Uji Tarik Dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (Tbs) Sawit Tipe Jaring

UJI TARIK DAN KETAHANAN TALI ALAT PENAMPUNG
TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT
TIPE JARING

QONIURROCHMATULLOH

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Tarik dan
Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring
adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Qoniurrochmatulloh
NIM F14100086

ABSTRAK
QONIURROCHMATULLOH. Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung
Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring. Dibimbing Oleh MAD YAMIN dan
SAM HERODIAN.
Pengujian beberapa macam tali dilakukan untuk mengetahui karakter fisik
dan kemampuan mekanis tali sebagai informasi utama pembuatan jaring pada alat
penampung TBS (tandan buah segar) tipe jaring. Tali yang digunakan adalah tali
nilon, prusik, dan PE dengan diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm. Perlakuan khusus
diberikan kepada tiap tali yaitu dengan perendaman air tidak kurang dari 12 jam,
dengan suhu air 20 ± 2˚C. Beberapa pengujian yang dilakukan meliputi uji gaya
putus, regangan longitudinal, energi yang mampu diserap tali, dan uji impact tali.
Dari hasil pengujian tarik, diperolehlah gaya putus dan regangan longitudinal, dan
energi yang mampu diserap tali. Sedangkan untuk pengujian impact tali,
digunakan alat uji impact untuk mengukur seberapa kuat tali menahan beban tibatiba. Hasil menunjukkan bahwa tali PE memiliki nilai gaya putus terbesar dengan

nilai rata-rata 105.95 kgf dan 105.99 kgf (perlakuan kering dan basah pada
diameter 4 mm), dan juga tidak terpengaruh perlakuan perendaman air. Tali prusik
memiliki nilai regangan longitudinal paling tinggi dengan nilai rata-rata 0.96 m/m
dan 0.90 m/m (perlakuan kering dan basah pada diameter 4 mm), dan nilai
penyerapan energi terbesardengan nilai rata-rata 321.09 J/m dan 323.97 J/m
(perlakuan kering dan basah diameter 4 mm). Tali nilon menyerap air sehingga
adanya perlakuan perendaman mempengaruhi nilai hasil pengujian. Tali yang
paling kuat pada uji impact adalah tali PE, membutuhkan rata-rata 10.20 kali dan
10.00 kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm).
Sedikit berbeda dengan nilai uji impact tali prusik yang membutuhkan rata-rata
10.00 kali dan 9.60 kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah
diameter 4 mm). Pemilihan tali terbaik menggunakan metode nilai indeks sifat
berbobot. Tali yang paling cocok sebagai bahan jaring adalah tali nilon dengan
nilai indeks 0.86.
Kata kunci : regangan longitudinal, energi, gaya putus, tali, uji impact.

ABSTRACT
QONIURROCHMATULLOH. Rope Tensile and Endurance Test for Oil Palm
Fresh Fruit Bunches (FFB) Catcher Equipment Net Type. Supervised by MAD
YAMIN dan SAM HERODIAN.

Testing on physical character and mechanical ability for some types of rope
in order to give main information on designing oil palm fresh fruit bunches (FFB)
catcher equipment net type. Some types of rope is used for test, they are nylon,
prusik, and PE rope with 2 mm, 3 mm, and 4 mm diameter in each. Specific
treatment applied on the rope sample is immersing in tap water not less than 12
hours under 20 ± 2˚C water temperature. Those several testing parameter are
breaking strength, elongation, energy absorbed by rope, and rope impact
endurance. From tensile test result, can be obtain breaking force, elongation, and
energy absorbed value of each rope. While for the impact testing, the rope
measured for how strong they resist the sudden load. Result showing that PE rope
has the highest average value of breaking strength with 105.95 kgf and 105.99 kgf
(dry and wet treatment, 4 mm rope diameter), and it is not influenced by wet
treatment. Prusik rope has the highest average value of elongation with 0.96 m/m
and 0.90 m/m (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter), and highest average
value of energy absorbed with 321.09 J/m and 323.97 J/m (dry and wet
treatment, 4 mm rope diameter). Nylon rope is water absorbant, so that the testing
value is influenced by wet treatment. The strongest rope on impact testing result is
PE, need 10.20 cycle and 10.00 cycle under the sudden load until it is broken (dry
and wet treatment, 4 mm rope diameter). Little higher than impact testing result
of prusik rope with 10.00 cycle and 9.60 cycle under the sudden load until it is

broken (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter). Selection of the best rope is
using weighted - properties index value. Then the most suitable rope for net
material is nylon rope with index value 0.86.
Keywords: elongation, energy, breaking strength, rope, impact testing.

UJI TARIK DAN KETAHANAN TALI ALAT PENAMPUNG
TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT
TIPE JARING

QONIURROCHMATULLOH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Judul Skripsi : Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar
(TBS) Sawit Tipe Jaring
Nama
: Qoniurrochmatulloh
NIM
: F14100086

Disetujui oleh

Ir Mad Yamin, MT
Pembimbing I

Dr Ir Sam Herodian, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan ridho Nya sehingga penelitian dan skripsi dengan judul “ Uji Tarik dan
Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring ”
dapat diselesaikan. Skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik ini penulis persembahkan untuk ayah, ibu dan semua orang
yang telah mendukung saya selama ini dengan cinta, kasih sayang, bimbingan,
pengorbanan, dan doa yang senantiasa menyertai perjalanan penulis. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Ir Mad Yamin MT dan Dr Ir Sam Herodian MS selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan dorongan, arahan dan bimbingan yang
sangat bermanfaat.
2. Dr Ir Gatot Pramuhadi MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan kritik dan saran selama pelaksanaan tugas akhir.
3. Orang tua, Puri, adik-adik, dan seluruh keluarga tercinta yang telah

memberikan dukungan, doa, semangat dan perhatian.
4. Aswin, Weni, Sigit, Reza, rekan kontrakan Safari Balebak dan seluruh teman teman Antares 47 yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta
senantiasa membantu saya selama pengerjaan penelitian ini.
5. Teknisi dan laboran di laboratorium RDBK dan lapangan Siswadhi Soepardjo
yang senantiasa membantu, mengarahkan dan mendukung penelitian saya.
6. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong terselesaikannya kegiatan
penelitian, serta kerjasamanya dalam penyusunan laporan penelitian ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik
dan saran sebagai masukan berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, 23 Februari 2015

