Hubungan Sosial Ekonomi Sopir dengan Pedagang Pangkalan (Studi pada Pangkalan Angkutan Kota Trayek No. 43 di Jl. Garuda Ujung Perumnas Mandala)

(1)

DRAFT WAWANCARA

I. Sopir Angkutan Kota Rahayu Trayek No. 43

Nama :

Umur : Pendidikan : Suku :

1. Sudah berapa lama Anda bekerja sebagai sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 ?

2. Apakah angkutan kota Rahayu trayek no. 43 ini milik Anda pribadi ? 3. Jika tidak milik pribadi, berapa yang harus Anda setor kepada pemilik

angkutan kota ini dalam per harinya ?

4. Apakah setoran yang Anda berikan sudah termasuk biaya servis angkutan kota ?

5. Biasanya dalam sehari Anda bisa berapa kali narik angkutan kota Rahayu trayek no. 43 ini ?

6. Apakah dalam setiap kali narik satu rute Anda akan berhenti di pangkalan? 7. Apa saja yang Anda lakukan jika berhenti di pangkalan ?

8. Jika Anda memesan makanan atau minuman di pangkalan apakah Anda akan membayar langsung ?

9. Jika Anda tidak membayar langsung, bagaimana cara Anda meyakinkan pedagang di pangkalan untuk memberikan hutangan kepada Anda ?

10. Apakah semua sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 akan berhenti di pangkalan yang sama ?

11. Jika tidak, hal apa yang membedakan pangkalan angkutan kota Rahayu trayek no. 43 menjadi berbeda-beda ?

12. Apakah para sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 di wajibkan untuk berhenti di pangkalan ?

13. Apakah ada kesepakatan antara para sopir dengan para pedagang di pangkalan ?

14. Adakah unsur saingan antar sesama sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 ?


(2)

15. Jika iya, bagaimana Anda mengatasi para sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 lainnya ?

II. Pedagang Pangkalan

Nama :

Umur : Pendidikan : Suku :

1. Sudah berapa lama Anda berjualan di pangkalan angkutan kota Rahayu trayek no. 43 ini ?

2. Apakah Anda pemilik pangkalan angkutan kota Rahayu trayek no. 43 ini ? 3. Apakah sebelumnya Anda pernah berjualan di lokasi lain ?

4. Apa alasan Anda memilih berjualan di pangkalan ini ?

5. Sistem pembayaran seperti apa yang Anda tawarkan kepada para sopir ? 6. Apakah Anda ada melakukan kerjasama dengan para sopir angkutan kota

Rahayu trayek no. 43 ?

7. Jika ada, kerjasama seperti apa yang disepakati ?

8. Adakah keharusan para sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 untuk singgah di pangkalan setiap harinya ?

9. Jika mereka tidak singgah, apakah ada saksi yang diterima oleh para sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 ?

10. Apa yang membuat Anda percaya memberikan hutang kepada para sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 ?

11. Pernahkah Anda mengalami kerugian atau para sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 tidak membayar hutangnya, lalu apa yang Anda lakukan ?

12. Apakah Anda saling mengenal dengan pedagang yang ada di pangkalan angkutan kota Rahayu trayek no. 43 yang lain ?

13. Dapatkah Anda menjelaskan mengapa pangkalan angkutan kota Rahayu trayek no. 43 tidak hanya ada satu ?


(3)

14. Hubungan seperti apa yang Anda jalin dengan para sopir angkutan kota Rahayu trayek no. 43 agar mereka tetap singgah di pangkalan tempat anda berjualan ?

III. Pemilik Angkutan Kota Rahayu Trayek No. 43

Nama :

Umur : Pendidikan : Suku :

1. Sudah berapa lama Anda menjadi pemilik angkutan kota Rahayu trayek no. 43 ?

2. Berapa jumlah angkutan kota Rahayu trayek no. 43 yang Anda miliki ? 3. Adakah syarat khusus yang Anda berikan untuk menjadi sopir angkutan

Anda ?

4. Apakah ada hubungan khusus antara Anda dan sopir angkutan Anda ? 5. Apakah setoran dari para sopir perharinya sudah Anda tentukan ? 6. Berapakah jumlah yang sudah Anda tentukan ?

7. Apakah ada hubungan khusus/saudara antara Anda dengan pedagang yang berada di pangkalan ?


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Jatu. 2010. Keadaan Sosial Ekonomi Pengemudi Angkutan Umum Kota Malang. Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM).

Ahmad, Fandi, Munadi. 2009. Analisis Strategi Pemasaran untuk Meningkatkan Penjualan Kendaraan Motor pada CV Turangga Mas Motor. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.

Alam, Syamsu. (2007). Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat dengan Konversi Hutan Rakyat Menjadi Areal Perladangan Berpindah. Jurnal Hutan dan Masyarakat.

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial, Format-format kuantitatif dan kualitatif. Jakarta : Airlangga Universitas Perss.

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Damsar. 1997. SosiologiEkonomi. Jakarta: PT RajaGrafindoPersada.

Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT GramediaPustakaUtama.

Maisyarah. 2008. Karakteristik Hubungan Aktor Ekonomi di Pasar Tradisional Mingguan antara Pedagang dan Pembeli di PTPN IV Gunung Bayu Kab. Simalungun. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(5)

Ritzer,George dan Douglas J.Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

Sugihardjo, Eny Lestari, dan Agung Wibowo. 2012. Strategi Bertahan dan Strategi Adaptasi Petani Samin Terhadap Dunia Luar di Sukolilo Kab. Pati. SEPA: Vol. 8 No. 2 Februari 2012 : 51 – 182.Fakultas Pertanian UNS.

Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi Edisi Kedua. Jakarta: Universitas Indonesia.

Soekanto, Soerjono. 1988. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: CV. Rajawali. Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Sjahrir. 1992. Analisis Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.

Syafruddin. 2002. Mengenai Strategi Perusahaan Transportasi Darat Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Bus Kota (Studi Kasus: Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta / PPD di Jakarta. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Internet dan Sumber Lainnya

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25445/4/Chapter%20I.pdf

http://ruthsilalahi.wordpress.com/2011/09/02/420 (diakses pada hari minggu 21 Desember 2014 pukul 12.22)

www.pemkomedan.go.id/saranaangkutan (diakses pada hari minggu 21 Desember 2014 pukul 12.28)


(6)

2016 pukul 21.52)

2015 pukul 22:00)

5.08)

18 Agustus 2015 pukul 13.30)


(7)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan pendekatan deskriptif. Menurut Creswell dalam Pambudi (2014), metode kualitatif adalah metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan oleh sejumlah individu atau sekelompok orang. Menurut Somantri dalam Mustofa (2013), penelitian kualitatif sangat memperhatikan proses, peristiwa, dan otentitas. Nilai penelitian bersifat eksplisit dalam situasi yang terbatas dan melibatkan subyek dengan jumlah yang relatif sedikit. Penelitian kualitatif menjalin interaksi secara intens dengan obyek penelitiannya.

Penulis memilih pendekatan deskriptif karena penelitian yang memiliki tujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu di dalam masyarakat. Penulis berusaha menggali, mengidentifikasi, menjelaskan, meringkas berbagai kondisi yang menyangkut hubungan sosial ekonomi sopir dengan pedagang pangkalan yang berada di lokasi penelitian.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di lakukan di Kelurahan Kenangan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan di setiap pangkalan angkutan kota trayek 43 yang berada di Jalan


(8)

Garuda Ujung Perumnas Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Lokasi ini dipilih karena terdapat beberapa pangkalan kecil yang merupakan tempat mangkalnya para supir dan tempat terjadinya suatu hubungan sosial ekonomi dengan pedagang yang berada di pangkalan angkutan kota trayek no. 43 tersebut.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian. Salah satu ciri atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut dengan “Unit Of Analisis”. Ada dua jumlah unit yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial yaitu individu, kelompok dan sosial. Adapun yang menjadi unit analisis dan obyek kajian dalam penelitian ini adalah para sopir angkutan kota trayek no. 43 dan pedagang yang ada di setiap pangkalan di Prumnas Mandala.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Informan dianggap sebagai orang yang menguasai dan memahami data, informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2008:108). Adapun yang menjadi informan adalah:


(9)

1. Pedagang pangkalan yang telah berdagang selama lebih dari 2 tahun dan perdagangannya berada di sekitar lingkungan pangkalan angkutan kota trayek 43 sebanyak 3 (tiga) orang pedagang.

2. Sopir angkutan kota trayek 43 sebanyak 6 (enam) orang. 3. Pemilik angkutan kota trayek 43 sebanyak 2 (dua) orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa teknik penelitian sebagai upaya untuk mendapatkan dan memperoleh informasi yang diperlukan. Pada tahap ini, penulis akan melakukan observasi wawancara, serta mencatat dokumen-dokumen yang mendukung proses penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:

a. Observasi

Observasi adalah salah satu cara pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Hal ini berkaitan dengan pengamatan secara langsung ke lapangan untuk mendapatkan


(10)

data yang mendukung hasil dari wawancara. Dengan observasi, peneulis dapat melihat langsung bagaimana hubungan sosial ekonomi sopir angkutan kota trayek no. 43 dengan pedagang pangkalan.

b. Wawancara

Teknik wawancara adalah teknik yang dilakukan dengan percakapan dengan maksud untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan penulis. Percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancarai. Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai informasi kehidupan masyarakat serta berbagai hal yang menyangkut terhadap data yang diketahui oleh segelintir orang yang dalam penelitian tersebut disebut informan.

Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara terstruktur dimana draft pertanyaan telah disiapkan untuk mempermudah peneliti ketika sedang mewawancarai informan. Draft pertanyaan dipersiapkan bertujuan agar pertanyaan yang akan ditanyakan terstruktur dan meminimalkan pertanyaan yang tidak diperlukan dalam penelitian.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian dan data yang dapat diambil dari sumber lain atau instansi lain yang berkaitan dengan penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan penelitian perpustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu


(11)

menghimpun berbagai informasi dari buku referensi, jurnal, majalah dan internet yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

3.5 Interpretasi Data

Bogdan dan Biklen ( Moleong, 2006 : 248 ) dikutip dalam skripsi Novi Khairani tahun 2010 menjelaskan interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Dalam proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain dengan observasi, dan wawancara dan pengamatan tulisan yang dicatat di lapangan serta dokumen yang telah diperoleh. Setelah data terkumpul, dilakukan analisa data. Interprestasi data merupakan tahap penyederhanaan data, setelah data dan informasi yang dibutuhkan telah terkumpul.

Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan diinterprestasikan berdasarkan dukungan teori dalam kajian pustaka, sampai pada akhirnya sebagai laporan penelitian serta data tersebut akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan megelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dan sebagainya, selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara saksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.


(12)

3.6 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman penulis untuk melakukan penelitian ilmiah, terkait dengan keterbatasan waktu terutama pada informan membuat penulis harus membuat jadwal pertemuan. Terlepas dari kendala diatas, penulis menyadari keterbatasan dalam proses penelitian yang dilakukan, meskipun demikian peneliti berusaha untuk melaksanakan penelitian semaksimal mungkin agar mendapatkan hasil yang akurat.


(13)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian

Kelurahan Kenangan yang berada di Perumnas Mandala ini terletak di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dengan batas wilayah yaitu:

1. Utara berbatasan dengan Medan Tembung, Kodya Medan. 2. Selatan berbatasan dengan Medan Denai, Kodya Medan.

3. Barat berbatasan dengan Kelurahan Kenangan Baru, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

4. Timur berbatasan dengan Kelurahan Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

Sumber: Data Kelurahan Kenangan 2016

Kelurahan Kenangan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang merupakan kelurahan yang didiami oleh berbaga jenis ras, agama dan beragam latar belakang memiliki jumlah penduduk berkisar 24.776 jiwa (Data Kelurahan Kenangan Maret 2016). Kelurahan kenangan merupakan bagian dari Kecamatan Percut Sei Tuan yang mempunyai penduduk yang lebih banyak dari pada Kecamatan yang lain, Jumlah penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan berkisar 396.656 jiwa atau 21,49 dari jumlah penduduk Kabupaten Deli Serdang.


