.5.2. Lamanya Pecandu Narkoba Rehabilitasi ... 52

5.5.3. Jenis Narkoba ... 53

5.2. Pola Makan Pecandu Narkoba ... 53

5.2.1. Pola Makan Pecandu Narkoba Menurut Jenis dan Frekuensi Makanan ... 54

5.2.2. Tingkat Konsumsi Energi Pecandu Narkoba... 56

5.2.3. Tingkat Konsumsi Protein Pecandu Narkoba ... 57

5.3. Status Gizi Pecandu Narkoba ... 58

5.3.1. Status Gizi Berdasarkan Lama Rehabilitasi ... 59

5.3.2. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Pecandu Narkoba ... 59

5.3.3. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Pecandu Narkoba ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 61

6.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kecukupan Gizi Rata-rata Yang Dianjurkan Per Orang Per

Hari ... 22

Tabel 2.2. Klasifikasi IMT Menurut FAO/WHO... 28

Tabel 3.1. Klasifikasi IMT Menurut FAO/WHO... 37

Tabel 4.1. Menu Makanan Pecandu Narkoba di PSPP Insyaf ... 42

Tabel 4.2. Distribusi Pecandu Narkoba Berdasarkan Kelompok Umur di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 44

Tabel 4.3. Distribusi Pecandu Narkoba Berdasarkan Lama Rehabilitasi di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 45

Tabel 4.4. Distribusi Pemakaian Ganja, Shabu, Inex, Lem dan Miras di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 45

Tabel 4.5. Distribusi Pecandu Narkoba Berdasarkan Lama Pemakaian Narkoba di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 45

Tabel 4.6. Distribusi Jenis dan Frekuensi Makan Pecandu Narkoba di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 47

Tabel 4.7. Distribusi Pecandu Narkoba Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 48

Tabel 4.8. Distribusi Pecandu Narkoba Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 49

Tabel 4.9. Distribusi Pecandu Narkoba Berdasarkan Status Gizi di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 49

Tabel 4.10.Distribusi Status Gizi Berdasarkan Lama Rehabilitasi Pecandu Narkoba di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 50

Tabel 4.11. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Lama Pemakaian Narkoba Pecandu Narkoba di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 50

Tabel 4.12.Distribusi Status Gizi Berdasarkan Jenis Narkoba Pada Pecandu Narkoba di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 51

Tabel 4.13.Distribusi Status Gizi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 52

Tabel 4.14.Distribusi Status Gizi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein di PSPP Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014 ... 52


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Kuesioner Penelitian

Lampiran II : Lembar Formulir Food Record Lampiran III : Lembar Formulir Frekuensi Makanan Lampiran IV : Lembar Formulir Riwayat Makan Lampiran V : Surat Izin Penelitian

Lampiran VI : Surat Bukti Penelitian Lampiran VII : Master Data

Lampiran VIII : Output Pengolahan Data Lampiran IX : Foto Dokumentasi


(15)

ABSTRAK

Pecandu narkoba umumnya rawan terhadap masalah gizi. Masalah gizi yang dialami pecandu narkoba disebabkan penurunan nafsu makan selama masa pengaruh obat dan ketika putus obat. Asupan makan yang rendah dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang akan menyebabkan pecandu narkoba mengalami defisiensi zat gizi yang berakibat pada penurunan status gizi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi pangan dan status gizi pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di PSPP Insyaf. Sampel diambil sebanyak 71 orang dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, formulir food records, formulir food frequency dan formulir riwayat makanan.

Pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di PSPP Insyaf sebagian besar berusia 16-19 (57,7%) dan menjalani masa rehabilitasi sebagian besar selama 5 bulan (38%). Frekuensi makan pecandu narkoba 3x/hari dengan nasi putih dikonsumsi setiap hari. Untuk lauk pauk dikonsumsi 5x/minggu. Konsumsi sayuran 1-5x/minggu. Berbeda dengan kacang panjang yang dikonsumsi ≤2x/bulan. B uah-buahan seperti pisang, pepaya, semangka dan timun dikonsumsi dengan frekuensi 1-5x/minggu. Konsumsi energi pecandu narkoba sebagian besar ada pada kategori sedang (54,5%). Konsumsi protein pecandu narkoba sebagian besar ada pada kategori baik 94,4%). Status gizi pecandu narkoba dalam sebagian besar berada pada kategori normal (83,1%).

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada kepala dapur PSPP Insyaf lebih memerhatikan makanan yang tidak disukai ataupun makanan yang menyebabkan alergi agar tidak sering dimasukkan kedalam menu makanan atau dengan menggantinya dengan makanan lain. Perlu ditingkatkan konsumsi energi para pecandu narkoba agar memenuhi kebutuhan yang seharusnya. Perlu adanya ahli gizi untuk mengatur kebutuhan gizi yang diperlukan pecandu narkoba.


(16)

ABSTRACT

Drug addicts are generally prone to nutritional problems. Nutritional problems experienced by drug addicts due to a decrease in appetite during the period when the influence of drugs and drug withdrawal. Low food intake and takes place in a relatively long period of time will cause a drug addict nutrient deficiency resulted in a decrease in nutritional status.

This study aims to determine the pattern of food consumption and nutritional status of drug addicts in Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf. This study used a cross sectional design. The study population are drug addicts undergoing rehabilitation in PSPP Insyaf. Samples taken as many as 71 people with purposive sampling technique. Data was collected through interviews using questionnaires, forms of food records, a food frequency form and the form of food history.

Drug addicts undergoing rehabilitation in PSPP Insyaf mostly aged 16-19 (57.7%) and undergo the most rehab for 5 months (38%). Frequency of drug addicts eat 3x / day with white rice consumed every day. For side dishes consumed 1-5x / week. Consumption of vegetables 1-5x / week. Unlike the long beans were consumed

≤2x / month. Fruits like banana, papaya, watermelon and cucumber consumed with 1-5x frequency / week. Energy consumption drug addicts mostly in the medium category (54.5%). Consumption of protein drug addicts mostly in the category of either 94.4%). Nutritional status of drug addicts in the vast majority is in the normal category (83.1%).

Based on these results it is suggested to head the kitchen PSPP Insyaf more unwelcome attention of food or foods that cause allergies that are not often included in the diet or by replacing it with other foods. The energy consumption should be increased in order to meet the needs of drug addicts should be. There needs to be a nutritionist to set up the necessary nutritional needs of drug addicts.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali kambuh, yang hingga sekarang belum ditemukan upaya penanggulangan yang memuaskan secara universal, baik dari sudut prevensi, terapi, maupun rehabilitasi. Narkoba di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda (UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (2006) pemakai narkotika di dunia sebanyak 162,4 juta orang, pada tahun 2008 diperkirakan terjadi peningkatan 4% penyalahgunaan narkotika di seluruh dunia, dari 200 juta orang pada tahun 2006 menjadi 208 juta orang pada tahun 2008. Jumlah pengguna terus meningkat sampai dengan 2013, dari 24% pengguna ditahun 2004 menjadi 28% ditahun 2013. Sasaran utama peredaran narkotika yang sangat potensial bagi bandar atau pengedar narkotika adalah pelajar dan mahasiswa, dengan populasi yang cukup besar di dunia yaitu sekitar 16,9 juta orang pada tahun 2008 dan diperkirakan meningkat menjadi 22,3 juta orang pada tahun 2013 (BNN dan Pusat Penelitian Universitas Indonesia, 2008).