Qoniurrochmatulloh

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Tandan Buah Kelapa Sawit

3

Pemanenan Kelapa Sawit

3


Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Tipe Jaring

4

Tali

5

METODE PENELITIAN

9

Waktu dan Tempat

9

Alat dan Bahan

9


Tahapan Penelitian

9

Prosedur Analisis Data

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

14

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Ranking pembobotan terhadap masing-masing sifat
Nilai indeks sifat berbobot ( )
Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 2 mm
Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 3 mm
Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 4 mm
Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 2 mm
Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 3 mm
Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 4 mm
Energi yang diserap pada tali dengan diameter 2 mm
Energi yang diserap pada tali dengan diameter 3 mm
Energi yang diserap pada tali dengan diameter 4 mm
Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 2 mm
Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 3 mm
Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 4 mm
Nilai numerik sifat untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering
Pemberian faktor pembobot (w) untuk tali diameter 2 mm perlakuan
kering
17 Nilai sifat berskala ( ) untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering
18 Hasil perhitungan nilai indeks sifat berbobot ( ) untuk tali diameter 2
mm perlakuan kering

21
21
25
25
26
27
27
28
29
29
30
31
31
31
41
41
41
42

DAFTAR GAMBAR
1 Elemen kerja yang membutuhkan waktu paling lama dalam pemanenan
kelapa sawit
2 Elemen kerja yang paling melelahkan dalam pemanenan kelapa sawit
3 (a) Penempatan alat penampung TBS tipe jaring tampak samping (b)
Tampak atas
4 Hubungan energi yang diserap pada tali dengan beban - regangan
longitudinal
5 (a) Gulungan tali nilon (b) Konstruksi tali nilon
6 (a) Gulungan tali PE (b) Konstruksi tali PE
7 (a) Gulungan tali prusik (b) Konstruksi tali prusik
8 Diagram alir penelitian
9 Alat uji tarik yang berada di lab RDBK
10 Alat uji impact hasil desain
11 Luasan trapesoidal
12 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan kering
13 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan basah
14 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter
berbeda dengan perlakuan kering

1
2
4
6
7
8
8
10
11
11
12
14
15
16

15 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter
berbeda dengan perlakuan basah
16 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter
berbeda dengan perlakuan kering
17 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter
berbeda dengan perlakuan kering
18 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali
pada dimater berbeda dengan perlakuan kering
19 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali
pada dimater berbeda dengan perlakuan basah
20 Grafik perbandingan gaya putus tali nilon antara perlakuan basah dan
kering
21 Grafik perbandingan gaya putus tali PE antara perlakuan basah dan
kering
22 Grafik perbandingan gaya putus tali prusik antara perlakuan basah dan
kering
23 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali nilon antara perlakuan
basah dan kering
24 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali PE antara perlakuan
basah dan kering
25 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali prusik antara perlakuan
basah dan kering
26 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali nilon antara
perlakuan basah dan kering
27 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali PE antara
perlakuan basah dan kering
28 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali prusik antara
perlakuan basah dan kering
29 Grafik perbandingan ketahanan impact tali nilon antara perlakuan basah
dan kering
30 Grafik perbandingan ketahanan impact tali PE antara perlakuan basah
dan kering
31 Grafik perbandingan ketahanan impact tali prusik antara perlakuan
basah dan kering

17
18
18
20
20
32
32
32
33
33
33
34
34
34
35
35
35

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data nilai gaya putus pada tali nilon, PE, dan prusik
2 Data nilai regangan longitudinal pada tali nilon, PE dan prusik
3 Data energi yang diserap pada tali nilon, PE dan prusik selama
penarikan
4 Data jumlah tumbukan pada tali nilon, PE dan prusik hingga putus
5 Perbandingan gaya putus masing-masing tali antara perlakuan kering
dan basah
6 Perbandingan regangan longitudinal masing-masing tali antara
perlakuan kering dan basah

25
27
29
31
32
33

7 Perbandingan energi yang diserap masing-masing tali antara perlakuan
kering dan basah
8 Perbandingan banyak tumbukan masing-masing tali antara perlakuan
kering dan basah
9 Waktu jatuh bebas yang pada penumbukan tali
10 Kriteria nilai kerusakan pada uji impact
11 Perhitungan uji impact tali
12 Contoh perhitungan nilai indeks sifat berbobot ( )
13 Gambar teknik alat uji impact hasil desain

34
35
36
37
39
41
43

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanenan TBS (tandan buah segar) kelapa sawit merupakan salah satu
kegiatan paling intensif dilakukan di perkebunan kelapa sawit. Pemanenan TBS
secara manual menggunakan alat dodos untuk memisahkan TBS dari pohon dan
langsung jatuh ke tanah. Pemanenan dengan sistem menjatuhkan langsung tandan
kelapa sawit, akan menyebabkan banyak buah yang membrondol atau terpisah
dari tandannya. Hal ini menyebabkan loses (kerugian) bagi perkebunan kelapa
sawit yang bersangkutan.
Menurut Pahan (2006), selama kegiatan panen dan pengangkutan tandan,
asam lemak bebas (ALB) dapat naik dengan cepat. Apabila buah dibiarkan begitu
saja tanpa perlakuan khusus, dalam waktu 24 jam kandungan ALB dapat
mencapai 67% (Ponten 1994). Peningkatan ALB akan memperbesar loses
rendemen. Sedangkan untuk mengurangi loses tersebut, para pekerja harus
memungut brondolan secara manual.
Pemungutan brondolan ini, tentunya memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga tidak efektif untuk dilakukan pada seluruh areal perkebunan.Putranti
(2013) menjelaskan dari hasil wawancara untuk memilih manakah elemen
pekerjaan yang paling melelahkan dan membutuhkan waktu paling lama dalam
pemanenan kelapa sawit dengan pemanen sebagai responden. Data mengenai hal
tersebut disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Alat pemanen TBS sawit tipe jaring mampu menampung brondolan kelapa
sawit agar pemanen tidak perlu lagi memungut secara manual brondolan sawit.
Alat ini diharapkan dapat mengurangi loses serta mempercepat waktu pemanenan
pada tiap areal pemanenan. Untuk membuat alat pemanen TBS sawit yang baik
diperlukan adanya pengetahuan akan karakteristik dari bahan yang pembuatan.
Salah satu bahan yang paling penting adalah tali untuk jaring itu sendiri.

Pemanen
(responden)

50

44

40
30
20
10

1

1

1

0

Memungut
berondolan

Mengangkong Memotong buah
kejepit

Memotong
pelepah

Gambar 1 Elemen kerja yang membutuhkan waktu paling lama dalam pemanenan
kelapa sawit (Putranti 2013)

2

Pemanen
(responden)

50
40
30
20
10

20
16
7
1

1

1

Memikul
buah

Memotong
pelepah

Memuat
tandan ke
angkong

0

Memungut Mengangkong Memotong
berondolan
tandan

Gambar 2 Elemen kerja yang paling melelahkan dalam pemanenan kelapa sawit
(Putranti 2013)
Pemilihan tali merupakan hal yang penting dilakukan agar jaring dapat
berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Macam-macam tali memiliki sifat fisik
dan mekanis yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian khusus
seperti pengujian tarik dan ketahanan terhadap tumbukan untuk menentukan
kemampuan beberapa macam tali yang dianggap mampu dijadikan bahan
pembuatan jaring dalam pembuatan alat penampung TBS.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menentukan dan menganalisis karakteristik fisik dan mekanik tali berupa
gaya tarik, regangan longitudinal, besar energi yang mampu diserap dan
ketahanan impact untuk alat penampung TBS sawit tipe jaring.
2. Menentukan bahan tali untuk jaring yang terbaik.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa pedoman
pemilihan tali untuk jaring dalam proses rancang bangun alat penampung TBS
sawit tipe jaring.

