Penentuan Kadar Karoten Pada Crude Palm Oil (Cpo) Dengan Menggunakan Pelarut N-Heksan Secara Spektrofotometri

(1)

PENENTUAN KADAR BETA KAROTEN PADA CRUDE PALM OIL

(CPO) YANG BERASAL DARI LOKASI YANG BERBEDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI

KARYA ILMIAH

102401053

FITRYA NOVI SIBARANI

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

PENENTUAN KADAR BETA KAROTEN PADA CRUDE PALM OIL

(CPO) YANG BERASAL DARI LOKASI YANG BERBEDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ahli madya.

FITRYA NOVI SIBARANI 102401053

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR KAROTEN PADA CRUDE

PALM OIL(CPO) DENGAN PELARUT N-HEKSAN

SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : FITRYA NOVI SIBARANI

NIM : 102401053

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui

Medan,

Diketahui/Disetujui Oleh:

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua Pembingbing


(4)

NIP.131 459 466 NIP.195 508 101 981 031 001

PERNYATAAN

Penentuan Kadar Karoten Pada Crude Palm Oil (CPO) Dengan Pelarut N-heksan Secara Spektrofotometri

Karya Ilmiah

Saya mengakui bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri.Kecuali Beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya


(5)

Fitrya Novi Sibarani

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mencurahkan rahmat,berkat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tugas akhir ini.

Penulisan Tugas Akhir ini dilaksanakan penulis berdasarkan pengamatan dan perlakuan selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

PT.SOCFIN INDONESIA,dengan judul “PENENTUAN KADAR KAROTEN PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN MENGGUNAKAN PELARUT N-HEKSAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI”.

Penyusunan Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Ijazah Ahli Madya Pada Program Diploma-3 Kimia Industri

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan baik berupa material,spiritual,dan informasi dari berbagai pihak yan telah mendukung penulis.

1. Orang tua tercinta Ayahanda M.Sibarani dan Ibunda R.Sianturi atas keikhlasan dan doa yang sangat tulus.

2. Ibu Dra.Saur Lumbanraja,Msi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan.

3. Ibu DR.Rumondang Bulan,MS selaku ketua Departemen Kimia F-MIPA USU.


(6)

4. Bapak Atas Wijayanto,selaku manager di PT.SOCFIN INDONESIA yang telah memberikan motivasi dan arahan selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.

5. Bapak Hendra Alamsyah selaku dosen pembimbing di Pabrik yang telah memberikan instruksi dan pelajaran .

6. Bapak Masriadi selaku tekniker FRF yang telah memberikan waktu luang dan tempat.

7. Ibu Cut Intani yang telah bersedia meluangkan waktu dan tempat di PT.SOCFIN INDONESIA serta bantuan yang ikhlas dan semangat yang telah diberikan.

8. Karyawan PT.SOCFIN INDONESIA,Dendy Amd,Hamonangan Situmorang,Santy Amd,Lia, terimakasih atas bantuannya.

9. Partner PKL Yeni,Mistru,dan Febri terimakasih atas semangat dan bantuan yang telah diberikan.

10.Semua teman-teman Kimia Industri angkatan 2010 yang tidak bisa disebutkan stu persatu terima kasih atas kerjasama dan perjuangannya selama perkuliahan dan di laboratorium.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi dan penyajiannya.Untuk itu,penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak yang dapat menjadi bahan masukan bagi penulis.Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin


(7)

ABSTRAK

Salah satu kandungan yang terdapat pada CPO (Crude Palm Oil) adalah karoten yang dikenal sebagai pigmen warna jingga. Kadar karoten didasarkan pada parameter ISO (International Standart Organisation), dimana kadar karoten

yang baik adalah min 500 ppm.Karoten terdiri dari 36% α-karoten dan 54% β

-karoten dan terkandung di dalam CPO. Untuk mengetahui kadar -karoten dilakukan analisis dan pengamatan dengan menggunakan alat spektrofotometer genesys.Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa rata-rata kadar karoten yang didapat sekitar 500-700 ppm, karena varietas kelapa sawit yang dihasilkan adalah Tenera.


(8)

ABSTRACT

One of substance in Crude Palm Oil (CPO) is carotene as orange to bright red colour. The content of carotene based on ISO (International Standard

Organisation) in which the good carotene content is minimal 500 ppm.Carotene

consist of 36% α-carotene dan 54% β-carotene in CPO. In order to calculate the

carotene content, analysis and observation is conducted by using

spectrophotometric genesys.Based on result of analysis, the average of carotene is minimal 500-700 ppm, because the kind of crude palm is Tenera.


(9)

DAFTAR ISI

Persetujuan ... i

Pernyataan ... ii

Penghargaan ... iii

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi... vi

Daftar tabel ... vii BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1.2.Permasalahan 1.3.Tujuan 1.4.Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kelapa Sawit

2.2Varietas Kelapa Sawit 2.3Minyak Kelapa Sawit

2.3.1 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit 2.3.2 Sifat fisio-kimia Minyak Kelapa Sawit 2.3.3 Standar Mutu Kelapa Sawit

2.4Karotenoid


(10)

2.5Spektrofotometri UV-Visible BAB III BAHAN DAN METODOLOGI

3.1Alat 3.2Bahan

3.3Prosedur Analisa

3.3.1 Pengoperasian Spektrofotometer 3.3.2 Persiapan Sampel

3.3.3 Penentuan β-karoten dalam CPO BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil

4.1.1 Data Percobaan 4.1.2 Perhitungan 4.2Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

5.2Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

ABSTRAK

Salah satu kandungan yang terdapat pada CPO (Crude Palm Oil) adalah karoten yang dikenal sebagai pigmen warna jingga. Kadar karoten didasarkan pada parameter ISO (International Standart Organisation), dimana kadar karoten

yang baik adalah min 500 ppm.Karoten terdiri dari 36% α-karoten dan 54% β

-karoten dan terkandung di dalam CPO. Untuk mengetahui kadar -karoten dilakukan analisis dan pengamatan dengan menggunakan alat spektrofotometer genesys.Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa rata-rata kadar karoten yang didapat sekitar 500-700 ppm, karena varietas kelapa sawit yang dihasilkan adalah Tenera.