Prevalensi penyalahgunaan narkotika di Indonesia mengalami peningkatan mulai 1,5% penduduk Indonesia pada 2004 menjadi 2,8% atau setara 5,6 juta jiwa.


(18)

Pada tahun 2008 sebanyak 2 juta orang, mayoritas berumur 20-25 tahun dengan pengguna laki-laki yaitu 90%, usia 20-29 tahun sebanyak 68% terdiri dari perempuan sebanyak 9%, laki-laki 59%, sebagian besar telah menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi sebanyak 80%. Sementara itu, jumlah kerawanan penyalahgunaan narkotika pada tahun 2008 hingga 2010, DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan tingkat kerawanan konsumsi sebesar 4,76 dari total populasi 7 juta jiwa (Laporan Survei Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, 2008).

Prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar Sumatera Utara pada tahun 2009 mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang. Dari jumlah tersebut, 61 persen di antaranya menggunakan narkoba jenis analgesik dan 39 persen jenis ganja, amphetamine, ekstasi dan lem (Badan Narkotika Nasional, 2010). Maraknya penyalahgunaan narkoba jelas berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia yang menjadi salah satu modal pembangunan nasional (Kristanti & Ahniar, 2010).

Penggunaan narkoba dalam dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang berhalusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada/tidak nyata. Selain itu dapat mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu dan cenderung membuat seseorang pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu, serta dapat menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Seseorang yang mengonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba


(19)

mengakibatkan seseorang cenderung pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak. Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya berujung pada kematian.

Kementrian Sosial Republik Indonesia telah mengadakan beberapa tempat rehabilitasi dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSJO) bagi para pecandu narkoba untuk membantu mengurangi dan menghilangkan ketergantungan narkoba. Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang narkotika dan psikotropika, rehabilitasi terhadap penyalahgunaan narkoba dibagi menjadi dua jenis yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan yang dilakukan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar mantan penyalahguna narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat (Badan Narkotika Nasional, 2010).

Di Sumatera Utara terdapat Pusat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan

Narkoba PSPP “Insyaf” yang menampung para pengguna narkoba. Para pengguna

narkoba tersebut di berikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, keterampilan serta resosialisasi bimbingan lanjut bagi eks korban narkotika dan pengguna psikotropika sindroma ketergantungan agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.


(20)

Pengguna narkoba atau kelayan di PSPP Insyaf direhabilitasi paling cepat 9 bulan dan paling lama 12 bulan. Para kelayan dibedakan berdasarkan ketergantungannya yaitu detoksifikasi, entri unit, primary, re-entri A dan re-entri B. Para kelayan tidak dikenakan biaya apapun selama direhabilitasi di panti tersebut. Semua dana yang berkaitan dengan panti berasal dari pemerintah. PSPP Insyaf bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelayannya. Termasuk makanan yang dikonsumsi para kelayan. Rehabilitasi sosial salah satunya bertujuan memberikan bekal terhadap kesehatan melalui pola makan teratur yang disediakan penyelenggara makanan. Selama kelayan direhabilitasi di panti, kelayan hampir tidak diperbolehkan mengonsumsi makanan dari luar tapi pada tahapan re-entri B kelayan sudah diperbolehkan mengonsumsi makanan dari luar. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap pola konsumsi makan yang diberikan pada kelayan.

Para pengguna narkoba pada umumnya rawan terhadap masalah gizi. Menurut Damayanti (2002) dalam penelitian Ekawati (2009), tingkat keparahan ketergantungan narkoba berhubungan erat dengan tingkat keparahan malnutrisi. Energi dan protein dibutuhkan untuk meningkatkan ataupun mempertahankan status gizi pasien rehabilitasi narkoba. Status gizi yang optimal sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses rehabilitasi dan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Masalah gizi yang dialami pasien ketergantungan narkoba disebabkan oleh penurunan nafsu makan selama masa pengaruh obat dan ketika pecandu mengalami gejala putus obat (withdrawal symptoms) yang berupa kecemasan, kegelisahan, depresi, dan gejala psikis lainnya (Tjay, 2007;Hawari, 2001).


(21)

Penelitian yang dilakukan oleh Benedict dkk (1999) menunjukkan bahwa perilaku makan penderita narkoba pada kalangan remaja di Nevada Utara sebanyak 401 siswa lebih jarang makan siang dan jarang makan dirumah. Di Amerika Serikat pada orang dewasa usia 20-35 tahun menunjukkan bahwa penderita kokain dan narkoba lain serta alkohol memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lingkar pinggang yang lebih rendah serta konsumsi protein dan lemak lebih rendah bila dibandingkan dengan non penderita narkoba dan kokain (James dan Nicole, 2007)

Menurut Ryan (2006) dibutuhkan pendidikan dan informasi tentang pola makan yang tepat dan dapat meningkatkan pemulihan mereka. Bagian penting dari mengobati kecanduan adalah untuk melengkapi gizi yang hilang melalui makanan dan suplemen (Gant 2002 dalam Miller 2010). Pengaturan diet dalam perawatan pecandu narkoba adalah suatu keharusan. Selain kerusakan oleh obat secara langsung pada tubuh, pecandu cenderung memiliki kebiasaan makan yang buruk, sehingga gizi yang baik sangat penting bagi kesehatan.

Gizi yang baik dapat terpenuhi melalui pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat esensial dalam kehidupan manusia. Pemenuhan pangan sesuai dengan kuantitas maupun kualitasnya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi seseorang dan akan berdampak pada perkembangan baik fisik maupun psikis. Semakin beragam bahan pangan yang dikonsumsi maka akan semakin beragam pula zat gizi yang diperoleh sehingga dapat meningkatkan mutu gizi. Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi, sehingga zat gizi tersebut dapat menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh serta pertumbuhan (Harper dkk, 1986).


(22)

Apabila asupan makanan rendah dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang, seseorang akan mengalami defisiensi zat gizi yang berakibat pada penurunan status gizi. Pada pecandu narkoba hal ini akan berdampak pada proses pemulihannya dari ketergantungan narkoba. Menurut Islam dkk (2002), pada penelitian di Dhaka menunjukkan bahwa narkoba berpengaruh nyata menurunkan indeks massa tubuh (IMT), hemoglobin, protein total serum, dan tingkat albumin. Selain itu, sekitar 74% pecandu narkoba mengalami defisiensi gizi, sehingga sangat diperlukan peran gizi dalam proses pemulihan narkoba.

