Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Konsumsi Dengan Metode Iodometri Berdasarkan Standar Nasional Indonesia

(1)

PENETAPAN KADAR IODIUM PADA GARAM KONSUMSI

DENGAN METODE IODOMETRI BERDASARKAN

STANDAR NASIONAL INDONESIA

TUGAS AKHIR

OLEH:

SRI ARMIA ADITYA PUTRI NIM 082410035

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR IODIUM PADA GARAM KONSUMSI DENGAN METODE IODOMETRI BERDASARKAN STANDAR NASIONAL

INDONESIA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SRI ARMIA ADITYA PUTRI NIM 082410035

Medan, 14 Juni 2010 Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing,

Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt NIP 195108161980031002

Disahkan Oleh : Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Sumber ilmu pengetahuan dan kebenaran. Shalawat dan salam kepada manusia yang paling sempurna, yang Nur-Nya menerangi hati seluruh manusia, Rasulullah Muhammad SAW. akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “PENETAPAN KADAR IODIUM PADA GARAM KONSUMSI DENGAN METODE IODOMETRI BERDASARKAN STANDAR NASIONAL INDONESIA”. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tugas akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, ayahanda Sahbuddin dan ibunda Harmanunsyah yang tak terhingga untuk doa dan motivasinya selama ini.

Kepada Dosen Pembimbing, Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya demi terselesaikan tugas akhir ini. Kepada Ibu Ir. Novira Dwi SA, serta Bapak/Ibu di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) yang telah membimbing penulis selama melakukan Praktek Kerja Lapangan. Kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku koordinator Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan, Ibu selaku


(4)

Dosen Wali penulis dan kepada Bapak/Ibu staf pengajar Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan.

Terima kasih juga penulis haturkan kepada kakanda Sri Prafanti, ST., dan Anissa, Amd., serta sahabat-sahabat Nuzula, Melya, dan Lurey yang telah bersedia membagi ilmu dan pengalamannya serta memberikan motivasi terhadap penulis. Salam optimis untuk teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2008. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis sehingga tugas akhir ini dapat selesai sebagaimana mestinya.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan. Semoga tugas akhir ini bermanfaat kepada seluruh pihak yang terkait.

Medan, Juni 2011 Penulis,

Sri Armia Aditya Putri NIM 082410035


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 3

2.1. Garam ……….. 3

2.1.1. Pengertian Garam ……….. 3

2.1.2. Sumber dan Teknologi Pembuatan Garam ……….... 4

2.1.2.1. Sumber Garam ……….. 4

2.1.2.2. Teknologi Pembuatan Garam ………... 4

2.1.3. Jenis dan Kegunaan Garam ………... 6

2.1.3.1. Garam Industri ………. 6

2.1.3.2. Garam Konsumsi ……….. 6

2.1.3.3. Garam Pengawetan ………... 6


(6)

2.2.1. Natrium dan Klorida ………. . 8

2.2.2. Pengendalian Konsumsi dan Sekresi ………. 9

2.3. Iodium ……….. 9

2.3.1. Manfaat Iodium ………... 12

2.3.2. Sumber Iodium ………... 13

2.3.2.1. Sumber Iodium dan Makanan ………... 13

2.3.2.2. Sumber Iodium di Alam ……… 13

2.4. Garam Beriodium ………. 13

2.4.1. Fortifikasi Iodium pada Garam ………. 14

2.5. Akibat Kekurangan dan Kelebihan Iodium ………. 16

2.5.1. Hipofungsi Tiroid (Hipotiroidisme) ……….. 16

2.5.1.1. Konsep Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) ………. 17

2.5.2. Hiperfungsi Tiroid (Hipertiroidisme) ……….... 17

2.6. Titrasi yang Melibatkan Iodium ………... 18

2.6.1. Perbedaan Iodimetri dan Iodometri ………... 19

2.7. Iodometri (Metode Titrasi tidak Langsung) ………. 20

2.7.1. Larutan Standar Na2S2O3 5H2O ……… 20

2.7.2. Indikator Amilum (Kanji) ……….. 21

BAB III. METODOLOGI ……… 23


(7)

3.1.1. Pengujian Kadar Air ………... 23

3.1.2. Pengujian Iodium sebagai KIO3 ………. 23

3.2. Alat ………... 23

3.3. Bahan ... 23

3.4. Pereaksi ... 24

3.5. Prosedur ... 24

3.5.1. Pengujian Kadar Air ………. 24

3.5.1.1. Perhitungan Kadar Air ………. 25

3.5.2. Pengujian Iodium sebagai KIO3 ……….... 25

3.5.2.1. Perhitungan Pengujian Iodium sebagai KIO3 atas Bahan Asal ……….. 25

3.5.2.2. Perhitungan Pengujian Iodium sebagai KIO3 atas Dasar Bahan Kering ……… 25

3.5.3. Standardisasi Larutan Na2S2O3 5H2O 0,005 N ……… 26

3.5.3.1. Perhitungan Larutan Na2S2O3 5H2O 0,005 N ………... 26

3.5.4. Pembuatan Pereaksi ………. 27

3.5.4.1. Larutan Baku KIO3 O,005 N ………. 27

3.5.4.2. Larutan Baku Na2S2O3 5H2O 0,005 N ……... 27

3.5.4.3. Larutan Indikator Kanji 1 % ………... 27

3.5.4.4. Larutan Blanko ………... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 28


(8)

4.2. Pembahasan ……….. 30

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 32

5.1. Kesimpulan ………... 32

5.2. Saran ………. 32

DAFTAR PUSTAKA ………. 33


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel I - IV. Hasil Penetapan atas Dasar Bahan Asal………... 28 Tabel V. Hasil Penetapan atas Dasar Bahan Kering ……….. 29 Tabel VI. Hasil Standarisasi Na2S2O3. 5H2O 0,005 N ... 35


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil dan Perhitungan Standarisasi Na2S2O3. 5H2O 0,005 N .. 35

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Air Metode Oven ……….. 37 Lampiran 3. Perhitungan Kadar Iodium atas Dasar Bahan Asal dan atas

Dasar Bahan Kering dengan Metode Iodometri ………... 40


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembuatan garam di Indonesia adalah dengan sistem penguapan air laut menggunakan sinar matahari (solar energy) diatas lahan tanah, namun ada beberapa daerah yang memproduksi garam dengan cara memasak karena kondisi tanah yang poros yaitu Propinsi Aceh dan Bali. Produktifitas lahan garam tiap daerah tidaklah sama, hal ini sangat dipengaruhi oleh kualitas tanah tersedia, kelembaban udara, kecepatan angin dan sistem teknologi yang digunakan.

