Karakterisasi Ekstrak Daun Hemigraphis colorata Sebagai Dye Pada Dye Sensitized Solar Cell

(1)

KARAKTERISASI EKSTRAK DAUN HEMIGRAPHIS COLORATA

SEBAGAI DYE PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL

SKRIPSI

SRI ITA ALEMINA KEMBAREN 100801065

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KARAKTERISASI EKSTRAK DAUN HEMIGRAPHIS COLORATA

SEBAGAI DYE PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SRI ITA ALEMINA KEMBAREN 100801065

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Karakterisasi Ekstrak Daun Hemigraphis colorata Sebagai Dye Pada Dye Sensitized Solar Cell

Kategori : Skripsi

Nama : Sri Ita Alemina Kembaren

Nomor Induk Mahasiswa : 100801065

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika

Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Februari 2015 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Tulus Ikhsan Nasution, S.Si, M.Sc

NIP. 19740716200812 1 002 NIP. 19551129198703 2 001 Dra. Manis Sembiring, M.Si

Disetujui Oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

NIP. 19551030198003 1 003 Dr. Marhaposan Situmorang


(4)

PERNYATAAN

KARAKTERISASI EKSTRAK DAUN HEMIGRAPHIS COLORATA

SEBAGAI DYE PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2015

SRI ITA ALEMINA KEMBAREN 100801065


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Allah Bapa yang bertahta dalam kerajaan surga, begitupula Anak-Nya yang tunggal, Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia dan penyertaan yang telah diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Karakterisasi Ekstrak Daun

Hemigraphis colorata sebagai Dye pada Dye Sensitized Solar Cell”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan juga kampus USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan mendapatkan pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga.

Begitupula kepada Dekan FMIPA USU, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc beserta para staf pegawai, dan kepada Bapak Dr. Marhaposan Situmorang beserta staf pegawai Departemen Fisika, penulis mengucapkan terima kasih atas sarana dan prasarana yang telah diberikan selama menjalani perkuliahan di kampus FMIPA USU.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya ditujukan kepada : 1. Ibu Dra. Manis Sembiring, M.Si selaku Dosen Pembimbing I, dan Bapak Dr.

Tulus Ikhsan Nasution, S.Si, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing II yang tak pernah berhenti dan bosan untuk membimbing , memberi saran, solusi, serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Kepala Laboratorium Kimia Analisis PTKI, Bapak Drs. Surman Brahmana dan Ibu Meriahni Silalahi, S.T yang telah memberikan izin dan membantu penulis selama melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Analisis PTKI. Begitu pula dengan para asisten Laboratorium Kimia Analisis (Elva Sinaga dan Anita Sirait), penulis mengucapkan terima kasih atas bantuannya.

3. Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Fisika S-1 yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama masa perkuliahan.

4. Kepada Physics Inside 2010; Desy, Melisa Tarigan, Baginda Hellbin, Roulina, Fransiskus, Wiharja, Rika, Sahat, Anthony, Maisyarah, Juan, Rony, Edi, Maizal, Riki E., Ikhwan, Ataran, Samuel, Anto, Lamhot beserta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk kebersamaan selama ini. Bersama kalian, penulis mendapatkan keluarga baru yang selalu memberikan koreksi diri untuk menjadi lebih baik. Dan sangat bersyukur bisa memiliki kalian, Physics Inside 2010. Hope Be Physics Inside ever after !!

5. Kepada Ikatan Mahasiswa Fisika (IMF) selaku tempat penulis mendapatkan keluarga di Fisika USU dan juga mendapatkan banyak pengalaman berharga. Dan juga kepada Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) yang memberikan penulis keluarga baru, kebersamaan, dan pengalaman yang sangat berharga.

6. Kepada Abang/ kakak senior Mahasiswa Fisika, adik-adik stambuk 2011 (Eman, Nova, Desy, Ancela, David Hutajulu, Ilham, Iwan, Parasian, Lilis, Trisno, Russel, dkk), stambuk 2012 (Andrianus, Ivo, Eny, Ivan, Rina, dkk), stambuk 2013 (Physics Glory : Ria, Kristin, Tahi, Kristian, Samuel, Rini,


(6)

Mey, Yanti, Niko, Sri, Royi, Sahat, Elfrida, Gibson, dkk) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.

7. Kepada keluarga besar penulis (Keluarga Sembiring Kembaren dan Tarigan Gerneng) yang selalu mendukung penulis. Terkhusus untuk Ueno, Bang Neil, Pak Tengah, Eda Anna, Kak Juli, dan Mama Uda yang selalu memberikan semangat dan nasehat kepada penulis.

8. Kepada kedua Abang tercinta (Franky Ardi Nije Kembaren dan Billy Hizkya Kembaren), yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis. Tak banyak kata yang bisa penulis ucapkan. Terima kasih sudah menjadi abang terbaik selama bersama penulis.

9. Terakhir untuk kedua orangtua tercinta, penulis haturkan terima kasih dan hormat sebesar-besarnya. Kepada mereka, penulis persembahkan skripsi ini sebagai ucapan terima kasih untuk segalanya. Untuk Mamak tersayang (Ibu R. Br Tarigan) yang selalu memberikan rasa sayang, motivasi dan nasehat yang tak pernah habis. Dan untuk Bapak (Bapak S.R. Kembaren), terima kasih sudah menjadi ayah terbaik dalam hidup penulis.

Serta kepada seluruh sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan penulisan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, dan penulis berharap agar skripsi ini dapat dikembangkan lagi menjadi lebih baik.

Hormat Penulis,


(7)

KARAKTERISASI EKSTRAK DAUN HEMIGRAPHIS COLORATA

SEBAGAI DYE PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL

ABSTRAK

Telah dilakukan karakterisasi ekstrak daun Hemigraphis colorata sebagai dye

pada Dye-Sensitized Solar Cel (DSSC). DSSC merupakan suatu prototype yang dapat mengubah energi cahaya menjadi energi listrik yang tersusun dari elektroda kerja (dye - semikonduktor TiO2- elektrolit) dan elektroda lawan (karbon). Kedua

elektroda tersebut dilapiskan pada sepasang substrat kaca konduktif. Adapun ekstrak daun Hemigraphis colorata sebagai dye dikarakterisasi secara optik, yaitu dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR. Kedua hasil karakterisasi tersebut menunjukkan bahwa daun tersebut mengandung gugus fungsi flavonoid yang mampu menyerap cahaya tampak pada spektrum panjang gelombang 564,5 nm dan 403,0 nm. Dalm hal ini, substrat kaca konduktif yang digunakan merupakan substrat TCO homemade. Substrat TCO homemade

tersebut dibuat dari substrat kaca biasa yang dilapisi larutan konduktif SnCl4.5H2O menggunakan metode spray coating. Dan pasta TiO2 dilapiskan pada

substrat TCO homemade dengan teknik doctor-blade dan kemudian direndam dalam dye dengan variasi waktu. Sel surya yang disinari dengan cahaya matahari mampu mengkonversi energi cahaya menjadi listrik dengan efisiensi sel surya sebesar 0,4943%. Intensitas cahaya yang diberikan sebesar 0,18655 W/m2 pada area aktif seluas 3,5 cm2. Oleh karena itu, ekstrak daun Hemigraphis colorata

berpotensi baik sebagai dye pada DSSC.

Kata Kunci : sel surya, DSSC, Hemigraphis colorata, dye, semikonduktor TiO2,


(8)

CHARACTERIZATION LEAF EXTRACT OF HEMIGRAPHIS COLORATA

AS DYE FOR DYE SENSITIZED SOLAR CELL

ABSTRACT

The characterization of Hemigraphis colorata leaf extract has been performed as dyes in Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). DSSC is a prototype that can convert solar energy become electrical energy which is composed of the work electrode (dyes- semiconductor TiO2- electrolyte) and the counter electrode. The two

electrodes were superimposed on a pair of conductive glass substrate. The dye have been characterized optically using UV-Vis Spechtrophotometer and FT-IR. The results showed that the leaves contain flavonoid functional groups that could absorb visible light at wavelength spectrum of 564,5 nm and 403,0 nm. In this case, conductive glass substrate used a homemade TCO substrate. Homemade TCO substrate was made of ordinary glass substrate coated with a conductive solution of SnCl4.5H2O using spray coating method. And TiO2 paste was coated

on a homemade TCO substrate by doctor-blade technique and then soaked in the dye with variation of time. The solar cells were irradiated with sunlight capable of converting solar energy into electrical energy with efficiency of 0,4943%. The light intensity of 0,18655 W/m2 falled on the active area of 3.5 cm2. Therefore, Hemigrpahis colorata leaf extract had good potential as dye in DSSC.

Keywords : solar cell, DSSC, Hemigraphis colorata, dye, semiconductor TiO2,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xiii

Bab 1. Pendahuluan

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Rumusan Masalah 4

1.3.Batasan Masalah 5

1.4.Tujuan Penelitian 5

1.5.Manfaat Penelitian 5

1.6.Tempat Penelitian 5

1.7.Sistematika Penelitian 6

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1.Hemigraphis colorata 7

2.1.1.Flavonoid 8

2.2.Sel Surya Fotovoltaik 11

2.2.1.Prinsip Kerja Sel Surya Konvensional Silikon 11

2.2.2.Performansi Sel Surya 13

2.2.2.1. Karakteristik I-V Fotovoltaik 13 2.2.2.2. Fill Factor dan Efisiensi Kuantum 14

2.3.Dye-Sensitized Solar Cell 15

2.3.1.Umum 15

2.3.2.Struktur DSSC 15

2.3.3.Prinsip Kerja DSSC 17

2.3.4.Material DSSC 20

2.3.4.1. Substrat DSSC 20

2.3.4.2. Layer Oksida Nanopori DSSC 20

2.3.4.3. Elektrolit 23

2.3.4.4. Katalis Counter Elektroda 23

2.3.4.5. Zat Pewarna (Dyes) 24

2.3.5.Flavonoid sebagai dye 24

2.3.6.Perakitan DSSC 26

2.3.6.1. Persiapan Substrat 26

2.3.6.2. Persiapan Larutan TiO2 dan Counter Elektroda 27


(10)

2.3.6.4. Annealing dan Sintering Titania Elektroda 30 2.3.6.5. Ekstraksi Dye dan Pewarnaan Titania Elektroda 31 2.3.6.6. Menumpuk Elektroda dan Penambahan Elektrolit 31

