Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Konsumsi Beriodium Dan Garam Meja Dengan Metode Argentometri
PENETAPAN KADAR IODIUM PADA GARAM KONSUMSI
BERIODIUM DAN GARAM MEJA DENGAN METODE
ARGENTOMETRI
TUGAS AKHIR
OLEH:
LANGGU PATAR PAKPAHAN
NIM 112410056
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
PENETAPAN KADAR IODIUM PADA GARAM KONSUMSI
BERIODIUM DAN GARAM MEJA DENGAN METODE
ARGENTOMETRI
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
LANGGU PATAR PAKPAHAN NIM 112410056
Medan, Juni 2014 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001
Disahkan Oleh: Pembantu Dekan I,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa karena atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul: Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Konsumsi Beriodium dan Garam Meja dengan Metode Argentometri .
Tujuan penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset Standardisasi Industri Medan.
Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis juga mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.
2. Bapak Prof, Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 3. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik
dan Bapak Alhamra, Selaku Kepala Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian dan selaku Pembimbing PKL di Baristand Industri Medan. 4. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.
5. Bapak Ir. Maruahal Situmorang, M.Si., selaku Kepala Baristand Industri Medan.
(4)
7. Sahabat-sahabat Eva, Venny, Cinty, Rizky, Andre, Alfala, dan teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2011, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka yang senantiasa memberiku semangat, bantuan dan terus memacu saya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, M. Pakpahan dan Ibu N. Marbun yang sudah memberi dukungan secara moral dan materil, dan terimakasih juga kepada saudara kandung penulis, Reni Pakpahan, Liston pakpahan, dan Lazio Pakpahan yang selalu memberi semangat.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2014 Penulis,
LANGGU P PAKPAHAN NIM 112410056
(5)
Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Kosumsi Beriodium dan Garam Meja Dengan Metode Argentometri
Abstrak
Garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang memiliki rasa yang asin yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar adalah Natrium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja menggunakan metode argentometri.
Menurut SNI (01-2899-2000), kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm.
Kata kunci: Garam, Natrium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, Metode Argentometri.
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... .. i
LEMBAR PENGESAHAN……… . ii
KATA PENGANTAR………. iii
ABSTRAK ……….. v
DAFTAR ISI……… vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Garam ... 4
2.1.1 Pengertian Garam………... 3
2.1.2 Sumber Garam……… 3
2.1.3 Teknologi Pembuatan garam………. 4
2.2 Jenis dan Kegunaan Garam ... 5
2.2.1 Garam Industri ... 5
2.2.2 Garam Konsumsi ... 6
2.2.3 Garam Pengawetan ... 6
2.3 Mineral ... 7
(7)
2.3.2 Pengendalian Konsumsi Garam dan Sekresi ... 8
2.4 Iodium ... 11
2.4.1 Manfaat Iodium………. ... 11
2.4.2 Sumber Iodium Dalam Makanan………. 11
2.4.3 Sumber Iodium di Alam………... 12
2.5 Garam Beriodium……….. 12
2.5.1 Fortifikasi Iodium pada garam………. .... 13
2.6 Akibat Kekurangan dan Kelebihan Iodium……….. . 14
2.6.1 Hipofungsi Tiroid……… . 14
2.6.2 Konsep Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) 15 2.6.3 Hiperfungsi Tiroid (Hipertirodisme)………... . 16
2.7 Titrasi Yang melibatkan Iodium……… 16
2.7.1 Perbedaan Iodimetri dan Iodometri………. . 18
2.7.2 Larutan Standar Na2S2O3……….. 18
2.7.3 Indikator Amilum (Kanji)……… 19
BAB 3 METODOLOGI ... 21
3.1 Alat ... 21
3.2 Bahan ... 21
3.3 Prosedur ... 21
3.4 Interpretasi Hasil ... 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Hasil Penetapan Kadar Iodium ... 23
(8)
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 24
5.1 Kesimpulan ... 24
5.2 Saran ... 24
DAFTAR PUSTAKA ... 25
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Identitas Sampel 1 ... 27 Lampiran 1. IdentitasSampel 2 ... 28 Lampiran 2. Data Penimbangan dan Perhitungan ... 29
(10)
Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Kosumsi Beriodium dan Garam Meja Dengan Metode Argentometri
Abstrak
Garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang memiliki rasa yang asin yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar adalah Natrium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja menggunakan metode argentometri.
Menurut SNI (01-2899-2000), kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm.
Kata kunci: Garam, Natrium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, Metode Argentometri.
(11)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Iodium merupakan salah satu jenis mineral mikro yang berperan penting dalam sistem fisiologis tubuh. Iodium ada di dalam tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit, yaitu sebanyak kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau sekitar 15-23 mg. Iodium ditemukan pada tahun 1811 oleh Cortois. Iodium merupakan sebuah anion monovalen. Keadaanya dalam tubuh mamalia dan manusia sebagai hormon tiroid. Hormon- hormon ini sangat penting selama pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolisme dan produksi kalori atau energi.
Jumlah iodin yang terdapat dalam makanan sebanyak jumlah ioda dan untuk sebagian kecil secara kovalen mengikat asam amino. Iodium diserap sangat cepat oleh usus dan oleh kelenjar tiroid digunakan untuk memproduksi hormon tiroid. Saluran ekskresi utama iodium adalah melalui saluran kencing (urin) dan cara ini merupakan indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status iodium. Tingkat ekskresi (status iodium) yang rendah (25-20 mg i/g creatin) menunjukkan resiko kekurangan iodium dan bahkan tingkat yang lebih rendah menunjukkan resiko yang lebih berbahaya (Almatsier, 2005).