Ruang Lingkup Penelitian
Agar perhatian dalam pemecahan masalah dapat terpusat maka perlu
dilakukan pembatasan masalah, beberapa batasan-batasan terhadap masalah yang
akan dibahas yaitu :
1. Pengukuran karakteristik fisik dan mekanik pada tiga macam tali (nilon,
PE, dan prusik).
2. Tali yang akan dilakukan pengukuran merupakan bahan jaring untuk alat
penampung tandan buah segar (TBS) sawit tipe jaring.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Tandan Buah Kelapa Sawit
Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan
bergerombol pada tandan buah. Jumlah buah per tandan dapat mencapai 1 - 600
buah, berbentuk lonjong sampai membulat. Panjang buah berkisar 2 - 5 cm dan
beratnya sampai 30 gram. Bagian-bagian buah terdiri atas eksokarp (kulit buah),
mesokarp (sabut), dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp sedangkan
biji terdiri atas endokarp (cangkang) dan inti (kernel). Inti terdiri atas endosperm
(putih lembaga) dan embrio. Bagian-bagian buah yang menghasilkan minyak
adalah mesokarp dan inti. Buah kelapa sawit mencapai kematangan (siap untuk
panen) sekitar 5 - 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Warna buah bergantung
pada varietas dan umurnya (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008).
Kelapa sawit berkulit tebal misalnya varietas dura yang persentase kulitnya
20 – 40 % atau bahkan lebih tinggi. Ketebalan kulitnya adalah 2 – 8 mm. Proporsi
kernelnya cukup besar yaitu 7 – 20 % sedangkan presentase mesocarp-nya relatif
rendah. Kelapa sawit berkulit tipis misalnya varietas tenera yang proporsi kulitnya
kira-kira 5 – 20 % dan ketebalan kulitnya tipis (0,5 -3,0 mm). Kernel atau inti
sawitnya lebih kecil daripada varietas dura yaitu 3 - 12% dari berat buah (Hadi,
2004). Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 9 - 12 m
diukur dari permukaan tanah. Dan diameter tandan 45 - 65 cm. Berat satu buah
tandan buah segar panen bisa mencapai 30 kg. Tandan buah sawit memiliki duriduri yang berukuran besar di antara buahnya yang bergerombol (Tomimura 1992).
Kusuma (2010) menyatakan bahwa bobot TBS di Kabupaten Tanah Laut,
Kalimantan Selatan berkisar antara 15-30 kg. Di Kabupaten Kampar, Riau bobot
TBS berkisar 25 - 35 kg (Enny R et al. 2008). Dalam vandamecum bidang
tanaman PTP X Lampung (1993) dalam Zulfahrizal (2005), bobot rata-rata TBS
berkisar antara 4-25 kg tergantung umur tanaman. Zulfahrizal (2005), menyatakan
bobot rata-rata TBS di PTPN V Pekanbaru, Riau berkisar antara 3-42 kg.
Nazzamudin (2013) dalam Rusnadi (2013) menyatakan bahwa energi potensial
dari jatuhnya TBS berkisar antara 0.44-4.44 kJ dengan bobot berkisar antara 1632 kg di Medan.
Pemanenan Kelapa Sawit
Proses pemanenan tandan buah segar (TBS) terdiri dari beberapa tahapan
pekerjaan yaitu: (1) Tahap pemanenan, yang terdiri dari pemotongan pelepah dan
TBS, memasukkan TBS ke dalam angkong, dan membawa TBS dengan angkong
ke TPH dan (2) Pemuatan TBS ke dalam truk pengangkut (Hendra dan Rahardjo
2009). Pemotongan pelepah dan TBS biasanya menggunakan egrek. Saat
pemanenan inilah banyak buah sawit yang bengkak dan mengeluarkan enzim
lipase yang berujung terbentuknya asam lemak bebas (Hadi 2004). Brondolan
buah sawit seringkali rontok saat tandan buah segar (TBS) dipanen. Pengumpulan
berondolan buah sawit membutuhkan banyak waktu dan tenaga dari pekerja.
Lubis (1992) menyatakan bahwa keberhasilan panen dan produksi sangat
bergantung pada bahan tanaman yang dipergunakan, manusia (pemanen) dengan

4
kapasitas kerjanya, peralatan yang dipergunakan untuk panen, kelancaran
transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik,
keadaan areal, insentif yang disediakan, dan lain-lain.
Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Tipe Jaring
Alat penampung TBS tipe jaring merupakan alat yang digunakan untuk
menangkap berondolan buah sawit yang tercecer dari tandannya. Semakin banyak
buah yang membrondol berarti buah semakin matang. Kondisi seperti inilah yang
menjadi salah satu kriteria dalam penentuan buah yang akan dipanen. Buah sawit
brondolan ini harus dikutip dan dikumpulkan untuk diproses di pabrik kelapa
sawit. Penempatan alat penampung TBS tipe jaring dapat dilihat pada Gambar 3.

Pohon kelapa sawit

Alat penampung
TBS

(a)

(b)

Gambar 3 (a) Penempatan alat penampung TBS tipe jaring tampak samping
(b) Tampak atas
Alat ini merupakan salah satu modifikasi dari alat-alat yang telah dibuat
untuk menampung tandan buah sawit. Salah satunya adalah platform penangkapan
buah (fruit catchment platform) yang dirancang oleh D. Adetan pada tahun 2007.
Platform ini berupa jaring yang yang terdiri dari beberapa lapis bahan plastik dan
pada bagian ujungnya diikatkan pada batang pohon sawit. Dari penelitian ini
ditemukan bahwa rata-rata jarak TBS yang jatuh dari pohon sawit adalah 1.06 m
dan bentuk platform untuk menampung TBS adalah persegi dengan ukuran 2 m ×
2 m. Pada alat yang dikembangkan ini ditemukan kelemahan seperti alat sulit
untuk untuk dipindahkan dari suatu pohon ke pohon lainnya dalam waktu yang
singkat, lapisan plastik yang tebal membuat alat ini berat dan sulit untuk dilipat
sehingga masih menyulitkan pemanen dilahan. Kondisi diatas memerlukan
pengembangan alat yang berupa jaring yang mudah dioperasikan dikebun sawit
dan terbuat dari tali yang kuat dan ringan.