(12)

ABSTRACT

One of substance in Crude Palm Oil (CPO) is carotene as orange to bright red colour. The content of carotene based on ISO (International Standard

Organisation) in which the good carotene content is minimal 500 ppm.Carotene

consist of 36% α-carotene dan 54% β-carotene in CPO. In order to calculate the

carotene content, analysis and observation is conducted by using

spectrophotometric genesys.Based on result of analysis, the average of carotene is minimal 500-700 ppm, because the kind of crude palm is Tenera.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa minyak sawit dan inti sawit merupakan dua jenis nabati yang cukup penting di dalam perdagangan dunia, selain 10 jenis minyak nabati yang lain.Saingan utama minyak sawit adalah minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, minyak biji kapas, minyak kelapa, serta minyak zaitun (Setyamidjaja.D.2006).

Pengolahan kelapa sawit bertujuan untuk memperoleh minyak kelapa sawit mentah , crude palm oil(CPO) dan inti (kernel) yang kualitasnya baik. Untuk mencapai hal ini, pabrik pengolahan harus dipersiapkan dengan baik, demikian pula halnya dengan tandan buah segar yang akan diolah. Perlu ditekankan bahwa di dalam penyediaan tandan buah segar yang akan diolah perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: tandan buah segar telah matang panen, mengurangi sekecil mungkin terjadinya jumlah brondolan, pengangkutan dilaksanakan dengan lancar dan baik, mengurangi sekecil mungkin terbawanya pasir dan benda keras, serta dilaksanakannya pengolahan sesegera mungkin,paling lama 8 jam sejak tandan buah segar dipanen (Setyamidjaja,D.2006).

Minyak sawit kasar dikenal dengan sebutan CPO (Crude Palm Oil) yang mengandung sejumlah komponen-komponen seperti asam lemak bebas (free fatty acid/FFA), fosfatida, air, karotenoid, komponen-komponen yang memberikan rasa dan bau dan komponen-komponen lain dalam jumlah yang sangat kecil (komponen minor) seperti vitamin E atau tokoferol, dan fitosterol. Meskipun


(14)

komponen-komponen tersebut berupa komponen minor tetapi sangat bermanfaat dalam metabolisme tubuh manusia (Seto,S.2001).

Minyak sawit yang berkualitas baik sangat menunjang perdagangan sehingga berpengaruh pada perdagangan ekspor. Oleh karena itu, Karoten adalah salah satu faktor penentu minyak sawit, maka dalam hal ini penulis tertarik untuk memilih judul “Penentuan kadar beta karoten pada crude palm oil (CPO) yang berasal dari lokasi yang berbeda secara spektrofotometri ”.

1.2 Permasalahan

a. Apakah kadar karoten dalam Crude Palm Oil (CPO) yang dihasilkan telah sesuai dengan standar mutu.

b. Apa yang menyebabkan kadar karoten dalam Crude Palm Oil (CPO) tidak sesuai dengan standar mutu.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan untuk karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui kadar karoten dalam Crude Palm Oil (CPO).

b. Untuk mengetahui apakah kadar karoten telah sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

1.4 Manfaat Penulisan

a. Untuk memberikan informasi kepada konsumen kandungan yang terbesar dari karoten yaitu beta karoten. Beta-karoten adalah provitamin A yang sangat berpengaruh terhadap gizi dan bidang kesehatan lainnya sehingga produk Crude Palm Oil dapat digunakan oleh konsumen.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit telah menjadi tanaman komersial karena produktivitas minyaknya yang sangat tinggi dibanding tanaman penghasil minyak lainnya. Produktivitas ini terutama tergantung pada faktor genetis (bahan tanaman atau kecambah atau bibit), lingkungan tumbuhan (kesesuaian lahan terkait iklim dan kesuburan lahan), perlakuan kultur teknis atau budidaya saat tanaman belum menghasilkan maupun ketika sudah menghasilkan, serta kualitas sumber daya manusia (Hartanto. H. 2001).

Kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan, lalu dibudidayakan. Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Tanaman ini mememerlukan kondisi kondisi lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama bagi pertumbuhan kelapa sawit, di samping faktor-faktor lainnya seperti sifat genetika, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi.

Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15o LU 15oLS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90 persen. Sedangkan intensitas penyinaran matahari yang cocok untuk penanaman kelapa sawit adalah sekitar 5-7 jam per hari. Sedangkan kelembaban optimum yang ideal adalah sekitar 80-90 persen.(Hartanto.H,2011)


(16)

Penggunaan minyak sawit telah dimulai sejak abad XV dan pemasarannya ke Eropa baru dimulai kira-kira tahun 1800. Minyak sawit yang dimanfaatkan berasal dari daging buah (mesocarp) dan inti sawit (kernel endosperm). Dewasa ini komoditas sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan manusia seperti minyak, mentega, sabun, kosmetika, dan lain-lain, tetapi juga dapat menjadi substitusi bahan bakar minyak yang saat ini sebagian besar dipenuhi dengan minyak bumi.(Setyamidjaja. D, 2006)

2.2 Varietas Kelapa Sawit

Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu, embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula). Adapun berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi :

a. Dura

Ini merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah. Namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18 persen.

b. Pisifera

Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging buahnya tebal dan bijinya kecil. Rendeman minyaknya lebih besar dari 23 persen. Tandan buahya hampir selalu gugur sebelum masak sehingga jumlah minyak yang dihasilkan pun sedikit. Pisifera buahnya tidak memiliki


(17)

cangkang namun betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.

c. Tenera

Ini adalah persilangan induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul karena melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis tapi bunga betinanya tetap fertil. Beberapa Tenera unggul memiliki persentase daging per buah yang mencakup 90 persen dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28 persen. d. Macrocarya

Tempurung sangat tebal sekitar 5 mm dan daging buahnya sangat tipis sekali.(Hartanto. H, 2001).