Penetapan kadar iodium suatu bahan pangan diperlukan untuk mengetahui kandungan iodium yang terdapat dalam bahan pangan. Dengan mengetahui kandungan iodium dalam bahan pangan tersebut nantinya akan digunakan untuk
(12)
mengukur tingkat kecukupan iodium sehari dari konsumsi bahan pangan tersebut. Bahan pangan yang dianalisa terutama adalah garam dapur yang terfortifikasi karena garam dapur fortifikasi umumnya merupakan sumber iodium yang baik. Namun, biasanya kandungan iodium dari berbagai merek dagang berbeda dalam berat garam yang sama (Riyanto, 2004).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja adalah untuk mengetahui apakah kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja memenuhi persyaratan kadar iodium yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar iodium pada garam
konsumsi beriodium dan garam meja adalah agar dapat mengetahui apakah garam yang dipasarkan memenuhi persyaratan kadar iodium yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk tersebut layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
(13)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Garam
2.1.1. Pengertian Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat/karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801C (Burhanuddin, 2001).
Garam Natrium klorida untuk keperluan masak biasanya diperkaya dengan unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) padatan kristal berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, dan bila mengandung MgCl2
menjadi berasa agak pahit, dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH (bahan untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk), sebagai zat pengawet (Mulyono, 2009).
2.1.2. Sumber Garam
Sumber garam yang didapat di alam berasal dari berbagai tempat di bumi, antara lain :
1. Air laut, air danau asin yang bersumber air laut terdapat di Mexico, Brazil, RRC, Australia, dan Indonesia yang mencapai ± 40 %. Adapun yang bersumber dari danau asin terdapat di Yordania (Laut Mati), Amerika
(14)
Serikat (Great Salt Lake), dan Australia yang mencapai produksi ± 20 % dari total produk dunia.
2. Deposit dalam tanah, tambang garam terdapat di Amerika Serikat, Belanda, RRC, Thailand, yang mencapai produksi ± 40 % total produk dunia.
3. Sumber air dalam tanah sangat kecil, karena sampai saat ini dinilai kurang ekonomis maka jarang (sama sekali tidak) dijadikan pilihan usaha. Di Indonesia terdapat sumber air garam di wilayah Purwodadi, Jawa Tengah (Burhanuddin, 2001).
2.1.3. Teknologi Pembuatan Garam
Pembuatan garam menggunakan teknologi tertentu, yakni:
1. Garam dari air laut dan air danau asin, teknologi proses yang digunakan : a. Penguapan melalui teknologi matahari (solar evaporation).
b. Proses pemisahan NaCl dengan aliran listrik (elektrodialisa).
2. Garam Tambang, teknologi proses yang digunakan langsung dilakukan pencucuian terhadap hasil penambangan (washing plants), kemudian dilakukan pengeringan dengan centrifuge sampai mencapai kadar air 3-5% (untuk menghasilkan garam bahan baku/garam kasar), dilanjutkan proses pengeringan lanjut (drying). Hasil penambahan dilarutkan dalam air atau dapat juga dicairkan pada saat masih dibawah permukaan tanah. Kemudian larutan garam tersebut dijernihkan (sedikit mungkin mengandung kotoran dan senyawa kimia yang dikehendaki), dan selanjutnya dikristalisasi kembali dalam kolom kristalisasi (crystallization column), hasil rekristalisasi dikeringkan dan seterusnya seperti pada proses sebelumnya. Kristalisasi merupakan istilah yang menunjukkan
(15)
beberapa fenomena yang berbeda berkaitan dengan pembentukan struktur kristal. Empat tahap pada proses kristalisasi meliputi pembentukan kondisi lewat jenuh atau lewat dingin, nukleasi atau pembentukan kristal inti kristal, pertumbuhan kristal, dan rekristalisasi atau pengaturan kembali struktur kristalin sampai mencapai energi terendah. Kristalisasi menunjukkan sejumlah fenomena yang berkaitan dengan pembentukan struktur matriks kristal. Prinsip pembentukan Kristal adalah sebagai berikut :
1. Kondisi lewat jenuh untuk suatu larutan seperti larutan gula atau garam. 2. Kondisi lewat dingin untuk suatu cairan atau lelehan (melt) seperti air dan
lemak.
Untuk membentuk kristal, fase cairan (liquid) harus melewati kondisi lewat dingin (untuk lelehan). Kondisi tersebut dapat tercapai melalui pendinginan dibawah titik leleh suatu komponen (misalnya air) atau melalui penambahan sehingga dicapai kondisi lewat jenuh (misalnya garam dan gula) pada kondisi tidak seimbang ini, molekul-molekul pada cairan yang mengatur diri dan membentuk struktur matriks Kristal (Burhanuddin, 2001).
2.2 Jenis dan Kegunaan Garam
Garam sebagai salah satu unsur yang sangat penting memiliki jenis serta kegunaannya dalam kehidupan.
