Optimation of Unsaturation Level Increase of Crude Palm Oil with Desaturase by Using Continuous Systems
OPTIMASI PENINGKATAN KETIDAKJENUHAN CPO
DENGAN ENZIM DESATURASE MENGGUNAKAN SISTEM
KONTINU
WELLY ANGGRAINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Optimasi Peningkatan Ketidakjenuhan
CPO dengan Enzim Desaturase Menggunakan Sistem Kontinu” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Tesis ini merupakan bagian Penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia (BPBPI). Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2013
Welly Anggraini
G851110101
RINGKASAN
WELLY ANGGRAINI. Optimasi Peningkatan Ketidakjenuhan CPO dengan
Enzim Desaturase Menggunakan Sistem Kontinu. Dibimbing oleh I MADE
ARTIKA, dan TRI PANJI.
Desaturase merupakan katalisator untuk pembentukan ikatan rangkap rantai
karbon baik asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) maupun majemuk (PUFA).
Untuk meningkatan ketidakjenuhan minyak sawit mentah atau crude palm oil
(CPO) melalui enzim ini, dapat digunakan fungi penghasil desaturase. Pada
penelitian ini, fungi yang digunakan adalah Rhizopus oryzae, karena bersifat
edible. Tujuan penelitian ini untuk menguji kemampuan Rhizopus oryzae dalam
memproduksi desaturase, memperpanjang waktu kontak enzim-substrat, dan
meningkatkan ketidakjenuhan CPO dengan cara model sistem bioreaktor dibentuk
selang spiral tegak dengan variasi tinggi.
Pertama, fungi dikulturkan dalam media cair mengandung CPO dengan
suplemen garam tertentu menggunakan Erlenmeyer. Setelah inkubasi, kultur
tersebut dipisahkan antara biomassa dengan supernatan (cairan fermentasi).
Cairan fermentasi dimasukkan ke dalam bioreaktor sistem kontinu berupa model
selang spiral tegak dengan variasi tinggi (50 cm, 100 cm, 150 cm, 200 cm dan 250
cm). CPO dipompakan dari bagian bawah kolom menggunakan pompa peristaltik.
Kemudian CPO dikarakterisasi melalui penentuan bilangan iod, bilangan
penyabunan, bilangan asam dan komposisi asam lemak baik CPO sebelum dan
sesudah biokonversi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cairan fermentasi Rhizopus oryzae
mampu meningkatkan ketidakjenuhan CPO dan kandungan asam lemak takjenuh
majemuk. Pada kondisi yang diteliti ini, peningkatan ketidakjenuhan ini terjadi
maksimum pada ketinggian 200 cm yaitu nilai perubahan bilangan iodnya sebesar
17,091 g I2/100g CPO dengan waktu kontaknya selama 35 menit, ini artinya
bahwa semakin lama waktu kontak, maka semakin tinggi ketidakjenuhan CPO.
Bilangan iod juga dapat menurun yang disebabkan adanya oksidasi pada ikatan
rangkap C=C, ini terlihat dari hasil bilangan iod pada ketinggian 250 cm yaitu
nilai perubahan bilangan iodnya sebesar 15,886 g I2/100g CPO dengan waktu
kontaknya selama 47 menit. Pada kondisi optimum, angka penyabunan diperoleh
sebesar 183,489 g KOH/g CPO dan angka asam diperoleh sebesar 9,36 g KOH/g
CPO dengan kadar asam lemak bebasnya (% FFA) sebesar 0,936 %. Komposisi
asam lemak dari CPO hasil biokonversi pada kondisi optimum yang mengalami
peningkatan adalah asam oleat, dan asam linoleat.
Kata kunci: asam lemak takjenuh majemuk, cairan fermentasi, enzim desaturase,
Rhizopus oryzae, dan sistem kontinu.
SUMMARY
WELLY ANGGRAINI. Optimation of Unsaturation Level Increase of Crude
Palm Oil with Desaturase by Using Continuous Systems. Supervised by I MADE
ARTIKA and TRI PANJI.
Desaturase is the catalyst for the formation of the double bond carbon chains
either monounsaturated fatty acids (MUFA) or polyunsaturated fatty acid (PUFA).
Desaturase producing fungi can be used to increase the unsaturation of crude palm
oil (CPO). In the present study the fungi used was Rhizopus oryzae, because it is
edible. The purpose of this study was to test the ability of Rhizopus oryzae in
producing desaturase, extending enzyme-substrarate contact time, and increasing
unsaturation of crude palm oil using bioreactor system model of spiral hose with
height variation.
First, the fungi were cultured in liquid media with supplements containing
certain salts and CPO using Erlenmeyer. After incubation, the culture supernatant
was separated from the biomass (liquid fermentation). Liquid fermentation was
transferred into a bioreactor system model of continuous spiral hose with height
variations (50 cm, 100 cm, 150 cm, 200 cm and 250 cm). Palm oil was pumped
from the bottom of the column using a peristaltic pump. CPO was then
characterized by determining the iodine number, saponification number, acid
number and fatty acid composition both before and after the bioconversion.
The results showed that Rhizopus oryzae fermentation liquid was able to
increase the unsaturation CPO and multiple unsaturated fatty acid content. On
studied conditions, the maximum unsaturation increase occurred at a height of 200
cm with iodine value change of 17.091 g I2/100g CPO with the contact time for
35 minutes. This indicated that the longer the contact time, the higher the
unsaturation of CPO. Iodine number could also decrease due to the oxidation of
the C = C double bond, that was indicated from the results of iodine number at a
height of 250 cm with iodine value change of 15.886 g I2/100g CPO for contact
time of 47 minutes. At the optimum conditions, the saponification number was
183.489 g KOH/g CPO and acid number was 9.36 g KOH/g CPO with levels of
free fatty acids (% FFA) of 0.936%. Fatty acid composition of palm oil after
optimum bioconversion conditions showed increase in oleic acid, and linoleic acid.
Keywords: polyunsaturated fatty acid, liquid fermentation, desaturase enzymes,
Rhizopus oryzae, and continuous systems.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI PENINGKATAN KETIDAKJENUHAN CPO
DENGAN ENZIM DESATURASE MENGGUNAKAN SISTEM
KONTINU
WELLY ANGGRAINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji pada Ujian Tesis : Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Judul Tesis : Optimasi Peningkatan Ketidakjenuhan CPO dengan Enzim
Desaturase Menggunakan Sistem Kontinu
: Welly Anggraini
Nama
: G851110101
NlM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
V/
Dr Ir I Made Artika, MApp Sc
Ketua
Dr Tri Panji, MS,APU
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biokimia
Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Tanggal Ujian: 23 September 2013
Tanggal Lulus:
2 7 SFP 2013
Judul Tesis : Optimasi Peningkatan Ketidakjenuhan CPO dengan Enzim
Desaturase Menggunakan Sistem Kontinu
Nama
: Welly Anggraini
NIM
: G851110101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir I Made Artika, MApp Sc
Ketua
Dr Tri Panji, MS APU
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biokimia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 23 September 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul “Optimasi Peningkatan
Ketidakjenuhan CPO dengan Enzim Desaturase menggunakan Sistem Kontinu”
berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. I Made Artika, M. App.
Sc dan Bapak Dr. Tri Panji, MS,APU selaku pembimbing, yang telah memberikan
arahan, bimbingan, motivasi, dan doa selama penelitian dan penyusunan tesis.
Terima kasih juga kepada Ibu Prof. Dr. Drh. Maria Bintang, MS selaku penguji
luar komisi, staf dan laboran Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia
yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan emak tercinta, serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga Allah SWT
member keberkahan dan karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 23 September 2013
Welly Anggraini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian
1
1
2
2
3
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Pertumbuhan R. oryzae
Persiapan Inokulum R. oryzae
Pembuatan Media Fermentasi (Serrano-Carreon 1993 )
Analisis Aktivitas Desaturase
Analisis Bilangan Iod (AOAC 1995)
Optimasi CPO dengan Desaturase pada Sistem Kontinu
Analisis GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry)
Analisis Bilangan Penyabunan (SNI 1998)
Analisis Bilangan Asam (SNI 1998)
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
6
7
7
7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Enzim Desaturase
Optimasi Produksi Ketidakjenuhan CPO pada Sistem Kontinu
9
9
13
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
23
23
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL
1 Sifat fisika dan kimia dari kelapa sawit
2 Hasil perubahan bilangan iod dan waktu kontak berdasarkan
ketinggian titik sampling
3 Hubungan antara laju konversi dengan persen konversi
4 Hasil bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan asam pada
kondisi optimum.
5 Standar mutu minyak/lemak (Ketaren 1986)
6 Hasil analisis komposisi asam lemak
11
14
16
18
18
21
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Alat rancangan sistem kontinu tingkat ketidakjenuhan CPO
Bentuk dan komponen-komponen sel Rhizopus oryzae
Kultur Rhizopus oryzae di dalam media PDA (potato dextrose agar).
Kultur Rhizopus oryzae di dalam media PDB (potato dextrose broth).
Kultur Rhizopus oryzae di dalam media Serrano-Carreon
Crude Palm Oil (CPO)
Contoh asam lemak tak jenuh pada (a) asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFA) dan (b) Asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA)
Reaksi pembentukan ikatan rangkap yang dikatalis oleh enzim
desaturase (Mayes dan Kathleen, 1999).
Hubungan perubahan bilangan iod dengan waktu kontak pada sistem
kontinu berdasarkan variasi ketinggian
Alat rancangan sistem kontinu pada peneltian Tri-Panji (et al., 2000)
Siklus oksidasi asam lemak (Mayes 2003)
Aktivitas desaturase pada proses desaturasi melalui bioreaktor
kontinu.
Reaksi bilangan penyabunan
Reaksi bilangan asam
Struktur kimia dari cis-asam lemak tak jenuh (asam oleat), trans-asam
lemak tak jenuh (asam elaidat) dibandingkan dengan asam lemak jenuh
(asam stearat)
6
9
10
10
11
11
12
13
15
15
17
18
19
20
22
DAFTAR LAMPIRAN
16 Diagram alir
17 Hasil perhitungan bilangan iod, penyabunan dan asam (contoh pada
kondisi optimum)
18 Hasil perhitungan laju konversi dan persen konversi
19 Hasil kromatogram GCMS
28
29
30
31
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia
merupakan
negara
yang
memiliki
kekayaan
keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk juga kekayaan
keanekaragaman jenis tanaman perkebunan terutama tanaman perkebunan
kelapa sawit. Menurut Khudori (2008), perkembangan luas areal tanaman
perkebunan kelapa sawit hampir dua kali lipat yang pada mulanya
4.158.077 ha menjadi 7.125.331 ha dan diiringi juga dengan peningkatan
jumlah produksi. Menurut Uji (2004), kekayaan keanekaragaman jenis
tanaman perkebunan kelapa sawit yang besar ini perlu di dayagunakan
untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya pembuatan minyak dan
merupakan modal dasar untuk melakukan usaha pemuliaan tanaman
perkebunan kelapa sawit.
Untuk meningkatkan nilai guna kelapa sawit dan menambah nilai
jualnya, hasil panen kelapa sawit diolah terlebih dahulu dibandingkan
dengan menjual kelapa sawit tersebut tanpa diolah (Setyono dan Soetarto
2008). Minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah
satu produk unggulan Indonesia yang di ekspor ke mancanegara. Menurut
Nuraida et al. (2008) CPO memiliki kelemahan, yaitu berbentuk padat pada
suhu ruang (25–27 °C), hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan asam
lemak jenuh berupa asam palmitat (45–52 %) dan asam stearat (4–5 %).
Tingginya kandungan asam lemak jenuh menyebabkan rendahnya fraksi
yang dapat diubah menjadi minyak goreng (Muderhwa et al. 1985) dan juga
menyebabkan rendahnya mutu minyak goreng dikaji dari rendahnya
bilangan iod, dan tingginya titik keruh (cloud point) (Agaba et al. 2004).
Dalam proses metabolisme tubuh, asam lemak dapat membahayakan
kesehatan (asam lemak jenuh), namun ada pula yang sangat dibutuhkan bagi
kesehatan (asam lemak tak jenuh) (Tim Surkesnas 2004). Asam lemak yang
berbahaya adalah asam lemak jenuh, yaitu asam lemak yang tidak memiliki
ikatan rangkap pada rantai karbon penyusunnya. Asam lemak yang tidak
berbahaya bagi kesehatan adalah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam lemak
yang memiliki ikatan rangkap pada rantai karbon penyusunnya. Contoh
asam lemak tak jenuh yang penting untuk kesehatan tubuh adalah asam
linoleat dan linolenat (Sipayung 2003). Kedua jenis asam lemak ini
merupakan asam lemak essensial, yaitu asam lemak yang tidak dapat
diproduksi sendiri oleh tubuh (Harper et al. 1979).
Tingkat ketidakjenuhan CPO yang tinggi memiliki beberapa
keuntungan seperti (a) meningkatkan kualitas CPO, (b) berguna sebagai
alternatif bahan baku untuk medis dan farmasi, (c) meningkatkan daya saing
dengan minyak nabati lainnya, (d) kenaikan jumlah fraksi olein sebagai
bahan baku untuk minyak goreng (Tri-Panji 1999b). Peningkatan
kandungan asam lemak tak jenuh dalam CPO ini, dapat dilakukan dengan
bantuan enzim desaturase. Desaturase merupakan enzim yang berfungsi
sebagai katalisator pembentukan ikatan rangkap rantai karbon asam lemak
2
dan berperan dalam pembentukan asam-asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFA) maupun majemuk (PUFA) (Cahoon et al. 1998) serta enzim ini
memiliki sifat yang tidak stabil (Gunstone et al. 1986).
Enzim desaturase ini dapat dimanfaatkan melalui pengembangan
proses biokonversi sehingga membuka peluang peningkatan mutu dan
diversifikasi produk CPO menjadi bernilai tambah ekonomis tinggi (Burja et
al. 2006). Pemanfaatan enzim sebagai katalis dalam reaksi kimia memiliki
beberapa keuntungan yaitu : kondisi operasional yang ringan dengan reaksi
pada suhu dan tekanan yang cukup rendah, biaya pengolahan limbah yang
relatif lebih murah, dan produk yang dihasilkan lebih aman (Setiadji 2004).