(14)

Perumnas Mandala dulunya mempunyai hanya satu Kelurahan yaitu Kelurahan Kenangan, namun setelah terjadi perluasan daerah yang memungkinkan terbentuknya Kelurahan Baru, maka Kelurahan Kenangan di bagi menjadi dua kelurahan yaitu Kelurahan Kenangan dan Kelurahan Kenangan Baru. Masing-masing Kelurahan memiliki 8-10 lingkungan, yang setiap lingkungannya dipegang oleh Kepling (Kepala Lingkungan).

Perumnas Mandala merupakan daerah yang sangat kompleks, karena banyaknya ditemukan ormas-ormas dan organisasi-organisasi. Dengan beragam dan banyaknya ormas-ormas sering memicu terjadinya konflik antar ormas dan sering sampai terjadinya pertikaian yang mengakibatkan korban jiwa, baik anggota ormas dan juga masyarakat yang tempat tinggalnya dekat dengan tempat terjadinya konflik, karena sering terjadinya konflik tersebut membuat masyarakat memiliki sigma yang negatif yang menganggap bahwa daerah Perumnas Mandala khususnya sarang kriminal.

4.1.2 Sarana dan Prasana Desa

Di kelurahan Kenangan terdapat beberapa sarana umum yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mulai dari sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana rumah ibadah dan juga pangkalan angkutan kota yang dimaksudkan untuk membantu perekonomian keluargadalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.


(15)

4.1.2.1 Sarana Pendidikan

Pendidikan di Kelurahan ini merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat, karena dengan didukungnya fasilitas seperti: TK (Taman Kanak-kanak), sekolah dan wadah informal lainnya. Namun dikelurahan ini termasuk daerah yang memiliki angka putus sekolah yang tinggi dibandingkan dengan kelurahan yang lainnya. Permasalahan tingginya tingkat anak putus sekolah terjadi pada anak di Perumnas Mandala Kelurahan Kenangan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

Wilayah ini sangat banyak ditemukan anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah baik itu melanjut ke SMP atau melanjutkan ke jenjang SMA. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan anak-anak di Kelurahan Kenangan ini tidak melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya salah satunya faktor ekonomi keluarga dan menganggap bahwa pendidikan tidak teramat perlu sehingga anak-anak memilih tidak melanjutkan sekolah karena menyadari biaya sekolah yang mahal dan mempunyai persepsi bahwa tidak perlu sekolah tinggi-tinggi kalau saat ini saja sudah bisa menghasilkan uang, dan mendapat pekerjaan. Lingkungan sosial yang berada di wilayah ini mendukung para anak-anak agar tidak melanjutkan sekolah. Diantaranya lingkungan tempat tinggal yang sangat mempengaruhi anak-anak untuk tidak melanjutkan sekolah. Adapun sekolah-sekolah formal yang terdapat di Kelurahan Kenangan ini seperti yang tertera pada tabel berikut:


(16)

Tabel 4.1

Sarana Pendidikan Formal di Kelurahan Kenangan No. Sarana Frekuensi Persentase (%)

1 TK Swasta 5 45,45

2 SD Negeri 4 36.37

3 SMP Swasta 2 18,18

Jumlah 11 100,00

Sumber: Kantor Kelurahan Kenangan, Maret 2016

Dengan keterbatasan sarana pendidikan formal ini, maka setiap masyarakat di Kelurahan Kenangan yang berkeinginan melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus menempuh jarak yang cukup jauh ke Kota Madya untuk mendapatkan sekolah yang lebih bagus dan sekolah-sekolah Negeri yang ternama.

4.1.2.2 Sarana Kesehatan

Pemenuhan kebutuhan kesehatan di Kelurahan Kenangan dilengkapi oleh beberapa prasarana kesehatan. Adapun prasarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Kenangan ini yaitu sebanyak8 prasarana kesehatan yang terdiri dari 1 puskesmas pemerintah, 1 Klinik dan6 Praktek Bidan. Secara terperinci dapat di lihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2

Sarana Kesehatan di Kelurahan Kenangan No. Sarana Frekuensi Persentase (%)

1 Puskesmas 1 12,5

2 Klinik 1 12,5

3 Praktek Bidan 6 75

Jumlah 8 100,00


(17)

4.1.2.3 Sarana Pangkalan Angkutan Kota

Kelurahan Kenangan yang berada di kawasan lintas antar daerah menyebabkan sering dilalui banyak jenis angkutan kota. Angkutan kota dengan berbagai jenis ini tentu membutuhkan tempat untuk pemberhentian selama melakukan satu trip perjalanan. Untuk itu saat ini sudah ada beberapa pangkalan angkutan kota di kelurahan ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Sarana Pangkalan Angkutan Kota di Kelurahan Kenangan

No. Nama Perusahaan

No.

Trayek Asal – Tujuan Trayek

Alamat Pangkalan 1 PT. Mars 13 P. Mandala / Batas Kota –

Tj. Gusta Sukadono. PP Terminal 2 KPUM 40 Kelambir Lima / Batas

Kota – P. Mandala. PP Jl. Enggang Raya 3 PT. Rahayu

Medan Ceria 43

P. Simalingkar / Bts Kota

– P. Mandala / Bts Kota Jl. Garuda Ujung 4 PT. Mars 60 P. Mandala / Bts Kota – T.

Pinang Baris. PP

Jl. Kenari Raya Ujung 5 KPUM 63 P. Mandala / Batas Kota –

Kp. Lalang. PP Jl. Enggang Raya 6 PT. Mars 70 P. Mandala / Batas Kota –

T. Pinang Baris. PP

Jl. Kenari Raya Ujung 7 PT. Rahayu

Medan Ceria 106

Terminal Amplas – P.

Mandala. PP Jl. Garuda Ujung Sumber: Kantor Kelurahan Kenangan, Maret 2016

4.1.3 Pangkalan Angkutan Kota Trayek No. 43

Angkutan Kota Trayek No. 43 adalah salah satu jenis angkutan umum yang beroperasi pada trayek tetap. Angkutan umum yang beroperasi pada trayek tetap di Kota Medan terdiri atas mobil penumpang umum (angkutan kota), bus kecil, bus sedang, dan bus besar. Dari data perusahaan angkutan kota di Kota Medan beserta trayek serta jumlah armadanya dapat dilihat bahwa angkutan kota


(18)

trayek no. 43 dari perusahaan PT. Rahayu Medan Ceria dengan asal dan tujuan trayek dari Perumnas Simalingkar / Batas Kota – Perumnas Mandala / Batas Kota. PP terdapat armada sebanyak 155, namun realisasi hanya 146 armada. Angkutan kota trayek no. 43 ini jenis armada dengan mobil pengangkutan umum dengan kapasitas 8-12 penumpang.

Jika melihat dan mengikuti pedoman pada umumnya bahwa setiap jenis angkutan umum akan memilih pangkalan masing-masing maka berbeda dengan jenis angkutan kota trayek no. 43 ini, para sopir angkutan kota ini tidak berhenti dipangkalan pusat seperti angkutan umum lainnya. Angkutan kota trayek no. 43 berhenti pada setiap warung atau pangkalan kecil yang telah ditetapkan menjadi pangkalan angkutan kota trayek no. 43. Warung atau pangkalan kecil tersebut dibuat seperti warung kopi yang dapat memuat sopir-sopir hingga kurang lebih 25 orang.

Ketetapan dalam membuat pangkalan kecil adalah bukan utusan dari pangkalan pusat, akan tetapi pangkalan kecil ini dibuat oleh para toke yang mempunyai modal untuk membuka warung kopi sebagai pangkalan tempat sopir-sopir yang membawa angkutan milik toke tersebut untuk beristirahat dan biasanya yang berdagang di pangkalan tersebut adalah keluarga dari toke. Akan tetapi, ada beberapa pangkalan yang pedagangnya tidak memiliki angkutan kota, namun mereka hanya sekedar membuka warung dan mereka menyediakan tempat yang nyaman untuk sopir-sopir beristirahat. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan 4 (empat) pangkalan kecil yang berbentuk seperti warung kopi di pinggir jalan dengan tempat yang cukup luas dan nyaman, diantaranya adalah Pangkalan Hutabarat, Pangkalan Toga Torop, Pangkalan BT dan Pangkalan Taman.


(19)

1. Pangkalan Hutabarat

Disebut pangkalan Hutabarat karena pedagang yang berdagang di pangkalan tersebut adalah Bapak Hutabarat. Bapak Hutabarat menyewa tempat tersebut untuk dibuat menjadi warung dan membuatnya menjadi pangkalan karena beliau juga memiliki angkutan kota trayek no. 43 sebanyak 12 unit angkutan.

2. Pangkalan Toga Torop

Bapak Toga Torop adalah pedagang yang berdagang di pangkalan Toga Torop. Sebelum membuka warung yang sebagai pangkalan tersebut, Bapak Toga adalah seorang sopir angkutan kota, lalu beliau beralih menjadi pedagang dan membuka pangkalan. Bapak Toga tidak memiliki angkutan kota, tetapi di pangkalan Toga Torop ini banyak sopir yang berhenti di pangkalan tersebut. Selain tempatnya yang luas dan nyaman, Bapak Toga Torop juga menyediakan bilyard, dam batu, kartu serta catur untuk para sopir yang ingin bermain sambil mengisi waktu luang disaat menunggu giliran untuk narik angkutan.

3. Pangkalan BT

Pangkalan BT adalah kepunyaan dari Ibu Debora dan suami yang juga berdagang di pangkalan tersebut, mereka sudah membuka pangkalan ini sejak tahun 2010. Pangkalan BT ini dibuat karena Ibu Debora dan suami memiliki angkutan kota trayek No. 43 sebanyak 8 unit, dan selain untuk para sopir beristirahat di pangkalan BT ini, beliau juga bisa sekalian mengontrol sopir yang membawa angkutan kota miliknya.


(20)

4. Pangkalan Taman

Salah satu pedagang yang berdagang di pangkalan taman adalah Ibu Encu, beliau sudah berdagang di taman ini selama 20 tahun. Pangkalan taman ini bukan kepemilikan dari Ibu Encu, namun beliau hanya berjualan di taman yang lokasi awalnya adalah lahan terbuka yang disebut taman dan di jadikan pangkalan oleh sopir angkutan kota trayek no. 43.

Jl. Garuda Ujung

Keterangan:

Pangkalan Hutabarat Pangkalan Toga Torop Pangkalan BT

Pangakalan Taman

Keempat pangkalan terletak disatu ruas jalan besar dan setiap pangkalannya memiliki jarak yang saling berdekatan, yaitu dari pangkalan Hutabarat ke pangkalan Toga Torop hanya berjarak sekitar ± 80 m, dari pangkalan Toga Torop ke pangkalan BT berjarak sekitar ± 20 m, dan dari pangkalan BT ke pangkalan Taman berjarak sekitar ± 200 m.


(21)

Di antara keempat pedagang yang berdagang di pangkalan angkutan kota trayek no. 43 ini, mereka hanya saling mengenal sebatas tahu sama tahu kalau merekalah yang berdagang di pangkalan masing-masing. Tidak pernah terjadi keributan diantara sesama pedagang di pangkalan, karena mereka juga tidak pernah saling tegur sapa dan menurut Ibu Encu mereka sama-sama mencari rezeki di satu tempat yaitu pangkalan angkutan kota trayek no. 43, jadi mereka sama-sama mendapatkan rezeki dari pekerjaan mereka tersebut.