2.2.1 Garam Industri
Garam dengan kadar NaCl yaitu 97 % dengan kandungan impurities (sulfat, magnesium, dan kalsium serta kotoran lainnya) yang sangat kecil. Kebutuhan garam industri antara lain untuk industri perminyakan, pembuatan
(16)
2.2.2 Garam Konsumsi
Garam dengan kadar NaCl, yaitu 97 % atas dasar bahan kering (dry basis), kandungan impuritis (sulfat, magnesium, dan kalsium), yaitu 2% dan kotoran lainnya (lumpur, pasir), yaitu 1% serta kadar air maksimal yaitu 7%. Kelompok kebutuhan garam konsumsi antara lain untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan, industri minyak goreng, industri pengasinan, dan pengawaten ikan (Burhanuddin, 2001).
2.2.3 Garam Pengawetan
Garam biasa ditambahkan pada proses pengolahan pangan tertentu. Penambahan garam tersebut bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang memungkinkan enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halotoleran) bereaksi menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu.
Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup. Pengolahan dengan garam biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan yang lain seperti fermentasi dan enzimatis. Contoh pengolahan pangan dengan garam adalah pengolahan acar (pickle), pembuatan kecap ikan, pembuatan daging kering, dan pembuatan keju ( Estiasih, 2009).
(17)
2.3 Mineral
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96 % terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik antara lain adalah natrium, klor, kalsium, magnesium, dan belerang. Unsur-unsur ini terdapat pada tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut unsur mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan, tembaga, zink, kobalt, dan fluor hanya terdapat pada tubuh dalam jumlah yang kecil saja, karena itu disebut trace element atau mineral mikro. Mineral iodium dibutuhkan sejumlah 100-300 μg per hari dan sampai dengan satu mg per hari mungkin dapat dikonsumsi dengan aman (Winarno, 1997).
2.3.1 Natrium dan Klorida
Natrium dan klorida biasanya berhubungan sangat erat baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Sebagian besar natrium terdapat dalam plasma darah dan dalam cairan di luar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya terdapat ditulang. Jumlah natrium dalam badan manusia diperkirakan sekitar 100-110 g. Dalam badan seperti halnya dalam makanan, sebagian natrium bergabung dengan klorida membentuk garam meja, yaitu natrium klorida. Konsumsi garam tiap orang per hari diperkirakan sekitar 6 – 18 gr NaCl. Klorida juga banyak terdapat pada plasma darah, serta banyak ditemukan dalam kelenjar pencernaan
(18)
dalam mulut untuk memecahkan pati yang dikonsumsi. Sebagai bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida juga membantu mempertahankan tekanan osmotik, disamping juga membantu menjaga keseimbangan asam dan basa.
2.3.2 Pengendalian Konsumsi Garam dan Sekresi
Garam khususnya garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makanan yang penting. Konsumsi NaCl biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan, dan tradisi daripada keperluan. Di beberapa negara maju, dilakukan pengaturan konsumsi yang ketat agar konsumsi NaCl berada dibawah 1 g per hari, angka itu kira-kira memenuhi kebutuhan minimal untuk seorang dewasa dengan keaktifan normal pada daerah subtropis.
Makanan yang mengandung kurang dari 0,3 % natrium akan terasa hambar sehingga kurang disukai. Konsumsi natrium bervariasi terhadap suhu dan daerah tempat tinggal, dengan kisaran dari 2 gram sampai sebanyak 10 gram per hari. Pengaturan konsentrasi natrium, cairan badan, dan kandungan natrium dilakukan melalui ginjal. Lebih dari 8 kali jumlah kandungan natrium dalam badan dan 250 kali konsumsi natrium disaring melalui ginjal setiap hari. Untuk mempertahankan keseimbangan kira-kira 95,5 % garam natrium klorida yang telah tersaring disaring oleh tubuh (Winarno, 1997).
2.4 Iodium
Iodium merupakan bagian/unsur penting dari hormon tiroid, tetraiodotironin (tiroksin), dan triiodotironin. Keadaan defisiensi mengakibatkan terjadinya hyperplasia dan hipertrofi kelenjar tiroid (goiter endemik). Penyakit ini
(19)
terjadi di daerah mana tanahnya kurang mengandung iodium dan sering terjadi sebelum tersedianya garam meja beriodium ( Gunawan, 1995).
Menurut Farmakope, Ed. IV (1994), Iodium mengandung tidak kurang dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5%.
1. Pemerian : keping atau granul, berat, hitam keabu-abuan, bau khas, berkilau seperti metal.
2. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam karbon disulfide, kloroform, eter, etanol, dan larutan iodide, agak sukar larut dalam gliserin. 3. Identifikasi:
a. Larutan dalam kloroform P (1 dalam 1000), dalam karbon tetraklorida P dalam karbon disulfida P berwarna lembayung.
b. Pada larutan jenuh, tambahkan kanji kalium iodida LP, terjadi warna biru. Bila campuran didihkan maka warna akan hilang, tetapi timbul lagi setelah campuran dingin, kecuali dididihkan dalam waktu lama.
4. Sisa penguapan : tidak lebih dari 0,05 %, lakukan penetapan menggunakan 5,0 gram zat dalam cawan porselen yang telah ditara, panaskan di atas tangas uap hingga iodium habis menguap, dan keringkan pada suhu 105 C selama 1 jam.