Untuk menghasilkan desaturase dengan murah, diperlukan metode
untuk memfermentasikan mikroba tertentu yang mampu menghasilkan
desaturase (Turner et al. 2004). Dalam penelitian ini mikroba yang
digunakan adalah Rhizopus oryzae, karena Rhizopus oryzae ini merupakan
fungi yang bersifat edible. Fungi ini diuji kemampuannya dalam produksi
desaturase. Penelitian sebelumnya Tri-Panji (2000) melakukan dengan
menggunakan sistem kontinu dan fungi Absidia corymbifera. Sistem ini
menghasilkan waktu kontaknya lebih cepat. Sistem ini memiliki kekurangan
yaitu bioreaktor yang digunakan kolom gelas berbentuk lurus dengan
ketinggian 50 cm, sehingga waktu kontak yang diperoleh lebih cepat. TriPanji et al. (2005) telah menggunakan desaturase dalam sistem bacth
(sistem curah) yaitu, desaturase dalam filtrat kultur fermentasi Absidia
corymbifera terbukti mampu meningkatkan bilangan iod CPO dengan waktu
kontak substrat-enzim selama 18 jam. Sistem ini memiliki kekurangan yaitu
kerja enzimnya terhalang oleh desaturase yang teramobil pada zeolit.
Peningkatan bilangan iod berasal dari asam-asam lemak jenuh terdesaturasi
menjadi asam lemak tak jenuh atau asam lemak tak jenuh tunggal menjadi
asam lemak tak jenuh majemuk.
Pada sistem biokonversi kontinu, komponen umpan dialirkan dan
diproses hingga diperoleh produk secara terus-menerus. Sistem tersebut
memiliki keuntungan dibanding dengan sistem batch (curah) dalam hal
otomatisasi proses dapat dilakukan, penghematan ruangan produksi dan
kecepatan proses. Untuk itu penelitian ini menggunakan sistem kontinu,
yaitu model selang yang berbentuk spiral tegak dengan variasi ketinggian
(50 cm, 100 cm, 150 cm, 200 cm dan 250 cm).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan Rhizopus oryzae dalam
memproduksi desaturase, memperpanjang waktu kontak enzim-substrat, dan
meningkatkan ketidakjenuhan CPO dengan cara model sistem bioreaktor
dibentuk selang spiral tegak dengan variasi tinggi.
3
Manfaat Penelitian
Biokonversi CPO ini memiliki arti penting untuk menghasilkan asam
lemak yang bermanfaat dalam dunia kesehatan (baik dalam medis maupun
farmasi), memiliki nilai ekonomi serta menambah nilai fungsi dari
kemampuan fungi isolat 1okal dalam memproduksi desaturase.
Hipotesis Penelitian
Ketidakjenuhan CPO dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik
biokonversi secara kontinu. Desaturase spesifik yang berasal dari isolat
fungi lokal dapat dimanfaatkan untuk mengubah CPO asam lemak jenuh
menjadi asam lemak tak jenuh, sehingga produksi dari biokonversi CPO
menjadi optimum. Produk yang dihasilkan dari biokonversi CPO dapat
dianalisis menggunakan metode bilangan iod.
4
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan
Maret 2013 di Laboratorium Bioproses Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI), Jalan Taman Kencana No 1 Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah R. oryzae yang
diperoleh dari koleksi kultur Balai Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan
(Bogor), (NH4)2SO4, KH2PO4, Na2HPO4.2H2O, MgSO4.7H2O, CaCl2,
ZnSO4.7H2O, potato dextrosa agar (PDA), potato dextrosa broth (PDB),
HCl, NaCl, crude palm oil (CPO), spirtus, KOH-alkohol, pati, fenolfthaline,
etanol 95 % netral, Na2S2O3, NaOH, larutan Hanus, KI 15 %, kloroform,
akuades steril, kertas saring, plastik wrap, dan aluminium foil.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya shaker
(IKA Labortechnik HS 250 Basic), blender (Trisonic Mix-T2GN), autoklaf
(ALP KT-305), jarum ose, spatula, corong Buchner, neraca analitik
(Sartorius BSA 224S-CW), pompa peristaltik (peristaltic pump 131900),
kertas pH, botol vial, laminar air flow ESCO, GCMS (Gas Cromatography
Mass Spectroscopy), dan alat-alat gelas.
Prosedur Penelitian
Pertumbuhan R. oryzae
Untuk menghasilkan produksi desaturase, kultur fungi R. oryzae
ditumbuhkan dalam medium potato dextrosa agar (PDA) yang terdiri atas
karbohidrat (pati) dari kentang, glukosa dari dekstrosa atau fruktosa serta
kandungan air dalam agar. Sebanyak 3,9 g PDA dilarutkan dalam 100 mL
akuades lalu disterilisasi pada autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC,
kemudian didinginkan dan dituang ke dalam cawan petri yang sudah steril.
Setelah media mengeras, sebanyak 2 ose inokulum digoreskan ke dalam
media PDA. Inkubasi dilakukan selama 3-4 hari pada suhu 25 ˚C.
5
Persiapan Inokulum R. oryzae
Spora kultur 3 hari dipisahkan dan ditaruh dalam labu Erlenmayer 500
mL berisi 200 mL medium potato dextrose broth (PDB) yang sudah steril.
Labu diletakkan pada shaker dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 35 ˚C
selama 3-4 hari.
Pembuatan Media Fermentasi
Inokulum yang ada di kultur media PDB dihaluskan dengan blender
yang sudah disterilkan selama 5 menit, kemudian sebanyak 10 % (v/v)
ditambahkan ke dalam medium sintetik Serrano-Careon et al. (1993) dengan
komposisi (g/L) (NH4)2SO4 0,94; KH2PO4 7; Na2HPO4.2H2O 2,507;
MgSO4.7H2O 1,5; CaCl2 0,0041; ZnSO4.7H2O 0,0001 dengan CPO 3 %
(b/v) sebagai sumber karbon dan keasamannya diatur pada pH 5,0 dengan
ditambahkan larutan HCl. Kultur diinkubasi selama 120 jam pada suhu
ruang (25–35 ˚C).
Analisis Aktivitas Desaturase
Enzim desaturase didapat dari supernatan yang telah dipisahkan dari
biomassanya. Aktivitas desaturase (U/mL) didefinisikan sebagai besarnya
peningkatan ketidakjenuhan CPO yang diakibatkan reaksi enzimatis oleh 1
mL enzim selama satu menit (g I2/ 100 g CPO per mL enzim per menit).
Aktivitas desaturase ditentukan dengan melakukan uji iod pada sampel dan
blanko. Blanko dibuat untuk CPO awal tanpa perlakuan apa-apa. Semua
sampel diuji bilangan iodnya (AOAC 1995). Dari uji iod ini diketahui
besarnya perubahan bilangan iod sampel terhadap blanko.
Aktivitas desaturase didefinisikan sebagai perubahan bilangan iod
produk biokonversi enzimatis relatif terhadap blanko per satuan jumlah
enzim per menit. Sebanyak 1 mL fraksi enzim atau ekstrak protein
ditambahkan pada 2 g CPO dalam tabung reaksi. Campuran enzim dan CPO
tersebut diinkubasikan pada suhu 25 ˚C selama 30 menit. Selanjutnya
dilakukan uji bilangan iod. Aktivitas desaturase dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
Dimana, A = Volume cairan enzim (mL)
t = Waktu reaksi (menit)
Analisis Bilangan Iod
Analisis bilangan iod menggunakan metode AOAC (1995) yaitu
sampel minyak ditimbang sebanyak 0,50 g kemudian dimasukkan ke dalam
6
labu Erlenmeyer 500 mL. Lalu ditambahkan 10 mL kloroform dan 25 mL
larutan Hanus dengan hati-hati menggunakan pipet yang terkalibrasi.
Selanjutnya labu tersebut disimpan di tempat gelap selama 30 menit sambil
beberapa kali dikocok untuk mengikat brom. Setelah itu 10 mL KI 15 %
ditambahkan sambil terus dikocok. Selanjutnya sebanyak 100 mL aquades
(bebas CO2) ditambahkan ke dalamnya. Labu Erlenmeyer ditutup kembali
dan dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan menggunakan
larutan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning pucat. Selanjutnya ke dalam
larutan ditambahkan 3 tetes indikator pati 1 %. Titrasi dilanjutkan hingga
warna biru berubah menjadi putih jernih. Cara yang sama juga dilakukan
untuk blanko. Perhitungan bilangan iod adalah sebagai berikut :
Dimana, A = mL larutan Na2S2O3 untuk blanko
B = mL larutan Na2S2O3 untuk sampel
N = normalitas Na2S2O3
Optimasi CPO dengan Desaturase pada Sistem Kontinu
Pada sistem kontinu, ekstrak kasar desaturase dimasukkan ke dalam
kolom reaktor model selang yang dibentuk spiral tegak dengan variasi tinggi
yaitu 50 cm, 100 cm, 150 cm, 200 cm dan 250 cm (Gambar 1). Secara
sinambung fraksi CPO dalam tangki timbun dialirkan masuk dari bagian
bawah kolom ke bagian atas melewati rongga selang dengan bantuan pompa
peristaltik pada laju alir konstan sedemikian rupa sehingga menghasilkan
variasi waktu kontak enzim-substrat yaitu waktu optimum berdasarkan
variasi tingginya. Sampel CPO yang telah mengalami biokonversi
ditentukan peningkatan bilangan iod. Waktu kontak enzim-substrat dihitung
dari CPO sebelum biokonversi berkontak dengan cairan fermentasi yang ada
didalam selang berbentuk spiral sampai CPO keluar dari lubang kran di
setiap ketinggian. CPO yang keluar dari kran ini disebut CPO setelah
biokonversi, karena CPO sudah berkontak dengan cairan fermentasi.
Gambar 1 Alat rancangan sistem kontinu peningkatan ketidakjenuhan
CPO.
7
Analisis GCMS (Gas Chromatography and Mass Spectrometry)
Analisis GCMS menggunakan metode Reed et al. (2003) yaitu
sampel CPO dalam bentuk metil ester asam lemak (0,5 μL) diinjeksikan
pada alat GCMS dengan dimensi kolom kapiler FFAP (30 m x 0,25 mm i.d)
yang dijalankan dengan pengaturan kondisi suhu injektor 225 oC dan suhu
kolom isoterm 160 oC. Detektor Flame Ionization Detector (FID)
dioperasikan pada suhu 240 oC. Gas pembawa yang digunakan adalah gas
nitrogen (N2) dengan kecepatan alir melewati kolom 1 mL/menit. Analisis
ini diharapkan untuk melihat hasil biokonversi CPO dengan desaturase R.
oryzae CPO, yaitu CPO dengan cairan fermentasi.
Analisis Bilangan Penyabunan
Analisis bilangan penyabunan menggunakan metode SNI (1998) yaitu
sampel minyak ditimbang sebanyak 2 g dengan ketelitian 0,0001 g dan
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 mL. Lalu ditambahkan 50 mL
KOH alkohol 0,5 N dengan menggunakan pipet dan beberapa butir batu
didih. Hubungkan Erlenmeyer dengan pendingin tegak dan dididihkan di
atas penangas air atau pemanas listrik selama 1 jam. Selanjutnya
ditambahkan 3 tetes fenolftalein ke dalam larutan tersebut dan titer dengan
HCl 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi warna merah muda
pucat. Lakukan penetapan blanko. Perhitungan bilangan penyabunan adalah
sebagai berikut :
dimana, V0 = volume larutan HCl 0,5 N untuk blanko (mL)
V1 = volume larutan HCl 0,5 N untuk sampel (mL)
T = normalitas larutan standar HCl yang digunakan
m = berat contoh (dalam gram)
Analisis Bilangan Asam
Analisis bilangan asam menggunakan metode SNI (1998) yaitu
sampel minyak ditimbang sebanyak 2-5 g dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 500 mL. Lalu ditambahkan 50 mL etanol 95 % netral.
Selanjutnya ditambahkan 3 tetes fenolftalein ke dalam larutan tersebut dan
titer dengan NaOH 0,1 N sampai warna indikator tetap berwarna merah
muda (tidak berubah selama 15 detik). Perhitungan bilangan asam adalah
sebagai berikut :
8
dimana, V = volume larutan NaOH yang diperlukan untuk peniteran (mL)
T = normalitas larutan standar NaOH yang digunakan
m
= berat contoh (dalam gram)
9
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Enzim Desaturase
Dalam penelitian ini, enzim desaturase dihasilkan dari mikroba.
Beberapa jenis organisme yang penghasil desaturase banyak sekali
ditemukan, seperti mamalia (Strittmatter 1974), tanaman (Gray 1986;
Cahoon et al. 1998) dan kapang (Suzuki 1991). Mikroba yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rhizopus oryzae, karena Rhizopus oryzae ini
merupakan fungi yang bersifat edible. Berdasarkan struktur dan
reproduksinya Rhizopus termasuk fungi pada devisi Zygomycota. Rhizopus
bereproduksi secara aseksual dan seksual. Menurut Pratiwi dan Santono
(2006) reproduksi Rhizopus secara aseksualnya adalah dengan spora
nonmotil yang dihasilkan oleh sporangium, sedangkan reproduksi
seksualnya dengan konjugasi.
Menurut Gandjar et al.(1999) R. Oryzae memiliki ciri-ciri yaitu
habitat di darat, di tanah yang lembab atau sisa organisme mati, saat masih
muda hifanya bercabang banyak tidak bersekat dan bersekat setelah menjadi
tua, berkembangbiak dengan cara vegetatif (yaitu membuat sporangium
yang menghasilkan spora) dan generatif (yaitu dengan konjugasi dua hifa
negatif dan hifa positif), miseliumnya mempunyai tiga tipe hifa yaitu :
stolon (hifa yang membentuk jaringan di permukaan substrat seperti roti),
rhizoid (hifa yang menembus substrat dan berfungsi untuk menyerap
makanan), sporangiofor (tangkai sporangium). Bentuk dan komponenkomponen sel Rhizopus oryzae dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Bentuk dan komponen-komponen sel Rhizopus oryzae.
