Analisis Reflektansi Spektral Lamun Dari Hasil Pengukuran In Situ Menggunakan Spektrometer Dan Citra Satelit Worldview 2 Di Pulau Tunda Serang, Banten

ANALISIS REFLEKTANSI SPEKTRAL LAMUN DARI HASIL
PENGUKURAN IN SITU MENGGUNAKAN SPEKTROMETER
DAN CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 DI PULAU TUNDA
SERANG, BANTEN

NUNUNG NOER AZIIZAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Reflektansi
Spektral Lamun dari Hasil Pengukuran In situ Menggunakan Spektrometer dan
Citra Satelit Worldview-2 di Pulau Tunda Serang, Banten adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Nunung Noer Aziizah
NIM C552130051

RINGKASAN
NUNUNG NOER AZIIZAH. Analisis Reflektansi Spektral Lamun dari Hasil
Pengukuran In situ Menggunakan Spektrometer dan Citra Satelit Worldview-2 di
Pulau Tunda Serang, Banten. Dibimbing oleh Vincentius Paulus Siregar dan
Syamsul Bahri Agus.
Pemanfaatan teknologi satelit penginderaan jauh (remote sensing) sangat
berkembang untuk identifikasi dan memantau sumberdaya alam wilayah pesisir,
seperti lamun. Terdapat kesulitan dan permasalahan khusus dalam pemanfaatan
teknologi penginderaan jauh untuk klasifikasi habitat perairan laut, yaitu pengaruh
permukaan dan kolom perairan terhadap reflektansi dasar. Penelitian ini bertujuan
untuk: (1) Menganalisis panjang gelombang penciri dalam spektrum

elektromagnetik yang dapat digunakan untuk membedakan jenis lamun yang
berbeda; (2) menganalisis panjang gelombang penciri untuk membedakan jenis
lamun yang berbeda; (3) memisahkan kelas bentik habitat dengan algoritma
Support Vector Machine (SVM), dan mengelompokkan lamun berdasarkan pustaka
spektral untuk menghasilkan kelas lamun hingga tingkat spesies menggunakan
algoritma Spectral Angle Mapper (SAM).
Penelitian dilaksanakan di ekosistem lamun Pulau Tunda, Banten pada bulan
Agustus 2014 dan dilanjutkan bulan Maret 2015. Akuisisi citra WorldView-2 pada
tanggal 25 Agustus 2013. Reflektansi spektral lamun diukur menggunakan
spektrometer USB4000. Citra satelit di koreksi atmosferik dan dilakukan
transformasi menggunakan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI),
Normalized Difference Water Index (NDWI), dan Depth Invariant Index (DII).
Algoritma klasifikasi berbasis piksel yang digunakan adalah SVM untuk kelas
lamun dan non-lamun, SAM dengan penerapan pustaka spektral untuk
menghasilkan kelas lamun hingga tingkat spesies.
Terdapat lima jenis lamun di Pulau Tunda yakni Enhalus acoroides,
Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichi, dan Halophila
ovalis. Hasil pengukuran reflektansi lamun menggunakan spektrometer
menunjukkan dua puncak di panjang gelombang 500-650 nm (saluran hijau) dan
700-750 nm (merah tepi) dengan nilai tertinggi 22% di puncak pertama dan 14% di

puncak kedua, dan berbeda secara signifikan antar jenis lamun. Panjang gelombang
penciri yang dapat dikembangkan untuk identifikasi spesies lamun yaitu hijau,
kuning, merah tepi, dan NIR-2. Akurasi pemetaan lamun berbeda untuk setiap
proses klasifikasi, dimana kombinasi NDVI dengan SVM menunjukkan akurasi
terendah (35.09%) sedangkan DII dengan SVM menghasilkan akurasi tertinggi
(76.4%). Penggunaan algoritma klasifikasi SAM dengan pustaka spektral dari citra
8 dan 4 saluran menghasilkan akurasi 35.6% dan 41.86%. Hasil analisis Kappa yang
membandingkan matriks kesalahan tidak terdapat perbedaan signifikan. Pemetaan
spesies lamun menggunakan Worldview-2 masih membutuhkan studi dan
pengembangan lebih lanjut karena beberapa kombinasi algoritma yang
dikembangkan dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikasn dan akurasi
yang rendah.
Kata kunci: lamun, reflektansi spektral, klasifikasi citra, Pulau Tunda,
WorldView-2

SUMMARY
NUNUNG NOER AZIIZAH. Analyzing Spectral Reflectance of Seagrasses in situ
measurement and WorldView-2 Satellite Imagery in Tunda Island of Serang,
Banten. Supervised by Vincentius Paulus Siregar and Syamsul Bahri Agus.
Remote sensing technology has been developed for monitoring and

identification of coastal environment and resources, such as seagrasses. Several
issues related with marine habitat classification and mapping using this technology
is related to influences from surface and water columns to bottom reflectances. The
aims of this research were (1) determine field spectrometer; (2) to analyze signature
wavelength for seagrass identification, and; (3) separate class of non seagrass
seagrass and Support Vector Machine (SVM) method, and classifying seagrass
based spectral libraries to produce a class of seagrass to species level using Spectral
Angle Mapper (SAM) algorithm.
This research was conducted in Tunda Island, Banten from August 2014 to
March 2015. Recording date for WorldView-2 imagery was on August 25th 2013.
In situ spectral reflectance for seagrass was measured using USB 4000
spectrometer. Prior to spectral analysis, WorldView-2 data were corected for
atmospheric transmission and transformed using Normalized Difference Vegetation
Index (NDVI), Normalized Difference Water Index (NDWI), and Depth Invariant
Index (DII). Finally, marine habitats in Tunda Island were classified and mapped,
utilizing SVM algorithm for differing seagrass from other marine benthics and a
combination of SAM with spectral library for delineating of different seagrass
species.
Five seagrass species (i.e; Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichi, and Halophila ovalis) were found in