Tabel 2.1 : Beda tebal tempurung dari berbagai tipe kelapa sawit

Tipe Tebal Tempurung

(mm)

Macrocarya Tebal sekali : 5

Dura Tebal : 3-5

Tenera Sedang : 2-3

Pisifera Tipis

(Ketaren, S. 2005)

2.3 Minyak Kelapa Sawit

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit terdiri dari empat macam tipe atau varietas, yaitu tipe Macrocarya, Dura, Tenera, dan Pisifera.


(18)

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan daya pemucatan. Faktor- faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity, spreadability, dan sifat transparan. Semua faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak inti kelapa sawit.(Ketaren, S. 2005)

Minyak sawit mengandung pigmen karotenoid dengan kadar beta karoten sekitar 600 ppm, yang dapat digunakan sebagai sumber provitamin A yang dibutuhkan oleh tubuh.(Seto, S. 2001)

2.3.1 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera lebih kurang 500-700 ppm, dan kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. (Ketaren, S. 2005)


(19)

Tabel 2.2 Komposisi kimia minyak kelapa sawit Asam Lemak Minyak kelapa sawit

(%)

Minyak inti sawit (%)

Asam kaprilat - 3-5

Asam kaproat - 3-7

Asam laurat - 46-52

Asam miristat 1,1-2,5 14-17

Asam palmitat 40-46 6,5-9

Asam stearat 3,6-4,7 1-2,5

Asam oleat 39-45 13-19

Asam linoleat 7-11 0,5-2

(Ketaren,S.2005)

2.3.2 Sifat Fisio-Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisio-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih (boiling point), titik lunak, bobot jenis, indeks bias, titik keruh, titik asap, titik nyala dan titik api.

Tabel 2.3 Nilai sifat fisio-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit

Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit

Bobot jenis pada suhu kamar

0,900 0,900-0,913

Indeks bias 1,4565-1,4585 1,495-1,415

Bilangan Iod 48-56 14-20

Bilangan penyabunan 196-205 244-254


(20)

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna kuning atau orange disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ion. (Ketaren, S. 2005)

2.3.3 Standar Mutu Kelapa Sawit

Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (lebih kurang 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.

Tabel 2.4 Standar mutu SPB (Special prime bleach) dan Ordinary

Kandungan SPB Ordinary

Asam lemak bebas 1-2 % 3-5 %

Kadar air 0,1 % 0,1 %

Pengotor 0,002 % 0,01 %

Besi ppm 10 ppm 10 ppm

Tembaga 0,5 ppm 0,5 ppm

Bilangan Iod 53±1,5 meq/L 45-56 meq/L

Karoten 500 ppm 500-700 ppm

Tokoferol 800 ppm 400-600 ppm


(21)

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit 2.4.1. Stasiun Utama

Tandan buah segar (TBS) diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi. Minyak mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti (kernel) harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya.

2.4.1.1.Stasiun Penerimaan Buah a. Jembatan Timbang

Penimbangan dilakukan 2 kali untuk setiap angkutan tandan buah segar yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan tandan buah segar) serta pada saat keluar. Selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih tandan buah segar yang masuk ke pabrik.

b. Loading ramp

Tandan buah segar yang telah ditimbang di jembatan timbang selanjutnya dibongkar di loading ramp dengan menuang (dump) langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi pelat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 450 . Kisi-kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa pasir, kerikil, dan sampah yang terikut dalam tandan buah segar. Loading ramp dilengkapi pintu-pintu keluaran yang digerakkan secara hidrolis sehingga memudahkan dalam pengisian tandan buah segar ke dalam lori untuk proses selanjutnya. Setiap lori dapat dimuat dengan 2,50 – 2,75 ton tandan buah segar (lori kecil) dan 4,50 ton tandan buah segar (lori besar).


(22)

2.4.1.2.Stasiun rebusan

Lori-lori yang telah berisi tandan buah segar dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Sterilizer yang banyak digunakan umumnya yaitu bejana tekan horizontal yang bisa menampung 10 lori per unit (25 – 27 ton) TBS. Proses perebusan, tandan buah segar dipanaskan dengan uap pada temperatur sekitar 1350 C dan tekanan 2,0 – 2,8 kg/cm2. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang optimal

Tujuan perebusan

a. Menghentikan pertumbuhan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA)

b. Memudahkan pemipilan

c. Penyempurnaan dalam pengolahan

d. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit

2.4.1.3.Stasiun pemipilan (stripper)

Tandan buah segar yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendataryang membawa tandan buah segar ikut berputar sehingga membanting-banting tandan buah segar tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Bagian dalam dari pemipil, dipasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil dan ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim ke bagian digesting dan pressing.