Panti rehabilitasi narkoba harus memberikan pengaturan diet dan pola konsumsi makan yang baik pada pasien rehabilitasi narkoba yang bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan status gizi dalam keadaan baik, sehingga daya tahan tubuh menjadi lebih baik. Ketika asupan makanan dari luar tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka tubuh akan memecah protein pada jaringan otot serta lemak pada jaringan adiposa untuk memproduksi energi.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola konsumsi pangan dan status gizi pada pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pola konsumsi pangan dan status gizi pada pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf


(23)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pecandu narkoba (umur dan lamanya rehabilitasi) di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf

2. Untuk mengetahui jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf

3. Untuk mengetahui kecukupan energi pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf

4. Untuk mengetahui kecukupan protein pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf

1.4.Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan dan informasi bagi pegawai Panti untuk lebih memperhatikan pola makan dan status gizi kelayannya.

2. Sebagai masukan bagi pihak Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam pengembangan ilmu gizi dan kesehatan masyarakat pada umumnya. 3. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Lama kelamaan disadari bahwa kepanjangan narkoba tersebut keliru sebab istilah obat berbahaya dalam ilmu kedokteran adalah obat-obatan yang tidak boleh dijual bebas, karena pemberiannya dapat membahayakan bila tidak melalui pertimbangan medis. Banyak jenis narkotika dan psikotropika memberi manfaat yang besar bila digunakan dengan baik dan benar dalam bidang kedokteran. Tindakan operasi (pembedahan) yang dilakukan oleh dokter harus didahului dengan pembiusan. Orang mengalami stres dan gangguan jiwa diberi obat-obatan yang tergolong psikotropika oleh dokter agar dapat sembuh. Banyak jenis narkoba yang sangat bermanfaat dalam bidang kedokteran. Karenanya, sikap antinarkoba sangat keliru, yang benar adalah anti penyalahgunaan narkoba (Partodiharjo, 2003).

Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh kementrian Kesehatan Republik Indonesia adalah NAPZA atau NAZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Narkoba merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bila disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Semua zat yang termasuk NAZA menimbulkan adiksi (ketagihan) yang pada gilirannya berakibat pada dependensi (ketergantungan). Zat yang termasuk NAZA memiliki sifat sebagai berikut :


(25)

a. Keinginan yang tak tertahankan (an over – powering desire) terhadap zat yang dimaksud, dan akan melakukan segala cara untuk memperolehnya. b. Kecenderungan untuk menambah takaran (dosis) sesuai dengan toleransi

tubuh.

c. Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan gejala – gejala kejiwaan seperti kegelisahan, kecemasan, depresi dan sejenisnya.

d. Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang dinamakan gejala putus zat (withdrawal symptoms) (Hawari, 2009).

2.1.1. Jenis Narkoba 2.1.1.1. Narkotika

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 pasal 6, jenis narkotika dibagi atas 3 golongan yaitu :

a. Narkotika golongan I, dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk.


(26)

b. Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.

c. Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya.

Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri. Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.1.2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997). Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan menurut Undang-Undang RI No.5 tahun 1997, yaitu :

a. Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy


(27)

menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu – sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).

b. Golongan II adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.

c. Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam.

d. Golongan IV adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam

Efek pemakaian psikotropika yaitu dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya. Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.

2.1.2. Penyebab Ketergantungan Narkoba

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan penyalahgunaan narkotika antara lain :

1. Faktor Lingkungan


(28)

Kurang harmonisnya hubungan ayah dan ibu akan mengakibatkan anak merasa terombang-ambing. Anak merasa terabaikan, serba salah, bahkan kadangkala merasa menjadi penyebab dari keretakan hubungan kedua orangtuanya.

b. Komunikasi yang kurang efektif antara orangtua dan anak

Kemampuan orangtua untuk mengadakan komunikasi yang efektif juga akan berpengaruh pada penyalahgunaan narkoba. Orangtua yang tidak mampu menjalin komunikasi efektif akan membuat si anak merasa tidak dimengerti dan cenderung akan mencari pengertian diluar lingkungan keluarganya.

c. Adanya anggota keluarga yang tergolong pemakai narkoba

Hal ini menjadi contoh bagi si anak sehingga anak memiliki risiko lebih besar ikut mencoba dan menyalahgunakan narkoba.

d. Keluarga yang kurang religius, tidak dekat dengan tuhannya

Keluarga yang demikian kurang menekankan moral dan etika sosial yang berlaku. Pola asuh cenderung permisif sehingga anak sering kali tidak tahu batasan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. e. Teman Sebaya

Teman sebaya banyak memberikan pengaruh dalam kehidupan anak dan remaja. Anak remaja biasanya memilih melakukan apa yang dikehendaki kelompoknya sekalipun hal itu melanggar norma yang berlaku di keluarga atau masyarakat.


(29)

f. Sekolah

Peredaran narkoba sudah merambah ke institusi pendidikan. Saat ini peredarannya bahkan sampai ke sekolah dasar.

g. Kemudahan untuk mendapatkan narkoba dilingkungannya.

Apabila narkoba mudah didapat dan murah harganya maka risiko yang dihadapi seseorang untuk terjerat narkoba semakin besar.

2. Faktor dari Dalam Diri Individu a. Adanya gangguan kepribadian

Dalam kasus penyalahgunaan narkoba, biasanya yang lebih banyak berperan adalah faktor kepribadian individu tersebut.

b. Motivasi remaja dalam menyalahgunakan narkoba

Anak dan remaja dibawah 20 tahun biasanya mencoba menggunakan narkoba dengan motivasi untuk mengatasi perasaan gelisah, memenuhi rasa ingin tahu, memperoleh pengalaman baru, iseng dan untuk hiburan. c. Karakteristik fase perkembangan

Secara psikologis dan biologis anak dan remaja amat rentan terhadap pengaruh dari lingkungannya. Karena proses pencarian jati diri mereka masih terombang-ambing dan masih sulit mencari tokoh panutan.

d. Cara berpikir atau keyakinan yang keliru

Sejumlah orang sadar mengonsumsi narkoba karena ingin menghilangkan trauma masa lalu. Ada yang percaya bahwa penggunaan narkoba berefek menambah kekuatan fisik dan mental (Prisaria, 2012).


(30)

2.1.3. Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkoba

Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba yang dipakaim kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun social seseorang.

Dampak fisik :

1. Gangguan pada system saraf (neurologis) seperti : kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi

2. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti : infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah

3. Gangguan pada kult (dermatologis) seperti : penanahan (abses), alergi, eksim 4. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti : penekanan fungsi pernapasan,

kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru

5. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur

6. Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan pada endokrin, seperti : penurunan fungsi hormone reproduksi (estrogen, progesterone, testosterone), serta gangguan fungsi seksual

7. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)


(31)

8. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya

9. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian

Dampak psikis :

1. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang, dan gelisah 2. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga 3. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal 4. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan

5. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri Dampak Sosial :

1. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan 2. Merepotkan dan menjadi beban keluarga

3. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram

2.1.4. Upaya Penanggulangan Masalah Narkoba

Penanggulangan korban ketergantungan narkotika dan obat terlarangbukanlah merupakan masalah fisik saja tetapi yang terpenting disini adalah masalah psikologis atau mental dan sosial dari pasien sendiri. Ketiga elemen tersebut dapat dilakukan pada tempat-tempat yang memang berfungsi sebagai pusat rehabilitasi korban narkotika dan obat terlarang. Jika dilihat dari pengertiannya maka treatment dan rehabilitasi adalah merupakan usaha untuk menolong, merawat dan merehabilitasi


(32)

korban ketergantungan narkotika dan obat terlarang dalm lembaga tertentu, sehingga diharapkan para korban dapat kembali ke dalam lingkungan masyarakat atau dapat bekerja dan belajar dengan layak.

