Penilaian Kesehatan Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat dengan Metode Forest Health Monitoring

PENILAIAN KESEHATAN POHON PLUS DAMAR
(Agathis loranthifolia Salisb.) DI HUTAN PENDIDIKAN
GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DENGAN
METODE FOREST HEALTH MONITORING

BUDHI CAHYONO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Saya dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Penilaian
Kesehatan Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat dengan metode Forest Health Monitoring
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Saya dengan ini melimpahkan hak cipta
dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Budhi Cahyono
NIM E44070047

ABSTRAK
BUDHI CAHYONO. Penilaian Kesehatan Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat dengan Metode Forest Health Monitoring.
Dibimbing oleh SUPRIYANTO.
Agathis loranthifolia merupakan jenis pohon yang memiliki banyak manfaat, antara lain untuk
reforestasi, hasil kayu (mebel, vinir), dan non kayu (kopal). Terkait hal tersebut, maka dibutuhkan
sumber benih dari A. loranthifolia untuk menghasilkan bibit berkualitas untuk menunjang
keberhasilan reforestasi serta manfaat lainnya. Di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW),
Sukabumi, Jawa Barat telah diseleksi sekitar 100 pohon plus A. loranthifolia yang dapat dijadikan
sebagai sumber benih, namun tingkat kesehatan pohonnya belum didata dan dipantau dengan baik.
Metode Forest Health Monitoring (FHM) adalah salah satu cara untuk menilai tingkat kesehatan

pohon. Tujuan penelitian ini adalah (1) membuat peta penyebaran pohon plus A. loranthifolia di
HPGW; (2) mengevaluasi tingkat kesehatan pohon plus; dan (3) menentukan jumlah pohon plus
yang layak dijadikan sumber benih berdasarkan status kesehatan pohon. Penilaian kesehatan pohon
dengan metode FHM mengunakan dua indikator, yaitu indikator vitalitas (parameter kerusakan
pohon, kondisi tajuk) dan indikator kualitas tapak (kapasitas tukar kation). Dari 100 pohon plus yang
didata pada tahun 2006 maka ditemukan 80 pohon plus pada tahun 2011. Hasil penelitian
menunjukkan sebagian besar pohon plus tersebar di wilayah HPGW bagian Selatan. Hasil evaluasi
tingkat kesehatan pohon plus (80 pohon) menunjukkan 56 pohon dalam keadaan sehat, 12 rusak
ringan, 6 rusak sedang, dan 6 rusak berat karena diserang oleh kanker, konk, dan luka terbuka.
Jumlah pohon plus yang layak sebagai sumber benih sebanyak 66 pohon dan tidak layak sebagai
sumber benih sebanyak 14 pohon karena terdapat kerusakan yang melebihi ambang keparahan dan
tidak dapat pulih, yaitu kanker dan konk.
Kata kunci: Agathis loranthifolia, forest health monitoring, indikator kesehatan pohon, kanker
batang, pohon plus

ABSTRACT
BUDHI CAHYONO. Health Assessment on Plus-Trees of Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) in
Gunung Walat Educational Forest, Sukabumi, West Java Using Forest Health Monitoring Method.
Supervised by SUPRIYANTO.
Agathis loranthifolia is tree species having many benefits, those are reforestation, timber (furniture,

veneer), and non-timber forest products (copal). Therefore, it is necessary to develop seed sources
of A. loranthifolia for obtaining good quality of seeds for reforestation success. In Gunung Walat
University Forest (GWUF), Sukabumi, West Java, there are about 100 plus-trees of A. loranthifolia
which can be used for seed sources, but the health of the trees have not been well monitored. The
Method of Forest Health Monitoring (FHM) is one of the ways to assess the health status of the tree.
The objectives of this research were (1) to map the distribution of plus-trees of A. loranthifolia in
GWUF; (2) to evaluate the health status of plus-trees; and (3) to determine the appropriate number
of plus-trees used as seed sources based on the health status. Assessment of tree health was done by
using two indicators of FHM method. The first indicator was the vitality, which consisted of tree
damage parameters and canopy conditions. The second indicator was site quality, which consisted
of cation exchange capacity parameter. Out of 100 plus-trees that had been selected in 2006, plustrees have been found as many as 80 trees in 2011, most of which have high levels of tree health
status (56 trees), 12 trees light damage, 6 trees medium damage, and 6 trees serious damage. The
majority of plus-trees of A. loranthifolia were found in the Southern part of GWUF area. Most of
the plus-trees of A. loranthifolia in GWUF were appropriate to be selected for seed sources (66 trees)
and in small number of plus-trees were not feasible for seed sources (14 trees) due to some damages
status, such as stem cankers, conk, and open wounds.
Keywords: Agathis loranthifolia, forest health monitoring, plus-tree, stem canker, tree health
indicators

PENILAIAN KESEHATAN POHON PLUS DAMAR

(Agathis loranthifolia Salisb.) DI HUTAN PENDIDIKAN
GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DENGAN
METODE FOREST HEALTH MONITORING

