Pengaruh Torefikasi dan Komposisi Bahan Terhadap Kualitas Biopelet Bagas dan Kulit kacang Tanah

PENGARUH TOREFIKASI DAN KOMPOSISI BAHAN
TERHADAP KUALITAS BIOPELET BAGAS DAN KULIT
KACANG TANAH

ALFIAN SYUKRI LUBIS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Torefikasi dan
Komposisi Bahan Terhadap Kualitas Biopelet Bagas dan Kulit kacang Tanah
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Alfian Syukri Lubis
NIM F351124071

RINGKASAN
ALFIAN SYUKRI LUBIS. Pengaruh Torefikasi dan Komposisi Bahan terhadap
Kualitas Biopelet Bagas dan Kulit kacang Tanah. Dibimbing oleh MUHAMMAD
ROMLI, MOHAMAD YANI dan GUSTAN PARI.
Torrefikasi adalah teknik dengan proses termokimia pada bahan biomassa
dengan kisaran suhu 200-300°C. Teknik pemanasan ini dilakukan tanpa adanya
pengaruh oksigen yang menyebabkan sebagian volatil matter biomassa menguap
dan meninggalkan fraksi karbon didalam biomassa yang tersisa. SeJumlah air
telah menguap, ukuran partikel menjadi lebih kecil dan kerapatan yang semakin
meningkat memberikan dampak perbaikan biomassa dari sifat awal biomassa.
Riset ini mencoba memanfaatkan teknik torefikasi dengan harapan menghasilkan
biopelet dengan kualitas mutu yang baik dari pengukuran nilai kalor, kemudahan
dalam penanganan dan transportasi, efisien saat pembakaran serta emisi yang
ramah lingkungan. Biopelet adalah jenis bahan bakar padat berbasis limbah
biomassa dengan ukuran lebih kecil dari ukuran briket. Proses yang digunakan

adalah pengempaan dengan suhu dan tekanan tinggi sehingga membentuk produk
yang seragam dengan kapasitas produksi yang tinggi. Sumber biomassa bisa
diperoleh dari sisa hasil perkebunan dan hutan, limbah pertanian, limbah kayu,
limbah hewan, tanaman air, tanaman kecil, limbah industri serta limbah
pemukiman.
Menurut prediksi Indonesia Energy Outlook (2002), sumber daya biomassa
Indonesia mampu memproduksi setidaknya 434.000 GW atau setara dengan 255
juta barel minyak per tahun, asumsinya bisa mengganti sekitar 30% dari konsumsi
minyak bumi, namun hal ini belum termanfaatkan secara baik. Kebutuhan bahan
bakar yang selama ini dominan dipenuhi oleh bahan bakar fosil menjadi tantangan
pemerintah untuk merubah paradigma masyarakat dan industri agar mau
menggunakan energi alternatif terbarukan. Limbah biomassa pertanian yang
cukup berpotensi untuk dijadikan sebagai energi alternatif ialah ampas tebu.
Rendemen bagas mencapai sekitar 30-40% dari tebu yang masuk ke penggilingan.
Potensi bagas nasional yang ditimbulkan industri pengolahan tebu dihitung dari
total luas tanaman tebu rata-rata mencapai 39.539.944 ton per tahun. Limbah
biomassa yang juga berpotensi menjadi bahan baku energi alternatif ialah kulit
kacang tanah. Produktivitas kacang tanah nasional pada rentang tahun 2008-2012
berada pada kisaran angka 691.289-770.054 ton, dan sasaran produksi kacang
tanah pada tahun 2013 dan 2014 adalah masing-masing 1.200.000 ton dan