Tunda Island. Seagrass reflectance were showing two peaks in the wavelength of
500-650 nm (green) and 700-750 nm (red edge). The highest value were 22% for
the first peak and 14% for the second peak, and were significantly different for
several species. Signature wavelength which can be developed for seagrass species
identification were green, yellow, red edge, and NIR-2. Seagrass mapping accuracy
was different for each classification process, in which combination of NDVI with
SVM showed the lowest (35.09%) while DII with SVM was the highest (76.4%).
Accuracy values result were showed 35.09% from NDVI with SVM classification,
55.29% from NDWI accuracy and 76.4% from DII accuracy. Utilization of SAM
algorithm classification with spectral library in each species based on satellite
imagery with 8 and 4 band was obtained 35.6% and 41.86%. Kappa analysis result
which compaired errors matrix variable with paired test were not significantly
different of each classification. Seagrass species mapping using WorldView-2 still
needs further study and development because several combination of algorithms
developed in this study were showing in significant result and low accuracy.
Keywords: seagrass, spectral reflectance, image classification, Tunda Island,
WorldView-2

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS REFLEKTANSI SPEKTRAL LAMUN DARI HASIL
PENGUKURAN IN SITU MENGGUNAKAN SPEKTROMETER
DAN CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 DI PULAU TUNDA
SERANG, BANTEN

NUNUNG NOER AZIIZAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Teknologi Kelautan (TEK)

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Jonson Lumban Gaol, M Si

Judul Tesis

Nama
NIM

: Analisis Reflektansi Spektral Lamun dari Hasil Pengukuran in
situ Menggunakan Spektrometer dan Citra Satelit Worldview-2
di Pulau Tunda Serang, Banten
: Nunung Noer Aziizah

: C552130051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Vincentius P Siregar, DEA
Ketua

Dr Syamsul Bahri Agus, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi


Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 11 Maret 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah
klasifikasi lamun menggunakan pustaka spektral, dengan judul Analisis Reflektansi
Spektral Lamun dari Hasil Pengukuran In situ Menggunakan Spektrometer dan
Citra Satelit Worldview-2 di Pulau Tunda Serang, Banten.
Penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik karena adanya bantuan dan
dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, terima kasih penulis sampaikan
kepada Dr Ir Vincentius P Siregar, DEA dan Dr Syamsul Bahri Agus, M.Si selaku
pembimbing. Disamping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Laboratorium Remote Sensing dan Ekologi SEAMEO BIOTROP atas bantuan
peminjaman alat selama penelitian. Penulis berterima kasih kepada rekan-rekan tim
Pulau Tunda yang juga banyak membantu selama pelaksanaan penelitian, rekan

TEKAD 13 dan seluruh sahabat yang semasa pendidikan selalu saling mendukung
dan mendoakan, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu dalam penyelesaian penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih
disampaikan kepada seluruh keluarga terutama kedua orang tua yaitu Bapak H.
Imron Kasmudi, SH dan Ibu Hj. Rubaeah atas segala limpahan doa dan kasih
sayangnya, kepada mba tuti, mba lis, mas basit yang juga selalu mendukung dan
mendoakan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

Nunung Noer Aziizah

i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Tempat dan Waktu
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Klasifikasi supervised
Uji akurasi
Metode Pengamatan di Lapangan
Analisis Reflektansi Spektral Lamun Hasil Pengukuran Spektrometer
Analisis Reflektansi Spektral Lamun pada Citra Worldview-2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekosistem Lamun di Pulau Tunda
Karakteristik Spektral Reflektansi Lamun
Reflektansi Lamun pada Citra Satelit WorldView-2
Analisis Reflektansi Spektral Lamun dari Spektrometer
Analisis Kemiripan Reflektansi Spektral
Analisis Pengelompokkan Nilai Reflektansi
Klasifikasi Lamun di Citra Satelit
Klasifikasi SVM dengan citra 8 saluran
Klasifikasi SVM dengan panjang gelombang penciri
Klasifikasi SVM dengan transformasi NDVI
Klasifikasi SVM dengan transformasi NDWI
Klasifikasi SVM dengan DII
Klasifikasi Spectral Angle Mapper (SAM)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

i
ii
ii
iii
1
1
2
2
3
3
4
4
4
5
7
8
9
10
11
12
12
14
17
18
18
20
22
23
24
25
26
27
28
34
34
34
35
40
46

ii

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Perhitungan matematis matrik kesalahan
Parameter kualitas perairan, jenis substrat, dan kondisi keawanan
Reflektansi Substrat Dasar
Spektral lamun hasil pengukuran dengan spektral referensi
Uji Tukey
Hasil uji akurasi SVM pada citra 8 saluran
Uji akurasi klasifikasi SVM dengan panjang gelombang penciri
Uji akurasi SVM dengan NDVI
Uji akurasi SVM dengan NDWI
Uji akurasi klasifikasi SVM dengan DII
Uji akurasi metode SAM pada 0.6 radian
Uji akurasi SAM dengan panjang gelombang penciri pada 0.4 radian
Hasil analisis Kappa dan Z statistik
Hasil Z statistik perbandingan penggunaan saluran

8
13
15
16
19
24
25
26
27
28
30
31
32
33

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Lokasi penelitian (Citra WorldView-2 2013)
Skema pelaksanaan penelitian
Plot pengamatan data lamun
Jenis lamun yang ditemukan di Pulau Tunda (1) Cymodocea rotundata,
(2) Cymodocea serrulata, (3) Enhalus acoroides, (4) Thalassia
hemprichii, dan (5) Halophila ovalis (McKenzie et al. 2001)
5. Pola reflektansi spektral lima jenis lamun pengukuran in situ
6. Reflektansi spektral lamun secara in situ pada masing-masing saluran
7. Reflektansi spektral lamun dari citra satelit worldview-2
8. Pengelompokkan nilai reflektansi lamun cys (Cymodocea serrulata), th
(Thalassia hemprichii), ea (Enhalus acoroides), cyr (Cymodocea
rotundata), ho (Halophila ovalis) pada (1) saluran hijau, (2) saluran
kuning, (3) saluran hijau merah tepi, (4) saluran NIR2
9. Grafik pengelompokkan data reflektansi lamun
10. Hasil segmentasi berdasarkan data lapangan
11. Hasil klasifikasi SVM dengan citra 8 saluran
12. Hasil klasifikasi SVM dengan panjang gelombang penciri
13. Hasil klasifikasi SVM dengan transformasi NDVI
14. Hasil klasifikasi SVM dengan transformasi NDWI
15. Hasil klasifikasi SVM dengan koreksi DII
16. Hasil klasifikasi SAM dengan 8 saluran
17. Grafik uji akurasi SAM dengan 8 saluran
18. Klasifikasi SAM dengan panjang gelombang penciri
19. Grafik uji akurasi SAM dengan panjang gelombang penciri