BUDHI CAHYONO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Penilaian Kesehatan Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia
Salisb.) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat

dengan Metode Forest Health Monitoring
Nama
: Budhi Cahyono
NIM
: E44070047

Disetujui oleh

Dr Ir Supriyanto
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu

wa ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya serta shalawat dan salam terlimpah
atas rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya
sehingga karya ilmiah ini telah diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Penilaian
Kesehatan Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat dengan Metode Forest Health Monitoring”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Supriyanto sebagai pembimbing
skripsi yang telah membimbing, mengarahkan, memotivasi, menasehati, serta
memberikan masukan selama pelaksanaan penelitian, penyusunan, dan
penyelesaian penulisan skripsi serta motivasi dan nasehat selama ujian
komprehensif. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Trisna Priadi,
M.Eng.Sc sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS sebagai
ketua ujian komprehensif yang telah memberikan motivasi, kritik, saran, dan
nasehat yang sangat penting pada waktu ujian komprehensif dan dalam penyusunan
skripsi. Ucapakan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Cahyo Wibowo
yang telah membantu mempelajari penggunaan GPS (Global Positioning System)
dan aplikasi software pengolah datanya, serta membantu dalam pembuatan dan
penyajian peta sebaran pohon plus A. loranthifolia di Hutan Pendidikan Gunung
Walat.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Direktur Hutan
Pendidikan Gunung Walat, mas Hendri, dan para staf Hutan Pendidikan Gunung

Walat sebagai pihak yang telah memfasilitasi dan membantu pengumpulan data
selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS sebagai Ketua Departemen
Silvikultur yang telah membantu, memberi nasehat, dan memberikan motivasi
terhadap penyelesaian penyusunan skripsi serta dosen dan staf Departemen
Silvikultur sebagai institusi yang telah banyak memberikan ilmu dan pelajaran
selama perkuliahan di IPB. Ucapakan terima kasih penulis juga sampaikan kepada
teman-teman TPB 44, IPB, FAHUTAN, SVK (44, 45, 46) yang telah banyak
membantu dan memberi motivasi selama ini, serta bapak Sardi, ibu Sardi, dan
teman-teman wisma alamanda atas motivasi dan kebersamaannya selama di Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan dan sampaikan kepada ibu, bapak, dan adik atas do’a,
kasih sayang, dan dukungannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Budhi Cahyono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

viii
viii
ix
1
1
2
2

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Penilaian Kesehatan Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia)
Kondisi Kerusakan Pohon
Kondisi Tajuk

Kualitas Tapak
Kelayakan Pohon Plus Sebagai Sumber Benih
Peta Penyebaran Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia)

2
2
2
2
3
6
7
8
8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Umum Tegakan Damar (Agathis loranthifolia) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
Inventarisasi Pohon Plus Agathis loranthifolia di Hutan Pendidikan
Gunung Walat (HPGW)

Indikator Vitalitas
Kondisi Kerusakan Pohon
Kondisi Tajuk
Indikator Kualitas Tapak
Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Kelayakan Pohon Plus Sebagai Sumber Benih
Pembahasan
Peta Sebaran Pohon Plus Agathis loranthifolia di HPGW
Indikator Vitalitas
Kondisi Kerusakan Pohon
Kondisi Tajuk
Indikator Kualitas Tapak
Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Kelayakan Pohon Plus Sebagai Sumber Benih

8
8

9
9

9
15
15
15
16
17
17
18
18
21
22
22
23

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24
24
25

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

25
28
31

8

DAFTAR TABEL
1
2

Deskripsi kode lokasi kerusakan pohon (Tallent-Halsell 1994)
Deskripsi kode tipe kerusakan dan nilai ambang keparahan (Tallent-Halsell
1994; Putra 2004)
3 Nilai pembobotan untuk setiap kode lokasi kerusakan, kode tipe kerusakan,
dan tingkat keparahan (Nuhamara et al. 2001)
4 Kriteria kondisi tajuk (dikembangkan oleh Anderson et al. 1992 dalam
Putra 2004)
5 Nilai peringkat penampakan tajuk (VCR) pada tingkat pohon
(dikembangkan dari Anderson et al. 1992 dalam Putra 2004)
6 Kriteria penilaian hasil analisis kapasitas tukar kation (KTK) tanah*
7 Kriteria kelayakan pohon plus sebagai sumber benih*
8 Pengelompokkan kelas kerusakan pohon plus Agathis loranthifolia di
HPGW berdasarkan indeks kerusakan tingkat pohon (tree damage level
index (TDLI))
9 Hasil analisis kapasitas tukar kation (KTK) tanah berdasarkan pembagian
polipedon di HPGW
10 Perbandingan pertumbuhan pohon Agathis loranthifolia di HPGW,
Sukabumi, Jawa Barat dengan pustaka

4
5
5
7
7
7
8

14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1

Tahapan penilaian kesehatan pohon plus Agathis loranthifolia di HPGW,
Sukabumi, Jawa Barat dengan metode Forest Health Monitoring
2 Kode lokasi kerusakan pohon (Tallent-Halsell 1994)
3 Ilustrasi cara pengukuran nisbah tajuk hidup (LCR) (a) dan ilustrasi cara
pengukuran diameter tajuk pada pohon (b) (Tallent-Halsell 1994)
4 Produksi kopal di HPGW, Sukabumi tahun 2009–2013
5 Sebaran lokasi kerusakan pada pohon plus Agathis loranthifolia di HPGW
6 Sebaran tipe kerusakan pada pohon plus Agathis loranthifolia di HPGW
7 Hubungan lokasi dan tipe kerusakan pada pohon plus Agathis loranthifolia
di HPGW yang memiliki kerusakan yang mencapai ambang keparahan
8 Beberapa pohon plus Agathis loranthifolia di HPGW yang mengalami tipe
kerusakan kanker yang mencapai ambang keparahan pada pohon P 016 (a),
P 072 (b), P 094, dan P 047 (d)
9 Tipe kerusakan kanker pada pohon Agathis loranthifolia di HPGW pada
taraf yang semakin parah jika tidak ada penanganan lebih lanjut
10 Tipe kerusakan konk (tubuh buah) atau indikator lapuk lanjut pada pohon
plus Agathis loranthifolia di HPGW. Keterangan: (a) pohon P 021; (b) P
024
11 Tipe kerusakan konk atau indikator lapuk lanjut pada pohon Agathis
loranthifolia di HPGW pada taraf yang semakin parah. Keterangan: (a)
pohon Agathis loranthifolia mengalami serangan fungi pelapuk kayu,
ditandai adanya konk (tubuh buah); dampak kerusakan tingkat lanjut: (b)
pelapukan seluruh batang utama pohon dan (c) kematian tajuk pohon
(dieback)