Perkiraan produksi garam setiap tahun sulit diperkirakaan, karena sangat tergantung dari iklim, namun dari luas lahan yang tersedia dengan perkiraan musim normal, prediksi dapat dilakukan. Jadi industri garam tidak sama seperti industri manufaktur lainnya, dimana produksinya dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

Garam merupakan salah satu komoditi strategis karena selain merupakan kebutuhan pokok manusia, juga digunakan sebagai bahan baku industri. Untuk kebutuhan garam konsumsi manusia, garam telah dijadikan sarana fortifikasi zat iodium menjadi garam konsumsi beriodium dalam rangka penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Garam merupakan salah satu sumber sodium dan klorida dimana kedua unsur tersebut diperlukan untuk metabolisme tubuh manusia ( Burhanuddin, 2001 ).


(12)

Penetapan kadar iodium biasanya ada dua cara melakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri yang menggunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya. Namun, metode iodimetri jarang dilakukan mengingat iodium merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri yaitu oksidator yang dianalisis cukup kuat untuk direaksikan sempurna dengan ion iodida berlebih dalam keadaan sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit. (Basset, 1994)

Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian iodium terhadap garam konsumsi dengan menggunakan metode Iodometri berdasarkan Standard Nasional Indonesia.

1.2. Tujuan

Untuk mengetahui kadar iodium pada beberapa garam konsumsi dan kesesuaiannya terhadap persyaratan kadar iodium berdasarkan SNI 01-2899-2000.

1.3. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang kegunaan iodium bagi tubuh.

2. Memberikan informasi dan menambah ilmu pengetahuan mengenai garam konsumsi dan akibat jika tubuh kekurangan iodium.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Garam

2.1.1. Pengertian Garam

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 8010C ( Burhanuddin, 2001).

Garam Natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) padatan Kristal berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl2 menjadi

berasa agak pahit dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH ( bahan untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk ), sebagai zat pengawet ( Mulyono, 2009).


(14)

2.1.2. Sumber dan Teknologi Pembuatan Garam 2.1.2.1. Sumber Garam

Sumber garam yang didapat dialam berasal dari : 1. Air laut, air danau asin

Yang bersumber air laut terdapat di Mexico, Brazilia, RRC, Australia dan Indonesia yang mencapai ± 40 %. Adapun yang bersumber dari danau asin terdapat di Yordania (Laut Mati), Amerika Serikat (Great Salt Lake) dan Australia yang mencapai produksi ± 20 % dari total produk dunia.

2. Deposit dalam tanah, tambang garam

Terdapat di Amerika Serikat, Belanda, RRC, Thailand, yang mencapai produksi ± 40 % total produk dunia.

3. Sumber air dalam tanah

Sangat kecil, karena sampai saat ini dinilai kurang ekonomis maka jarang (sama sekali tidak) dijadikan pilihan usaha. Di Indonesia terdapat sumber air garam di wilayah Purwodadi, Jawa Tengah (Burhanuddin, 2001).

2.1.2.2. Teknologi Pembuatan Garam

1. Garam dari air laut dan air danau asin, teknologi proses yang digunakan :

a. Penguapan melalui teknologi matahari (solar evaporation). b. Proses pemisahan NaCl dengan aliran listrik (elektrodialisa).

2. Garam Tambang, teknologi proses yang digunakan:

Langsung dilakukan pencucian terhadap hasil penambangan (washing plants), kemudian dilakukan pengeringan dengan centrifuge sampai mencapai


(15)

kadar air 3 – 5 % (untuk menghasilkan garam bahan baku/garam kasar), dilanjutkan proses pengeringan lanjutan (drying). hasil penambangan dilarutkan dalam air atau dapat juga dicairkan pada saat masih dibawah permukaan tanah. Kemudian larutan garam tersebut dijernihkan (sesedikit mungkin mengandung kotoran dan senyawa kimia yang dikehendaki), dan selanjutnya dikristalkan kembali dalam kolom kristalisasi (crystallization column), hasil rekristalisasi dikeringkan dikeringkan dan seterusnya seperti pada proses sebelumnya. (Burhanuddin, 2001)

Kristalisasi merupakan istilah yang menunjukkan beberapa fenomena yang berbeda berkaitan dengan pembentukan struktur kristal. Empat tahap pada proses kristalisasi meliputi pembentukan kondisi lewat jenuh atau lewat dingin, nukleasi atau pembentukan kristal inti kristal, pertumbuhan kristal, dan rekristalisasi atau pengaturan kembali struktur kristalin sampai mencapai energi terendah.

Kristalisasi menunjukkan sejumlah fenomena yang berkaitan dengan pembentukan struktur matriks kristal. Prinsip pembentukan kristal adalah sebagai berikut:

1. Kondisi lewat jenuh untuk suatu larutan seperti larutan gula atau garam. 2. Kondisi lewat dingin untuk suatu cairan atau lelehan (melt) seperti air

dan lemak.

Untuk membentuk kristal, fase cairan (liquid) harus melewati kondisi lewat dingin (untuk lelehan). Kondisi tersebut dapat tercapai melalui pendinginan dibawah titik leleh suatu komponen (misalnya air) atau melalui penambahan


(16)

sehingga dicapai kondisi lewat jenuh (misalnya garam dan gula) pada kondisi tidak seimbang ini, molekul-molekul pada cairan yang mengatur diri dan membentuk struktur matriks kristal. Kondisi lewat jenuh atau lewat dingin pada produk pangan diatur melalui proses formulasi atau kondisi lapangan. ( Estiasih, 2009).

2.1.3. Jenis dan kegunaan garam 2.1.3.1. Garam Industri

Garam dengan kadar NaCl yaitu 97 % dengan kandungan impurities (sulfat, magnesium dan kalsium serta kotoran lainnya) yang sangat kecil. kebutuhan garam industri antara lain untuk industri perminyakan, pembuatan soda dan chlor, penyamakan kulit dan pharmaceutical salt.

2.1.3.2. Garam Konsumsi

Garam dengan kadar NaCl, yaitu 97 % atas dasar bahan kering (dry basis), kandungan impuritis (sulfat, magnesium dan kalsium), yaitu 2%, dan kotoran lainnya (lumpur, pasir), yaitu 1% serta kadar air maksimal yaitu 7%. Kelompok kebutuhan garam konsumsi antara lain untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan, industri minyak goreng, industri pengasinan dan pengawaten ikan (Burhanuddin, 2001).

2.1.3.3. Garam Pengawetan

Garam biasa ditambahkan pada proses pengolahan pangan tertentu. Penambahan garam tersebut bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang


(17)

memungkinkan enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halotoleran) bereaksi menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu.

Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup. Pengolahan dengan garam biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan yang lain seperti fermentasi dan enzimatis. Contoh pengolahan pangan dengan garam adalah pengolahan acar (pickle), pembuatan kecap ikan, pembuatan daging kering, dan pembuatan keju ( Estiasih, 2009).