1.300.000 ton. Dari catatan potensi limbah bagas dan kulit kacang tanah tersebut,
produksi biopelet sangat layak untuk dilakukan.
Beberapa tahun belakangan ini telah banyak dilakukan riset dan penelitian
pemanfaatan limbah biomassa menjadi biopelet. Beberapa limbah biomassa
tersebut seperti : sekam padi, bungkil jarak, serbuk geragaji, serbuk sengon,
cangkang sawit, sabut kelapa dan lain-lain. Dari riset tersebut masih banyak
ditemui permasalahan yang berpengaruh terhadap mutu dan performa biopelet
tersebut seperti permasalahan tingginya kadar air, rendahnya kadar karbon terikat,
permasalahan penanganan dan transportasi, banyaknya asap yang dihasilkan pada
saat pembakaran hingga rendahnya nilai kalor yang diperoleh. Sehingga dengan
pemanfaatan torefikasi ini diharapkan hasil biopelet yang lebih baik.

Penelitian ini dimulai dengan karakterisasi bahan baku utama secara fisik
dan kimia. Kemudian dilakukan penggilingan untuk menghasilkan serbuk bahan
baku yang lolos ukuran 60 mesh. Selanjutnya proses pencetakan biopelet dengan
bahan baku murni 100%. Kemudian kulit kacang tanah dilakukan proses torefikasi
suhu 200,250 dan 300°C dan dilakukan karakterisasi untuk menetukan suhu
terbaik yang akan digunakan pada proses pencetakan biopelet. Langkah
berikutnya adalah proses pencetakan biopelet dengan penambahan komposisi
arang kulit kacang tanah dan setelah biopelet dihasilkan dilakukan pengeringan

dibawah sinar matahari selama 8-12 jam.
Dari hasil analisa mutu biopelet, komposisi biopelet dengan penambahan
rasio kulit kacang torefikasi mampu meningkatkan nilai kalor biopelet. Kisaran
nilai kalor biopelet tanpa komposisi kulit kacang torefikasi berkisar antara 42724644 kkal/kg sementara nilai kalor biopelet dengan penambahan rasio kulit
kacang tanah torefikasi mencapai 5084 kkal/kg. Hasil densitas kamba yang
berpengaruh pada kegiatan transportasi dan pengemasan, biopelet tanpa
penambahan rasio kulit kacang tanah torefikasi berkisar antara 682,3-728,94
kg/m3 sedangkan hasil biopelet dengan penambahan rasio kulit kacang tanah
torefikasi mencapai 735,33 kg/m3. Hasil efisiensi pembakaran, biopelet tanpa
rasio arang kulit kacang tanah nilainya efisiensinya berkisar antara 39,44-45,55%
sedangkan nilai efisiensi pembakaran biopelet dengan penambahan rasio arang
kulit kacang tanah mencapai 47,80%. Dari perhitungan energi, energi yang
digunakan untuk membuat biopelet lebih kecil dari energi yang dihasilkan
biopelet tersebut sehingga layak secara energi. Emisi yang dihasilkan dengan
hanya pembakaran bahan baku lebih besar dibandingkan emisi pembakaran
biopelet. Secara umum teknik torefikasi mampu memperbaiki dan meningkatkan
kualitas mutu biopelet kecuali kadar abu, kadar abu meningkat seiring
penambahan rasio arang kulit kacang tanah.
Biopelet ini cukup layak diaplikasikan ditengah-tengah aktivitas
masyarakat dan industri, dengan bahan baku yang Jumlahnya sangat berlimpah,

tidak perlu biaya besar untuk mendapatkan bahan baku dan ramah lingkungan
biopelet ini diyakini menjadi solusi energi alternatif padat yang menjanjikan
beberapa tahun kedepan meskipun tidak akan mutlak bisa menggantikan konsumsi
bahan bakar fosil.
Kata kunci: bagas, biopelet, densifikasi, energi biomassa, kulit kacang tanah,
torefikasi