3
4
6
9
10
10
11

12
12

12

13

12 Tipe kerusakan luka terbuka pada pohon plus Agathis loranthifolia di
HPGW yang mencapai ambang keparahan pada pohon P 107 (a), P 034 (b),
dan P 082 (c)
13 (a) Penyadapan kopal di HPGW yang menimbulkan luka terbuka sehingga
memicu infeksi berbagai patogen di antaranya kanker, konk (indikator
lapuk lanjut); kerusakan luka terbuka yang dapat pulih dan telah menutup
pada pohon P 015 (b) dan pohon P 046 (c)
14 Status tingkat kesehatan pohon plus Agathis loranthifolia di HPGW
berdasarkan skor indeks kerusakan tingkat pohon (TDLI)
15 Sebaran nilai VCR pohon plus Agathis loranthifolia di HPGW
16 Peta sebaran contoh tanah berdasarkan empat area polipedon

13

14
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1

2

Hasil penilaian kerusakan tingkat pohon (TDLI), peringkat penampakan
tajuk (VCR), status kelayakan pohon plus sebagai sumber benih, dan
koordinat GPS (global positioning system) pohon plus Agathis
loranthifolia di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat
Peta penyebaran pohon plus Agathis loranthifolia di Hutan Pendidikan
Gunung Walat (HPGW), Sukabumi, Jawa Barat, tahun 2011

28
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) adalah jenis pohon yang dapat
digunakan untuk kegiatan reforestasi (penghutanan kembali) (Hadi et al. 1977;
Soerianegara dan Lemmens 1993). Pada daerah di luar sebaran alaminya, seperti di
Pulau Jawa, kegiatan reforestasi menggunakan jenis ini telah berhasil seperti yang
terjadi di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi,
Provinsi Jawa Barat. Sesuai dengan daerah penyebaran alami A. loranthifolia di
Indonesia, yaitu di Sulawesi, Maluku, dan Kalimantan (Whitmore dan Page 1980;
Soerianegara dan Lemmens 1993), jenis ini akan cocok ditanam pada area hutan
yang telah rusak pada daerah-daerah tersebut.
A. loranthifolia selain digunakan untuk kegiatan reforestasi juga dapat
dimanfaatkan hasil kayunya, seperti untuk industi mebel (meja, kursi, vinir),
industri pulp, dan non kayunya, yaitu menghasilkan kopal untuk pembuatan varnish
atau pelitur yang memiliki banyak manfaat (Martawijaya et al. 2005). Keberhasilan
kegiatan reforestasi juga tidak terlepas dari kualitas bibit tanaman A. loranthifolia
yang akan ditanam nantinya, selain faktor pemeliharaan tanaman yang intensif.
Bibit tanaman berkualitas dapat diperoleh dari sumber benih yang baik. Pohon plus
yang terdapat pada tegakan hutan berupa hutan alam maupun hutan tanaman dapat
dijadikan sebagai sumber benih baik untuk dikelola dan dibangun secara khusus
untuk memproduksi benih (Mulawarman et al. 2002).
Pada area HPGW, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat terdapat sekitar
100 pohon plus A. loranthifolia yang dapat dijadikan sebagai sumber benih yang
memiliki sifat unggul dan berkualitas (Rumpin Seed Source and Nursery Center
2007), namun tingkat kesehatan pohon plusnya belum terpantau dengan baik. Hal
ini perlu dilakukan mengingat pohon plus tersebut juga digunakan sebagai
penghasil kopal. Supaya pohon plus A. loranthifolia dapat memproduksi benih yang
berkualitas baik maka pohon plus yang telah ditetapkan harus sehat. Kondisi pohon
yang sehat mengacu pada aspek patologis dan kondisi penampilan luar pohon.
Pohon dikategorikan sehat jika tidak ada gangguan atau kerusakan dari faktor biotik
dan abiotik (Ferretti 1997).
Faktor biotik disebabkan oleh patogen, yaitu segala organisme yang
menyebabkan penyakit, di antaranya adalah fungi, bakteri, mikroplasma, virus,
tumbuhan parasit, nematoda, dan beberapa jenis hama serangga dan mamalia.
Faktor abiotik sendiri disebabkan oleh faktor fisik dan kimia lingkungan yang tidak
mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara normal, di
antaranya deposisi atmosfer, kebakaran hutan, tekanan dan perubahan iklim, cuaca
ekstrem, faktor fisik dan kimia tanah, polusi udara dan tanah. Faktor abiotik sering
menyebabkan dampak kerusakan yang lebih besar terhadap tegakan hutan daripada
faktor biotik (patogen). Tindakan silvikultur dan praktik pemanenan yang salah
serta tidak tepat juga sering menyebabkan kerusakan pada pohon atau tegakan hutan
(Tainter dan Baker 1996; Fujimori 2001; Sumardi dan Widyastuti 2004; Widyastuti
et al. 2005).
Salah satu cara untuk menguji tingkat kesehatan pohon, yaitu dengan
penilaian kesehatan pohon dengan metode Forest Health Monitoring (FHM). Pada
tahun 2006 pernah dilakukan penilaian kesehatan pohon plus kayu afrika
(Maesopsis eminii Engl.) di HPGW dengan metode FHM (Aprianti 2006).