5
Tali
Tali merupakan bahan yang digunakan untuk membuat jaring. Menurut
Kamus Bahasa Inggris Oxford dalam McKenna et al. (2004), tali merupakan
sebuah garis atau jalinan yang kuat dan kokoh, biasanya terbuat dari benang rami
yang dipilin, lanen, atau bahan berserat lainnya, tetapi juga dari potongan kulit,
ranting lentur, kawat logam, dll.
Karakteristik tali dalam McKenna et al. (2004):
1. Densitas tali (Rope density)
Densitas tali atau kepadatan tali diketahui dari densitas linear tali sesuai
dengan rumus pada persamaan 1 berikut :
……………………………………………………………….(1)
Keterangan :
DL
= Densitas tali, kg/m3
DLT = Densitas linear tali, kg/m
LT
= Luas penampang tali, m2
2.

Kekuatan dan berat (Strength and weight)
Untuk tali yang digunakan, perhitungan mekanis yang penting adalah
kekuatan putus (breaking strength), umumnya dinyatakan dalam bentuk gaya
putus (breaking force) kgf, kN, atau lbf. Kebanyakan juga nilai kekuatan
putus dinyatakan dalam satuan Pa atau pound/inci2.

3.

Regangan longitudinal (Elongation)
Semua tali akan memanjang saat diberi beban. Regangan longitudinal
merupakan sifat mekanik yang menyatakan sejauh mana tali akan meregang
saat diberi beban. Satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan regangan
longitudinal adalah m/m.

4.

Penyerapan energi (Energy absorption)
Tali membentang dapat menyerap energi. Ini dapat menjadi sifat yang
berguna untuk beberapa kegiatan seperti jaring penangkapan pendaki gunung.
Energi yang diserap tali dapat diukur dengan luas area di bawah kurva
hubungan beban – regangan longitudinal. Wong (1981) menjelaskan
hubungan tersebut (dalam Gambar 4) dengan nilai energi yang mampu
diserap tali adalah bagian yang diarsir. Besar beban ditampilkan pada sumbu
y, regangan longitudinal ditampilkan pada sumbu x. Satuan energi yang
dinyatakan dalam bentuk kg.m/m atau J/m. Ditampilkan pada Gambar 4
grafik hubungan beban – regangan longitudinal tali double-braid (anyam
ganda) dan 8-strand (kepang 8).

6

104 ton
@ 29.5%

Energi
9.22 ton m/m

Energi
10.4 ton m/m

Beban (ton)

74 ton
@ 44.5%

Regangan longitudinal(m/m)

Gambar 4 Hubungan energi yang diserap pada
tali dengan beban - regangan
longitudinal (McKenna et al. 2004)
5.

Kelelahan (Fatigue)
Kemampuan untuk melawan kerusakan progresif dari yang berulang
atau pembebanan jangka panjang secara statis. Sifat ini penting untuk
banyak aplikasi.

6.

Ketahanan gores (External abrasion resistance)
Ketahanan gores merupakan suatu pengujian terhadap ketahanan dari
suatu material atau contoh uji sampai rusak keseluruhan, bila
bergesekan pada suatu permukaan benda. Untuk percobaan dapat
didefinisikan sebagai sifat (kemampuan) dari suatu material untuk
menahan goresan (abrasion) di bawah kondisi percobaan yang
ditentukan, seyogyanya semirip mungkin dengan keadaan atau
kegunaan praktisnya (Klust 1983). Ketahanan tali (External abrasion
resistance) sulit untuk diukur dan tidak ada alat ukur standar
industrinya.

7.

Friksi (Friction)
Koefisien gesek antara tali dan permukaan lainnya merupakan
pertimbangan penting. Pada satu sisi dibutuhkan koefisien gesek tinggi
agar tidak ada slip ikatan, di sisi lain akan menyebabkan mudahnya
terjadi panas gesekan. Panas akan membuat banyak kemampuan
mekanis tali berkurang.

7

8.

Penyusutan (Shrinkage)
Beberapa tali dapat menyusut akibat terkena uap. Pembengkakan serat
memperluas diameter, tali menjadi lebih pendek.

9.

Kemampuan mempertahankan ikatan (Knot retention)
Kemampuan mempertahankan ikatan pada tali dapat menjadi keperluan
penting bagi beberapa orang karena tidak diinginkan terjadi slip seperti
kru penyelamat dan pemanjat gunung.

10. Kemampuan disambung (Spliceability)
Ini berkaitan dengan kemampuan tali untuk disambung dan membentuk
mata di ujung tali.
Bahan jaring dipilih berdasarkan karakteristik masing-masing tali di atas.
Beberapa tali tersebut antara lain :
Tali Nilon
Nilon (Gambar 5) adalah senyawa polimer yang memiliki gugus amida pada
setiap unit ulangnya, sehingga nilon disebut juga senyawa poliamida (Grupta
1989). Nilon bersifat kristalin, kuat, dan tahan terhadap suhu tinggi. Oleh karena
itu, nilon sangat memungkinkan untuk dipakai sebagai bahan termoplastik pada
mesin yang memiliki kemampuan setara atau lebih baik daripada logam (Suhedi
2007). Selain itu, nilon juga dapat dijadikan membrane yang memiliki sifat fisik,
kimia, dan mekanik yang sangat baik, antara lain memiliki ketahanan terhadap pH
ekstrim dan suhu tinggi (Moerniati et al.1998).

(a)
(b)
Gambar 5 (a) Gulungan tali nilon (b) Konstruksi tali nilon
Bentuk ikatan molekul nilon menyebabkan memiliki titik leleh di atas 260˚C
(McKenna et al. 2004). Disebutkan dalam USDA Forest Service (2005) bahwa
nilon 6.6 memiliki titik leleh sebesar 500˚F (β60˚C), lebih besar dari nilon 6
sebesar 419˚F (β15˚C). Tali nilon memiliki kekuatan tarik yang besar tergantung
ukurannya dan ketahanan abrasi yang tinggi ketika kering. Ketika basah, kekuatan
tariknya berkurang hingga 10 persen.
Tali PE (Polyethylene)
Tali PE (Gambar 6) atau sering disebut tali tampar banyak digunakan untuk
keperluan ringan seperti mengikat barang. Menurut McKenna (2004), tali ini

8
terbuat dari polimer sintetis polyolefin. Tali PE yang biasa dipakai untuk
keperluan umum adalah tali HDPE. Interaksi antar molekul sangat lemah,
sehingga titik lelehnya rendah. PE meleleh pada 310˚F (154.4˚C), namun mulai
lunak dan lembek pada 100˚F (γ7.8˚C). Temperatur tersebut akan mudah tercapai
saat tali terkena gesekan dan goresan. Beberapa sifat tali PE antara lain, kekuatan
tinggi, fleksibilitas tinggi, ringan dan mengambang di permukaan air, mampu
meredam getaran, tahan abrasi, tahan bahan kimia, mudah disambungkan, mudah
disimpulkan, dan cengkraman kuat.