4.1.4 Keadaan Penduduk

Penduduk merupakan subjek dan objek dalam pembangunan suatu daerah serta berperan penting dalam mengelola unsur-unsur alam yang tersedia. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kelurahan Kenangan Maret 2016 jumlah penduduk di Kelurahan Kenangan berjumlah 24.776 jiwa, yang terdiri dari laki-laki berjumlah 11.713 jiwa dan perempuan berjumlah 13.063 jiwa. Penduduk di kelurahan ini terdiri dari warga negara Indonesia atau penduduk pribumi asli. Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)

1. Laki-laki 11.713 47,28

2. Perempuan 13.063 52,72

Jumlah 24.776 100,00

Sumber: Kantor Kelurahan Kenangan, Maret 2016

Pada Tabel 4.4Kelurahan Kenangan dengan jumlah penduduk yang cukup banyak dan tersebar dalam beberapa lingkungan. Berikut data statistik Kelurahan Kenangan berdasarkan lingkungan:


(22)

Tabel 4.5

Jumlah Penduduk berdasarkan Jumlah Lingkungan No. Lingkungan Jumlah Persentase (%)

1 I 2540 Jiwa 10,26

2 II 622 Jiwa 2,51

3 III 2119 Jiwa 8,56

4 IV 2661 Jiwa 10,74

5 V 3034 Jiwa 12,24

6 VI 2801 Jiwa 11,30

7 VII 1692 Jiwa 6,83

8 VIII 3492 Jiwa 14,09

9 IX 3703 Jiwa 14,95

10 X 2112 Jiwa 8,52

Jumlah 24.776 Jiwa 100,00

Sumber: Kantor Kelurahan Kenangan, Maret 2016

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat penyebaran penduduk dari sepuluh lingkungan di Kelurahan Kenangan. Jumlah terbesar terdapat di lingkungan IX yaitu sebanyak 3703 jiwa (14,95%) dari total 24.776 jiwa, disusul lingkungan VIII sebanyak 3492 jiwa (14,09%), lingkungan V sebanyak 3034 jiwa (12,24%), lingkungan VI sebanyak 2801 jiwa (11,30%), lingkungan IV sebanyak 2661 jiwa (10,74%), lingkungan I sebanyak 2540 jiwa (10,26%), lingkungan III sebanyak 2119 jiwa (8,56%), lingkungan X sebanyak 2112 jiwa (8,52%), lingkungan VII sebanyak 1692 jiwa (6,83%), dan yang terakhir lingkungan II sebanyak 622 jiwa (2,51%).

Dengan banyaknya jumlah penduduk di Kelurahan Kenangan ini, tentu juga membuat desa ini terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama. Maka agama yang dianut oleh masyarakat desa ini juga mayoritas beragama muslim. Jumlah rumah ibadah di desa ini didominasi oleh mesjid yaitu berjumlah29 unit yang tersebar di beberapa dusun dan memiliki 8 gereja. Berikut Tabel data jumlah penduduk berdasarkan agama :


(23)

Tabel 4.6

Jumlah Penduduk berdasarkan Agama

No. Agama Jumlah Persentase (%)

1 Islam 14.832 Jiwa 59,87

2 Kristen 9.944 Jiwa 40,13

Jumlah 24.776 Jiwa 100,00 Sumber: Kantor Kelurahan Kenangan, Maret 2016

Berdasarkan data Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Kenangan beragama Islam yakni sebanyak 59,87% dari total jumlah penduduk yakni sebanyak 14.832 jiwa yang ada di desa ini, hanya ada 40,13 % yang beragama Kristen atau sekitar 9944 jiwa, meskipun agama Islam menjadi agama mayoritas, namun tidak menjadikan masyarakat desa ini menjadi masyarakat yang tidak menghargai agama lain.

Mata pencaharian yang ada di desa ini sangat beragam, meskipun dilihat secara geografis desa ini berada pada daerah permukiman padat penduduk, namun masyarakatnya memiliki keberagaman mata pencaharian. Di Kelurahan Kenangan ini terdapat beberapa pangkalan angkutan kota dan juga sektor masyarakat lainnya, namun tidak menjadikan masyarakatnya untuk mencari penghasilan dalam bidang itu saja, banyak masyarakat juga yang mencari pekerjaan diluar lingkungan Kelurahan Kenangan. Berikut data statistik yang di peroleh penulis dari kantor kelurahan:


(24)

Tabel 4.7

Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian No. Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 Pegawai 9268 61,65

2 Pedagang 1994 13.27

3 Sopir 1811 12,05

4 Buruh Kasar 1959 13,03

Jumlah 15.032 100,00

Sumber: Kantor Kelurahan Kenangan, Maret 2016

Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa penduduk di Kelurahan Kenangan ini lebih dominan terhadap mata pencaharian sebagai pegawai yaitu sebanyak 9268 jiwa (61,65%), disusul oleh mata pencaharian sebagai pedagang sebanyak 1994 jiwa (13,27%), mata pencaharian sebagai buruh kasar sebanyak 1959 jiwa (13,03%), dan juga mata pencaharian sebagai sopir sebanyak 1811 jiwa (12,05%). Dari keseluruhan penduduk yang ada di Kelurahan Kenangan ini, hanya terdapat 15.032 jiwa (60,67%) yang terdapat dalam usia produktif untuk dapat bekerja.

4.2 Profil Informan

4.2.1 Sopir Angkutan Kota Rahayu Trayek No. 43 1.Nama : Rothmen Sibagariang

Umur : 50 tahun Pendidikan : SMA Suku : Batak Toba

Bapak Rothmen Sibagariang adalah seorang sopir angkutan kota yang sudah bekerja menjadi sopir kurang lebih selama 19 tahun. Beliau telah menjadi sopir sejak pertama kalinya ada angkutan kota rahayu trayek no. 43. Awalnya


(25)

beliau memiliki angkutan sendiri namun sekarang tidak dan lebih memilih untuk menjadi sopir saja. Beliau membawa angkutan milik Bapak Hutabarat.

Karena Bapak Rothmen membawa angkutan kota milik toke, maka beliau harus menyetor sebesar Rp 100.000,- per harinya dan setoran tersebut sudah termasuk dalam biaya servis angkutan kota yang beliau bawa dan perharinya beliau bisa membawa angkutan kota rahayu trayek no. 43 dalam 4 trip. Dalam setiap trip Bapak Rothmen selalu singgah di pangkalan Bapak Hutabarat, disaat singgah tersebut angkutan yang beliau bawa akan di serahkan ke sopir raun dan sambil menunggu beliau biasanya beristirahat sembari makan dan minum. Bapak Rothmen biasanya selalu membayar biaya makan dan minumnya setelah beliau selesai istirahat dan akan narik angkutan lagi.

Dalam mengatasi saingan di antara para sopir, Bapak Rothmen mengatasinya dengan cara yang sportif, dengan cara sama-sama saling mengerti. Kalaupun terjadi keributan, biasanya hanya terjadi di jalanan saja dan tidak terbawa sampai ke pangkalan.

2. Nama : Angga Syahputra Tobing Umur : 29 tahun

Pendidikan : SMA Suku : Batak

Bapak Angga sudah menjadi sopir angkutan kota sejak tahun 2008, namun beliau bukan termasuk dalam sopir tetap karena terkadang beliau juga mencari pekerjaan lain, dan bekerja sebagai sopir ini hanya dijadikan sebagai pekerjaan


(26)

sampingan. Dalam narik angkutan kota rahayu trayek no. 43 ini, beliau perharinya bisa narik sebanyak 4 – 5 trip dan setoran yang diberikan sebesar Rp 40.000,- dalam setiap tripnya.

Pangkalan Toga Torop adalah tempat yang cocok menurut Bapak Angga untuk beliau sekedar istirahat maupun makan dan minum. Dalam hal pembayaran, beliau biasanya membayarnya langsung, namun jika beliau belum mendapatkan gaji dari hasil narik angkutan, beliau juga sering membayar biaya makan dan minumnya di sore hari atau keesokan harinya. Tidak ada kesepakatan atau perjanjian antara pedagang dan para sopir dalam hal pembayaran, namun Bapak Angga hanya mengutamakan kepercayaan dari pedagang dalam hal berhutang.

3. Nama : Peter Umur : 25 tahun Pendidikan : STM Suku : Batak Toba

Bapak Peter sudah menjadi sopir angkutan kota rahayu trayek no. 43 ini selama 1 tahun, dan beliau selalu membawa angkutan dari Bapak Hutabarat. Bapak Peter ini adalah sopir 1, dimana disetiap angkutan memiliki 2 sopir diantaranya sopir 1 dan juga sopir 2. Sopir 1 memiliki tanggung jawab dalam setiap setoran terhadap pemilik angkutan kotanya.

Dalam seharinya Bapak Peter bisa narik angkutan kota dalam 4 trip, disetiap tripnya beliau selalu berhenti di pangkalan Bapak Hutabarat untuk istirahat sambil makan dan minum. Dalam pemesanan makan dan minum, beliau


(27)

telah meyakinkan pedagang agar beliau dapat membayar biaya makan dan minum di sore hari setelah selesai narik angkutan.

Dalam sehari biaya yang harus disetor kepada pemilik angkutan kota sebesar Rp 100.000,- untuk angkutan jenis espass dan Rp 140.000,- untuk angkutan jenis grandmax dan Bapak Peter membawa angkutan jenis espass. Menurut Bapak Peter, di setiap sopir pasti ada persaingan, namun cara beliau dalam mengatasinya dengan cara membawa mobil angkutan kota dengan pelan-pelan saja, tidak perlu kebut-kebutan dalam perjalanan.

4. Nama : Zulfikar Sihombing Umur : 44 tahun

Pendidikan : SMA Suku : Batak Toba

Bapak Zulfikar adalah seorang sopir angkutan kota yang sudah bekerja selama kurang lebih 25 tahun, namun menjadi sopir angkutan kota rahayu trayek no. 43 ini sudah kurang lebih selama 16 tahun. Beliau membawa angkutan kota kepunyaan toke, jadi dalam seharinya beliau harus menyetor sebesar Rp. 100.000,- .

Pemilik/toke angkutan kota yang dibawa Bapak Zulfikar tidak memiliki warung atau tidak berdagang, jadi beliau bebas untuk memilih pangkalan dan bebas berhenti di pangkalan manapun untuk sekedar istirahat ataupun makan dan minum. Beliau selalu berhenti di pangkalan BT, di pangkalan tersebut yang berdagang adalah Ibu Debora. Di pangkalan, Bapak Zulfikar selalu membayar


(28)

biaya makan dan minum setelah beliau selesai melakukannya, dan tidak jarang teman sesama sopir yang membayar biaya makan dan minum dengan cara berhutang atau membayar mengunggu dari gaji yang di dapat dari narik angkutan kota.

Persaingan di lapangan mungkin saja terjadi diantara sesama sopir yang sedang narik angkutan kota, namun persaingan sesama sopir dengan trayek yang sama tersebut sangat minim menurut Bapak Zulfikar.

5. Nama : H. Purba Umur : 36 tahun Pendidikan : SMA Suku : Batak Toba

Bapak Purba sudah menjadi sopir angkutan kota selama kurang lebih 10 tahun. Beliau selalu berhenti di pangkalan Toga Torop, bukan dikarenakan pemilik angkutan yang beliau bawa berada di pangkalan tersebut, namun beliau lebih dominan di pangkalan tersebut dan merasa lebih nyaman.

Setoran yang diberikan kepada toke dalam perharinya sebesar Rp 150.000,- karena Bapak Purba membawa angkutan jenis grandmax terbaru. Dalam sehari beliau bisa narik angkutan kota rahayu trayek no. 43 sebanyak 5-6 trip, tetapi dalam 6 trip tersebut ada 2 sopir yang membawa 1 angkutan kota. Pembagian uang setoran diantara sopir 1 dan sopir 2 sebesar Rp. 40.000,- per trip tidak termasuk biaya bensin.