2
Penilaian kesehatan pohon dengan metode FHM dilakukan dengan melihat
dua indikator, yaitu indikator vitalitas dan indikator kualitas tapak. Indikator
vitalitas diamati dengan menggunakan dua parameter, yaitu parameter kondisi
kerusakan pohon (lokasi, tipe, dan tingkat keparahan kerusakan) dan parameter
kondisi tajuk (nilai nisbah tajuk hidup (LCR), kerapatan tajuk (Cden), transparansi
tajuk (FT), diameter tajuk (CdWd dan CD90), dieback (CDB)). Lokasi kerusakan
dapat terjadi di akar, batang, cabang, tajuk, daun, pucuk, dan tunas. Pada indikator
kualitas tapak dilakukan pengamatan terhadap parameter kapasitas tukar kation
(KTK) tanah (Tallent-Halsell 1994; Putra 2004; Zarnoch et al. 2004).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan (1) membuat peta penyebaran pohon plus A.
loranthifolia yang terdapat di HPGW; (2) mengevaluasi tingkat kesehatan pohon
plus A. loranthifolia yang terdapat di HPGW; dan (3) menentukan jumlah pohon
plus A. loranthifolia di HPGW yang layak dijadikan sebagai sumber benih
berdasarkan hasil penilaian kesehatan pohon dengan metode FHM.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
tingkat kesehatan pohon plus A. loranthifolia yang layak dijadikan sebagai sumber
benih dan informasi peta sebaran pohon plus A. loranthifolia di HPGW, sehingga
informasi tersebut dapat digunakan oleh pihak pengelola hutan sebagai alat bantu
pengambilan keputusan manajemen hutan dalam mewujudkan pengelolaan hutan
secara lestari.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di HPGW, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa
Barat. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai Desember
2011.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah meteran 30 m, meteran 1 m,
haga hypsometer, suunto clinometer, kamera digital, kamera handphone, spidol
permanen, alat tulis, kantong plastik, kertas label, peta batas HPGW, dan Global
Positioning System (GPS) Garmin 60 csx. Perangkat lunak yang digunakan untuk
analisis dan pengolahan data adalah microsoft office excel 2007 dan software
garmin trip and waypoint manager 2005. Bahan yang digunakan adalah pohon plus
A. loranthifolia yang terdapat di HPGW, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat
hasil identifikasi pada tahun 2006 oleh tim Fakultas Kehutanan IPB.
Penilaian Kesehatan Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia)
Penilaian kesehatan pohon plus A. loranthifolia di HPGW dilakukan dengan
menggunakan dua indikator, yaitu indikator vitalitas dan indikator kualitas tapak.

3
Pengamatan terhadap indikator vitalitas menggunakan dua parameter, yaitu
parameter kerusakan pohon dan parameter kondisi tajuk. Pengamatan untuk
indikator kualitas tapak menggunakan parameter nilai KTK tanah. Gambar 1
menunjukkan tahapan penilaian kesehatan pohon plus A. loranthifolia di HPGW
dengan metode FHM.
Hasil penilaian parameter kerusakan pohon dikumpulkan dan diperhitungkan
dalam indeks kerusakan tingkat pohon (tree damage level index (TDLI)),
sedangkan hasil penilaian parameter kondisi tajuk dikumpulkan dan diperhitungkan
dalam peringkat penampakan tajuk (visual crown rating (VCR)). Hasil kombinasi
penilaian antara TDLI dan VCR menjadi pertimbangan untuk menentukan status
pohon plus A. loranthifolia di HPGW yang layak dan tidak layak dijadikan sebagai
sumber benih.
Lokasi
kerusakan

Parameter
kerusakan
pohon
Penilaian
kesehatan
pohon

Tipe
kerusakan

Indikator
vitalitas
Tingkat
keparahan

Indikator
kualitas
tapak
Peta
sebaran
pohon
Parameter
KTK

TDLI (indeks
kerusakan pohon)

Parameter
kondisi
tajuk

LCR

Cden

CD90

CdWd

FT

CDB

LAYAK
Sumber benih

VCR (peringkat
penampakan
tajuk)

TIDAK
LAYAK

Gambar 1 Tahapan penilaian kesehatan pohon plus Agathis loranthifolia di HPGW,
Sukabumi, Jawa Barat dengan metode Forest Health Monitoring
Kondisi Kerusakan Pohon
Kerusakan pohon yang dinilai berdasarkan metode FHM terdiri atas tiga kode
berurutan, yaitu lokasi terjadinya kerusakan, tipe kerusakan, dan tingkat keparahan
kerusakan pohon. Lokasi kerusakan pada pohon terdiri atas kerusakan akar, batang,

4
cabang, tajuk, daun, pucuk, dan tunas (Gambar 2), sedangkan deskripsi kode lokasi
kerusakan pohon seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Gambar 2 Kode lokasi kerusakan pohon (Tallent-Halsell 1994)
Tabel 1 Deskripsi kode lokasi kerusakan pohon (Tallent-Halsell 1994)
Kode
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09

