Efektivitas insektisida tiametoksam dengan metode spray terhadap lalat rumah (musca domestica) di peternakan ayam petelur

EFEKTIVITAS INSEKTISIDA TIAMETOKSAM DENGAN
METODE SPRAY TERHADAP LALAT RUMAH (Musca domestica)
DI PETERNAKAN AYAM PETELUR

ADAM KUSTIADI NUGRAHA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Insektisida
Tiametoksam dengan Metode Spray terhadap Lalat Rumah (Musca domestica) di
Peternakan Ayam Petelur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Adam Kustiadi Nugraha
NIM B04100154

ABSTRAK
ADAM KUSTIADI NUGRAHA. Efektivitas Insektisida Tiametoksam dengan
Metode Spray terhadap Lalat Rumah (Musca domestica) di Peternakan Ayam
Petelur. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan SUPRIYONO.
Lalat rumah atau Musca domestica adalah sebagian dari serangga yang
paling dikenal dan diketahui tersebar luas di berbagai tempat. Lalat ini umumnya
ditemukan pada peternakan ayam petelur. Keberadaan lalat pada peternakan ayam
petelur dapat menimbulkan gangguan sanitasi kandang, menularkan penyakit,
menurunkan produksi telur, dan mengganggu pekerja. Tiametoksam merupakan
insektisida dari golongan neonikotinoid yang diketahui dapat dipakai dalam
pengendalian lalat, namun belum banyak digunakan di Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas tiametoksam sebagai insektisida residual
terhadap Musca domestica dengan metode spray di peternakan ayam petelur.
Penelitian dilakukan di peternakan ayam petelur KM 45, Kemang, Bogor, dengan
membandingkan populasi lalat yang diberi perlakuan tiametoksam terhadap

kontrol. Pengukuran populasi dilakukan dengan menggunakan kertas berperekat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara populasi
lalat yang diberi perlakuan tiametoksam dibandingkan terhadap kontrol, baik
dilihat dari jumlah lalat maupun efek residual.
Kata kunci: tiametoksam, Musca domestica, efektifitas, efek residual

ABSTRACT
ADAM KUSTIADI NUGRAHA. Effectiveness of Thiamethoxam For Control of
The Housefly (Musca domestica) Using Spray Method in Caged-Layer Poultry
House. Supervised by SUSI SOVIANA and SUPRIYONO.
The house fly, Musca domestica is one of the best known and most widely
distributed insects in human settlements. They are commonly found in poultry
farm. The presence of these flies, particularly in large number on layer poultry
farm can lead to nuisance of cage sanitation, transmission of disease, reduction in
egg production, and workers interference. Thiamethoxam is a neonicotinoid
insecticide that effective in the control of flies, but has not been widely used in
Indonesia. The aim of this study was to determine the effectiveness of
thiamethoxam as residual insecticide against Musca domestica with the spray
method in poultry farm. The study was conducted at the KM 45 poultry farm,
Kemang, Bogor, by comparing the population of flies in cages which treated with

Thiamethoxam insecticide to another cage as controls. Population measurements
performed using sticky fly paper. The results showed that there was no significant
difference between fly population on control compared to spray on treatment, in
terms of the number of flies and also residual effects.
Keywords: thiamethoxam, Musca domestica, effectiveness, residual effect

EFEKTIVITAS INSEKTISIDA TIAMETOKSAM DENGAN
METODE SPRAY TERHADAP LALAT RUMAH (Musca domestica)
DI PETERNAKAN AYAM PETELUR