2.4.Karakterisasi DSSC 31

2.4.1.Spektrofotometer UV-Vis 32

2.4.2.Karakterisasi FTIR 32

Bab 3. Metode Penelitian

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 34

3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 34

3.2.1.Peralatan 34

3.2.1.1. Preparasi Larutan Dye 34

3.2.1.2. Pembuatan Transparent Conducitive Glass (TCO) 35 3.2.1.3. Preparasi Pasta Oksida TiO2 35

3.2.1.4. Preparasi Larutan Elektrolit 35 3.2.1.5. Preparasi Counter Elektroda Karbon 36

3.2.1.6. ASSEMBLY DSSC 36

3.2.1.7. Pengujian Karakterisasi Gugus Fungsi Ekstrak

Hemigraphis colorata 37

3.2.1.8. Pengujian Absorbsi Dye 37

3.2.1.9. Pengujian Sel Surya 37

3.2.2.Bahan 37

3.3 Prosedur Penelitian 38

3.3.1.Preparasi Sampel 38

3.3.1.1. Preparasi Larutan Dye 38

3.3.1.2. Pembuatan Transparent Conducitve Glass (TCO) 38 3.3.1.3. Preparasi Pasta Oksida TiO2 40

3.3.1.4. Preparasi Larutan Elektrolirt 40 3.3.1.5. Preparasi Counter Elektroda Karbon 41

3.3.2.ASSEMBLY DSSC 42

3.3.3.Pengujian DSSC 43

3.3.3.1. Pengujian Karakterisasi Gugus Fungsi Ekstrak

Hemigraphis colorata 43

3.3.3.2. Pengujian Absorbsi Dye 43

3.3.3.3. Pengujian Sel Surya 44

3.4 Diagram Alir Penelitian 45

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1.Hasil Analisis Ekstrak Daun Hemigraphis colorata 46 4.1.1.Hasil Analisis Gugus Fungsi Ekstrak Daun Hemigraphis

colorata 46

4.1.2.Hasil Analisis Absorbsi DyeHemigraphis colorata 48

4.2.Karakterisasi I-V Sel Surya 50

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1.Kesimpulan 57


(11)

Daftar Pustaka 59


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

1.1 Penelitian DSSC yang Pernah Dilakukan Sebelumnya 3

2.1 Sifat Berbagai Golongan Flavonoid 9

2.2 Efisiensi DSSC TiO2 dengan Berbagai Macam Dye 22

2.3 Ciri Spektrum Golongan Flavonoid Utama 24 4.1 Identifikasi Gugus Fungsi dari Ekstrak Daun Hemigraphis colorata 47 4.2 Performansi Dye Sensitized Solar Cell dengan Menggunakan Ekstrak

Daun Hemigraphis colorata dengan Variabel Jarak Sumber Cahaya dengan DSSC dan Variabel Substrat yang Digunakan 53 4.3 Pengukuran Tegangan dan Arus Keluaran DSSC di bawah Cahaya


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Sambang Getih (Hemigraphis colorata (Hall).F) 7

2.2 Kerangka Dasar Senyawa Flavonoid 9

2.3 Struktur Sel Surya Silikon p-n Junction 12

2.4 Skema Kerja Sel Surya Silikon 13

2.5 Karakteristik Kurva I-V pada Sel Surya 13

2.6 Struktur Dye Sensitized Solar Cell 16

2.7 Susunan Sandwich Layer dar DSSC 17

2.8 Ilustrasi Proses Fotokatalis 18

2.9 Skema Kerja dari DSSC 18

2.10 Struktur Kristal dari TiO2Anatase 21

2.11 Spektrum Cahaya Matahari 22

2.12 Struktur Sianidin 25

2.13 Beberapa Cara Memperisapkan Counter Elektroda 27

2.14 Doctor-blade Technique 28

2.15 Electro-spinning Technique 29

2.16 Susunan elektroda yang akan dilapisi 29

2.17 Screen Printing Technique 30

3.1 (a) Pengambilan Ekstrak Daun Hemigraphis colorata 38 (b) Penyaringan dye yang telah disimpan selama 24 jam 38 3.2 Kaca preparat yang telah menjadi Kaca Konduktif ataupun Substrat TCO

handmade 39

3.3 (a) Pembuatan Binder dengan Menggunakan Hot Plate dan Magnetic

Stirrer 40

(b) Pembuatan Pasta TiO2 dalam Mortar 40

3.4 Larutan Elektrolit yang Disimpan dalam Botol Tetes 41 3.5 Substrat TCO handmade yang telah dilapisi Counter Elektroda Karbon 41 3.6 Desain Lapisan Pasta TiO2 pada Substrat TCO handmade 42

3.7 (a) Kedua Substrat Siap untuk disatukan dan menjadi Sel Surya 43

(b) Sel Surya siap untuk diuji 43

3.8 Pengujian Karakterisasi Absorbsi Dye dengan menggunakan Shimadzu UV-Visible Recording Spectrophotometer UV-160A 43 3.9 Skema Rangkaian Listrik Pengujian Sel Surya 44 3.10 (a) Pengujian Sel Surya di bawah Cahaya Lampu Pijar 44 (b) Pengujian Sel Surya di bawah Cahaya Matahari 44 3.11 Diagram Alir Penelitian Pembuatan DSSC 45 4.1 Spektrum FT-IR dari Ekstrak Daun Hemigraphis colorata 46 4.2 Grafik UV-Vis dari Dye Ekstrak Daun Hemigraphis colorata dengan

Pelarut Methanol 48

4.3 Grafik UV-Vis dari Dye Ekstrak Daun Hemigraphis colorata dengan


(14)

4.3a Kurva Karakteristik I-vs-V untuk DSSC dengan perendaman ½ jam dan

menggunakan substrat TCO homemade 50

4.3b Kurva Karakteristik I-vs-V untuk DSSC dengan perendaman 1 jam dan

menggunakan substrat TCO homemade 51

4.3c Kurva Karakteristik I-vs-V untuk DSSC dengan perendaman 2 jam dan

menggunakan substrat TCO homemade 51

4.3d Kurva Karakteristik I-vs-V untuk DSSC dengan perendaman 2 jam dan menggunakan substrat ITO dari Sigma-Aldrich 52


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Grafik dan Data hasil FT-IR dari Ekstrak daun Henigraphis colorata 63

2 Tabel Daerah Gugus Fungsi pada IR 64

3 Tabel Data UV Vis dari Dye Ekstrak Daun Hemigraphis colorata dengan

Pelarut Methanol 65

4 Grafik UV Vis dari Dye Ekstrak Daun Hemigraphis colorata dengan

Pelarut Methanol 65

5 Tabel Data UV Vis dari Dye Ekstrak Daun Hemigraphis colorata dengan

Pelarut Ethanol 66

6 Grafik UV Vis dari Dye Ekstrak Daun Hemigraphis colorata dengan

Pelarut Ethanol 66

7 Kurva Karakteristik I-V DSSC 67

8 Perhitungan Fill Factor, Daya Maksimum, dan Efisiensi dari DSSC 73


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Banyak ditemukan menjalar dimana-mana dan sanggup bertahan dalam di bawah terik matahari sepanas apapun membuat daun Hemigraphis colorata menarik perhatian untuk diteliti. Kebanyakan daun Hemigraphis colorata banyak tumbuh menjalar di halaman rumah, terkadang tumbuh dengan sendirinya. Adapula yang sengaja ditanam dan dijadikan tanaman hias di taman-taman karena warnanya yang menarik dan pertumbuhannya yang cepat. Daunnya berwarna sedikit hijau danmerah keungunan sehingga menimbulkan sebuah pertanyaan bagaimanakah kiranya warna dari ekstrak daun ini. Kemudian ketika daun dipetik dan dihancurkan dengan tangan menghasilkan dan meninggalkan warna ungu kegelapan pada tangan. Dari situ, terpikirlah untuk mengkarakterisasi daun

Hemigraphis colorata menjadi dye sebagai pewarna dan fotosensitizer pada dye sensitized solar cell yang sekarang ini banyak dikembangkan dengan menggunakan dye berbahan organik.

Sambang getih (Hemigraphis colorata) adalah tanaman yang biasa ditemukan tumbuh liar atau ditanam di halaman dan taman-taman sebagai tanaman hias. Tanaman ini mempunyai batang berbaring dan merayap, bulat, becabang, beruas-ruas serta berwarna ungu. Daun tunggal, bertangkai, letak berhadapan, helaian daun bentuknya bulat telur, ujung runcing, pangkal romping, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, permukaan atas warnanya merah ungu mengkilap agak keabu-abuan, bagian bawah berwarna merah anggur,berambut,panjang sekitar 11 cm, lebar 4-6 cm (Dalimartha, 2003).

Sambang getih (Hemigraphis colorata) mempunyai kandungan kimia antara lain, daun mengandung flavonoid, tanin, steroid, terpenoid dan kalium, begitupun batang mengandung saponin. Dan biasanya daun sambang getih sering digunakan di bidang farmasi (Dalimartha, 1999).

Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat juga larut dalam basa, dan karena merupakan


(17)

senyawa polihidroksida (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti methanol, ethanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formadida. Disamping itu, dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air. Oleh karena itu, ekstrak daun Hemigraphis colorata

mempunyai peluang untuk digunakan sebagai dye pada dye sensitized solar cell (DSSC).

DSSC merupakan salah satu kandidat potensial sel surya generasi mendatang, hal ini dikarenakan tidak memerlukan material dengan kemurnian tinggi sehingga biaya proses produksinya yang relatif rendah. Berbeda dengan sel surya konvensional dimana semua proses melibatkan material silikon itu sendiri, pada DSSC absorbsi cahaya dan separasi muatan listrik terjadi pada proses yang terpisah. Absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye, dan separasi muatan oleh inorganik semikonduktor nanokristal yang mempunyai band gap lebar. Penggunaan semikonduktor dengan band gap lebar akan memperbanyak elektron yang mengalir dari pita konduksi ke pita valensi, karena dengan band gap lebar tersebut akan membuat ruang reaksi fotokatalis dan absorbsi oleh dye akan menjadi lebih banyak atau dengan kata lain spektrum absorbsi menjadi lebar.

Salah satu semikonduktor ber-bandgap lebar yang sering digunakan yaitu

Titanium Dioxide (TiO2). TiO2 mempunyai band gap (energi celah) sebesar 3,2 –

3,8 eV. TiO2 juga sering digunakan karena inert, tidak berbahaya, dan

semikonduktor yang murah, selain memiliki karakteristik optik yang baik. Namun, untuk aplikasinya dalam DSSC, TiO2 harus memiliki permukaan yang

luas sehingga dye yang terabsorbsi lebih banyak yang hasilnya akan meningkatkan arus. Selain itu, penggunaan bahan dye yang mampu menyerap spektrum cahaya yang lebar dan cocok dengan pita energi TiO2 juga merupakan

karakteristik yang penting (Sasaki dkk, 2008).

Sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian mengenai DSSC dengan variasi bahan serta dye yang digunakan. Adapun penelitian-penelitian tersebut dapat kita lihat pada Tabel 1.1 berikut ini.