5. Klorida atau bromida : tidak lebih dari 0,028 % dihitung sebagai klorida, lakukan penetapan sebagai berikut: gerus 250 mg serbuk halus dengan 10 ml air, saring. Tambahkan tetes demi tetes asam sulfit bebas klorida P, yang telah diencerkan dengan beberapa bagian volume air, hingga warna iodium benar-benar hilang. Tambahkan 5 ml ammonium hidroksida 6N, kemudian 5 ml perak nitrat LP sedikit demi sedikit. Saring, asamkan filtrate dengan asam
(20)
nitrat P. larutan yang terjadi tidak lebih keruh dari larutan pembanding yang dibuat dengan jumlah pereaksi yang sama, ditambah dengan 0,10 ml asam klorida 0,020N, tanpa penambahan asam sulfit P.
6. Penetapan kadar : serbukkan dan timbang seksama lebih kurang 500 mg dalam labu bersumbat kaca yang telah ditara, tambahkan 1 gram kalium iodida P yang dilarutkan dalam 5 ml air. Encerkan dengan air hingga lebih kurang 50 ml, tambahkan 1 ml asam klorida 3N. Titrasi dengan natrium tiosulfat 0,1N LV, menggunakan 3 ml indicator kanji LP. Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung, dan 1/3 hingga 1/2 ditangkap oleh kelenjar tiroid, sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Ditaksir 95 % iodium tubuh tersimpan dalam kelenjar tiroid, sisanya dalam sirkulasi (0,04 – 0,57%) dan jaringan. Dalam keadaan keseimbangan (homoeostasis) masukan iodium sehari dapat diperkirakan dengan mengukur jumlah iodium yang dikeluarkan air kemih per hari.
WHO, Unicef, dan ICCIDD menganjurkan kebutuhan iodium sehari-hari sebagai berikut:
- 90 mg untuk anak prasekolah (0 – 59 bulan) - 120 mg untuk anak sekolah dasar (6 – 12 tahun) - 150 mg untuk dewasa (diatas 12 tahun)
- 200 mg untuk wanita hamil dan wanita menyusui
Kadar Iodium dalam tubuh diperiksa dengan cara langsung maupun tidak langsung. Pemeriksaan langsung dengan cara menganalisis makanan duplikat yang terdapat dalam makanan seseorang, sedangkan untuk pemeriksaan tidak langsung dipakai dengan cara memeriksa kadar iodium dalam urin, dan dengan
(21)
studi kinetik iodium. Hasil observasi di atas jelas menunjukkan bahwa defisiensi iodium memang merupakan penyebab utama endemik ini, namun pada beberapa keadaan defisiensi iodium merupakan faktor yang mempermudah (per-missive factor) bagi terjadinya gondok (Djokomoeljanto, 2006).
Menurut SNI (01-2899-2000), kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm.
2.4.1 Manfaat Iodium
Iodium sebagai unsur penting dalam sintesa hormon tiroksin, yaitu suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Iodium juga sebagai pembentukan hormon kalsitonin, yang juga dihasilkan oleh kelenjar tiroid, berasal dari sel parafoli – kular. Hormon ini berperan aktif dalam metabolisme kalsium, maka harus selalu tersedia iodium yang cukup dan berkesinambungan( Djokomoeljanto, 2006).
2.4.2 Sumber Iodium dalam Makanan
Sumber iodium dalam makanan, antara lain : Makanan laut, Susu, Daging, Telur, Air minum, Garam beriodium.
2.4.3 Sumber Iodium di Alam
Menurut (Djokomoeljanto, 2006), sumber iodium di alam, antara lain : 1. Air tanah, tergantung sumber air berasal dari batuan tertentu (kadar paling
tinggi apabila air ini bersumber dari igneous rock 900 µg/kg bahan). 2. Air laut, mengandung sedikit iodium, sehingga kandungan iodium garam
(22)
3. Plankton, ganggang laut, dan organisme laut lain berkadar iodium tinggi sebab organisme ini mengkonsentrasikan iodium dari lingkungan sekitarnya.
4. Sumber bahan organik yang terdapat dalam desinfektan, iodophor, zat warna makanan, dan kosmetik serta vitamin yang beredar di pasaran juga menambah iodium.
5. Ikan laut, cumi-cumi yang dikeringkan banyak mengandung iodium.
2.5 Garam Beriodium
Garam meja beriodium merupakan sumber iodium yang murah dan efisien. Selain itu iodium juga banyak didapatkan pada makanan laut. Iodium yang dibutuhkan orang dewasa sekitar 1-2 μg/kgBB/hari. Di Amerika Serikat, kebutuhan harian iodium untuk anak-anak adalah 40-120 μg, dewasa 150 μg,
untuk wanita hamil 220 μg, dan wanita menyusui 270 μg. Makanan yang banyak
mengandung iodium adalah makanan yang berasal dari laut, sedangkan sayuran dan daging sedikit mengandung iodium. Cara yang praktis untuk memenuhi kebutuhan iodium terutama untuk mereka yang bertempat tinggal di pegunungan yang jauh dari laut adalah dengan menambahkan iodida pada garam dapur, yang sehari-harinya digunakan di meja makan (Gunawan, 1995).