4
5
9

13
14
15
17

21
22
22
23
24
25
26
27
29
29
30
31

iii

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Sudut Spektral Algoritma SAM
Prosedur Pengukuran Spektral Lamun
Jenis dan Karakteristik Lamun di Pulau Tunda
Hasil klasifikasi dan uji akurasi SAM dan SVM

41
41
42
43

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan
tumbuh terbenam di lingkungan laut, memiliki pembuluh, akar rimpang (rhizome),
serta mampu berkembang secara generatif melalui pembentukan bunga dan benih
(biji), maupun secara vegetatif melalui perpanjangan akar rimpang. Lamun tumbuh
di perairan pantai yang landai dan di dataran lumpur atau pasir (Azkab 2000). Peran
lamun dalam ekologi kawasan pesisir yaitu menjadi habitat berbagai biota laut
termasuk menjadi tempat mencari makan (feeding ground) (Bortone 2000). Peran
lain dari padang lamun adalah sebagai pendaur zat hara, menstabilkan dan menahan
sedimen yang dibawa oleh arus dan gelombang. Selain manfaat tersebut, dalam
beberapa tahun terakhir ini peran padang lamun sebagai salah satu penyerap emisi
karbon di perairan laut mulai diteliti (Duarte et al. 2010, Kiswara 2010).
Secara global luas padang lamun yang terdapat di perairan Indonesia
mencapai sekitar 30.000 km2. Padang lamun mengalami degradasi yang
diakibatkan oleh: (1) pengaruh pasang surut yang dapat menyebabkan
tereksposenya lamun, (2) arus run off dari daratan dan hempasan gelombang laut
menyebabkan pengendapan sedimen yang berlebihan dan erosi/abrasi, dan (3)
ancaman terbesar berasal dari aktivitas manusia seperti penambangan pasir, baik di
sungai maupun di laut serta pemakaian alat tangkap ikan yang tidak ramah
lingkungan (Orth et al. 2006).
Teknologi satelit penginderaan jauh (remote sensing) memiliki kemampuan
merekam data dan informasi secara luas, berulang dan lebih terinci mendeteksi
perubahan ekosistem (Mumby 2006). Penelitian mengenai pemetaan dan
monitoring ekosistem perairan dangkal (karang, mangrove dan lamun) banyak
dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan analisis spektral
citra satelit (Siregar 2010, Supriyadi 2010, Siregar et al. 2013). Di Indonesia
khususnya pemetaan lamun memanfaatkan pustaka spektral dari spektrometer
belum banyak dilakukan. Pustaka spektral merupakan informasi mengenai
karakteristik pantulan atau pancaran elektromagnetik dari reflektansi spektral
masing-masing objek yang diukur secara in situ (Plaza et al. 2002, Martínez et al.
2006).
Kajian mengenai spektral lamun banyak berkembang baik secara in situ
menggunakan alat berupa spektrometer (Fyfe 2003, Fyfe 2004, Pu et al. 2012,
Tamondong et al. 2013) maupun dengan analisis citra satelit (Phinn et al. 2008,
Lyons et al. 2011). Pengukuran spektral secara in situ dilakukan dengan bantuan
spektrometer yang dapat merekam pantulan gelombang elektromagnetik yang
berasal dari objek. Perekaman dilakukan dekat dengan objek pada jarak 2-10 cm
sehingga tidak terdapat gangguan atmosferik maupun kolom perairan (Tamondong
et al. 2013). Berbeda dengan in situ, analisis citra dilakukan untuk memperoleh nilai
reflektansi dari piksel yang menggambarkan berbagai objek didalamnya tanpa
melakukan pengukuran langsung (Helmi et al. 2012).
Besaran respon spektral setiap objek bervariasi pada panjang gelombang
tertentu dan dianalisis menggunakan metode uji ragam dan pengelompokan untuk
mengetahui panjang gelombang yang menjadi penciri sebagai karakteristik jenis

2

lamun (Nurjannah 2006, Muzaki 2012). Besaran reflektansi dijadikan pustaka
spektral yang digunakan untuk klasifikasi dengan algoritma SAM (Rashmi et al.
2014). Klasifikais lamun berbasis piksel dengan algoritma SVM juga dilakukan
untuk menentukan kelas lamun dan non-lamun serta mengetahui sebaran lamun
secara keseluruhan.
Pengukuran spektral lamun dilakukan di Pulau Tunda yang berada di wilayah
perairan Serang – Banten. Pulau Tunda memiliki potensi sumberdaya pesisir yang
sangat besar seperti mangrove, terumbu karang, ikan karang, dan lamun. Dinas
Kelautan dan Perikanan Serang (2012) melakukan inventarisasi berbagai ekosistem
di perairan Pulau Tunda salah satunya adalah lamun. Ekosistem lamun di sebelah
utara Pulau Tunda memiliki substrat berbatu dengan sedikit pasir dipermukaan dan
perairan yang jernih. Sebaliknya, ekosistem lamun di sisi selatan pulau memiliki
substrat pasir berlumpur dan perairan yang keruh.
Perumusan Masalah
Informasi spasial sebaran lamun banyak dikembangkan dengan analisis citra
satelit berbasis piksel dan penerapan berbagai algoritma klasifikasi. Umumnya
dilakukan klasifikasi bentik habitat dan belum sampai pada klasifikasi hingga
tingkat spesies. Penelitian ini melakukan klasifikasi lamun dengan penerapan
indeks vegetasi NDVI dan NDWI serta koreksi kolom air menggunakan DII.
Algoritma yang digunakan pada klasifikasi citra berbasis piksel adalah SVM untuk
kelas lamun dan non-lamun, dan SAM dengan penerapan pustaka spektral untuk
menghasilkan kelas lamun hingga tingkat spesies.
Pengukuran spektral lamun secara in situ dilakukan untuk membuat pustaka
spektral sebagai kunci dalam klasifikasi. Seperti yang diketahui bahwa reflektansi
spesies lamun memiliki perbedaan disebabkan adanya variasi pigmen dan fungsi
anatomi daun (struktur internal, serat, dan lain-lain) (Durako 2007) maka penelitian
ini dilakukan untuk memberikan informasi kurva reflektansi spektral jenis lamun
hasil pengukuran in situ dan menghasilkan klasifikasi lamun hingga tingkat spesies.
Pertanyaan ilmiah yang mendasari penelitian ini adalah:
1) Komponen apa saja yang mempengaruhi reflektansi spektral lamun di Pulau
Tunda, sehingga dapat diterapkan penggunannya dalam teknik pemetaan lamun
yang lebih detail menggunakan citra satelit multispektral?
2) Bagaimana menghasilkan akurasi keseluruhan yang paling baik dengan
menggunakan transformasi NDVI, NDWI, dan DII pada algoritma klasifikasi
SVM untuk memperoleh kelas lamun dan non-lamun?
3) Bagaimana teknik klasifikasi lamun yang lebih baik menggunakan citra satelit
multispektral dan pemanfaatan data spektral in situ menggunakan SAM untuk
kelas lamun hingga spesies? Apakah dengan menggunakan teknik tersebut
mampu meningkatkan akurasi pemetaan?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis karakteristik spektral jenis lamun berdasarkan pola reflektansinya
yang di ukur menggunakan spektrometer