(18)

Tabel 1.1 Penelitian DSSC yang pernah dilakukan sebelumnya

Tahun Peneliti Spesifikasi DSSC Hasil

2007 Wei Hao Lai, dkk

(Taiwan)

Dye : Rhoeo spatticea

Counter elektrode : Au (Emas)

Voc = 0,496 V

Isc = 10,9mA η = 1,49% Akhiruddin

Maddu, dkk (IPB)

Dye : Ekstrak Kol Merah Counter elektrode : lempengan karbon

Elektrolit Gel PEG

Voc = 510 mV

Isc= 7,2 μA η = 0,055% 2010 A.R. Hernandez,

dkk (Mexico)

Dye : Ekstrak Bunga

Bougenville

Voc = 0,26 V

Isc = 2,327 mA η = 0,49% Chang, dkk Dye : Ekstrak Buah Ipomoea V = 540 mV

I = 0,914 mA/cm2

η = 0,25% Chang, dkk Dye : Ekstrak Daun Bayam V = 550 mV

I = 0,467 mA/cm2

η = 0,131% Pancaningtyas

(ITS)

Dye : Ekstrak Buah Manggis V = 340,4 mV I = 0,22 mA/cm2

η = 0,039% 2012 Nadeak (ITS) Dye : Ekstrak Buah Naga

Counter elektrode : Pd/Au

V = 562 mV I = 0,307 mA

η = 0,089% Lia Muliani, dkk

(LIPI-ITB)

Dye : N719 (Ruthenium Dye) Counter elektroda : Platina

Elektrolit : Larutan HSE (produk Dyesol)

Voc = 0,632 V

Isc = 0,532 mA η = 0,121% 2013 Nafi’, dkk Dyes : Ekstrak Buah Terung

Belanda

V = 593,1 mV I = 0,356 mA

η = 0,0469% Hardeli, dkk Dye : Ekstrak Beras Ketan V = 937 mV


(19)

(Prosiding Semirata FMIPA

UNLAM, UNP)

Hitam I = 468 μA

η = 0,405%

Dan masih banyak penelitian lainnya dengan berbagai variasi bahan dye, mulai dari dye alami hingga dye termodifikasi telah banyak dibuat sebagai dye pada DSSC.

Pada penelitian ini, akan dikarakterisasikan ekstrak daun Hemigraphis colorata sebagai dye pada pembuatan dye sensitized solar cell. Dalam hal ini, layer oksida berbahan semikonduktor yang akan dipakai merupakan TiO2 dan

dilapiskan dengan metode doctor blade yang sudah biasa dilakukan pada penelitian dye sensitized solar cell sebelumnya. Hanya saja substrat untuk dye sensitized solar cell akan dibuat sendiri dengan menggunakan metode yang pernah dilakukan oleh Wulandari Handini pada tahun 2008. Diaman kaca ITO sebagai substrat dibuat dengan larutan konduktif berbahan SnCl4.5H2O dan dopant Sb2O3 (Handini, 2008). Oleh karena itu, diharapkan penelitian

karakterisasi ekstrak daun Hemigraphis colorata sebagai dye pada dye sensitized solar cell ini dapat menghasilkan sebuah solar cell yang baik dan nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut untuk dipabrikasi.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Bagaimana memaksimalkan kerja dari dye menggunakan ekstrak daun

Hemigraphis colorata sehingga dihasilkan DSSC dengan tegangan yang melebihi dari penelitian yang sudah ada ?

2. Bagaimana memaksimalkan pemakaian intensitas cahaya pada saat mengaplikasikan DSSC namun tetap dihasilkan DSSC dengan tegangan melebihi dari penelitian yang sudah ada ?


(20)

1.3Batasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan, maka perlu ada pembatasan masalah penelitian :

1. Pada pembuatan dye sensitized solar cell digunakan ekstrak daun

Hemigraphis colorata dan layer oksida berbahan serbuk TiO2.

2. TiO2 dilapiskan pada TCO menggunakan metode doctor blade pada pabrikasi

DSSC.

3. Larutan konduktif dilapiskan pada kaca biasa menggunakan metode spray coating.

1.4 Tujuan Penelitian

Sebagai tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian:

1. Menghasilkan dye dengan bahan baru yaitu ekstrak daun Hemiraphis colorata

dalam pembuatan Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) skala laboratorium yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik dengan tegangan keluaran yang dihasilkan melebihi hasil sebelumnya.

2. Mengkarakterisasi sifat dari ekstrak daun Hemigraphis colorata sebagai dye

pada Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC).

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian:

1. Memberikan pengetahuan tentang potensi ekstrak daun Hemigraphis colorata

sebagai dye pada Dye-Sensitized Solar Cell. 2. Mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

1.6 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analisis dan Laboratorium Pengembangan Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan, Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU, Laboratorium Fisika Zat Padat FMIPA USU.


(21)

1.7 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan. Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian dan prosedur penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemigraphis colorata

Berdasarkan hasil pengindraan sambang getih memiliki batang berbaring dan merayap, batangnya bulat dan bercabang, beruas-ruas serta berwarna hijau. Daun merupakan daun tunggal, dan bertangkai, letak daun berhadapan, helaian daun bentuknya bulat telur, dengan ujung daun yang runcing, pangkal daun beromping, tepi daun bergerigi, pertulangan daun menyirip, permukaan atas daun berwarna merah ungu mengilap dan agak keabu-abuan, bagian bawah daun berwarna merah anggur, daunnya berambut. Memiliki bunga majemuk, bunganya berkumpul dalam rangkaian yang berupa bulir, memiliki mahkota bunga berbentuk corong, dengan warna mahkota berwarna putih, dan memiliki buah kecil, berbentuk lonjong, berwarna hijau muda (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Sambang getih ( Hemigrapsis colorata (Hall).F. (Sumber: Hasil dokumentasi peneliti : Melda Wahid dkk, 2013)

Hasil identifikasi mengacu pada kunci determinasi, sambang getih termasuk dalam famili Acanthaceae dengan karakteristik yaitu: kotiledon biasanya 2, daun tanpa tangkai, letak duduk daun berlawanan, akar bercabang (dikotil) , periant 2 terdiri atas kelopak dan mahkota, ovarium berada di atas, semua kelopak


(23)

menyatu ke dalam membentuk sebuah tabung, mahkota bunga simetri, benang sari sebanyak atau lebih sedikit dari mahkota atau kepala sari tidak terbuka, benang sari lebih sedikit dari mahkota, berlahan mahkota jelas, ovarium 4 atau banyak dan terlihat jelas, letak duduk daun berlawanan, sering mencolok, buah berbentuk kapsul dan biasannya berderet vertikel dalam setiap sel ovarium, tajuk bunga tumbuh berlekatan.

Berdasarkan uraian di atas, kedudukan tumbuhan sambaing getih dalam urutan taksonomi adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Solanales Famili : Acanthaceae Genus : Hemigraphis

Species : Hemigraphis colorata (Hall).F.

Menurut pengobat tradisional masyarakat Polahi sambang getih berkhasiat Vsebagai obat sesak napas, bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah daun. Cara menggunakan yaitu ambil 1 gengam daun sambaing getih, cuci bersih lalu rebus dan air rebusannya diminum. Menurut (Daliamartha,2000), mengatakan bahwa sambang getih mengandung beragam senyawa kimia seperti natrium, kalsium, flavanoid dan polifenol, batangnya mengandung saponin dan tannin, untuk akar mengandung flavonoid dan polifenol tanin, kalium yang kadarnya tinggi dan rendah natrium (Wahid dkk, 2013)

2.1.1 Flavonoid

Flavonoid adalah salah satu kelompok metabolit sekunder dan merupakan salah satu golongan senyawa fenol terbesar yang dihasilkan secara alami oleh tumbuh-tumbuhan. Diperkirakan sekitar 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan (atau kira-kira 1x109 ton/ tahun) diubah menjadi flavonoid dan turunannya (Natori, 1981). Sebagian besar tanin juga berasal dari flavonoid. Kebanyakan warna tumbuhan disebabkan oleh flavonoid, mulai dari zat warna gugus fungsi sampai angiospermae.


(24)

Biosintesis flavonoid secara alami diturunkan dari asam shikimat asam pirufat yaitu senyawa yang diturunkan dari karbohidrat (hasil fotosintesis tanaman) melalui glikolisis. Kerangka dasar senyawa ini mempunyai atom karbon sebanyak 15 (C15), terdiri dari 2 inti fenol (C6) yang dihubungkan oleh satu unit

tiga karbon (C3) yang dapat kita lihat pada Gambar 2.2. Kelimabelas atom karbon

pada kerangka dasar tersebut secara umum ditulis C6-C3-C6 dan dibagi menjadi 4

tipe, yaitu khalkon, flavan, isflavan, dan auron (Geisman, 1969 dan Mann, 1994).

Gambar 2.2 Kerangka dasar senyawa flavonoid

Telah banyak dilaporkan bahwa flavonoid yang diisolasi dari tumbuhan mempunyai banyak keaktifan biologis antara lain mempunyai keaktifan sebagai obat, insektisida, antimikroba, antivirus, antijamur, obat infeksi pada luka, mengurangi pembekuan darah di dalam tubuh, mempercepat pembekuan darah di luar tubuh, antioksidan, anti tumor, anti kanker (Robinson, 1991).

Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan. Primula, dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoid (Tabel 2.1)

Tabel 2.1 Sifat berbagai golongan flavonoid

Golongan Flavonoid Penyebaran Ciri Khas Antosianin Pigmen bunga merah

marak, merah, merah senduduk, dan biru; juga dalam daun dan jaringan lain.

Larut dalam air, λmaks

515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.

Proantosianidin Terutama tanwarna, dalam galih dan daun tumbuhan berkayu.

Menghasilkan

antosianidin (warna dapat diekstraksi dengan amil


(25)

alkohol) bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam. Flavonol Terutama ko-pigmen

tanwarna dalam bunga sianik dan asianik; tersebar luas dalam daun.

Setelah dihidrolisis, berupa bercak kuning murup pada kromatogram Forestal bila disinari dengan sinar UV; maksima spektrum pada 350-386 nm.

Flavon Seperti flavonol Setelah dihidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram Forestal; maksima spektrum pada 330-350 nm.

Glikoflavon Seperti flavonol Mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa. Biflavonil Tanwarna; hampir

semuanya terbatas dalam gimnospermae

Pada kromatogram BAA berupa bercak redup dengan RF tinggi Khalkon dan auron Pigmen bunga kuning,

kadang-kadang juga terdapat dalam jaringan lain

Dengan amonia berwarna merah (peruahan warna dapat diamati in situ), maksima spektrum 370-410 nm.

Flavanon Tanwarna; dalam daun dan buah (terutama Citrus)

Berwarna merah kuat dengan Mg/HCll; kadang-kadang sangat


(26)

pahit. Isoflavon Tanwarna; seringkali

dalam akar; hanya

terdapat dalam satu suku, Leguminosae

Bergerak pada kertas dengan pengembang air; tak ada uji warna yang khas.

(Harborne, 1984)

2.2 Sel Surya Fotovoltaik

Sel surya fotovoltaik merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi sinar matahari secara langsung menjadi nergi listrik. Pada asasnya sel tersebut merupakan suatu dioda semikonduktor yang bekerja menurut suatu proses khusus yang dinamakan proses tidak seimbang (non-equilibrium process) dan berlandaskan efek (photovoltaic effect) (Kadir, 1995).

Efek fotovoltaik ini ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839, dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foton ketika sinar matahari mengenai elektroda pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954 peneliti di Bell Telephone

menemukan untuk pertama kali sel surya silikon berbasis p-n junction dengan efisiensi 6%. Sekarang ini, sel surya silikon mendominasi pasar sel surya dengan pangsa pasar sekitar 82% dan efisiensi lab dan komersil berturut-turut yaitu 24,7% dan 15%.