2.5.1 Fortifikasi Iodium Pada Garam
Fortifikasi pangan adalah penambahan satan atau lebih zat gizi (nutrient) ke pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi dan pencegahan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Iodisasi garam menjadi metode yang paling umum yang diterima oleh berbagai negara di dunia sebab
(23)
garam digunakan secara luas dan oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya adalah sederhana dan tidak mahal serta stabil dalam “impure salt” pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembapan) yang buruk. Penambahan fortifiksi dalam Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO3). Iodat berlebih tidak mengakibatkan perubahan warna dan ras. Negara-negara yang dengan program iodisasi garam yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan prevalansi GAKI (Albiner, 2003).
Beberapa masalah yang menjadi kendala program ini adalah sebagai berikut :
a. Sumber garam: sumber yang berbeda, misalnya garam rakyat, garam tambang yang dikelola secara bisnis, akan menimbulkan beban biaya yang berbeda. Selanjutnya iodisasi akan memberikan tambahan beban lagi, yang sudah tentu pada akhirnya menjadi masalah bagi masyarakat.
b. Kualitas garam : kemurnian dan kandungan air akan mempengaruhi proses iodisasi dan selera konsumen. Kadar air yang tinggi akan mempengaruhi kualitas iodium.
c. Masalah distribusi: perlu upaya deregulasi, karena prosedur yang rumit akan meningkatkan beban biaya sehingga harga mahal, dan sasaran tak tercapai.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi antara lain:
1. Penyimpanan: teknik penyimpanan yang kurang memadai akan mempengaruhi kualitas garam beriodium.
2. Pengepakan: pengepakan memerlukan teknik tertentu, menghindari cahaya matahari dan kelembaban yang dapat mengakibatkan penguapan iodium.
(24)
Pengepakan yang baik adalah menggunakan plastik kedap air, sehingga kadar air dalam garam stabil.
3. Konsumen: umumnya masyarakat mengatakan rasa garam beriodium kurang enak dan agak pahit serta harganya mahal (Suastika, 1995).
2.6 Akibat Kekurangan dan Kelebihan Iodium
Iodium sebagai salah satu unsur penting dalam tubuh juga memiliki dampak positif maupun dampak negatif akibat dari kekurangan atau kelebihan iodium.
2.6.1 Hipofungsi Tiroid (hipotiroidisme)
Hipotiroidisme yang hebat disebut miksedema, merupakan gangguan tiroid yang paling umum terjadi hampir di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena defisiensi iodium pada daerah non-endemik dimana iodium cukup tersedia, umumnya disebabkan karena tiroiditis auto-imun yang kronik (Tiroiditis Hashimoto). Penyakit ini ditandai oleh tingginya antibodi terhadap peroksidase tiroid di sirkulasi, dan mungkin juga dengan kadar trioglubulin yang tinggi mesti ini lebih jarang terjadi. Dapat juga terjadi hambatan antibodi terhadap reseptor TSH, terjadi eksaserbasi hipotiroidisme.
Hipotiroidisme dengan goiter terjadi pada tiroiditis Hashimoto, atau bila ada gangguan sintesis hormon tiroid yang hebat. Bila penyakit ini bersifat ringan, gejala tidak nyata, sementara progresivitas penyakit dapat berjalan terus sehingga mengakibatkan gejala yang timbul berlebihan. Gambaran klinis pada pasien sangat spesifik, antara lain : muka tampak sangat ekspresif, membengkak, pucat, kulit dingin dan kering, kulit kepala bersisik, rambut kasar, kering dan mudah lepas, kuku jari menebal dan rapuh, mungkin timbul edema, suara parau dengan
(25)
nada rendah, bicaranya lambat, gangguan daya pikir, dan mungkin mengalami depresi, terjadi gejala gangguan saluran cerna, nafsu makan kurang, motilitas usus berkurang sehingga sering terjadi distensi abdominal dan konstipasi. Tonus otot kantung kemih juga berkurang sehingga mudah terjadi retensi urin. Pada pasien wanita dapat mengalami gangguan haid (Gunawan, 1995).
2.6.2 Konsep Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
Gondok endemik hingga kini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia maupun di negara berkembang. Dahulu hanya terfokus pada gondok endemik saja, sekarang lebih memfokuskan pada masalah gangguan yang lebih luas yang digabung dalam GAKI atau IDD (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium, Iodine Deficiency Disorders), dimana akibat defisiensi iodium merupakan satu spektrum luas dan mengenai semua segmen usia, dari fetus hingga dewasa. Dengan demikian jelaslah bahwa gondok hanya sebagian kecil saja dari spektrum GAKI.
Dengan demikian, kepentingan klinisnya tidak saja didasarkan atas akibat desakan mekanis yang ditimbulkan oleh gondok, tetapi justru gangguan fungsi lain yang dapat dan sering menyertainya seperti gangguan perkembangan mental dan rendahnya IQ, hipotiroidisme, dan kretin endemik. Semua gangguan pada populasi tersebut akan tercegah dengan masukan iodium cukup pada penduduknya (Djokomoeljanto, 2006).
2.6.3 Hiperfungsi Tiroid ( Hipertirodisme)
Tiroksikosis adalah keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya hormon tiroid bebas dalam darah. Sedangkan hipertiroidisme adalah keadaan dimana produksi dan sekresi hormon tiroid meningkat akibat hiperfungsi kelenjar tiroid.