Keterangan : (a) Sporangiofor (b) Sporangium (c) Kolumela
(d) Sporangiospora (e) Khlamidospora (Gandjar et al.1999)
10
Dari hasil stok kultur Rhizopus yang ada di Laboratorium Bioproses,
Rhizopus didapatkan dari hasil fermentasi tempe. Kultur Rhizopus ini
ditumbuhkan kedalam media potato dextrosa agar (PDA) yang terdiri atas
karbohidrat (pati) dari kentang, glukosa dari dekstrosa atau fruktosa serta
kandungan air dalam agar (Gambar 3).
Gambar 3 Kultur Rhizopus oryzae di dalam media PDA (potato dextrose agar).
Setelah Rhizopus tumbuh di media PDA, lalu dipindahkan ke dalam
media potato dextrose broth (PDB). Caranya sama seperti media PDA,
tetapi bedanya dalam kandungan medianya yaitu media PDA mengandung
agar, sedangkan media PDB tidak mengandung agar (Gambar 4).
Gambar 4 Kultur Rhizopus oryzae di dalam media PDB (potato dextrose broth).
Rhizopus yang telah tumbuh dalam media PDB ini, dihaluskan dengan
blender yang sudah disterilkan. Tujuan dihaluskan untuk melisis sel
sebagian dan mengeluarkan protein. Selanjutnya Rhizopus ini diinokulasi ke
dalam media fermentasi, yaitu media sintetik Serrano-Carreon dengan CPO
3% sebagai sumber karbon, seperti terlihat pada Gambar 5.
11
Gambar 5 Kultur Rhizopus oryzae di dalam media Serrano-Carreon
CPO (crude palm oil) diperoleh di dalam tubuh buah (mesocarp)
tanaman kelapa sawit (Elaeis guanensis JACQ) yang termasuk dalam famili
Palmae. CPO (crude palm oil) memiliki ciri-ciri yaitu berwarna kuning
kemerahan, mengandung kurang lebih 5 % FFA (Free Fatty Acid), banyak
mengandung pro-vitamin E (± 800-900 ppm) dan titik leburnya sekitar 3340 oC (Gambar 6) (Satyawibawa dan Widyastuti 1992).
Gambar 6 Crude Palm Oil (CPO)
CPO merupakan lemak semi padat yang memiliki komposisi tetap
(Ketaren 1986). Menurut Ketaren (1986), sifat fisika dan kimia dari kelapa
sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat fisika dan kimia dari kelapa sawit
Sifat
Bobot jenis pada suhu
kamar
Indeks bias D 40˚C
Bilangan iod
Bilangan penyabunan
Minyak sawit
0,900
Minyak inti sawit
0,900-0,913
1,4565-1,4585
48-56
196-205
1,415-1,495
14-20
244-254
12
Hasil kultur Rhizopus yang mengandung media Serrano-Carreon
dengan CPO ini dipisahkan dengan menggunakan kertas saring, yaitu
antara cairan fermentasi dengan biomassa basah. Cairan fermentasi ini
digunakan untuk tahap optimasi ketidakjenuhan CPO. Cairan fermentasi
merupakan supernatan yang mengandung enzim desaturase. Produksi
ketidakjenuhan dapat dilakukan dua cara yaitu kloning gen dan bioproses
menggunakan enzim. Produksi ketidakjenuhan dengan kloning gen
memiliki kekurangan yaitu membutuhkan waktu yang lama untuk
menghasilkan produk yang lebih sedikit dan hasil produk dari kloning gen
ini masih belum diterima oleh masyarakat (Jaworski dan Cahoon 2003).
Produksi ketidakjenuhan dengan bioproses menggunakan enzim memiliki
keuntungan yaitu waktu yang lebih cepat untuk menghasilkan produk yang
lebih banyak dan aman (Damude et al. 2006). Dalam penelitian ini untuk
menghasilkan produksi ketidakjenuhan dengan cara bioproses menggunakan
enzim. Enzim desaturase adalah enzim yang berfungsi sebagai katalisator
pembentukan ikatan rangkap rantai karbon asam lemak baik dalam asam
lemak tak jenuh tunggal maupun majemuk (Gambar 7) (Cahoon et al. 1998).
(a)
(b)
Gambar 7 Contoh asam lemak tak jenuh pada (a) asam lemak tak jenuh
tunggal (MUFA) dan (b) asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA)
Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) selalu mengandung ikatan
rangkap antara 2 atom karbon (C) dengan kehilangan paling sedikit 2 atom
hidrogen. MUFA juga dikenal sebagai asam lemak omega-9 (Fernandez
dan Kristy 2005). Sumber MUFA adalah minyak zaitun, kacang tanah,
kedelai, daging unggas, kacang kenari, alpukat, dan butter kacang tanah
(Sudarmanto 2003). Asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) adalah lemak
yang mengandung lebih dari 1 ikatan rangkap dan kehilangan paling sedikit
4 atom Hidrogen (Jermsuntiea et al. 2011). PUFA diklasifikasi menjadi dua
bagian yaitu asam lemak omega-3 dan asam lemak omega-6. Contoh asam
lemak omega-3 yaitu ikan dan kacang kedelai (Kinney et al. 2004),
sedangkan contoh asam lemak omega-6 yaitu minyak nabati, kacang kedelai,
jagung padi-padian, kacang-kacangan, dan benih gandum (Ward OP 2005).
Aktivitas desaturase (U/mL) didefinisikan sebagai besarnya
peningkatan ketidakjenuhan CPO yang diakibatkan reaksi enzimatis oleh 1
mL enzim selama satu menit (g I2/ 100 g CPO per mL enzim per menit).
Proses aktivitas desaturase dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
13
iod pada sampel dan blanko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas
desaturase asal cairan fermentasi terdeteksi sebesar 0,062 U/mL. Hal ini
disebabkan pada fase stasioner, sel sebagian mengalami lisis dan
mengeluarkan berbagai protein intraselulernya.
Optimasi Produksi Ketidakjenuhan CPO pada Sistem Kontinu
Proses peningkatan ketidakjenuhan yang dilakukan secara kontinu
dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk melihat seberapa lama waktu
kontak enzim-CPO menghasilkan bilangan iod yang tinggi. Bilangan iod
(angka iod) mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak
dan lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk
senyawaan yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya
ikatan rangkap. Angka iod dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang
diikat oleh 100 gram minyak atau lemak.
Suatu reaksi ketidakjenuhan tidak akan terbentuk ikatan rangkap jika
dilakukan tanpa menggunakan katalis, penambahan katalis ini berguna
untuk mempercepat reaksi. Katalis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah enzim desaturase. Enzim ini memiliki keistimewaan yaitu mampu
membentuk ikatan rangkap rantai karbon asam lemak baik dalam asam
lemak tak jenuh tunggal (MUFA) maupun majemuk (PUFA). Secara umum
reaksi pembentukan ikatan rangkap yang dikatalis oleh enzim desaturase
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Reaksi pembentukan ikatan rangkap yang dikatalis oleh
enzim desaturase (Mayes dan Kathleen, 1999)
Dalam penelitian ini, model rancangan proses peningkatan
ketidakjenuhan yang dilakukan secara kontinu untuk melihat waktu kontak
enzim-CPO diamati dapat berjalan dengan baik, walau sistem ini memiliki
kekurangan. Kekurangan dari sistem kontinu ini yaitu pada saat CPO
dialirkan ke selang melalui pompa peristaltik, sebagian butiran CPO masih
menempel di dinding selang, walau sudah diberi dorongan gelembung udara
yang dihasilkan dari selang kosong. Menurut Rusmana (2008), sistem
biokonversi kontinu adalah pengaliran substrat dan pengambilan produk
dilakukan secara terus menerus (sinambung) setiap saat setelah diperoleh
14
konsentrasi produk maksimal atau substrat pembatasnya mencapai
konsentrasi yang hampir tetap. Sistem biokonversi ini memiliki keuntungan
antara lain otomisasi proses dapat dilakukan, penghematan ruang produksi
dan kecepatan proses. Hasil proses optimasi ketidakjenuhan CPO
berdasarkan ketinggian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil perubahan bilangan iod dan waktu kontak berdasarkan
ketinggian titik sampling
Ketinggian
Titik
Sampling
(cm)
50
100
150
200
250
Bilangan Iod (g I2/100g CPO)
Sebelum
Biokonversi
Setelah
Biokonversi
∆ Bilangan Iod
Waktu
Kontak
(menit)
38,6
38,6
38,6
38,6
38,6
45,509
54,426
53,607
55,691
54,486
6,909
15,826
15,007
17,091
15,886
14
21
27
35
47
∆ Bilangan Iod (g I2/100g CPO) = setelah biokonversi – sebelum biokonversi
Berdasarkan tabel tersebut, bahwa pada ketinggian titik sampling 200
cm memiliki nilai perubahan bilangan iod yang cukup tinggi dibandingkan
dengan ketinggian titik sampling 250 cm. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya iod yang diikat oleh CPO menunjukkan banyaknya ikatan
rangkap yang terbentuk, serta semakin lama waktu kontak menyebabkan
terjadinya oksidasi pada ikatan rangkap CPO. Hal ini terlihat dari data
bilangan iod pada ketinggian titik sampling 250 cm yang lebih rendah
dibandingkan pada ketinggian titik sampling 200 cm.
Hubungan peningkatan perubahan bilangan iod dengan waktu kontak
dapat dilihat pada Gambar 9. Semakin lama waktu kontak menyebabkan
terjadinya oksidasi pada ikatan rangkap CPO. Waktu kontak yang
menghasilkan perubahan bilangan iod yang tertinggi (35 menit) dipilih
untuk proses optimasi biokonversi pada tahap selanjutnya. Waktu kontak ini
hanya berlaku untuk kondisi penelitian ini saja, tidak berlaku untuk kondisi
penelitian lainnya.
∆ Bilangan Iod (g
I2/100 g CPO)
15
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
14 menit
21 menit
27 menit
35 menit
47 menit
waktu kontak (menit)
Gambar 9 Hubungan perubahan bilangan iod dengan waktu kontak
pada sistem kontinu berdasarkan variasi ketinggian.
Pada penelitian sebelumnya (Tri-Panji 2000) melakukan hal yang
sama, yaitu sistem kontinu (Gambar 10) dengan menggunakan fungi
Absidia corymbifera, menghasilkan waktu kontaknya lebih cepat dengan
peningkatan bilangan iod dari 11,2 g I2/100g sampai 12,2 g I2/100g.
Kelemahan dari sistem ini yaitu bioreaktor yang digunakan berupa kolom
gelas berbentuk lurus dengan ketinggian 50 cm, sehingga waktu kontak
enzim-substrat yang dihasilkan lebih cepat.
Gambar 10 Alat rancangan sistem kontinu pada penelitian Tri-Panji (2000)
Tri-Panji et al. (2005) juga melakukan penelitian dengan sistem curah,
dan menggunakan fungi Absidia corymbifera. Pada sistem curah ini, waktu
kontak enzim amobil-substrat dipengaruhi oleh nisbah enzim-substrat (yaitu
1:1, 1:2, 1:3), menghasilkan waktu kontak yang optimum selama 18 jam
pemakaian pada nisbah enzim-subtrat 1:2 dengan peningkatan bilangan iod
9-11 g I2/100g CPO. Sistem ini juga memiliki kekurangan yaitu kerja enzim
desaturase terhalang oleh adanya desaturase teramobilisasi pada zeolit,
sehingga kerja enzim tidak berjalan sempurna.
Dari hasil perubahan bilangan iod ini dapat diperoleh laju konversi
serta persen konversi. Laju konversi merupakan perhitungan mengenai
16
kecepatan peningkatan bilangan iod yang dihasilkan per satuan waktu
kontak. Persen peningkatan bilangan iod berfungsi untuk mengetahui
pengaruh kecepatan pengaliran substrat dalam bioreaktor selang berbentuk
spiral terhadap perubahan bilangan iod. Hasil laju konversi dan persen
konversi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hubungan antara laju konversi dengan persen konversi
Ketinggian titik
sampling (cm)
50
100
150
200
250
Laju konversi
Laju konversi (g I2/100
g CPO per menit)
0,494
0,754
0,556
0,488
0,338
Persen konversi
18
41
39
44,3
41,2
=
Persen konversi =
Berdasarkan tabel tersebut, pada ketinggian titik sampling 200 cm
memiliki persen konversi yang tertinggi yaitu sebesar 44,3 % dengan laju
konversinya sebesar 0,488 g I2/100 g CPO per menit dibandingkan pada
ketinggian titik sampling lainnya. Laju alir yang lebih cepat atau waktu
kontak yang lebih lama ternyata tidak menghasilkan peningkatan bilangan
iod yang lebih tinggi untuk ketinggian titik sampling 250 cm. Hal ini
kemungkinan disebabkan waktu kontak yang melebihi optimum tidak
menghasilkan tambahan pembentukan ikatan C=C, tetapi justru ikatan C=C
yang telah terbentuk sebagian rusak oleh oksidasi.
Oksidasi asam lemak adalah pelepasan energi dari asam lemak dicapai
terutama dengan memecah asam lemak menjadi karbon unit dua asetil-KoA
yang memasuki siklus TCA (Tricarboxylic acid cycle) (Gambar 11) (Mayes
2003). Menurut Edwar et al. (2011), asam lemak tidak jenuh yang terdapat
di dalam lemak atau minyak, terutama dari sumber nabati, dapat mengalami
perubahan atau kerusakan, baik secara fisik atau kimia. Penyebab perubahan
atau kerusakan ini antara lain adalah karena proses oksidasi. Minyak yang
mengandung asam lemak yang banyak ikatan rangkapnya dapat teroksidasi
secara spontan oleh udara pada suhu ruang. Oksidasi spontan ini secara
langsung akan menurunkan tingkat ketidakjenuhan minyak, menyebabkan
minyak menjadi tengik dan terasa tidak enak.
Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton,
hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau
tengik dan rasa yang tidak enak. Kerusakan akibat oksidasi bahan pangan
berlemak terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama: disebabkan oleh reaksi
lemak dengan oksigen yang disusul dengan tahap kedua yang merupakan
proses oksidasi dan non oksidasi. Proses oksidasi ini umumnya dapat terjadi
17
pada setiap jenis lemak, misalnya minyak goreng dan bahan pangan
berlemak. Lemak atau minyak umumnya terdiri dari persenyawaan gliserida
kompleks yang komponen utamanya dari gliserol yang berikatan dengan
asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Pada kondisi biasa asam
lemak jenuh bersifat stabil di udara (Ketaren 1986 ).
Gambar 11 Siklus oksidasi asam lemak (Mayes 2003)
Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tidak jenuh,
tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100 ˚C atau lebih, asam lemak
jenuh pun dapat teroksidasi. Reaksi oksidasi pada penggorengan suhu 200
˚C menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat
ketidakjenuhan tinggi, sedangkan reaksi hidrolisis mudah terjadi pada
minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (LCFA). Suhu pemanasan
yang baik adalah sekitar 95-120 ˚C. Ditinjau dari segi ekonomi, suhu
pemanasan yang tinggi antara 163-199 ˚C dapat menekan biaya produksi,
karena waktu penggorengan yang relatif singkat. Untuk makanan precooked sebaiknya digoreng pada suhu 185 ˚C selama 3-5 menit (Sartika
2009).
Dari hasil perubahan iod juga didapatkan nilai aktivitas desaturase
pada proses desaturasi melalui bioreaktor kontinu, dapat dilihat pada
Gambar 12. Berdasarkan Gambar 12, aktivitas enzim yang paling tinggi
diperoleh pada ketinggian titik sampling 200 cm yaitu 0,569 g I2/100g CPO
dengan perubahan bilangan iodnya 17,091 g I2/100g CPO. Hal ini
disebabkan enzim desaturase sudah mencapai keadaan stabil (stationer),
artinya perubahan bilangan iodnya tidak akan bertambah lagi. Bilangan iod
juga dapat menurunkan aktivitas desaturase, hal ini terlihat dari data
bilangan iod dari ketinggian 250 cm yang lebih berkurang dibandingkan
pada ketinggian titik sampling 200 cm. Penurunan aktivitas ini disebabkan
oleh oksidasi ikatan rangkap C=C pada CPO-nya.
Aktivitas Desaturase (g
I2/100 g CPO. mL
enzim.menit)
18
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
6.909
15.826
15.007
17.091
15.886
Perubahan Bilangan Iod (g I2/100 g CPO)
Gambar 12 Aktivitas desaturase pada proses desaturasi melalui
bioreaktor kontinu. Aktvitas ini diukur berdasarkan
peningkatan bilangan iod CPO hasil biokonversi.
Hasil analisis bilangan penyabunan dan bilangan asam CPO dapat
dilihat pada Tabel 4. Hubungan antara ketidakjenuhan dengan hasil
perubahan bilangan penyabunan dan bilangan asam yang diperoleh ini
menunjukkan bahwa ketidakjenuhan CPO yang didapatkan masih dalam
batasan yang diijinkan untuk minyak makan. Hal ini sesuai dengan standar
mutu minyak/lemak (Ketaren 1986) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4 Hasil bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan asam pada
kondisi optimum.
Waktu
kontak
(menit)
Bilangan iod
(g I2/100g
CPO)
Bilangan
penyabunan (g
KOH/g CPO)
Bilangan
asam (g
KOH/g
CPO)
% FFA (Free
Fatty Acid)
0 (blanko)
38,600
199,071
6,916
0,692
35
(optimum)
55,691
183,489
9,360
0,936
Tabel 5 Standar mutu minyak/lemak (Ketaren 1986)
Kandungan
Asam lemak bebas (%)
Bilangan iod
Bilangan penyabunan
Kadar air (%)
Kotoran (%)
Standar mutu
1-2
48-56
196-205
0,1
0,002
19
Bilangan penyabunan (angka penyabunan) merupakan indikasi
terjadinya hidrolisis lemak netral oleh basa kuat (KOH, NaOH), serta
menentukan besar molekul minyak dan lemak secara kasar. Untuk kontrol
bilangan penyabunan sebesar 199,071 mg KOH/g CPO, sedangkan pada
kondisi optimumnya bilangan penyabunan memiliki sebesar 183,489 g
KOH/g CPO. Dari hasil tersebut, bilangan penyabunan mengalami
penurunan sebesar 15,582 g KOH/g CPO ini artinya asam lemak dalam
CPO ini terbentuk asam lemak tak jenuh dengan memiliki rantai C yang
besar. Secara umum reaksi bilangan penyabunan sebagai berikut:
Gambar 13 Reaksi bilangan penyabunan
Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH/NaOH yang dibutuhkan
untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari 1 gram minyak/lemak.
Pada kontrol bilangan asamnya sebesar 6,916 g KOH/g CPO, sedangkan
untuk kondisi optimumnya sebesar 9,36 g KOH/g CPO. Peningkatan
bilangan asam ini disebabkan gliserida-gliserida dari CPO-nya mengalami
hidrolisis. Kadar asam lemak bebasnya (% FFA) untuk kontrol sebesar
0,691 %, sedangkan untuk kondisi optimumnya sebesar 0,936 %. Dari hasil
tersebut, bilangan asam mengalami peningkatan sebesar 0,245 % ini artinya
bahwa kualitas asam lemak dari CPO semakin tinggi, karena berdasarkan
standar mutu minyak % FFA-nya dibawah 2 %. Asam lemak bebas
merupakan hasil degradasi dari trigliserida sebagai akibat dari kerusakan
minyak. Selain itu, asam lemak bebas juga merupakan asam yang
dibebaskan dari proses hidrolisis dari lemak (Fauziah 2011). Menurut
Sudarmadji (1997) menyatakan makin tinggi angka asam maka semakin
rendah kualitas dari minyak, atau sebaliknya makin rendah angka asam
maka semakin tinggi kualitas dari minyak. Secara umum reaksi bilangan
asam sebagai berikut :
20
Gambar 14 Reaksi bilangan asam
Analisis komposisi asam lemak dilakukan dengan menggunakan
GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry). GCMS merupakan
suatu alat untuk penentuan struktur molekul senyawa organik, khususnya
untuk senyawa organik yang cukup volatil. Perangkat GCMS dilengkapi
sistem vakum hingga 10-6 torr yang sangat membantu dalam proses
penguapan cuplikan dibandingkan dengan GC. GCMS tidak memerlukan
senyawa standar seperti pada analisis dengan GC, karena spektrum senyawa
standar pembanding sudah ada di dalam memory bank (basis data komputer).
Dengan demikian analisis dengan GCMS menjadi lebih murah (Tri-Panji
2012).
GC merupakan pemisahan senyawa atsiri dengan mengalirkan arus
gas melalui fase diam. Penerapan kromatografi gas pada bidang industri
antara lain meliputi: obat-obatan dan farmasi, lingkungan hidup, industri
minyak, kimia klinik, pestisida dan residunya serta pangan. Di bidang
pangan, kromatografi gas digunakan untuk menetapkan kadar antioksidan
dan bahan pengawet makanan serta untuk menganalisis sari buah, keju,
aroma makanan, minyak, produk susu dan lain-lain (Fardiaz 1989). GC dan
MS sangat cocok, karena senyawa yang keluar dari kolom GC berupa gas
atau uap, dan yang dibutuhkan oleh MS juga senyawa dalam fasa uap. Hasil
ini terlihat bahwa asam stearat dan asam γ-linolenat menurun, sedangkan
asam yang lain meningkat (Tabel 6).
21
Tabel 6 Hasil analisis komposisi asam lemak
Satuan
unit
CPO
awal
CPO
optimum
Asam Laurat (Lauric acid) (C 12:0)
%
0,23
0,28
Asam Miristat (Myristic acid) (C 14:0)
%
0,96
1,00
Asam Palmitat (Palmitic acid) (C16:0)
%
39,31
41,14
acid) %
0,17
0,29
%
3,98
3,88
Asam Oleat (Oleic acid) ( C18: 1)
%
33,50
35,48
Asam Ricinoleat (Ricinoleic acid) (C18:1)
%
-
0,82
Asam Linoleat (Linoleic acid) (C 18:2)
%
10,78
11,94
Asam γ- Linolenat (Linolenic γ- acid) (C
18:3)
%
0,38
0,35
Asam Arakidat (Arachidic acid) (C20:0)
%
0,27
0,28
Komposisi asam lemak CPO
Asam Palmitoleinat (Palmitoleic
(C16:1)
Asam Stearat (Stearic acid) (C 18:0)
Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi desaturasi asam lemak yang
bersifat konsekutif atau reaksi berantai (Buist 2004). Dapat dilihat pada
Lampiran 4, reaksi konsekutif atau reaksi berantai adalah reaksi dari
reaktan terbentuk produk antara yang aktif kemudian lebih lanjut berubah
menjadi produk lain yang stabil. Penurunan asam stearat diakibatkan oleh
adanya aktivitas ∆9 desaturase yang mengubah asam stearat menjadi asam
oleat. Asam γ-linolenat juga menurun, hal ini mungkin disebabkan
tingginya aktivitas ∆9, dan ∆12 desaturase yang membentuk asam linoleat
lebih banyak dibandingkan asam γ-linolenat, sehingga proporsi (persen
area) asam γ-linolenat lebih sedikit.
Asam lemak tak jenuh bersifat tidak stabil, karena ikatan ganda pada
asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi).
Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya
memiliki dua bentuk yaitu cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami
(asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat) hanya memiliki bentuk cis
(dilambangkan dengan “Z”, singkatan dari bahasa Jerman zusammen).
Asam lemak bentuk trans (dilambangkan dengan “E”, singkatan bahasa
Jerman entgegen) hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau
dibuat secara sintesis yang diperoleh dari hasil hidrogenasi (pemberian atom
hidrogen) pada asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat, linolenat, dan
arakidonat) (Gambar 15). Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis
memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak trans karena atom H-nya
berseberangan tidak mengalami polarisasi yang kuat dan rantainya tetap
relatif lurus yang lebih menyerupai asam lemak jenuh dibandingkan asam
22
lemak tak jenuh, sehingga diyakini bahwa gabungan asam lemak jenuh
dengan asam lemak trans berpengaruh fisiologis yang lebih besar (Sartika
2009).
Gambar 15 Struktur kimia dari cis-asam lemak tak jenuh (asam
oleat), trans-asam lemak tak jenuh (asam elaidat)
dibandingkan dengan asam lemak jenuh (asam stearat)
Isomer geomatris terbentuk apabila ikatan rangkap cis terisomerisasi
menjadi konfigurasi trans yang secara termodinamik sifatnya lebih stabil
daripada bentuk cis (perubahan asam oleat menjadi asam elaidat). Ikatan
rangkap cis adalah sebuah konfigurasi berenergi tinggi, sehingga molekul
asam lemak tak jenuh cis tidak linier dan bersifat cair pada suhu kamar (titik
leleh asam oleat 16,3 ˚C). Sebaliknya, ikatan trans merupakan konfigurasi
berenergi lebih rendah. Molekul asam lemak tak jenuh trans berbentuk
linear dan bersifat padat pada suhu kamar (titik leleh asam elaidat 45 ˚C).
Pengaruh asam lemak trans terhadap kesehatan adalah bila mengkonsumsi
asam lemak trans berdampak negatif sama seperti asam lemak jenuh yaitu
akan mempengaruhi metabolisme profil lipid darah yakini HDL (High
Density Lipoprotein) kolesterol, LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol
dan total kolesterol (Lee et al. 2003). Yang berbeda adalah bahwa asam
lemak jenuh tidak mempengaruhi K-HDL (kolesterol-High Density
Lipoprotein), sehingga efek negatif yang ditimbulkan oleh asam lemak trans
terhadap rasio K-LDL/K-HDL mendekati 2 lebih besar daripada asam
lemak jenuh. Rasio K-LDL/K-HDL pada kelompok diet asam lemak trans
adalah 2,2, sedangkan rasio diet pada asam lemak jenuh sebesar 1,8 (p ‹
0,0001) (Muller et al. 2003). Kontribusi tertinggi asupan asam lemak trans
total berasal dari makanan gorengan. Selain itu, asupan asam lemak jenuh
berkorelasi positif dengan asupan asam lemak trans (Sartika 2007). Setiap
penambahan asupan asam lemak jenuh sebesar 1 % energi total asupan asam
lemak trans sebesar dapat meningkatkan kadar K-LDL sebesar 0,04
mmol/liter dan menurunkan kadar K-HDL sebanyak 0,013 mmol/liter
(Lichtenstein et al. 2006). Hal tersebut kini menjadi sorotan sebagai salah
satu penyebab penyakit jantung. Asupan asam lemak jenuh yang tinggi
diikuti dengan asam lemak trans dalam jangka waktu 5-10 tahun, tidaklah
menutup kemungkinan untuk timbulnya penyakit jantung pada masa yang
akan datang (Rustika 2005).
23
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Filtrat kultur fermentasi Rhizopus oryzae menunjukkan bahwa fungi
ini mampu meningkatkan ketidakjenuhan CPO dan kandungan asam lemak
tak jenuh majemuk. Filtrat kultur fermentasi Rhizopus oryzae memiliki
aktivitas desaturase sebesar 0,062 g I2/100 g CPO per mL enzim per menit.
Pada kondisi yang diteliti ini, peningkatan ketidakjenuhan terjadi
maksimum pada ketinggian 200 cm dengan waktu kontak selama 35 menit.