Definisi
Sehat (tidak ada kerusakan)
Akar terbuka dan tunggak (12 inchi (30 cm) di atas permukaan tanah)
Kerusakan pada akar dan antara akar dan batang bagian bawah
Kerusakan pada batang bagian bawah (di bawah pertengahan antara tunggak dan dasar
tajuk)
Kerusakan pada batang bagian bawah yang terdapat pula pada batang bagian atas
Kerusakan pada batang bagian atas (di atas pertengahan antara tunggak dan dasar tajuk)
Kerusakan pada batang tajuk (batang utama di dalam daerah tajuk hidup, di atas dasar
tajuk hidup)
Kerusakan cabang (> 2.54 cm pada titik percabangan terhadap batang utama atau batang
tajuk di dalam daerah tajuk hidup)
Kerusakan kuncup dan tunas (pertumbuhan tahun-tahun terakhir)
Kerusakan daun

Tabel 2 menunjukkan deskripsi kode tipe kerusakan pada pohon serta nilai
ambang keparahannya. Setiap kode tipe kerusakan, kode lokasi kerusakan, dan
tingkat keparahan akan diberikan sistem penilaian (Tabel 3).

5
Tabel 2 Deskripsi kode tipe kerusakan dan nilai ambang keparahan (Tallent-Halsell
1994; Putra 2004)
Kode Tipe kerusakan
01
02
03
04
05
06
07
11
12
13
20
21
22
23
24
25
31

Nilai ambang keparahan (pada kelas 10–99%)

Kanker, gol (puru)
Konk, tubuh buah (badan buah), dan
indikator lain tentang lapuk lanjut
Luka terbuka
Resinosis
Batang pecah
Sarang rayap
Liana pada batang
Batang atau akar patah kurang dari 3
kaki (0.91 m) dari pangkal batang
Brum pada akar atau batang
Akar patah atau mati lebih dari 3 kaki
(0.91 m) dari pangkal batang
Liana pada daun/tajuk atau benalu
Hilangnya ujung dominan, mati ujung
Cabang patah atau mati
Percabangan yang berlebihan atau
brum
Daun, kuncup atau tunas rusak
Daun berubah warna (tidak hijau)
Lain-lain

≥ 20% pada titik pengamatan
Tidak ada, kecuali ≥ 20% pada akar > 3 kaki
(0.91 m) dari tunggak/pangkal batang
≥ 20% pada titik pengamatan
≥ 20% pada titik pengamatan
Tidak ada
≥ 20% pada titik pengamatan
≥ 20%
Tidak ada
Tidak ada
≥ 20% pada akar
≥ 20%
≥ 1% pada dahan pada tajuk
≥ 20% pada ranting atau pucuk
≥ 20% pada ranting atau pucuk
≥ 30% dedaunan penutupan tajuk
≥ 30% dedaunan penutupan tajuk


Tabel 3 Nilai pembobotan untuk setiap kode lokasi kerusakan, kode tipe kerusakan,
dan tingkat keparahan (Nuhamara et al. 2001)
Kode lokasi kerusakan

Nilai

Kode tipe kerusakan

Nilai

Tingkat keparahan

Nilai

00
01, 02
03, 04
05
06
07, 08, 09

0.0
2.0
1.8
1.6
1.2
1.0

11
01
02, 06
12
03, 04, 13
21
07, 20, 22, 23, 24,
25, 31

2.0
1.9
1.7
1.6
1.5
1.3

10–19%
20–29%
30–39%
40–49%
50–59%
60–69%

1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6

1.0

70–79%

1.7

80–89%
≥ 90%
0%

1.8
1.9
1.5

Ketiga parameter pengukuran tersebut kemudian dikumpulkan dalam sebuah
indeks kerusakan (IK) : IK = [x lokasi kerusakan*y tipe kerusakan*z tingkat
keparahan]. Nilai x, y, dan z adalah nilai pembobotan yang besarnya berbeda-beda
tergantung kepada tingkat dampak relatif setiap komponen terhadap pertumbuhan
dan ketahanan pohon. Pencatatan kerusakan pohon dilakukan sebanyak jumlah
kerusakan pohon yang terjadi dan dimulai dari lokasi dengan kode terendah.

6
Kerusakan yang tidak memenuhi nilai ambang akan diberi nilai “0” pada tingkat
keparahannya. Apabila terdapat kerusakan ganda pada lokasi yang sama, maka
semua kerusakan tetap dicatat supaya tingkat keparahannya dapat diperkirakan
secara tepat. Indeks kerusakan kemudian diperhitungkan pada tingkat pohon (tree
damage level index (TDLI)). Indeks kerusakan tingkat pohon (TDLI) = [lokasi 1 *
tipe 1 * keparahan 1] + [lokasi 2 * tipe 2 * keparahan 2] + … + [lokasi x * tipe x *
keparahan x]. Jika nilai TDLI yang terjadi semakin tinggi menunjukkan bahwa
kondisi tingkat kerusakan pohon yang semakin parah. Skor kelas TDLI akan dibuat
untuk menentukan kondisi kesehatan setiap individu pohon.
Kondisi Tajuk
Tallent-Halsell (1994) menyatakan bahwa penilaian kondisi tajuk pohon
berdasarkan metode FHM menggunakan parameter di antaranya nisbah tajuk hidup
(live crown ratio (LCR)), yaitu nisbah panjang batang pohon yang tertutup daun
terhadap tinggi total pohon, kerapatan tajuk (crown density (Cden)), yaitu
banyaknya persentase cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk sehingga tidak
mencapai permukaan tanah, transparansi tajuk (foliage transparancy (FT)), yaitu
banyaknya persentase cahaya matahari yang dapat melewati tajuk dan mencapai
permukaan tanah, diameter tajuk (crown diameter width (CdWd) dan crown
diameter at 90° (CD90)), yaitu nilai rata-rata dari pengukuran panjang dan lebar
tajuk suatu pohon yang diukur, dan dieback (CDB), yaitu kematian pada pucuk
tajuk pohon atau cabang dan ranting yang baru saja mati dan bagian yang mati pada
umumnya merupakan proses bertingkat dimulai dari bagian ujung kemudian
merambat ke bagian pangkal. Contoh ilustrasi cara pengukuran nisbah tajuk hidup
(LCR) dan contoh ilustrasi cara pengukuran diameter tajuk pada pohon (Gambar 3).
a