(26)
Hampir semua keluhan dan gejala tirotoksikosis terjadi karena pembentukan panas yang berlebihan, peningkatan aktivitas motorik, dan aktivitas saraf simpilis. Kulit panas, lembab, otot lemah, dan terlihat tremor, frekuensi denyut nadi dan jantung cepat juga merupakan akibat dari hiperfungsi tiroid. Semua ini menyebabkan nafsu makan bertambah, dan bila kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka berat badan akan menurun. Mungkin pasien akan mengeluh sukar tidur, cemas, dan gelisah, tidak tahan hawa panas, dan peristaltik usus meningkat.
2.7 Titrasi Yang Melibatkan Iodium
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi langsung ( iodimetri ) dan titrasi tidak langsung ( iodometri ).
a. Titrasi langsung ( Iodimetri )
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi:
I2+ 2e ↔ 2Iˉ
Iodium akan mengoksidasi senyawa yang mempunyai potensial reduksi lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. b. Titrasi tidak langsung ( Iodometri )
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa- senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator
(27)
direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Rohman, 2009).
Menurut (Harjadi, 1986), titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa garam dengan cara berdasarkan pemakaiannya:
1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodometri tak langsung.
2. I2 sebagai titran dikenal sebagai titrasi iodometri langsung dan kadang- kadang
dinamakan iodimetri.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran. Diantaranya yang sering dipakai ialah : a. KMnO4
b. K2Cr2O7
c. Ce (IV)
4. Suatu reduktor kuat sebagai titrant.
2.7.1 Perbedaan Iodimetri dan Iodometri
Menurut basset (1994), metode cara langsung (iodimetri) jarang dilakukan mengingat iodium merupakan oksidator yang lemah. Cara langsung disebut iodimetri yang menggunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri yaitu oksidator yang dianalisis cukup kuat untuk direaksikan sempurna dengan ion iodida berlebih dalam keadaan sesuai.
Iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit. Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa
(28)
yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat
oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Rohman, 2009).
2.7.2 Larutan Standar Na2S 2O3
Standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 1981).
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah
yang dititrasi dengan Na2S2O3 :
Oksanalat + Iˉ↔ Redanalat + I2
2 S2O3 + I2↔ S4O6 = + 2 Iˉ
Daya reduksi ion iodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan. Reaksi S2O3 dengan I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya berdasarkan
pada potensial redoks masing-masing:
S4O6 = + 2e ↔ 2 S2O3= EO = 0,08 Volt
I2+ 2e ↔ 2 Iˉ EO = 0,536 Volt
Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator lain tidak mengubah S2O3 menjadi S4O6 melainkan menjadi SO3 seluruhnya atau
sebagian menjadi SO4. Daya reduksi ion iodida cukup besar dan titrasi ini banyak
(29)
2.7.3 Indikator Amilum (Kanji)
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang
dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda, dan seterusnya sampai akhirnya lenyap. Bila diamati lebih cermat perubahan warna tersebut, maka titik akhir akan dapat ditentukan dengan cukup jelas. Konsentrasi 5 x 10-6 M iod masih tepat dapat dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi dengan kelebihan hanya senilai 1 tetes iod 0,05 M. Namun lebih mudah dan lebih tegas bila ditambah amilum ke dalam larutan sebagai indikator .
Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang
sangat jelas sekalipun I2 pada titik akhir iod yang terikat itu hilang bereaksi
dengan titrant sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warna birunya akan sulit lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini maka akan mengganggu perubahan warna pada titik akhir (Harjadi, 1986).
(30)
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan: Buret, Batang pengaduk, Beaker glas, Corong, Erlenmeyer, Kertas saring, Labu ukur, Pipet tetes, Pipet volume, Statif, Klem, dan Pompa hisap.
3.2 Bahan
Bahan- bahan yang digunakan: Garam konsumsi beriodium, Garam meja, Larutan AgNO3 0,1N, Air suling, Asam nitrat 4N, Tawas feriamonium 40%, dan
KCNS 0,1N.
3.3 Prosedur
Prosedur pengujian kadar iodium yang digunakan adalah prosedur pengujian yang diterapkan di Balai Riset Standardisasi Industri Medan.
Ditimbang seksama 25-30 gram cuplikan garam meja ke dalam
erlenmeyer lalu masukkan 40 ml air ke dalam erlenmeyer lalu tambahkan asam nitrat dan AgNO3 berlebih. Kocok lalu biarkan beberapa menit dan hindari dari
cahaya langsung. Kumpulkan filtrat dan air pencuci dari hasil penambahan 40 ml air suling ke dalam erlenmeyer lebih kurang 150 ml. Setelah itu tambahkan 2 ml larutan tawas feriamonium dan titer kelebihan AgNO3 dengan KCNS 0,1N.
Setelah penambahan 2 ml tawas feriamonium, kerjakan Blanko. Lakukan prosedur yang sama untuk cuplikan garam beriodium, lalu bandingkan hasilnya. Percobaan dilakukan tiga kali.
3.4. Interpretasi Hasil
Perhitungan kadar iodium sebagai KIO3 dimana rumus perhitungan kadar
KIO3 bahan asal adalah sebagai berikut:
Kadar KIO3bahan asal = (890 x V2) / ( W x VI) ppm
Dimana:
V1 = Volume Natriumtiosulfat pada pentiteran larutan baku (4,91ml) V2 = Volume Natriumtiosulfat pada pentiteran larutan cuplikan (ml) W = Bobot cuplikan (mg)
(31)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada percobaan penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja menggunakan metode argentometri, diketahui garam yang diuji mengandung kadar iodium yang memenuhi syarat SNI (01-2899-2000) yakni berkisar antara 30-80 ppm. Kadar rata- rata KIO3 pada garam konsumsi beriodium
adalah 33,52 ppm, dengan volume rata- rata KCNS 0,1N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan adalah 4,69 ml. Sedangkan kadar rata- rata KIO3 pada garam
meja adalah 4,60 ppm dengan volume rata- rata KCNS 0,1N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan adalah 6,62 ml.