(29)

Kepercayaan yang dimiliki pedagang menjadi modal utama bagi para sopir termasuk Bapak Purba dalam pembayaran yang dilakukan setelah beliau mendapatkan uang dari hasil narik angkutan. Bapak Purba memesan makan, minum dan juga rokok di pangkalan Toga Torop ini, tetapi tidak selalu membayarnya secara langsung, beliau membayar setelah mendapatkan uang dari hasil narik angkutan.

6. Nama : Anton Siregar Umur : 34

Pendidikan : SMP Suku : Batak Toba

Bapak Anton sudah bekerja sebagai sopir selama 20 tahun dan selalu membawa angkutan kota trayek no. 43. Namun dalam 20 tahun menjadi sopir trayek no. 43, beliau sudah membawa angkutan kota milik dari beberapa toke dan beberapa jenis angkutannya dan juga berhenti di pangkalan mana saja yang menurutnya nyaman. Bapak Anton juga sering berganti toke selama 3 – 6 bulan sekali. Selain menjadi sopir angkutan kota trayek no. 43, Bapak Anton juga sering membawa angkutan sebagai sewaan atau direntalkan antar kota.

Bapak Anton membawa angkutan milik toke dengan jenis angkutan kota espass dengan setoran Rp 100.000 dalam seharinya. Tidak jarang juga ada perselisihan paham diantara Bapak Anton dan toke angkutan yang beliau bawa, namun beliau mengatasinya dengan cara berganti toke di keesokan harinya, dan itu adalah hal sangat wajar terjadi menurut beliau.


(30)

Untuk mengatasi terjadinya persaingan antara sopir di jalanan, Bapak Anton juga mengatasinya dengan cara mengalah, namun juga terkadang beliau bisa melawan sopir yang lainnya jika sopir tersebut juga tidak mau mengerti kondisi di jalanan. Bapak Anton lebih memilih untuk mengalah karena beliau membawa angkutan kota milik toke dan tidak mau terjadi sesuatu di jalanan yang mengakibatkan kerusakan dengan angkutan kota yang dibawanya.

4.2.2 Pedagang Pangkalan

1. Nama : St. Debora Sitorus, SE Umur : 53 tahun

Pendidikan : S1

Suku : Batak Toba

Ibu Debora adalah seorang pedagang yang berdagang di pangkalan BT, beliau berdagang ditemani oleh suaminya yang juga sebagai sopir di sore hari. Beliau sudah berjualan di pangkalan tersebut selama 5 tahun dengan alasan beliau berdagang di pangkalan BT karena memiliki angkutan kota sebanyak 8 angkutan dan juga beliau bisa mengontrol sopir dengan angkutan yang beliau miliki.

Sistem pembayaran di pangkalan BT sudah di atur oleh Ibu Debora, beliau menetapkan sistem pembayaran yang harus dilakukan dalam setiap harinya, dan sopir yang berhenti dipangkalan BT tidak boleh berhutang lebih dari 1 (satu) hari. Sistem pembayaran tersebut juga sudah di sepakati oleh para sopir.

Karena yang berhenti dipangkalan BT ini lebih dominan diisi oleh sopir-sopir yang membawa angkutan kota milik Ibu Debora, jadi sopir-sopir-sopir-sopir tersebut


(31)

sudah diwajibkan untuk berhenti di pangkalan BT ini. Dalam pemilihan sopir yang membawa angkutan miliknya, beliau juga menilai sopir-sopir dari gimana cara sopir tersebut membawa angkutan kota, tidak ada hubungan khusus untuk menjadi sopir angkutan miliknya hanya sebatas saling mengenal antara beliau dan juga sopir tersebut.

2. Nama : L. Toga Torop Umur : 45 tahun Pendidikan : SMA Suku : Batak Toba

Bapak Toga telah membuka warung yang digunakan sebagai pangkalan angkutan kota rahayu trayek no. 43 ini selama 11 tahun. Sebelum berdagang di pangkalan ini, beliau sebelumnya pernah berdagang ditempat lain selama 1 tahun yang digunakan juga sebagai pangkalan angkutan kota trayek no. 43, namun kondisi warungnya lebih kecil dibandingkan warung yang sekarang yang lebih luas dengan fasilitas yang lebih lengkap.

Alasan Bapak Toga memilih berdagang dan membuka pangkalan karena beliau awalnya menjadi sopir angkutan kota juga dan beliau juga memiliki banyak teman yang mendukung beliau untuk membuka pangkalan. Di pangkalan Bapak Toga ini terdapat tempat tidur untuk sopir beristirahat, dan juga meja bilyard untuk sopir yang ingin mengisi waktunya saat menunggu angkutannya di bawa sopir lain.


(32)

Dalam sistem pembayaran makan dan minum para sopir yang berhenti di pangkalan Bapak Toga, beliau mengijinkan para sopir untuk membayar biaya makan dan minum dalam waktu beberapa hari atau setelah para sopir memiliki uang hasil dari narik angkutan kota. Sistem pembayaran dengan cara hutang tersebut dibuat Bapak Toga sebagai pelayanan yang diberikannya kepada para sopir. Tidak jarang ada sopir yang tidak membayar biaya makan dan minum dan tidak datang lagi di pangkalan beliau dikeesokan harinya.

3. Nama : Encu Umur : 45 tahun Pendidikan : SMA Suku : Jawa

Ibu Encu sudah berdagang di pangkalan taman selama kurang lebih 20 tahun. Di pangkalan taman terdapat 2 pedagang dan salah satunya adalah Ibu Encu. Tidak ada kesepakatan antara Ibu Encu dan para sopir dalam melakukan pembayaran, namun Ibu Encu memberi kepercayaan kepada setiap sopir yang berhenti di pangkalan taman tersebut.

Rasa kepercayaan yang timbul kepada para sopir dikarenakan sopir-sopir yang berhenti di pangkalan taman adalah sopir tetap yang sudah setiap harinya berhenti di pangkalan tersebut. Tidak jarang ada sopir yang berhutang sampai berhari-hari, namun Ibu Encu tetap mempercayai sopir-sopir yang berhutang tersebut karena mereka tetap berhenti di pangkalan taman setiap harinya.


(33)

Pedagang-pedagang yang berdagang di setiap pangkalan semuanya saling mengenal, namun mereka hanya sebatas kenal karena sama-sama berdagang di pangkalan. Tidak pernah ada terjadi keributan diantara para pedagang, karena pedagang membebaskan sopir-sopir untuk beristirahat, makan dan minum di pangkalan manapun sesuai dengan pergaulan dari para sopir.

4.2.3 Pemilik Angkutan Kota Rahayu Trayek No. 43 1. Nama : Hutabarat

Umur : 49 tahun Pendidikan : Sarjana Suku : Batak Toba

Bapak Hutabarat adalah seorang pedagang yang berada di salah satu pangkalan angkutan kota rahayu trayek no. 43. Pangkalan tersebut diberi nama pangkalan Hutabarat, karena selain Bapak Hutabarat dan istrinya yang berdagang dipangkalan tersebut, beliau juga memiliki angkutan kota rahayu trayek no. 43 sebanyak 12 unit angkutan. Awalnya bapak Hutabarat dan istri hanya menyewa tempat untuk membuka warung dan karena beliau juga memiliki angkutan kota trayek no. 43, maka tempat berjualan tersebut juga dijadikan pangkalan. Bapak Hutabarat telah berjualan dipangkalan selama 2 tahun.

Selama 2 tahun Bapak Hutabarat berjualan dan menjadi pemilik angkutan kota, Bapak Hutabarat mewajibkan sopir angkutannya untuk berhenti di pangkalan di tempat beliau berjualan. Namun, para sopir tidak semuanya mengikuti peraturan pemilik angkutan. Untuk menjadi sopir angkutan kota yang


(34)

dimiliki Bapak Hutabarat, beliau tidak memiliki syarat khusus untuk menjadi sopir angkutannya, beliau menjadikan sopir tersebut sebagai sopir yang membawa angkutan kota miliknya karena beliau sedah mengenal orang-orang yang akan menjadi sopirnya tersebut.

2. Nama : Alek Wernat S Umur : 44 tahun Pendidikan : D3

Suku : Batak Toba

Bapak Alek sudah bekerja sebagai sopir angkutan kota sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun di angkutan kota rahayu trayek 43 ini sudah sejak tahun 1994. Setelah menjadi sopir bertahun-tahun, beliau juga memiliki angkutan kota rahayu trayek no. 43 sebanyak 3 angkutan.

Dalam pemilihan sopir yang akan membawa angkutan dari Bapak Alek tersebut juga terdapat syarat khusus, salah satunya adalah yang sehat dan tidak memakai narkoba. Orang-orang yang menjadi sopir angkutannya hanyalah orang yang sudah beliau kenal saja, dan biasanya hanya tetangga-tetangga disekitar rumah beluai yang beliau sebut sebagai WTS (Warga Tetangga Sebelah).

Di pangkalan tamanlah Bapak Alek selalu beristirahat, makan dan minum, dan beliau telah menentukan kepada sopir yang membawa angkutannya untuk selalu berhenti di pangkalan taman disaat selesai narik angkutan untuk beristirahat, makan dan minum serta angkutan yang dibawa juga bisa diraunkan oleh sopir raun yang ada dipangkalan taman ini. Bapak Alek telah menetapkan


(35)

biaya setoran angkutan sebesar Rp 140.000,- untuk angkutan jenis grandmax dan Rp 100.000,- untuk angkutan jenis espass.

4.3 Interpretasi Data

4.3.1 Bentuk Hubungan Sosial Ekonomi Sopir dengan Pedagang Pangkalan Sosial ekonomi adalah sesuatu hal atau aktivitas yang menyangkut seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dalam hal pemenuhan kebutuhan hidupnya (ekonomi). Hubungan sosial ekonomi di pangkalan angkutan kota menyangkut ciri/kondisi serta kegiatan atau aktivitas antara sopir dengan pedagang panngkalan dalam melakukan segala usaha dengan cara bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuk hubungan sosial ekonomi sopir dengan pedagang pangkalan terbagi dalam dua bentuk, yaitu: bentuk hubungan sosial dan bentuk hubungan ekonomi.

4.3.1.1 Bentuk Hubungan Sosial dalam Kedekatan Emosional

Sopir dan pedagang pangkalan dalam kehidupan sehari-hari memiliki kedekatan yang cukup baik. Dimana para sopir akan membutuhkan pangkalan untuk singgah pada saat merasa lelah dan mengganti trip dengan sopir yang lain dan tentu pasti akan membeli barang dagangan yang ada di pangkalan. Sedangkan para pedagang di pangkalan akan membutuhkan sopir untuk membeli barang dagangannya dengan memberikan tempat sebagai pangkalan untuk para sopir beristirahat. Dalam pengamatan yang penulis temui di pangkalan angkutan kota trayek 43 ini adanya kedekatan yang membuat sopir-sopir dengan pedagang saling bercanda, dan tidak jarang pula di antara keduanya berargumentasi saling


(36)

berteriak dengan kata-kata kasar namun akhirnya mereka saling tertawa di akhir argumentasi mereka. Dalam hal pembayaran biaya makan dan minum sopir juga sering membuat pedagang bersuara keras dan kasar karena kurangnya uang yang diberikan sopir, namun pedagang tersebut membenarkan kembali biaya makan dan minum dari para sopir. Hal inilah yang dinamakan adanya hubungan sosial ekonomi diantara para sopir dan pedagang pangkalan.

Hubungan sosial ekonomi antara sopir dengan pedagang pangkalan dalam bentuk sosialnya terjadi di pangkalan dengan kegiatan diantara keduanya yang saling berkaitan dan memiliki hubungan timbal balik.