b

Gambar 3 Ilustrasi cara pengukuran nisbah tajuk hidup (LCR) (a) dan Ilustrasi cara
pengukuran diameter tajuk pada pohon (b) (Tallent-Halsell 1994)
Penilaian parameter kondisi tajuk didasarkan pada tiga kategori kondisi tajuk,
yaitu nilai 3 (kondisi tajuk yang baik), nilai 2 (kondisi sedang), dan nilai 1 (kondisi
yang buruk). Nilai kriteria kondisi tajuk seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

7
Tabel 4 Kriteria kondisi tajuk (dikembangkan oleh Anderson et al. 1992 dalam
Putra 2004)
Klasifikasi

Parameter

Baik (nilai = 3)

Sedang (nilai = 2)

Buruk (nilai = 1)

≥ 40%
≥ 55%
0–45%
0–5%
≥ 10.1 m

20–35%
25–50%
50–70%
10–25%
2.5–10.0 m

5–15%
5–20%
≥ 75%
≥ 30%
≤ 2.4 m

Nisbah tajuk hidup
Kerapatan tajuk
Transparansi tajuk
Dieback
Diameter tajuk

Kelima parameter pengukuran kondisi tajuk pohon (LCR, Cden, FT, CdWd
dan CD90°, CDB) kemudian dikumpulkan dan diperhitungkan ke dalam peringkat
penampakan tajuk (visual crown rating (VCR)) pada tingkat pohon. Nilai VCR
untuk setiap pohon diperoleh dari hasil penilaian setiap parameter kondisi tajuk.
VCR memiliki nilai 1, 2, 3, dan 4. Nilai tersebut bergantung kepada besaran nilai
pengamatan setiap parameter kondisi tajuk (Anderson et al. 1992 dalam Putra 2004).
Kriteria penilaian VCR pada tingkat pohon seperti ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5

Nilai peringkat penampakan tajuk (VCR) pada tingkat pohon
(dikembangkan dari Anderson et al. 1992 dalam Putra 2004)

Nilai VCR

Kriteria

4 (Tinggi)

Seluruh parameter kondisi tajuk bernilai 3, atau hanya 1 parameter
yang memiliki nilai 2, tidak ada parameter yang bernilai 1
Lebih banyak kombinasi antara 3 dan 2 pada parameter tajuk,
atau semua bernilai 2, tetapi tidak ada parameter yang bernilai 1
Setidaknya 1 parameter bernilai 1, tetapi tidak semua parameter
Semua parameter kondisi tajuk bernilai 1

3 (Sedang)
2 (Rendah)
1 (Sangat rendah)

Kualitas Tapak
Penilaian kualitas tapak didasarkan dari kondisi KTK tanah. Nilai KTK dapat
menggambarkan tingkat kesuburan tanah dan dapat digunakan untuk menilai
klasifikasi sifat fisika-kimia tanah dalam kondisi baik, sedang, atau rendah. Kriteria
penilaian hasil analisis KTK tanah berdasarkan Tabel 6.
Tabel 6 Kriteria penilaian hasil analisis kapasitas tukar kation (KTK) tanah*
Nilai KTK** (me 100g-1 tanah)
> 40
25–40
17–24
5–16
10.97

Rusak sedang
Rusak berat

Gambar 14 Status tingkat kesehatan pohon plus Agathis loranthifolia di HPGW
berdasarkan skor indeks kerusakan tingkat pohon (TDLI)
Kelas kerusakan pohon plus A. loranthifolia dikelompokkan menjadi empat,
yaitu sehat, rusak ringan, rusak sedang, dan rusak berat berdasarkan rentang skor

15
TDLI (Tabel 8). Status tingkat kesehatan pohon plus A. loranthifolia berdasarkan
Gambar 14 menunjukkan bahwa terdapat 56 pohon plus A. loranthifolia (70.0%)
dalam kondisi sehat, 12 pohon (15.0%) kondisi rusak ringan, 6 pohon (7.5%)
kondisi rusak sedang, dan 6 pohon (7.5%) kondisi rusak berat. Penilaian indikator
vitalitas juga dilakukan terhadap parameter kondisi tajuk, selain parameter kondisi
kerusakan pohon.
Kondisi Tajuk
Penilaian kondisi tajuk meliputi lima parameter, yaitu LCR (nisbah tajuk
hidup), Cden (kerapatan tajuk), FT (transparansi tajuk), CdWd dan CD90 (diameter
tajuk), serta dieback. Penilaian kelima parameter tersebut dikumpulkan dan
diperhitungkan ke dalam peringkat penampakan tajuk atau VCR (visual crown
rating) sehingga dapat mengetahui kondisi tajuk pohon plus A. loranthifolia di
HPGW dalam kondisi baik atau buruk. Gambar 15 menunjukkan hasil penilaian
VCR pada pohon plus A. loranthifolia di HPGW.