4.2 Pembahasan
Penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja yang diperoleh lebih besar dari 30 ppm yaitu 33,52 ppm dan 45,60 ppm memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2899-2000 dimana kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi standar adalah berkisar antara 30-80 ppm.
Kadar iodium pada garam konsumsi selain ditentukan oleh bahan dasarnya juga sangat ditentukan oleh penambahan iodium pada bahan dasar garam tersebut. Semakin tinggi kadar iodium pada garam (sampai batas 80 ppm) maka kualitas garam akan semakin baik.
(32)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan:
Penentuan kadar iodium pada sampel yakni garam konsumsi beriodium dan garam meja dilakukan dengan menggunakan metode argentometri. Pentiter yang digunakan dalam proses titrasi adalah AgNO3. Menurut SNI
(01-2899-2000), kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm. Dari persyaratan yang telah ditentukan oleh SNI tersebut dapat disimpulkan bahwa garam konsumsi beriodium dengan kadar iodium 33,52 ppm dan garam meja dengan kadar iodium 44,60 ppm memenuhi persyaratan SNI.
5.2Saran
Diharapkan pada saat melakukan titrasi dengan KCNS terhadap cuplikan, peneliti selanjutnya lebih melihat perubahan visual yang terjadi pada analit, karena kelebihan 1 tetes titran dapat mempengaruhi jumlah kadar iodium pada garam konsumsi. Selain itu, untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan pengujian terhadap garam, dilakukan juga pengujian berdasarkan parameter uji yang lain seperti bagian yang larut dan tidak larut dalam air, zat pengotor, kadar NaCl, uji noda, serta pengujian dengan spektrofotometri.
(33)
DAFTAR PUSTAKA
Albiner. (2003). Pendekatan Fortifikasi Pangan Untuk Mengatasi Masalah
Kekurangan Gizi Mikro. http:// repository.USU.ac.id. tanggal 4 Mei 2014.
Halaman 35-37.
Almatsier, S. (2005). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 56-58.
Anonim. (2000). Garam Konsumsi Beriodium. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-2899-2000. Halaman 30.
Basset, J. (1994). Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Halaman 110, 122.
Burhanuddin. (2001). Procedding Forum Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Halaman 17-18; 21- 24.
Day dan Underwood J.R. (1981). Quantitatif Analysis. New Jersey of USA: Cliff. Halaman 125.
Dirjen POM. (2010). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 512, 521.
Djokomoeljanto. (2006). Kelenjar Tiroid, Hipotirodisme Dalam. Jakarta: Aru WS., editor. Halaman 21, 26.
Estiasih, T. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Malang: Bumi Aksara. Halaman 124-126.
Gunawan, S. (1995). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Teraupetik. Halaman 62-63.
Harjadi, W. (1994). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka. Halaman 37, 42.
Mulyono, H. (2009). Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 72, 74. Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Halaman 105, 108. Riyanto. (2004). Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Halaman 132, 135.
Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Universitas Islam Indonesia. Halaman 62, 65.
(34)
Winarno, F, G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Kimia. Halaman 50-51.
(35)
Lampiran 1.
Identitas Sampel 1
Nama contoh : Garam Konsumsi Beriodium Cap Ikan Paus Wadah/kemasan : Plastik Transparan 500 g
Pabrik : Sumber Samudera Deli Serdang 20371- Indonesia Komposisi : Mengandung KIO3 30 ppm
Waktu daluarsa : November 2018
No. Register : BPOM RI MD 255302002043
Identitas Sampel 2
Nama contoh : New Refina Garam Meja Beriodium Wadah/kemasan : Plastik Transparan 500 g
Pabrik : PT UNI Chem Chandi Indonesia Komposisi : Mengandung KIO3 minimal 30 ppm
Waktu daluarsa : Desember 2020
(36)
Lampiran 2 Data Penimbangan dan Perhitungan
Data penimbangan dan volume KCNS 0.1 N yang dipakai untuk pentiteran blanko pada garam Beriodium:
Percobaan Data Penimbangan Volume KCNS 0,1 N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan 1 25, 1400 gram 4,66 ml
2 25,5438 gram 4,86 ml 3 25,4436 gram 5,54 ml
Data penimbangan dan volume KCNS 0.1 N yang dipakai untuk pentiteran blanko pada garam Meja:
Percobaan Data Penimbangan Volume KCNS 0,1 N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan 1 25, 0607 gram 7,00 ml
2 25,1582 gram 6,74 ml 3 25,0890 gram 8,00 ml
(37)
Data perhitungan kadar KIO3 yang dihasilkan
Data perhitungan kadar KIO3 pada garam beriodium:
Percobaan I:
Kadar KIO3bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 4,66 ml) /(25,1400 x 4,91 ml) ppm =33,59 ppm
Percobaan II:
Kadar KIO3bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 4,72 ml) /(25,5438 x 4,91 ml) ppm = 33,50 ppm
Percobaan III :
Kadar KIO3bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 4,69 ml) /(25,4436 x 4,91 ml) ppm = 33,48 ppm
Kadar KIO3 rata-rata bahan asal = ( kadar I + kadar II+ kadar III) x 1/3
= (33,59 ppm + 33,50 ppm + 33,48) x 1/3 = 33,52 ppm
Data perhitungan kadar KIO3 pada garam meja:
Percobaan I:
Kadar KIO3bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 6,70 ml) /(25,0607 x 4,91 ml) ppm = 48,46 ppm
Percobaan II:
Kadar KIO3bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 6,74 ml) /(25,1582 x 4,91 ml) ppm = 48,56 ppm
Percobaan III :
Kadar KIO3bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 6,42 ml) /(25,0890 x 4,91 ml) ppm = 45,60 ppm
Kadar KIO3rata-rata bahan asal = ( kadar I + kadar II+ kadar III) x 1/3
= (45,46 ppm + 45,56ppm + 45,60 ppm) x 1/3 = 45,54 ppm
(38)
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Albiner. (2003). Pendekatan Fortifikasi Pangan Untuk Mengatasi Masalah Kekurangan Gizi Mikro. http:// repository.USU.ac.id. tanggal 4 Mei 2014. Halaman 35-37.