Hal ini seperti yang disampaikan Bapak Angga (Sopir Angkutan Kota):

“ya hubungan pedagang sama sopir ya baik, hubungan sodara sih gak ada, kita dekatnya ya gitu aja karna dulu pernah jadi bos saya dulu, jadi abang ini kan banyak dia buka usaha, bilyard, jadi dia buat pangkalan gini ya saya ngerasa cocok sama dia, saya duduk disinilah, kawan-kawan juga banyak yang duduk disini, angkot yang saya bawa pun gak ada dia punya warung, lagian kita sopir ini kan gak bisa yang harus dipaksain untuk harus berenti dimana, nyaman ajalah gitu”

Hal ini juga disampaikan Bapak Anton (Sopir Angkutan Kota):

“kita kan sebatas langganan, satu, kedua lagi kita kadang satu pangkalan gitu misalnya lebih dekat kita sama yang jualan itu, ada masalah kita misalnya udah langsung enak ikut campur orang itu sama kita ngebantu kita gitu, tapi kalau ganti-ganti pangkalan kan kata orang itu, ah kadang kesana kadang kesini ada juga kata-kata gitu kan gitu, kalo 1(satu) pangkalan udah langsung fokus kan gitu”

Hal serupa juga disampaikan Ibu Debora (Pedagang Pangkalan dan Pemilik Angkutan Kota):

“tapi karna udah orang-orang sini setiap hari disini udah jadi sodara semua, ada memang sodaranya yang bawa mobilnya, tapi yah itu udah jarang, jadi mayoritas orang lain lah jadinya yang bawa mobilnya, kalo mau jadi sopir motor orang mana aja pun kita terima, tapi kan harus kita nilai juga lah orangnya yang gimana, kita kan udah kenal dia kan udah lama kenal gitu baru kita liat kek mana bawa motor ugal-ugalan apa tidak, ada kriterianya yang dinilai untuk bawa angkot kita”


(37)

Dari penuturan ketiga informan di atas, didapatkan data bahwa bentuk hubungan sosial ekonomi antara sopir dengan pedagang tercipta sebagai akibat dari adanya hubungan timbal balik yang terjadi dipangkalan antara sopir dengan pedagang pangkalan. Dengan demikian hubungan timbal balik antara sopir dan pedagang pangkalan ini di pandang sebagai bentuk hubungan sosial ekonomi yang memiliki hubungan kedekatan emosional antara sopir dengan pedagang pangkalan serta pemilik angkutan kota yang juga sebagai pedagang di pangkalan angkutan kota.

4.3.1.2 Bentuk Hubungan Ekonomi : Ikatan Sopir dengan Pedagang Pangkalan

Hubungan sosial ekonomi antara sopir dengan pedagang pangkalan tidak hanya sebatas antara sopir dan pedagang saja, namun ada pedagang yang sebagai pemilik angkutan kota juga. Tidak jarang ada pemilik angkutan kota yang mewajibkan sopirnya untuk berhenti di warung yang dimiliki yang dibuat sebagai pangkalan. Sebagai pemilik angkutan kota dan pedagang pangkalan sudah pasti mewajibkan sopirnya untuk berhenti di pangkalan tempat pemilik angkutan kota tersebut berdagang. Seperti dalam pengamatan yang penulis temui di salah satu pangkalan yang pedagangnya juga memiliki angkutan kota. Sopir yang membawa angkutannya selalu berhenti di pangkalannya tersebut setiap harinya setelah narik angkutan satu rute, sopir-sopir makan, minum, merokok, dan juga bermain kartu di pangkalan tersebut. Hubungan diantara sopir dan pedagang yang juga sebagai pemilik angkutan terlihat begitu dekat dengan terdengarnya perbincangan yang menggunakan bahasa daerah mereka dan terlihat serius.


(38)

Dengan mewajibkan sopir berhenti di pangkalan tempat pemilik angkutan kota tersebut berdagang, terjadi adanya ikatan diantara sopir dan pedagang pangkalan yang juga pemilik angkutan kota.

Hal ini seperti yang disampaikan Bapak Rothmen (Sopir Angkutan Kota):

“iya saya duduk nunggu mobil, makan - minum, istirahat gitulah disini, pangkalan Hutabarat namanya, memang umumnya kalo pemilik angkot memiliki pangkalan dan diwajibkan sopirnya berenti disini, ya walaupun pemilik angkot tidak mewajibkan kita untuk makan disini, tidak ada keterikatan, bebas, mau makan bakso di seberang pun gak papa, bebas, intinya kita berenti disinilah kan kita bawa mobil punya toke jadi kita nyerahin setoran juga gampang kalo kita duduk disini”

Hal yang sama juga disampaikan Bapak Peter (Sopir Angkutan Kota):

“ya kita kan pangkalan disini, motor orang ni yang dibawa, ya berenti disinilah, kebetulan toke dari angkot yang saya bawa dia yang jualan disini, dia yang buka pangkalan ini jadi kita disuruhnyalah kalo berenti disini biar bisa angkot tadi di bawa sama sopir raun terus kita istirahat disini kan mesan makan lah kita, beli rokok disini, nanti malam siap kita narek kita kasi setoran sama toke kan”

Hubungan sopir dengan pedagang pangkalan juga tidak hanya sebatas pedagang yang juga sebagai pemilik angkutan kota, namun di pangkalan lainnya juga terdapat pedagang yang tidak memiliki angkutan kota. Dari data yang penulis peroleh dari informan, didapati bahwa para pedagang yang juga sebagai pemilik angkutan kota pada umumnya memiliki ketentuan untuk sopirnya berhenti di pangkalan tempat pemilik angkutan kota berdagang. Perbedaannya hanya terletak pada pedagang yang memiliki angkutan kota dan yang tidak memiliki, jadi adanya perbedaan dalam bentuk hubungan sosial ekonominya.

Hal ini disampaikan Bapak Zukfikar (Sopir Angkutan Kota):

“ya pada umumnya iya begitulah, di pangkalanlah, dimana kita yang sor, kalau tokenya yang punya warung harus, kalo tokenya gak punya warung ya bebas dimana warungnya, dimana yang kita mau, kalo yang gak punya warung ya tokenya, kalo punya warung ya harus disitu dikedenya,


(39)

kebetulan toke saya gak disini gak ada warungnya jadikan bebas kan, tokenya punya warung barulah diwajibkan berenti disitu”

Hal yang serupa juga disampaikan Bapak Hutabarat (Pemilik Angkutan Kota dan Pedagang Pangkalan):

“sopir yang berenti disini gak cuma sopir yang bawa angkot saya aja, tergantung sopirnya juga, tergantung pergaulan dia juga, kita bisa percaya sama dia karna dia udah sering disini kan, jadi kita udah bisa percaya, ya tergantung pergaulan kita juga”

Dari penuturan informan-informan diatas, didapati bahwa sopir yang hanya berhenti di pangkalan karena tidak adanya hubungan toke atau pedagang. Hubungan sosial ekonomi yang terjadi antara sopir dan pedagang pangkalan hanya sebatas hubungan ikatan antara sopir dengan pedagang pangkalan serta pemilik angkutan kota yang juga sebagai pedagang di pangkalan angkutan kota. Sopir yang membawa angkutan kota milik pemilik angkutan kota yang tidak memiliki warung dibebaskan untuk berhenti di pangkalan sesuai dengan kenyamanan dari masing-masing sopir.

Temuan data terkait dengan penelitian Agustina (2010) mengenai keadaan sosial ekonomi pengemudi angkutan umum di Kota Malang yang mana bentuk pola transaksi antara sopir dengan pemilik berlangsung secara kekeluargaan. Di dalam transaksi tersebut berisi kesepakatan-kesepakatan dimana antara sopir dan pemilik saling memperoleh keuntungan. Para sopir bebas bernegoisasi dengan para pemilik, akan tetapi setiap pemilik angkot mempunyai ketentuan yang berbeda dalam setiap transaksi. Bagi sopir sekaligus pemilik angkot, mereka tidak terikat transaksi.


(40)

Hal yang sama juga terjadi di pangkalan angkutan kota trayek 43, yang mana pedagang pangkalan yang juga memiliki angkutan kota ada yang mewajibkan sopirnya untuk berhenti di pangkalan tempatnya berdagang. Namun bagi pemilik angkutan kota yang tidak memiliki dagangan di pangkalan membebaskan sopirnya untuk berhenti di pangkalan manapun sesuai dengan kenyamanan si sopir berada.

4.3.2 Unsur Pereket Keterlekatan Hubungan Sopir dengan Pedagang Pangkalan

Keterlekatan menurut Granovetter, dalam Damsar (2009) merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat (embedded) dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung diantara para aktor. Ini tidakhanya terbatas pada tindakan aktor individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti penetapan harga dan institusi-institusi ekonomi yang semuanya terpendam dalam suatu jaringan hubungan sosial. Granovetter membedakan dua bentuk keterlekatan, yaitu: keterlekatan relasional dan keterlekatan struktural.

Keterlekatan relasional merupakan tindakan ekonomiyang disituasikan secara sosial dan melekat (embedded) dalam jaringan sosialpersonal yang sedang berlangsung diantara para aktor. Konsep disituasikan secarasosial bermakna tindakan ekonomi terjadi dalam suatu aktivitas ekonomi yangberhubungan dengan orang lain atau dikaitkan dengan individu-individu lain. Misalnyatindakan ekonomi dalam hubungan pelanggan antara penjual dan pembelimerupakan suatu bentuk keterlekatan relasional.


(41)

Keterlekatan struktural adalah keterlekatan yang terjadi dalam suatu jaringan hubungan yang lebih luas, bisa merupakan institusi atau struktur sosial. Misalnya keterlekatan struktural yang terdapat pada fenomena ekonomi dari pasar swalayan. Pasar merupakan suatu struktur sosial dimana terdapat pola interaksi antara pengusaha swalayan dengan karyawan, pemasok, dan pembeli dalam aktivitas perdagangan terdapat aturan main.

Contohnya jika ingin membawa suatu barang kerumah, maka pembeli harus terlebih dahulu membayarnya dikasir. Fenomena ekonomi dari pasar swalayan tersebut merupakan bentuk keterlekatan struktural dari suatu aktivitas ekonomi, karena dalam aktivitas ekonomi pasar swalayan ini melibatkan jaringan hubungan yang lebih luas seperti komunitas. Setiap orang dalam komunitas memiliki status dengan peranannya masing-masing. Unsur perekat keterlekatan hubungan antara pedagang di pangkalan dengan sopir angkutan kota antara lain dapat dilihat dari dua unsur yaitu: secara ekonomi dan secara sosial.

4.3.2.1 Unsur Ekonomi

Dalam unsur ekonomi, perekat keterlekatan hubungan antara pedagang pangkalan dengan sopir angkutan kota adalah terletak pada jaringan formal dan jaringan informal. Jaringan formal adalah sesuatu yang direncanakan dan disetujui atasnya. Contohnya hubungan antara pedagang Pasar Bengkel dengan sopir angkutan kota tercipta sebagai akibat dari adanya hubungan perjanjian atau kontrak antara pedagang Pasar Bengkel dengan pihak perusahaan angkutan kota. Dalam penelitian ini, di pangkalan angkutan kota trayek 43 juga terjadi adanya hubungan formal di antara para sopir dan pedagang pangkalan yang juga memiliki


(42)

angkutan kota yang mana sopir diharuskan untuk berhenti di pangkalan tempat si pemilik angkutan kota berdagang.

Jaringan informal adalah ikatan-ikatan yang spontan dan fleksibel diantara anggota-anggota yang dituntun oleh perasaan-perasaan dan kepentingan pribadi yang tidak dapat dipertahankan oleh kegiatan formal. Di pangkalan angkutan kota trayek 43 ini, sopir angkutan kota yang pemilik angkutannya tidak memiliki pangkalan maka mereka akan berhenti di pangkalan manapun sesuai dengan kenyamanaa yang dirasakan oleh sopir.

