Efektivitas insektisida tiametoksam dengan metode paint on terhadap lalat rumah (Musca domestica) di peternakan ayam petelur

EFEKTIVITAS INSEKTISIDA TIAMETOKSAM DENGAN
METODE PAINT ON TERHADAP LALAT RUMAH
(Musca domestica) DI PETERNAKAN AYAM PETELUR

SHADY JASMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Insektisida
Tiametoksam dengan Metode Paint On terhadap Lalat Rumah (Musca domestica)
di Peternakan Ayam Petelur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Shady Jasmin
NIM B04100098

ABSTRAK
SHADY JASMIN. Efektivitas Insektisida Tiametoksam dengan Metode Paint On
terhadap Lalat Rumah (Musca domestica) di Peternakan Ayam Petelur.
Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan SUPRIYONO.
Musca domestica adalah lalat yang umum ditemukan pada peternakan ayam
petelur. Keberadaan lalat M. domestica dapat mengganggu pekerja, menurunkan
kualitas telur, dan menjadi vektor mekanik penularan penyakit. Saat ini
pengendalian M. domestica dengan menggunakan insektisida masih diunggulkan.
Satu diantara insektisida yang digunakan untuk pengendalian M. domestica di
peternakan ayam petelur adalah tiametoksam. Tiametoksam merupakan
insektisida baru dari golongan neonikotinoid yang belum banyak digunakan di
Indonesia. Insektisida ini memiliki efek residual. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektivitas tiametoksam sebagai insektisida residual terhadap M.
domestica dengan metode paint on di peternakan ayam petelur. Tiametoksam
dilaburkan pada papan tripleks dan digantungkan pada dasar kandang. Pengaruh

tiametoksam diukur dari populasi lalat yang tertangkap dengan kertas perekat
pada kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tidak terjadi perbedaan antara populasi lalat pada paint on dan kontrol. Efek
residual tiametoksam terhadap M. domestica di peternakan ayam petelur
berlangsung sampai minggu ke-8 setelah aplikasi.
Kata kunci: efektivitas, efek residual, Musca domestica, tiametoksam

ABSTRACT
SHADY JASMIN. Effectiveness of Thiamethoxam Using The Paint On Method
to Control of The Housefly (Musca domestica) in Caged-Layer Poultry House.
Supervised by SUSI SOVIANA and SUPRIYONO.
Musca domestica is usually the most abundant fly spesies in caged-layer
poultry farm. The presence of M. domestica in poultry may cause interference to
workers, reduction of egg quality, and may become a mechanical vector insect of
several diseases. Nowadays, vector control in public health and farm still by using
insecticide. One of the insecticide used in caged-layer poultry house is
thiamethoxam. Thiamethoxam is a new neonicotionid insecticides which has not
been widely used in Indonesia. This insecticide has a residual effect. This
research was intended to study the effectiveness of thiamethoxam as a residual
insecticides against M. domestica using the paint on method in caged-layer

poultry house. Thiamethoxam painted on polywood board and suspended on the
base of caged. The effect of thiamethoxam measured by the flies caught on sticky
fly paper to both control and treatment. There was no difference between fly
population on control and paint on treatment. The residual effect to M. domestica
occurred until 8 weeks after application.
Keywords: effectiveness, Musca domestica, residual effect, thiamethoxam

EFEKTIVITAS INSEKTISIDA TIAMETOKSAM DENGAN
METODE PAINT ON TERHADAP LALAT RUMAH
(Musca domestica) DI PETERNAKAN AYAM PETELUR

SHADY JASMIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
insektisida, dengan judul Efektivitas Insektisida Tiamatoksam dengan Metode
Paint On terhadap Lalat Rumah (Musca domestica) di Peternakan Ayam Petelur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Drh. Susi Soviana, MSi dan Drh.
Supriyono, MSi selaku pembimbing, seluruh staff dan karyawan laboratorium
entomologi FKH IPB, kakak-kakak mahasiswa program S2 Entomologi serta
teman-teman satu penelitian di Laboratorium Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Taufik
Alamsyah), ibu (Linda Lingkan), adik (Shiny Putera), Daniel Manurung, Irene
Soteriani, Yoko Caterine, Adam Kustiadi, Iwan Saepudin, Shuffur Husna, serta
seluruh sahabat, keluarga, dan teman-teman Acromion 47 atas segala doa dan
dukungannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh
pihak yang telah membantu selama pengumpulan data.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Shady Jasmin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Lalat Rumah (Musca domestica)