(23)

2.4.1.4. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser)

Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian pengadukan/pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan/pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah di bagian dalamnya. Lengan – lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik yang dipasang di bagian atas dari alat pencacah (digester). Putaran lengan-lengan pengaduk berkisar 25-26 rpm. Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian sekecil-kecilnya. Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah digester sudah berupa bubur. Pada pabrik kelapa sawit umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Selama proses pengempaan berlangsung, air panas ditambahkan ke dalam screw press. Hal ini bertujuan untuk pengenceran (dillution) sehingga massa bubur buah yang di kempa tidak terlalu rapat.Jika massa bubur buah terlalu rapat maka akan dihasilkan cairan dengan viskositas tinggi yang akan mempersulit proses pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar 10 – 15% dari berat TBS yang diolah dengan temperatur air sekitar 900 C. Proses pengempaan akan menghasilkan minyak kasar dengan kadar 50% minyak, 42% air, dan 8% zat padat.


(24)

2.4.1.5.Stasiun pemurnian a.Tujuan Pemurnian

Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran baik yang berupa padatan, lumpur (sludge), air. Tujuan dari pembersihan/pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak. Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki penampung minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil tank dipanaskan hingga mencapai temperatur 95 – 1000 C. Menaikkan temperatur minyak kasar sangat penting yaitu untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air dan sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan. Selanjutnya, minyak dari COT dikirim ke tangki pengendap (continous settling tank/clarifier tank).

Di clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnya akan dikirim ke oil tank, sedangkan sludge dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Pengolahan sludge umumnya menggunakan alat yang disebut decanter yang menghasilkan 3 fase, yaitu light phase, heavy phase, dan solid. Light phase merupakan fase cairan dengan kandungan minyak yang cukup tinggi. Oleh karena itu, fase ini harus segera dikembalikan ke COT dan siap untuk diproses kembali. Heavy phase merupakan fase cairan dengan sedikit kandungan minyak sehingga fase ini dikirim ke bak fat pit untuk kemudian diteruskan ke kolam limbah.Akumulasi dari Heavy phase yang tertampung pada


(25)

fat pit juga menghasilkan minyak. Minyak ini dikirim ke COT untuk diproses kembali. Solid merupakan padatan dengan kadar minyak maksimum 3,5% dari berat sampel. Solid yang dihasilkan ini selanjutnya diaplikasikan ke kebun sebagai pupuk.

b.Proses pemurnian minyak kelapa sawit

Ada tiga metode yang dilakukan dalam pemurnian minyak kasar di PKS, yaitu:

a. Metode pengendapan (settling) pemisahan minyak dan air karena terjadi pengendapan bagian yang lebih berat. Minyak berada dilapisan atas karena berat jenisnya lebih kecil

b. Metode pemusingan (centrifuge) yaitu pemisahan dengan cara memusingkan minyak kasar sehingga bagian yang lebih berat akan terlempar lebih jauh akibat adanya gaya sentrifugal

c. Metode pemisahan biologis yaitu pemecahan molekul-molekul minyak sebagai akibat dari proses fermentasi .

(Pahan, I. 2012)

2.5. Karotenoid

Pada beta karoten, pemecahan pada pusat molekul yang dikatalisis oleh enzim 15-15’-dioksigenase membentuk 2 molekul retinal yang kemudian direduksi menjadi molekul retinol yang merupakan vitamin A (Glover, 1960). Bentuk retinol mengalami esterifikasi, lalu diangkut ke getah bening dan disimpan dalam hati


(26)

Gambar 2.1. Struktur Beta karoten

Karoten, atau yang dikenal juga sebagai pigmen warna jingga, menyebabkan warna minyak sawit menjadi kuning jingga. Warna minyak sawit yang demikian ini kurang disukai konsumen, sehingga dalam proses di pabrik, karoten ini biasanya dibuang. Padahal sebenarnya karoten menyimpan potensi yang cukup berharga karena para peneliti berhasil membuktikan bahwa bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker paru-paru dan payudara.

Kandungan karoten dalam minyak sawit mencapai 0,05-0,18%. Selain sebagai obat anti kanker, karoten juga merupakan sumber provitamin A yang cukup potensial. Karoten yang terdiri dari alfa dan beta karoten ini, tersimpan dalam daging buah kelapa sawit.

Retinol dan retinal mudah dirusak oleh oksidasi terutama dalam keadaan panas dan lembab dan bila berhubungan dengan mineral mikro atau dengan lemak/minyak yang tengik. Inilah bentuk dari sifat vitamin A. Vitamin dalam bentuk ester asetat atau palmitat bersifat lebih stabil dibanding bentuk alkohol maupun aldehid. vitamin A bersifat tidak stabil. Guna menciptakan kestabilannya, maka dapat diambil langkah-langkah, yaitu secara kimia, dengan penambahan antioksidan dan secara mekanis dengan melapisi tetesan-tetesan vitamin A dengan lemak stabil, gelatin atau lilin, sehingga merupakan butiran-butiran kecil. Melalui teknik tersebut, maka sebagian besar vitamin A bisa dilindungi dari kontak langsung dengan oksigen.


(27)

Dari fungsinya karotenoid dapat dibagi atas 2 golongan yaitu yang bersifat nutrisi aktif, seperti beta karoten, dan non nutrisi aktif seperti fucoxanthin. Berdasarkan unsur penyusunnya, karotenoid terdiri dari 2 golongan, yaitu karoten dan xantofil.Karoten terdiri atas unsur C dan H,terdiri dari alfa, beta, dan gamma karoten. Karotenoid yang dikenal sebagai sumber vitamin A adalah beta karoten, alfa karoten, dan gamma karoten (Seto, S. 2001).