4.3.2.1.1 Terletak pada Jaringan Formal : Perjanjian Antara Sopir dan Pedagang Pangkalan

Menurut Dalton (1959:219; dalam Damsar, 1997:53) formal berarti sesuatu yang direncanakan dan disetujui atasnya. Intinya, dalam jaringan formal hubungan struktural antara pedagang pangkalan dengan sopir tersebut tercipta bukanlah semata-mata melalui ikatan-ikatan yang spontan dan fleksibel di antara para anggota-anggotanya (pedagang dengan sopir) melalui perasaan-perasaan dan kepentingan pribadi, melainkan melalui ikatan-ikatan yang direncanakan dan disetujui oleh pemilik angkutan (pemilik angkutan tempat sopir berkerja) dengan pedagang atau singkatnya melalui perjanjian.

Hal ini disampaikan Bapak Rothmen (Sopir Angkutan Kota):

“yaiyalah, iya pada saat itu juga cash, pembayarannya cash gitu, ada yang hutang memang kawan-kawan karena belum dapat uangnya, tapi artinya malamnya harus dibayar, kadang kan sopir ini gak tentu yang kita dapat, ya gitu aja kita jelaskan sama yang jualan, dibilanglah nanti lah ku bayar ya belum dapat lagi aku ini, gitu aja iya lah kata orang itu”


(43)

Hal ini juga disampaikan Bapak Hutabarat (Pemilik Angkutan Kota dan Pedagang Pangkalan):

“ya kalo itu iya udah pasti, angkot kita udah pasti berenti disini ... ya memang kita bilang, ya berenti disinilah karna angkot kan angkot sini, kita gitukan juga sama sopirnya, jadi sopir raunnya juga kan bisa bawa angkotnya dari sini, bisa makan juga disini terus sopir itu kan bisa istirahat juga dia disini, enggak pun dia makan biasanya mesan minum atau beli rokok ajanya dia udah gitu nanti malam sopir juga balekkan angkot kan juga disini terus sopir kasih setoranlah”

Hal senada juga disampaikan Bapak Anton (Sopir Angkutan Kota):

“iya selalu disini, selalu disini, kadang mau juganya kadang kesana cuman jarang karena sekali-sekali misalnya jumpa sama kawan dipanggil kawan woi sini dulu mangkal dulu awak situ ngomong, tapi kalo sebenarnya mangkalnya tetap disini karena mobil yang dibawa punya ibu ini yang jualan ini”

Dari penuturan informan-informan diatas, didapatkan data bahwa hubungan antara pedagang pangkalan dengan sopir angkutan kota tercipta sebagai akibat dari adanya hubungan perjanjian atau kontrak antara pedagang dengan sopir angkutan kota. Dengan demikian, hubungan kontrak atau perjanjian antara pedagang dengan sopir angkutan kota ini dipandang sebagai perekat yang menyatukan individu-individu secara bersama kedalam suatu sistem yang terpadu. Selain itu, melalui jaringan formal ini (yang terbentuk melalui perjanjian), pedagang dan sopir angkutan kota tidak hanya menjadi bagian dari proses reorganisasi yang lebih luas, akan tetapi secara vertikal organisasi yang terintegrasi melalui hubungan perjanjian ini telah merampingkan hierarki para sopir. Sebab dengan adanya hubungan ini, pertukaran informasi dan sumber daya dapat di lakukan tanpa memerlukan adanya pembagian atau desentralisasi kekuasaan.


(44)

4.3.2.1.2 Terletak pada Jaringan Informal : Rasa Saling Membutuhkan antara Sopir dengan Pedagang Pangkalan

Hubungan pedagang pangkalan dengan sopir angkutan kota juga tidak terlepas dari jaringan informal. Jaringan informal adalah ikatan-ikatan yang spontan dan fleksibel diantara anggota-anggota yang dituntun oleh perasaan-perasaan dan kepentingan pribadi yang tidak dapat dipertahankan oleh kegiatan formal (Dalton, 1959:219; dalam Damsar, 1997:53). Oleh karena itu, jaringan formal dengan jaringan informal tidak dapat terlepas dari tindakan ekonomi pedagang pangkalan.

Dalam pengamatan yang penulis temui di pangkalan angkutan kota trayek 43 ini adanya rasa saling membutuhkan antara sopir dengan pedagang pangkalan yang terjadi secara langsung yang mana disaat sopir datang setelah selesai narik angkutan maka pedagang langsung datang menghampiri sopir yang sudah kelelahan dan langsung duduk di tempat yang sudah disediakan dengan mengantarkan segelas es berasa dan juga rokok. Disisi lain terdapat sopir yang langsung duduk sambil menjerit memesan nasi lengkap dengan lauk dan minuman es berasa yang segera disediakan oleh pedagang. Hal ini yang dinamakan adanya rasa saling membutuhkana antara sopir dengan pedagang pangkalan.

Dari data yang penulis peroleh dari para informan, didapati bahwa para pedagang umumnya hampir menggunakan strategi yang hampir sama, yaitu menarik sopir agar tetap berhenti di pangkalan tempat para pedagang. Perbedaanya hanya terletak pada besar atau kecilnya jumlah balas jasa yang diberikan pedagang kepada sopir angkutan kota melalui strategi yang telah


(45)

ditetapkan pedagang tersebut serta rasa saling membutuhkan antara sopir dan pedagang pangkalan.

Hal ini disampaikan Ibu Encu (Pedagang Pangkalan):

“kalo udah langganannya disini ya sini orang ni, tergantung langganannya juga, kek sana langganannya laen sini laen ... ya karna dia tetap disini lah, yah namanya orang jualan pasti ada kesalnya lah sama pelanggan, tapi kan di samping itu karna dia tetap disini juga kan, jadi ya tetap juga kalo orang ni belum dapat uang ya orang ni bayarnya nanti lah katanya, mau di paksa bayar pun orang ni belum dapat uang kan”

Hal yang sama juga disampaikan Ibu Debora (Pedagang Pangkalan dan Pemilik Angkutan Kota):

”saya juga punya angkot, punya usaha angkot, kalo misalkan apa otomatis ya pakek pangkalanlah supaya bisa sekalian mengontrol ... iya, jadi sopir yang bawa angkot saya ya saya wajibkan berenti disini, kalo gak disini nanti saya pecat aja lah jadi sopir saya”

Dari penuturan kedua informan diatas, didapati bahwa dalam jaringan informal ini, juga terdapat keterlekatan dalam tindakan ekonomi yang dilakukan oleh pedagang dengan sopir angkutan kota. Keterlekatan ini terlihat dari ikatan-ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprositas.Hasil penelitian yang terkait dengan rasa saling membutuhkan terdapat dalam penelitian Rudi (2016) mengenai hubungan sosial antara pedagang pengumpul dengan perajin batu bata di Tenayan Raya Pekanbaru mengatakan bahwa tingginya tingkat ketergantungan antara perajin batu bata dan pedagang pengumpul karena di dasarkan sama-sama mempunyai kepentingan. Kepentingan ini di maksudkan bahwa perajin batu bata mendapatkan jaminan dalam segi pemasaran hasil produksi apabila selesai proses produksi dan bantuan dalam memenuhi kebutuhan hidup di tinjau dari segi peminjaman uang kepada pedagang pengumpul. Sedangkan pedagang pengumpul mendapatkan keuntungan dari perajin yaitu hasil produksi


(46)

batu bata hanya di jual kepadanya walaupun dengan harga kesepakatan bersama namun terkadang ada juga harga di tentukan oleh pedagang pengumpul. Selain itu adanya pinjaman yang di berikan oleh pedagang pengumpul kepada perajin sehingga pedagang pengumpul mendapat keuntungan dari bunga pinjaman yang di berikan kepada perajin.

4.3.2.2 Unsur Sosial

Dalam unsur sosial, perekat keterlekatan hubunganantara pedagang dengan sopir angkutan kota dapat dilihat dari tindakan sopir dengan pedagang selama berinteraksi sehari-hari. Bentuk keterlekatan ini seperti terlihat ketika dalam sistem pembayaran biaya makan dan minum sopir di pangkalan, pedagang memberikan waktu kepada sopir untuk mereka membayar biaya makan dan minum setelah mendapatkan hasil dari narik angkutan kota dan tidak pernah dipaksakan untuk membayar di saat itu juga.

Dalam pengamatan yang penulis temui di pangkalan angkutan kota 43 ini adanya sopir yang sedang makan siang dan setelah selesai makan sopir tesebut langsung membayarnya. Di pangkalan lainnya juga terdapat sopir yang makan, minum dan meminta rokok tetapi tidak membayarnya secara langsung dan pedagang sudah memaklumi tindakan tersebut walaupun terkadang ada rasa kesal yang timbul akibat terlalu lama membayar. Akan tetapi pedagang tetap memberikan kepercayaan setiap kalinya sopir memesan makan dan minum di pangkalan tersebut.


(47)

Tindakan demikian dilihat penulis sebagai wujud dari adanya rasa kepercayaan pedagang dengan sopir akibat adanya hubungan yang intensitasnya tinggi, seperti seringnya bertatap muka, berbicara berbagai hal yang dilakukan sehari-hari dan menjadi terbiasa sehingga menimbulkan rasa kepercayaan diantara pedagang dengan sopir angkutan kota.

Hal ini disebutkan Bapak Purba (Sopir Angkutan Kota):

“itu kepercayaan orang itu, itu pribadi orang itu, ini istilahnya kalo kita kalo apa karna udah lama kita disini, turun aja kita udah datang teh tanpa minta istilahnya, karna kebiasaan kita minum teh manis ya datang kan turun kan disini duduk teh manis kebiasaan kita teh manis, tapi udah dicatat dipembukuan gitu, malam bayar kalo ada uang kalo gak ada uang besok, gak ada uang besok, besok, nah gitu karna udah langganan”

Hal ini juga disampaikan Bapak Alek (Pemilik Angkutan Kota):

“ada yang bon, ada yang kontan, itu tergantung individu, kalo individunya bagus, ya itu di kasih aja. Gak ada meyakinkan, saling percaya, kalo memang manusia kamu ya kasih kalo bukan manusia kamu anjing gak usah kasih dah”

Hal yang sama juga disampaikan Ibu Encu (Pedagang Pangkalan):

“pembayarannya bagus, yang bandel ada juga bandel, yang bagus ada juga bagus, ada hutang dua hari, ada tiga hari gitu, namanya kita jualan ya pasti ada orang yang hutang, ya karena dia tetap disinilah kita percaya sama dia gitu, udah jadi langganan kita setiap hari disini kan”

Dari perkataan informan-informan diatas, diperoleh data bahwa pedagang menggunakan sistem keterlekatan dalam hal pembayaran biaya makan dan minum di pangkalan sebagai pengikat hubungan antara pedagang dengan sopir angkutan kota. Berdasarkan penjelasan informan tersebut lah maka dapat dikaitkan dengan pandangan Polanyi yang mengajukan tiga tipe proses ekonomi yaitu :


(48)

1. Resiprositas, menunjuk pada gerakan di antara kelompok-kelompok simetris yang saling berhubungan. Terjadi apabila hubungan timbal balik antara individu-individu sering dilakukan.

2. Redistribusi merupakan gerakan appropriasi yang bergerak ke arah pusat kemudian dari pusat didistribusikan kembali.

3. Pertukaran, proses ekonomi yang berlangsung antara “tangan-tangan” di bawah sistem pasar. Dalam pasar dilakukan aktivitas perdagangan dengan menggunakan uang sebagai alat pertukaran.