2


Insektisida pada Peternakan Ayam Petelur

4

Insektisida Tiametoksam

5

METODE

6

Waktu dan Tempat Penelitian

6

Metode Penelitian

6


Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Peternakan Ayam

8

Pengukuran Efektivitas Tiametoksam

9

SIMPULAN DAN SARAN

12


Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1 Populasi lalat M. domestica antara perlakuan paint on dan control
selama pengamatan

2 Rata-rata reduksi populasi lalat M. domestica di bulan April–Mei 2013
3 Rata-rata populasi lalat M. domestica (lalat/kertas perekat) setiap
perlakuan paint on selama pengamatan

9
10
11

DAFTAR GAMBAR
Lalat rumah (M. domestica)
Siklus hidup lalat rumah (M. domestica)
Rumus bangun tiametoksam
Skema penelitian uji efikasi tiametoksam di peternakan ayam petelur
dengan metode paint on
5 Papan paint on dan perekat
6 Keadaan kandang kontrol
7 Rata-rata reduksi populasi lalat M. domestica dengan metode paint on
1
2
3

4

3
3
6
7
8
8
10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur ayam merupakan sumber protein hewani dan memiliki kandungan gizi
yang tinggi. Permintaan telur di Indonesia saat ini masih tinggi sehingga usaha
peternakan ayam petelur dinilai cukup potensial. Jumlah produksi telur dari ayam
petelur di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 115 787 ton dan pada tahun 2012
meningkat menjadi 120 123 ton (BPS 2013). Meningkatnya usaha peternakan
ayam petelur tidak menjamin usaha ini terbebas dari masalah. Permasalah yang
sering dihadapi di peternakan ayam satu diantaranya adalah keberadaan
ektoparasit.
Ektoparasit di peternakan ayam petelur dapat menimbulkan kerugian
ekonomi yang signifikan. Keberadaan ektoparasit sangat merugikan sehingga
perlu dilakukan pengendalian. Berbagai jenis ektoparasit dalam peternakan ayam
petelur adalah kutu, tungau, pinjal, dan lalat. Lalat yang umum ada di peternakan
ayam yaitu Musca domestica atau disebut juga dengan lalat rumah (Koesharto et
al. 2000).
Keberadaan lalat M. domestica di peternakan ayam dapat mengganggu
ketenangan dan kenyamanan ayam petelur sehingga terjadi penurunan produksi
telur dan berat badan ayam. Lalat M. domestica dapat berperan sebagai vektor
penyakit, seperti protozoa, cacing, bakteri, dan patogen lain. Aktivitas defekasi
dan regurgitasi lalat M. domestica dapat menimbulkan bercak-bercak pada
fasilitas peternakan dan telur ayam. Bercak-bercak tersebut dapat merusak
fasilitas peternakan, sementara pada telur ayam dapat menurunkan kualitas telur.
Populasi lalat yang berlebihan juga dapat mengganggu pekerja di peternakan
ayam petelur dan kenyamanan warga di permukiman sekitar peternakan ayam
(Axtell dan Arends 1990).
Lalat pada peternakan ayam petelur sangat merugikan sehingga perlu
dilakukan pengendalian. Pengendalian lalat dapat dilakukan dengan menjaga
sanitasi peternakan dan penggunaan insektisida. Pengendalian terhadap lalat
diupayakan efektif, efisien, dan ekonomis. Biaya pengendalian diharapkan lebih
rendah daripada nilai produksi sehingga tidak merugikan peternak (Suprijatna et
al. 2005).
Pengendalian yang sering dilakukan adalah menggunakan insektisida.
Insektisida yang umum digunakan di peternakan ayam petelur antara lain dari
golongan organofosfat, piretroid, karbamat, dan neonikotinoid. Neonikotinoid
merupakan golongan insektisida yang baru diantara golongan lainnya. Satu
diantara insektisida golongan neonikotinoid adalah tiametoksam. Tiametoksam
merupakan insektisida yang bekerja sebagai racun kontak, memiliki efek residual,
masih rentan terhadap lalat M. domestica, efeknya rendah terhadap mamalia dan
serangga non target, serta tidak fitotoksik (meracuni tanaman). Dibandingkan
terhadap insektisida golongan organofosfat, piretroid, dan spinosad, penggunaan
tiametoksam di peternakan ayam di Itali dinilai lebih efektif (Pezzi et al. 2011).
Beberapa tahun belakangan ini, tiametoksam mulai digunakan untuk
mengendalikan lalat pada peternakan ayam petelur di Indonesia, namun penelitian
terhadap insektisida ini masih kurang. Saat ini belum banyak informasi mengenai