2.2. Mineral

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96 % terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik. Yang telah pasti adalah adalah natrium, klor, kalsium, magnesium dan belerang.


(18)

Unsur-unsur ini terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut unsur mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan, tembaga, zink, kobalt, dan fluor hanya terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang kecil saja, karena itu disebut trace element atau mineral mikro. Mineral iodium dibutuhkan sejumlah 100-300 µg per hari dan sampai dengan 1 mg per hari mungkin dapat dikonsumsi dengan aman (Winarno, 1997).

2.2.1. Natrium dan Klorida

Natrium dan klorida biasanya berhubungan sangat erat baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Sebagian besar natrium terdapat dalam plasma darah dan dalam cairan diluar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya terdapat ditulang. Jumlah natrium dalam badan manusia diperkirakan sekitar 100-110 g. Dalam badan seperti halnya dalam makanan, sebagian natrium bergabung dengan klorida membentuk garam meja, yaitu natrium klorida.

Konsumsi garam per orang per hari diperkirakan sekitar 6 – 18 gr NaCl. Klorida juga banyak terdapat pada plasma darah, serta banyak ditemukan dalam kelenjar pencernaan lambung sebagai asam klorida. Ion-ion klorida mengaktifkan enzim amilase dalam mulut untuk memecahkan pati yang dikonsumsi. Sebagai bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida juga membantu mempertahankan tekanan osmotik, disamping juga membantu menjaga keseimbangan asam dan basa.


(19)

2.2.2. Pengendalian Konsumsi Garam dan Sekresi

Garam khususnya garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makanan yang penting. Konsumsi NaCl biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan, dan tradisi daripada keperluan. Di beberapa negara maju, dilakukan pengaturan konsumsi yang ketat agar konsumsi NaCl berada dibawah 1 g per hari, angka itu kira-kira memenuhi kebutuhan minimal untuk seorang dewasa dengan keaktifan normal pada daerah subtropis.

Makanan yang mengandung kurang dari 0,3 % natrium akan terasa hambar sehingga tidak disenangi. Konsumsi natrium bervariasi terhadap suhu dan daerah tempat tinggal, dengan kisaran dari 2 gram sampai sebanyak 10 gram per hari. Pengaturan konsentrasi natrium, cairan badan, dan kandungan natrium dilakukan melalui ginjal. Lebih dari 8 kali jumlah kandungan natrium dalam badan dan 250 kali konsumsi natrium disaring melalui ginjal setiap hari. untuk mempertahankan keseimbangan kira-kira 95,5 % garam natrium klorida yang telah tersaring disaring oleh tubuh (Winarno, 1997).

2.3. Iodium

Iodium merupakan bagian/unsur penting dari hormon tiroid, tetraiodotironin (tiroksin) dan triiodotironin. Keadaan defisiensi mengakibatkan terjadinya hyperplasia dan hipertrofi kelenjar tiroid (goiter endemik). Penyakit ini terjadi didaerah mana tanahnya kurang mengandung iodium dan sering terjadi sebelum tersedianya garam meja beriodium ( Gunawan, 2007).


(20)

Menurut Farmakope, Ed. IV (1994), Iodium mengandung tidak kurang dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5%.

1. Pemerian : keping atau granul, berat, hitam keabu-abuan, bau khas, berkilau seperti metal.

2. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam karbon disulfida, kloroform, eter, etanol, dan larutan iodida, agak sukar larut dalam gliserin.

3. Identifikasi :

a. Larutan dalam kloroform P (1 dalam 1000), dalam karbon tetraklorida P dan dalam karbon disulfida P berwarna lembayung. b. Pada larutan jenuh, tambahkan kanji kalium iodida LP, terjadi

warna biru. Bila campuran didihkan maka warna akan hilang, tetapi timbul lagi setelah campuran dingin, kecuali dididihkan dalam waktu lama.

4. Sisa penguapan : tidak lebih dari 0,05 %, lakukan penetapan menggunakan 5,0 gram zat dalam cawan porselen yang telah ditara, panaskan diatas tangas uap hingga iodium habis menguap, dan keringkan pada suhu 105 0C selama 1 jam.

5. Klorida atau bromida : tidak lebih dari 0,028 % dihitung sebagai klorida, lakukan penetapan sebagai berikut: gerus 250 mg serbuk halus dengan 10 ml air, saring. Tambahkan tetes demi tetes asam sulfit bebas klorida P, yang telah diencerkan dengan beberapa bagian volume air, hingga warna iodium benar-benar hilang. Tambahkan 5 ml ammonium hidroksida 6 N,


(21)

kemudian 5 ml perak nitrat LP sedikit demi sedikit. Saring, asamkan filtrate dengan asam nitrat P. larutan yang terjadi tidak lebih keruh dari larutan pembanding yang dibuat dengan jumlah pereaksi yang sama, ditambah dengan 0,10 ml asam klorida 0,020 N, tanpa penambahan asam sulfit P.

6. Penetapan kadar : serbukkan dan timbang seksama lebih kurang 500 mg dalam labu bersumbat kaca yang telah ditara, tambahkan 1 gram kalium iodida P yang dilarutkan dalam 5 ml air. Encerkan dengan air hingga lebih kurang 50 ml, tambahkan 1 ml asam klorida 3 N. Titrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N LV, menggunakan 3 ml indicator kanji LP.

iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung, dan 1/3 hingga ½ ditangkap oleh kelenjar tiroid, sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Di taksir 95 % iodium tubuh tersimpan dalam kelenjar tiroid, sisanya dalam sirkulasi (0,04 – 0,57 %) dan jaringan. Dalam keadaan keseimbangan (homoeostasis) masukan iodium sehari dapat diperkirakan dengan mengukur jumlah iodium yang dikeluarkan air kemih perhari.

WHO, Unicef, dan ICCIDD menganjurkan kebutuhan iodium sehari-hari sebagai berikut:

- 90 mg untuk anak prasekolah (0 – 59 bulan) - 120 mg untuk anak sekolah dasar (6 – 12 tahun) - 150 mg untuk dewasa (di atas 12 tahun)


(22)

Kadar Iodium dalam tubuh diperiksa dengan cara langsung maupun tidak langsung. Pemeriksaan langsung dengan cara menganalisis makanan duplikat yang terdapat dalam makanan seseorang. Sedangkan, untuk pemeriksaan tidak langsung dipakai dengan cara memeriksa kadar iodium dalam urin, dan dengan studi kinetik iodium. Hasil observasi diatas jelas menunjukkan bahwa defisiensi iodium memang merupakan penyebab utama endemik ini, namun pada beberapa keadaan defisiensi iodium merupakan faktor yang mempermudah (per-missive factor) bagi terjadinya gondok (Djokmoeljanto, 2006).