ADAM KUSTIADI NUGRAHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Mei 2013 ini
ialah pengujian insektisida, dengan judul Efektivitas Insektisida dengan Metode
Spray Tiamatoksam terhadap Lalat Rumah (Musca domestica) di Peternakan
Ayam Petelur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Drh. Susi Soviana, MSi dan Drh.
Supriyono, MSi selaku pembimbing, seluruh staff dan karyawan Laboratorium
Entomologi FKH IPB, kakak-kakak mahasiswa S2 program Parasitologi dan
Entomologi Kesehatan serta teman-teman satu penelitian di Laboratorium
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah (Irmansyah), ibu (Kustini), kakak (Amalina Syaharani), adik (Arief
Syahbudi Nugraha), Irene Soteriani, Shady Jasmin, Iwan Saepudin, Shuffur
Husna, Agitsnisalimah, keluarga Sirkus, serta seluruh sahabat, dan teman-teman
Acromion 47 atas segala doa dan dukungannya. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu selama

pengumpulan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014
Adam Kustiadi Nugraha

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Lalat Rumah (Musca domestica)

2

Tiametoksam


4

METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Metode Penelitian

5

Prosedur Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN


7

Kondisi Peternakan Ayam

7

Pengukuran Efektivitas Tiametoksam

7

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran


11

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1 Tabel 1 Rata-rata populasi lalat M. domestica pada kandang perlakuan
spray dan kontrol pada bulan Maret - Mei 2013
2 Tabel 2 Rata-rata reduksi populasi lalat M. domestica di bulan Maret Mei 2013
3 Tabel 3 Rata-rata populasi lalat M. domestica (lalat / kertas perekat)
setiap perlakuan spray selama pengamatan

8
9
10


DAFTAR GAMBAR
1 Gambar 1 (A) Lalat rumah (M. domestica) (B) Siklus hidup lalat rumah
(M. domestica) (Merrit et al. 2003)
2 Gambar 2 Struktur kimia tiametoksam (Liqing et al. 2006)
3 Gambar 3 Skema penelitian uji efektivitas tiametoksam di peternakan
ayam petelur dengan metode spray
4 Gambar 4 (A) Papan perekat yang dipasang di bawah kandang (B) Jalur
yang diberi perlakuan spray
5 Gambar 5 Rata-rata penurunan populasi lalat M. domestica dengan
spray

3
5
6
8
9

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Telur ayam merupakan jenis makanan bergizi yang sangat populer di
kalangan masyarakat dan bermanfaat sebagai sumber protein hewani, namun
kapasitas produksi peternakan ayam ras petelur di Indonesia masih belum optimal
(Anonim 2013). Hal tersebut disebabkan oleh adanya beberapa permasalahan
yang sering dihadapi oleh para peternak, satu diantaranya adalah keberadaan
serangga pengganggu atau ektoparasit.
Ektoparasit yang biasa menginfestasi peternakan ayam adalah kutu, tungau,
pinjal, dan lalat. Menurut Hadi dan Soviana (2010) infestasi ektoparasit dapat
menimbulkan gejala klinis seperti iritasi pada kulit, kegatalan, peradangan,
kudisan, miasis, serta berbagai bentuk reaksi alergi. Hal ini dapat menyebabkan
rasa yang tidak nyaman dan kegelisahan pada ayam yang dapat mengganggu
aktivitas ayam sehingga berpengaruh terhadap penurunan produksi telur ayam.
Lalat yang umum berada di peternakan ayam yaitu Musca domestica atau
disebut juga dengan lalat rumah (Koesharto et al. 1986). Keberadaan lalat M.
domestica di peternakan ayam petelur dapat mengganggu ketenangan dan
kenyamanan ayam sehingga menyebabkan penurunan produksi telur dan bobot
badan ayam. Menurut Hadi (2010) lalat M. domestica merupakan vektor mekanis
yang dapat menularkan penyakit. Lalat dapat menularkan berbagai bakteri
penyebab penyakit pada pencernaan ayam (Escherichia coli, Pasteurella
multocida, Clostridium sp., Salmonella sp.) dan virus cacar ayam (fowl pox).
Selain sebagai vektor bakteri dan virus, lalat rumah juga berperan sebagai inang
antara cacing Raillietina sp. (Retnani 2008). Potensi lalat sebagai vektor mekanik
berbagai penyakit kecacingan pernah diteliti oleh Sulaiman et al. (1988) di
wilayah kumuh Selayang Bahagia, Malaysia, ditemukan telur cacing Ascaris
lumbricoides dan Trichuris trichiura.
Lalat juga dapat mengganggu permukiman di sekitar peternakan ayam
karena ledakan populasi lalat yang berasal dari peternakan (Scanes et al. 2004).
Populasi lalat yang berlebihan juga dapat mengganggu pekerja di peternakan
ayam petelur (Axtell 1970a). Peningkatan jumlah lalat pada suatu peternakan
dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain manajemen kandang, kondisi
pakan, dan kondisi fisik kandang ayam. (Koesharto et al. 2000)
Pengendalian menggunakan insektisida menjadi alternatif pilihan yang
baik untuk mengendalikan lalat. Insektisida yang biasa dipakai untuk
mengendalikan lalat adalah dari golongan organoklorin, organofosfat, karbamat,
dan neonikotinoid. Tiametoksam merupakan jenis insektisida baru yang berasal
dari golongan neonikotinoid yang juga diketahui dapat digunakan dalam
pengendalian lalat di peternakan ayam. Menurut Maienfisch et al (2010)
tiametoksam tidak mengiritasi kulit dan mata, tidak memicu terjadinya mutasi
genetik, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga target.
Penggunaan insektisida golongan neonikotinoid juga diharapkan dapat mencegah
resistensi silang terhadap insektisida, baik dari golongan organofosfat, piretroid,
maupun karbamat.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan
tiametoksam sebagai insektisida residual terhadap M. domestica dengan metode
spray di peternakan ayam petelur.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas
dari insektisida tiametoksam menggunakan metode spray untuk mengendalikan
populasi M. domestica di peternakan ayam petelur.