2
penggunaan tiametoksam pada peternakan ayam petelur di Indonesia, terutama
efikasi dan metode aplikasinya.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas tiametoksam
sebagai insektisida residual terhadap lalat rumah (M. domestica) dengan metode
paint on di peternakan ayam petelur.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pengaruh
tiametoksam sebagai insektisida dengan metode paint on untuk mengendalikan
populasi lalat rumah (M. domestica) di peternakan ayam petelur.

TINJAUAN PUSTAKA
Lalat Rumah (Musca domestica)
Lalat rumah (M. domestica) tersebar secara kosmopolitan atau dapat
ditemukan disebagian besar belahan bumi. M. domestica lalat dari famili
Muscidae disebut sebagai lalat rumah karena sering ditemukan terutama di rumah.
Lalat ini juga mudah ditemukan pada tempat-tempat manusia dan hewan
beraktivitas, seperti di pasar, tempat pembuangan sampah, peternakan ayam,
kandang kuda, dan berbagai tempat lain.
Klasifikasi lalat rumah (M. domestica) menurut West (1951) sebagai
berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Diptera
Subordo
: Cylorrhapha
Famili
: Muscidae
Subfamili
: Muscinae
Genus
: Musca
Spesies
: Musca domestica
Menurut Taylor (2007), betina dewasa lalat M. domestica memiliki panjang
6–8 mm, sementara lalat jantan berukuran 5–6 mm. Bagian toraks berwarna hitam
keabu-abuan dengan empat garis gelap memanjang. Vena pada sayap lalat ini
memiliki ciri tersendiri yang membedakannya dari lalat lain, yaitu vena ke-4
membentuk suatu lengkungan tajam ke arah vena ke-3. Abdomen dari lalat M.
domestica berwarna kuning kecoklatan dengan garis memanjang di bagian medial.

3

Gambar 1 Lalat rumah (M. domestica)

Gambar 2 Siklus hidup lalat rumah (M.
domestica)

(Sanches-Arroyo dan Capinera 2008)

(Sanches-Arroyo dan Capinera 2008)