Adapun sifat sifat karoten tersebut adalah :

a. Mudah dioksidasi

b. Dapat mengabsorbsi cahaya

c. Tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol

d. Larut dalam minyak, kloroform, petroleum, benzen dan eter e. Sensitif terhadap oksidasi dan cahaya

2.5.1 Manfaat Beta karoten

Beta karoten sebagai salah satu zat gizi mikro di dalam minyak sawit mempunyai beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain untuk menanggulangi kebutaan karena xeroftalmia, mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Selain itu ada korelasi negatif antara konsumsi karoten dengan gejala penyakit kanker paru-paru. Beta karoten juga berperan aktif sebagai pemusnahan radikal bebas. (Seto, S. 2001)

Beta karoten menyerap sinar pada daerah ultra-violet sampai violet, tetapi lebih kuat pada daerah tampak antara 400 dan 500 nm dengan puncak 470 nm. (Winarno, 1997)


(28)

2.5.2 Proses Pemisahan Beta Karoten dari Minyak Sawit

Dalam proses pembuatan minyak, biasanya beta karoten dibuang. Namun, sekarang telah berhasil ditemukan metode baru proses pengolahan sehingga beta karoten terpisah dari minyak sawit. Dalam proses pengolahan tersebut, minyak sawit yang mengandung karoten antara 600-1.000 ppm dipisahkan menjadi fase padat (stearin) dan fase cair (olein) pada proses fraksinasi.

Untuk mempermudah pemisahan kedua bentuk minyak sawit tersebut, dilakukan proses degumming yaitu pengeluaran gum dari minyak. Selanjutnya minyak didinginkan pada suhu 18-20oc sehingga asam lemak jenuh mengkristal. Akibatnya, karoten tidak dapat larut di dalamnya dan akhirnya asam lemak tidak jenuh (olein) meningkat, kandungan karotennya menjadi sekitar 80%.

Proses pemisahan tersebut dilanjutkan dengan kristalisasi kedua pada suhu 8oC selama enam jam. Dari proses ini akan menghasilkan fase cair sekitar 50% dan terjadi pemekatan karoten menjadi 1.000 ppm. Tahap berikutnya adalah pemisahan karoten dari minyak dengan pemucatan dan ekstraksi karoten dari bahan pemucat. Pemucatan dalam metode lama dilakukan pada suhu 90o C dengan konsentrasi bahan pemucat 2-2,5 % (bahan pemucat yang biasanya dipakai adalah karbon aktif atau tanah liat). Penggunaan metode ini mengakibatkan kerusakan karoten.

Dengan metode yang telah diperbaharui, pemucatan dilakukan pada suhu 50o C selama satu jam, konsentrasi bahan pemucat yang digunakan sebesar 10 %. Selanjutnya dilakukan penyaringan. Perubahan metode ini menyebabkan karoten tidak rusak dan minyak sawit tetap diperoleh (Tim Penulis, 2000).


(29)

2.5.3 Vitamin A

Vitamin A (retinol) adalah padatan, berwarna kuning muda, larut dalam lemak dan minyak tetapi tidak larut dalam air. Di dalam tubuh ada senyawa lain yang dapat diubah menjadi retinol, yaitu prekursor vitamin A. Prekursor vitamin A yang paling penting adalah karotena, pigmen tanaman berwarna kuning oranye. Karoten larut dalam air dan lemak. Retinol ditemukan dalam beberapa makanan hewani berlemak. Karena hewan dan ikan dapat menyimpan retinol di dalam hati, maka minyak ikan dan hati mempunyai kandungan retinol yang tinggi (Seto, 2001).

Vitamin A merupakan istilah generik bagi semua senyawa dari sumber hewani yang memperlihatkan aktivitas biologis vitamin A. Dalam tubuh, fungsi utama vitamin A dilaksanakan oleh retinol dan kedua derivatnya, yaitu retinal dan asam retinoat. Vitamin A mempunyai provitamin, yaitu beta karoten. Di dalam sayuran, vitamin A terdapat sebagai provitamin dalam bentuk pigmen beta karoten berwarna kuning yang terdiri atas dua molekul retinal yang dihubungkan pada ujung aldehid rantai karbonnya.

CH3 CH3 CH3 CH2OH

Gambar 2.2. Struktur Retinol (Vitamin A)

Ester retinol yang terlarut dalam lemak makanan akan terdipersi dalam tetesan getah empedu dan dihidrolisis di dalam lumen usus, yang diikuti oleh


(30)

penyerapan langsung ke dalam epitel usus. Senyawa beta karoten yang dikonsumsi mungkin dipecah lewat reaksi oksidasi oleh enzim beta karoten dioksigenase. (Murray, 2001).

2.5.4 Tokoferol

Tokoferol adalah salah satu antioksidan alami yang paling efektif yang terdapat dalam minyak nabati. Ada beberapa jenis tokoferol yang mempunyai aktivitas vitamin E, dan yang paling potensial adalah alfa tokoferol. Peranan alfa tokoferol dan alfa tokotrienol terhadap metabolisme kolesterol, berkaitan dengan proses atherogenesis. Tokoferol alami terkandung dalam minyak-minyak nabati, termasuk minyak sawit, gandum dan biji-bijian. Dalam berbagai pengolahan minyak makan seperti margarin dan shortening apabila tidak dikendalikan akan mengalami kerusakan. (Seto, 2001)

Ada beberapa jenis tokoferol dalam bentuk alami. Semuanya merupakan senyawa 6-hidroksikromana yang tersubstitusi oleh isoprenoid. Gangguan absorpsi lemak akan menimbulkan defisiensi vitamin E karena tokoferol larut dalam lemak makanan dan dibebaskan serta diserap selama proses pencernaan lemak. Vitamin E dirusak oleh pemasakan dan pengolahan makanan yang dilaksanakan dalam pabrik (proses komersial) termasuk deep freezing.Tokoferol mempunyai kerja antioksidan yang efektif pada konsentrasi oksigen yang tinggi (Murray, 2001)


(31)

2.6. Analisa Spektrofotometri

Warna adalah salah satu kriteria untuk mengidentifikasikan suatu objek. Dalam analisis spektofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektrum ini, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Proses ini memerlukan penggunaan instrumen yang lebih rumit dan karenya lebih mahal. Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrumen ini sebenarnya terdiri dari dua instrumen dalam satu kotak sebuah spektrofotometer dan sebuah fotometer.