TINJAUAN PUSTAKA

Lalat Rumah (Musca domestica)
M. domestica atau lalat rumah atau sering disebut housefly merupakan
serangga yang banyak terdapat di seluruh dunia. Sebagian besar dari berbagai
jenis lalat yang dijumpai di sekitar rumah dan kandang adalah lalat jenis ini. M.
domestica dianggap sebagai serangga pengganggu karena merupakan vektor
mekanis beberapa penyakit dan penyebab miasis pada manusia dan hewan.
Keberadaan lalat ini juga mengganggu kebersihan kandang dan ketenangan hewan.
Lalat M. domestica merupakan jenis lalat yang penting ditinjau dari sudut
kesehatan manusia karena dianggap menjadi vektor mekanis berbagai penyakit,
memiliki jumlah yang banyak, dan memiliki hubungan yang erat dengan
lingkungan hidup manusia (Santi 2001).
Klasifikasi M. domestica menurut West (1951) sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Diptera
Subordo
: Cylorrhapha
Famili
: Muscidae
Subfamili
: Muscinae
Genus
: Musca
Spesies
: Musca domestica
Lalat M. domestica memiliki toraks berwarna abu-abu dan pada sisi dorsal
terdapat empat garis memanjang (longitudinal) berwarna gelap yang panjangnya
sampai perbatasan skutum (Axtell 1986). Menurut Soulsby (1986) toraks M.
domestica berwarna kuning kehijauan sampai hijau gelap. Abdomen lalat ini
berwarna kuning terang dan pada bagian tengahnya terdapat garis berwarna hitam
yang panjang hingga segmen ke-4 abdomen (Gambar 1A).