Mata lalat betina memiliki celah yang lebih lebar, sedangkan pada lalat jantan
lebih sempit. Antena lalat M. domestica terdiri atas 3 ruas dan memiliki arista
pada ruas terakhir antenanya. Tipe mulutnya adalah penyerap dan penjilat. Bagian
ujung mulut atau probosis terdiri atas sepasang labella. Kaki lalat berjumlah tiga
pasang yang setiap ujungnya mempunyai sepasang kuku dan sepasang bantalan
(pulvilus) yang berisi kelenjar rambut yang memungkinkan lalat menempel pada
permukaan halus (Hadi dan Koesharto 2006).
Lalat M. domestica (Diptera: Muscidae) merupakan lalat pengganggu yang
umum dijumpai di peternakan ayam petelur. M. domestica mengalami
metamorfosis sempurna, diawali dengan tahap telur, larva, pupa dan dewasa
(Gambar 2). Lalat betina dapat meletakkan telur antara 50–150 telur di tempat
perkembangbiakan yang sesuai. Lalat biasanya akan tertarik untuk bertelur di
tempat yang terdapat feses atau manur hewan, dan dapat juga bertelur di media
organik lainnya seperti sampah yang membusuk. Telur lalat berwarna putih dan
mempunyai panjang sekitar 1 mm, berbentuk seperti pisang dan diletakkan dalam
kelompok. Seekor lalat betina mampu menghasilkan sekitar 500 butir sepanjang
hidupnya. Telur lalat akan menetas sekitar 8–24 jam tergantung dari suhu
lingkungan. Stadium larva akan melewati tiga tahap instar yang berukuran 10–15
mm. Waktu perkembangan larva pada lokasi yang bersuhu hangat yaitu sekitar 3–
7 hari. Larva yang telah muncul akan memakan material dan mikroorganisme
yang terdapat di tempat tersebut. Larva instar akhir akan menuju tempat kering
dan berkembang menjadi pupa. Pupa berkembang selama 3–10 hari, kemudian
menjadi lalat dewasa. Lalat dewasa mulai mencari makan setelah sayapnya
mengembang dalam 2–24 jam setelah keluar dari pupa (Williams 2010, Hadi dan
Koesharto 2006).
Satu siklus hidup lalat (telur–dewasa) membutuhkan waktu 7–14 hari. Lalat
dewasa dapat menghasilkan dua generasi dalam sebulan pada tempat yang
bersuhu 16 °C dan dapat menghasilkan lebih banyak generasi pada tempat yang
bersuhu lebih tinggi. Lama hidup lalat dewasa yaitu sekitar 1–2 bulan. (Hadi dan
Koesharto 2006, Stafford 2008). Di lokasi yang beriklim sedang dan dingin lalat
M. domestica akan menahan perkembangannya sebagai larva dan kepompong di
dalam media perkembangbiakkannya. Dalam iklim hangat, perkembangan semua
stadium lalat berlangsung sepanjang tahun (Stafford 2008, Williams 2010).

4
Lalat M. domestica dianggap penting dalam bidang kesehatan karena dapat
menjadi vektor mekanik penyakit yang diakibatkan organisme patogen seperti
virus, bakteri, protozoa, dan cacing. Patogen yang dibawa mengakibatkan penyakit
pada saluran pencernaan misalnya demam tifoid, paratifoid, enteritis, lepra, disentri,
dan tuberkulosis. Penyakit parasit seperti cacing Enterobius vermicularis,
Ancylostoma, Necator, Ascaris, Taenia serta Trichuris juga sering ditemukan pada
tubuh atau kaki M. domestica. M. domestica dapat menularkan berbagai penyakit
penting lainnya, antara lain poliomielitis, hepatitis, trakhoma, serta golongan protozoa
seperti Entamoeba histolytica dan Entamoeba coli (Hadi dan Koesharto 2006).
Adanya pulvili, labela, dan sejumlah bulu-bulu halus pada bagian tubuh
memungkinkan lalat rumah berperan sebagai penyebar penyakit terutama foodborne disease. Hal ini ditunjang oleh perilaku lalat rumah yang suka berpindahpindah antara makanan dan feses untuk makan serta bertelur (Levine 1990).
Keberadaan lalat M. domestica dapat mempengaruhi kesehatan dan produksi
di peternakan ayam. Lalat rumah juga merupakan serangga yang dapat berperan
sebagai inang antara dari cacing pita (Raillietina sp. dan Choanotaenia
infundibulum) pada ayam petelur (Retnani 2010). Lalat M. domestica yang tidak
terkendali dapat membawa dampak negatif terhadap produksi ayam, sanitasi
kandang, penularan penyakit unggas dan menurunnya nilai estetika (Koesharto et
al. 1993). Aktivitas defekasi dan regurgitasi lalat M. domestica dapat
menimbulkan bercak-bercak pada fasilitas peternakan dan pada telur ayam.
Bercak-bercak tersebut dapat merusak fasilitas peternakan, sementara pada telur
ayam dapat menurunkan kualitas telur. Keberadaan lalat M. domestica juga dapat
mengganggu kesehatan dan kenyamanan pekerja di peternakan ayam petelur
(Axtell 1999). Selain itu, menurut Axtell dan Arends (1990) keberadaan lalat M.
domestica yang berlebihan di peternakan ayam dapat mengganggu permukiman
sekitar peternakan. Data akumulasi kerugian ekonomi akibat M. domestica pada
peternakan ayam petelur masih belum tersedia, sementara kerugian ekonomi
akibat lalat pengganggu di peternakan sapi di Amerika Serikat menurut Taylor et
al. (2012) dapat mencapai 2 211 juta dolar per tahun.