SUMMARY
ALFIAN SYUKRI LUBIS. Effect of Torrefication and Composition on the
Quality of Bagasse and Peanut Shell Biopelet. Supervised by MUHAMMAD
ROMLI, MOHAMAD YANI and GUSTAN PARI.
Torrefication is a techniques with thermochemical processes on materials
biomass at the temperature of 200-300°C. Heating technique is performed without
the influence of oxygen which causes the part of volatile matter evaporates and
leaves the carbon fraction in the remaining biomass. Some water has evaporated,
the particle size becomes smaller and the increasing density affects biomass
improvement impact compared to the previous one. This research tried to utilize
torrefication techniques in hopes of generating biopellet with good quality
biopelet with high calorific value, easy handling and transportation system,
efficient combustion and emission friendly. Biopelet is a kind of solid fuel based

on biomass waste with a smaller size compared to the size of the briquettes. The
process used is compression with high temperature and pressure to form a uniform
product with high production capacity. The sources of biomass can be obtained
from the rest of the plantation and forest, agricultural waste, wood waste, animal
waste, water plants, small plants, industrial waste and sewage settlement.
According to the predictions of Energy Outlook Indonesia (2002),
Indonesia biomass resources are able to produce at least 434,000 GW which is
equivalent to 255 million barrels of oil per year. The assumption is that it could
replace about 30% of petroleum consumption, but this has not been utilized well.
So far, the dominant fuel that has been used to fulfill the need is fossil fuel.
Therefore, it becomes a challenge for the government to change the paradigm of
public and industry so that they want to use renewable alternative energy.
Potential biomass agricultural waste which is sufficient enough to be used as an
alternative energy is bagasse. The yield of bagasse can reach about 30-40% from
sugar cane in the mill. The national bagasse potential Posed yielded by sugarcane
processing industry is calculated from the total area of sugarcane which reaches
39.539.944 tons per year in average. Biomass waste which is also potential to be
the raw material of an alternative energy is peanut shell. National productivity of
peanut in the range of 2008-2012 was around 691.289 ton 770.054 ton, and
peanut production targets in 2013 and 2014 were respectively 1.2 million tons and

1.3 million tons. From account potential bagasse and peanut shell waste
mentioned, production biopellet very feasible for done.
Over the last few years, there have been much research concerning the
utilization of waste biomass into biopelet. Some biomass waste used is like rice
husk, jarak oilcake, saw powder, sengon powder, palm shells, coco fibre and
others. From the research done, there are still many problems that affect the
quality and performance of the biopelet, for examples, high water content, low
levels of karbon terikat, handling and transportation problems, the amount of
smoke produced during combustion and the low calorific value obtained. So with
the use of this torrefication expected better results biopellet.
This study began with a characterization of the main raw materials
physically and chemically. Then milling was done to produce the loose raw
material powder in 60 mesh size. Furthermore biopellet printing process with

100% pure raw materials. After that, the torrefication process of peanut shell was
performed in temperature of 200, 250 and 300°C and then characterization was
done to determine the best temperature for printing process of biopelet. The next
step was the printing process with the addition of the composition biopellet peanut
shell charcoal and after biopellet resulting, biopellet was dried under the sun for 812 hours.
From the analysis biopelet quality, biopelet composition with the addition

of torrefication peanut shell ratio can increase calorific value of biopelet. The
range of biopelet calorific values without torrefication of peanut shell composition
ranged between 4272-4644 kkal/kg while the calorific value of biopelet with the
addition of peanut shell torrefication ratio reached 5084 kcal/kg. The density
result of kamba that affected the transport and packaging activities, biopelet
without the addition of peanut shell torrefication ratio ranged from 682.3 to
728.94 kg/m³ while the biopelet results with the addition of peanut shell
torrefication ratio reached 735.33 kg/m³. The results of the efficiency of
combustion, the ratio values of biopelet without peanut shell charcoal ranged from
39.44 to 45.55% while the value efficiency of biopelet combustion with the
addition of peanut shell charcoal ratio reached 47.80%. From the calculation of
the energy, the energy used to make biopelet was smaller than the energy
produced by biopelet; thus, it was feasible in energy. In general, the torrefication
technique can improve the qualityof biopelet except ash content. The ash content
increased if ratio of peanut shell charcoal increased, too.
This biopelet is quite appropriate to be applied in the midst of society and
industrial activity with abundant raw materials. It is not costly to obtain the raw
materials. Moreover, it is environmentally friendly. This biopelet is believed to be
a solid alternative energy solution that is promising for the next few years
although it can not absolutely replace the fossil fuel consumption.