3

A

B

Gambar 1 (A) Lalat rumah (M. domestica) (B) Siklus hidup lalat rumah (M.
domestica) (Merrit et al. 2003)
Siklus hidup M. domestica membutuhkan waktu sekitar 6-10 hari. Telur
lalat tersimpan di bagian atas tumpukan manur yang memiliki bau menyengat dan
tingkat kelembaban tinggi. Telur menetas kurang dari 24 jam menjadi larva instar
I yang selanjutnya setelah 1-4 hari akan melepaskan kulit dan keluar menjadi
instar II, kemudian setelah 1-2 hari berubah menjadi instar III. Larva lalat
memiliki warna keputihan dan berbentuk silinder memanjang (Gambar 1B). Larva
instar akhir akan menuju tempat kering dan berkembang menjadi pupa. Pupa
memiliki bentuk oval, berwarna coklat gelap, dan tidak bergerak (Gambar 1B).
Biasanya stadium ini berlangsung 3-9 hari, setelah stadium ini selesai maka
melalui celah lingkaran bagian anterior dari puparium akan keluar lalat dewasa
(Axtell 1999).
Patogen ditularkan M. domestica kepada manusia saat lalat hinggap pada
makanan dan melakukan regurgitasi (vomit drops) (Hadi dan Koesharto 2006).
Regurgitasi dilakukan secara alami sebelum dan selama menelan makanan.
Eskreta hasil regurgitasi dan defekasi inilah yang mengandung agen penyakit.
Menurut Axtell dan Arends (1990), hasil dari regurgitasi dan defekasi dari lalat
juga dapat menyebabkan bercak pada bangunan kandang, peralatan, lampu
(mengurangi tingkat pencahayaan), dan telur (berpotensi menyebarkan patogen
pada telur yang baru dikeluarkan). Lalat juga berperan sebagai reservoir untuk
berbagai organisme patogen yang dapat menyerang manusia serta unggas.
Szalanski et al. (2004) melaporkan bahwa di Amerika, M. domestica mampu
menyebarkan Campylobacter spp., yang diketahui sebagai penyebab utama
enteritis. Diperkirakan penyebarannya dapat menyebabkan 2.450.000 orang
terserang penyakit tersebut serta mengakibatkan kematian 124 orang tiap
tahunnya. Sumber utama infeksi Campylobacter spp., adalah konsumsi makanan
yang terkontaminasi terutama di daerah peternakan unggas.
Menurut Hastutiek dan Fitri (2007) beberapa agen infeksi penyebab
emerging, re-emerging, dan new emerging diseases dapat ditularkan oleh M.
domestica. Agen penyakit yang termasuk dalam kelompok emerging diseases
antara lain Helicobacter pylori dan Cryptosporidium parvum, kemudian
kelompok re-emerging diseases seperti Giardia lamblia dan Yersinia
pseudotubercolosis. Agen infeksi dari kelompok new emerging disease salah
satunya adalah virus H5N1 yang menyebabkan flu burung. Beberapa agen
penyakit yang termasuk kelompok emerging, re-emerging dan new emerging
diseases dapat ditularkan oleh M. domestica secara mekanis dan biologis.

4
Perpindahan agen penyakit secara mekanis oleh lalat perlu diperhatikan karena
lalat memiliki perilaku defekasi dan regurgitasi.
Larva dan lalat dewasa juga dapat menjadi inang perantara bagi infeksi
cacing pita (Raillietina tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Satu individu lalat
M. domestica diketahui dapat membawa lebih dari satu jenis sistiserkoid cacing
pita (genus Raillietina sp. dan Choanotaenia infundibulum). Larva lalat dan lalat
dewasa seringkali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terserang kecacingan.
Selain itu, lalat juga berperan sebagai vektor mekanik, baik cacing gilik
(Ascaridia galli) maupun bakteri. Lalat yang hinggap pada feses atau litter yang
telah tercemar bakteri penyebab kolera akan berpotensi menyebarkan kolera pada
ayam lainnya (Retnani 2008).