Almatsier, S. (2005). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 56-58.
Anonim. (2000). Garam Konsumsi Beriodium. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-2899-2000. Halaman 30.
Basset, J. (1994). Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Halaman 110, 122.
Burhanuddin. (2001). Procedding Forum Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Halaman 17-18; 21- 24.
Day dan Underwood J.R. (1981). Quantitatif Analysis. New Jersey of USA: Cliff. Halaman 125.
Dirjen POM. (2010). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 512, 521.
Djokomoeljanto. (2006). Kelenjar Tiroid, Hipotirodisme Dalam. Jakarta: Aru WS., editor. Halaman 21, 26.
Estiasih, T. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Malang: Bumi Aksara. Halaman 124-126.
Gunawan, S. (1995). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Teraupetik. Halaman 62-63.
Harjadi, W. (1994). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka. Halaman 37, 42.
Mulyono, H. (2009). Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 72, 74. Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Halaman 105, 108. Riyanto. (2004). Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Halaman 132, 135.
Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Universitas Islam Indonesia. Halaman 62, 65.
Suastika, K. (1995). Penyakit Kelenjar Tiroid. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 180, 192.
(2)
Winarno, F, G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Kimia. Halaman 50-51.
(3)
Lampiran 1.
Identitas Sampel 1
Nama contoh : Garam Konsumsi Beriodium Cap Ikan Paus Wadah/kemasan : Plastik Transparan 500 g
Pabrik : Sumber Samudera Deli Serdang 20371- Indonesia Komposisi : Mengandung KIO3 30 ppm
Waktu daluarsa : November 2018
No. Register : BPOM RI MD 255302002043
Identitas Sampel 2
Nama contoh : New Refina Garam Meja Beriodium Wadah/kemasan : Plastik Transparan 500 g
Pabrik : PT UNI Chem Chandi Indonesia Komposisi : Mengandung KIO3 minimal 30 ppm
Waktu daluarsa : Desember 2020
(4)
Lampiran 2 Data Penimbangan dan Perhitungan
Data penimbangan dan volume KCNS 0.1 N yang dipakai untuk pentiteran blanko pada garam Beriodium:
Percobaan Data Penimbangan Volume KCNS 0,1 N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan
1 25, 1400 gram 4,66 ml
2 25,5438 gram 4,86 ml
3 25,4436 gram 5,54 ml
Data penimbangan dan volume KCNS 0.1 N yang dipakai untuk pentiteran blanko pada garam Meja:
Percobaan Data Penimbangan Volume KCNS 0,1 N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan
1 25, 0607 gram 7,00 ml
2 25,1582 gram 6,74 ml
(5)
Data perhitungan kadar KIO3 yang dihasilkan Data perhitungan kadar KIO3 pada garam beriodium:
Percobaan I:
Kadar KIO3 bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 4,66 ml) /(25,1400 x 4,91 ml) ppm =33,59 ppm
Percobaan II:
Kadar KIO3 bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 4,72 ml) /(25,5438 x 4,91 ml) ppm = 33,50 ppm
Percobaan III :
Kadar KIO3 bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 4,69 ml) /(25,4436 x 4,91 ml) ppm = 33,48 ppm
Kadar KIO3 rata-rata bahan asal = ( kadar I + kadar II+ kadar III) x 1/3
= (33,59 ppm + 33,50 ppm + 33,48) x 1/3 = 33,52 ppm
Data perhitungan kadar KIO3 pada garam meja:
Percobaan I:
Kadar KIO3 bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 6,70 ml) /(25,0607 x 4,91 ml) ppm = 48,46 ppm
Percobaan II:
Kadar KIO3 bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 6,74 ml) /(25,1582 x 4,91 ml) ppm = 48,56 ppm
Percobaan III :
Kadar KIO3 bahan asal = (890 x V2) /( W x VI) ppm
= (890 x 6,42 ml) /(25,0890 x 4,91 ml) ppm = 45,60 ppm
Kadar KIO3 rata-rata bahan asal = ( kadar I + kadar II+ kadar III) x 1/3
= (45,46 ppm + 45,56ppm + 45,60 ppm) x 1/3 = 45,54 ppm
(6)