Keywords: bagasse, biomass energy, biopellet, densification, peanut shell, torrefication

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH TOREFIKASI DAN KOMPOSISI BAHAN
TERHADAP KUALITAS BIOPELET BAGAS DAN KULIT
KACANG TANAH

ALFIAN SYUKRI LUBIS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Suprihatin, Dipl. Eng

Judul Penelitian
Nama
NIM

: Pengaruh Torefikasi dan Komposisi Bahan Terhadap
Kualitas Biopelet Bagas dan Kulit kacang Tanah
: Alfian Syukri Lubis
: F351124071
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc
Ketua

Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi
Anggota

Dr Ir Mohamad Yani, M.Eng
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 25 Mei 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah
Pengaruh Torefikasi dan Komposisi Bahan Terhadap Kualitas Biopelet Bagas dan
Kulit kacang Tanah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir Muhammad
RomLi, MSc, Bapak Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng dan Bapak Prof (R). Dr.
Gustan Pari, MSi selaku Tim komisi pembimbing. Di samping itu, ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Drs. H. Masuddin Lubis, MPd (Ayah), Hj.
Riana Sari Siregar, BSc (Ibu), Risqoh Novrianti Lubis, STP dan Aroel Fahrozi SP
(kakak), dr. Neili Husnaini Lubis dan Dodi Syahputra S.Kom (kakak), Fauzi
Masri Lubis (adik), Indah Maya Sari SPt, sahabat-sahabat yang selalu mendukung
dalam penyelesaian studi di Pascasarjana TIP (Benny Saputra MSi, Wahyu kamal
MSi, Mohamad Rafi Msi dan Mas Budi MSi), Rekan yang membantu Riset
(Syarif Tua Hasibuan SE, Herman Habibi S.Kom, Nirwan STP, Reno. Rekan di
FORUM WACANA IPB masa bakti 2012-2013. Sahabat dan Keluarga
IMATAPSEL Bogor. Rekan-rekan WISMA SAS Balebak (Ridho, Rahman, Haga,
Diko, Budi, Dani, Habib dan Wahyu). Rekan-rekan di FORMATIP TIP IPB 2015,
teman-teman TIP S2 dan S3 angkatan 2012-2014, teman-teman IMPACS IPB,
PUSLITBANG HASIL HUTAN BOGOR (Pak Djeni, Pak Ali, Pak Santio, Pak
Mahfudin), PG Trangkil Pati, PT Dua Kelinci dan seluruh staf departemen
Teknologi Industri Pertanian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Alfian Syukri Lubis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ampas Tebu (Bagas)
Limbah Kulit Kacang Tanah
Pod kakao dan Kanji
Densifikasi dan Biopelet
Torefikasi
Analisis energi
Emisi hasil pembakaran biopelet

4
4
6
7
9
11
13
15

3 METODELOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat

16
16
16
17
17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bahan baku
Hasil Torefikasi Kulit Kacang tanah
Hasil Analisa Mutu Biopelet 100% Bahan Baku
Hasil analisa komposisi BIB + KKT
Hasil analisa komposisi BIK + KKT
Hasil analisa komposisi BIK + KKT + AKT
Energi pembuatan biopelet
Emisi hasil pembakaran biopelet