Menurut SNI (01-2899-2000), Kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi Persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm.

2.3.1 Manfaat Iodium

Iodium sebagai unsur penting dalam sintesa hormon tiroksin, yaitu suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Iodium juga sebagai pembentukan hormon kalsitonin, yang juga dihasilkan oleh kelenjar tiroid, berasal dari sel parafoli – kular (sel CO). hormon ini berperan aktif dalam metabolisme kalsium,

maka harus selalu tersedia iodium yang cukup dan berkesinambungan ( Djokomoeljanto, 2006).


(23)

2.3.2. Sumber Iodium

2.3.2.1. Sumber Iodium dalam Makanan

Sumber iodium dalam makanan, antara lain : Makanan laut, Susu, Daging, Telur, Air minum, Garam beriodium.

2.3.2.2. Sumber Iodium di Alam

Sumber iodium di alam, antara lain :

1. Air tanah, tergantung sumber air berasal dari batuan tertentu (kadar paling tinggi apabila air ini bersumber dari igneous rock 900 ug/kg bahan).

2. Air laut, mengandung sedikit iodium, sehingga kandungan iodium garam rendah.

3. Plankton, ganggang laut dan organisme laut lain berkadar iodium tinggi sebab organisme ini mengkonsentrasikan iodium dari lingkungan sekitarnya.

4. Sumber bahan organik yang dalam oksidan, desinfektan, iodophor, zat warna makanan dan kosmetik, dan vitamin yang beredar dipasaran juga menambah iodium.

5. Ikan laut, cumi-cumi yang dikeringkan banyak mengandung iodium (Djokomoeljanto, 2006).

2.4. Garam Beriodium

Garam meja beriodium merupakan sumber iodium yang murah dan efisien. Selain itu iodium juga banyak didapatkan pada makanan laut. Iodium


(24)

yang dibutuhkan orang dewasa sekitar 1-2 µg/kgBB/hari. Di Amerika Serikat, kebutuhan harian iodium untuk anak-anak adalah 40-120 µg, dewasa 150 µg, untuk wanita hamil 220 µg, dan wanita menyusui 270 µg. makanan yang banyak mengandung iodium adalah makanan yang berasal dari laut, sedangkan sayuran dan daging sedikit mengandung iodium.

Cara yang praktis untuk memenuhi kebutuhan iodium, terutama untuk mereka yang bertempat tinggal dipegunungan yang jauh dari laut, adalah dengan menambahkan iodida pada garam dapur, yang sehari-harinya digunakan di meja makan (Gunawan, 2007).

2.4.1. Fortifikasi Iodium Pada Garam

Fortifikasi pangan adalah penambahan satan atau lebih zat gizi (nutrient) kepangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang di tambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi dan pencegahan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Iodisasi garam menjadi metode yang paling umum yang diterima oleh berbagai Negara di dunia sebab garam digunakan secara luas dan oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya adalah sederhana dan tidak mahal.

Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO3). Iodat lebih stabil dalam ‘impure salt’ pada penyerapan dan kondisi

lingkungan (kelembaban) yang buruk. penambahan tidak mengakibatkan perubahan warna dan rasa. Negara-negara yang dengan program iodisasi garam


(25)

yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan prevalensi GAKI (Albiner, 2003).

Beberapa masalah yang menjadi kendala program ini adalah sebagai berikut :

1. Sumber garam: sumber yang berbeda, misalnya garam rakyat, garam tambang yang dikelola secara bisnis, akan menimbulkan beban biaya yang berbeda. Selanjutnya iodisasi akan memberikan tambahan beban lagi, yang sudah tentu pada akhirnya menjadi masyarakat.

2. Kualitas garam : kemurnian dan kandungan air akan mempengaruhi proses iodisasi dan selera konsumen. Kadar air yang tinggi akan mempengaruhi kualitas iodium.

3. Masalah distribusi: perlu upaya deregulasi, karena prosedur yang rumit akan meningkatkan beban biaya sehingga harga mahal, dan sasaran tak tercapai.

4. Penyimpanan: teknik penyimpanan yang kurang memadai akan mempengaruhi kualitas garam beriodium.

5. Pengepakan: pengepakan memerlukan teknik tertentu, menghindari cahaya matahari dan kelembaban yang dapat mengakibatkan penguapan iodium. Pengepakan yang baik dengan plastik kedap air, sehingga kadar air dalam garam stabil.

6. Konsumen: umumnya masyarakat mengatakan rasa garam beriodium kurang enak enak dan agak pahit serta harganya mahal (Suastika, 1995).


(26)

2.5. Akibat Kekurangan dan Kelebihan Iodium 2.5.1. Hipofungsi Tiroid (Hipotiroidisme)

Hipotiroidisme bila hebat disebut miksedema, merupakan gangguan tiroid yang paling umum. Hampir seluruh dunia, hal ini disebabkan karena defisiensi iodium, pada daerah non-endemik dimana iodium cukup tersedia, umumnya disebabkan karena tiroiditis auto-imun yang kronik (tiroiditis Hashimoto). Penyakit ini ditandai oleh tingginya antibodi terhadap peroksidase tiroid di sirkulasi, dan mungkin juga dengan kadar trioglubulin yang tinggi mesti ini lebih jarang terjadi. Dapat juga terjadi hambatan antibodi terhadap reseptor TSH, terjadi eksaserbasi hipotiroidisme.

hipotiroidisme dengan goiter terjadi pada tiroiditis Hashimoto, atau bila ada gangguan sintesis hormon tiroid yang hebat, bila penyakit ini bersifat ringan, gejala tidak nyata, sementara progresivitas penyakit dapat berjalan terus akibatnya gejala yang timbul berlebihan. Gambaran klinis pada pasien sangat spesifik, antara lain : muka tampak sangat ekspresif, membengkak, pucat, kulit dingin dan kering, kulit kepala bersisik, rambut kasar, kering dan mudah lepas, kuku jari menebal dan rapuh, mungkin timbul edema, suara parau dengan nada rendah, bicaranya lambat, gangguan daya pikir, dan mungkin mengalami depresi, terjadi gejala gangguan saluran cerna, nafsu makan kurang, motilitas usus berkurang sehingga sering terjadi distensi abdominal dan konstipasi. Tonus otot kantung kemih juga berkurang sehingga mudah terjadi retensi urin. Pada pasien wanita dapat mengalami gangguan haid (Gunawan, 2007).