Menurut Hawari (2000) dalam penelitian Rakhmana (2006) jenis-jenis rehabilitasi sebagai berikut:

1. Rehabilitasi medis. Tindakan medis ini meliputi 2 hal yaitu terapi medis dan rehabilitasi medis. Terapi medis bertujuan untuk mengatasi intoksikasi atau overdosis dan keadaan putus obat yang pada umumnya disebut detoksifikasi. Detoksifikasi ini dilakukan oleh dokter. Sedangkan rehabilitasi medis diberikan melalui program pemeliharaan (maintenance) sampai pasien merasa sehat tanpa menggunakan narkotika dan obat terlarang. Rehabilitasi medis biasanya dilakukan setelah detoksifikasi dengan memberikan obat psikofarmaka yaitu obat-obatan yang berkhasiat untuk memperbaiki dan mengembalikan fungsi neuro-transmitter pada susunan saraf pusat (otak) yang tidak menimbulkan adiksi (ketagihan) dan depensi (ketergantungan). Dalam tindakan medis ini diperlukan diagnosis yang tepat, yaitu tergantung keadaan pasien apakah ia dalam keadaan overdosis ataukah putus obat. Jika dalam keadaan keracunan atau overdosis diberikan obat antagonisnya, dan jika dalam keadaan putus obat diberikan obat yang agonis.

2. Rehabilitasi psikologis atau terapi adalah terapi kejiwaan dari pasien. Psikoterapi terdiri dari bermacam-macam dan tergantung dari kebutuhannya, misalnya:


(33)

- Psikoterapi suportif, yaitu memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar pasien tidak merasa putus asa untuk berjuang melawan ketagihan dan ketergantungannya.

- Psikoterapi re-edukatif, yaitu memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan pada masa lalu dan juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan baru yang kebal (imun) terhadap ketergantungan narkotika dan obat terlarang.

- Psikoterapi rekonstruktif, yaitu memperbaiki kembali (rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami gangguan akibat penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang menjadi kepribadian selanjutnya.

- Psikoterapi kognitif, yaitu memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir) rasional yang mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak dan mana yang haram dan halal.

- Psikoterapi psiko-dinamis, yaitu menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang terlibat penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika dan obat terlarang serta upaya untuk mencari jalan keluarnya.

- Psikoterapi perilaku, memulihkan gangguan perilaku (maladaptif) akibat penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika atau obat terlarang menjadi perilaku yang adaptif, yaitu mantan penyalahguna narkotika dan obat terlarang dapat berfungsi kembali secara wajar


(34)

dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, di sekolah/ kampus, di tempat kerja dan lingkungan sosial.

- Psikoterapi keluarga, yaitu ditujukan tidak hanya kepada individu korban ketergantungan narkotika dan obat terlarang tetapi juga kepada keluarganya. Diharapkan dengan terapi ini hubungan kekeluargaan dapat pulih kembali dalam suasana harmonis dan religius sehingga resiko kekambuhan dapat dicegah. Secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian mantan korban ketergantungan narkotika dan obat terlarang, misalnya meningkatkan citra diri (self esteem), mematangkan kepribadian (maturing personality), memperkuat ego (ego strength), mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat (meaningfulness of life), memulihkan kepercayaan diri (self confidence), mengembangkan mekanisme pertahanan diri (defend mechanism) dan sebagainya. Psikoterapi dapat dikatakan berhasil jika mantan korban ketergantungan narkotika dan obat terlarang mampu mengatasi problem kehidupannya tanpa harus melarikan diri ke narkotika dan obat terlarang lagi.

3. Rehabilitasi Sosial, yaitu dimaksudkan agar pasien dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja. Rehabilitasi sosial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (re-entry program). Oleh karena itu mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan ketrampilan misalnya berbagai kursus ataupun balai


(35)

latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi. Ini dilakukan setelah rehabilitasi medis selesai.

2.2. Pola Konsumsi Makanan

Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. (Baliwati, 2004). Menurut Geissler dan Powers (2005) dalam penelitian Sebayang (2012), pola makan adalah cara seseorang atau kelompok orang memilih dan mengonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial sebagai bagian yang memengaruhi pola makan meliputi kegiatan memilih pangan, cara memperoleh dan menyimpan. Beberapa faktor yang memengaruhi kebutuhan makan manusia yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.Pola konsumsi pangan menunjukan segala sesuatu mengenai frekuensi konsumsi makanan, kebiasaan makan, konsumsi minuman, ukuran porsi, dan kualitas makanan sehari-hari (Batissini, 2005)

2.3. Zat Gizi 2.3.1 Energi

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier, 2009). Energi yang digunakan oleh tubuh tidak hanya berasal dari katabolisme zat gizi yang tersimpan di dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi dalam makanan yang dikonsumsi oleh individu tersebut (Arisman, 2004). Kecukupan energi bisa


(36)

didapatkan dari konsumsi makanan yang menjadi sumber karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat dan protein merupakan sumber energi utama bagi tubuh, karena protein memiliki fungsi utama untuk pertumbuhan.

Kecukupan energi dicapai bila energi yang masuk kedalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini akan menghasilkan berat badan ideal atau normal. Apabila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan, maka akan terjadi kekurangan energi. Akibatnya berat badan akan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Sedangkan, jika jumlah energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan, maka kelebihan energi tersebut akan diubah menjadi lemak tubuh (Almatsier, 2009)

Penimbunan lemak tubuh yang terus menerus dapat menyebabkan berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti konsumsi makanan yang berlebih seperti karbohidrat, lemak maupun protein serta akibat kurang bergerak. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan fungsi tubuh, yang merupakan resiko untuk menderita penyakit kronis, seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan dapat memperpendek harapan hidup.

Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan sumber karbohidrat, seperti padi-padian dan umbi-umbian, dan gula murni memenuhi 50-60% dari total kebutuhan energi (depkes, 2003). Semua bahan makanan yang dibuat dari dan dengan bahan makanan tersebut merupakan sumber energi.


(37)

2.3.2. Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah adalah protein, separuhnya ada didalam otot, seperlima didalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit, dan selebihnya didalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein (Almatsier, 2009).

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena berhubungan dengan proses kehidupan. Protein diperlukan oleh tubuh untuk membangun sel tubuh, mengganti sel tubuh yang mengalami kerusakan, membuat air susu, enzim dan hormon, membuat protein darah, menjaga keseimbangan asam basa cairan tubuh, dan pemberi kalori (Irianto, 2007). Walaupun fungsi utama protein untuk pertumbuhan, pada saat tubuh kekurangan zat energi, fungsi protein untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Jika glukosa atau asam lemak di dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk glukosa dan energi. Dalam keadaan berlebihan, protein akan mengalami deaminasi. Nitrogen akan dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan didalam tubuh. Dengan demikian, mengonsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (Almatsier. 2009).