3

2. Menganalisis panjang gelombang penciri dalam spektrum elektromagnetik
yang dapat digunakan untuk membedakan jenis lamun yang berbeda
3. Memisahkan kelas lamun dan non lamun dengan metode SVM, dan
mengelompokkan lamun berdasarkan pustaka spektral untuk menghasilkan
kelas lamun hingga tingkat spesies menggunakan algoritma SAM.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dasar untuk menentukan pola spektral
dari beberapa jenis lamun yang dilakukan secara in situ menggunakan spektrometer
dan hasil analisis citra satelit. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan
informasi mengenai kurva spektral lamun hasil spektrometer maupun analisis citra
satelit di Pulau Tunda. Hasil penelitian juga dapat menjadi rujukan bagi penelitian
selanjutnya dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian meliputi dua aspek yakni analisis spektral berdasarkan hasil
pengukuran reflektansi lamun dengan spektrometer dan analisis spektral
berdasarkan citra satelit worldview-2. Dilakukan pra pengolahan pada citra satelit
berupa koreksi atmosferik. Koreksi kolom perairan dengan transformasi DII
diproses untuk mereduksi pengaruh kolom air di lokasi kajian. Analisis sebaran
vegetasi di wilayah kajian dilakukan dengan penerapan NDVI dan NDWI.
Pengamatan dan pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui sebaran jenis
lamun secara in situ. Besaran reflektansi spektral lamun di Pulau Tunda di analisis
menggunakan metode uji ragam dan pengelompokan untuk mengetahui
karakteristik spektral masing-maisng jenis dan panjang gelombang yang menjadi
penciri dari perbedaan karakteristik tersebut.
Hasil pengukuran spektrometer memberikan informasi tentang karakterisasi
spektral yang dapat dijadikan pustaka spektral digital. Proses selanjutnya adalah
klasifikasi lamun dari citra satelit berdasarkan data in situ berupa sebaran jenis
lamun dan reflektansi spektral. Penelitian menerapkan teknik klasifikasi citra
berbasis piksel menggunakan algoritma SVM dan SAM dengan penerapan pustaka
spektral. Akurasi keseluruhan dari hasil klasifikasi selanjutnya dibandingkan untuk
menentukan metode klasifikasi mana yang baik digunakan untuk pemetaan lamun
di Pulau Tunda.

4

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di ekosistem lamun Pulau Tunda, Provinsi Banten
(Gambar 1). Lokasi penelitian merupakan satu dari 17 pulau yang berada di
Kabupaten Serang, Banten. Secara geografis Pulau tunda berada pada 5° 48’ 43”
LS dan 106° 16’ 47” BT. Tahap penelitian diawali dengan pengamatan dan
pengukuran untuk mendapatkan respon spektral maupun luas penutupan lamun, dan
tahap akhir adalah analisis data reflektansi lamun hasil pengukuran spektrometer
dan analisis citra satelit. Pengamatan dan pengukuran di lapangan dilakukan pada
bulan Agustus 2014 selama 7 hari dan dilanjutkan bulan Maret 2015 selama 8 hari.

Gambar 1 Lokasi penelitian (Citra WorldView-2 2013)
Alat dan Bahan
Peralatan dalam penelitian dapat dikategorikan menjadi dua peruntukan: (1)
Pengolahan data, terdiri dari seperangkat komputer yang didukung oleh beberapa
piranti lunak pengolahan citra satelit dan analisis spasial. (2) Peralatan pengamatan
lapangan, terdiri dari: perangkat navigasi berupa Global Positioning System (GPS)
Trimble Juno 3D, transek 1 x 1 m, kamera fujifilm finepix XP70, dan spektrometer
USB4000. Bahan penelitian yang digunakan dikategorikan menjadi tiga, (1) data
spasial yang terdiri dari data vektor berupa Peta Rupa Bumi Indonesia skala
1:25.000 dari Badan Informasi Geospasial tahun 1999 dan data raster berupa citra
satelit WorldView-2, (2) data atribut merupakan data hasil pengukuran di lapangan
yang telah ditabulasikan, dan (3) lamun yang terdapat di Pulau Tunda sebagai bahan
untuk perekaman reflektansi spektral.
Karakteristik sensor pada citra satelit WorldView-2 berdasarkan (Digital
Globe 2009) terdiri dari orbit satelit berada pada ketinggian 770 km, tipe orbit sun

5

synchronous merekam setiap jam 10.30 pagi. Resolusi temporal mencapai 1.1 hari
dengan jumlah saluran multispektral sebanyak 8 saluran dan pankromatik. Saluran
multispektral terdiri dari biru pantai (400 – 450 nm), biru (450 – 510 nm), hijau (510 –

580 nm), kuning (585 – 625 nm) merah (630 – 690 nm), merah tepi (705 – 769 nm),
inframerah-dekat1 (770 – 895 nm), inframerah-dekat2 (895 – 1040 nm) (Wolf 2012).
Resolusi spasial mencapai 1.85 m2 untuk saluran multispektral dan 0.46 untuk
pankromatik. Resolusi radiometrik 16 bit dan tanggal akuisisi adalah 25 Agustus 2013
dengan format GeoTIFF, proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM).