Dari ketiga tipe proses ekonomi yang diutarakan oleh Polanyi penulis menggunakan konsep keterlekatan dari Polanyi yaitu resiprositas dan pertukaran. Karena hal ini dapat langsung terlihat dalam hubungan sopir dan pedagang pangkalan di pangkalan angkutan kota trayek 43. Selama penulis melakukan penelitian di pangkalan, penulis melihat adanya hubungan yang memiliki intensitas tinggi antara sopir yang setiap hari harus narik tentu akan berada dipangkalan juga setiap hari dengan pedagang pangkalan yang memang juga berjualan setiap hari sehingga membuat adanya hubungan timbal balik dari kedua belah pihak.

Penulis berdasarkan hasil observasi melihat bahwa keduanya melakukan hubungan timbal balik disaat para sopir tersebut berhenti dan memilih bersistirahat di salah satu pangkalan tersebut dan biasanya ini dilakukan dalam sehari bisa 3 kali berhenti. Penulis melihat jika sopir bisa berhenti setiap hari 2-3 kali di pangkalan yang sama tentu hal ini dikarenakan adanya hubungan timbal balik, jika tidak pasti tidak akan terjadi hal seperti ini.


(49)

Hubungan yang tejadi adalah dimana sopir yang dilihat sebagai pembeli merasa puas dan terlayani dengan baik sesuai dengan kebutuhannya sehingga dia akan kembali lagi ke pangkalan tersebut, dan pastinya pedagang pangkalan juga memberi pelayanan yang baik dan juga fasilitas dikarenakan ingin terus mendapatkan pelanggan yang akan memberikan keuntungan kepadanya. Dalam hal pemesanan makanan atau minuman dan juga kegiatan lain menimbulkan terjadinya proses pertukaran diantara sopir dan pedagang pangkalan dengan alat pertukaran jenis uang.

Oleh karena itu jelas bahwa teori keterlekatan yang di jelaskan oleh Polanyi juga terjadi dalam hubungan antara sopir dan pedagang pangkalan angkutan trayek 43. Dengan memiliki hubungan keterlekatan yang kuat kedua individu ini terus menjalin hubungan sosial ekonomi yang lebih kuat tidak hanya sebatas hubungan ekonomi tetapi sudah meluas menjadi hubungan sosial dan emosional.

4.3.3 Strategi Pedagang dalam Mempertahankan Keberadaan Sopir di Pangkalan

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-rinsip pelaksaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan bersama.


(50)

Snel dan Staring dalam Resmi Setia (2005:6) mengemukakan bahwa strategi bertahan adalah sebagai rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh individu dalam rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi. Melalui strategi ini seseorang bisa berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat pengurangan kuantitas dan kualitas barang atau jasa.

Cara-cara individu menyusun strategi dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat, sistem kepercayaan dan jaringan sosial yang dipilih, termasuk keahlian dalam mobilitas sumber daya yang ada, tingkat keterampilan, kepemilikan asset, jenis pekerjaan, status gender dan motivasi pribadi. Nampak bahwa jaringan sosial dan kemampuan memobilitas sumber daya yang ada termasuk didalamnya mendapatkan kepercayaan dari orang lain membantu individu dalam menyusun strategi bertahan hidup.

Edi Suharto (2003) menyatakan strategi bertahan dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:

1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi. 2. Strategi pasif, yaitu dengan mengurangi pengeluaran.

3.Strategi jaringan, membangun relasi baik formal maupun informal.

Dalam penelitian ini yang di gunakan para pedagang dalam mempertahankan keberadaan para sopir yaitu dengan menciptakan keterlekatan melalui strategi bertahan yakni strategi aktif dan strategi jaringan.


(51)

4.3.3.1Strategi Aktif : Mengoptimalkan Segala Potensi untuk Menarik Minat Para Sopir Untuk Singgah

Strategi aktif yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi yang ada. Strategi ini sangat penting dalam melakukan aktualisasi kegiatan hidup atau pekerjaan dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas hidupnya melalui suatu proses yang ditempuh menurut potensi yang tersedia dan pemanfaatan potensi untuk mencapai tujuan hidup. Suatu keluarga cenderung ada satu anggota keluarga yang aktif secara ekonomi, tetapi ada juga keluarga yang melibatkan lebih banyak anggota keluarga untuk bekerja agar menambah penghasilan yang diperoleh.

Maka dalam penelitian ini penulis melihat bahwa para pedagang berusaha dengan baik menggunakan potensi yang ada untuk menarik minat para sopir untuk bisa singgah di pangkalannya.

1. Failitas Yang Lengkap

Para pedagang memanfaatkan potensi yang ada untuk menyediakan tempat yang nyaman atau bisa disebut dengan fasilitas yang lengkap. Hal ini sesuai dengan pendapat para informan:

Hal ini disampaikan Bapak Alek (Pemilik Angkutan Kota):

“tergantung individunya, kemudian dia pande begaul, istilahnya dia bisa mengajak aku mau buka pangkalan disana, disana kita ya makan ya minum, ya itu tergantung karna gaul kita sama tetangga atau sama kawan-kawan sopir ... tergantung kenyamanan, istilahnya kalau saya disana duduk gak nyaman ngapain, karena istilahnya ada gini pangkalan ini ada 4, yang lokasi sana tukang sabu, contoh tukang narkoba, disini gak ada narkoba terpaksa saya kan lebih nyaman disini lah kan gitu”


(52)

Hal yang sama juga di sampaikan Bapak Hutabarat (Pedagang Pangkalan dan Pemilik Angkutan Kota):

“sopir itu akan memilih tempat untuk beristirahatnya kan dek karena sesuai dengan apa yang dia inginkan, jadi kami sebagai pemilik usaha pangkalan berusaha dengan baik menarik minat para sopir dengan cara dan tenaga kami lah, ya kayak aku kubuat lah ada tempat untuk tidurnya dan makanannya yang bisa dimakan atau bisa disebut enak lah masakannya serta pelayanan juga. Jadi mereka akan bisa istirahat juga dia disini, enggak pun dia makan biasanya mesan minum atau beli rokok ajanya dia udah gitu nanti malam sopir juga balekkan angkot kan juga disini terus sopir kasih setoranlah”

Dari penuturan informan-informan diatas, dapat diketahui bahwa terdapat strategi aktif yang memanfaatkan seluruh potensi mereka dalam menarik minat sopir untuk tetap berada di pangkalan tempatnya berdagang. Strategi ini dilakukan pedagang agar sopir tetap singgah untuk makan dan minum atau hanya sekedar beristirahat menikmati apa yang telah disediakan oleh pedagang di pangkalan. Hal ini dapat terlihat dari dokumentasi yang di peroleh penulis sebagai berikut:

Gambar 4.1


(53)

Menurut hasil pengamatan penulis bahwa fasilitas ini cukup menarik minat para sopir. Selain itu dari pengamatan penulis juga di pangkalan angkutan kota trayek 43 ini terdapat fasilitas yang cukup untuk menghibur sopir disaat sudah lelah setelah selasai narik angkutan kota. Fasilitas tersebut diantaranya ada bilyard, catur, kartu domino, dam batu serta tempat yang terbuat dari papan yang dibuat seperti tempat tidur yang cukup untuk menampung 3-4 orang sopir yang ingin menghilangkan rasa lelahnya setelah makan dan minum sambil menunggu angkutan kotanya dibawa oleh supir yang lainnya.

Setiap orang tentu akan merasa nyaman jika berada di lokasi atau tempat yang bagus baik dilihat secara fasilitasnya maupun pelayanannya. Begitu juga yang dirasakan oleh para sopir di pangkalan. Mereka akan memilih singgah dipangkalan yang menurut mereka tempat itu memberikan kenyamanan dalam hal fasilitas untuk mereka beristirahat. Seperti yang penulis amati di pangkalan angkutan kota trayek 43 terdapat beberapa sopir yang sedang beristirahat sambil minum dan merokok mereka bermain bilyard, catur dan kartu, namun ada juga sopir yang sedang tertidur dengan lelapnya di tempat yang telah tersedia di pangkalan.

Hal ini disampaikan Bapak Angga (Sopir Angkutan Kota):

“karena disini yang enak tempatnya, mau istirahat bisa kita tidur disediain tempat kan, mau main dam batu disediain sama abang ini, ada bilyard juga, nyaman kita ajalah dek, kalo yang lain gak nyaman disini ya dia mangkal di tempat yang lain lah. ya kalo sopirnya nyaman di pangkalan ini, ya pasti duduk disini ajalah, tergantung dengan sopirnya juga, dimana sopirnya itu nyaman dia duduknya, enak dia rasanya bekawan disitu kan, ya pasti dia pasti disitulah mangkalnya, gak ada ditentukan itu dek mau duduk dimana kecuali toke dia buka pangkalan juga kan, itu pun toke gak bisa maksa kita juga, terserah kita lah”


(54)

Hal ini juga disampaikan Ibu Debora (Pedagang Pangkalan dan Pemilik Angkutan Kota):

“yah kalo disini orang ini ya kek gini, itu ada orang itu yang maen catur, ada yang cuma ngeliatin aja, kita buat juga tempat untuk orang ini biar bisa tidur, kan capek orang ini kan dek jadi otomatis butuh tempat untuk istirahat walau hanya sebentar jadi ya kami buat lah tempat yang bisa menarik mereka untuk singgah”

Dari keterangan informan diatas, dapat diketahui bahwa adanya strategi aktif dengan menyediakan fasilitas di pangkalan menjadikan hubungan antara sopir dan pedagang pangkalan terasa akrab. Hal yang sama juga terkait dalam penelitian Agustina (2010) mengenai keadaan sosial ekonomi pengemudi angkutan umum Kota Malang, yang mana dari hasil penelitiannya strategi adaptasi yang dilakukan para sopir angkutan kota agar tetap survive dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti ngetem, putar balik, dan menambah kapasitas penumpang. Selain itu, strategi adaptasi itu dilakukan keluarga sopir angkot untuk penambah pemasukan.

2. Pelayanan yang Maksimal

Dalam hubungan sosial ekonomi sopir dengan pedagang pangkalan terjadi kerjasama dan keterlekatan, yang dapat membentuk suatu strategi yang dibuat oleh pedagang pangkalan dalam mempertahankan keberadaan sopir di pangkalan. Strategi bertahan tersebut dilakukan pedagang dengan memberikan pelayanan yang maksimal. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar si pelanggan kembali datang ke tempat mereka. Begitu juga yang dirasakan oleh para sopir di pangkalan. Mereka akan memilih singgah dipangkalan yang menurut mereka tempat itu


(55)

memberikan pelayanan yang baik tanpa harus membeda-bedakan mereka satu sama yang lain.

Gambar 4.2

Pedagang Langsung Mendatangi Sopir ke Tempat Duduk

Pada Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa para sopir tidak harus capek mendatangi pedagang pangkalan, karena pedagang pangkalan yang akan langsung datang untuk menanyakan apa yang mereka butuhkan atau bahkan untuk meminta rokok pun dengan sigap para pedagang akan langsung datang ke kursi para supir. Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara dengan beberapa informan: Bapak Toga (Pedagang Pangkalan):

“kita kalau mereka udh datang akan terus melayani mendatangi kursi mereka untuk menanyakan apa yang mereka butuhkan dek, kalau soal pembayaran ada yang cash, ada yang hutang. ada yang bayar sore, mau nanti sekali sehari dua hari gitu, nanti sekali seminggu, ada juga yang apa kadang kalau kira-kira sikit-sikit aja yang pigi pindah ntah kemana, ada juga gitu ... nggak termasuk kerjasama sopir, cuma pelayanan kita aja,


(56)

soalnya kita itu udah banyak, kalo ada yang motornya 10 buka pangkalan dia, belum tentu lebih rame dari kita, hah ini 1 nya motorku kan, nah itu termasuk pelayanan juga lah”

Hal ini disampaikan Bapak Purba (Sopir Angkutan):

“iya berenti disini, karena disini pangkalan kita, gak diwajibkan karna pangkalan ini kan banyak ini 43 ini disini disamping ini pun ada (sambil menunjuk ke arah kanan), disamping ini ada (sambil menunjuk ke arah kiri) gitu, jadi yah terserah kita mau berenti dimana, aku nyaman aku disini, kadang kalo belum dapat uang kan belom bisa lah aku bayar makan ku minum, besoknya bayar kalo dapat uang aku, kalo gak ada besoknya ya besoknya lagi”

Dari penuturan informan-informan diatas, dapat diketahui bahwa dengan adanya pelayanan yang maksimal yang diberikan oleh pedagang pangkalan memberikan dampak yang besar untuk sopir berhenti di pangkalan tempat pedagang tersebut berjualan. Penelitian Syafruddin (2002) yang melakukan penelitian mengenai strategi perusahaan transportasi darat dalam meningkatkan kualitas pelayanan bus kota di Jakarta, menjelaskan bahwa manajemen kualitas transportasi perlu dikembangkan melalui rumusan pembenahan perusahaan transportasi perkotaan agar kualitas pelayanan bus kota menjadi lebih baik.