(27)

2.5.1.1. Konsep Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

Gondok endemik hingga kini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, di Indonesia maupun di negara berkembang. Dahulu hanya terfokus pada gondok endemik saja, sekarang lebih memfokuskan pada masalah gangguan yang lebih luas yang digabung dalam GAKI atau IDD (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium, Iodine Deficiency Disorders), dimana akibat defisiensi iodium merupakan satu spektrum luas dan mengenai semua segmen usia, dari fetus hingga dewasa. Dengan demikian jelaslah bahwa gondok hanya sebagian kecil saja dari spektrum GAKI.

Dengan demikian kepentingan klinisnya tidak saja didasarkan atas akibat desakan mekanis yang ditimbulkan oleh gondok, tetapi justru gangguan fungsi lain yang dapat dan sering menyertainya seperti gangguan perkembangan mental dan rendahnya IQ, hipotiroidisme dan kretin endemik. Semua gangguan pada populasi tersebut akan tercegah dengan masukan iodium cukup pada penduduknya (Djokomoeljanto, 2006).

2.5.2. Hiperfungsi Tiroid (Hipertiroidisme)

Tiroksikosis adalah keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya hormon tiroid bebas dalam darah. Sedangkan, hipertiroidisme adalah keadaan dimana produksi dan sekresi hormon tiroid meningkat akibat hiperfungsi kelenjar tiroid. Hampir semua keluhan dan gejala tirotoksikosis terjadi karena pembentukan panas yang berlebihan, peningkatan aktivitas motorik dan aktivitas saraf simpilis. Kulit kemerahan, panas, lembab, otot lemah dan terlihat tremor, frekuensi denyut


(28)

nadi dan jantung cepat. Semua ini menyebabkan nafsu makan bertambah, dan bila kebutuhan ini tidak dipenuhi maka berat badan akan menurun. Mungkin pasien akan mengeluh sukar tidur, cemas, dan gelisah, tidak tahan hawa panas, dan peristaltik usus meningkat. Tiroksikosis yang tidak terdiagnosis setelah berlangsung lama atau terapinya tidak maksimal, dapat mengalami miopatia, atau osteoporosis akibat peningkatan bone-turnover (Djokomoeljanto, 2006 ).

2.6. Titrasi yang melibatkan iodium

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi langsung ( iodimetri ) dan titrasi tidak langsung ( iodometri ).

a. Titrasi langsung ( Iodimetri )

Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi:

I2 + 2e ↔ 2I-

Iodium akan mengoksidasi senyawa yang mempunyai potensial reduksi lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. b. Titrasi tidak langsung ( Iodometri )

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSo4.5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator


(29)

direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat ( Rohman, 2009 ).

Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa garam cara berdasarkan pemakaiannya:

1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodometri tak langsung

2. I2 sebagai titran dikenal sebagai titrasi iodometri langsung dan kadang-

kadang dinamakan iodimetri

3. Suatu oksidator kuat sebagai titran. Diantaranya yang sering dipakai ialah : a. KMnO4

b. K2Cr2O7

c. Ce (IV)

4. Suatu reduktor kuat sebagai titrant. ( W. Harjadi, 1986 )

2.6.1. Perbedaan Iodimetri dan Iodometri

Menurut basset (1994), metode cara langsung (iodimetri) jarang dilakukan mengingat iodium merupakan oksidator yang lemah. Cara langsung disebut iodimetri yang menggunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri yaitu oksidator yang dianalisis cukup kuat untuk direaksikan sempurna dengan ion iodida berlebih dalam keadaan sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit.


(30)

2.7. Iodometri (Metode Titrasi Tidak Langsung)

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSo4.5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator

direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat ( Rohman, 2009 ).

2.7.1. Larutan Standar Na2S2O3

Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.

Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 1981).

Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga trjadi I2 . I2 inilah yang

dititrasi dengan Na2S2O3 :

Oksanalat + I- ↔ Redanalat + I2


(31)

Daya reduksi ion iodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan. Reaksi S2O3 dengan I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan

pada potensial redoks masing-masing:

S4O6= + 2e ↔ 2 S2O3= EO = 0,08 Volt

I2 + 2e ↔ 2 I- EO = 0,536 Volt

Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator lain tidak mengubah S2O3= menjadi S4O6= melainkan menjadi SO3= seluruhnya atau

sebagian menjadi SO4= (Rivai, 1995).

2.7.2. Indikator Amilum (Kanji)

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang

dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya, sampai akhirnya lenyap. Bila diamati lebih cermat perubahan warna tersebut, maka titik akhir akan dapat ditentukan dengan cukup jelas. Konsentrasi ≈ 5 x 10 -6 M iod masih tepat dapat dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi dengan kelebihan hanya senilai 1 tetes iod 0,05 M. Namun lebih mudah dan lebih tegas bila ditambah amilum kedalam larutan sebagai indikator (W. Harjadi, 1986).

Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang

sangat jelas. sekalipun I2 pada titik akhir iod yang terikat itupun hilang bereaksi


(32)

tampak sangat jelas. penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya kuning muda). Maksudnya adalah agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkannya sukar lepas kembali. Hal itu akan berakibat warna biru akan sulit lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir (W. Harjadi, 1986 ).


(33)

BAB III METODOLOGI

Prosedur penetapan kadar iodium pada garam konsumsi dengan metode iodometri dilakukan menurut prosedur yang tertera pada SNI (Standard Nasional Indonesia) 01-2899-2000.

3.1. Alat

Oven terkalibrasi, Neraca analitik ketelitian minimal 0,1 ml terkalibrasi, Eksikator, Botol Timbang, dan Mikroburet.

3.2 Bahan

Garam A ( Garam “Meja” ), Garam B ( Garam “Mamata” ), Garam C ( Garam “ikan paus” ), Garam D ( Garam “A1” ).

3.3. Pereaksi

Larutan standar Na2S2O3. 5H2O 0,005 N, Larutan Baku KIO3 0,005 N, dan


(34)

3.4. Prinsip

3.4.1. Pengujian Kadar Air

Pengeringan cuplikan pada suhu 1050C dalam oven sampai mencapai bobot tetap.

3.4.2. Pengujian Iodium sebagai KIO3

Pengujian Iodium sebagai KIO3 menggunakan metode Iodometri.

3.5. Prosedur

3.5.1. Pengujian Kadar Air

Timbang dengan seksama 1-2 gram cuplikan pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Untuk contoh berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan pengaduk dan pasir kwarsa / kertas saring berlipat. Keringkan pada oven pada suhu 1050C, selama 3 jam. Dinginkan dalam eksikator. Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobottetap.

3.5.1.1. Perhitungan Kadar Air

% 100 x W) (W

) W (W KadarAir

1 2 1

− −

=

Keterangan :

W adalah bobot cuplikan sebelum dikeringkan gram W1 adalah kehilangan bobot setelah dikeringkan gram


(35)

3.5.2. Pengujian Iodium sebagai KIO3

Timbang 25 gram cuplikan kedalam erlenmeyer 300 ml. Larutkan dengan 125 ml air suling. Tambah 2 ml H3PO4 85%. 2 ml larutan kanji 1 % dan 0,1 gr

Kristal KI. Titrasi dengan larutan baku Na2S2O3 menggunakan mikroburet.