Tiametoksam
Tiametoksam pertama kali disintesis pada tahun 1991. Menurut Maienfisch
et al. (2001) tiametoksam adalah insektisida neonikotinoid yang berasal dari
subkelas tianikotinil yaitu generasi kedua dalam kelompok neonikotinoid.
Neonikotinoid berdasarkan senyawa kimianya dibagi menjadi 3 subkelas, yaitu
nitrometilen, kloronikotil, dan tianikotinil. Kelompok neonikotinoid diidentifikasi
sebagai senyawa terbaik karena bersifat non-repelan pada serangga sehingga dapat
digunakan untuk formulasi umpan (bait) serta formulasi termitisida. Senyawa ini
dapat disintesis dalam beberapa langkah dengan hasil yang tinggi dari bahan
mentah yang mudah didapat.
Tiametoksam dengan struktur kimia sebagaimana terlihat pada Gambar 2
bekerja pada sistem saraf pusat serangga yang menyebabkan penghadangan yang
tetap (irreversible) pada nicotinic acetylcholine receptor (Wirawan 2006).
Asetilkolin pada keadaan normal mengaktifkan impuls pada saraf sinaps, namun
pengaruhnya cepat berhenti. Pemberian tiametoksam membuat asetilkolin terus
menempel pada nicotinic acetylcholine receptor sehingga impuls saraf terus
masuk dan tidak dapat dihentikan. Hal ini dapat menyebabkan terjadi inkoordinasi,
hiperaktivasi, dan tremor yang berakhir pada kematian (Djojosumarto 2008).
Hal tersebut menunjukkan bahwa tiametoksam memiliki karakteristik
sistemik yang sangat baik dan dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai
hama penting seperti kutu, lalat, wereng, dan kumbang, serta beberapa spesies
Lepidoptera. Tiametoksam juga banyak dikembangkan sebagai pestisida yang
diaplikasikan pada daun maupun tanah, serta pada benih tanaman yang biasa
digunakan dalam lahan pertanian. Tiametoksam cocok dipakai dalam program
pengelolaan hama terpadu modern pada banyak sistem lahan karena memiliki
metode aplikasi yang fleksibel, efektivitas yang sangat baik, aktivitas residu yang
tahan lama, dan profil keamanan yang baik (Maienfisch et al. 2001).
Hasil penelitian JMPR (2010) menunjukkan bahwa tiametoksam memiliki
toksisitas yang rendah terhadap mamalia. Pemberian per oral kepada tikus,
tiametoksam secara cepat diserap oleh tubuh kemudian lebih dari 90% bahan
dasar dari tiametoksam tereliminasi lewat urin. Nilai LD50 tiametoksam per oral
adalah 1563 mg/kg berat badan, sedangkan secara dermal lebih besar dari 2000
mg/kg BB. Nilai LC50 tiametoksam pada aplikasi inhalasi selama 4 jam adalah
lebih besar dari 3.7 mg/L.

5

Gambar 2 Struktur kimia tiametoksam
(Liqing et al. 2006)
Nilai tersebut menempatkan tiametoksam pada WHO Hazard Class III
yaitu “sedikit berbahaya”, yakni sebuah insektisida dengan klasifikasi tersebut
harus memiliki nilai LD50 per oral dan dermal diatas 1500 mg/kg berat badan.
Klasifikasi dari WHO Hazard Class adalah mulai dari Class I yaitu “Sangat
berbahaya”, kemudian Class II yaitu “Berbahaya”, Class III yaitu “Sedikit
berbahaya”, dan Class U yaitu “Tidak berbahaya”.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2013, di
Peternakan Ayam Petelur Kecamatan Kemang KM 45, Kampung Hambulu, Desa
Tegal RT/RW 001/001, Kabupaten Bogor. Identifikasi dan penghitungan lalat
dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.

Metode Penelitian
Persiapan Insektisida
Metode yang digunakan adalah metode spray. Bahan Agita® (10 WG)
sebanyak 400g dilarutkan ke dalam 3.2lt air, kemudian diaduk sampai rata dan
dimasukkan ke dalam tabung sprayer. Larutan dengan konsentrasi tersebut dapat
digunakan untuk menyemprot lantai seluas 80 m2. Perlu dilakukan pengujian
terlebih dahulu pada alat sprayer yang akan dipakai sesuai dengan luas tempat
yang akan disemprot. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kekurangan atau
kelebihan larutan ketika dilakukan penyemprotan.