2.2.1 Prinsip Kerja Sel Surya Konvensional Silikon

Prinsip kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction. Sel terdiri dari lapisan semikonduktor doping-n dan doping-p yang membentuk p-n junction, lapisan antirefleksi, dan substrat logam sebagai tempat mengalirnya arus dari lapisan tipe-n (elektron) dan tipe-p (hole). Struktur sel surya konvensional silikon p-n junction dapat dilihat pada Gambar 2.3.


(27)

Gambar 2.3 Struktur sel surya Silikon p-n junction (sumber : Halme, 2002)

Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping silikon dengan unsur dari golongan V sehingga terdapat kelebihan elektron valensi dibanding atom sekitar. Pada sisi lain semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh golongan III sehingga elektron valensinya defisit satu dibanding atom sekitar. Ketika dua tipe material tersebut mengalami kontak maka kelebihan elektron dari tipe-n berdifusi pada tipe-p. Sehingga area doping-n akan bermuatan positif sedangkan area doping-p akan bermuatan negatif. Medan elektrik yang terjadi antara keduanya mendorong elektron kembali ke daerah-n dan hole ke daerah-p. Pada proses ini telah terbentuk p-n junction. Dengan menambahkan kontak logam pada area p dan n maka telah terbentuk dioda.

Ketika junction disinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar pita energi material tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole ini dapat bergerak dalam material sehingga menghasilkan pasangan elektron-hole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari area-n akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir. Skema cara kerja sel surya silikon ditunjukkan pada Gambar 2.4


(28)

Gambar 2.4 Skema Kerja Sel Surya Silikon

(sumber : Wikipedia Indonesia, 2010)

2.2.2 Performansi Sel Surya 2.2.2.1Karakteristik I-V Fotovoltaik

Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat cahaya diperoleh dari kemampuan perangkat sel surya tersebut untuk memproduksi tegangan ketika diberi beban dan arus melalui beban pada waktu yang sama. Kemampuan ini direpresentasikan dalam kurva arus-tegangan (I-V) (Gambar 2.9.).

Gambar 2.5 Karakteristik Kurva I-V pada Sel Surya (sumber Halme, 2002)

Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit (I

SC) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang

dapat mengalir sehingga tergangannya maksimum, disebut tegangan open circuit.

(V

OC). Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum


(29)

2.2.2.2Fill Factor dan Efisiensi Kuantum

Sebelum mengetahui berapa nilai daya yang dihasilkan harus diketahui daya yang diterima (daya input), di mana daya tersebut adalah perkalian antara intensitas radiasi matahari yang diterima dengan luas area sel surya dengan persamaan:

�cahaya = � . � (2.1)

Keterangan: �cahaya = Daya input akibat Radiasi matahari (Watt) �� = intensitas radiasi matahari (Watt/m2)

A = Luas area permukaan sel surya (m2).

Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor (FF), dengan persamaan,

(2.2)

Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya dari sel surya didapat dari persamaan,

(2.3)

Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan dari sel (PMax) dibagi dengan daya dari cahaya yang datang (Pcahaya) :

(2.4)

Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas performansi suatu sel surya. Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang lebih penting lagi adalah kualitas illuminasi. Misalnya total intensitas cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran harus dikembangkan sejalan dengan pengujian sel surya di laboraturium. Kondisi standar yang telah digunakan untuk menguji solar sel dengan intensitas cahaya 1000 W/m2, distribusi spektrum dari pancaran matahari seperti Gambar 2.3, dan temperatur sel 25oC. Daya yang dikeluarkan solar cell pada kondisi ini adalah daya normal dari sel, atau modul, dan dicatat sebagai puncak daya (peak watt), Wp (Green, 1982).


(30)

2.3 Dye Sensitized Solar Cell 2.3.1 Umum

Tingginya efisiensi konversi energi surya menjadi listrik dari DSSC merupakan salah satu daya tarik berkembangnya riset mengenai DSSC di berbagai negara akhir-akhir ini, selain dari proses produksi yang simpel dan biaya produksi yang murah. Beberapa hasil penelitian dari peneliti-peneliti DSSC

Di Indonesia sendiri penelitian tentang DSSC telah banyak dilakukan seperti oleh Septina dkk pada tahun 2007. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode nanopori TiO2 yaitu sol-gell dan sebagai bahan dye digunakan buah

delima. Hasil yang didapatkan adalah tegangan listrik sebesar 162,4 mV dari prototipe DSSC tersebut dengan intensitas penyinaran pada siang hari. Kemudian ada pula Hardeli dkk pada tahun 2013 yang menggunakan beberapa bahan dye, yaitu beras ketan, daun bayam, bunga rosella, buah naga, dan ubi jalar ungu. Dari semua bahan dye yang digunakannya didapatlah beras ketan yang menghasilkan tegangan dan efisiensi tertinggi, yaitu 937 mV dan 0,405 secara berturut-turut.

Dye Sensitized Solar Cell (DSSC), sejak pertama kali ditemukan oleh Professor Michael Gratzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. DSSC disebut juga terobosan pertama dalam teknologi sel surya sejak sel surya silikon dan telah dipatenkan dengan nama Gratzel cell (Halme, 2002).

2.3.2 Struktur DSSC

Tipe sel surya pewarna tersensitisasi merupakan jenis sel surya exciton yang terdiri dari sebuah lapisan partikel nano (biasanya TiO2) yang diendapkan dalam

sebuah perendam (dye). Jenis ini pertama kali diperkenalkan oleh Gratzel pada tahun 1991 yang dilengkapi dengan pasangan redoks yang diletakkan dalam sebuah elektrolit (bisa berupa padatan atau cairan) sistem elektrolit redoks yang biasa digunakan umumnya disusun dari pasangan redoks I3-/I- dalam pelarut organik seperti asetonitrile atau 3-metoksi propinitril. Sel surya DSSC tersusun atas dua elektroda dan larutan elektrolit (O’Regan, 1991).


(31)

DSSC merupakan suatu perangkat sel surya yang tersusun dari sepasang elektroda dan counter elektroda. Elektroda terbuat dari substrat kaca konduktif, yang telah dilapisi transparent conductive oxide (TCO), umumnya digunakan SnO2. Pada elektroda dilapisi oleh layer oksida nanopartikel yang dilapisi oleh

molekul dye (zat pewarna) sensitasi. Molekul dye berfungsi sebagai penangkap foton cahaya, sedangkan nanopartikel semikonduktor berfungsi menyerap dan meneruskan foton menjadi elektron. Pada counter elektroda diberi katalis, umumnya karbon atau platinum, berfungsi untuk mempercepat kinetika reaksi proses reduksi triiodide pada TCO.

Selain itu, DSSC juga menggunakan media elektrolit sebagai medium transport muatan. Elektrolit yang umum digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I-) dan triiodide (I3-) sebagai pasangan redoks dalam pelarut. Skematis susunan

sandwich layer dari DSSC diilustrasikan pada Gambar 2.5 berikut (Handini, 2008).

Gambar 2.6. Struktur Dye Sensitized Solar Cell (sumber : Wikipedia Indonesia , 2010)

Sel surya TiO2 tersensitisasi dye terdiri dari lapisan nanokristal TiO2

berpori sebagai fotoanoda, dye sebagai fotosensitizer, elektrolit redoks dan elektroda lawan (katoda) yang diberi lapisan katalis (Li, et. al., 2006). Sel surya tersensitisasi dye berbentuk struktur sandwich (seperti Gambar 2.6), dimaan dua elektroda, yaitu elektroda TiO2 tersensitisasi dye dan elektroda lawan terkatalisasi


(32)

Gambar 2.7. Susunan sandwich layer dari DSSC

Berbeda dengan sel surya p-n silikon, pada DSSC cahaya foton diserap oleh dye

yang melekat (attached) pada permukaan partikel TiO2 yang bertindak sebagai

donor elektron dan berperan sebagai pompa fotoelektrokimia. Elektron-elektron dari level HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) ketika molekul dye menyerap foton dengan energi yang sesuai, mirip dengan fungsi klorofil pada proses fotosintesis tumbuhan. Sedangkan lapisan TiO2 bertindak

sebagai akseptor atau kolektor elektron yang ditransfer dari dye yang teroksidasi. Elektrolit redoks, biasanya berupa pasangan iodide dan triiodide (I-/I3-) yang bertindak sebagai mediator redoks sehingga dapat menghasilkan proses sklus di dalam sel (Smestad dan Rgatzel, 1998).

2.3.3 Prinsip Kerja DSSC

Pada dasarnya prinsip kerja dari DSSC merupakan reaksi dari transfer elektron. Proses pertama dimulai dengan terjadinya eksitasi elektron pada molekul dye

akibat absorbsi foton. Dimana ini merupakan salah satu peran dari sifat TiO2 fasa

anatase yaitu fotokatalis. TiO

2 fasa anatase memiliki aktivitas photocatalisis yang

lebih tinggi dibandingkan fasa rutil. Ilustrasi proses fotokatalis pada TiO2 dapat


(33)

Gambar 2.8. Ilustrasi proses fotokatalis Elektron tereksitasi dari ground state (D) ke excited state (D

*

). D + e

-

→ D

*

(2.5) Elektron dari excited state kemudian langsung terinjeksi menuju conduction band (E

CB) titania sehingga molekul dye teroksidasi (D +

). Dengan adanya donor elektron oleh elektrolit (I

-) maka molekul dye kembali ke keadaan awalnya (ground state) dan mencegah penangkapan kembali elektron oleh dye yang teroksidasi.

2D+ + 3e- → I

3 -

+ 2D (2.6)

Skema kerja dari DSSC dijelaskan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.9. Skema Kerja dari DSSC


(34)

Setelah mencapai elektroda TCO, elektron mengalir menuju elektroda melalui rangkaian eksternal. Dengan adanya katalis pada counter-elektroda, elektron diterima oleh elektrolit sehingga hole yang terbentuk pada elektrolit (I

3

-), akibat donor elektron pada proses sebelumnya, berekombinasi dengan elektron membentuk iodide (I-).

I

3 -

+ 2e

→ 3I

-

(2.7) Iodide ini digunakan untuk mendonor elektron kepada dye yang teroksidasi, sehingga terbentuk suatu siklus transport elektron. Dengan siklus ini terjadi konversi langsung dari cahaya matahari menjadi listrik (Halme,2002).

Atau secara singkatnya, dye tereksitasi (D*) menginjeksi sebuah elektron ke dalam pita konduksi semikonduktor (TiO2) yang berada sedikit lebih tinggi

daripada level konduksi TiO2. Elektron tersebut melintasi melewati

partikel-partikel TiO2 menuju kontak belakang berupa lapisan konduktif transparan ITO

(Indium Tin Oxide), selanjutnya ditransfer melewati rangkaian luar menuju elektroda lawan. Elektroda masuk kembali ke dalam sel dan mereduksi sebuah donor teroksidasi (I-) yang ada di dalam elektrolit. Dye teroksidasi (D+) akhirnya menerima sebuah elektron dari donor tereduksi (I3-) dan tergenerasi kembali menjadi molekul awal (D). Rangkaian reaksi kimia di dalam sel dapat kita lihat sebagai berikut :

D + cahaya → D* (2.8)

D* + TiO2 → e-(TiO2) + D+ (2.9)

D*→ D (2.10)

D+ e-(TiO2 → D + TiO2 (2.11)

2D+ + 3I- → 2D + I3- (2.12) Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya nanokristal tersensitisasi dye

berasal dari perbedaan tingkat energi konduksi elektroda semionduktor TiO2

dengan potensial elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3-). Sedangkan arus yang dihasilkan dari sel surya ini terkait langsung dengan jumlah foton yang terlibat dalam proses konversi dan bergantung pada intensitas penyinaran serta kinerja dye yang digunakan (Li, et. Al.,2006).