Koreksi dilakukan terhadap 25 gram NaCl p.a. Lakukan secara 3 kali perlakuan (Triplo).

3.5.2.1. Perhitungan Pengujian Iodium sebagai KIO3 Atas Bahan Asal

Keterangan :

V1 adalah volume Na2S2O3 pada penitraan larutan baku, ml

V2 adalah volume Na2S2O3 pada penitraan larutan cuplikan, mg

W adalah bobot cuplikan

3.5.2.2. Perhitungan Pengujian Iodium sebagai KIO3 Atas Dasar Bahan Kering

Keterangan :


(36)

3.5.3. Standardisasi Larutan Na2S2O3. 5H2O 0,005 N

Standardisasi Na2S2O3 0,005 N dengan K2Cr2O7 dengan indikator amilum.

Untuk membuat larutan K2Cr2O7 0,005 N sebanyak 15 ml dibutuhkan Na2S2O3.

5H2O = V x N x BE = 15 ml x 0,005 N x 49,036 = 3,6777 mg = 0,0036 gram.

Lalu K2Cr2O7 dikeringkan dalam oven pada suhu 1200C selama 2 jam, kemudian

dimasukkan dalam desikator sampai dingin. Ditimbang 0.0036 gram ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 15 ml air suling dan 5 ml larutan Hcl pekat. Lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,005 N sampai larutan titran berwarna kuning

muda lalu tambahkan 1 ml larutan kanji 1%, lanjutkan titrasi sampai warna yang terbentuk hilang. Hasil dan perhitungan Standarisasi Na2S2O3 0,005 N dapat

dilihat pada lampiran 1.

3.5.3.1. Perhitungan Standardisasi Larutan Na2S2O3. 5H2O 0,005 N

Keterangan :

W : Berat Kalium Bikromat (g) V : Volume NaOH (ml)

49,036 : Berat Ekivalen Kalium Bikromat 49,036

x V

1000 x W O S Na


(37)

3.5.4. Pembuatan Pereaksi

3.5.4.1. Larutan Baku KIO3 0,005 N

Larutan baku kalium iodat , KIO3 0,005 N. 3,567 g KIO3 p.a dilarutkan

dengan air suling dalam labu ukur 100 ml sampai tanda garis. Pipet 50 ml kedalam labu ukur 1000 ml yang lain. Encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan ini mempunyai normalitas 0,005 N.

3.5.4.2.Larutan Baku Na2S2O3. 5H2O 0,005 N

Larutan baku Na2S2O3 5H2O dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur

1000 ml pipet 50 ml kedalam labu ukur 1000 ml yang lain. Encerkan dengan air suling sampai garis tanda. Larutan ini mempunyai normalitas 0,005 N.

3.5.4.3. Larutan Indikator Kanji 1 %

Suspensikan 1 gram kanji dalam 100 ml air, lalu didihkan sampai kental dan jernih.

3.5.4.4.Larutan Blanko

Blanko larutan Na2S2O3 timbang 25 g NaCl p.a didalam 30 ml. tambahkan

125 ml air suling. Aduk sampai larut, tambah 5 ml larutan baku KIO3 0,005 N dan

kocok sampai homogen. Tambah 2 ml H3PO4 85%. 2 ml larutan kanji 1 % dan 0,1

gr Kristal KI. Titar dengan larutan baku Na2S2O3 menggunakan mikroburet


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil penetapan kadar Iodium pada beberapa garam konsumsi secara Iodometri dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini:

Tabel I - IV. Hasil Penetapan atas Dasar Bahan Asal I. Sampel A

No. Sampel

Berat Sampel (gram)

Volume Titrasi (ml)

Kadar KIO3

(ppm) Rata-rata (ppm) 1. 2. 3. Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III 25,0007 25,0004 25,0011 22,5 22,3 23,0 68,4596 67,8519 69,9798 68,7638 II. Sampel B

No. Sampel

Berat Sampel (gram)

Volume Titrasi (ml)

Kadar KIO3

(ppm) Rata-rata (ppm) 1. 2. 3. Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III 25,0033 25,0008 25,0004 6,3 6,0 5,8 19,1667 18,2558 17,6475 18,3567


(39)

III. Sampel C

No. Sampel

Berat Sampel (gram)

Volume Titrasi (ml)

Kadar KIO3

(ppm) Rata-rata (ppm) 1. 2. 3. Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III 25,0038 25,0023 25,0011 3,0 3,4 3,6 9,1268 10,3443 10,6491 10,0401 IV. Sampel D

No. Sampel

Berat Sampel (gram)

Volume Titrasi (ml)

Kadar KIO3

(ppm) Rata-rata (ppm) 1. 2. 3. Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III 25,0008 25,0023 25,0033 1,6 2,0 1,8 4,8668 6,0849 5,4762 5,4759 Tabel V. Hasil Penetapan atas Dasar Bahan Kering

No. Sampel

Kadar Air (%)

Kadar KIO3 (ppm)

“ Bahan Asal ”

Kadar KIO3 (ppm)

“ Bahan Kering ” 1. 2. 3. 4. Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D 0 0,01 0 0,002 68,7638 18,3567 10,0401 5,4759 68,7638 18,3585 10,0401 5,4759


(40)

4.2. Pembahasan

Penetapan kadar iodium dilakukan dengan menggunakan metode iodometri. Hal pertama yang dilakukan adalah menstandarisasi larutan Na2S2O3 5H2O menjadi 0,005 N secara 3 kali perlakuan (triplo) hingga diperoleh larutan

Na2S2O3 5H2O 0,005 N yang digunakan sebagai pentiter untuk metode iodometri.

Lalu dilakukan uji kadar KIO3 dengan menggunakan metode iodometri atas dasar

bahan asal secara 3 kali perlakuan (triplo) dan telah diperoleh hasilnya yang tertera di hasil dan lampiran. Selanjutnya dilakukan uji kadar air untuk memperoleh kadar garam murni dan untuk uji kadar KIO3 atas dasar bahan kering.

Lalu dilakukan uji kadar KIO3 berdasarkan atas dasar bahan kering untuk

memperoleh perbedaan hasil dari uji penetapan kadar iodium berdasarkan atas dasar bahan asal dan atas dasar bahan kering.