Bilangan iod juga ternyata dapat menurun, hal ini terlihat dari data bilangan
iod pada ketinggian titik sampling 250 cm dibandingkan pada ketinggian
titik sampling 200 cm. Pada kondisi optimum terdapat persen konversi
sebesar 44,3 % dengan laju konversi 0,488 g I2/1
DENGAN ENZIM DESATURASE MENGGUNAKAN SISTEM
KONTINU
WELLY ANGGRAINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Optimasi Peningkatan Ketidakjenuhan
CPO dengan Enzim Desaturase Menggunakan Sistem Kontinu” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Tesis ini merupakan bagian Penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia (BPBPI). Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2013
Welly Anggraini
G851110101
RINGKASAN
WELLY ANGGRAINI. Optimasi Peningkatan Ketidakjenuhan CPO dengan
Enzim Desaturase Menggunakan Sistem Kontinu. Dibimbing oleh I MADE
ARTIKA, dan TRI PANJI.
Desaturase merupakan katalisator untuk pembentukan ikatan rangkap rantai
karbon baik asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) maupun majemuk (PUFA).
Untuk meningkatan ketidakjenuhan minyak sawit mentah atau crude palm oil
(CPO) melalui enzim ini, dapat digunakan fungi penghasil desaturase. Pada
penelitian ini, fungi yang digunakan adalah Rhizopus oryzae, karena bersifat
edible. Tujuan penelitian ini untuk menguji kemampuan Rhizopus oryzae dalam
memproduksi desaturase, memperpanjang waktu kontak enzim-substrat, dan
meningkatkan ketidakjenuhan CPO dengan cara model sistem bioreaktor dibentuk
selang spiral tegak dengan variasi tinggi.
Pertama, fungi dikulturkan dalam media cair mengandung CPO dengan
suplemen garam tertentu menggunakan Erlenmeyer. Setelah inkubasi, kultur
tersebut dipisahkan antara biomassa dengan supernatan (cairan fermentasi).
Cairan fermentasi dimasukkan ke dalam bioreaktor sistem kontinu berupa model
selang spiral tegak dengan variasi tinggi (50 cm, 100 cm, 150 cm, 200 cm dan 250
cm). CPO dipompakan dari bagian bawah kolom menggunakan pompa peristaltik.
Kemudian CPO dikarakterisasi melalui penentuan bilangan iod, bilangan
penyabunan, bilangan asam dan komposisi asam lemak baik CPO sebelum dan
sesudah biokonversi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cairan fermentasi Rhizopus oryzae
mampu meningkatkan ketidakjenuhan CPO dan kandungan asam lemak takjenuh
majemuk. Pada kondisi yang diteliti ini, peningkatan ketidakjenuhan ini terjadi
maksimum pada ketinggian 200 cm yaitu nilai perubahan bilangan iodnya sebesar
17,091 g I2/100g CPO dengan waktu kontaknya selama 35 menit, ini artinya
bahwa semakin lama waktu kontak, maka semakin tinggi ketidakjenuhan CPO.
Bilangan iod juga dapat menurun yang disebabkan adanya oksidasi pada ikatan
rangkap C=C, ini terlihat dari hasil bilangan iod pada ketinggian 250 cm yaitu
nilai perubahan bilangan iodnya sebesar 15,886 g I2/100g CPO dengan waktu
kontaknya selama 47 menit. Pada kondisi optimum, angka penyabunan diperoleh
sebesar 183,489 g KOH/g CPO dan angka asam diperoleh sebesar 9,36 g KOH/g
CPO dengan kadar asam lemak bebasnya (% FFA) sebesar 0,936 %. Komposisi
asam lemak dari CPO hasil biokonversi pada kondisi optimum yang mengalami
peningkatan adalah asam oleat, dan asam linoleat.
Kata kunci: asam lemak takjenuh majemuk, cairan fermentasi, enzim desaturase,
Rhizopus oryzae, dan sistem kontinu.
SUMMARY
WELLY ANGGRAINI. Optimation of Unsaturation Level Increase of Crude
Palm Oil with Desaturase by Using Continuous Systems. Supervised by I MADE
ARTIKA and TRI PANJI.
Desaturase is the catalyst for the formation of the double bond carbon chains
either monounsaturated fatty acids (MUFA) or polyunsaturated fatty acid (PUFA).
Desaturase producing fungi can be used to increase the unsaturation of crude palm
oil (CPO). In the present study the fungi used was Rhizopus oryzae, because it is
edible. The purpose of this study was to test the ability of Rhizopus oryzae in
producing desaturase, extending enzyme-substrarate contact time, and increasing
unsaturation of crude palm oil using bioreactor system model of spiral hose with
height variation.
First, the fungi were cultured in liquid media with supplements containing
certain salts and CPO using Erlenmeyer. After incubation, the culture supernatant
was separated from the biomass (liquid fermentation). Liquid fermentation was
transferred into a bioreactor system model of continuous spiral hose with height
variations (50 cm, 100 cm, 150 cm, 200 cm and 250 cm). Palm oil was pumped
from the bottom of the column using a peristaltic pump. CPO was then
characterized by determining the iodine number, saponification number, acid
number and fatty acid composition both before and after the bioconversion.
The results showed that Rhizopus oryzae fermentation liquid was able to
increase the unsaturation CPO and multiple unsaturated fatty acid content. On
studied conditions, the maximum unsaturation increase occurred at a height of 200
cm with iodine value change of 17.091 g I2/100g CPO with the contact time for
35 minutes. This indicated that the longer the contact time, the higher the
unsaturation of CPO. Iodine number could also decrease due to the oxidation of
the C = C double bond, that was indicated from the results of iodine number at a
height of 250 cm with iodine value change of 15.886 g I2/100g CPO for contact
time of 47 minutes. At the optimum conditions, the saponification number was
183.489 g KOH/g CPO and acid number was 9.36 g KOH/g CPO with levels of
free fatty acids (% FFA) of 0.936%. Fatty acid composition of palm oil after
optimum bioconversion conditions showed increase in oleic acid, and linoleic acid.
Keywords: polyunsaturated fatty acid, liquid fermentation, desaturase enzymes,
Rhizopus oryzae, and continuous systems.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI PENINGKATAN KETIDAKJENUHAN CPO
DENGAN ENZIM DESATURASE MENGGUNAKAN SISTEM
KONTINU
WELLY ANGGRAINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji pada Ujian Tesis : Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Judul Tesis : Optimasi Peningkatan Ketidakjenuhan CPO dengan Enzim
Desaturase Menggunakan Sistem Kontinu
: Welly Anggraini
Nama
: G851110101
NlM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
V/
Dr Ir I Made Artika, MApp Sc
Ketua
Dr Tri Panji, MS,APU
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biokimia
Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Tanggal Ujian: 23 September 2013
Tanggal Lulus:
2 7 SFP 2013
Judul Tesis : Optimasi Peningkatan Ketidakjenuhan CPO dengan Enzim
Desaturase Menggunakan Sistem Kontinu
Nama
: Welly Anggraini
NIM
: G851110101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir I Made Artika, MApp Sc
Ketua
Dr Tri Panji, MS APU
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biokimia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 23 September 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul “Optimasi Peningkatan
Ketidakjenuhan CPO dengan Enzim Desaturase menggunakan Sistem Kontinu”
berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. I Made Artika, M. App.
Sc dan Bapak Dr. Tri Panji, MS,APU selaku pembimbing, yang telah memberikan
arahan, bimbingan, motivasi, dan doa selama penelitian dan penyusunan tesis.
Terima kasih juga kepada Ibu Prof. Dr. Drh. Maria Bintang, MS selaku penguji
luar komisi, staf dan laboran Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia
yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan emak tercinta, serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga Allah SWT
member keberkahan dan karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 23 September 2013
Welly Anggraini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian
1
1
2
2
3
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Pertumbuhan R. oryzae
Persiapan Inokulum R. oryzae
Pembuatan Media Fermentasi (Serrano-Carreon 1993 )
Analisis Aktivitas Desaturase
Analisis Bilangan Iod (AOAC 1995)
Optimasi CPO dengan Desaturase pada Sistem Kontinu
Analisis GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry)
Analisis Bilangan Penyabunan (SNI 1998)
Analisis Bilangan Asam (SNI 1998)
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
6
7
7
7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Enzim Desaturase
Optimasi Produksi Ketidakjenuhan CPO pada Sistem Kontinu
9
9
13
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
23
23
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL
1 Sifat fisika dan kimia dari kelapa sawit
2 Hasil perubahan bilangan iod dan waktu kontak berdasarkan
ketinggian titik sampling
3 Hubungan antara laju konversi dengan persen konversi
4 Hasil bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan asam pada
kondisi optimum.
5 Standar mutu minyak/lemak (Ketaren 1986)
6 Hasil analisis komposisi asam lemak
11
14
16
18
18
21
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Alat rancangan sistem kontinu tingkat ketidakjenuhan CPO
Bentuk dan komponen-komponen sel Rhizopus oryzae
Kultur Rhizopus oryzae di dalam media PDA (potato dextrose agar).
Kultur Rhizopus oryzae di dalam media PDB (potato dextrose broth).
Kultur Rhizopus oryzae di dalam media Serrano-Carreon
Crude Palm Oil (CPO)
Contoh asam lemak tak jenuh pada (a) asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFA) dan (b) Asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA)
Reaksi pembentukan ikatan rangkap yang dikatalis oleh enzim
desaturase (Mayes dan Kathleen, 1999).
Hubungan perubahan bilangan iod dengan waktu kontak pada sistem
kontinu berdasarkan variasi ketinggian
Alat rancangan sistem kontinu pada peneltian Tri-Panji (et al., 2000)
Siklus oksidasi asam lemak (Mayes 2003)
Aktivitas desaturase pada proses desaturasi melalui bioreaktor
kontinu.
Reaksi bilangan penyabunan
Reaksi bilangan asam
Struktur kimia dari cis-asam lemak tak jenuh (asam oleat), trans-asam
lemak tak jenuh (asam elaidat) dibandingkan dengan asam lemak jenuh
(asam stearat)
6
9
10
10
11
11
12
13
15
15
17
18
19
20
22
DAFTAR LAMPIRAN
16 Diagram alir
17 Hasil perhitungan bilangan iod, penyabunan dan asam (contoh pada
kondisi optimum)
18 Hasil perhitungan laju konversi dan persen konversi
19 Hasil kromatogram GCMS
28
29
30
31
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia
merupakan
negara
yang
memiliki
kekayaan
keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk juga kekayaan
keanekaragaman jenis tanaman perkebunan terutama tanaman perkebunan
kelapa sawit. Menurut Khudori (2008), perkembangan luas areal tanaman
perkebunan kelapa sawit hampir dua kali lipat yang pada mulanya
4.158.077 ha menjadi 7.125.331 ha dan diiringi juga dengan peningkatan
jumlah produksi. Menurut Uji (2004), kekayaan keanekaragaman jenis
tanaman perkebunan kelapa sawit yang besar ini perlu di dayagunakan
untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya pembuatan minyak dan
merupakan modal dasar untuk melakukan usaha pemuliaan tanaman
perkebunan kelapa sawit.
Untuk meningkatkan nilai guna kelapa sawit dan menambah nilai
jualnya, hasil panen kelapa sawit diolah terlebih dahulu dibandingkan
dengan menjual kelapa sawit tersebut tanpa diolah (Setyono dan Soetarto
2008). Minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah
satu produk unggulan Indonesia yang di ekspor ke mancanegara. Menurut
Nuraida et al. (2008) CPO memiliki kelemahan, yaitu berbentuk padat pada
suhu ruang (25–27 °C), hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan asam
lemak jenuh berupa asam palmitat (45–52 %) dan asam stearat (4–5 %).
Tingginya kandungan asam lemak jenuh menyebabkan rendahnya fraksi
yang dapat diubah menjadi minyak goreng (Muderhwa et al. 1985) dan juga
menyebabkan rendahnya mutu minyak goreng dikaji dari rendahnya
bilangan iod, dan tingginya titik keruh (cloud point) (Agaba et al. 2004).
Dalam proses metabolisme tubuh, asam lemak dapat membahayakan
kesehatan (asam lemak jenuh), namun ada pula yang sangat dibutuhkan bagi
kesehatan (asam lemak tak jenuh) (Tim Surkesnas 2004). Asam lemak yang
berbahaya adalah asam lemak jenuh, yaitu asam lemak yang tidak memiliki
ikatan rangkap pada rantai karbon penyusunnya. Asam lemak yang tidak
berbahaya bagi kesehatan adalah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam lemak
yang memiliki ikatan rangkap pada rantai karbon penyusunnya. Contoh
asam lemak tak jenuh yang penting untuk kesehatan tubuh adalah asam
linoleat dan linolenat (Sipayung 2003). Kedua jenis asam lemak ini
merupakan asam lemak essensial, yaitu asam lemak yang tidak dapat
diproduksi sendiri oleh tubuh (Harper et al. 1979).
Tingkat ketidakjenuhan CPO yang tinggi memiliki beberapa
keuntungan seperti (a) meningkatkan kualitas CPO, (b) berguna sebagai
alternatif bahan baku untuk medis dan farmasi, (c) meningkatkan daya saing
dengan minyak nabati lainnya, (d) kenaikan jumlah fraksi olein sebagai
bahan baku untuk minyak goreng (Tri-Panji 1999b). Peningkatan
kandungan asam lemak tak jenuh dalam CPO ini, dapat dilakukan dengan
bantuan enzim desaturase. Desaturase merupakan enzim yang berfungsi
sebagai katalisator pembentukan ikatan rangkap rantai karbon asam lemak
2
dan berperan dalam pembentukan asam-asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFA) maupun majemuk (PUFA) (Cahoon et al. 1998) serta enzim ini
memiliki sifat yang tidak stabil (Gunstone et al. 1986).
Enzim desaturase ini dapat dimanfaatkan melalui pengembangan
proses biokonversi sehingga membuka peluang peningkatan mutu dan
diversifikasi produk CPO menjadi bernilai tambah ekonomis tinggi (Burja et
al. 2006). Pemanfaatan enzim sebagai katalis dalam reaksi kimia memiliki
beberapa keuntungan yaitu : kondisi operasional yang ringan dengan reaksi
pada suhu dan tekanan yang cukup rendah, biaya pengolahan limbah yang
relatif lebih murah, dan produk yang dihasilkan lebih aman (Setiadji 2004).