6

Gambar 3 Skema penelitian uji efektivitas tiametoksam di peternakan ayam
petelur dengan metode spray
Keterangan :
A : Jalur Perlakuan (ulangan-1)
B : Jalur Perlakuan (ulangan-2)
C : Jalur Perlakuan (ulangan-3)
K : Jalur Kontrol (tanpa perlakuan)
: Perekat
: Kandang berisi ayam
Aplikasi Insektisida
Sebelum dilakukan penyemprotan dilakukan pembersihan tempat yang
akan disemprot dengan menyapu jalur kandang. Hal ini dilakukan agar bahan
insektisida yang disemprot dapat menempel dengan baik di lantai. Aplikasi
insektisida dilakukan pada lantai dari 3 jalur kandang (Gambar 3). Sedangkan 3
jalur lainnya sebagai kontrol yang tidak diaplikasikan insektisida.
Penghitungan Lalat
Penghitungan populasi lalat menggunakan kertas berperekat berukuran 20
x 30 cm yang ditempelkan (menggunakan paku kecil) pada papan tripleks
berukuran 30 x 30 cm sehingga permukaan papan mengandung kertas berperekat.
Papan berperekat digantungkan dengan jarak 30 cm dari lantai kandang. Masingmasing jalur kandang dipasang sebanyak 16 papan berperekat. Jalur kontrol juga
dilakukan hal yang sama sehingga total penggunaan papan berperekat pada
penelitian ini sebanyak 96 buah. Setiap minggu kertas perekat dilepaskan dari
papan tripleks dan diganti dengan kertas perekat baru.

7
Selanjutnya, lalat yang menempel pada kertas perekat tersebut dihitung
menggunakan counter, dan dicatat jumlahnya. Penghitungan populasi lalat
dilakukan selama 9 minggu. Gambar 3 menunjukkan skema penelitian di lapang.
Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan Analisis Sidik Ragam
(ANOVA) dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menguji perbedaan di antara
perlakuan yang ada menggunakan program SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Peternakan Ayam
Peternakan ayam petelur terletak di Kecamatan Kemang KM 45, Bogor.
Suhu rata-rata Kabupaten Bogor adalah 26 oC dengan suhu terendah 21.8 oC dan
suhu tertinggi 30.4 oC. Kelembaban udara berkisar 70% dengan curah hujan ratarata setiap tahun sekitar 3.500 sampai 4.000 mm (Pemkab Bogor 2012).
Peternakan ini memiliki dua bangunan kandang dengan ukuran kandang
maing-masing 25 x 15 m. Sistem kandang ayam yang digunakan adalah sistem
sangkar (cage) berupa kandang dari kawat (baterai). Kandang baterai disusun dua
tingkat memanjang. Satu kandang baterai berukuran 30 x 30 x 45 cm yang berisi 3
hingga 4 ekor ayam. Bibit ayam petelur dibesarkan hingga umur 13 minggu
kemudian dimasukkan ke dalam kandang baterai dan pada umur ke-19 minggu,
ayam mulai bertelur. Saat ini peternakan memiliki sekitar 110.000 ekor ayam
produktif. Bangunan kandang pertama terdiri atas 12 jalur kandang bertingkat dan
bangunan kandang kedua terdiri atas 8 jalur. Dua jalur saling berhadapan dan
membentuk satu lorong di tengah bangunan. Kandang ayam terbuat dari kawat
yang kuat dan tebal dengan satu buah pintu kecil. Pada masing-masing jalur
kandang, terdapat dua pipa yang terletak sejajar. Satu pipa untuk minuman ayam
dan pipa lainnya untuk pakan (Gambar 4A). Pada bagian bawah kandang terdapat
tempat pengumpulan telur yang terbuat dari kawat.

Pengukuran Efektivitas Tiametoksam
Pengukuran populasi lalat menggunakan 96 papan perekat, yaitu sebanyak
48 papan dipasang pada ketiga jalur perlakuan spray dan 48 papan lainnya
dipasang pada ketiga jalur kontrol. Papan perekat digantungkan diantara kandang
ayam dan lantai menggunakan kawat (Gambar 4A). Pemasangan papan perekat
dilakukan setelah penyemprotan pada jalur perlakuan (Gambar 4B). Populasi lalat
yang dihitung pada pengamatan ini merupakan lalat yang menempel pada papan
perekat di jalur perlakuan spray dan kontrol. Pengamatan dilakukan selama 9
minggu untuk melihat efek residual tiametoksam. Hasil pengamatan disajikan
dalam Tabel 1.