Dari beberapa uji yang telah dilakukan, kini telah diperoleh hasil bahwa hanya garam A yang telah memenuhi persyaratan SNI 01-2899-2000, syaratnya adalah berkisar antara 30 – 80 ppm. Kadar garam A berdasarkan atas dasar bahan asal secara 3 kali perlakuan dan atas dasar bahan kering telah diperoleh hasil yaitu 68,7638 ppm. Sedangkan ketiga garam lainnya tidak memenuhi persyaratan karena kurang dari batas persyaratan yang ditentukan., ini menunjukkan bahwa masih banyak garam di pasaran yang belum memenuhi persyaratan Standard Nasional Indonesia.

Berbagai cara telah dilakukan untuk menyampaikan pentingnya iodium ini pada tubuh. Misalnya dalam bentuk pil, coklat, roti dan garam beriodium. Di Indonesia digunakan kadar iodium sebanyak 30 – 80 ppm. Kadar ini cukup untuk


(41)

pencegahan penyakit jangka lama. Meskipun penanggulan dengan garam beriodium ini secara teoritis sangat baik, namun ternyata banyak hambatan dalam segi pelaksanaannya antara lain harga yang agak lebih tinggi, penyebaran yang harus kontinu, daerah dengan letak geografis yang sulit dicapai, hambatan masalah perdagangan antar pulau dan sebagainya (Djokomoeljanto, 2006).

Berdasarkan literatur diatas, dapat kita ketahui bahwa dari beberapa faktor tersebut yang mengakibatkan banyak garam yang belum memenuhi persyaratan. Ini dapat mengakibatkan banyak konsumen mengalami defisiensi iodium. Oleh karena itu, perlu lebih banyak diterapkan kepada pabrik-pabrik untuk memproduksi garam beriodium dengan kadar yang ditentukan dan sosialisasikan kepada masyarakat begitu pentingnya memilih garam beriodium yang benar-benar telah berstandard untuk mencegah terjadinya penyakit akibat defisiensi iodium.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil jumlah rata-rata pada penetapan kadar iodium pada garam konsumsi secara iodometri telah diperoleh bahwa hanya sampel Garam A yang telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu 68,7638 ppm. Sementara itu, pada sampel ketiga lainnya tidak memenuhi persyaratan SNI karena tidak sampai melampaui batas minimal persyaratan,yaitu 30 – 80 ppm.


(42)

5.2 Saran

Sebaiknya pemerintah melakukan pemeriksaan lebih ketat lagi terhadap beberapa merek dagang dari Garam Konsumsi yang telah beredar di pasaran demi menjamin kesehatan para konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Albiner. (2003). Pendekatan Fortifikasi Pangan untuk Mengatasi Masalah

Kekurangan Gizi Mikro

Anonim. (2000). SNI 01-2899-2000, Garam Konsumsi Beriodium. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Basset, J. et. all. (1994). Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.


(43)

Burhanuddin. (2001). Proceeding Forum Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan.

Dirjen POM. (1993). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Djokomoeljanto. (2006). Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme,

dalam: Aru WS., editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Jilid III. Jakarta: FKUI

Estiasih, Teti. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Malang: Bumi Aksara.

Gunawan, Sulistia. (1995). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Dep. Farmakologi dan Terapeutik FK– UI.

Ham, Mulyono. (2009). Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.

Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.

Rivai, Harrizul. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI – Press .

Rohman, Abdul. (2009). Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suastika, Ketut. (1995). Penyakit Kelenjar Tiroid. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Underwood, dan Day J.R. (1958). Quantitatif Analysis. New Jersey Of USA:

Cliff.

Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Kimia.


(44)

LAMPIRAN

a. Lampiran 1

Standarisasi Na2S2O3. 5H2O 0,005 N

Tabel VI. Hasil Standarisasi Na2S2O3. 5H2O 0,005 N

No .

Perlakuan

Berat K2Cr2O7

(gram)

Volume Titrasi (ml)

Normalitas Na2S2O3.5H2O

(N)

Rata-rata (N)

1. 2.

Perlakuan I Perlakuan II

0,0036 0,0038

14,7 15,0

0,0052 0,0051


(45)

3. Perlakuan III 0,0036 14,9 0,0049

Perhitungan Standarisasi Na2S2O3. 5H2O 0,005 N 1) Perlakuan I

036 , 49 7 , 14 1000 0036 , 0 x x g N =

686,504 6 , 3 = N 0052 , 0 =

2) Perlakuan II

036 , 49 0 , 15 1000 0038 , 0 x x g N = 54 , 735 8 , 3 = N 0051 , 0 =

3) Perlakuan III

036 , 49 9 , 14 1000 0036 , 0 x x g N =


(46)

730,63 6 , 3 = N 0049 , 0 = 3 0049 , 0 0051 , 0 0052 , 0 )

4 Ratarata = N + N+ N

3 0152 , 0 N = N 0051 , 0 =

b. Lampiran 2

Penentuan Kadar Air pada Garam Konsumsi dengan Metode Oven 1. Garam A :

- Bobot botol timbang kosong = 20,0961 gram - Bobot botol timbang dengan contoh = 22,0961 gram - Bobot botol timbang dengan contoh uji

setelah dikeringkan = 22,0961 gram

100% ) ( ) ( % 1 2 1 x W W W W A air kadar − − =


(47)

% 100 ) 0961 , 20 0961 , 22 ( ) 0961 , 22 0961 , 22 ( x − = − 100% 2 0 x = = 0%

2. Garam B :

- Bobot botol timbang kosong = 27,6590 gram - Bobot botol timbang dengan contoh = 29,6552 gram - Bobot botol timbang dengan contoh uji

setelah dikeringkan = 29,6550 gram

100% ) ( ) ( % 1 2 1 x W W W W B air kadar − − = % 100 ) 6590 , 27 6552 , 29 ( ) 6550 , 29 6552 , 29 ( x − − =

= 100% 9962 , 1 0002 , 0 x

= 0,01%

3. Garam C :

- Bobot botol timbang kosong = 25,3006 gram - Bobot botol timbang dengan contoh = 27,2689 gram - Bobot botol timbang dengan contoh uji


(48)

% 100 ) ( ) ( % 1 2 1 x W W W W C air kadar − − = % 100 ) 3006 , 25 2689 , 27 ( ) 2689 , 27 2689 , 27 ( x − = −

= 100% 9683 , 1 0 x = 0%

4. Garam D :

- Bobot botol timbang kosong = 19,6583 gram - Bobot botol timbang dengan contoh = 21,6287 gram - Bobot botol timbang dengan contoh uji

setelah dikeringkan = 21,6282 gram

% 100 ) ( ) ( % 1 2 1 x W W W W D air kadar − − = % 100 ) 6583 , 19 6287 , 21 ( ) 6282 , 21 6287 , 21 ( x − = −