Untuk menghasilkan desaturase dengan murah, diperlukan metode
untuk memfermentasikan mikroba tertentu yang mampu menghasilkan
desaturase (Turner et al. 2004). Dalam penelitian ini mikroba yang
digunakan adalah Rhizopus oryzae, karena Rhizopus oryzae ini merupakan
fungi yang bersifat edible. Fungi ini diuji kemampuannya dalam produksi
desaturase. Penelitian sebelumnya Tri-Panji (2000) melakukan dengan
menggunakan sistem kontinu dan fungi Absidia corymbifera. Sistem ini
menghasilkan waktu kontaknya lebih cepat. Sistem ini memiliki kekurangan
yaitu bioreaktor yang digunakan kolom gelas berbentuk lurus dengan
ketinggian 50 cm, sehingga waktu kontak yang diperoleh lebih cepat. TriPanji et al. (2005) telah menggunakan desaturase dalam sistem bacth
(sistem curah) yaitu, desaturase dalam filtrat kultur fermentasi Absidia
corymbifera terbukti mampu meningkatkan bilangan iod CPO dengan waktu
kontak substrat-enzim selama 18 jam. Sistem ini memiliki kekurangan yaitu
kerja enzimnya terhalang oleh desaturase yang teramobil pada zeolit.
Peningkatan bilangan iod berasal dari asam-asam lemak jenuh terdesaturasi
menjadi asam lemak tak jenuh atau asam lemak tak jenuh tunggal menjadi
asam lemak tak jenuh majemuk.
Pada sistem biokonversi kontinu, komponen umpan dialirkan dan
diproses hingga diperoleh produk secara terus-menerus. Sistem tersebut
memiliki keuntungan dibanding dengan sistem batch (curah) dalam hal
otomatisasi proses dapat dilakukan, penghematan ruangan produksi dan
kecepatan proses. Untuk itu penelitian ini menggunakan sistem kontinu,
yaitu model selang yang berbentuk spiral tegak dengan variasi ketinggian
(50 cm, 100 cm, 150 cm, 200 cm dan 250 cm).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan Rhizopus oryzae dalam
memproduksi desaturase, memperpanjang waktu kontak enzim-substrat, dan
meningkatkan ketidakjenuhan CPO dengan cara model sistem bioreaktor
dibentuk selang spiral tegak dengan variasi tinggi.
3
Manfaat Penelitian
Biokonversi CPO ini memiliki arti penting untuk menghasilkan asam
lemak yang bermanfaat dalam dunia kesehatan (baik dalam medis maupun
farmasi), memiliki nilai ekonomi serta menambah nilai fungsi dari
kemampuan fungi isolat 1okal dalam memproduksi desaturase.
Hipotesis Penelitian
Ketidakjenuhan CPO dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik
biokonversi secara kontinu. Desaturase spesifik yang berasal dari isolat
fungi lokal dapat dimanfaatkan untuk mengubah CPO asam lemak jenuh
menjadi asam lemak tak jenuh, sehingga produksi dari biokonversi CPO
menjadi optimum. Produk yang dihasilkan dari biokonversi CPO dapat
dianalisis menggunakan metode bilangan iod.
4
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan
Maret 2013 di Laboratorium Bioproses Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI), Jalan Taman Kencana No 1 Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah R. oryzae yang
diperoleh dari koleksi kultur Balai Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan
(Bogor), (NH4)2SO4, KH2PO4, Na2HPO4.2H2O, MgSO4.7H2O, CaCl2,
ZnSO4.7H2O, potato dextrosa agar (PDA), potato dextrosa broth (PDB),
HCl, NaCl, crude palm oil (CPO), spirtus, KOH-alkohol, pati, fenolfthaline,
etanol 95 % netral, Na2S2O3, NaOH, larutan Hanus, KI 15 %, kloroform,
akuades steril, kertas saring, plastik wrap, dan aluminium foil.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya shaker
(IKA Labortechnik HS 250 Basic), blender (Trisonic Mix-T2GN), autoklaf
(ALP KT-305), jarum ose, spatula, corong Buchner, neraca analitik
(Sartorius BSA 224S-CW), pompa peristaltik (peristaltic pump 131900),
kertas pH, botol vial, laminar air flow ESCO, GCMS (Gas Cromatography
Mass Spectroscopy), dan alat-alat gelas.
Prosedur Penelitian
Pertumbuhan R. oryzae
Untuk menghasilkan produksi desaturase, kultur fungi R. oryzae
ditumbuhkan dalam medium potato dextrosa agar (PDA) yang terdiri atas
karbohidrat (pati) dari kentang, glukosa dari dekstrosa atau fruktosa serta
kandungan air dalam agar. Sebanyak 3,9 g PDA dilarutkan dalam 100 mL
akuades lalu disterilisasi pada autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC,
kemudian didinginkan dan dituang ke dalam cawan petri yang sudah steril.
Setelah media mengeras, sebanyak 2 ose inokulum digoreskan ke dalam
media PDA. Inkubasi dilakukan selama 3-4 hari pada suhu 25 ˚C.
5
Persiapan Inokulum R. oryzae
Spora kultur 3 hari dipisahkan dan ditaruh dalam labu Erlenmayer 500
mL berisi 200 mL medium potato dextrose broth (PDB) yang sudah steril.
Labu diletakkan pada shaker dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 35 ˚C
selama 3-4 hari.
Pembuatan Media Fermentasi
Inokulum yang ada di kultur media PDB dihaluskan dengan blender
yang sudah disterilkan selama 5 menit, kemudian sebanyak 10 % (v/v)
ditambahkan ke dalam medium sintetik Serrano-Careon et al. (1993) dengan
komposisi (g/L) (NH4)2SO4 0,94; KH2PO4 7; Na2HPO4.2H2O 2,507;
MgSO4.7H2O 1,5; CaCl2 0,0041; ZnSO4.7H2O 0,0001 dengan CPO 3 %
(b/v) sebagai sumber karbon dan keasamannya diatur pada pH 5,0 dengan
ditambahkan larutan HCl. Kultur diinkubasi selama 120 jam pada suhu
ruang (25–35 ˚C).
Analisis Aktivitas Desaturase
Enzim desaturase didapat dari supernatan yang telah dipisahkan dari
biomassanya. Aktivitas desaturase (U/mL) didefinisikan sebagai besarnya
peningkatan ketidakjenuhan CPO yang diakibatkan reaksi enzimatis oleh 1
mL enzim selama satu menit (g I2/ 100 g CPO per mL enzim per menit).
Aktivitas desaturase ditentukan dengan melakukan uji iod pada sampel dan
blanko. Blanko dibuat untuk CPO awal tanpa perlakuan apa-apa. Semua
sampel diuji bilangan iodnya (AOAC 1995). Dari uji iod ini diketahui
besarnya perubahan bilangan iod sampel terhadap blanko.
Aktivitas desaturase didefinisikan sebagai perubahan bilangan iod
produk biokonversi enzimatis relatif terhadap blanko per satuan jumlah
enzim per menit. Sebanyak 1 mL fraksi enzim atau ekstrak protein
ditambahkan pada 2 g CPO dalam tabung reaksi. Campuran enzim dan CPO
tersebut diinkubasikan pada suhu 25 ˚C selama 30 menit. Selanjutnya
dilakukan uji bilangan iod. Aktivitas desaturase dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
Dimana, A = Volume cairan enzim (mL)
t = Waktu reaksi (menit)
Analisis Bilangan Iod
Analisis bilangan iod menggunakan metode AOAC (1995) yaitu
sampel minyak ditimbang sebanyak 0,50 g kemudian dimasukkan ke dalam
6
labu Erlenmeyer 500 mL. Lalu ditambahkan 10 mL kloroform dan 25 mL
larutan Hanus dengan hati-hati menggunakan pipet yang terkalibrasi.
Selanjutnya labu tersebut disimpan di tempat gelap selama 30 menit sambil
beberapa kali dikocok untuk mengikat brom. Setelah itu 10 mL KI 15 %
ditambahkan sambil terus dikocok. Selanjutnya sebanyak 100 mL aquades
(bebas CO2) ditambahkan ke dalamnya. Labu Erlenmeyer ditutup kembali
dan dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan menggunakan
larutan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning pucat. Selanjutnya ke dalam
larutan ditambahkan 3 tetes indikator pati 1 %. Titrasi dilanjutkan hingga
warna biru berubah menjadi putih jernih. Cara yang sama juga dilakukan
untuk blanko. Perhitungan bilangan iod adalah sebagai berikut :
Dimana, A = mL larutan Na2S2O3 untuk blanko
B = mL larutan Na2S2O3 untuk sampel
N = normalitas Na2S2O3
Optimasi CPO dengan Desaturase pada Sistem Kontinu
Pada sistem kontinu, ekstrak kasar desaturase dimasukkan ke dalam
kolom reaktor model selang yang dibentuk spiral tegak dengan variasi tinggi
yaitu 50 cm, 100 cm, 150 cm, 200 cm dan 250 cm (Gambar 1). Secara
sinambung fraksi CPO dalam tangki timbun dialirkan masuk dari bagian
bawah kolom ke bagian atas melewati rongga selang dengan bantuan pompa
peristaltik pada laju alir konstan sedemikian rupa sehingga menghasilkan
variasi waktu kontak enzim-substrat yaitu waktu optimum berdasarkan
variasi tingginya. Sampel CPO yang telah mengalami biokonversi
ditentukan peningkatan bilangan iod. Waktu kontak enzim-substrat dihitung
dari CPO sebelum biokonversi berkontak dengan cairan fermentasi yang ada
didalam selang berbentuk spiral sampai CPO keluar dari lubang kran di
setiap ketinggian. CPO yang keluar dari kran ini disebut CPO setelah
biokonversi, karena CPO sudah berkontak dengan cairan fermentasi.
Gambar 1 Alat rancangan sistem kontinu peningkatan ketidakjenuhan
CPO.
7
Analisis GCMS (Gas Chromatography and Mass Spectrometry)
Analisis GCMS menggunakan metode Reed et al. (2003) yaitu
sampel CPO dalam bentuk metil ester asam lemak (0,5 μL) diinjeksikan
pada alat GCMS dengan dimensi kolom kapiler FFAP (30 m x 0,25 mm i.d)
yang dijalankan dengan pengaturan kondisi suhu injektor 225 oC dan suhu
kolom isoterm 160 oC. Detektor Flame Ionization Detector (FID)
dioperasikan pada suhu 240 oC. Gas pembawa yang digunakan adalah gas
nitrogen (N2) dengan kecepatan alir melewati kolom 1 mL/menit. Analisis
ini diharapkan untuk melihat hasil biokonversi CPO dengan desaturase R.
oryzae CPO, yaitu CPO dengan cairan fermentasi.
Analisis Bilangan Penyabunan
Analisis bilangan penyabunan menggunakan metode SNI (1998) yaitu
sampel minyak ditimbang sebanyak 2 g dengan ketelitian 0,0001 g dan
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 mL. Lalu ditambahkan 50 mL
KOH alkohol 0,5 N dengan menggunakan pipet dan beberapa butir batu
didih. Hubungkan Erlenmeyer dengan pendingin tegak dan dididihkan di
atas penangas air atau pemanas listrik selama 1 jam. Selanjutnya
ditambahkan 3 tetes fenolftalein ke dalam larutan tersebut dan titer dengan
HCl 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi warna merah muda
pucat. Lakukan penetapan blanko. Perhitungan bilangan penyabunan adalah
sebagai berikut :
dimana, V0 = volume larutan HCl 0,5 N untuk blanko (mL)
V1 = volume larutan HCl 0,5 N untuk sampel (mL)
T = normalitas larutan standar HCl yang digunakan
m = berat contoh (dalam gram)
Analisis Bilangan Asam
Analisis bilangan asam menggunakan metode SNI (1998) yaitu
sampel minyak ditimbang sebanyak 2-5 g dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 500 mL. Lalu ditambahkan 50 mL etanol 95 % netral.
Selanjutnya ditambahkan 3 tetes fenolftalein ke dalam larutan tersebut dan
titer dengan NaOH 0,1 N sampai warna indikator tetap berwarna merah
muda (tidak berubah selama 15 detik). Perhitungan bilangan asam adalah
sebagai berikut :
8
dimana, V = volume larutan NaOH yang diperlukan untuk peniteran (mL)
T = normalitas larutan standar NaOH yang digunakan
m
= berat contoh (dalam gram)
9
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Enzim Desaturase
Dalam penelitian ini, enzim desaturase dihasilkan dari mikroba.
Beberapa jenis organisme yang penghasil desaturase banyak sekali
ditemukan, seperti mamalia (Strittmatter 1974), tanaman (Gray 1986;
Cahoon et al. 1998) dan kapang (Suzuki 1991). Mikroba yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rhizopus oryzae, karena Rhizopus oryzae ini
merupakan fungi yang bersifat edible. Berdasarkan struktur dan
reproduksinya Rhizopus termasuk fungi pada devisi Zygomycota. Rhizopus
bereproduksi secara aseksual dan seksual. Menurut Pratiwi dan Santono
(2006) reproduksi Rhizopus secara aseksualnya adalah dengan spora
nonmotil yang dihasilkan oleh sporangium, sedangkan reproduksi
seksualnya dengan konjugasi.
Menurut Gandjar et al.(1999) R. Oryzae memiliki ciri-ciri yaitu
habitat di darat, di tanah yang lembab atau sisa organisme mati, saat masih
muda hifanya bercabang banyak tidak bersekat dan bersekat setelah menjadi
tua, berkembangbiak dengan cara vegetatif (yaitu membuat sporangium
yang menghasilkan spora) dan generatif (yaitu dengan konjugasi dua hifa
negatif dan hifa positif), miseliumnya mempunyai tiga tipe hifa yaitu :
stolon (hifa yang membentuk jaringan di permukaan substrat seperti roti),
rhizoid (hifa yang menembus substrat dan berfungsi untuk menyerap
makanan), sporangiofor (tangkai sporangium). Bentuk dan komponenkomponen sel Rhizopus oryzae dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Bentuk dan komponen-komponen sel Rhizopus oryzae.