Metode Penelitian
Tahapan penelitian meliputi: pra pengolahan data penginderaan jauh,
rancangan pengamatan dan pengukuran lapangan, survei lapangan, analisis spektral
reflektansi, dan klasifikasi lamun. Langkah-langkah penelitian yang dilakukan
dapat dilihat pada Gambar 2.
Prapengolahan
citra

Citra
Satelit

Reflektansi spektral
dengan spektrometer

Rancangan
survei

NDVI

Pengamatan dan
pengukuran lamun
di lapangan

Jenis dan
kerapatan
Lamun

NDWI

Cluster dan
ANOVA

Karakterisasi
spektral

Klasifikasi
berbasis
piksel

PCA

Pustaka
spektral
digital

Spektral
Angler
Mapper

1. Koreksi
atmosferik
2. Segmentasi

DII

Support
Vector
Machine
Uji Akurasi

Perbandingan

Gambar 2 Skema pelaksanaan penelitian
Pra-pengelohan citra
Citra satelit yang digunakan telah terkoreksi geometrik dan memiliki acuan
sistem koordinat. Proses pra pengolahan citra bertujuan untuk meningkatkan
kualitas citra melalui koreksi atmosferik. Koreksi atmosferik dengan perangkat
lunak pengolahan citra menggunakan modul Fast Line-of-sight Atmospheric
Analysis of Spectral Hypercube (FLAASH) (Felde et al. 2003). FLAASH yang
bekerja dengan kode Moderate Resolution Atmospheric Transmission
(MODTRAN4) dapat menganalisis pengaruh atmosfer dari saluran tampak hingga
inframerah pada citra multispektral (Felde et al. 2003). Parameter FLAASH yang
digunakan terdiri dari file input dan output FLAASH, karakteristik sensor yang

6

digunakan dan model atmosfer. Parameter FLAASH lanjutan terdiri dari model
atmosfer tropical, model aerosol maritim, dan jarak pandang 40 m.
Pengolahan awal klasifikasi yaitu proses segmentasi terhadap Input Image
Layer (IIL) yang merupakan saluran multispektral citra WorldView-2 (coastal,
blue, green, yellow, red, red-edge, NIR-1 dan NIR-2). Metode klasifikasi berbasis
piksel sebelumnya memiliki kelemahan yaitu banyak mengabaikan hubungan
spasial. Untuk mengatasi kelemahan ini, segmentasi digunakan dengan tujuan
mengelompokkan informasi dalam piksel yang bersifat homogen. Segmentasi
merupakan proses yang sama dengan deliniasi poligon untuk sampel klasifikasi.
Parameter segmentasi terdiri dari tiga parameter, yaitu: shape, compactness,
dan scale. Nilai yang digunakan oleh parameter shape dan compactness berkisar 01. Faktor shape mengatur homogenitas spektral dan bentuk objek. Faktor
compactness menyeimbangkan kekompakan dan kehalusan, menentukan bentuk
objek antara batas yang halus dan tepi yang kompak. Parameter scale mengatur
ukuran objek yang sesuai dengan kebutuhan pengguna berdasarkan tingkat
kedetailan dan merupakan parameter kunci dalam segmentasi citra. Keputusan nilai
skala tergantung pada ukuran objek yang dibutuhkan (Myint et al. 2011).
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari
pengolahan citra digital dari beberapa saluran sensor satelit. NDVI dikembangkan
menggunakan rasio RNIR (saluran inframerah dekat) dengan panjang gelombang
(780 – 900 nm) dan RRED (saluran merah) yang termasuk dalam gelombang sinar
tampak (630 – 690 nm) (Danoedoro 2012). NDVI diterapkan untuk penajaman citra
satelit dengan persamaan yang digunakan adalah (Green et al. 2000):


NDVI = (

)/(

+

)

(1)

Kehijauan vegetasi ditentukan dengan nilai NDVI berkisar antara -1 hingga +1
(Prahasta 2008). Penerapan transformasi NDVI digunakan untuk menajamkan citra
satelit dan meningkatkan akurasi klasifikasi.
Normalized Difference Water Index (NDWI)
Gao (1996) mengembangkan NDWI untuk menajamkan vegetasi perairan
pada citra satelit. Lamun merupakan vegetasi perairan di wilayah pesisir, sehingga
dilakukan transformasi NDWI untuk menajamkan reflektansi citra. NDWI
menggunakan rasio Rgreen dengan panjang gelombang hijau (510 – 580 nm) dan
RNIR dengan panjang gelombang (780 – 900 nm). Nilai NDWI berkisar antara -1
sampai 1, McFeeters (1996) menetapkan nol sebagai nilai ambang batas
(threshold), artinya tutupan objek yang ada di perairan memiliki nilai > 0 dan yang
non-air adalah ≤ 0. Persamaan yang digunakan adalah (Ji et al. 2009):
NDWI = (





)/(



+

)

(2)

Berbeda dengan NDVI, NDWI spesifik membedakan vegetasi perairan dan non air
sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi.
Depth Invarian Index (DII)
Pendekatan sederhana berbasis citra untuk mengkompensasi pengaruh
variabel kedalaman dalam pemetaan dasar perairan dikenal dengan teknik koreksi
kolom perairan (Lyzenga 1981). Besaran reflektansi objek dasar perairan pada citra

7

= +√

dimana

=

� −�


+

(3)
(4)

Ki/Kj merupakan rasio koefisien atenuasi dari dua panjang gelombang pada citra
satelit, � adalah variance dari pengukuran Xi, � adalah variance dari
pengukuran xj dan � adalah covariance xi dan xj. DII dihitung dengan persamaan:
DIIij = Log (

−[



� ]

(5)