8

B

A

Gambar 4 (A) Papan perekat yang dipasang di bawah kandang (B) Jalur yang
diberi perlakuan spray
Rata-rata populasi lalat pada kelompok perlakuan pada minggu ke-1 sampai
ke-9 secara statistik tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap kontrol (Tabel 1).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa tiametoksam tidak memberikan pengaruh
penurunan populasi lalat yang signifikan pada minggu ke-1 sampai dengan
minggu ke-9 apabila dibandingkan terhadap populasi kontrol. Hal ini diperkirakan
akibataplikasi metode spray yang tidak efektif pada peternakan ayam petelur. Hal
ini terutama dapat disebabkan karena jalur yang sudah disemprot tertutupi oleh
debu dan daun, atau oleh aktivitas peternak yang sangat tinggi pada jalur tersebut
seperti mengambil telur, memberi pakan, dan membersihkan jalan tersebut,
sehingga jalur yang sebelumnya sudah disemprot insektisida menjadi tertutupi
pijakan /tanah dan sebagainya.
Berdasarkan hasil di atas dapat diartikan bahwa insektisida tiametoksam
belum memberikan hasil yang efektif selama 2 bulan setelah aplikasi. Hal ini
sesuai dengan penelitian (Axtell 1970b) bahwa hasil yang efektif belum
didapatkan pada 2 bulan pertama aplikasi insektisida secara spray. Hasil yang
efektif baru akan didapatkan pada bulan ke-3, selain itu diperlukan pengulangan
penyemprotan insektisida dengan interval 2–5 minggu.
Tabel 1 Rata-rata populasi lalat M. domestica pada kandang perlakuan spray dan
kontrol pada bulan Maret - Mei 2013
Minggu ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
Rata-rata

Spray
140.44a ± 3.19
129.33a ± 9.53
152.88a ± 7.05
193.40a ± 25.31
128.71a ± 9.26
184.73a ± 31.60
143.93a ± 39.21
147.42a ± 93.05
183.40a ± 66.89
156.03a ± 41.25

Kontrol
119.02a ± 15.71
108.56a ± 25.89
121.11a ± 19.79
183.39a ± 23.02
150.47a ± 40.60
243.78a ± 22.48
160.50a ± 38.39
236.13a ± 48.04
192.88a ± 70.89
167.49a ± 56.27

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p0.05). Namun secara
keseluruhan, terdapat penurunan populasi lalat pada minggu ke-5 sampai minggu
ke-9, yang ditunjukkan dari grafik yang terus meningkat. Sebaliknya, penurunan
populasi ini tidak terlihat pada 4 minggu awal perlakuan. Pada minggu ke-1
sampai minggu ke-4 terlihat bahwa insektisida tiametoksam tidak dapat bekerja
dengan baik, yang ditunjukkan dengan hasil rata-rata penurunan populasi lalat
yang negatif.
Hasil negatif yang diperoleh pada minggu ke-1 sampai minggu ke-4
kemungkinan disebabkan karena adanya pembersihan manur pada kandang ayam.
Manur ayam yang telah bercampur dengan makanan ayam beserta kotoran
kandang merupakan habitat yang baik bagi perkembangan hidup lalat dan sumber
nutrisi yang baik bagi lalat. Sehingga pembersihan manur akan mengakibatkan
populasi lalat mengalami penurunan. (Putra et al. 2013).
Tabel 2 Rata-rata reduksi populasi lalat M. domestica di bulan Maret - Mei 2013
minggu ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
a
a
a
ab
ab
ab
ab
b
-21.42
-20.78
-31.76
-10.01
21.76
59.05
16.57
88.71
9.48ab
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(p