(35)

Salah satu kekurangan dari sel surya pewarna tersensitisasi ini adalah stabilitasnya yang rendah, terutama akibat degradasi dan kebocoran pada elektrolit cair yang digunakan. Oleh karena itu, akhir-akhir ini pengembangan penelitian sel surya fotoelektokimia ini diarahkan pada penggunaan elektrolit padat untuk mengurangi degradasi dan kebocoran elektrolit yang dapat meningkatkan stabilitas sel, misalnya elektrolit berbasis polimer yang mengandung kopel redoks (de Freitas, et. al., 2006) atau berbasis bahan organik atau anorganik sebagai konduktor hole (Lancelle, et. al., 2006).

2.3.4 Material DSSC 2.3.4.1Substrat DSSC

Substrat yang umum digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparent Conductive Oxide), merupakan kaca transparan konduktif yang dapat mengalirkan muatan. Material tersebut berfungsi sebagai badan dari sel surya dimana layer oksida dan counter electrode karbon atau platina akan didekomposisikan.

Umumnya lapisan konduktif TCO terbuat dari lapisan tipis Tin Oksida (SnO2) yang diberi dopant flourine (flourine tin oxide atau FTO) atau indium

(indium tin oxide atau ITO). Hal ini dikarenakan dalam proses sintering layer oksida pada substrat di suhu 400-5000C, material-material tersebut memiliki konduktifitas yang baik dan tidak mengalami defect atau cacat pada rentang temperatur tersebut (Handini, 2008).

2.3.4.2Layer Oksida Nanopori DSSC

Performa dari kemampuan suatu DSSC dalam mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik sangat ditentukan oleh layer oksida yang digunakan. Penggunaan oksida semikonduktor dalam fotoeletrokimia dikarenakan kestabilannya menghadapi fotokorosi. Selain itu lebar pita energinya yang besar (>3eV) dibutuhkan untuk transparansi semikonduktor pada sebagian besar spektrumcahaya matahari, sehingga foton cahaya yang terserap pun lebih banyak. Struktur nanopori dalam layer oksida DSSC sangat mempengaruhi kemampuannya dalam menyerap cahaya. Hal ini dikarenakan struktur nanopori


(36)

mempunyai karakteristik luas permukaan yang tinggi. Dengan demikian dye yang teradsorpsi semakin banyak sehingga kinerja sistem pun lebih maksimal.

Layer semikonduktor yang paling sering digunakan pada DSSC adalah TiO2 nanopartikel.

2.3.4.2.1 Titanium Dioksida (TiO2)

Titanium dioxide yang juga terkenal dengan Titanium (IV) oxide atau titania adalah bentuk dari oksida alami titanium. Di alam umumnya TiO2 mempunyai

tiga fasa, yaitu rutile, anatase, dan brookite. Struktur kristal TiO2 anatase

ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Struktur kristal TiO2anatase

Pada aplikasi DSSC umumnya digunakan TiO2 fasa anatase. Hal ini

dikarenakan pada fasa tersebut TiO2 memiliki sifat fotoaktif yang tinggi, antara

lain photovoltaic dan photocatalytic. Hal ini dikarenakan fasa anatase memiliki energi level lebih tinggi dibandingkan fasa TiO2 lainnya. Fasa anatase memiliki

pita valensi yang rendah dan band gap yang lebih lebar. Untuk aplikasi DSSC digunakan struktur nanopori TiO2, dikarenakan luas permukaan yang tinggi dapat

meningkatkan daya serap TiO2 terhadap molekul dye. Hal ini selanjutnya akan

meningkatkan daya serap foton oleh DSSC.

Hingga saati ini TiO2 masih merupakan layer oksida yang paling sering

digunakan dalam aplikasi DSSC karena efisiensinya yang belum tertandingi oleh layer oksida semikonduktor lainnya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh nila

bans gap dari TiO2 (3.2 eV) berada pada rentang panjang gelombang dari sinar

UV. Sehingga efektifitas penyerapan sinar matahari juga akan lebih baik. Selain itu kelebihan TiO2 adalah harganya yang relatif murah dibandingkan material


(37)

semikonduktor lain. Beberapa hasil penelitiam skala lab terhadap efisiensi DSSC TiO2 dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Efisiensi DSSC TiO2 dengan berbagai macam dye

Namun, kelemahan dari TiO2 adalah kecilnya daya rentang dari spektrum

cahaya matahari yang diserap. TiO2 hanya mampu menyerap 5% dari seluruh

spektrum cahaya matahari yaitu pada spektrum sinar UV. Sedangkan 45% spektrum cahaya tampak dan 50% spektrum infra red tidak dapat diserap oleh TiO2, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.11. Selain itu, pada umumnya

proses sintesis nanopartikel dari TiO2 cukup rumit dan mahal.


(38)

2.3.4.3Elektrolit

Elektrolit yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I-) dan triiodide (I3-) sebagai pasangan redoks dalam pelarut. Karakteristik ideal dari pasangan redoks untuk elektrolit DSSC yaitu :

1. Potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung sesuai dengam potensial redoks dari dye untuk tegangan sel yang maksimal.

2. Tingginya kelarutan terhadap pelarut untuk mendukung konsentrasi yang tinggi dari muatan pada elektrolit.

3. Pelarut mempunyai koefisien difusi yang tinggi untuk transportasi massa yang efisien.

4. Tidak adanya karakteristik spektral pada daerah cahaya tampak untuk menghindari absorbsi cahaya datang pada elektrolit.

5. Kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk tereduksi maupun teroksidasi. 6. Mempunyai reversibilitas tinggi.

7. Inert terhadap komponen lain pada DSSC (Handini, 2008).

2.3.4.4Katalis Counter Elektroda

Counter elektroda dibutuhkan untuk mempercepat kinetika reaksi proses reduksi triiodide pada TCO. Platina adalah material yang umum digunakan sebagai

counter elektroda pada berbagai aplikasi, juga sangat efisien dalam aplikasinya pada DSSC. Platina dideposisikan pada TCO dengan berbagai metode yaitu elektrokimia, sputerring, spin coating, atau pyrolysis.

Walaupun mempunyai kemampuan katalitik yang tinggi, platina merupakan material yang mahal. Sebagai alternatif, Kay dan Gratzel (1996) mengembangkan desain DSSC dengan menggunakan counter-elektroda karbon sebagai lapisan katalis. Elektroda karbon tersebut terbuat dari campuran karbon hitam, grafit bubuk dan nanokristalin partikel TiO2. Elekltroda resebut memiliki

konduktivitas tinggi (resistansi 5Ω/ persegi untuk tebal setiap lapisan 50 mμ) diperoleh karena karbon hitam antar partikel grafit dihubungkan sesamanya, dengan TiO2 yang digunakan sebagai pengikat. Elektroda ini aktif untuk reduksi


(39)

tinggi, counter-eletroda karbon mempunyai keaktifan reduksi triiodida yang menyerupai elektroda platina (Septina, dkk.,2007)

2.3.4.5Zat Pewarna (Dyes)

Zat pewarna pada layer oksida DSSC berfungsi untuk menangkap foton cahaya. Selanjutnya foton tersebut akan diabsorbsi ke dalam nanopartikel TiO2. Pada

Gratzel cell, zat pewarna yang umumnya digunakan dan mencapai efisiensi paling tinggi yaitu jenis ruthenium complex.

Namun, dye jenis ruthenium complex cukup sulit untuk disintesis dan berharga mahal. Dewasa ini telah dikembangkan DSSC dengan zat pewarna organik yang murah dan mudah didapat yaitu, dengan menggunakan unsur pewarna alami (flavonoids) dari buah-buahan, bunga, kayu, dan bahan organik lainnya. Flavonoids berfungsi sebagai proteksi terhadap sinar UV (Handini, 2008).

Sinar matahari menghasilkan 5% spektra di daerah ultraviolet dan 45% di daerah cahaya tampak. TiO2 hanya menyerap sinar ultraviolet (350-380 nm).

Untuk meningkatkan serapan spektra TiO2 di daerah cahaya tampak, dibutuhkan

lapisan zat warna yang akan meyerap cahaya tampak. Zat warna (dye) berfungsi sebagai sensitizer (Gratzel, 2004) (Halme, 2002).

2.3.5 Flavonoid sebagai dye

Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak seperti pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Ciri spektrum golongan flavonoid utama

λ maksimum utama (nm)

λ maksimum tambahan (nm (dengan intensitas nisbi)

Petunjuk

475-560 ±275 (55%) Antosianin

390-430 240-270 (32%) Auron

365-390 240-260 (30%) Khalkon


(40)

250-270 330-350

Tidak ada

250-270 Flavon dan biflavonil

275-290 310-330 (30%) Flavonon dan

flavononol ±225

255-265 310-330 (25%) Isoflavon

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran; jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Di samping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Antosianin yang terdapat dalam daun, bunga dan hampir selalu disertai oleh flavon atau flavonol tanwarna. Hasil penelitia akhir-akhir ini telah membuktikan bahwa flavon merupakan ko-pigmen penting, karena sangat diperlukan untuk menyatakan warna antosianin secara penuh dalam jaringan bunga. Biasanya antosianin juga terdapat dalam campuran, terutama dalam bunga tanaman hias, dan suatu jaringan bunga dapat mengandung sampai sepuluh pigmen yang berlainan (Harborne, 1984).

Flavonoid yang umum digunakan pada DSSC adalah yang memiliki kandungan antocyanin. Antocyanin umum didapat pada buah-buahan, bunga, tumbuhan berwarna merah atau keungu-unguan. Salah satu pigmen cyanin yang memegang peranan penting dalam proses absorbsi cahaya yaitu cyanidin 3-O-β -glucoside, struktur kimianya ditunjukkan pada Gambar 2.12 (Handini, 2008).

Gambar 2.12 Struktur sianidin (sumber : Hardeli dkk, 2013)


(41)

Antosianin merupakan senyawa yang mampu menyerap cahaya matahari dengan baik, antosianin inilah yang menyebabkan warna merah dan ungu pada banyak buah dan bunga. Antosianin yaitu suatu zat yang memiliki banyak ikatan

π. Semakin banyak ikatan π maka elektron yang akan tereksitasi akan semakin banyak sehingga semakin tinggi efisiensi DSSC yang dihasilkan.

Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin yang semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosisasi. Dari struktur pada Gambar 2.14 dapat diketahui bahwa pigmen antosianin memiliki cukup banyak ikatan π terkonjugasi. Ikatan π ini berguna untuk menangkap foton dari cahaya matahari yang mengenai sampel. Daerah yang paling berguna dari spektrum UV adalah daerah yang panjang gelombang di atas 200 nm yaitu daerah transisi π ke π* untuk senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi serta beberapa transisi n ke σ* dan n ke π*. (Suherdiana, 2008 dan Septina, 2007)

2.3.6 Perakitan DSSC

2.3.6.1Persiapan Substrat

Terlebih dahulu substrat kaca dipotong sesuai dengan ukuran sel surya yang diinginkan. Gores kaca dengan glass cutter di bagian kaca yang tidak ada lapisan TCO nya. Jangan potong di bagian kaca yang ada lapisan TCOnya karena akan merusak sebagian lapisan TCO. Pakai bantuan penggaris untuk membuat goresan di kaca (Martineau,2011).

Substrat harus ditangani dengan hati-hati seperti halnya untuk perangkat optik untuk menghindari goresan pada permukaan. Sebelum substrat dilapisi dengan TiO2 atau karbon substrat kaca ditempatkan di dalam wadah bersih dan substrat direndam dalam larutan 2-propanol atau ethanol selama 5 menit. Setelah pembersihan selesai substrat dikeluarkan dari wadah dan biarkan terlebih dahulu hingga semua pelarut menguap.

Jika kaca konduktif komersil seperti FTO dan ITO tidak tersedia maka kaca preparat (soda lime) biasa dapat digunakan dengan mendekomposisikan


(42)

layer konduktif SnO2 yang diberi dopant Anthimony (Sb). Caranya dengan

menyemprotkan secara berlapis-lapis larutan tin oksida ke permukaan kaca preparat yang telah dipanaskan pada temperatur 450-5500C (Handini, 2008).

2.3.6.2Persiapan Larutan TiO2 dan Counter Elektroda

Larutan TiO2 yang digunakan untuk melapisi elektroda dibuat dari campuran bubuk TiO2 (ukuran partikel rata-ratanya adalah 25 nanometer) dan air suling, 2-propanol sebagai pelarut dan asam asetat glacial. Berbagai pelarut (etanol dan aseton) telah digunakan pada rasio yang berbeda dengan air suling dengan pelarut menunjukkan hasil yang optimal. Asam asetat membantu untuk mengurangi resistansi seri dari lapisan TiO2 dan meningkatkan penyerapan zat pada permukaan partikel TiO2

Mawyin (2009) menyebutkan ada tiga teknik yang berbeda digunakan untuk deposit lapisan elektroda-karbon. Pertama, substrat dilapisi dengan jelaga yang dihasilkan oleh lilin. Kedua, grafit dari pensil. Dan yang terbaik adalah

counter elektroda dari platina, yang dapat dilihat pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Beberapa cara mempersiapkan counter elektroda (sumber David Martineau, 2011)


(43)

2.3.6.3Deposisi Lapisan Elektroda dan Counter Elektroda

Beberapa teknik yang dapat dipakai dan disesuaikan dengan larutan TiO2 yang

dibuat agar menghasilkan lapisan yang seragam. Bebrapa teknik tersebut sebagai berikut :

a. Doctor Blade

Teknik ini adalah teknik yang paling sering digunakan. Pertama kali yang harus dilakukan adalah membentuk bingkai area TiO2 yang akan dideposisikan pada

substrat dengan menggunakan scotch tape yang akan mengontrol ketebalan dari TiO2. Kemudian dengan menggunakan rod glass untuk meratakan TiO2 pada

substrat, mulai dari ujung bingkai. Karena ketebalan dari TiO2 bergantung pada

jumlah cairan yang dideposisikan pada substrat dan gerakan rod glass. Biasanya lapisan lebih tebal di tempat pertama kali kita mengaplikasikan cairan.

Gambar 2.14 Doctor-blade technique (sumber : David Martineau, 2011) b. Electro-spinning

Teknik ini berusaha untuk mendeposisikan lapisan pada luas permukaan TiO2

yang cukup lebar menggunakan alat yang disebut electrospinning.

Electrospinning terdiri dari jarum suntik yang mengandung bahan yang akan disimpan dan mounting plate yang menjadi target yang akan dilapisi. Target dan jarum suntik yang terhubung ke sumber tegangan yang akan menciptakan

electropotential. Perbedaan antara alat suntik dan mounting plate di kisaran 1000 volt. Ketika cairan di dalam jarum suntik secara perlahan dipompa keluar, larutan akan terdorong dengan kecepatan tinggi menuju target karena adanya medan listrik.


(44)

Gambar 2.15 Electro-spinning technique

c. Screen Printing

Setelah bekerja dengan teknik sebelumnya masalah yang paling penting yang harus dipecahkan adalah keseragaman ketebalan coating. Catatan beberapa perusahaan komersial telah mengembangkan fabrikasi skala industri untuk sel surya organik, teknik produksi yang digunakan untuk memproduksi sel-sel ini dengan mengekstruksi lapisan TiO2 melalui mesh (saringan) dengan ukuran

diameter pori yang sangat kecil. TiO2 dipaksa melalui mesh (saringan) dengan

alat penekan squeegee.

Teknik ini tidak hanya digunakan dalam pembuatan sel surya organik tetapi juga telah diuji dengan jenis photovoltaic lain sebagaimana dilakukan oleh perusahaan Matshusita Jepang dengan film tipis sel surya CdTe. Bebrapa manfaat dari teknik ini adalah kesederhanaan prosedur, kemampuan untuk deposit lapisan TiO2 pada susunan substrat pada saat yang bersamaan, seperti terlihat pada

Gambar 2.16.


(45)

Gambar 2.17 Screen printing technique

d. Cold Spraying

Teknik terakhir yang menghasilkan hasil yang paling konsisten adalah variasi dari proses deposisi yang telah digunakan sebelumnya. Teknik ini terdiri dari lukisan permukaan substrat konduktif dengan menggunakan sikat udara. Perangkat cold spraying terdiri dari pistol penyemprotan dengan nozzle yang berfungsi untuk menembakkan TiO2 pada substrat, yang didorong dengan udara terkompresi

sehingga jumlah udara yang datang dari nozzle dapat dikontrol sehingga laju aliran dapat stabil. Sebuah faktor penting untuk dipertimbangkan adalah rasio dari pelarut (misalnya 2-propanol) dengan TiO2. Pelarut yang terdapat dalam larutan

akan menguap dalam perjalanan menuju target. Oleh karena itu,jumlah pelarut dalam larutan (TiO2) harus lebih banyak dibandingkan dengan teknik doctor-blade, dalam rangka menghindari gumpalan partikel (Mawyin, 2009).

2.3.6.4Annealing dan Sintering Titania Elektroda

Elektroda yang telah dideposisikan nanopartikel TiO2 pada permukaannya,

kemudian disintering. Proses ini bertujuan membentuk kontak dan adhesi yang baik antara larutan dengan substrat kaca TCO. Temperatur annealing tidak terlalu tinggi untuk mengubah fase dari TiO2 nano-partikel (anatase) yang digunakan

dalam lapisan. Temperatur annealing yang lazim digunakan untuk elektroda adalah ~5000C dan untuk counter-elektroda ~4500C. Sintering elektroda dapat menggunakan oven, atau kompor listrik dengan pengatur suhu.


(46)

2.3.6.5Ekstraksi Dye dan Pewarnaan Titania Elektroda

Dye dapat diperoleh inorganic dye dan organic dye. Organic dye dapat diperoleh dari tumbuhan atau buah yang menggunakan antocyanin yang kemudian diambil ekstraknya dan dicampurkan dengan methanol dan air untuk mendapatkan dye

yang murni. Untuk inorganic dye dapat diperoleh dari perusahaan-perusahaan perakitan solar sel.

Ketika Titania elektroda sudah mencapai suhu kamar, proses pewarnaan dapat dilakukan. Biasanya dicelupkan ke dalam dye selama beberapa menit atau setengah jam. Semakin elektroda dicelupkan maka akan semakin baik pewarnaan pada elektroda (Martineau, 2011).

2.3.6.6Menumpuk Elektroda dan Penambahan Elektrolit

Langkah terakhir dalam perakitan DSSC adalah menyatukan elektroda yang telah disiapkan terlebih dahulu. Substrat elektroda dan counter-elektroda dilekatkan bersama-sama dengan offset untuk membiarkan daerah yang telah dilapisi dari sisi konduktif substrat sebagai kontak listrik. Substrat digabungkan bersama-sama menggunakan binder klip, klip diposisikan dekat dengan tepi untuk membiarkan jumlah maksimum cahaya di dalam sel. Kemudian teteskan elektrolit pada permukaan antara substrat. Tunggu 15 menit agar elektrolit diserap dengan sempurna di dalam substrat, dan solar sel pun siap diuji.

2.4 Karakterisasi DSSC

Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa nanopartikel TiO2

begitupula dengan pasta TiO2 yang digunakan sebagai layer oksida pada DSSC.

Karakterisasi juga dilakukan untuk mengetahui apakah panjang gelombang dari

dye yang digunakan dalam pewarnaan layer oksida sesuai dengan panjang gelombang dibutuhkan untuk menyerap foton dari cahaya matahari. Pengumpulan informasi karakterisasi dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis dan FTIR..


(47)

2.4.1 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi yang didasarkan pada struktur elektronik molekul, yang dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Spektroskopi UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi gugus fungsi dari sampel. Spektrum yang diabsorbsi oleh suatu senyawa adalah sejumlah sinar yang diserap oleh satu senyawa pada panjang gelombang tertentu. Untuk senyawa berwarna akan memiliki satu atau lebih penyerapan spektrum yang tertinggi di daerah spektrum tampak (400-700 nm). Spektrum yang terserap pada ultraviolet (200-400 nm) dan daerah nampak terjadi karena adanya perubahan energi elektron terluar dari molekul yang disebabkan adanya ikatan atau bukan ikatan. Umumnya elektron yang berpindah tempat ini disebabkan adanya ikatan rangkap karbon-karbon atau pasangan nitrogen dengan oksigen. Biasanya cahaya tampak merupakan campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang gelombang, dari 400-700 nm.

Transisi yang penting pada daerah ultraviolet dan tampak yaitu transisi n→π* dan π→π *, sedangkan transisi n→σ * jarang terjadi (Fessenden and Fessenden, 1982).

Menurut Magelli et. al., (2010), Spektra UV-Vis senyawa melanin yang telah dipurifikasi memberikan serapan pada 250-950 nm. Semua spektra yang tampak pada serapan senyawa melanin yang telah dimurnikan memberikan serapan UV-Vis yang kuat pada daerah 200-300 nm. Serapan tersebut disebabkan

oleh adanya eksitasi π→π *

dan n→π* pada gugus amino, karobilat, dan gugus aromatik.

2.4.2 Karakterisasi FTIR

Spektrofotometri infra merah merupakan metode yang digunakan untuk karakter struktur molekul polimer, karena memberikan banyak informasi. Perbandingan posisi adsoprsi dalam spektrum infra merah suatu sampel polimer dengan daerah absorbsi dalam spektrum infra merah suatu sampel polimer dengan daerah absorpsi karakteristik, menunjukkan pada keberadaan ikatan dan gugus fungsi dalam polimer.


