Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana

dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi kumulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa di persidangan. Hakim menurut Barda Nawawi Arief, dalam mengambil keputusan pada sidang pengadilan, mempertimbangkan beberapa aspek non yuridis sebagai berikut: a. Kesalahan pelaku tindak pidana Hal ini merupakan syarat utama untuk dapat dipidananya seseorang. Kesalahan di sini mempunyai arti seluas-luasnya, yaitu dapat dicelanya pelaku tindak pidana tersebut. Kesengajaan dan niat pelaku tindak pidana harus ditentukan secara normatif dan tidak secara fisik. Untuk menentukan adanya kesengajaan dan niat harus dilihat dari peristiwa demi peristiwa, yang harus memegang ukuran normatif dari kesengajaan dan niat adalah hakim b. Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana Kasus tindak pidana mengandung unsur bahwa perbuatan tersebut mempunyai motif dan tujuan untuk dengan sengaja melawan hukum. c. Cara melakukan tindak pidana Pelaku melakukan perbuatan tersebut ada unsur yang direncanakan terlebih dahulu untuk melakukan tindak pidana tersebut. Memang terdapat unsur niat di dalamnya yaitu keinginan si pelaku untuk melawan hukum. d. Sikap batin pelaku tindak pidana Hal ini dapat diidentifikasikan dengan melihat pada rasa bersalah, rasa penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Pelaku juga memberikan ganti rugi atau uang santunan pada keluarga korban dan melakukan perdamaian secara kekeluargaan. e. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku tindak pidana juga sangat mempengaruhi putusan hakim yaitu dan memperingan hukuman bagi pelaku, misalnya belum pernah melakukan perbuatan tidak pidana apa pun, berasal dari keluarga baik-baik, tergolong dari masyarakat yang berpenghasilan sedang-sedang saja kalangan kelas bawah. f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana Pelaku dalam dimintai keterangan atas kejadian tersebut, ia menjelaskan tidak berbelit-belit, ia menerima dan mengakui kesalahannya.Maka hal yang di atas juga menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memberikan keringanan pidana bagi pelaku. Karena hakim melihat pelaku berlaku sopan dan mau bertanggung jawab, juga mengakui semua perbuatannya dengan cara berterus terang dan berkata jujur. Karena akan mempermudah jalannya persidangan. g. Pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku Pidana juga mempunyai tujuan yaitu selain membuat jera kepada pelaku tindak pidana,juga untuk mempengaruhi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya tersebut, membebaskan rasa bersalah pada pelaku, memasyarakatkan pelaku dengan mengadakan pembinaan h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku Dalam suatu tindak pidana masyarakat menilai bahwa tindakan pelaku adalah suatu perbuatan tercela, jadi wajar saja kepada pelaku untuk dijatuhi hukuman, agar pelaku mendapatkan ganjarannya dan menjadikan pelajaran untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal tersebut dinyatakan bahwa ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran dan keadilan juga kepastian hukum. 26 Keadilan secara umum diartikan sebagai perlakuan yang adil, tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar. Keadilan menurut kajian filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip, yaitu: pertama tidak merugikan seseorang dan kedua, perlakuan kepada tiap-tiap manusia apa yang menjadi haknya. Jika kedua prinsip ini dapat dipenuhi barulah itu dikatakan adil. 27 Praktiknya, pemaknaan keadilan dalam penanganan sengketa-sengketa hukum ternyata masih dapat diperdebatkan. Banyak pihak merasakan dan menilai bahwa lembaga pengadilan kurang adil karena terlalu syarat dengan prosedur, formalistis, kaku, dan lamban dalam memberikan putusan terhadap suatu sengketa. Faktor tersebut tidak lepas dari cara pandang hakim terhadap hukum yang kaku dan normatif-prosedural dalam melakukan konkretisasi hukum. Hakim semestinya mampu menjadi seorang interpretator yang mampu menangkap semangat keadilan dalam masyarakat dan tidak terbelenggu oleh kekakuan normatif-prosedural yang ada dalam suatu peraturan perundang-undangan, karena hakim bukan lagi sekedar pelaksana undang-undang. Artinya, hakim dituntut untuk memiliki keberanian mengambil keputusan yang berbeda dengan ketentuan normatif undang-undang, sehingga keadilan substansial selalu saja sulit 26 Barda Nawawi Arief, Op.Cit. hlm. 24. 27 Lilik Mulyadi. Op.Cit. hlm 123. diwujudkan melalui putusanhakim pengadilan, karena hakim dan lembaga pengadilan hanyapengadilan hanya akan memberikan keadilan formal.

B. Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana

Istilah tindak pidana yang dikenal di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP yang dimana pembentuk undang-undang mengenalnya dengan istilah strafbaarfeit. Di dalam bahasa Belanda, Strafbaar yang berarti dapat dihukum, sedangkan feit yang berarti suatu kenyataan atau fakta. Strafbaarfeit menurut pendapat Simons ialah “kelakuan handeling yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakuk an oleh orang yang mampu bertanggungjawab”. 28 Sedangkan menurut pendapat Van Hamel, strafbaarfeit adalah “kelakuan orang menselijke gedraging yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana strafwaardig dan dilakukan dengan ke salahan”.Beberapa asumsi atau pendapat mengenai pengertian tindak pidana menurut para ahli seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu Moeljatno, menurutnya tindak pidana yang dikenalnya dengan istilah perbuatan pidana yang berarti “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”. Berdasarkan asumsi di atas, dalam hal dilarang dan diancamnya perbuatan pidananya, yaitu berdasarkan asas legalitas principle of legality yang terkandung di dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dimana suatu asas yang menentukan bahwa tidak ada suatu perbuatan yang dilarang dan 28 Tri Andrisman, Hukum Pidana, Lampung: Penerbit Universitas Lampung, 2011. hlm 69. diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang- undangan, Kalimat asas yang tersebut di atas, lebih dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu, kalimat tersebut berasal dari Von Feurbach, seorang sarjana hukum pidana Jerman. 29 Asas legalitas tersebut yang dimaksud mengandung tiga pengertian yang dapat dismpulkan yaitu antara lain: a. Tidak ada suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang- undang. b. Untuk menentukan suatu perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi. c. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut. Perbedaaan pandangan dan pendapat dari para ahli hukum maupun pembentuk undang-undang dalam hal mendefinisikan istilah tindak pidana yang disetarakan dengan istilah perbuatan pidana, maupun peristiwa pidana dan lain sebagainya kemungkinan untuk mengalihkan bahasa dari istilah asingnya yaitu stafbaarfeit, akan tetapi dari pengalihan bahasa tersebut apakah berpengaruh atau tidak dalam makna dan pengertiannya, yang disebabkan sebagian besar di kalangan para ahli hukum belum secara jelas dan terperinci dalam menerangkan pengertian istilah tindak pidana, ataukah sekedar mengalihkan bahasanya, hal tersebutlah yang merupakan pokokperbedaan pandangan diantara para ahli hukum dalam mendefinisikan istilah tindak pidana. 29 Solahudin, Penghimpun. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, Dan Perdata , Jakarta: Cet.Visimedia.Pasal 285 KUHP, 2008. hlm 54. Pengertian tindak pidana merupakan suatu dasar dalam ilmu hukum terutama hukum pidana yang dimana ditujukan sebagai suatu istilah perbuatan yang melanggar norma-norma atau aturan hukum yang berlaku di suatu negara. Oleh karena itu dapat dikatakan sebagai tindak pidana harus memenuhi syarat-syarat seperti : a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang- undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum. d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya. Syarat-syarat di atas, perbuatan yang dapat dikatakan suatu tindak pidana ialah perbuatan yang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum atau undang-undang yang berlaku dan disertai ancaman hukumannya untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

1. Unsur-unsur Tindak Pidana

Mengklasifikasikan suatu tindak pidana ke dalam unsur-unsurnya, yang perlu diperhatikan ialah apakah perbuatan tersebut telah melanggar undang-undang atau tidak. Berbagai macam tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP pada umumnya dapat diklasifikasikan ke dalam unsur- unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif tersebut merupakan unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA BERSYARAT (STUDI KASUS PUTUSAN 128/Pid.Sus/2015/PN.Sim).

0 4 17

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KLATEN).

0 2 10

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA “PENGEDAR NARKOTIKA".

0 3 14

SKRIPSI DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KLATEN).

0 2 13

TINJAUAN TERHADAP DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KLATEN).

0 2 30

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Putusan Nomor: 66/Pid/2013/PT.TK)

0 0 12

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MENJATUHKAN PUTUSAN DIBAWAH ANCAMAN MINIMAL TERHADAP PELAKU ANAK YANG MELAKUKAN PENCABULAN (Studi Putusan Nomor.17/Pid.Sus-Anak/2016/PT.TJK)

0 0 13

BAB II PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika - Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terha

0 0 51