Protein terdapat pada bahan makanan hewani atau tumbuh-tumbuhan (nabati). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, antara lain : daging, ikan, ayam, telur, udang, kerang, susu serta turunannya


(38)

(seperti keju, yoghurt, dll). Protein nabati diperoleh dari santan, margarine, mentega, tempe, tahu, serta kacang-kacangan lain.

2.4. Angka Kecukupan Gizi (AKG)

AKG merupakan rekomendasi asupan berbagai nutrient esensial yang dipertimbangkan berdasarkan pengetahuan ilmiah agar nutrient tersebut cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi semua orang sehat (Hartono, 2006). AKG mencerminkan rata-rata perhari yang harus dikonsumsi oleh populasi dan bukan merupakan perorangan.

Tubuh manusia membutuhkan aneka ragam makanan untuk memenuhi semua zat gizi tersebut. Kekurangan atau kelebihan salah satu unsur zat gizi akan menyebabkan kelainan atau penyakit. Oleh karena itu, perlu diterapkan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang seimbang sejak usia dini dengan jumlah yang sesuai untuk mencukupi kebutuhan masing-masing individu, sehingga tercapai kondisi kesehatan yang prima.

Tabel 2.1. Kecukupan Gizi Rata-rata Yang Dianjurkan Per Orang Per Hari

Umur AKG Energi

(Kkal)

AKG Protein (g)

16-20 tahun (pria) 2500 66

20-45 tahun 2800 55

16-20 tahun (wanita) 2000 51

20-45 tahun 2200 48


(39)

2.5. Metode Pengukuran Konsumsi Makanan 2.5.1. Metode Food Records

Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah makanan yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali makan sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut. Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang mendekati sebenarnya (true intake) tentang jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh individu (Supariasa, 2001).

Langkah-langkah pelaksanaan food records :

- Responden mencatat makanan yang dikonsumsi dalam URT atau gram (nama masakan, cara persiapan dan pemasakan bahan makanan)

- Petugas memperkirakan/estimasi URT ke dalam ukuran berat (gram) untuk bahan makanan yang dikoonsumsi tadi

- Menganalisis bahan makanan kedalam zat gizi dengan DKBM - Membandingkan dengan AKG

2.5.2. Metode Frekuensi Makanan (food frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.


(40)

2.5.3. Metode Riwayat Makan

Metode riwayat makanan bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Langkah-langkah metode riwayat makan, yaitu :

- Petugas menanyakan kepada responden tentang pola kebiasaan makannya. Variasi makan pada hari-hari khusus seperti hari libur, dalam keadaan sakit dan sebagainya juga dicatat. Termasuk jenis makanan, frekuensi penggunaan, ukuran porsi dalam URT serta cara memasaknya (direbus, digoreng, dipanggang dan sebagainya).

- Lakukan pengecekan terhadap data yang diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan untuk kebenaran data tersebut.

2.6. Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi, penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006). Status gizi optimal dapat tercapai jika tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan umum secara maksimal. Baik gizi kurang maupun gizi lebih dapat menghambat optimalisasi pencapaian hal tersebut (Almatsier 2009).

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah yang penting untuk diperhatikan. Malnutrisi tidak hanya meningkatkan resiko terkena penyakit namun juga mempengaruhi produktivitas kerja (Supariasa, 2001). Riyadi (2006) juga menyatakan bahwa kekurangan gizi dapat berakibat menurunnya ketahanan fisik dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.


(41)

Faktor yang berpengaruh terhadap status gizi adalah masalah sosial ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan lingkungan. Status gizi dipengaruhi juga oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi didalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup asupan gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Supariasa, 2001).

2.6.1. Penilaian status gizi

Status gizi dapat disebut sebagai selisih antara konsumsi zat gizi dengan kebutuhan zat gizi tersebut. Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan menjadi metode secara langsung dan metode tidak langsung (Supariasa, 2001).

2.6.1.1. Metode Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Metode penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

1. Antropometri

Antropometri secara umum adalah ukuran tubuh manusia, sedangkan ditinjau dari sudut pandang gizi antropometri adalah berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi seseorang. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan tersebut terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2001).

Pengukuran antropometri sering digunakan sebagai metode penelitian status gizi secara langsung untuk menilai dua masalah utama gizi, yaitu


(42)

Kurang energi protein (KEP), khususnya pada anak dan ibu hamil dan obesitas pada semua kelompok umur (Departemen FKM UI, 2008). Pengukuran antropometri memiliki beberapa kelebihan, yaitu (Supariasa, 2001):

a. Alat mudah diperoleh

b. Pengukuran mudah dilakukan c. Biaya murah

d. Hasil pengukuran mudah disimpulkan e. Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah f. Dapat mendeteksi riwayat gizi masa lalu

Disamping itu pengukuran antropometri juga memiliki kelemahan, yaitu (Supariasa, 2001):

a. Kurang sensitif

b. Faktor luar (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) tidak dapat dikendalikan

c. Kesalahan pengukuran akan mempengaruhi akurasi kesimpulan

d. Kesalahan-kesalahan antara lain pengukuran, perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan, analisis dan asumsi salah.

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, 2001).


(43)

Lingkar Lengan Atas (LILA) merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Pengukuran LILA adalah salah satu cara untuk mengukur komposisi tubuh. LILA dapat digunakan untuk memprediksi perubahan pada status gizi protein (Gibson, 2005). Pengukuran LILA merupakan salah satu cara deteksi dini untuk menentukan wanita usia subur (15-45 tahun) dengan resiko kekurangan energi kronik (KEK). Ambang batas LILA yang dipakai untuk menentukan KEK pada wanita usia subur adalah 23,5 cm. Jika wanita subur dengan LILA kurang dari 23,5 cm memiliki resiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan bayi rendah (BBLR). Kategori berdasarkan LILA, buruk <23,5 dan baik >23,5.

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index merupakan salah satu alat untuk memantau status gizi orang dewasa, khusus yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan IMT dapat menentukan apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk (Napitupulu, 2002). IMT adalah alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa, 2001).


(44)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO. Batas ambang normal untuk perempuan adalah 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defisiensi energi ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO atau WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat Berat dan menggunakan batas ambang pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat berat (Supariasa, 2001).

Tabel 2.2. Klasifikasi IMT Menurut FAO/WHO

Keadaan Kategori IMT

Kurus - Kekurangan berat badan tingkat berat < 17, - Kekurangan berat badan

tingkat ringan 17 - 18,5

Normal 18,5 - 25

Gemuk - Kelebihan berat badan tingkat

ringan >25 - 27

- Kelebihan berat badan tingkat

berat >27

Sumber : FAO/WHO, 1995

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissue) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, 2001).


(45)

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit..

Penilaian status gizi secara klinis didapatkan kesukaran dalam pembakuannya dan sering sangat subyektif. Selain itu cara ini tergolong mahal dari sudut tenaga karena diperlukan keterampilan khusus untuk melakukannya (Widardo, 1997).

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain, darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa, 2001).

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Penggunaan metode biofisik dapat digunakan dalam situasi


(46)

tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi (Supariasa, 2001).