Spektrofotometer adalah sebuah instrumen yang dapat menghasilkan dispersi radiasi elektromagnetik yang masuk, dan dengan mana dapat dilakukan pengukuran kuantitas radiasi yang diteruskan pada panjang gelombang terpilih dari jangka spektrum itu, sedangkan fotometer adalah sebuah peranti untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan (Vogel,1994)

Dalam penggunaan dewasa ini, istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorpsian energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran pengabsorpsian yang menyendiri pada suatu gelombang tertentu. Untuk memahami spektrofotometri, memperhatikan interaksi radiasi dengan spesies kimia dengan cara yang elementer, dan secara umum mengurus apa kerja instrument. Spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari penilikan visual dimana studi yang lebih terinci mengenai pengabsorpsian energy


(32)

cahaya oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif (Underwood, 1998)

2.6.1 Spektrofotometri UV-Visible

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransimikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi. Cara kerja spektofotometer secara singkat adalah dengan menempatkan larutan pembanding misalnya larutan blanko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih fotosel yang cocok 200-650 nm agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi.

Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih jarak yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blanko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada sampel. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel. (Khopkar, 1983)

Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa akan menyerap cahaya dalam daerah tampak yakni mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan


(33)

daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek (Fescenden, 1986)

Pada kenyataannya, spektrum UV-Visible yang merupakan korelasi antara absorbansi dan panjang gelombang bukan merupakan suatu pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum UV-Visible disebabkan oleh terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang sangat kompleks (Abdul, 2007)

Hukum yang mendasari spektrofotometri UV-Visible adalah :

1. Hukum Lambert

Hukum ini menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap. Atau dengan menyatakan bahwa lapisan mana pun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya masuk dengan fraksi yang sama. Hukum ini dapat dinyatakan oleh persamaan diferensial :

�� =−��

��

Keterangan:

I : Intensitas cahaya masuk


(34)

k : Faktor kesebandingan

2. Hukum Beer

Sejauh ini telah dibahas absorpsi cahaya dan transmisi cahaya untuk cahaya monokromatik sebagai fungsi ketebalan lapisan penyerap saja. Hukum ini menyatakan bahwa intensitas berkas cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara linier. (Vogel,1994)

Dari kedua hukum tersebut diperoleh Hukum Lambert-Beer. Hukum ini menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Kuantitas spektroskopi yang diukur biasanya adalah transmitansi (T) = I/Io ; yang mana A = log 1/T. Secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut :

A = abc

Dimana:

A = absorban

a = absorptivitas

b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi


(35)

BAB III

BAHAN DAN METODOLOGI

3.1 Alat

- Spektrofotometer Genesys - Kuvet quarts 10 mm - Neraca analitis - Labu ukur 25 mL - Hot plate

- Pipet tetes

- Beaker glass 250 mL

3.2 Bahan

- N-heksana - CPO - Aquadest 3.3Prosedur Analisa

3.3.1 Pengoperasian spektrofotometer 1. Dihidupkan alat spektrofotometer 2. Ditunggu instalation selesai 3. Ditekan tombol test

4. Dipilih menu program, pilih absorbansi different, enter 5. Dimasukkan angka wave length (WL) 446 nm, enter


(36)

8. Dimasukkan blanko, tekan measure blank, muncul measure sample 9. Dikeluarkan blanko, masukkan sample dan ditekan measure sample

sampai muncul hasil pada layar 10.Dicatat hasil absorbansi

11.Setelah selesai, ditekan escape 2 kali, ditekan down save 1 kali, ditekan basic ATC

12.Dimatikan,ditekan ON/OFF pada alat 3.3.2 Persiapan Sampel

1. Ditimbang minyak yang homogen seberat 0,1 g dengan batas ketelitian 0,1 mg dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Sampel dilarutkan dengan aquadest sampai garis batas. Diisi kuvet dengan larutan minyak yang telah dibuat.

2. Diukur absorbansi larutan tersebut pada panjang gelombang 446 nm. 3.3.3 Penentuan beta karoten dalam CPO

1. Dihidupkan alat spektrofotometer dan dibiarkan stabil 2. Dimasukkan larutan blanko dalam masing-masing kuvet 3. Diukur absorbansi pada panjang gelombang 446 nm

4. Ditimbang masing-massing 0,1 g CPO dengan batas ketelitian 0,1 mg 5. Dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL

6. Dilarutkan dengan n-heksana sampai garis batas


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Data Percobaan

Tabel 4.1.1. Dari hasil percobaan diperoleh data sebagai berikut: Tanggal Labu

Ukur

Contoh Minyak

Berat Contoh(g)

Absorbansi (446 nm) Karoten (ppm)