(48)

Sampel yang digunakan untuk analisa dapat berupa padat, cair dan gas. Metode penyiapan untuk polimer antara lain melarutkan polimer ke dalam suatu pelarut seperti karbon bisulfide, karbon tetra klorida atau kloroform, pembuatan film transparan dan metode pellet Kbr. Kelebihan-kelebihan dari FT-IR (Fourier Transform- Infra Red) mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan arena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi, kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum.

Analisa infra merah menyangkut penentuan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Dimana daerah serapan infra merah terletak antara spektrum elektromagnetik sinar tampak dan spektrum radio yaitu 4000-400 cm-1. Ahli kimia organik pada tahun 1930 secara serius mulai memikirkan spektra infara merah sebagai salah satu yang memungkinkan untuk mengidentifikasi senyawa melalui gugus fungsinya (Santoso, 2012).


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Oktober 2014 hingga Januari 2015. Adapun penelitian ini dilakukan berdasarkan dengan tahapan penelitian. Adapun tahapan pelaksanaan penelitian ini yakni pembuatan sustrat TCO, pengambilan ekstrak daun Hemigraphis colorata, pembuatan pasta TiO2, dan pembuatan larutan

elektrolit hingga assembly DSSC sehingga menghasilkan beberapa buah DSSC yang dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI). Kemudian dilakukan pengujian terhadap ekstrak daun

Hemigraphis colorata. Pengujian yang dilakukan adalah uji absorpsi dye Hemigraphis colorata yang dilakukan di Laboratorium Pengembangan PTKI dan uji FT-IR daripada ekstrak pekat daun Hemigraphis colorata yang dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU. Dan yang terakhir adalah pengujian terhadap kapasitas efisiensi daya yang dihasilkan DSSC. Dan pengujian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Zat Padat FMIPA USU.

3.2.Peralatan dan Bahan Penelitian 3.2.1 Peralatan :

3.2.1.1Preparasi Larutan Dye

1. Mortar dan lumpang : untuk menggerus daun Hemigraphis colorata 2. Beaker glass (50 ml & 100 ml) : sebagai wadah larutan dye

3. Gelas ukur (10 ml) : untuk mengukur banyaknya larutan yang akan dipakai 4. Pipet tetes : untuk mengambil larutan yang diperlukan dan dicampur dengan

lainnya

5. Kain kasa : untuk menyaring hasil gerusan daun Hemigraphis colorata agar tersaring dari ampas daun tersebut ketika diambil ektraknya

6. Kertas whatmann No.42 : untuk menyaring larutan dye yang telah tercampur sempurna sehingga ketika dilakukan perendaman pasta TiO2 tidak endapan


(50)

7. Batang pengaduk : untuk mengaduk larutan agar menyatu dan melarut sempurna

3.2.1.2Pembuatan Transparent Conductive Glass (TCO)

1. Yamato Muffle Furnace FM-36 : sebagai furnace dalam pembuatan substrat TCO

2. Neraca Digital VIBRA HT (Max/d : 220/ 0,0001g) : untuk mengukur berat bahan kimia berupa serbuk (powder) yang akan digunakan

3. Spatula : untuk mengambil sampel 4. Pipet tetes : untuk meneteskan sampel

5. Spray Bottle : sebagai wadah dan sprayer larutan konduktif dalam pembuatan kaca TCO

6. Beaker glass (50 ml) : sebagai wadah melarutkan larutan konduktif

7. Gelas ukur (10 ml) : untuk mengukur banyaknya larutan yang akan dipakai 8. Potongan keramik kecil : sebagai alas kaca preparat ketika dipanaskan dalam

furnace

3.2.1.3Preparasi Pasta Oksida TiO2

1. Neraca Digital LIBROR EB-330S (Capacity 300,00g) :untuk mengukur berat bahan kimia berupa selain serbuk yang akan digunakan

2. Magnetic Stirrer : untuk mengaduk larutan PVA dan air

3. Hot plate/ Stirrer plate IKA C-MAG HS 4 : untuk menggerakkan pemutar magnetic

4. Mortar dan lumpang : untuk menggerus TiO2 dan binder

5. Beaker glass (50 ml & 100 ml) : sebagai wadah larutan dye

6. Pipet tetes : untuk meneteskan air pada bubuk PVA 7. Spatula : untuk mengambil bubuk PVA dan bubuk TiO2

8. Gelas ukur (10 ml) : untuk mengukur banyaknya air yang digunakan dalam pembuatan pasta TiO2

3.2.1.4Preparasi Larutan Elektrolit


(51)

2. Neraca Digital LIBROR EB-330S (Capacity 300,00g) :untuk mengukur berat KI dan I2 yang digunakan

3. Gelas ukur (10 ml) : untuk wadah dan mengukur acetonitrile yang dibutuhkan 4. Spatula : untuk mengambil KI dan I2 yang digunakan

5. Pipet tetes : untuk meneteskan acetonitrile pada kristal KI 6. Botol Tetes : sebagai wadah menyimpan larutan elektrolit

7. Batang pengaduk : untuk mengaduk larutan agar menyatu dan melarut sempurna

3.2.1.5Preparasi Counter Elektroda Karbon

1. Lilin : untuk membuat counter elektroda karbon

2. Cotton buds : untuk membentuk area counter elektroda karbon

3. Pinset : sebagai penjepit yang dipengan ketika melakukan pengasapan kaca substrat

3.2.1.6ASSEMBLY DSSC

1. Yamato Drying Oven Model DS-42 : sebagai oven untuk mengerigkan lapisan pasta TiO2 hingga melekat pada substrat

2. Rod Glass : untuk meratakan lapisan pasta TiO2

3. Spatula : untuk mengambil pasta TiO2

4. Pipet tetes : untuk meneteskan sampel dan juga meneteskan aquadest dan methanol pada layer oksida yang sudah direndam dalam larutan dye

5. Pinset : untuk mengambil dan memindahkan substrat yang telah diberikan laipsan dan dan telah direndam dye

6. Beaker glass (50 ml & 100 ml) : sebagai wadah ketika merendam lapisan pasta TiO2 dalam larutan dye

7. Binder Clip : untuk menyatukan dan menjepit kedua substrat dari DSSC 8. Scotch tape : sebagai pembentuk daerah pelapisan pasta TiO2

9. Aluminium foil : sebagai alas substrat TCO ketika proses pengeringan lapisan pasta TiO2 dalam oven


(52)

3.2.1.7Pengujian Karakterisasi Gugus Fungsi Ekstrak Hemigraphis colorata

1. FTIR : untuk mengkarakterisasi struktur senyawa-senyawa dalam larutan dye 3.2.1.8Pengujian Absorbsi Dye

1. Shimadzu UV-Visible Recording Spectrophotometer UV-160A: untuk mengetahui panjang gelombang penyerapan (abrorbsi) dari dye

3.2.1.9Pengujian Sel Surya

1. Multimeter digital : untuk mengukur kuat arus dan tegangan

2. Potensiometer : sebagai hambatan variabel dalam pengujian efisiensi daya dari DSSC

3. Lampu pijar 200 Watt : sebagai sumber cahaya dalam pengujian efisiensi daya dari DSSC

4. Pipa paralon : sebagai alat untuk memfokuskan sumber cahaya terhadap DSSC

5. Statif : untuk tempat menggantungkan lampu dan pipa paralon

6. Luxmeter : untuk mengukur intensitas cahaya ketika dilakukan pengujian efisiensi daya dari DSSC

7. Kabel penghubung : untuk menghubungkan lampu dengan sumber listrik begitupula untuk menghuungkan DSSC dengan multimeter dan potensiometer

8. Penggaris : untuk mengukur jarak variasi lampu pijar dengan DSSC 3.2.2 Bahan :

1. SnCl4.5H2O

2. Serbuk TiO2

3. Metanol 4. Etanol 5. CH3COOH

6. Kalium Iodida (KI) 7. Iodida (I2)


(53)

9. Polyvinyl Alcohol (PVA) 10.Aquadest

11.Kaca preparat

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Preparasi Sampel

3.3.1.1.Preparasi Larutan Dye

1. Disiapkan dan dicuci daun Hemigraphis colorata hingga bersih dengan air sebanyak 2 kali kemudian ditiriskan daun tersebut hingga kering

2. Digerus daun Hemigraphis colorata secukupnya di dalam mortar, kemudian diambil ekstraknya sebanyak 20 ml dengan menggunakan kain kasa

3. Ditambahkan 4 ml metahnol, 1 ml asam asetat dan 5 ml aquadest (20 : 5 : 25 perbandingan volume) sebanyak 10 ml pada ekstrak daun Hemigraphis colorata

4. Disimpan larutan dalam wadah tertutup dalam ruangan gelap ataupun tidak ada cahaya selama 24 jam

5. Disaring larutan menggunakan kertas saring whatmann No.42 sehingga dihasilkan dye yang bersih dari endapan ataupun ampas

6. Disimpan larutan dye dalam wadah tertutup

Gambar 3.1 (a) Pengambilan ekstrak daun Hemigraphis colorata (b) Penyaringan dye yang telah disimpan selama 24 jam

3.3.1.2.Pembuatan Transparent Conductive Glass (TCO)

Pembuatan kaca konduktif dibuat dengan melapiskan secara bertahap larutan konduktif SnCl4.5H2O pada kaca preparat. Adapun teknik pelapisan yang


(54)

digunakan adalah teknik spray coating dengan suhu pemanasan 550-6000C. Hal ini dikarenakan dalam proses sintering layer oksida pada substrat di suhu tersebut, material-material tersebut memiliki konduktifitas yang baik dan tidak mengalami

defect atau cacat pada rentang temperatur tersebut(Handini, 2008). Adapun langkah-langkah pembuatan kaca konduktif adalah :

1. Dilarutkan 5 gram SnCl4.5H2O dalam 5 ml methanol

2. Disimpan larutan konduktif tersebut dalam botol sprayer 3. Dilakukan preheat furnace hingga 6000C dengan alas keramik

4. Disusun kaca preparat yang telah dipotong dengan ukuran 3,75 x 2,5 cm di atas keramik lainnya

5. Dimasukkan ke dalam furnace dan diletakkan di atas keramik alas, kemudian preheat selama 10 menit

6. Dikeluarkan kaca dan disemprotkan secara langsung larutan konduktif pada kaca tersebut

7. Dimasukkan kembali kaca tersebut ke dalam furnace selama 2 menit

8. Dilakukan kembali tahap penyemprotan dan dimasukkan ke dalam furnace selama 2 menit, lalu dilakukan berulang kali hingga 5-6 kali

9. Dikeluarkan kaca konduktif kemudian didinginkan hingga baik untuk diukur hambatannya

Gambar 3.2 Klaca preparat yang telah menjadi kaca konduktif ataupun substrat TCO homemade


(55)

3.3.1.3.Preparasi Pasta Oksida TiO2

TiO2 dideposisikan dengan teknik doctor-blade sehingga sebelumnya dibuat TiO2

dalam bentuk pasta, yaitu dengan prosedur pembuatan sebagai berikut :

1. Ditambahkan Polyvinyil Alcohol (PVA) sebanyak 10% berat ke dalam air, kemudian diaduk di atas stirrer pada temperatur 800C hingga membentuk suspensi

2. Ditambahkan suspensi tersebut ke dalam bubuk TiO2 sebanyak kurang lebih

10% volume

3. Kemudian digerus di dalam mortar sampai terbentuk pasta yang baik untuk dilapiskan pada kaca TCO

4. Diatur banyaknya suspensi yang dimasukkan sehingga didapat pasta dengan derajat viskositas yang optimal. Bila diperlukan ditambahkan juga air pada campuran suspensi dan bubuk TiO2

Gambar 3.3 (a) Pembuatan binder dengan menggunakan hot palte dan magnetic stirrer (b) Pembuatan pasta TiO2 dalam mortar

3.3.1.4.Preparasi Larutan Elektrolit

Langkah-langkah pembuatan larutan elektrolit iodide/triiodide adalah sebagai berikut :

1. Dicampurkan 0,8 gram KI dengan 10 ml acetonitrile di dalam beaker glass kemudian diaduk hingga membentuk larutan


(56)

2. Ditambahkan 0,127 gram Iodine (I2) ke dalam larutan KI tersebut kemudian

diaduk

3. Disimpan larutan terebut dalam botol tetes dan ditutup rapat.

Gambar 3.4 Larutan eletrolit yang disimpan dalam botol tetes

3.3.1.5.Preparasi Counter Elektroda Karbon

Sebagai sumber karbon digunakan karbon dari pembakaran lilin. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Dipanaskan TCO di atas api lilin hingga karbon merata atau seluruh TCO sudah berwarna hitam merata.