Oleh karena itu dukungan berbagai stakeholder sangat di butuhkan sehingga akan mengakomodasi berbagai kepentingan dari setiap stakeholder di bidang transportasi khususnya bus kota PPD berdasarkan kondisinya pada saat itu.Dalam penelitiannya Syafruddin melihat adanya tiga faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan bus kota adalah rendahnya tarif bus kota, rendahnya kualitas SDM, dan rendahnya kesejahteraan pegawai PPD.


(57)

4.3.3.2 Strategi Jaringan : Mendorong Para Sopir dalam Membangun Jaringan di Kalangan Sopir

Strategi Jaringan yaitu menjalin relasi baik formal maupun informal dan lingkungan sekitar. Menciptakan, megembangkan, dan menjaga hubungan sosial yang telah membentuk suatu jaringan sosial berfungsi untuk memudahkan anggota-anggotanya memperoleh akses ke sumber daya ekonomi yang tersedia di lingkungannya.Jaringan sosial terjadi karena manusia pada hakikatnya tidak dapat berhubungan dengan semua manusia yang ada. Hubungan yang menjadi terbatas pada beberapa orang tertentu, setiap orang akan memilih dan mengembangkan hubungan sosial yang terbatas totalnya.

Para pedagang sadar bahwa tidak akan mampu berinteraksi secara langsung dengan berbagai sopir yang lain, sehingga para pedagang sebatas mendorong para sopir untuk membentuk jaringan dikalangannya. Dengan adanya jaringan sosial yang biasa di dasari oleh kesamaan etnis atau agama tentu akan membuat para sopir akan menjadi akrab maka dengan begitu jika satu sopir berhentinya di pangkalan tertentu dan dirasakannya pangkalan tersebut memberikan fasilitas baik serta pelayanan yang baik pula maka para sopir akan mengajak jaringannya untuk berhenti dipangkalan yang sama tentu dengan begitu akan terus bertambah langganan di pangkalan tersebut. Hal ini terbukti dari hasil wawancara dengan beberapa informan:

Bapak Alek (Pemilik Angkutan Kota):

“tergantung individunya, kemudian dia pande begaul, istilahnya dia bisa mengajak aku mau buka pangkalan disana, disana kita ya makan ya minum, ya itu tergantung karna gaul kita sama tetangga atau sama kawan-kawan sopir, kalau yang bawa angkot saya yah saya suruh berenti disini dulu lah siap narek, jumpai saya dulu, minum dulu kan karena saya juga disini”


(58)

Hal yang sama juga disampaikan Bapak Peter (Sopir Angkutan Kota):

“karena pangkalan disini, jadi kalau ada kawan yang manggil gitu kita suruh lah duduk disini aja, kita bilang lah disini aja mangkalnya duduk sini kita gabung maen kartu,main catur. Tetapi kita juga sesuaikan lah dengan pribadi temen kita itu, kan gak mungkin kalau dia muslim kita ajak ke pangkalan yang bukan muslim pasti lah kawan kita itu gak mau”.

Hal ini disampaikan Bapak Purba (Sopir Angkutan):

“kita berenti disini, karena disini pangkalan yang menurut aku nyaman dan enak lah untuk jadi tempat istirahat. Ya tidak semua sopir lah berhenti disini, kan gak diwajibkan karna pangkalan 43 ini disini banyak jadi yah terserah kita mau berenti dimana, aku nyaman aku disini, kadang kalo belum dapat uang kan belom bisa lah di bayar makan minum, besoknya bayar kalo dapat uang. Terus karena aku udah nyaman jadi kalau ada kawan yang aku kenal dan ku pikir juga dia mirip aku yang suka uangnya kurang atau kawan yang butuh tempat istirahat yang lebih enak ya pasti aku ajak kemari lah, udah banyak lah kami para sopir yang saling ngajak kawan untuk singgah di masing-masing pangkalan. Kan enak aja dek kalau kita bisa istirahat sama kawan sendiri yang udah bisa paham kita juga”.

Dari penuturan beberapa informan di atas, dapat diketahui bahwa terjadi hubungan sosial yang baik antara para sopir angkutan trayek 43 sehingga para pedagang pangkalan memanfaatkannya untuk mendorong terbangunnya jaringan sosial diantara para sopir. Jaringan sosial yang didasari pada beberapa hal salah satunya adalah kesamaan suku membuat jaringan antar sopir menjadi kuat, dengan begitu dampak lanjutannya adalah para pedagang memanfaatkan ini untuk mencari pelanggan baru untuk singgah di pangkalannya. Pedagang melihat bahwa sopir yang berada di satu kelompok yang sama baik itu karena suku atau marga yang sama pasti akan mengajak temannya untuk singgah di pangkalan yang sama dengannya. Hal ini dikarenakan para sopir juga akan merasa nyaman jika berada di tempat yang sama dengan teman yang dapat memahami mereka.


(59)

Berdasarkan hasil pengamatan penulis dan hasil observasi di pangkalan, penulis melihat hal ini menjadi bagian dari strategi yang dilakukan oleh para pedagang untuk menarik minat para sopir untuk singgah di pangkalannya. Strategi jaringan ini dapat terjadi di pangkalan manapun yang sopirnya merasa nyaman berada di pangkalan tersebut dan mengajak serta teman-teman sesama sopir untuk berada satu pangkalan dengannya.


(60)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan dan pemaparan hasil penelitian dibab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

1. Bentuk hubungan sosial ekonomi antara pedagang pangkalan dengan sopir angkutan kota terbagi atas dua bentuk yaitu bentuk hubungan sosial dan bentuk hubungan ekonomi. Dalam bentuk hubungan sosial, terbentuknya hubungan sosial ekonomi dilihat dari kedekatan emosional antara sopir angkutan kota dengan pedagang pangkalan. Dalam bentuk hubungan ekonomi, terbentuknya hubungan sosial ekonomi dilihat dari ikatan antara sopir angkutan kota dengan pedagang pangkalan.

2. Unsur-unsur perekat tersebut terlihat dari unsur ekonomi dan unsur sosial. Dalam unsur ekonomi, perekat keterlekatan hubungan antara sopir angkutan kota dengan pedagang pangkalan adalah terletak pada jaringan formal dan jaringan informal. Dalam unsur sosial, perekat keterlekatan hubunganantara sopir angkutan kota dengan pedagang pangkalan dapat dilihat dari bentuk kepercayaan antara sopir angkutan kota dengan pedagang pangkalan.

3. Strategi pedagang dalam mempertahankan keberadaan sopir di pangkalan terdapat dalam 2(dua) bentuk yaitu strategi aktif dan strategi jaringan. Dalam strategi aktif, pedagang melakukan upaya agar sopir tetap berada di pangkalan dengan memberikan pelayanan yang maksimal dan fasilitas yang lengkap agar sopir tetap berada di pangkalan tersebut. Dalam strategi jaringan, pedagang berupaya mengajak teman-teman sopir atau sopir dengan


(61)

sesama sopir untuk saling mengajak agar berada di satu pangkalan dengan yang sama dengan mereka.

5.2 Saran

1. Untuk sopir angkutan kota bisa menjalin hubungan sosial yang lebih erat, tidak hanya sebatas hubungan pembeli dengan penjual. Karena dari hubungan sosial akan muncul sikap keterlekatan.

2. Untuk pedagang agar terus menciptakan strategi yang lebih baik lagi agar terus menarik minat para sopir angkutan kota untuk tetap singgah dipangkalan tempatnya berdagang.


(1)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang...1

1.2Rumusan Masalah...6

1.3Tujuan Penelitian...6

1.4Manfaat Penelitian...6

1.4.1 Manfaat Teoritis...7

1.4.2 Manfaat Praktis...7

1.5Definisi Konsep...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterlekatan...11

2.2 Sosial Ekonomi...13

2.3 Pedagang Pangkalan...15


(2)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian...20

3.2 Lokasi Penelitian...20

3.3 Unit Analisis dan Informan...21

3.3.1 Unit Analisis...21

3.3.2 Informan...21

3.4 Teknik Pengumpulan Data...22

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer...22

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder...23

3.5 Interpretasi Data...24

3.6 Keterbatasan Penelitian...25

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian...26

4.1.1 Lokasi Penelitian...26

4.1.2 Sarana dan Prasana Desa...27

4.1.2.1Sarana Pendidikan...28

4.1.2.2Sarana Kesehatan...29

4.1.2.3Sarana Pangkalan Angkutan Kota...30

4.1.3 Pangkalan Angkutan Kota Rahayu Trayek No. 43...30

4.1.4 Keadaan Penduduk...34


(3)

4.2.3 Pemilik Angkutan Kota Rahayu Trayek No. 43...46 4.3 Interpretasi Data...48

4.3.1 Bentuk Hubungan Sosial Ekonomi Sopir dengan Pedagang Pangkalan...48 4.3.1.1Bentuk Hubungan Sosial dalam Kedekatan Emosional...48 4.3.1.2Bentuk Hubungan Ekonomi : Ikatan Sopir dengan Pedagang Pangkalan...50 4.3.2 Unsur Perekat Keterlekatan Hubungan Sopir dengan Pedagang

Pangakalan...53 4.3.2.1Unsur Ekonomi...54 4.3.2.1.1 Terletak pada Jaringan Formal : Perjanjian antara

Sopir dengan Pedagang Pangkalan...55 4.3.2.1.2 Terletak pada Jaringan Informal : Rasa Saling

Membutuhkan antara Sopir dengan Pedagang Pangkalan...57 4.3.2.2 Unsur Sosial...59 4.3.3 Strategi Adaptasi Pedagang dalam Mempertahankan Keberadaan Sopir

di Pangkalan...62 4.3.3.1Strategi Aktif : Mengoptimalkan Segala Potensi untuk Menarik

Minat Para Sopir untuk Singgah...64 4.3.3.2Strategi Jaringan : Mendorong Para Sopir dalam Membangun Jaringan di Kalangan Sopir...70


(4)

BAB IV PENUTUP

5.1 Kesimpulan...73

5.2 Saran...74

DAFTAR PUSTAKA...75


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Sarana Pendidikan Formal di Kelurahan Kenangan...29

Tabel 4.2 : Sarana Kesehatan di Kelurahan Kenangan...29

Tabel 4.3 : Sarana Pangkalan Angkutan Kota di Kelurahan Kenangan...30

Tabel 4.4 : Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin...34

Tabel 4.5 : Jumlah Penduduk berdasarkan Jumlah Lingkungan...35

Tabel 4.6 : Jumlah Penduduk berdasarkan Agama...36


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 : Salah Satu Fasilitas yang Disediakan adalah Permainan Catur...65 Gambar 4.2 : Pedagang Langsung Mendatangi Sopir ke Tempat Duduk...68