Insektisida pada Peternakan Ayam Petelur
Insektisida secara harafiah diartikan sebagai bahan kimia yang digunakan
untuk membunuh atau mengendalikan serangga. Pengertian tersebut semakin
meluas sehingga banyak insektisida yang bekerja dengan cara “tidak membunuh”,
namun dengan cara lain seperti menarik, mengusir, menghalau, atau mengatur
pertumbuhan serangga. Bahan atau campuran bahan insektisida bukan hanya
berupa bahan kimiawi, dapat juga berupa bahan non-kimiawi.
Saat ini metode pengendalian serangga vektor yang berhubungan dengan
kesehatan masyarakat masih menggunakan insektisida. Demikian halnya dengan
program pengendalian serangga pengganggu di berbagai peternakan (Kaufman et
al. 2001, Ahmed S et al. 2004, Hadi dan Koesharto 2006). Insektisida pada
peternakan ayam petelur biasanya digunakan untuk mengendalikan ektoparasit
seperti kutu, tungau, dan lalat. Penggunaan insektisida di peternakan ayam petelur
contohnya untuk pengendalian infestasi kutu pada ayam petelur (Menopon
gallinae) menggunakan insektisida sipermetrin (piretroid) di peternakan ayam

5
petelur di Ciseeng, Kabupaten Bogor (Setiawan 2013), infestasi tungau ayam
petelur atau disebut sebagai northern fowl mite (Ornithonyssus sylviarum)
menggunakan carbaryl (karbamat), permethrin (piretroid), malation dan diklorvos
(organofosfat) pada peternakan ayam petelur di California Selatan (Mullens et al.
2004), pengendalian populasi lalat menggunakan dimethoate dan tetraklorvinfos
(organofosfat), metomyl (karbamat), fipronil (phenylpyrazole), sinosad,
cyromazine (insect growth regulator), permetrin, cyflurin, dan piretrin (piretroid)
pada peternakan ayam petelur di New York (Scott et al. 2000). Di Indonesia
penggunaan insektisida untuk pengendalian lalat pada peternakan ayam petelur
antara lain menggunakan malation (organofosfat) dan sipermetrin (piretroid)
(Kusariana 2013).
Penggunaan insektisida yang terus-menerus dapat menimbulkan resistensi
pada serangga. Kasus resistensi lalat M. domestica terhadap insektisida satu
diantaranya terhadap piretroid (permetrin dan siflutrin) dilaporkan terjadi di
peternakan ayam di New York (Scott et al. 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan
evaluasi terhadap penggunaan insektisida di lapang, untuk memungkinkan
melakukan pergantian insektisida yang sudah sering digunakan dalam waktu yang
lama sehingga tidak tercipta populasi lalat M. domestica yang resisten terhadap
suatu insektisida tersebut. Saat ini pengendalian lalat di peternakan ayam petelur
menggunakan insektisida dari golongan neonikotinoid. Neonikotinoid termasuk
insektisida baru sehingga efektivitas ataupun resistensinya terhadap lalat M.
domestica di peternakan ayam petelur belum banyak dilaporkan. Satu diantara
insektisida golongan neonikotinoid adalah tiametoksam.