(a)
(b)
Gambar 6 (a) Gulungan tali PE (b) Konstruksi tali PE
Tali Prusik atau Cord
Merupakan salah satu jenis tali kernmantle (Gambar 7), yaitu tali yang
umumnya digunakan untuk keperluan pemanjatan gunung dan penyelamatan. Tali
ini memiliki selubung serat yang dianyam (mantle) menyelubungi inti paralel
(kern). Konstruksi kernmantle sangat cocok untuk aplikasi di mana tingkat
keamanan yang tinggi dibutuhkan. Bagian inti menyediakan sebagian besar
kekuatan, sementara serat selubung melindungi inti dari abrasi atau goresan
bagian tali.
Mantle

Kern
(a)
(b)
Gambar 7 (a) Gulungan tali prusik (b) Konstruksi tali prusik
McKenna et al. (2004) menyebutkan tali kernmantle dibagi menjadi dua
macam, static dan dynamic. Dynamic lebih elastis daripada static yang memiliki
regangan longitudinal lebih rendah. Kernmantle dynamic dibuat dari nilon dan
bagian core biasanya menyusut dan distabilkan oleh uap untuk menambah
perpanjangan karena beban dan untuk menghilangkan perubahan setelah menjadi
basah. Kernmantle aksesoris untuk digunakan pada kegiatan penyelamatan dan

9
pendakian gunung juga dibuat dalam konstruksi kernmantle dan berbagai ukuran
mulai dari 4 hingga 8 mm.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 hingga Desember 2014.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium RDBK (Rancangan Desain Bangunan
Kayu), Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium
Lapangan Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Program pengolah data
6. Alat tulis
Kamera digital
7. Instron
Universal
Meteran
Machine (UTM)
Stopwatch
8. Alat uji impact
Timbangan
Adapun bahan-bahan yang diperlukan antara lain:
1. Tali prusik
Merk dagang
: Hade
Ukuran
: Ø 2 mm, Ø 3 mm, dan Ø 4 mm
Informasi tambahan: Tipe dynamic
2. Tali nilon
Merk dagang
: Marlin
Ukuran
: Ø 2 mm, Ø 3 mm, dan Ø 4 mm
Informasi tambahan: 210D / 4
3. Tali PE
Merk dagang
: Arida
Ukuran
: Ø 2 mm, Ø 3 mm, dan Ø 4 mm
Informasi tambahan: 1.
2.
3.
4.
5.

Testing

Tahapan Penelitian
Penelitian yang dilakukan dibagi ke dalam beberapa kegiatan besar.
Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah meliputi identifikasi masalah,
studi literatur untuk memilih tali yang sesuai, persiapan bahan uji, pengujian, dan
analisis data. Berikut diagram alir tahap penelitian dijelaskan dalam Gambar 8 .

10
Persiapan bahan uji
Persiapan sepesimen termasuk memotong tali sepanjang 50 cm sebagai
spesimen pengujian tarik. Sedangkan untuk persiapan spesimen uji impact, tiap
tali dipotong sepanjang 15 cm. Tali yang dipersiapkan adalah tali prusik, tali nilon,
dan tali PE (Polyethylene) dengan diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm.
Sebelum pengujian, menurut BSN (2010) dilakukan dua macam perlakuan
yakni dengan perlakuan basah dan kering. Kriteria perlakuan basah adalah
perendaman tali dilakukan tidak kurang dari 12 jam, dengan suhu air 20 ± 2 oC.
Kelebihan kandungan air harus dibuang. Perlakuan ini diaplikaskan untuk kedua
macam pengujian.
Mulai

Pemilihan tali
Persiapan bahan
Pengujian

Uji tarik

Uji impact

Analisis data

Rekomendasi tali

Selesai
Gambar 8 Diagram alir penelitian

Pengujian Tali
a. Uji Tarik
Pengujian tali dilakukan dengan menggunakan Instron Universal Testing
Machine (Gambar 9). Pengujian dilakukan dengan meletakkan masing-masing
ujung tali pada genggaman atas dan bawah, kemudian ditarik hingga putus. Tali

11
dikaitkan dengan genggaman menggunakan simpul yang kuat. Besar beban dan
perpanjangan pada tiap pembebanan sampai putus akan tercatat pada komputer
yang terhubung dengan mesin tersebut. Data yang dicatat berupa satuan kgf dan
perpanjangan dalam mm. Menurut BSN (2010), dalam pengujian tarik setidaknya
sepuluh uji tunggal yang sah pada masing-masing contoh uji harus dilakukan.

Gambar 9 Alat uji tarik yang berada
di lab RDBK
b. Uji Impact
Pengujian pemberian tumbukan impact horizontal secara tiba-tiba dengan
ketinggian 25 cm dan beban sebesar 7.5 kg. Tali dibentangkan di bagian bawah
dan beban dijatuhkan bebas. Setiap satu kali ulangan akan dicatat sebagai data.
Masing-masing sampel bahan tali akan diuji sebanyak 5 kali. Tali akan diuji
dengan menggunakan alat uji impact (Gambar 10).

Gambar 10 Alat uji impact hasil desain

12
Prosedur Analisis Data
a. Gaya putus dan regangan longitudinal tali
Besarnya gaya putus dan regangan longitudinal tali diperoleh dari hasil
pengujian tarik tali menggunakan instron universal testing machine berupa data
pembebanan dan perpanjangan tali. Dari data-data ini dapat diperoleh nilai gaya
putus, dan regangan longitudinal tali. Gaya putus diperoleh dari nilai pembebanan
maksimal oleh alat sebelum akhirnya tali putus. Putusnya tali dapat dilihat dari
pola grafik yaitu memuncaknya pembebanan hingga akhirnnya turun lagi. Di titik
puncak itulah diketahui sebagai gaya putus dan regangan longitudinal tali.
Semakin besar nilai gaya putus dan regangan longitudinal, semakin baik tali
tersebut.
b. Energi yang mampu diserap tali
Untuk mengetahui energi yang dapat diserap tali searah serat tali, dapat
diperoleh dari luasan bidang di bawah grafik beban -regangan longitudinal. Untuk
mencari luasan bidang di bawah grafik menggunakan metode trapesoidal. Dengan
menggunakan data beban-regangan longitudinal yang mewakili sumbu y dan x
(Gambar 11), dapat dihitung luasan seluruh wilayah dibawah grafik dari kondisi
awal sampai putus.