2.6.1.2Metode Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

1. Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan metode dengan pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2001).

2. Statistik vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa satistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan metode ini dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa, 2001).

3. Faktor ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Pengukuran faktor ekologi dipandang


(47)

sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa, 2001).

2.6.2 Klasifikasi Status Gizi

Keadaan kesehatan gizi sesuai dengan tingkat konsumsi dibagi menjadi tiga, yaitu (Sediaoetama, 1996).

a. Gizi lebih (overnutritional state)

Gizi lebih adalah tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi berlebih. Kondisi ini ternyata mempunyai tingkat kesehatan yang lebih rendah, meskipun berat badan lebih tinggi dibandingkan berat badan ideal. Keadaan demikian, timbul penyakit-penyakit tertentu yang sering dijumpai pada orang kegemukan seperti ; penyakit kardiovaskuler yang menyerang jantung dan sistem pembuluh darah, hipertensi, diabetes mellitus dan lainnya.

b. Gizi baik (eunutritional state)

Tingkat kesehatan gizi terbaik yaitu kesehatan gizi optimum (eunutritional state). Dalam kondisi ini jaringan penuh oleh semua zat tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya. Tubuh juga mempunyai daya tahan yang setinggi-tingginya.

c. Gizi kurang (undernutrition)

Gizi kurang merupakan tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi defisien. Mengakibatkan terjadi gejala-gejala penyakit defisiensi gizi. Berat badan akan lebih rendah dari berat badan ideal dan penyediaan zat-zat gizi bagi jaringan tidak mencukupi, sehingga akan menghambat fungsi jaringan tersebut.


(48)

2.7.Kerangka Konsep

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan :

Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterangan :

Pola Konsumsi makan dipengaruhi oleh karakteristik pecandu narkoba (umur dan lamanya rehabilitasi). Pola konsumsi makan dapat dilihat jenis makanan, jumlah, dan frekuensi makan pecandu narkoba dan dihitung kecukupan energi serta kecukupan proteinnya, yang dapat memengaruhi status gizi pecandu narkoba di PSPP Insyaf.

Pola Konsumsi Makan: - Jenis Makanan - Jumlah Makanan - Frekuensi Makanan

- Kecukupan Energi - Kecukupan Protein

Status Gizi Pecandu Narkoba Karakteristik Pecandu Narkoba:

- Umur


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu menggambarkan pola konsumsi makanan pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara tahun 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat atau subjek diobservasi pada saat peneitian .

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. Lokasi ini ditentukan dengan alasan bahwa di Panti Sosial tersebut merupakan salah satu Panti Sosial yang dikelola pemerintah dan lokasi yang terjangkau sehingga memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari mulai Juli 2013-Juli 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi merupakan semua elemen yang mempunyai kriteria tertentu. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara berjumlah 102 orang.


(50)

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih untuk studi tertentu dan anggota sampel disebut subjek. Pengambilan sampel sebanyak 71 orang menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria yaitu pecandu narkoba dapat diajak berkomunikasi dua arah saat wawancara, pecandu narkoba yang tidak berada dalam tahapan detoksifikasi, dan dapat menulis dan membaca dengan baik. Sampel diambil dari tahap primary sebanyak 25 orang dan 46 orang diambil dari tahap re entry.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti tentang konsumsi makanan dan status gizi. Konsumsi makanan di ambil untuk mengetahui jumlah energi dan protein yang dikonsumsi pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara dengan menggunakan formulir food records dan riwayat makanan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi dan formulir food frequency untuk mengetahui jenis dan frekuensi makanan yang dikonsumsi. Sedangkan status gizi dilihat dari pengukuran berat badan dan tinggi badan pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder mencakup data gambaran umum Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf, yang diperoleh dari bagian administrasi panti dan informasi dari pegawai yang bertugas di panti tersebut.


(51)

3.5. Instrumen Penelitian

Intrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Formulir food records

2. Formulir food frequency

3. Formulir metode riwayat makanan 4. Microtoise

5. Nutrisurvey 2005 6. Timbangan Berat Badan

3.6. Definisi Operasional

1. Pecandu narkoba adalah pengguna narkoba yang mendapat rehabilitasi di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

2. Pola makan adalah cara atau perilaku dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makanan di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.

3. Jenis makan adalah setiap macam makanan yang dikonsumsi oleh pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara dalam sehari. 4. Jumlah makanan adalah banyaknya asupan makanan yang dkonsumsi oleh

pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara dalam sehari.

5. Frekuensi makan adalah berapa kali pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara mengonsumsi pangan tertentu, yang diukur


(52)

dengan menggunakan Food Frequency yaitu ≥ 1x/hari, 1-5 x/minggu, ≤2 x/bulan dan tidak pernah sama sekali.

6. Kecukupan energi adalah nilai persentase rata-rata asupan energi yang dikonsumsi pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara dalam sehari yang dibandingkan dengan kecukupan energi yang dianjurkanberdasarkan AKG.

7. Kecukupan protein nilai persentase rata-rata asupan protein yang dikonsumsi pecandu narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara dalam sehari yang dibandingkan dengan kecukupan protein yang dianjurkan berdasarkan AKG.

8. Status gizi adalah keadaan fisik pecandu narkoba yang diukur dengan antropometri dan ditentukan dengan indeks massa tubuh berdasarkan klasifikasi FAO/WHO.

3.7. Aspek Pengukuran

Jenis makanan dan frekuensi makan diperoleh melalui food frekuensi. Jumlah makanan diperoleh dengan menggunakan formulir food records untuk pecandu narkoba yang hanya menerima asupan makanan dari panti dan formulir metode riwayat makanan untuk pecandu narkoba yang sudah bisa mengonsumsi makanan dari luar. Jumlah zat gizi diukur dengan menggunakan food record dan riwayat makanan dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk persen. Tingkat kecukupan gizi diukur dengan melihat tingkat konsumsi Energi dan Protein dengan menggunakan rumus: (Supariasa, 2001) .


(53)

Keterangan : TK : Tingkat Kecukupan

K : Konsumsi

KC : Kecukupan yang dianjurkan

Hasil analisis bahan makanan akan dihitung rata-rata konsumsi energi dan proteinnya, kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan protein. Tingkat energi dan protein dapat digolongkan atas (Supariasa, 2001) :

- Baik : ≥ 100% AKG - Sedang : 80%-99% AKG - Rendah : 70%-79% AKG - Defisit : < 70% AKG

Penilaian status gizi pecandu narkoba menggunakan metode antropometri dengan mengukur berat badan dan tinggi badan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Secara sederhana IMT dihitung dengan menggunakan rumus:

Hasil pengukuran status gizi dikategorikan berdasarkan klasifikasi Indeks Massa Tubuh menurut FAO/WHO

Tabel 3.1. Klasifikasi IMT Menurut FAO/WHO

Keadaan Kategori IMT

Kurus - Kekurangan berat badan tingkat berat < 17 - Kekurangan berat badan tingkat ringan 17 - 18,5

Normal 18,5 - 25

Gemuk - Kelebihan berat badan tingkat ringan >25 - 27 - Kelebihan berat badan tingkat berat >27 Sumber : FAO/WHO, 1995


(54)

3.8. Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing yaitu, kegiatan penyuntingan data yang telah terkumpul dengan cara memeriksa kelengkapan data, kesalahan pengisian dan karakteristik dari setiap jawaban berdasarkan daftar pertanyaan yang ada..