Keterangan : (a) Sporangiofor (b) Sporangium (c) Kolumela
(d) Sporangiospora (e) Khlamidospora (Gandjar et al.1999)
10
Dari hasil stok kultur Rhizopus yang ada di Laboratorium Bioproses,
Rhizopus didapatkan dari hasil fermentasi tempe. Kultur Rhizopus ini
ditumbuhkan kedalam media potato dextrosa agar (PDA) yang terdiri atas
karbohidrat (pati) dari kentang, glukosa dari dekstrosa atau fruktosa serta
kandungan air dalam agar (Gambar 3).
Gambar 3 Kultur Rhizopus oryzae di dalam media PDA (potato dextrose agar).
Setelah Rhizopus tumbuh di media PDA, lalu dipindahkan ke dalam
media potato dextrose broth (PDB). Caranya sama seperti media PDA,
tetapi bedanya dalam kandungan medianya yaitu media PDA mengandung
agar, sedangkan media PDB tidak mengandung agar (Gambar 4).
Gambar 4 Kultur Rhizopus oryzae di dalam media PDB (potato dextrose broth).
Rhizopus yang telah tumbuh dalam media PDB ini, dihaluskan dengan
blender yang sudah disterilkan. Tujuan dihaluskan untuk melisis sel
sebagian dan mengeluarkan protein. Selanjutnya Rhizopus ini diinokulasi ke
dalam media fermentasi, yaitu media sintetik Serrano-Carreon dengan CPO
3% sebagai sumber karbon, seperti terlihat pada Gambar 5.
11
Gambar 5 Kultur Rhizopus oryzae di dalam media Serrano-Carreon
CPO (crude palm oil) diperoleh di dalam tubuh buah (mesocarp)
tanaman kelapa sawit (Elaeis guanensis JACQ) yang termasuk dalam famili
Palmae. CPO (crude palm oil) memiliki ciri-ciri yaitu berwarna kuning
kemerahan, mengandung kurang lebih 5 % FFA (Free Fatty Acid), banyak
mengandung pro-vitamin E (± 800-900 ppm) dan titik leburnya sekitar 3340 oC (Gambar 6) (Satyawibawa dan Widyastuti 1992).
Gambar 6 Crude Palm Oil (CPO)
CPO merupakan lemak semi padat yang memiliki komposisi tetap
(Ketaren 1986). Menurut Ketaren (1986), sifat fisika dan kimia dari kelapa
sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat fisika dan kimia dari kelapa sawit
Sifat
Bobot jenis pada suhu
kamar
Indeks bias D 40˚C
Bilangan iod
Bilangan penyabunan
Minyak sawit
0,900
Minyak inti sawit
0,900-0,913
1,4565-1,4585
48-56
196-205
1,415-1,495
14-20
244-254
12
Hasil kultur Rhizopus yang mengandung media Serrano-Carreon
dengan CPO ini dipisahkan dengan menggunakan kertas saring, yaitu
antara cairan fermentasi dengan biomassa basah. Cairan fermentasi ini
digunakan untuk tahap optimasi ketidakjenuhan CPO. Cairan fermentasi
merupakan supernatan yang mengandung enzim desaturase. Produksi
ketidakjenuhan dapat dilakukan dua cara yaitu kloning gen dan bioproses
menggunakan enzim. Produksi ketidakjenuhan dengan kloning gen
memiliki kekurangan yaitu membutuhkan waktu yang lama untuk
menghasilkan produk yang lebih sedikit dan hasil produk dari kloning gen
ini masih belum diterima oleh masyarakat (Jaworski dan Cahoon 2003).
Produksi ketidakjenuhan dengan bioproses menggunakan enzim memiliki
keuntungan yaitu waktu yang lebih cepat untuk menghasilkan produk yang
lebih banyak dan aman (Damude et al. 2006). Dalam penelitian ini untuk
menghasilkan produksi ketidakjenuhan dengan cara bioproses menggunakan
enzim. Enzim desaturase adalah enzim yang berfungsi sebagai katalisator
pembentukan ikatan rangkap rantai karbon asam lemak baik dalam asam
lemak tak jenuh tunggal maupun majemuk (Gambar 7) (Cahoon et al. 1998).
(a)
(b)
Gambar 7 Contoh asam lemak tak jenuh pada (a) asam lemak tak jenuh
tunggal (MUFA) dan (b) asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA)
Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) selalu mengandung ikatan
rangkap antara 2 atom karbon (C) dengan kehilangan paling sedikit 2 atom
hidrogen. MUFA juga dikenal sebagai asam lemak omega-9 (Fernandez
dan Kristy 2005). Sumber MUFA adalah minyak zaitun, kacang tanah,
kedelai, daging unggas, kacang kenari, alpukat, dan butter kacang tanah
(Sudarmanto 2003). Asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) adalah lemak
yang mengandung lebih dari 1 ikatan rangkap dan kehilangan paling sedikit
4 atom Hidrogen (Jermsuntiea et al. 2011). PUFA diklasifikasi menjadi dua
bagian yaitu asam lemak omega-3 dan asam lemak omega-6. Contoh asam
lemak omega-3 yaitu ikan dan kacang kedelai (Kinney et al. 2004),
sedangkan contoh asam lemak omega-6 yaitu minyak nabati, kacang kedelai,
jagung padi-padian, kacang-kacangan, dan benih gandum (Ward OP 2005).
Aktivitas desaturase (U/mL) didefinisikan sebagai besarnya
peningkatan ketidakjenuhan CPO yang diakibatkan reaksi enzimatis oleh 1
mL enzim selama satu menit (g I2/ 100 g CPO per mL enzim per menit).
Proses aktivitas desaturase dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
13
iod pada sampel dan blanko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas
desaturase asal cairan fermentasi terdeteksi sebesar 0,062 U/mL. Hal ini
disebabkan pada fase stasioner, sel sebagian mengalami lisis dan
mengeluarkan berbagai protein intraselulernya.
Optimasi Produksi Ketidakjenuhan CPO pada Sistem Kontinu
Proses peningkatan ketidakjenuhan yang dilakukan secara kontinu
dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk melihat seberapa lama waktu
kontak enzim-CPO menghasilkan bilangan iod yang tinggi. Bilangan iod
(angka iod) mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak
dan lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk
senyawaan yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya
ikatan rangkap. Angka iod dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang
diikat oleh 100 gram minyak atau lemak.
Suatu reaksi ketidakjenuhan tidak akan terbentuk ikatan rangkap jika
dilakukan tanpa menggunakan katalis, penambahan katalis ini berguna
untuk mempercepat reaksi. Katalis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah enzim desaturase. Enzim ini memiliki keistimewaan yaitu mampu
membentuk ikatan rangkap rantai karbon asam lemak baik dalam asam
lemak tak jenuh tunggal (MUFA) maupun majemuk (PUFA). Secara umum
reaksi pembentukan ikatan rangkap yang dikatalis oleh enzim desaturase
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Reaksi pembentukan ikatan rangkap yang dikatalis oleh
enzim desaturase (Mayes dan Kathleen, 1999)
Dalam penelitian ini, model rancangan proses peningkatan
ketidakjenuhan yang dilakukan secara kontinu untuk melihat waktu kontak
enzim-CPO diamati dapat berjalan dengan baik, walau sistem ini memiliki
kekurangan. Kekurangan dari sistem kontinu ini yaitu pada saat CPO
dialirkan ke selang melalui pompa peristaltik, sebagian butiran CPO masih
menempel di dinding selang, walau sudah diberi dorongan gelembung udara
yang dihasilkan dari selang kosong. Menurut Rusmana (2008), sistem
biokonversi kontinu adalah pengaliran substrat dan pengambilan produk
dilakukan secara terus menerus (sinambung) setiap saat setelah diperoleh
14
konsentrasi produk maksimal atau substrat pembatasnya mencapai
konsentrasi yang hampir tetap. Sistem biokonversi ini memiliki keuntungan
antara lain otomisasi proses dapat dilakukan, penghematan ruang produksi
dan kecepatan proses. Hasil proses optimasi ketidakjenuhan CPO
berdasarkan ketinggian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil perubahan bilangan iod dan waktu kontak berdasarkan
ketinggian titik sampling
Ketinggian
Titik
Sampling
(cm)
50
100
150
200
250
Bilangan Iod (g I2/100g CPO)
Sebelum
Biokonversi
Setelah
Biokonversi
∆ Bilangan Iod
Waktu
Kontak
(menit)
38,6
38,6
38,6
38,6
38,6
45,509
54,426
53,607
55,691
54,486
6,909
15,826
15,007
17,091
15,886
14
21
27
35
47
∆ Bilangan Iod (g I2/100g CPO) = setelah biokonversi – sebelum biokonversi
Berdasarkan tabel tersebut, bahwa pada ketinggian titik sampling 200
cm memiliki nilai perubahan bilangan iod yang cukup tinggi dibandingkan
dengan ketinggian titik sampling 250 cm. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya iod yang diikat oleh CPO menunjukkan banyaknya ikatan
rangkap yang terbentuk, serta semakin lama waktu kontak menyebabkan
terjadinya oksidasi pada ikatan rangkap CPO. Hal ini terlihat dari data
bilangan iod pada ketinggian titik sampling 250 cm yang lebih rendah
dibandingkan pada ketinggian titik sampling 200 cm.
Hubungan peningkatan perubahan bilangan iod dengan waktu kontak
dapat dilihat pada Gambar 9. Semakin lama waktu kontak menyebabkan
terjadinya oksidasi pada ikatan rangkap CPO. Waktu kontak yang
menghasilkan perubahan bilangan iod yang tertinggi (35 menit) dipilih
untuk proses optimasi biokonversi pada tahap selanjutnya. Waktu kontak ini
hanya berlaku untuk kondisi penelitian ini saja, tidak berlaku untuk kondisi
penelitian lainnya.
∆ Bilangan Iod (g
I2/100 g CPO)
15
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
14 menit
21 menit
27 menit
35 menit
47 menit
waktu kontak (menit)
Gambar 9 Hubungan perubahan bilangan iod dengan waktu kontak
pada sistem kontinu berdasarkan variasi ketinggian.
Pada penelitian sebelumnya (Tri-Panji 2000) melakukan hal yang
sama, yaitu sistem kontinu (Gambar 10) dengan menggunakan fungi
Absidia corymbifera, menghasilkan waktu kontaknya lebih cepat dengan
peningkatan bilangan iod dari 11,2 g I2/100g sampai 12,2 g I2/100g.
Kelemahan dari sistem ini yaitu bioreaktor yang digunakan berupa kolom
gelas berbentuk lurus dengan ketinggian 50 cm, sehingga waktu kontak
enzim-substrat yang dihasilkan lebih cepat.
Gambar 10 Alat rancangan sistem kontinu pada penelitian Tri-Panji (2000)
Tri-Panji et al. (2005) juga melakukan penelitian dengan sistem curah,
dan menggunakan fungi Absidia corymbifera. Pada sistem curah ini, waktu
kontak enzim amobil-substrat dipengaruhi oleh nisbah enzim-substrat (yaitu
1:1, 1:2, 1:3), menghasilkan waktu kontak yang optimum selama 18 jam
pemakaian pada nisbah enzim-subtrat 1:2 dengan peningkatan bilangan iod
9-11 g I2/100g CPO. Sistem ini juga memiliki kekurangan yaitu kerja enzim
desaturase terhalang oleh adanya desaturase teramobilisasi pada zeolit,
sehingga kerja enzim tidak berjalan sempurna.
Dari hasil perubahan bilangan iod ini dapat diperoleh laju konversi
serta persen konversi. Laju konversi merupakan perhitungan mengenai
16
kecepatan peningkatan bilangan iod yang dihasilkan per satuan waktu
kontak. Persen peningkatan bilangan iod berfungsi untuk mengetahui
pengaruh kecepatan pengaliran substrat dalam bioreaktor selang berbentuk
spiral terhadap perubahan bilangan iod. Hasil laju konversi dan persen
konversi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hubungan antara laju konversi dengan persen konversi
Ketinggian titik
sampling (cm)
50
100
150
200
250
Laju konversi
Laju konversi (g I2/100
g CPO per menit)
0,494
0,754
0,556
0,488
0,338
Persen konversi
18
41
39
44,3
41,2
=
Persen konversi =
Berdasarkan tabel tersebut, pada ketinggian titik sampling 200 cm
memiliki persen konversi yang tertinggi yaitu sebesar 44,3 % dengan laju
konversinya sebesar 0,488 g I2/100 g CPO per menit dibandingkan pada
ketinggian titik sampling lainnya. Laju alir yang lebih cepat atau waktu
kontak yang lebih lama ternyata tidak menghasilkan peningkatan bilangan
iod yang lebih tinggi untuk ketinggian titik sampling 250 cm. Hal ini
kemungkinan disebabkan waktu kontak yang melebihi optimum tidak
menghasilkan tambahan pembentukan ikatan C=C, tetapi justru ikatan C=C
yang telah terbentuk sebagian rusak oleh oksidasi.
Oksidasi asam lemak adalah pelepasan energi dari asam lemak dicapai
terutama dengan memecah asam lemak menjadi karbon unit dua asetil-KoA
yang memasuki siklus TCA (Tricarboxylic acid cycle) (Gambar 11) (Mayes
2003). Menurut Edwar et al. (2011), asam lemak tidak jenuh yang terdapat
di dalam lemak atau minyak, terutama dari sumber nabati, dapat mengalami
perubahan atau kerusakan, baik secara fisik atau kimia. Penyebab perubahan
atau kerusakan ini antara lain adalah karena proses oksidasi. Minyak yang
mengandung asam lemak yang banyak ikatan rangkapnya dapat teroksidasi
secara spontan oleh udara pada suhu ruang. Oksidasi spontan ini secara
langsung akan menurunkan tingkat ketidakjenuhan minyak, menyebabkan
minyak menjadi tengik dan terasa tidak enak.
Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton,
hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau
tengik dan rasa yang tidak enak. Kerusakan akibat oksidasi bahan pangan
berlemak terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama: disebabkan oleh reaksi
lemak dengan oksigen yang disusul dengan tahap kedua yang merupakan
proses oksidasi dan non oksidasi. Proses oksidasi ini umumnya dapat terjadi
17
pada setiap jenis lemak, misalnya minyak goreng dan bahan pangan
berlemak. Lemak atau minyak umumnya terdiri dari persenyawaan gliserida
kompleks yang komponen utamanya dari gliserol yang berikatan dengan
asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Pada kondisi biasa asam
lemak jenuh bersifat stabil di udara (Ketaren 1986 ).
Gambar 11 Siklus oksidasi asam lemak (Mayes 2003)
Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tidak jenuh,
tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100 ˚C atau lebih, asam lemak
jenuh pun dapat teroksidasi. Reaksi oksidasi pada penggorengan suhu 200
˚C menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat
ketidakjenuhan tinggi, sedangkan reaksi hidrolisis mudah terjadi pada
minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (LCFA). Suhu pemanasan
yang baik adalah sekitar 95-120 ˚C. Ditinjau dari segi ekonomi, suhu
pemanasan yang tinggi antara 163-199 ˚C dapat menekan biaya produksi,
karena waktu penggorengan yang relatif singkat. Untuk makanan precooked sebaiknya digoreng pada suhu 185 ˚C selama 3-5 menit (Sartika
2009).
Dari hasil perubahan iod juga didapatkan nilai aktivitas desaturase
pada proses desaturasi melalui bioreaktor kontinu, dapat dilihat pada
Gambar 12. Berdasarkan Gambar 12, aktivitas enzim yang paling tinggi
diperoleh pada ketinggian titik sampling 200 cm yaitu 0,569 g I2/100g CPO
dengan perubahan bilangan iodnya 17,091 g I2/100g CPO. Hal ini
disebabkan enzim desaturase sudah mencapai keadaan stabil (stationer),
artinya perubahan bilangan iodnya tidak akan bertambah lagi. Bilangan iod
juga dapat menurunkan aktivitas desaturase, hal ini terlihat dari data
bilangan iod dari ketinggian 250 cm yang lebih berkurang dibandingkan
pada ketinggian titik sampling 200 cm. Penurunan aktivitas ini disebabkan
oleh oksidasi ikatan rangkap C=C pada CPO-nya.
Aktivitas Desaturase (g
I2/100 g CPO. mL
enzim.menit)
18
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
6.909
15.826
15.007
17.091
15.886
Perubahan Bilangan Iod (g I2/100 g CPO)
Gambar 12 Aktivitas desaturase pada proses desaturasi melalui
bioreaktor kontinu. Aktvitas ini diukur berdasarkan
peningkatan bilangan iod CPO hasil biokonversi.
Hasil analisis bilangan penyabunan dan bilangan asam CPO dapat
dilihat pada Tabel 4. Hubungan antara ketidakjenuhan dengan hasil
perubahan bilangan penyabunan dan bilangan asam yang diperoleh ini
menunjukkan bahwa ketidakjenuhan CPO yang didapatkan masih dalam
batasan yang diijinkan untuk minyak makan. Hal ini sesuai dengan standar
mutu minyak/lemak (Ketaren 1986) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4 Hasil bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan asam pada
kondisi optimum.
Waktu
kontak
(menit)
Bilangan iod
(g I2/100g
CPO)
Bilangan
penyabunan (g
KOH/g CPO)
Bilangan
asam (g
KOH/g
CPO)
% FFA (Free
Fatty Acid)
0 (blanko)
38,600
199,071
6,916
0,692
35
(optimum)
55,691
183,489
9,360
0,936
Tabel 5 Standar mutu minyak/lemak (Ketaren 1986)
Kandungan
Asam lemak bebas (%)
Bilangan iod
Bilangan penyabunan
Kadar air (%)
Kotoran (%)
Standar mutu
1-2
48-56
196-205
0,1
0,002
19
Bilangan penyabunan (angka penyabunan) merupakan indikasi
terjadinya hidrolisis lemak netral oleh basa kuat (KOH, NaOH), serta
menentukan besar molekul minyak dan lemak secara kasar. Untuk kontrol
bilangan penyabunan sebesar 199,071 mg KOH/g CPO, sedangkan pada
kondisi optimumnya bilangan penyabunan memiliki sebesar 183,489 g
KOH/g CPO. Dari hasil tersebut, bilangan penyabunan mengalami
penurunan sebesar 15,582 g KOH/g CPO ini artinya asam lemak dalam
CPO ini terbentuk asam lemak tak jenuh dengan memiliki rantai C yang
besar. Secara umum reaksi bilangan penyabunan sebagai berikut:
Gambar 13 Reaksi bilangan penyabunan
Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH/NaOH yang dibutuhkan
untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari 1 gram minyak/lemak.
Pada kontrol bilangan asamnya sebesar 6,916 g KOH/g CPO, sedangkan
untuk kondisi optimumnya sebesar 9,36 g KOH/g CPO. Peningkatan
bilangan asam ini disebabkan gliserida-gliserida dari CPO-nya mengalami
hidrolisis. Kadar asam lemak bebasnya (% FFA) untuk kontrol sebesar
0,691 %, sedangkan untuk kondisi optimumnya sebesar 0,936 %. Dari hasil
tersebut, bilangan asam mengalami peningkatan sebesar 0,245 % ini artinya
bahwa kualitas asam lemak dari CPO semakin tinggi, karena berdasarkan
standar mutu minyak % FFA-nya dibawah 2 %. Asam lemak bebas
merupakan hasil degradasi dari trigliserida sebagai akibat dari kerusakan
minyak. Selain itu, asam lemak bebas juga merupakan asam yang
dibebaskan dari proses hidrolisis dari lemak (Fauziah 2011). Menurut
Sudarmadji (1997) menyatakan makin tinggi angka asam maka semakin
rendah kualitas dari minyak, atau sebaliknya makin rendah angka asam
maka semakin tinggi kualitas dari minyak. Secara umum reaksi bilangan
asam sebagai berikut :
20
Gambar 14 Reaksi bilangan asam
Analisis komposisi asam lemak dilakukan dengan menggunakan
GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry). GCMS merupakan
suatu alat untuk penentuan struktur molekul senyawa organik, khususnya
untuk senyawa organik yang cukup volatil. Perangkat GCMS dilengkapi
sistem vakum hingga 10-6 torr yang sangat membantu dalam proses
penguapan cuplikan dibandingkan dengan GC. GCMS tidak memerlukan
senyawa standar seperti pada analisis dengan GC, karena spektrum senyawa
standar pembanding sudah ada di dalam memory bank (basis data komputer).
Dengan demikian analisis dengan GCMS menjadi lebih murah (Tri-Panji
2012).
GC merupakan pemisahan senyawa atsiri dengan mengalirkan arus
gas melalui fase diam. Penerapan kromatografi gas pada bidang industri
antara lain meliputi: obat-obatan dan farmasi, lingkungan hidup, industri
minyak, kimia klinik, pestisida dan residunya serta pangan. Di bidang
pangan, kromatografi gas digunakan untuk menetapkan kadar antioksidan
dan bahan pengawet makanan serta untuk menganalisis sari buah, keju,
aroma makanan, minyak, produk susu dan lain-lain (Fardiaz 1989). GC dan
MS sangat cocok, karena senyawa yang keluar dari kolom GC berupa gas
atau uap, dan yang dibutuhkan oleh MS juga senyawa dalam fasa uap. Hasil
ini terlihat bahwa asam stearat dan asam γ-linolenat menurun, sedangkan
asam yang lain meningkat (Tabel 6).
21
Tabel 6 Hasil analisis komposisi asam lemak
Satuan
unit
CPO
awal
CPO
optimum
Asam Laurat (Lauric acid) (C 12:0)
%
0,23
0,28
Asam Miristat (Myristic acid) (C 14:0)
%
0,96
1,00
Asam Palmitat (Palmitic acid) (C16:0)
%
39,31
41,14
acid) %
0,17
0,29
%
3,98
3,88
Asam Oleat (Oleic acid) ( C18: 1)
%
33,50
35,48
Asam Ricinoleat (Ricinoleic acid) (C18:1)
%
-
0,82
Asam Linoleat (Linoleic acid) (C 18:2)
%
10,78
11,94
Asam γ- Linolenat (Linolenic γ- acid) (C
18:3)
%
0,38
0,35
Asam Arakidat (Arachidic acid) (C20:0)
%
0,27
0,28
Komposisi asam lemak CPO
Asam Palmitoleinat (Palmitoleic
(C16:1)
Asam Stearat (Stearic acid) (C 18:0)
Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi desaturasi asam lemak yang
bersifat konsekutif atau reaksi berantai (Buist 2004). Dapat dilihat pada
Lampiran 4, reaksi konsekutif atau reaksi berantai adalah reaksi dari
reaktan terbentuk produk antara yang aktif kemudian lebih lanjut berubah
menjadi produk lain yang stabil. Penurunan asam stearat diakibatkan oleh
adanya aktivitas ∆9 desaturase yang mengubah asam stearat menjadi asam
oleat. Asam γ-linolenat juga menurun, hal ini mungkin disebabkan
tingginya aktivitas ∆9, dan ∆12 desaturase yang membentuk asam linoleat
lebih banyak dibandingkan asam γ-linolenat, sehingga proporsi (persen
area) asam γ-linolenat lebih sedikit.
Asam lemak tak jenuh bersifat tidak stabil, karena ikatan ganda pada
asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi).
Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya
memiliki dua bentuk yaitu cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami
(asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat) hanya memiliki bentuk cis
(dilambangkan dengan “Z”, singkatan dari bahasa Jerman zusammen).
Asam lemak bentuk trans (dilambangkan dengan “E”, singkatan bahasa
Jerman entgegen) hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau
dibuat secara sintesis yang diperoleh dari hasil hidrogenasi (pemberian atom
hidrogen) pada asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat, linolenat, dan
arakidonat) (Gambar 15). Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis
memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak trans karena atom H-nya
berseberangan tidak mengalami polarisasi yang kuat dan rantainya tetap
relatif lurus yang lebih menyerupai asam lemak jenuh dibandingkan asam
22
lemak tak jenuh, sehingga diyakini bahwa gabungan asam lemak jenuh
dengan asam lemak trans berpengaruh fisiologis yang lebih besar (Sartika
2009).
Gambar 15 Struktur kimia dari cis-asam lemak tak jenuh (asam
oleat), trans-asam lemak tak jenuh (asam elaidat)
dibandingkan dengan asam lemak jenuh (asam stearat)
Isomer geomatris terbentuk apabila ikatan rangkap cis terisomerisasi
menjadi konfigurasi trans yang secara termodinamik sifatnya lebih stabil
daripada bentuk cis (perubahan asam oleat menjadi asam elaidat). Ikatan
rangkap cis adalah sebuah konfigurasi berenergi tinggi, sehingga molekul
asam lemak tak jenuh cis tidak linier dan bersifat cair pada suhu kamar (titik
leleh asam oleat 16,3 ˚C). Sebaliknya, ikatan trans merupakan konfigurasi
berenergi lebih rendah. Molekul asam lemak tak jenuh trans berbentuk
linear dan bersifat padat pada suhu kamar (titik leleh asam elaidat 45 ˚C).
Pengaruh asam lemak trans terhadap kesehatan adalah bila mengkonsumsi
asam lemak trans berdampak negatif sama seperti asam lemak jenuh yaitu
akan mempengaruhi metabolisme profil lipid darah yakini HDL (High
Density Lipoprotein) kolesterol, LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol
dan total kolesterol (Lee et al. 2003). Yang berbeda adalah bahwa asam
lemak jenuh tidak mempengaruhi K-HDL (kolesterol-High Density
Lipoprotein), sehingga efek negatif yang ditimbulkan oleh asam lemak trans
terhadap rasio K-LDL/K-HDL mendekati 2 lebih besar daripada asam
lemak jenuh. Rasio K-LDL/K-HDL pada kelompok diet asam lemak trans
adalah 2,2, sedangkan rasio diet pada asam lemak jenuh sebesar 1,8 (p ‹
0,0001) (Muller et al. 2003). Kontribusi tertinggi asupan asam lemak trans
total berasal dari makanan gorengan. Selain itu, asupan asam lemak jenuh
berkorelasi positif dengan asupan asam lemak trans (Sartika 2007). Setiap
penambahan asupan asam lemak jenuh sebesar 1 % energi total asupan asam
lemak trans sebesar dapat meningkatkan kadar K-LDL sebesar 0,04
mmol/liter dan menurunkan kadar K-HDL sebanyak 0,013 mmol/liter
(Lichtenstein et al. 2006). Hal tersebut kini menjadi sorotan sebagai salah
satu penyebab penyakit jantung. Asupan asam lemak jenuh yang tinggi
diikuti dengan asam lemak trans dalam jangka waktu 5-10 tahun, tidaklah
menutup kemungkinan untuk timbulnya penyakit jantung pada masa yang
akan datang (Rustika 2005).
23
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Filtrat kultur fermentasi Rhizopus oryzae menunjukkan bahwa fungi
ini mampu meningkatkan ketidakjenuhan CPO dan kandungan asam lemak
tak jenuh majemuk. Filtrat kultur fermentasi Rhizopus oryzae memiliki
aktivitas desaturase sebesar 0,062 g I2/100 g CPO per mL enzim per menit.
Pada kondisi yang diteliti ini, peningkatan ketidakjenuhan terjadi
maksimum pada ketinggian 200 cm dengan waktu kontak selama 35 menit.
Bilangan iod juga ternyata dapat menurun, hal ini terlihat dari data bilangan
iod pada ketinggian titik sampling 250 cm dibandingkan pada ketinggian
titik sampling 200 cm. Pada kondisi optimum terdapat persen konversi
sebesar 44,3 % dengan laju konversi 0,488 g I2/1