Insektisida Tiametoksam
Pada awalnya neonikotinoid lebih dikenal dengan kloronikotil karena
adanya senyawa kloropiridil. Kelompok insektisida neonikotinoid bersifat
sistemik dan bekerja sebagai racun kontak. Neonikotinoid berdasarkan senyawa
kimianya dibagi menjadi 3 subkelas, yaitu nitrometilen, kloronikotil, dan
tianikotinil. Tiametoksam masuk kedalam subkelas tianikotinil yaitu generasi
kedua dalam neonikotinoid (Gambar 3) (Wirawan 2006).
Tiametoksam bekerja pada reseptor asetil kolin (acetyl choline receptor
antagonists). Reseptor asetil kolin terdiri dari dua reseptor yaitu reseptor
muskarinik dan nikotinik. Reseptor muskarinik ditemukan pada ganglia sistem
saraf perifer, dan efektor saraf otonom seperti jantung, otot polos, otak, dan
kelenjar eksokrin sementara reseptor nikotinik terdapat pada SSP, medula adrenal,
ganglion otonom, dan sambungan saraf otot (myoneural junction). Tiametoksam
bekerja pada reseptor asetil kolin nikotinik atau receptor nicotinic acetyl choline
(nAChR) dan menyerupai mimik asetil kolin. Asetil kolin pada keadaan normal
mengaktifkan implus pada saraf sinaps, namun pengaruhnya cepat berhenti. Pada
pemberian tiametoksam, implus saraf tidak dapat dihentikan (irreversible)
sehingga dapat terjadi eksitasi, konvulsi, dan paralisis, sehingga berakhir kematian
(Djojosumarto 2008, Munaf 2008, Wirawan 2006).
Tiametoksam juga bersifat non-repelan pada serangga sehingga banyak
digunakan dalam formulasi umpan serta formulasi untuk termitisida. Formulasi
insektisida tiametoksam yang umum digunakan yaitu Water dispersible Granule

6

Gambar 3 Rumus bangun tiametoksam (PAN 2011)
(WG). Insektisida dengan formulasi WG berbentuk granul (butiran kasar dengan
diameter 0.1–3 mm) yang kemudian dilarutkan dalam air. Keuntungan dari
formulasi WG yaitu tidak bersifat fitotoksik dan dapat bertahan pada udara
terbuka sehingga memberikan efek residual (Wirawan 2006). Tiametoksam
memiliki efek toksik yang rendah terhadap serangga non target (Hassani et al.
2008), namun memiliki efek toksik yang tinggi pada lalat karena memiliki daya
recovery yang rendah apabila sudah kontak dengan insektisida ini (Nurita et al.
2008). Adanya efek residual dan daya recovery lalat yang rendah menjadikan
tiametoksam dianggap sebagai insektisida yang cocok untuk aplikasi metode paint
on.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2013, di
Peternakan Ayam Petelur KM 45, berlokasi di Kampung Hambulu, Desa Tegal
RT/RW 001/001 Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Identifikasi dan
penghitungan lalat dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Metode Penelitian
Persiapan Insektisida
Insektisida yang digunakan adalah tiametoksam formulasi water dispersible
granule (WG), yang berbentuk granul (butiran kasar dengan diameter 0.1–3 mm),
dengan konsentrasi 10 WG (10% w/w). Sebanyak 200 gram tiametoksam
dilarutkan ke dalam 130 ml air, kemudian diaduk sampai merata. Larutan tersebut
dioleskan (paint on) ke papan tripleks yang berukuran 20 × 10 cm. Papan paint on
diangin-anginkan sampai kering.

7

Gambar 4 Skema penelitian efektivitas tiametoksam di peternakan ayam
petelur dengan metode paint on
Perlakuan
Penggunaan metode paint on memiliki kelebihan yaitu tidak kontak
langsung dengan ayam petelur dan berisiko rendah terhadap kesehatan ayam
petelur. Pada penelitian ini, aplikasi paint on tiametoksam dalam bentuk WG
karena minim risiko terinhalasi oleh ayam petelur (Wirawan 2006).
Setiap papan paint on yang telah dioleskan insektisida digantung dengan
menggunakan kawat pada kandang ayam dengan ketinggian 30 cm dari lantai
kandang. Perlakuan dengan insektisida tiametoksam dilakukan pada 3 jalur. Setiap
sisi jalur kandang paint on dipasang sebanyak 16 papan. Total penggunaan papan
paint on pada penelitian ini sebanyak 48 papan. Kontrol pada penelitian ini
dilakukan pada 3 jalur, namun di jalur yang berbeda dengan perlakuan (Gambar
4).
Penghitungan Lalat
Pengukuran populasi lalat dilakukan menggunakan papan dengan kertas
perekat berukuran 20 × 30 cm yang digantung dengan ketinggian 30 cm dari
lantai kandang dan berdekatan dengan papan paint on. Masing-masing sisi jalur
kandang dipasang sebanyak 16 papan perekat. Total penggunaan papan perekat
pada penelitian ini sebanyak 96 papan. Setiap minggu papan perekat diganti. Lalat
yang menempel pada papan kertas perekat setiap minggu dihitung menggunakan