= 100% 9704 , 1 0005 , 0 x


(49)

c. Lampiran 3

Penentuan Kadar Iodium dengan Metode Iodometri a. Berdasarkan Bahan Asal

Volume Titrasi Blanko : 11,7 ml 1. Garam A

• Perlakuan pertama :

ppm

V x W

V x KIO

kadar

1 2 3

890


(50)

ppm x x 7 , 11 0007 , 25 5 , 22 890 = ppm 5082 , 292 20025 =

= 68,4596 ppm

• Perlakuan kedua :

ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0004 , 25 3 , 22 890 = ppm 5047 , 292 19847 = = 67,8519 ppm

• Perlakuan ketiga :

ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0011 , 25 23 890 = ppm 5128 , 292 20470 =


(51)

3 9798 , 69 8519 , 67 4596 ,

68 + +

= −ratagaramA Rata

= 68,7638 ppm

2. Garam B

• Perlakuan pertama : ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0033 , 25 3 , 6 890 = ppm 5386 , 292 5607 =

= 19,1667 ppm

• Perlakuan kedua :

ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0008 , 25 6 890 = ppm 5093 , 292 5340 =


(52)

• Perlakuan ketiga : ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0004 , 25 8 , 5 890 = ppm 5047 , 292 5162 =

= 17,6475 ppm 3 6475 , 17 2558 , 18 1667 ,

19 + +

= −

Rata ratagaramB

= 18,3567 ppm

3. Garam C

• Perlakuan pertama :

ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0038 , 25 0 , 3 890 = ppm 5445 , 292 2670 =


(53)

• Perlakuan kedua : ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0023 , 25 4 , 3 890 = ppm 5269 , 292 3026 =

= 10,3443 ppm

• Perlakuan ketiga :

ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0011 , 25 5 , 3 890 = ppm 5128 , 292 3115 =


(54)

3 6491 , 10 3443 , 10 1268 ,

9 + +

= −

Rata rata garamC

= 10,0401 ppm

4. Garam D

• Perlakuan pertama : ppm V x W V x KIO kadar 1 2

3 =890

ppm x x 7 , 11 0081 , 25 6 , 1 890 = ppm 5947 , 292 1424 =

= 4,8668 ppm • Perlakuan kedua :

ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0023 , 25 0 , 2 890 = ppm 5269 , 292 1780 =


(55)

• Perlakuan ketiga : ppm V x W V x KIO kadar 1 2 3 890 = ppm x x 7 , 11 0033 , 25 8 , 1 890 = ppm 5386 , 292 1602 =

= 5,4762 ppm

3 4762 , 5 0849 , 6 8668 ,

4 + +

= −

Rata ratagaramD

= 5,4759 ppm

b. Atas Dasar Bahan Kering 1. Garam A

ppm X x air Kadar A ing bahan dasar Atas − = 100 100 ker ppm x68,7638 0

100 100

− =

x68,7638ppm 100

100 =


(56)

= 68,7638 ppm

2. Garam B

ppm X x air Kadar B ing bahan dasar Atas − = 100 100 ker ppm x18,3567 01 , 0 100 100 − =

x18,3567ppm 99

, 99

100 =

= 18,3585 ppm

3. Garam C

ppm X x air Kadar C ing bahan dasar Atas − = 100 100 ker ppm x10,0401 0

100 100

− =

x10,0401ppm 100

100 =


(57)

4. Garam D

ppm X x air Kadar D

ing bahan

dasar Atas

− =

100 100 ker

ppm x5,4759 02

, 0 100

100 − =

x5,4749ppm 98

, 99

100 =


(1)

• Perlakuan ketiga :

ppm V x W

V x KIO

kadar

1 2 3

890

=

ppm x

x 7 , 11 0004 , 25

8 , 5 890 =

ppm

5047 , 292

5162 =

= 17,6475 ppm

3

6475 , 17 2558 , 18 1667 ,

19 + +

= −

Rata ratagaramB

= 18,3567 ppm

3. Garam C

• Perlakuan pertama :

ppm

V x W

V x KIO

kadar

1 2 3

890

=

ppm

x x

7 , 11 0038 , 25

0 , 3 890 =

ppm

5445 , 292

2670 =


(2)

• Perlakuan kedua :

ppm V x W

V x KIO

kadar

1 2 3

890

=

ppm

x x

7 , 11 0023 , 25

4 , 3 890 =

ppm

5269 , 292

3026 =

= 10,3443 ppm

• Perlakuan ketiga :

ppm V x W

V x KIO

kadar

1 2 3

890

=

ppm

x x

7 , 11 0011 , 25

5 , 3 890 =

ppm

5128 , 292

3115 =


(3)

3

6491 , 10 3443 , 10 1268 ,

9 + +

= −

Rata rata garamC

= 10,0401 ppm

4. Garam D

• Perlakuan pertama : ppm V x W

V x KIO

kadar

1 2

3 =890

ppm x

x 7 , 11 0081 , 25

6 , 1 890

=

ppm 5947 , 292

1424 =

= 4,8668 ppm

• Perlakuan kedua :

ppm V x W

V x KIO

kadar

1 2 3

890

=

ppm x

x 7 , 11 0023 , 25

0 , 2 890 =

ppm

5269 , 292

1780

=


(4)

• Perlakuan ketiga :

ppm V x W

V x KIO

kadar

1 2 3

890

=

ppm x

x 7 , 11 0033 , 25

8 , 1 890

=

ppm 5386 , 292

1602 =

= 5,4762 ppm

3

4762 , 5 0849 , 6 8668 ,

4 + +

= −

Rata ratagaramD

= 5,4759 ppm

b. Atas Dasar Bahan Kering

1. Garam A

ppm X x air Kadar A

ing bahan

dasar Atas

− =

100 100 ker

ppm x68,7638 0

100 100

− =

x68,7638ppm 100

100 =


(5)

= 68,7638 ppm

2. Garam B

ppm X x air Kadar B

ing bahan

dasar Atas

− =

100 100 ker

ppm x18,3567 01

, 0 100

100 − =

x18,3567ppm 99

, 99

100 =

= 18,3585 ppm

3. Garam C

ppm X x air Kadar C

ing bahan

dasar Atas

− =

100 100 ker

ppm x10,0401 0

100 100

− =

x10,0401ppm 100

100 =


(6)

4. Garam D

ppm X x air Kadar D

ing bahan

dasar Atas

− =

100 100 ker

ppm x5,4759 02

, 0 100

100 − =

x5,4749ppm 98

, 99

100 =


Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Dengan Metode Iodometri

79 644 48

Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Konsumsi Beriodium Dan Garam Meja Dengan Metode Argentometri

8 174 38

Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

6 62 64

Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

0 5 64

Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

1 1 8

Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

0 0 2

Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

2 7 5

Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

1 1 2

Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Garam 2.1.1 Pengertian Garam - Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Dengan Metode Iodometri

0 1 17