2. Didinginkan TCO selama 5-10 menit, karena pembakaran dengan lilin membuat kaca sangat panas.

3. Setelah dingin, dibersihkan pinggiran kaca TCO dengan cotton buds dan dibuat kontak pada ketiga pinggir kaca sehingga memiliki luas area yang sama dengan lapisan pasta TiO2.

Gambar 3.5 Substrat TCO homemade yang telah dilapisi counter elektroda karbon


(57)

3.3.2. Assembly DSSC

Setelah masing-masing komponen DSC telah berhasil dibuat kemudian dilakukan

assembly (perakitan) untuk membentuk sel surya dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Diambil sepotong kaca TCO yang telah jadi, lalu dibentuk area/ posisi untuk lapisan pasta TiO2 dengan menggunakan scotch tape pada tiga bagian

pinggiran kaca TCO seperti pada gambar.

3,75 cm 3 cm

2,5 cm 1,5 cm

Gambar 3.6 Desain lapisan pasta TiO2 pada substrat TCO handmade 2. Dideposisikan pasta TiO2 diatas area yang telah dibuat pada kaca konduktif

dengan menggunakan metode doctor-blade, yaitu dengan menggunakan rod glass untuk meratakan pasta TiO2 pada kaca konduktif. Ataupun apabila tidak

ada rod glass, dapat diratakan dengan menggunakan kaca biasa hingga lapisan pasta TiO2 (layer oksida) merata pada substrat.

3. Kemudian dikeringkan lapisan pasta TiO2 di dalam oven pada temperatur

1000C selama lebih kurang 30 menit.

4. Kemudian lapisan layer oksida (lapisan pasta TiO2) direndam dalam larutan dye selama kurang lebih 1 jam.

5. Setelah kaca TCO direndam, kemudian dicuci menggunakan aquades menggunakan pipet tetes, dan dicuci kembali menggunakan methanol.

6. Dikeringkan kaca TCO menggunakan tissue.

7. Counter-elektroda karbon kemudian diletakkan diatas lapisan TiO2 dengan struktur sandwich dimana di masing-masing kedua ujung diberi offset 2 mm untuk kontak elektrik.

8. Kemudian susunan sel DSSC tersebut dijepit dengan menggunakan binder klip pada kedua sisi.

9. Diteteskan elektrolit kira-kira sebanyak 2 tetes pada ruang antara kedua elektroda.


(58)

10.Sel surya siap untuk diuji.

Gambar 3.7 (a) Kedua substrat siap untuk disatukan dan menjadi sel surya (b) Sel surya siap untuk diuji

3.3.3. Pengujian DSSC

3.3.3.1.Pengujian Karakterisasi Gugus Fungsi Ekstrak Hemigraphis colorata

FTIR digunakan untuk menganalisa karakter struktur molekul dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam larutan ekstrak Hemigraphis colorata sebagai

dye. Pengujian FTIR dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.3.3.2.Pengujian Absorbsi Dye

Profil absorbsi dari dye dianalisis dengan menggunakan Shimadzu UV-Visible Recording Spectrophotometer UV-160A. Panjang gelombang cahaya yang akan digunakan yaitu antara 350-650 nm. Pengujian absorbsi dilakukan di Laboratorium Pengembangan PTKI Medan.

Gambar 3.8 Pengujian Karakterisasi absorbsi dye dengan menggunakan Shimadzu UV-Visible Recording Spectrophotometer UV-160A


(59)

3.3.3.3.Pengujian Sel Surya

Pada sel surya yang telah dirangkai dilakukan pengujian yaitu dengan cara sebagai berikut :

1. Susunlah rangkaian seperti pada gambar:

Gambar 3.9. Skema Rangkaian Listrik Pengujian Sel surya (sumber : Septina)

2. Aturlah potensiometer R hingga minimum sehingga tegangan pada voltmeter bernilai minimum (V = minimum). Catatlah arus yang terbaca pada amperemeter sebagai Isc (arus singkat).

3. Putarlah potensiometer sehingga diperoleh pasangan nilai V – I. ulangi langkah ini untuk berbagai nilai V – I.

4. Aturlah potensiometer R hingga maksimum sehingga arus pada amperemeter bernilai minimum (I = minimum). Catatlah tegangan yang terbaca pada voltmeter sebagai Voc (tegangan terbuka).

Untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya terhadap karekteristik I-V dari sel surya dengan memvariasikan besar intesnsitas yaitu mengatur jarak sumber cahaya dengan sel surya. Pada penelitian ini dilakukan dengan jarak 30 cm, 20 cm, dan 10 cm. Dan untuk mengetahui karakteristik kurva yang terbentuk dari hasil pengukuran, maka dibuat kurva fitting pada data yang dihasilkan. Selain itu, pengukuran arus dan tegangan keluaran juga dilakukan menggunakan sinar matahari langsung.

Gambar 3.10 (a) Pengujian sel surya di bawah sinar lampu pijar (b) Pengujian sel surya di bawah sinar matahari


(60)

3.4.Diagram Alir Penelitian

Persiapan Sampel

Pembuatan Ekstraksi

Hemigraphis colorata

sebagai dye

Persiapan serbuk TiO2 Pembuatan TCO Pembuatan Elektrolit

Karakterisasi FTIR Deposisi Counter

Electrode

Penyusunan sandwich DSSC

Data

Pengolahan Data

Kesimpulan

Selesai Pengujian UV-Vis

Deposisi Lapisan Pasta TiO2

Perendaman Lapisan TiO2

Persiapan pasta TiO2

Pengujian DSSC Pengeringan Lapisan

Pasta TiO2

Studi Literatur


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisis Ekstrak Daun Hemigraphis colorata

4.1.1. Hasil Analisis Gugus Fungsi Ekstrak Daun Hemigraphis colorata

Daun sambang getih (Hemigraphis colorata) mempunyai kandungan kimia antara lain, flavonoid, tanin, steroid, terpenoid dan kalium. Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol dan senyawa polihidroksida (gugus hidroksil) yang bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut polar.

Adapun gugus fungsi yang terdapat pada ekstrak daun Hemigraphis colorata dapat kita lihat pada Gambrar 4.1 yang merupakan hasil analisis FT-IR yang menunjukkan spektrum serapan panjang gelombang dengan bilangan gelombang dari ekstrak daun Hemigraphis colorata.

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR dari ekstrak daun Hemigraphis colorata

Dari spektrum tersebut terlihat puncak-puncak dari spektrum ekstrak daun

Hemigraphis colorata yang menunjukkan adanya gugus fungsi dari flavonoid, yakni pada bilangan gelombang 3402,43 cm-1 yang menunjukkan gugus OH- kuat,


(1)

� = 0,00011809

0,06496 � 100% = 0,1818%

4. DSSC No.4 dengan perendaman 2 jam dan substrat ITO dari Sigma-Aldrich  Jarak 10 cm

Pmax = 0,00093293 W

Pcahaya = 0,235586 W

� = 0,00093293

0,235586 � 100% = 0,3960%  Jarak 20 cm

Pmax = 0,00049510 W

Pcahaya = 0,13039 W

� = 0,00049510

0,13039 � 100% = 0,3797%  Jarak 30 cm

Pmax = 0,00014349 W

Pcahaya = 0,0820352 W

� = 0,00014349


(2)

9. Dokumentasi Penelitian

Beberapa dokumentasi selama dilakukan penelitian. 1. Preparasi dye ekstrak daun Hemigraphis colorata

(b)

(a)

Gambar 1 (a) Daun Hemigraphis colorata digerus di dalam mortar (b) Bahan yang digunakan dalam pembuatan dye ekstrak daun Hemigraphis colorata

2. Pembuatan substrat TCO handmade

Gambar kaca TCO handmade yang telah jadi dan Muffle Furnace yang digunakan dalam proses pembuatannya


(3)

3. Preparasi Layer Oksida Semikonduktor TiO2

Gambar bahan dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan pasta TiO2

(a) (b)

Gambar (a) pembuatan binder pasta TiO2 (b) pembuatan pasta TiO2

4. Preparasi larutan elektrolit

(a) (b)

Gambar (a) peralatan dan bahan yang digunakan dalam pembuatan larutan elektrolit (b) Larutan elekrolit yang sudah jadi


(4)

5. Preparasi counter-elektroda karbon

(a) (b)

Gambar (a) Persiapan membuat counter elektroda karbon (b)Hasil lapisan counter elektroda karbon pada substrat

6. Assembly DSSC

(a) (b) (c)

Gambar (a) Pelapisan pasta TiO2 dengan menggunakan teknik doctor-blade

(b)Layer oksida pasta TiO2 membentuk area yang rapi (c) Perendaman layer


(5)

(a) (b) (c)

Gambar (a) Yamato Drying Oven untuk mengeringkan pasta TiO2 pada

substrat hingga melekat pada substrat (b) dan (c) Kedua layer oksida pasta TiO2 dan layer counter elektroda karbon siap untuk di jadikan DSSC;

(b)menggunakan substrat TCO handmade (c)menggunakan substrat ITO dari Sigma-Aldrich

7. Analisis Absobansi menggunakan UV-Vis Spechtrofotometer

(a) (b)

Gambar (a) Penyaringan dye ekstrak daun Hemigraphis colorata untuk dilakukan diuji besar panjang gelombang dan absorbansi dari dye tersebut


(6)

8. Pengujian karaktersitik I-vs-V

(

a) (b)

Gambar pengukuran karakteristik I-vs-V dari DSSC menggunakan sumber cahaya lampu pijar (a)Rangkaian dengan variabel hambatan dan jarak sumber cahaya dengan DSSC (b) Pengujian menggunakan lampu pijar 200

Watt

Gambar pengukuran arus dan tegangan keluaran yang dihasilkan DSSC dengan sumber cahaya langsung dari sinar matahari