2. Tabulting yaitu, menghitung dan menjumlahkan data yang telah dikumpulkan.

3.8.2. Analisa Data

Data yang telah disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dianalisa secara deskriptif.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf

Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Insyaf merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA yang didirikan pada tahun 1977, yang kemudian resmi beroperasi pada tahun 1979. Pada mulanya Panti ini bernama Panti Rehabilitasi Sosial Anak Nakal dan Korban Narkotika (PRS ANKN). Pada tahun 1994 kemudian berubah namanya menjadi Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf. PSPP insyaf terletak di Desa Lau Bakeri, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang. PSPP Insyaf saat ini memiliki 55 orang pegawai.

Program pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf, diberikan bagi korban penyalahgunaan NAPZA melalui pelayanan rehabilitasi sosial konvensional dan terpadu. Rehabilitasi konvensional yaitu rehabiltiasi yang diberikan pada eks penyalahguna dengan kategori ringan atau masih mencoba-coba menggunakan napza dan pada umumnya bukan pecandu, sedangkan rehabilitasi terpadu yaitu rehabilitasi yang diberikan pada pecandu narkoba yang sudah dikategorikan berat dalam penggunaan narkoba. Sampai saat ini daya tampung Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatra Utara mencapai 120 pecandu narkoba untuk rehabilitasi terpadu.

Pada rehabilitasi konvensional dilakukan bimbingan sosial, fisik, mental dan keterampilan yang berguna bagi pecandu narkoba, sedangkan rehabilitasi terpadu dibedakan dalam beberapa tahap yaitu entry unit, primary dan re-entry. entry unit adalah tahapan bagi pecandu narkoba yang baru masuk dan dalam kondisi yang


(56)

belum stabil sehingga diasingkan untuk beberapa waktu. primary adalah pecandu narkoba yang baru masuk dan menerima Behaviour Manajement Shaping (Pembentukan/Pemangkasan Perilaku) dengan cara pengendalian emosi dan psikologi, dengan membentuk kelompok yang menegur teman sebayanya jika melakukan kesalahan juga dengan cara pengembangan pemikiran dan kerohanian, kelayan diberikan semina tentang bahaya narkoba dan penerapan nilai agama. Pada tahap primary pecandu narkoba tidak diperbolehkan mengonsumsi makanan dari luar panti

Re-entry adalah pecandu narkoba yang sudah mulai diberi kebebasan tapi tidak secara penuh dan masih dikondisikan. Pecandu narkobba juga diberikan keterampilan kerja dan pembelajaran dalam lingkungan sosial. Pada malam minggu dilakukan kegiatan SNA atau Saturday Night Activity yaitu kegiatan yang dilakukan pada malam minggu, dapat berupa nonton DVD, bermain musik, atau membeli makanan dari luar. Pada tahap re-entry pecandu narkoba sudah diberi kesempatan untuk mendapatkan makanan dari luar panti.

Pegawai yang bekerja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf memiliki panggilan khusus dari para pecandu narkoba, yaitu Brother untuk pegawai laki-laki dan Sister untuk pegawai perempuan. Hal ini dilakukan untuk menjalin keakraban dengan para pecandu narkoba dan membuat mereka nyaman dengan suasana panti. Juga agar pecandu narkoba tidak merasa jauh dari keluarga, karena mereka diperlakukan seperti keluarga oleh pegawai-pegawai di panti. Pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf tidak dikenakan biaya apapun karena semua


(57)

biaya sudah ditanggung oleh pemerintah. Termasuk untuk makan para pecandu narkoba.

4.1.1. Penyelenggaraan Makanan di PSPP Insyaf

Penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf adalah kegiatan yang di mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada kelayan.. Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf dalam menyediakan makanan sebagai proses untuk memenuhi kebutuhan kelayan dan memperbaiki status gizi. Setiap hari dapur menyediakan makanan untuk ± 107 orang yang ditujukan untuk para kelayan yang menjalani rehabilitasi dipanti dengan menggunakan siklus menu 10 hari.

Penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara mendapatkan dana dari pemerintah sehingga para kelayan tidak dikenakan biaya. Penyelenggaraan makanan diawasi oleh koordinator dapur yang bertanggung jawab terhadap kelancaran dan kesiapan sarana dan prasarana produksi yang dibantu oleh 3 orang pekerja. Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi pegawai di dapur Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara, yang terpenting adanya keuletan dalam bekerja, ramah, dan dapat bekerja dalam tim. Jam kerjanya dari jam 6 pagi hingga jam 5 sore. Pegawai dapur tidak memiliki baju kerja khusus. .

Contoh menu sehari di dapur Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.


(58)

Tabel 4.1.Menu Makanan Pecandu Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf

Waktu Bahan Makanan URT Menu

Pagi (07:30) Beras Sawi putih Ikan teri Kcg tanah Teh manis 1 gls ½ gls 2 sdm 2 sdm 1 gls Nasi putih Tumis sawi putih Sambal teri + kcg tanah

Teh manis Siang (13:00) Beras Ayam Kentang Pisang barangan 1 gls 1 ptg sdg

½ gls 1 buah Nasi Putih Soto ayam Perkedel Sambal Pisang Snack (17:00)

Agar-agar 1 bgks Agar-agar

Air putih Malam (19:30) Beras Ikan tongkol bayam 1 gls 1 ptg sdg

½ gelas

Nasi putih Gulai ikan tongkol

Tumis bayam sambal

Menu yang disediakan penyelenggara makanan untuk kelayan adalah sama, tapi ada beberapa kelayan yang alergi atau tidak suka pada makanan tertentu sehingga apabila disajikan makanan tersebut kelayan tidak akan memakannya.

Pemesanan dan pembelian bahan makanan dipercayakan pada CV.Karya Mandiri. Koordinator penyelenggara makanan berkoordinasi dengan CV. Karya Mandiri mengenai bahan makanan apa saja yang diperlukan untuk memasak makanan para kelayan berdasarkan menu yang sudah ada.

Koordinator penyelenggara makanan menerima bahan makanan dari CV. Karya Mandiri dengan didampingi oleh pegawai dapur lainnya. Kemudian memeriksa kelengkapan dan kesesuaian pemesanan. Bahan makanan yang telah diperiksa sebagian disimpan ke dalam gudang penyimpanan dan bahan makanan yang


(59)

diperlukan untuk memasak makanan pada hari itu di bawa ke dapur untuk kemudian diolah menjadi makanan.

Pengolahan bahan makanan di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara dilakukan di dapur dengan peralatan yang memadai serta kebersihan dan kerapian yang terjaga. Pengolahan bahan makanan terdiri atas dua tahap yaitu persiapan dan pemasakan. Persiapan bahan makanan yang dilakukan antara lain mengupas, memotong, dan mencuci. Proses persiapan dilakukan beberapa jam sebelum pengolahan oleh pegawai dapur. Pada tahap pemasakan bahan makanan dilakukan tiga tahap, yaitu pemasakan untuk makan pagi, siang, dan malam hari serta makanan ringan pada sore hari.