Gambar 11 Luasan trapesoidal
Pengukuran luasan di bawah kurva dengan menggunakan hukum
trapesoidal:
n

n 1

-

n

yn 1

β

yn

…………………………………………….(2)

Keterangan :
An
= Luas daerah ke-n
xn
= Axis ke-n
yn
= Ordinat ke-n
Sumbu y berupa data beban (kgf) dan x berupa regangan longitudinal
(mm/mm), sehingga luasan di bawah kurva (besar energi yang mampu diserap)
bersatuan kgf.mm/mm, dan bisa diubah menjadi kgf.m/m. Nilai ini kemudian

13
dikalikan dengan percepatan gravitasi (9.81 m/s2) menjadi satuan J/m. Nilai satuan
J/m ini menyatakan bahwa tali mampu menyerap atau menahan energi sebesar
sekian satuan Joule per meter panjang tali.
c. Uji impact tali
Tali yang diberi beban impact akan mengalami kerusakan. Banyaknya
perulangan penumbukan beban impact sampai tali rusak dihitung sebagai bahan
utama analisa kemampuannya menahan kerusakan akibat beban impact tali.
Semakin banyak perulangan tumbukan sampai rusak total, semakin bagus tali
tersebut.
Tiap beberapa kali pengulangan penumbukan tali akan dilakukan
pengambilan gambar untuk dinilai tingkat kerusakannya. Hal ini juga dilakukan
sebagai pembanding untuk masing-masing kerusakan tali. Tingkat kerusakan tali
dibagi menjadi beberapa kriteria kerusakan.
d. Pemilihan tali
Pemilihan tali menggunakan metode indeks sifat berbobot. Metode ini
digunakan untuk pemilihan benda berdasarkan beberapa sifat yang dimilikinya.
Sifat-sifat yang menjadi acuan akan diberikan faktor pembobotan (w) menurut
seberapa besar pengaruhnya dalam pemilihan benda tersebut. Kemudian nilai sifat
berskala dihitung menggunakan persamaan:
Ns

Ns

…………………………………………………………………………….(γ)
………………………………………………………………………….....(4)

Keterangan :
= Nilai sifat berskala
= Nilai numeric sifat
= Nilai terbesar yang dipertimbangkan
= Nilai terkecil yang dipertimbangkan

Ns
B
K

Persamaan 3 digunakan untuk sifat yang diharapkan besar seperti gaya tarik,
regangan longitudinal, kemampuan menyerap energi, banyak tumbukan impact,
dan titik leleh. Persamaan 4 digunakan untuk sifat yang diharapkan rendah seperti
densitas tali dan kemampuan menyerap air. Nilai indeks sifat berbobot dihitung
menggunakan persamaan :
i

i ………………………………………………………………………...(5)

Keterangan :
i

wi

= Nilai indeks sifat berbobot
= Nilai sifat berskala sifat ke-i
= Faktor pembobot sifat ke-i

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gaya putus tali
Hasil dari uji tarik yang berupa nilai gaya putus tali pada masing masing tali
digunakan untuk pemilihan bahan yang sesuai untuk jaring alat penampung TBS,
di mana hasil tersebut disajikan pada Gambar 12 dan Gambar 13. Nilai gaya putus
tali dengan diameter 2 mm terbesar dimiliki oleh tali nilon baik perlakuan kering
maupun basah yaitu 45.60 kgf (perlakuan kering) dan 40,55 kgf (perlakuan basah).
Setelah nilon, nilai gaya putus terbesar kedua dimiliki oleh tali PE dengan 34.44
kgf (perlakuan kering) dan 34.49 kgf (perlakuan basah). Nilai gaya putus terkecil
dimiliki tali prusik dengan 18.89 kgf (perlakuan kering) dan 17.96 kgf (perlakuan
basah).
Tali berdiameter 3 mm, nilai gaya putus paling besar dimiliki oleh tali
prusik baik perlakuan kering maupun basah. Besar nilai gaya putus tali prusik
sebesar 76.45 kgf (perlakuan kering) dan 76.06 kgf (perlakuan basah). Gaya putus
tali kedua terbesar dimiliki oleh nilon dengan 57.93 kgf (perlakuan kering) dan
54.49 kgf (perlakuan basah). Gaya putus paling lemah ukuran 3 mm dimiliki oleh
tali prusik sebesar 38.58 kgf (perlakuan kering) dan 39.00 kgf (perlakuan basah).
Untuk ukuran 4 mm, tali PE memiliki nilai gaya putus tali terbesar yakni
105.95 kgf (perlakuan kering) dan 105.99 kgf (perlakuan basah). Gaya putus tali
terbesar kedua dimiliki oleh tali prusik dengan 94,64 kgf (perlakuan kering) dan
99.43 kgf (perlakuan basah). Tali nilon memiliki gaya putus yang paling lemah
yakni 80.82 kgf (perlakuan kering) dan 73.22 kgf (perlakuan basah).

Gaya putus (kgf)

120
100
80
60
40
20
0

2 1mm

0

3 mm
2
Ukuran tali

4 mm
3

Nilon

PE

Prusik

Linear (Nilon)

Linear (PE)

Linear (Prusik)

Gambar 12 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan kering

15

Gaya putus (kgf)

120
100
80
60
40
20
0

21mm

0

32mm

43mm

Ukuran tali

Nilon

PE

Prusik

Linear (Nilon)

Linear (PE)

Linear (Prusik)

Gambar 13 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan basah
Secara keseluruhan, dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13,
perbedaan dari nilai gaya putus tali perlakuan kering dan basah. Tali nilon
mengalami penurunan nilai gaya putus dari perlakuan kering ke basah. Nilai gaya
putus tali nilon kering untuk semua ukuran, lebih besar dari nilai yang basah.
Berbeda dengan tali nilon, tali prusik hasilnya berbeda. Tali prusik mengalami
kenaikan nilai gaya putus dari perlakuan kering ke basah untuk semua diameter,
kecuali pada diameter 2 mm.
Menurut R.K. Evans (1983) nilon merupakan serat yang paling umum
digunakan sistem tali kapal yang membutuhkan penyerapan energi yang besar dan
nilon juga memiliki satu kelemahan yaitu menyerap air, dimana akan mengurangi
gayanya. McKenna et al. (2004) menjelaskan bahwa nilai gaya putus basahnya
akan berkurang paling tidak 10% dari yang kering, serta akan kembali pulih saat
telah kering.
Adanya perlakuan basah dan kering membuat nilai gaya putus tali berbeda,
di mana pada diameter 2 mm tali prusik, PE dan juga nilon nilai gaya putus
perlakuan basah lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kering. Pada
perlakuan diameter 3 mm, tali nilon dan PE memiliki nilai gaya putus di mana
perlakuan kering lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan basah. Sedangkan
pada tali prusik perlakuan basah lebih kuat dibandingkan dengan perlakuan kering.
Tali dengan diameter 4 mm tali prusik dan PE pada perlakuan basah lebih tinggi
dari pada perlakuan kering, sedangkan untuk tali nilon nilai gaya putus nya lebih
tinggi pada perlakuan kering. Perbedaan nilai gaya putus tali PE pada seluruh
ukuran, pada perlakuan kering dan basah tidak lebih dari 1 kgf sehingga perlakuan
kering dan basah tidak berpengaruh pada gaya putus tali PE.
Rentang nilai bobot TBS terbesar berdasarkan literatur adalah 42 kg
(Zulfahrizal 2005). Tali harus mampu untuk menahan bobot TBS tersebut.
Dibandingkan dengan hasil gaya putus (kgf) yang diperoleh, seluruh tali tunggal
ukuran 2 mm tidak mampu menahan bobot tersebut. Namun, akan berbeda jika
tali tersebut dibuat menjadi sebuah jaring. Sedangkan untuk ukuran 3 mm, hanya