Gambar 15 Sebaran nilai VCR pohon plus Agathis loranthifolia di HPGW
Semakin tinggi nilai VCR maka kondisi tajuk semakin baik. Gambar 15
menunjukkan bahwa nilai VCR pohon plus A. loranthifolia dalam kondisi tinggi
(nilai 4) sebanyak 54 pohon (67.5%) dan kondisi sedang (nilai 3) sebanyak 26
pohon (32.5%), serta tidak ada pohon yang memiliki nilai VCR rendah dan sangat
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tajuk mayoritas pohon plus A.
loranthifolia dalam kondisi baik. Penilaian kesehatan pohon plus A. loranthifolia di
HPGW juga dilakukan terhadap indikator kualitas tapak yang mengunakan
parameter KTK tanah, selain indikator vitalitas (parameter kondisi kerusakan
pohon dan kondisi tajuk).
Indikator Kualitas Tapak
Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Peta pengambilan contoh tanah untuk uji KTK di lokasi penelitian
berdasarkan empat area polipedon (Gambar 16). Hasil uji KTK tanah pada daerah
sebaran pohon plus A. loranthifolia di HPGW menunjukkan bahwa nilai KTK tanah
pada area tersebut dalam kategori sedang sampai tinggi dengan rentang nilai
terkecil 21.99 me 100g-1 sampai nilai tertinggi 37.78 me 100g-1 (Tabel 9).

16

Gambar 16 Peta sebaran contoh tanah berdasarkan empat area polipedon
Tabel 9 Hasil analisis kapasitas tukar kation (KTK) tanah berdasarkan pembagian
polipedon di HPGW
Nilai KTK (me 100g-1 tanah)
No

1
2
3
4

Polipedon

P1
P2
P3
P4

Rata-rata

Batas horison/kedalaman tanah
0–10 cm (Kriteria)

10–20 cm (Kriteria)

30.30 (tinggi)
37.78 (tinggi)
22.25 (sedang)
27.87 (tinggi)

29.21 (tinggi)
34.66 (tinggi)
21.99 (sedang)
27.06 (tinggi)

29.55 (tinggi)

28.23 (tinggi)

P1 = polipedon 1; P2 = polipedon 2; P3 = polipedon 3; dan P4 = polipedon 4.

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai KTK tanah pada kedalaman 0–10 cm
memiliki nilai KTK tanah rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK
tanah pada kedalaman 10–20 cm. Nilai KTK tanah tertinggi terdapat pada
polipedon 2 (P2), yaitu 37.78 me 100g-1 (0–10 cm) dan 34.66 me 100g-1 (10–20
cm) dan nilai KTK tanah terendah terdapat pada polipedon 3 (P3), yaitu 22.25 me
100g-1 (0–10 cm) dan 21.99 me 100g-1 (10–20 cm). Nilai KTK tanah pada semua
area penyebaran pohon plus A. loranthifolia tidak ada dalam kategori rendah dan
sangat rendah, hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas tapak pada daerah sebaran
pohon plus sangat menunjang bagi tingkat produktivitas pohon plus dalam
menghasilkan benih unggul dan berkualitas.
Setelah dilakukan penilaian terhadap indikator vitalitas dan kualitas tapak
maka ditetapkan status kelayakan pohon plus A. loranthifolia di HPGW sebagai
sumber benih. Penilaian status kelayakan pohon plus sebagai sumber benih
berdasarkan kombinasi sistem penilaian TDLI dan VCR.
Kelayakan Pohon Plus Sebagai Sumber Benih
Hasil penilaian status kelayakan pohon menunjukkan bahwa sebagian besar
pohon plus A. loranthifolia di HPGW layak dijadikan sebagai sumber benih, yaitu
sebanyak 66 pohon (83%), sedangkan jumlah pohon plus yang tidak layak sebanyak
14 pohon (17%). Pohon plus ditetapkan tidak layak sebagai sumber benih karena
mengalami TDLI dengan status kondisi rusak berat atau terdapat tipe kerusakan

17
dengan kecenderungan tidak dapat pulih, seperti kanker (kode tipe 01) dengan
keparahan ≥ 20% pada titik pengamatan atau konk (indikator lapuk lanjut) (kode
tipe 02). Hal itu terjadi karena beberapa kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap
menurunnya tingkat kesehatan dan kualitas benih yang dihasilkan oleh pohon plus.
Informasi pertumbuhan pohon A. lorathifolia di HPGW juga diperlukan untuk
mengetahui dan memperkirakan jangka waktu pemanfaatan pohon plus sebagai
sumber benih (Tabel 10).
Tabel 10 Perbandingan pertumbuhan pohon Agathis loranthifolia di HPGW,
Sukabumi, Jawa Barat dengan pustaka
No

Parameter

HPGW (rata–rata)

1

Tinggi (m)

42.52*

2

Diameter (cm)

69.01*

3

Riap
Riap tinggi (m tahun-1)
Riap diameter (cm

tahun-1)

Pustaka
(55–65)** (Soerianegara dan Lemmens
1993; Martawijaya et al. 2005)
(150–160)** (Soerianegara dan Lemmens
1993; Martawijaya et al. 2005)

0.71*

3 (Harmoko 2004)

1.15*

1 (Harmoko 2004)

*Pengukuran langsung di lokasi penelitian (Desember 2011); **pertumbuhan tinggi dan diameter
yang dapat dicapai secara maksimum.