Koreksi kolom perairan dilakukan dengan menghitung rasio saluran pada citra
untuk menghasilkan citra dengan 15 pasang saluran hasil transformasi 8 saluran.
Klasifikasi supervised
Algoritma Support Vector Machine (SVM)
Algoritma SVM merupakan klasifikasi terbimbing yang dapat mencari sebuah
vector atau garis sebagai pemisah dua kelas dengan memaksimalkan jarak antar kelas
tersebut (Zhu and Blumberg 2002). Metode klasifikasi dibuat dengan terlebih
dahulu mengidentifikasi piksel dengan membuat ROI (Region of Interest). ROI
merupakan proses identifikasi data vektor hasil survei menjadi data raster (Indarto
2014). Metode SVM digunakan dalam menentukan kesamaan spektral pada piksel
citra satelit berdasarkan training area yang dibuat (Karatzoglou A and Kurt 2006).
Klasifikasi SVM menghasilkan kelas lamun dan non lamun yang merupakan
gambaran awal klasifikasi lamun secara umum. Optimasi klasifikasi SVM dalam
penelitian ini dilakukan dengan transformasi saluran menggunakan NDVI, NDWI,
dan koreksi kolom air untuk meningkatkan akurasi pemetaan lamun.
Spectral Angle Mapper (SAM)
Klasifikasi lamun secara umum dilakukan untuk menghasilkan kelas lamun
dan non lamun. Penerapan algoritma klasifikasi SAM dilakukan untuk klasifikasi
lamun hingga tingkat spesies menggunakan pustaka spektral. Persamaan yang
digunakan pada algoritma SAM adalah:

�=



[

∑��
= � �

(∑��
− � )

/

(∑��
= � )

/

]

(6)

Dimana nb merupakan jumlah saluran pada citra, t adalah spektral piksel, r adalah
spektral referensi (pustaka spektral), dan � merupakan sudut spektral. Proses
klasifikasi citra dengan algoritma SAM adalah sebagai berikut:
1. Mendeliniasi poligon lamun berdasarkan data pengukuran lapangan pada hasil
segmentasi.
2. Membuat pustaka spektral berupa kurva reflektansi lima jenis lamun.
3. Poligon lamun pada citra dengan 8 saluran dan 4 saluran penciri diklasifikasi
menggunakan algoritma SAM yang memanfaatkan pustaka spektral untuk
mengklasifikasi lamun.
Hasil klasifikasi dengan SAM memberikan keterangan bahwa setiap kelas
yang terbentuk mewakili objek dalam satu piksel yang dianggap homogen dan
dikatakan unclassified (tidak terkelaskan) jika tidak tergabung dalam satu kelas.
Semua piksel dari kelas yang sama diwakili oleh warna yang sama (Kutser et al.
2006, Kamal and Phinn 2011). Parameter klasifikasi SAM adalah menentukan

8

sudut (radian angle) dan pustaka spektral (Lampiran 1). Sudut spektral yang
memiliki nilai akurasi optimal ditentukan berdasarkan perhitungan sudut pada
persamaan 6. Selain itu dilakukan percobaan penggunaan nilai 0.1 – 6.28 radian
dibuat berdasarkan nilai sudut terkecil 00 sampai sudut maksimum 3600. Akurasi
keseluruhan dari penggunaan sudut pada klasifikasi SAM di proses menggunakan
microsoft excel untuk membuat grafik nilai akurasi. Grafik tersebut dapat
menjelaskan berapa nilai sudut yang digunakan untuk memperoleh akurasi optimal.
Uji akurasi
Uji akurasi yang dilakukan pada data hasil klasifikasi penginderaan jauh
adalah matrik kesalahan (error matrix/confusion matrix atau contingency matrix)
disajikan pada Tabel 1. Dilakukan dengan membandingkan citra hasil klasifikasi
sebagai peta terhadap kelas yang sebenarnya diperoleh dari hasil pengamatan
lapangan. Uji akurasi mengacu kepada (Congalton and Green 2008).
Tabel 1 Perhitungan matematis matrik kesalahan
j = kolom (referensi)
1
2
n11
n12
n21
n22
n31
n22
n+1
n+2

i =baris
1
2
K
Jumlah kolom n+j

k
n1k
n2k
n2k
n+k

Jumlah baris nj+
nj+
n1n2nkn

=∑ =
merupakan jumlah sample hasil klasifikasi terhadap kelas i dalam
klasifikasi penginderaan jauh, dan + = =1
merupakan jumlah sampel yang
diklasifikasikan ke kelas j pada data referensi. Akurasi keseluruhan (overall
accuracy) antara data hasil klasifikasi penginderaan jauh dan data referensi dapat
dihitung sebagai berikut:







=

∑= �


=



(7)


=�

+

�+

(8)
(9)

Sebuah uji-Z berbasiskan KHAT atau statistik K (Kappa) digunakan untuk
menilai akurasi klasifikasi dari matrik kesalahan. Nilai koefisien Kappa (KHAT
statistik) berada pada rentang 0 hingga 1 dan biasanya lebih kecil dari nilai akurasi
keseluruhan, dan dapat dihitung melalui:
=

� ∑�= � −∑�= � + .�+
� −∑�= � + .�+

(10)

r adalah jumlah baris pada matrik, xii adalah jumlah pengamatan pada baris i dan
kolom i, xi+ dan x+i adalah total margin baris i dan kolom i, N adalah jumlah
pengamatan (Whiteside et al. 2011).
Penentuan dua nilai Kappa untuk dua matrik kesalahan yang secara signifikan
berbeda, maka digunakan uji yang memungkinkan perbandingan secara statistik
dua analisis, analisis yang sama dengan waktu berbeda, dua algoritma, dua tipe
citra, atau dua citra yang sama dalam menghasilkan akurasi lebih baik. Matrik

9

kesalahan tunggal dan pasangan matrik kesalahan diuji tingkat kepercayaan
signifikan pada standar deviasi normal sebagai berikut:
Jika ̂ dan ̂ merupakan estimasi Kappa statistik dari masing-masing matrik
kesalahan #1 dan #2, ̂ ̂ dan ̂ ̂ adalah estimasi varian sebagai hasil
dari perhitungan yang tepat, maka uji statistik menggunakan persamaan:
=

̂


(11)

̂
√���
̂ �

Z adalah standarisasi dan distribusi normal (standar deviasi) dengan hipotesis
: = dan : ≠ ,
ditolak jika ≥ �/ , dimana α/2 adalah tingkat
kepercayaan uji Z dan derajat bebas diasumsikan tidak terhingga (∞). Uji statistik
untuk menguji jika dua error matriks independen berbeda secara signifikan
menggunakan persamaan:
=

̂ −�
̂ |
|�
̂
̂
√���
̂ �
̂ � +���

Z adalah standarisasi distribusi normal nilai Kappa dengan hipotesis
≠ ,
ditolak jika ≥ �/ .
= , alternatif :


(12)
:



Metode Pengamatan di Lapangan

Pengamatan tutupan lamun
Persen penutupan lamun dapat ditentukan dengan memilih lokasi yang
memiliki tutupan lamun >50%, menentukan luas penutupan lamun menggunakan
transek berukuran 1 x 1 m (Gambar 3) dengan metode seagrass watch mengacu
pada (McKenzie et al. 2001), hasil pengukuran dan pengamatan lamun di lapangan
selanjutnya ditabulasikan.

Gambar 3 Plot pengamatan lamun
Jenis substrat diamati dari setiap titik sampling yang meliputi: tipe substrat
(pasir, lumpur, pasir-berlumpur, lumpur berpasir, pecahan karang, dan sebagainya).
Masing-masing lokasi pengamatan diambil tiga kali ulangan sampel air laut untuk
dilakukan analisis Total Suspended Solid (TSS) (APHA 2005). TSS dihitung
berdasarkan total padatan suspensi yang tersaring pada milliopore (Irawan and Sari
2013). Sampel air dianalisis di Laboratorium Proling Manajemen Sumberdaya
Perairan IPB Bogor. Parameter yang diukur langsung meliputi: suhu menggunakan
termometer, salinitas menggunakan handrefraktometer, dan kedalaman diukur
menggunakan rol meter.

10

Data pendukung berupa kondisi tutupan awan di lokasi penelitian diamati
langsung pada bagian langit yang tertutup awan, biasanya diukur dalam
persepuluhan atau perdelapanan langit tertutup (Hamdi 2014). Waktu pengamatan
berlangsung dari pukul 09.00 – 15.00 WIB. Data pendukung lain yang digunakan
berupa lama penyinaran matahari bulan Maret dari Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (2015). Cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap kualitas data
spektral yang dihasilkan (Leiper et al. 2012), semakin optimal cahaya matahari
maka data spektral yang dihasilkan semakin baik karena hanya terdapat sedikit
gangguan.
Pengukuran Reflektansi Spektral
Respon spektral diukur menggunakan spektrometer USB4000 yang
dihubungkan dengan perangkat komputer. Tahapan pengukuran reflektansi spektral
ditampilkan pada Lampiran 2 dan dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan Alat
Sebelum menggunakan spektrometer, terdapat beberapa persiapan yaitu
kalibrasi dengan mengukur white reference dan dark reference spectra untuk
mendapatkan nilai referensi spektrum. White reference diukur dengan merekam
reflektansi spektral maksimum dari objek berwarna terang atau putih menggunakan
probe, dan dark reference diukur dengan merekam reflektansi spektral minimum
dari objek berwarna gelap atau hitam. Spektrometer USB4000 yang digunakan
untuk pengukuran respon spektral disambungkan dengan laptop dengan software
spectrasuite sebagai tempat menampilkan dan menyimpan data.
b. Tahap Pengukuran Reflektansi
Reflektansi lamun diukur dengan cara mengarahkan probe dari spektrometer
pada bagian permukaan daun dengan sudut pengukuran reflektansi 45º dengan jarak
kurang lebih 2-5 cm dari objek, pengukuran spektral dilakukan pada pukul 10.00 –
14.00 WIB, selanjutnya menyimpan hasil pengukuran reflektansi yang telah
terekam oleh spektrometer dalam bentuk *.txt atau *.Prospec (Ocean Optic 2009).
Pengukuran spektral dilakukan pada saat kondisi perairan tenang dan cuaca cerah
agar hasil yang didapat sedikit gangguan dan maksimal. Perekaman data koordinat
dan gambar dilakukan pada lamun dan area sekitarnya.
Analisis Reflektansi Spektral Lamun Hasil Pengukuran Spektrometer
Pengukuran reflektansi in situ mengahasilkan nilai intensitas yang di batasi
pada panjang gelombang 400 – 900 nm dan menghasilkan 501 nilai reflektansi (n=
501) dengan interval antar panjang gelombang yaitu 1 nm. Spektrometer USB4000
memiliki rentang panjang gelombang antara 380 – 1100 nm dengan resolusi optik
~0,3 Full Width at Half Maximum (FWHM) dan lensa optik 22o yang dapat
digunakan untuk pengukuran reflektansi benthic habitat menggunakan probe
bawah air (Ocean Optics 2009, Tamondong et al. 2013). Perhitungan besaran
reflektansi dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
Rλ = ( �−

�)/(

Keterangan:
Rλ = Reflektansi (%)
S λ = Intensitas sampel (counts)
Dλ = Intensitas dark reference (counts)
Ref λ = Intensitas white reference (counts).

ef� −

�)

100%

(13)

11

Reflektansi (%) diolah dengan melakukan filterisasi menggunakan metode
moving averange yang memfilter data berdasarkan perhitungan rata-rata. Moving
average (rataan bergerak) menghitung nilai reflektansi di setiap panjang gelombang
dengan perata-rata menggunakan dimensi 3x3, maka ada 9 data yang harus diratarata untuk mendapat sebuah nilai reflektansi pada sebuah panjang gelombang
(Mathews and Fink 2004). Adapun analisis besaran spektral reflektansi dilakukan
dengan metode sebagai berikut:
a) Anlisis Kemiripan Reflektansi Spektral
Analisis perbandingan nilai reflektansi pada berbagai panjang gelombang
menggunakan ANOVA bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai reflektansi
pada spesies lamun. Hipotesis yang dibuat adalah H0 artinya tidak terdapat
perbedaan antar variabel. Jika terdapat perbedaan yang nyata antar variabel
maka H0 ditolak dan dilanjutkan dengan uji Tuckey. Pengujian digunakan untuk
membandingkan seluruh rata-rata perlakuan setelah uji beda nyata di lakukan.
Biasanya digunakan jika analisis data dalam penelitian dilakukan dengan cara
membandingkan data dua kelompok sampel yang jumlahnya sama, maka
dilakukan pengujian hipotesis komparasi dengan uji Tukey (Abdi and Williams
2010). Uji lanjut tersebut digunakan untuk menghasilkan panjang gelombang
yang memberikan perbedaan signifikan dan dijadikan sebagai penciri
berdasarkan karakteristik spektral (Supranto 2004).
b) Analisis Pengelompokkan Nilai Reflektansi
Analisis pengelompokan (clustering) lamun dengan menentukan kemiripan
antar jenis berdasarkan respon spektral pada panjang gelombang yang diamati.
Ukuran kemiripan yang digunakan adalah jarak euklidean (euclidean distance).
Jarak menentukan kemiripan atau ketidakmiripan spektral dimana objek dengan
jarak yang lebih pendek maka lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan
objek yang memilki jarak lebih panjang (Supranto 2004). Analisis
pengelompokkan lainnya adalah Principle Component Analysis (PCA). Sumbusumbu faktorial (sumbu F1 dan F2) mempresentasikan kombinasi linear dari
variabel asal. Sumbu F1 merupakan faktor utama yang menjelaskan variabilitas
data asal, sedangkan sumbu kedua (F2) menjelaskan variabilitas residu yang
tidak tergambarkan pada faktor utama. Kualitas representasi dari variabel pada
sumbu dievaluasi dengan cara melihat jarak variabel dengan sumbu, dimana
semakin kuat korelasinya (positif atau negatif) maka semakin dekat jarak
variabel tersebut dengan sumbu (Smith 2002).
Analisis Reflektansi Spektral Lamun pada Citra WorldView-2
Reflektansi spektral lamun pada citra satelit dapat dianalisis dengan uji
separabilitas ROI pada perangkat lunak pengolahan citra. Dilakukan untuk menguji
tingkat separasi/keterpisahan antara kelas berdasarkan nilai reflektansi pada
training area yang telah dipilih. Semakin besar keterpisahan antar kelas tersebut
maka dapat di klasifikasi dengan hasil baik, berarti bahwa setiap pasangan kelas
tersebut dapat dibedakan secara jelas (Richards 1999). ROI jenis lamun berdasarkan
pengukuran lapangan digunakan untuk memilih piksel pada citra satelit dan di uji
separabilitas sehingga dapat diketahui nilai spektral dari lamun berdasarkan citra
satelit WorldView-2. Nilai spektral diproses pada microsof excel untuk membuat
kurva reflektansi.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekosistem Lamun di Pulau Tunda
Terdapat lima jenis lamun di lokasi penelitian yakni Enhalus acoroides,
Cymodocea rotundata, Cymodocea Serrulata, Thalassia Hemprichi, dan Halophila
ovalis. Masing-masing jenis memiliki karakteristik berbeda dijelaskan pada
Lampiran 3 dan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Jenis lamun yang ditemukan di Pulau Tunda (1) Cymodocea rotundata,
(2) Cymodocea serrulata, (3) Enhalus acoroides, (4) Thalassia
hemprichii, dan (5) Halophila ovalis (McKenzie et al. 2001)
Lamun yang dominan di Pulau Tunda adalah jenis Thalassia hemprichii dan
Enhalus acoroides, disebabkan karena kedua jenis tersebut memiliki toleransi
untuk perubahan suhu, salinitas dan jenis substrat lebih luas dibanding jenis lainnya
(Poedjirahajoe et al. 2013). Parameter kualitas perairan, jenis substrat, dan kondisi
keawanan di ekosistem lamun Pulau Tunda dapat dilihat pada Tabel 2.
Pertumbuhan lamun dapat dilihat dari pertambahan panjang daun dan rhizoma
dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor internal seperti fisiologi, metabolisme dan faktor eksternal seperti zat-zat
hara, tingkat kesuburan substrat, dan faktor lingkungan lainnya. Pertambahan
luasan lamun tidak mengalami perubahan signifikan jika perairan dalam kondisi
optimal (Christon et al. 2012).

13

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pada kisaran suhu 25–30°C terjadi
fotosintesis yang optimal, terdapat pengaruh nyata dari perubahan suhu yaitu
mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup
(Marsh et al. 1986, Bulthuis 1987). Suhu yang diperoleh dilokasi penelitian (Tabel
2) termasuk dalam kisaran suhu yang sesuai untuk kehidupan lamun dan dapat
melakukan fotosintesis dengan sempurna. Faktor lain yang mempengaruhi
kehidupan lamun adalah salinitas. Lamun memiliki kemampuan toleransi yang
berbeda terhadap salinitas, namun sebagian besar toleran pada kisaran 10-40‰.
Salinitas optimum untuk lamun adalah 35‰ (Tomascik 1997). Salinitas perairan di
Pulau Tunda masih dalam batas toleran untuk kehidupan lamun meskipun bukan
salinitas yang optimum.
Tabel 2 Parameter kualitas perairan, jenis substrat, dan kondisi keawanan
Lokasi

Salinitas
(o/oo)

TSS
(mg/L-1)

Substrat

Tutupan
awan

Kategori
cuaca

Timur

Suhu
rata –
rata
(oC)
29

30

0.118

0/10

Cerah

Utara

30

31

0.11

1.2/10

Cerah

Selatan

29

30

0.083

1/10

Cerah

Barat

29

30

0.083

Pasir
berlumpur
Pecahan
karang
berpasir
Pecahan
karang
berpasir
Pasir

2.3/10

Cerah
berawan

Kekeruhan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan lamun
karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh lamun untuk
berfotosintesis. Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel
tersuspensi, baik plankton maupun partikel mati seperti bahan organik, sedimen dan
sebagainya (Hutomo and Moosa 2005). Menurut Kepmen L H (2004) tentang Baku
Mutu Air Laut, perairan dengan nilai TSS