16
tali prusik yang memiliki nilai gaya putus lebih rendah dari 42 kg. Semua tali
dengan ukuran 4 mm memiliki nilai gaya putus lebih besar dari 42 kg.
Berdasarkan hasil pengujian, semakin besar diameter tali maka semakin
besar gaya putus yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena semakin besar diameter
tali, maka semakin banyak juga serat talinya. Serat-serat inilah yang menyusun
gaya tali.
Regangan longitudinal

Regangan longitudinal
(m/m)

Berdasarkan pengujian tarik, didapatkan bahwa hampir semua tali
mengalami penurunan regangan longitudinal pada perlakuan kering dan basah
dimana perlakuan kering lebih tinggi regangan longitudinalnya dari pada
perlakuan basah, kecuali pada tali nilon dengan diameter 3 mm dan 4 mm. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan basah dan kering berpengaruh pada regangan
longitudinal tali. Tali dengan diameter ukuran 2 mm, regangan longitudinal tali
paling besar dimiliki oleh tali prusik baik perlakuan basah maupun kering dengan
nilai 0.96 m/m dan 0.90 m/m untuk masing-masing. Begitu pula diameter 3 mm
dan 4 mm, regangan longitudinal prusik paling besar di antara semua tali. Besar
regangan longitudinal untuk tali diameter 3 mm sebesar 1.12 m/m dan 0.93 m/m
berturut-turut untuk perlakuan kering dan basah. Tali dengan diameter 4 mm,
regangan longitudinal tali sebesar 0.91 m/m dan 0.81 m/m berturut-turut untuk
perlakuan kering dan basah.
Dilihat dari Gambar 14 dan Gambar 15, dapat disimpulkan bahwa secara
umum prusik merupakan tali yang memiliki regangan longitudinal paling besar
dari pada tali lain. Tali dengan diameter 2 mm dan 3 mm memiliki regangan
longitudinal perlakuan kering terkecil adalah tali nilon, sedangkan perlakuan
basah terkecil dimiliki tali PE. Tali dengan diameter 4 mm regangan longitudinal
terkecil terjadi pada tali PE.
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
0

1
2 mm

2

3

3 mm
Ukuran tali

4 mm

Nilon

PE

Prusik

Linear (Nilon)

Linear (PE)

Linear (Prusik)

Gambar 14 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter
berbeda dengan perlakuan kering

Regangan longitudinal
(m/m)

17
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
0

1
2 mm

2

3

3 mm
Ukuran tali

4 mm

Nilon

PE

Prusik

Linear (Nilon)

Linear (PE)

Linear (Prusik)

Gambar 15 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter
berbeda dengan perlakuan basah
Perubahan regangan longitudinal karena perubahan diameter secara
signifikan dapat terlihat. Regangan longitudinal tali nilon bertambah seiring
bertambah besarnya diameter tali. Sedangkan regangan longitudinal tali PE
berubah semakin kecil seiring bertambahnya diameter. Berbeda dengan tali prusik,
regangan longitudinal yang paling besar sampai terkecil dimiliki tali yang
berdiameter 3 mm, kemudian 2 mm, dan terakhir 4 mm.
Dijelaskan oleh McKenna et al. (2004), dalam sebuah uji serat tunggal, titik
akhir pada saat putus adalah jelas. Pada sebuah benang, titik putusnya akan
bervariasi terkait bentuk uji specimen. Begitu juga regangan longitudinal, nilai
yang diperoleh sangat bervariasi karena tali merupakan kumpulan benang-benang
yang dililit sedemikian rupa menjadi satu.
Tali yang baik sebagai bahan pembuat jaring alat penampung tandan buah
segar adalah yang mimiliki regangan longitudinal yang besar. Karena regangan
longitudinal yang besar nantinya dibutuhkan agar jaring lebih fleksibel saat
tertimpa beban oleh tandan sawit. Karena fleksibilitas ini, tandan tidak sampai
membuat tali putus karena kurangnya regangan longitudinal.
Energi yang diserap
Energi yang diserap merupakan salah satu karakter tali yang penting. Karena
dengan mengetahui kemampuan serap energi pada tali, dapat diperhitungkan
secara matematis suatu tali cukup kuat atau tidak untuk menerima beban benda
berenergi. Jika dalam perhitungan diperoleh bahwa kemampuan serap energi oleh
tali lebih kecil dari energi yang diterima karena suatu benda, maka tali tersebut
tidak layak digunakan untuk keperluan menahan beban benda tersebut. Begitu
pula sebaliknya, jika diperoleh bahwa kemampuan tali menyerap energi lebih
besar dari pada energi dari benda, tali layak digunakan.
Energi yang diserap oleh tali saat penarikan searah serat tali memiliki nilai
yang berbeda-beda pada masing-masing tali. Gambar 16 dan Gambar 17

18

Energi yang diserap
(J/m)

menunjukkan energi yang diserap oleh tali selama pengujian. Penurunan nilai
energi yang diserap tali karena adanya perlakuan basah terjadi pada perlakuan tali
PE dan prusik, sedangkan pada tali nilon besarnya energi yang diserap mengalami
peningkatan. Nilai terbesar energi yang mampu diserap dimiliki oleh tali prusik
baik perlakuan basah maupun kering dengan nilai masing-masing 321.09 J/m dan
323.97 J/m. Sedangkan nilai terkecil energi yang diserap dimiliki tali prusik baik
perlakuan basah maupun kering dengan nilai masing-masing 67,49 J/m dan 62.35
J/m.
Adanya perbedaan diameter seperti yang disajikan pada Gambar 15 dan
Gambar 16, juga berpengaruh pada besarnya energi yang mampu diserap oleh tali.
Setiap jenis tali mengalami pertambahan nilai yang signifikan seiring
bertambahnya diameter tali. Hal tersebut terjadi karena tali yang lebih besar
memiliki serat tali yang lebih banyak dari padi tali yang lebih kecil.
350
300
250
200
150
100
50
0
0

1
2 mm

2
3 mm
Ukuran tali

4 3mm

Nilon

PE

Prusik

Linear (Nilon)

Linear (PE)

Linear (Prusik)

Energi yang diserap
(J/m)

Gambar 16 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada
diameter berbeda dengan perlakuan kering
350
300
250
200
150
100
50
0
0

1
2 mm

2
3 mm
Ukuran tali

4 3mm

Nilon

PE

Prusik

Linear (Nilon)