Perkiraan waktu pemanfaatan pohon plus sebagai sumber benih dihitung
berdasarkan riap diameter pohon plus A. loranthifolia di HPGW. Perkiraan waktu
pemaanfaatan tersebut dihitung dengan persamaan: W = (dp - dr)/r = (150.00 cm 69.01 cm)/1.15 cm tahun-1 = 70.41 tahun.
Keterangan:
W (tahun) = waktu perkiraan pemanfaatan pohon plus A. loranthifolia di HPGW
dp (cm)
= diameter maksimum yang dapat dicapai pohon A. loranthifolia berdasarkan pustaka
dr (cm)
= diameter rata-rata pohon plus A. loranthifolia di HPGW (Desember 2011)
r (cm/tahun) = riap diameter pohon plus A. loranthifolia di HPGW (Desember 2011)

Pohon plus A. loranthifolia di HPGW yang memiliki status layak sebagai
sumber benih diperkirakan dapat dimanfaatkan sampai 70 tahun lagi (2081). Hal
tersebut dapat terjadi jika pohon plus resisten terhadap gangguan faktor biotik dan
abiotik, serta dilakukan pemantauan kesehatan pohon plus secara berkala. Apabila
pohonnya tidak sehat dan gerowong maka umur pohon tidak dapat dijangkau
hingga 70 tahun lagi bahkan lebih kecil.
Pembahasan
Peta Sebaran Pohon Plus Agathis loranthifolia di HPGW
Pohon plus A. loranthifolia yang berhasil ditemukan di HPGW sebanyak 80
pohon dari sekitar 100 pohon plus A. loranthifolia yang pernah ditetapkan.
Mayoritas pohon plus ditemukan di daerah bagian Selatan HPGW, yaitu sebanyak
64 pohon (80%) dan lainnya ditemukan di bagian Utara sebanyak 16 pohon (20%).
Pohon plus A. loranthifolia di daerah bagian Selatan mengalami jumlah tipe
kerusakan dengan kecenderungan tidak dapat pulih lebih banyak dan tingkat
keparahan kerusakan lebih tinggi dibandingkan dengan pohon plus yang menyebar

18
di daerah bagian Utara HPGW. Tipe kerusakan dengan kecenderungan tidak dapat
pulih, yaitu kanker dan konk (fruiting body/indikator lapuk lanjut).
Pohon plus A. loranthifolia yang mengalami kerusakan kanker yang
mencapai ambang keparahan (keparahan (S) ≥ 20% pada titik pengamatan) ada 10
pohon dan 8 di antaranya terdapat di bagian Selatan HPGW, yaitu P 001, P 016, P
072, P 090, P 092, P 094, P 099, dan P 109. Pohon plus A. loranthifolia yang
mengalami kerusakan konk (fruiting body/indikator lapuk lanjut) ada 4 pohon dan
3 di antaranya terdapat di bagian Selatan HPGW, yaitu P 021, P 024, dan P 100.
Hal tersebut terjadi karena tegakan A. loranthifolia di bagian Selatan HPGW
merupakan tegakan monokultur (tegakan murni), sedangkan tegakan A.
loranthifolia di daerah bagian Utara merupakan tegakan heterokultur (tegakan
campuran), yaitu selain terdapat tegakan A. loranthifolia juga terdapat tegakan
Pinus merkusii, Maesopsis eminii, dan Schima wallichii.
Hutan yang dibangun secara monokultur memiliki tingkat kerentanan
terhadap serangan hama dan penyakit (patogen) lebih tinggi dibandingkan dengan
hutan yang dibangun secara heterokultur. Jenis konifer asing yang ditanam secara
monokultur di Spanyol untuk tujuan reforestasi telah berdampak luas terhadap
penyebaran dan perkembangan serangan penyakit (patogen). Jenis patogen yang
diidentifikasi menyerang adalah Herbasidion annosum. H. annosum adalah salah
satu jenis patogen yang paling berdampak merusak pada jenis-jenis konifer di dunia.
Beberapa jenis tegakan konifer asing di Spanyol yang terserang patogen ini adalah
Pinus radiata (42.2% dari populasi tegakan terinfeksi), Pinus pinaser (2.2%),
Chamaecyparis lawsoniana (11.0%), Pseudotsuga menziesii (17.7%), dan Picea
abies (6.6%). Beberapa dampak dari serangan patogen ini adalah pelapukan batang,
akar patah, dan busuk leher akar (Mesanza dan Iturritxa 2012).
Hutan monokultur lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit
(patogen) dibandingkan dengan hutan heterokultur karena hutan monokultur terdiri
atas tegakan satu spesies pohon yang memiliki sifat fisik dan fisiologis yang
cenderung sama dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Pada hutan
monokultur, jika salah satu pohon terinfeksi patogen maka serangan patogen akan
cepat menyebar ke pohon lainnya yang masih sehat yang berada di sekitarnya
karena patogen tidak terlalu sulit untuk beradaptasi dan berkembang pada inang
yang baru untuk menginfeksi dan membentuk koloni baru. Pada hutan monokultur
juga merupakan sumber inang atau makanan yang melimpah bagi patogen karena
terdiri atas tegakan satu spesies yang biasanya dalam jumlah yang banyak dan area
tanam yang luas, sehingga patogen dapat berkembang sangat cepat dan dapat
menimbulkan kerusakan hutan dalam area yang cukup luas.
Indikator Vitalitas
Kondisi Kerusakan Pohon
Lokasi kerusakan pada pohon plus A. loranthifolia di HPGW dite