21
21
23
26
31
36
40
46
52

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

56
56
57

DAFTAR PUSTAKA

57

LAMPIRAN

63

RIWAYAT HIDUP

117

DAFTAR TABEL
1 Komposisi Kimia Ampas Tebu
2 Perkembangan Produksi Kacang Tanah 2008-2012
3 Sasaran Produksi Kacang Tanah 2012-2014
4 Komposisi Kimia Pod Kakao
5 Standar Biopelet Berbagai Negara
6 Standar Mutu Briket Berbagai Negara
7 Komposisi perlakuan pembuatan serbuk arang
8 Komposisi 100% bahan baku
9 Komposisi campuran BIB + KKT
10 Komposisi campuran BIK + KKT
11 Komposisi campuran BIK + KKT + AKT
12 Hasil uji karakteristik bahan baku pembuatan biopelet
13 Hasil uji karakterisasi pod kakao
14 Hasil analisa kadar air, abu, zat terbang dan karbon terikat biopelet
100%
15 Nilai densitas, kamba dan nilai kuat tekan biiopelet 100% bahan baku
16 Nilai kadar air, abu, zat terbang, karbon terikat biopelet komposisi
BIB +KKT
17 Nilai kalor, densitas, kamba dan kuat tekan biopelet komposisi BIB
BIB + KKT
18 Nilai zat terbang, karbon terikat, densitas biopelet komposisi
BIK + KKT
19 Nilai densitas, kamba, kuat tekan, kadar N, S dan Cl biopelet komposisi
BIK + KKT
20 Energi input proses pembuatan biopelet dan energi output biopelet
21 Hasil uji karakterisasi pembakaran bahan baku dan biopelet
22 Nilai efisiensi pembakaran bahan baku dan biopelet
23 Asumsi nilai ekonomis pemakaian bahan bakar biopelet, briket, minyak
tanah, LPG dan batubara
24 Nilai emisi pembakaran bahan baku dan biopelet terbaik
25 Nilai emisi pembakaran berbagai jenis bahan bakar

5
6
6
7
11
11
19
19
19
19
19
21
23
26
28
32
33
37
39
46
49
50
51
52
55

DAFTAR GAMBAR
1 Ampas tebu dan serbuk bagas lolos saringan 60 mesh
2 Kulit kacang tanah
3 Limbah pod kakao
4 Biopelet arang dan biopelet non arang sekam padi
5 Diagram alir pembuatan biopelet bugkil jarak (Liliana 2010)
6 Skema sederhana proses torefikasi
7 Disk mill
8 Alat saring ukuran 60 mesh
9 Retort (Kiln drum) torefikasi
10 Ring die pellet mill
11 Kadar air dan abu arang kulit kacang tanah
12 Kadar zat terbang dan karbon terikat arang kulit kacang tanah
13 Nilai kalor arang kulit kacang tanah
14 Nilai kalor biopelet 100% bahan baku
15 Kadar N, S, Cl dan penurunan bobot biopelet 100% bahan baku
16 Kadar N, S, Cl dan penurunan bobot biopelet komposisi BIB + KKT
17 Kadar air dan abu biopelet komposisi BIK + KKT
18 Nilai penurunan bobot biopelet komposisi BIK + KKT
19 Nilai kadar air, abu, zat terbang, karbon terikat, kalor dan densitas
biopelet komposisi BIK + KKT + AKT
20 Nilai kamba, kuat tekan, kadar N, S, Cl dan nilai penurunan bobot
biopelet komposisi BIK + KKT + AKT
21 Bacharach 24-7325 QZ 1004 dan Pengujian emisi pembakaran
22 Universal testing machine (UTM)