8
counter, kemudian dicatat jumlahnya. Skema penelitian dapat dilihat pada
Gambar 4.
Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan Analisis Sidik Ragam
(ANOVA) dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menguji perbedaan di antara
perlakuan yang ada menggunakan program SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Peternakan Ayam
Peternakan ayam petelur terletak di Kecamatan Kemang KM 45, Kampung
Hambulu, Desa Tegal RT/RW 001/001 Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Letak
peternakan ayam petelur KM 45 cukup jauh dari permukiman. Peternakan ayam
petelur KM 45 memiliki luas 500 m3. Di area peternakan ditumbuhi beberapa
pohon rindang sehingga peternakan ayam petelur ini teduh. Bangunan tempat
penyimpanan dan pengemasan telur tidak jauh dari area kandang ayam. Kandang
ayam dibangun dengan pondasi dari kayu dan beratapkan genteng. Pada bagian
atas kandang dipasang kipas untuk menjaga sirkulasi udara di kandang ayam,
tetapi kondisi kipas sudah dalam keadaan tidak aktif. Tipe kandang yang
digunakan adalah kandang battery. Satu kandang battery berukuran 40 × 30 × 40
cm yang berisi 3 hingga 4 ekor ayam. Pada setiap jalur terdapat dua pipa. Satu
pipa untuk minuman ayam dan pipa lainnya untuk pakan. Terdapat lubang pada
bagian bawah kandang untuk penampungan manur ayam, lubang tersebut
memiliki kedalaman kira-kira 0.5 meter dengan kondisi manur yang lembab
(Gambar 5 dan 6).

Gambar 5 Papan paint on dan perekat

Gambar 6 Keadaan kandang kontrol

9
Pengukuran Efektivitas Tiametoksam
Tabel 1 Populasi lalat M. domestica pada perlakuan paint on dan kontrol selama
pengamatan
Minggu ke-

Paint on
a

Kontrol

1

104.94 ± 19.83

119.02a ± 15.71

2

89.92a ± 7.87

108.56a ± 25.89

3

93.25a ± 16.98

121.11a ± 19.79

4

145.12a ± 24.5

180.17a ± 23.02

5

93.59a ± 5.06

150.46a 40.60

6

120.61a ± 42.22

243.78b ± 22.48

7

78.44a ± 32.58

160.50b ± 38.39

8

91.22a ± 26.10

236.13b ± 48.04

9
Rata-rata

170.42a ± 66.00
109.72a ± 30.25

192.87a ± 70.89
168.07b ± 56.27

Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p0.05) terhadap kontrol.
Sementara itu, pada minggu ke-6, ke-7, dan ke-8 secara statistik berbeda nyata
(p0.05) dibandingkan terhadap minggu ke1, ke-2, dan ke-3. Reduksi yang berbeda nyata (p0.05) seperti pada awal perlakuan.
Dibandingkan terhadap kontrol, reduksi populasi lalat menunjukkan peningkatan
setiap minggunya (Tabel 2 dan Gambar 7).
Tabel 2 Rata-rata reduksi populasi lalat M. domestica di bulan April–Mei 2013
Rata-rata reduksi lalat pada minggu ke-

Rata-rata penurunan populasi
lalat

1
2
3
4
5
6
7
8
9
14.08ab 18.64ab 27.86ab 35.05abc 56.87bc 123.17cd 82.06cd 144.91d
22.46a
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(p