Pendistribusian makanan dilakukan setelah proses memasak selesai. Makanan ditempatkan pada ompreng yang berbentuk seperti piring yang memiliki bagian-bagian terpisah untuk lauk-pauk dan nasi. Masing-masing kelayan memiliki ompreng mereka sendiri dan menamainya dibelakang ompreng tersebut, begitu juga dengan cangkir minum mereka. Makanan yang sudah disiapkan di masing-masing ompreng diletakkan dengan rapi di ruang makan. Kelayan pada tahap re-entry unit memakan makanan mereka di ruang makan, sedangkan untuk tahap primary dan entry unit makanan mereka akan diantar ke ruangan mereka masing-masing. Setelah selesai makan, kelayan diwajibkan untuk membersihkan peralatan makanan sendiri yang terdiri dari ompreng, sendok, dan cangkir. Kemudian meletakkannya di rak yang sudah disediakan.


(1)

Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

Total kurus (<18.5) normal (18.5-25) gemuk (>25)

Tingkat Kecukupan Energi

sedang (80%-99%) Count 3 34 1 38

% within Tingkat Kecukupan Energi

7.9% 89.5% 2.6% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

42.9% 57.6% 20.0% 53.5%

% of Total 4.2% 47.9% 1.4% 53.5%

rendah (70%-79%) Count 4 25 4 33

% within Tingkat Kecukupan Energi

12.1% 75.8% 12.1% 100.0% % within Indeks Massa

Tubuh Saat Penelitian

57.1% 42.4% 80.0% 46.5%

% of Total 5.6% 35.2% 5.6% 46.5%

Total Count 7 59 5 71

% within Tingkat Kecukupan Energi

9.9% 83.1% 7.0% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 9.9% 83.1% 7.0% 100.0%

Tingkat Kecukupan Protein * Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian Crosstabulation

Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

Total kurus (<18.5) normal (18.5-25) gemuk (>25)

Tingkat Kecukupan Protein

baik (>100%) Count 6 56 5 67

% within Tingkat Kecukupan Protein

9.0% 83.6% 7.5% 100.0% % within Indeks Massa Tubuh

Saat Penelitian

85.7% 94.9% 100.0% 94.4%

% of Total 8.5% 78.9% 7.0% 94.4%

sedang (80%-99%)

Count 1 2 0 3

% within Tingkat Kecukupan Protein

33.3% 66.7% .0% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

14.3% 3.4% .0% 4.2%

% of Total 1.4% 2.8% .0% 4.2%

rendah (70%-79%)

Count 0 1 0 1

% within Tingkat Kecukupan Protein

.0% 100.0% .0% 100.0% % within Indeks Massa Tubuh

Saat Penelitian

.0% 1.7% .0% 1.4%

% of Total .0% 1.4% .0% 1.4%


(2)

Ganja * Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian Crosstabulation

Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

Total kurus (<18.5) normal (18.5-25) gemuk (>25)

Ganja ya Count 6 41 3 50

% within Ganja 12.0% 82.0% 6.0% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

85.7% 69.5% 60.0% 70.4%

% of Total 8.5% 57.7% 4.2% 70.4%

tidak Count 1 18 2 21

% within Ganja 4.8% 85.7% 9.5% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

14.3% 30.5% 40.0% 29.6%

% of Total 1.4% 25.4% 2.8% 29.6%

Total Count 7 59 5 71

% within Ganja 9.9% 83.1% 7.0% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 9.9% 83.1% 7.0% 100.0%

Shabu * Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian Crosstabulation

Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

Total kurus (<18.5) normal (18.5-25) gemuk (>25)

Shabu ya Count 2 30 3 35

% within Shabu 5.7% 85.7% 8.6% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

28.6% 50.8% 60.0% 49.3%

% of Total 2.8% 42.3% 4.2% 49.3%

tidak Count 5 29 2 36

% within Shabu 13.9% 80.6% 5.6% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

71.4% 49.2% 40.0% 50.7%

% of Total 7.0% 40.8% 2.8% 50.7%

Total Count 7 59 5 71

% within Shabu 9.9% 83.1% 7.0% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 9.9% 83.1% 7.0% 100.0%


(3)

Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

Total kurus (<18.5) normal (18.5-25) gemuk (>25)

Inex ya Count 0 3 0 3

% within Inex .0% 100.0% .0% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

.0% 5.1% .0% 4.2%

% of Total .0% 4.2% .0% 4.2%

tidak Count 7 56 5 68

% within Inex 10.3% 82.4% 7.4% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

100.0% 94.9% 100.0% 95.8%

% of Total 9.9% 78.9% 7.0% 95.8%

Total Count 7 59 5 71

% within Inex 9.9% 83.1% 7.0% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 9.9% 83.1% 7.0% 100.0%

Lem * Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian Crosstabulation

Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

Total kurus (<18.5) normal (18.5-25) gemuk (>25)

Lem ya Count 1 7 1 9

% within Lem 11.1% 77.8% 11.1% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

14.3% 11.9% 20.0% 12.7%

% of Total 1.4% 9.9% 1.4% 12.7%

tidak Count 6 52 4 62

% within Lem 9.7% 83.9% 6.5% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

85.7% 88.1% 80.0% 87.3%

% of Total 8.5% 73.2% 5.6% 87.3%

Total Count 7 59 5 71

% within Lem 9.9% 83.1% 7.0% 100.0%

% within Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 9.9% 83.1% 7.0% 100.0%

Minuman Keras * Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian Crosstabulation

Indeks Massa Tubuh Saat Penelitian

Total kurus (<18.5) normal (18.5-25) gemuk (>25)


(4)

Minuman Keras ya Count 3 22 1 26 % within Minuman Keras 11.5% 84.6% 3.8% 100.0% % within Indeks Massa

Tubuh Saat Penelitian

42.9% 37.3% 20.0% 36.6%

% of Total 4.2% 31.0% 1.4% 36.6%

tidak Count 4 37 4 45

% within Minuman Keras 8.9% 82.2% 8.9% 100.0% % within Indeks Massa

Tubuh Saat Penelitian

57.1% 62.7% 80.0% 63.4%

% of Total 5.6% 52.1% 5.6% 63.4%

Total Count 7 59 5 71

% within Minuman Keras 9.9% 83.1% 7.0% 100.0% % within Indeks Massa

Tubuh Saat Penelitian

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(5)

LAMPIRAN IX


(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Dukungan Keluarga pada Klien Pengguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

15 116 82

Gambaran Pola Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Anak Balita Penderita Diare Di Ruang Anak RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2008

0 66 64

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

8 116 152

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 0 16

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 2 2

Gambaran Dukungan Keluarga pada Klien Pengguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Gambaran Dukungan Keluarga pada Klien Pengguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkoba - Gambaran Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Pada Pecandu Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014

0 2 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Gambaran Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Pada Pecandu Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 7

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA PECANDU NARKOBA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA INSYAF SUMATERA UTARA TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salahh Satu Syarat Untuk Memeroleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

0 0 14