I II

09-03-2013

1 CPO TG 0,1116 0,65 0,65 558

2 CPO TG 0,1061 0,61 0,61 550

3 CPO AL 0,1166 0,63 0,63 517

4 CPO LB 0,1072 0,64 0,64 572

5 CPO DS 0,1101 0,63 0,63 548

7 CPO DS 0,1060 0,59 0,58 528

10-03-2013

1 CPO TG 0,1060 0,64 0,64 578

3 CPO AL 0,1121 0,66 0,66 564

4 CPO AS 0,1121 0,59 0,59 504

5 CPO TG 0,1166 0,69 0,70 571

8 CPO TG 0,1061 0,74 0,74 667

11-03-2013

1 CPO TG 0,1173 0,72 0,72 588

2 CPO MP 0,1052 0,61 0,62 560

3 CPO DS 0,1673 0,94 0,95 541

4 CPO AL 0,1300 0,78 0,77 571

5 CPO LB 0,1122 0,68 0,69 585

7 CPO TG 0,1043 0,63 0,63 578

12-03-2013

1 CPO TG 0,1102 0,67 0,67 582


(38)

13-03-2013

1 CPO TG 0,1433 0,88 0,88 585

3 CPO TG 0,1392 0,77 0,77 570

5 CPO AL 0,1260 0,89 0,89 672

7 CPO LB 0,1160 0,80 0,80 656

14-03-2013

1 CPO TG 0,1060 0,66 0,66 591

3 CPO TG 0,1160 0,68 0,68 565

5 CPO AL 0,1120 0,71 0,71 606

7 CPO LB 0,1121 0,70 0,70 597

Keterangan:

CPO : CPO yang berasal dari Tanah Gambus

CPO AL : CPO yang berasal dari Aek Loba

CPO LB : CPO yang berasal dari Labuhan Batu

CPO AS : CPO yang berasal dari Aceh

CPO MP : CPO yang berasal dari Matapao

CPO DS : CPO yang berasal dari Deli serdang

4.1.2 Perhitungan

�����������,���= Absorbansi x 3,83 x 25

Berat contoh


(39)

Keterangan:

A = Absorbansi

3,83 = konstanta

25 = volume labu ukur

Contoh Perhitungan:

�����������,���= Absorbansi x 3,83 x 25

Berat contoh

�����������,��� =0,65x 3,83 x 25

0,116

= 62,2375 0,116

= 557,68 ppm

Hal yang sama dilakukan untuk sampel yang berasal dari lokasi yang lain.


(40)

4.2 Pembahasan

Untuk menganalisa beta karoten dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Visible dengan panjang gelombang range visible dimana beta karoten adalah pigmen fotosintesis berwarna orange yang penting untuk fotosintesis. Penentuan panjang gelombang maksimum pada range visible dan UV dilakukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang 446 nm. Beta karoten ditentukan untuk memenuhi standar mutu CPO yang baik. Karena semakin tinggi beta karoten, maka semakin baik kualitas CPO sehingga daya jual CPO juga semakin tinggi. Berdasarkan analisa percobaan yang dilakukan diperoleh nilai beta karoten sesuai standar mutu yaitu 500-700 ppm.

Kelebihan dari metode spektrofotemetri yang digunakan adalah bahwa metode ini dapat menganalisa dengan konsentrasi yang sangat kecil serta panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi. Sedangkan kelemahannya adalah dapat dipakai pada daerah ultra violet yang panjang gelombang >185 nm , pemakaian hanya pada gugus fungsional yang mengandung elektron valensi dengan energi eksitasi rendah, serta sinar yang dipakai harus monokromatis. Dalam analisa ini, pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan larutan blanko yang digunakan adalah aquadest. Pelarut N-heksana adalah salah satu pelarut yang mudah menguap, sehingga dapat mempengaruhi nilai absorbansi sampel. Selain itu,dibutuhkan ketelitian saat melakukan analisa ini. Dalam hal ini nilai absorbansi aquadest diatur menjadi 0 dan transmitansi nya 100%.

Pada analisa kadar beta karoten dari empat lokasi yang berbeda diperoleh harga beta karoten yang berbeda juga. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi saat proses pengangkutan CPO dalam tangki CPO dan proses pengolahan


(41)

sawit juga mempengaruhi kadar beta karoten. Selain itu, pada saat panen dibutuhkan pengawasan yang efektif karena perlakuan yang kurang baik dapat menyebabkan luka pada daging buah dan pembusukan buah. Hal ini akan menurunkan produk kualitas minyak Dalam analisa ini, alat yang digunakan adalah spektrofotometri UV-Visible dan hasilnya muncul dalam satuan absorbansi.

Pada perhitungan analisa percobaan didapat harga beta karoten yaitu 557,68 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kadar karotennya memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

- Dari hasil analisa yang diakukan diperoleh kadar beta karoten adalah sebagai berikut :

CPO dari Tanah Gambus :550-558 CPO dari Aek Loba :517 CPO dari Labuhan Batu :572 CPO dari Deli Serdang :528-548

CPO dari Aceh :504

CPO dari Matapao :560

- Dari hasil analisa diperoleh bahwa kadar beta karoten memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu sekitar 500-700 ppm.

5.2 Saran

- Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap beta karoten dalam CPO pada sampel lainnya seperti pada minyak kelapa sawit.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul,R.2007. Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Fessenden.1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2 .Jakarta. Erlangga.

Gaman,P.M.1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University.

Hartanto,H.2011.Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit.Yogyakarta. Citra Media Publishing.

Ketaren,S.1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Pangan.Jakarta.Universitas Indonesia Press.

Khopkar,S.M.1984.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta.Universitas Indonesia Press.

Murray,R.K.2001.Biokimia Harper.Edisi 25.Jakarta.EGC

Pahan.I.2012.Paduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga hilir.Jakarta.Penebar Swadaya.