5
6
8
9
10
13
17
18
18
18
24
25
25
27
29
35
36
40
41
44
53
69

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Diagram alir pembuatan perekat pod kakao
Diagram alir pembuatan biopelet
Metode pengujian bahan baku, arang torefikasi dan biopelet
Cara (rumus) perhitungan analisis energi biopelet
Analisis varian dan uji lanjut perlakuan torefikasi kulit kacang tanah
Analisis varian dan uji lanjut perlakuan biopelet 100% bahan baku
Analisis varian dan uji lanjut perlakuan komposisi BIB + KKT
Analisis varian dan uji lanjut perlakuan komposisi BIK + KKT
Analisis varian dan uji lanjut perlakuan komposisi BIK + KKT + AKT
Perhitungan energi proses yang digunakan dalam pembuatan biopelet
Perhitungan energi biopelet yang dihasilkan
Perhitungan HPP dan harga jual untung yang dihasilkan dalam
pembuatan biopelet kapasitas 500 kg/jam
13 Perhitungan HPP dan harga jual untung dalam pembuatan biopelet
kapasitas 30 kg/hari
14 Perhitungan nilai karakteristik pembakaran biopelet
15 Dokumentasi penelitian

63
64
66
73
74
76
82
88
94
101
113
106
108
110
115

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang sangat serbaguna
dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya. Biomassa dapat menghasilkan
energi untuk panas, listrik dan transportasi (Siemers 2006). Bahan yang termasuk
biomassa antara lain sisa hasil perkebunan dan hutan, limbah pertanian, limbah
kayu, limbah hewan, tanaman air, tanaman kecil, limbah industri serta limbah
pemukiman (Bergman dan Zerbe 2005). Densifikasi dengan cara pelletisasi
merupakan salah satu teknologi yang sudah teruji meningkatkan sifat biomassa
untuk konversi energi. Konversi yang dilakukan dapat memudahkan dalam
penanganan, transportasi, penyimpanan, pengemasan, peningkatan daya bakar,
peningkatan efisiensi bakar, keseragaman serta kerapatan energi yang lebih besar.
Menurut (Hill et al. 2006) konversi yang dilakukan terhadap bahan bakar
biomassa harus memiliki keuntungan energi yaitu energi yang dihasilkan harus
lebih besar daripada energi proses produksi.
Biopelet adalah jenis bahan bakar padat berbasis limbah biomassa dengan
ukuran lebih kecil dari ukuran briket. Proses yang digunakan adalah pengempaan
dengan suhu dan tekanan tinggi sehingga membentuk produk yang seragam
dengan kapasitas produksi yang tinggi (Franke dan Ray 2006). Biopelet
dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif yang berasal dari kepingan kayu di
beberapa negara maju, seperti: Jerman, Kanada, dan Austria. Biopelet diproduksi
dengan menghancurkan bahan baku menggunakan disk mill/hummer mill
sehingga diperoleh massa partikel bahan yang seragam. Massa partikel bahan
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mesin pengepres yang mempunyai
diameter lubang antara 6-8 mm dan panjang 10-12 mm (Mani et al. 2006).
Selama beberapa tahun terakhir kapasitas produksi biopelet di Eropa dan
Amerika telah meningkat secara signifikan. Produksi biopelet di Amerika Utara
pada tahun 2004 berkisar 1.200.000 ton dan pada tahun berikutnya meningkat
hingga lebih dari 4.000.000 ton (Bioenergy 2004 dalam Bergman dan Zerbe 2005).
Angka tersebut menunjukkan bahwa pasar biopelet menjadi cukup terbuka dan
strategis di pasar domestik maupun internasional. Kebijakan baru pemerintah
Belanda pada sektor energi untuk membatasi penggunaan batubara sebagai bahan
bakar pembangkit listrik menuai respon positif. Belanda mengupayakan substitusi
pemakaian batubara dengan bahan bakar alternatif seperti biopelet. Meskipun
volume produksi biopelet masih relatif kecil, namun pemerintah Belanda bertekad
menjadikan biopelet sebagai bahan bakar berkelanjutan untuk menggantikan
batubara (Bregman dan Zerbe 2005). Menurut prediksi (Indonesia Energy
Outlook 2002 dalam Prihandana dan Hendroko 2007), sumber daya biomassa
Indonesia mampu memproduksi setidaknya 434.000 GW atau setara dengan 255
juta barel minyak per tahun, asumsinya bisa mengganti sekitar 30% dari konsumsi
minyak bumi, namun hal ini belum termanfaatkan secara baik. Kebutuhan bahan
bakar yang selama ini dominan dipenuhi oleh bahan bakar fosil menjadi tantangan
pemerintah untuk merubah pola pikir masyarakat dan industri agar mau
menggunakan energi padat terbarukan.

2
Beberapa dekade terakhir ini, pangsa pasar biopelet semakin meningkat di
dunia. Peningkatan mutu biopelet dengan berbagai teknik perbaikan kualitas
produk menjadi suatu hal yang harus segera dilakukan. Problem biologis dan
perbaikan sifat fisik menjadi suatu hal yang patut di upayakan. Ketahanan biopelet
akibat aktivitas jamur dan mikroba serta kondisi lingkungan yang lembab
berpengaruh pada umur simpan yang bisa merusak bentuk produk dan
menurunkan nilai energinya (Alakangas dan Paju 2002). Permasalahan
transportasi dan keseragaman produk juga terganggu ketika biopelet rentan oleh
gangguan yang bersifat fisik, kimia dan biologis. Sehingga untuk terus
mempertahankan mutu produk diperlukan penanganan khusus dengan penelitian
dan riset yang berkelanjutan.
Torefikasi atau yang lebih dikenal dengan pengarangan adalah suatu proses
termokimia pada suhu 200-300°C tanpa adanya oksigen, pada tekanan atmosfer,
dan laju pemanasan partikel yang rendah (

Dokumen yang terkait

Pengaruh Komposisi Kacang Mete dan Kacang Tanah, serta Lama Penyanggraian Terhadap Mutu Mentega Kacang Campuran (Mixed Peanut Butter)

5 69 74

Pengaruh Komposisi Konsentrat Sirsak Dan Kacang Tanah Dan Banyaknya Emulsifier Terhadap Mutu Mentega Kacang Campuran (Mixed Peanut Butter)

2 30 118

PEMANFAATAN BIJI NANGKA DAN KULIT KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU BIOPLASTIK DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL Pemanfaatan Biji Nangka Dan Kulit Kacang Tanah Sebagai Bahan Baku Bioplastik Dengan Penambahan Gliserol.

1 3 16

PEMANFAATAN BONGGOL PISANG DAN KULIT KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PLASTIK BIODEGRADABLE Pemanfaatan Bonggol Pisang Dan Kulit Kacang Tanah Sebagai Bahan Baku Plastik Biodegradable dengan Penambahan Gliserol.

0 1 13

PEMANFAATAN BONGGOL PISANG DAN KULIT KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PLASTIK BIODEGRADABLE Pemanfaatan Bonggol Pisang Dan Kulit Kacang Tanah Sebagai Bahan Baku Plastik Biodegradable dengan Penambahan Gliserol.

0 1 15

PENGARUH PERENDAMAN KACANG MERAH DALAM SARI KULIT NANAS TERHADAP KADAR PROTEIN DAN PENGARUH PERENDAMAN KACANG MERAH DALAM SARI KULIT NANAS TERHADAP KADAR PROTEIN DAN KUALITAS TEMPE KACANG MERAH.

0 2 14

PENGARUH DOSIS UREA DALAM AMONIASI KULIT KACANG TANAH TERHADAP DEGRADASI BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK DAN PROTEIN KASAR SECARA IN-VITRO.

1 1 6

PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI DAN KOMPOSISI ARANG TERHADAP KUALITAS BIOBRIKET DARI CAMPURAN CANGKANG BIJI KARET DAN KULIT KACANG TANAH

0 0 11

PENGARUH VARIASI TEKANAN PENGEPRESAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK KOMPOSIT TEPUNG KANJI - KULIT KACANG TANAH (Cassava Starch) - (Arachis Hypogaea)

0 0 11

PENGARUH KOMPOSISI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI CAMPURAN KULIT KACANG DAN SERBUK GERGAJI TERHADAP NILAI PEMBAKARAN

0 0 8