Linear (PE)

Linear (Prusik)

Gambar 17 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada
diameter berbeda dengan perlakuan kering

19

Rentang besar energi potensial jatuhnya TBS berkisar 0.44-4.44 kJ menurut
Nazamudin (2013) dalam Rusnadi (2013). Nilai terbesar energi potensial jatuhnya
TBS sebesar 4.44 kJ atau sebesar 4 440 J. Tidak ada jenis tali tunggal sepanjang
satu meter yang mampu menahan energi tersebut. Bahkan nilai terkecil energi
potensial sebesar 0.44 kJ atau 440 J, tidak ada jenis tali tunggal sepanjang satu
meter yang mampu menahannya. Akan berbeda jika panjang tali lebih dari satu
meter atau tali dijadikan sebuah jaring, sangat dimungkinkan energi potensial dari
TBS ditahan. Misalnya sebuah tali prusik yang memiliki nilai kemampuan
menahan energi sebesar 172.05 J/m sepanjang 3 meter akan memiliki nilai
kemampuan menahan energi sebesar = 172.05 J/m x 3 m = 516.15 J. Dengan
begitu, tali tersebut akan mampu menahan energi jatuhnya TBS.
Besarnya nilai energi yang diserap berkaitan dengan regangan longitudinal
dan gaya putus. Besarnya nilai energi yang diserap merupakan luasan di bawah
grafik regangan longitudinal-gaya putus. Semakin besar regangan longitudinal dan
gaya putus semakin besar energi yang mampu diserap tali tersebut. Semakin besar
nilai energi yang mampu diserap tali, semakin cocok tali tersebut digunakan
dalam bahan pembuat jaring penampung tandan buah segar.
Uji Impact Tali
Pengujian impact tali berguna untuk mengetahui seberapa kuat tali menahan
beban tertentu yang diberikan secara tiba-tiba. Beban yang dijatuhkan secara tibatiba menyebabkan kerusakan baik berupa akibat gesekan dan lepasnya untaian tali.
Kuatnya tali diketahui dari seberapa banyak tumbukan yang mampu diterima tali
hingga putus atau hancur. Semakin kuat tali menahan beban ini, semakin cocok
dia digunakan sebagai bahan pembuat jaring.
Pengujian menggunakan alat uji impact dengan pemberian beban pada mata
penumbuk sebesar 7.5 kg dan ketinggian 25 cm. Besar energi potensial yang
dimiliki mata penumbuk sebesar 18.39 J. Permukaan mata penumbuk berupa besi
baut, sedangkan tatakan bawah berupa baja. Mata penumbuk yang digunakan
untuk menumbuk semua macam tali tetap sama.
Besar tekanan diberikan oleh mata penumbuk berbeda pada tali yang
berbeda ukuran, karena tekanan yang diberikan oleh beban terhadap tiap jenis tali
berbeda tergantung luasan kontak tali dengan mata penumbuk. Luas kontak diukur
dari diameter tali dikali panjang penampang yang bersentuhan saat tumbukan.
Sebagai contoh untuk tali dengan diameter 2 mm harus menerima tekanan
sebesar 18 456.03 Pa di saat tali sejenis yang berdiameter 3 mm dan 4 mm hanya
menerima tekanan sebesar 12 304.02 Pa dan 9 228.01 Pa (contoh perhitungan
dapat dilihat pada lampiran 11). Tentu tali sejenis dengan diameter 2 mm akan
lebih cepat putus dari pada yang berdiameter 3 mm dan 4 mm. Perbedaan tekanan
yang terjadi ini membuat adanya perbedaan banyaknya tumbukan tali hingga
putus meskipun menggunakan mata penumbuk yang sama.

Banyak tumbukan

20
12
10
8
6
4
2
0

21mm

0

3 mm
2

4 mm
3

Ukuran tali
Nilon

PE

Prusik

Linear (Nilon)

Linear (PE)

Linear (Prusik)

Banyak tumbukan

Gambar 18 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali
pada diamater berbeda dengan perlakuan kering
12
10
8
6
4
2
0

2 1mm

0

3 mm
2

4 3mm

Ukuran tali
Nilon

PE

Prusik

Linear (Nilon)

Linear (PE)

Linear (Prusik)

Gambar 19 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali
pada diamater berbeda dengan perlakuan basah
Pengujian impact di sini, merupakan pengujian yang paling sesuai dilakukan
dalam memilih tali yang paling cocok sebagai bahan jaring karena mirip dengan
kegunaan sesungguhnya yakni jaring (tali yang dianyam) dibentangkan pada tanah
yang akan menangkap jatuhnya tandan buah segar di tanah. Jatuhnya tandan buah
segar dari atas pohon sawit dapat membuat tali putus baik karena gesekan maupun
tekanan. Sehingga harus dipilih tali yang paling tahan dengan beban tiba-tiba
tersebut.
Gambar 18 dan Gambar 19 menunjukkan secara umum bahwa terdapat
perbedaan nilai hasil rataan data banyaknya tumbukan antara perlakuan basah dan
kering. Hampir keseluruhan tali mengalami penurunan banyaknya tumbukan
karena adanya perlakuan basah kecuali tali PE diameter 2 mm. Data yang
diperoleh dari hasil pengujian impact cukup bervariasi. Dapat dilihat pada
Lampiran 4, dimana varian data sangat beragam antara 0.00 sampai 4.00.

21
Terlihat pula untuk semua jenis tali, semakin besar diameter tali, semakin
kuat pula tali menahan beban impact dari alat uji. Hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 18 dan Gambar 19, semakin besar diameter, semakin banyak pula
tumbukan yang harus dilakukan untuk membuat tali yang sejenis menjadi putus
atau hancur.
Hasil pengujian pada lampiran 4 menunjukkan bahwa tali paling kuat pada
uji impact karena beban tiba-tiba adalah tali PE berdiameter 4 mm yang
membutuhkan 10.20 kali tumbukan hingga putus. Sedikit berbeda dengan nilai uji
impact tali prusik yang membutuhkan rata-rata 10.00 kali dan 9.60 kali tumbukan
hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm).
Pemilihan Tali
Tali terbaik dipilih menggunakan metode nilai indeks sifat berbobot.
Kriteria atau sifat yang digunakan antara lain gaya putus, regangan longitudinal,
kemampuan menyerap energi, ketahanan beban impact, suhu leleh, kemampuan
penyerapan air dan densitas tali. Suhu leleh ditambahkan dalam penilaian karena
dalam rencana kegunaannya di lapang, tali akan banyak mengalami goresan yang
akan membuat temperatur meningkat sehingga akan cepat merusak tali.
Penyerapan air dipilih karena saat tali terkena air, dalam jumlah besar akan sulit
untuk memindahkan tali akibat banyak air yang diserap karena bertambahnya
bobot tali. Berikut adalah rankin