Seto,S.2001.Pangan dan Gizi.Bogor.Institut Pertanian Bogor.

Setyamidjaja.D.2006.Seri Budidaya Kelapa Sawit.Yogyakarta. Kanisius Underwood.1998.Analisis Kimia Kuantutatif.Edisi Keenam.Jakarta.Erlangga Vogel.1994.Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.Edisi 4.Jakarta.EGC Winarno.FG.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia


(1)

13-03-2013

1 CPO TG 0,1433 0,88 0,88 585

3 CPO TG 0,1392 0,77 0,77 570

5 CPO AL 0,1260 0,89 0,89 672

7 CPO LB 0,1160 0,80 0,80 656

14-03-2013

1 CPO TG 0,1060 0,66 0,66 591

3 CPO TG 0,1160 0,68 0,68 565

5 CPO AL 0,1120 0,71 0,71 606

7 CPO LB 0,1121 0,70 0,70 597

Keterangan:

CPO : CPO yang berasal dari Tanah Gambus

CPO AL : CPO yang berasal dari Aek Loba

CPO LB : CPO yang berasal dari Labuhan Batu

CPO AS : CPO yang berasal dari Aceh

CPO MP : CPO yang berasal dari Matapao

CPO DS : CPO yang berasal dari Deli serdang

4.1.2 Perhitungan

�����������,���= Absorbansi x 3,83 x 25 Berat contoh


(2)

Keterangan:

A = Absorbansi

3,83 = konstanta

25 = volume labu ukur

Contoh Perhitungan:

�����������,���= Absorbansi x 3,83 x 25 Berat contoh

�����������,��� =0,65x 3,83 x 25 0,116

= 62,2375 0,116

= 557,68 ppm

Hal yang sama dilakukan untuk sampel yang berasal dari lokasi yang lain.


(3)

4.2 Pembahasan

Untuk menganalisa beta karoten dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Visible dengan panjang gelombang range visible dimana beta karoten adalah pigmen fotosintesis berwarna orange yang penting untuk fotosintesis. Penentuan panjang gelombang maksimum pada range visible dan UV dilakukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang 446 nm. Beta karoten ditentukan untuk memenuhi standar mutu CPO yang baik. Karena semakin tinggi beta karoten, maka semakin baik kualitas CPO sehingga daya jual CPO juga semakin tinggi. Berdasarkan analisa percobaan yang dilakukan diperoleh nilai beta karoten sesuai standar mutu yaitu 500-700 ppm.

Kelebihan dari metode spektrofotemetri yang digunakan adalah bahwa metode ini dapat menganalisa dengan konsentrasi yang sangat kecil serta panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi. Sedangkan kelemahannya adalah dapat dipakai pada daerah ultra violet yang panjang gelombang >185 nm , pemakaian hanya pada gugus fungsional yang mengandung elektron valensi dengan energi eksitasi rendah, serta sinar yang dipakai harus monokromatis. Dalam analisa ini, pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan larutan blanko yang digunakan adalah aquadest. Pelarut N-heksana adalah salah satu pelarut yang mudah menguap, sehingga dapat mempengaruhi nilai absorbansi sampel. Selain itu,dibutuhkan ketelitian saat melakukan analisa ini. Dalam hal ini nilai absorbansi aquadest diatur menjadi 0 dan transmitansi nya 100%.

Pada analisa kadar beta karoten dari empat lokasi yang berbeda diperoleh harga beta karoten yang berbeda juga. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi saat proses pengangkutan CPO dalam tangki CPO dan proses pengolahan


(4)

sawit juga mempengaruhi kadar beta karoten. Selain itu, pada saat panen dibutuhkan pengawasan yang efektif karena perlakuan yang kurang baik dapat menyebabkan luka pada daging buah dan pembusukan buah. Hal ini akan menurunkan produk kualitas minyak Dalam analisa ini, alat yang digunakan adalah spektrofotometri UV-Visible dan hasilnya muncul dalam satuan absorbansi.

Pada perhitungan analisa percobaan didapat harga beta karoten yaitu 557,68 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kadar karotennya memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Dari hasil analisa yang diakukan diperoleh kadar beta karoten adalah sebagai berikut :

CPO dari Tanah Gambus :550-558

CPO dari Aek Loba :517

CPO dari Labuhan Batu :572

CPO dari Deli Serdang :528-548

CPO dari Aceh :504

CPO dari Matapao :560

- Dari hasil analisa diperoleh bahwa kadar beta karoten memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu sekitar 500-700 ppm.

5.2 Saran

- Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap beta karoten dalam CPO pada sampel lainnya seperti pada minyak kelapa sawit.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul,R.2007. Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Fessenden.1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2 .Jakarta. Erlangga.

Gaman,P.M.1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University.

Hartanto,H.2011.Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit.Yogyakarta. Citra Media Publishing.

Ketaren,S.1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Pangan.Jakarta.Universitas Indonesia Press.

Khopkar,S.M.1984.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta.Universitas Indonesia Press.

Murray,R.K.2001.Biokimia Harper.Edisi 25.Jakarta.EGC

Pahan.I.2012.Paduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga hilir.Jakarta.Penebar Swadaya.

Seto,S.2001.Pangan dan Gizi.Bogor.Institut Pertanian Bogor.

Setyamidjaja.D.2006.Seri Budidaya Kelapa Sawit.Yogyakarta. Kanisius Underwood.1998.Analisis Kimia Kuantutatif.Edisi Keenam.Jakarta.Erlangga Vogel.1994.Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.Edisi 4.Jakarta.EGC Winarno.FG.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia