Sumber Data METODE PENELITIAN

F. Analisis Data

Data yang diperoleh melalui studi pustaka dengan pendekatan sejarah, institusional, dan politik hukum, kemudian dianalisis menggunakan argumen deduktif.. Argumen deduktif adalah argumen yang premis-premisnya di dalam dirinya sudah memuat kesimpulan. 263 Artinya kesimpulanya sudah tersirat sudah ada secara implisit di dalam premis atau premis-premisnya. 264 Dalam hubungannya dengan penelitian ini, data yang menjadi pendukung pada awalnya merupakan kumpulan data-data yang sifatnya masih umum kemudian dianalisis untuk menjadi kesimpulan yang sifatnya khusus, sehingga kemudian data-data tersebut dapat digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. 263 B. Arief Sidharta, Pengantar Logika Sebuah Langkah Penalaran Medan Telaah, Bandung: Refika Aditama, 2008, hlm 9. 264 Ibid.

V. PENUTUP A.

Simpulan Dinamika Lembaga Perawakilan di Indoensia terjadi tidak hanya karena perubahan terhadap Undang-Undang Dasar saja, namun juga terjadi karena adanya perubahan pemaknaan tujuan pembentukan Lembaga Perwakilan. Pada masa sebelum kemerdekaan tujuan dari pembentukan Lembaga Perwakilan sesungguhnya buka pada kepentingan rakyat Indonesia. Lembaga tersebut dibentuk untuk mewakili kepentingan para penjajah, sedangkan ruang yang disediakan seringkali hanya untuk meredam gerakan yang terjadi ketika itu. Pada awal kemerdekaan tepatnya dalam pemerintahan Presiden Soekarno, kedudukan Lembaga Perwakilan berada di dalam persimpangan antara representasi dengan kebutuhan revolusi. Pada 1 satu sisi adanya kebutuhan untuk mewakili kepentingan dan kehendak rakyat yang secara menyeluruh. Pada sisi lain penyelenggaraan negara membutuhkan gerakan yang cepat dan tidak terhambat oleh mekanisme-mekanisme formal. Masa pemerintahan Soekarno pada puncaknya melalui Demokrasi Terpimpin bahkan tidak lagi memperdulikan kedudukan Lembaga Perwakilan. Penafsiran bahwa musyawarah yang tidak dapat diselesaikan oleh Lembaga Perwakilan, harus berakhir di tangan pemimpin besar Revolusi Soekarno. Hal ini kemudian berdampak pada kurangnya fungsi Lembaga Perwakilan hingga pada pembubaran Lembaga Perwakilan. Pada masa pemerintahan Soeharto Lembaga Perwakilan memang dikembalikan sesuai dengan fungsinya yang ada di dalam UUD 1945. Namun dalam hal ini fungsi tersebut ternyata dimanfaatkan bukan sesuai tujuannya yakni untuk mewakili kepentingan rakyat. Pada kasus MPR yang berkedudukan sebagai lembaga tertinggi dimanfaatkan untuk melindungi kedudukan dari Presiden Soeharto. Hal ini dilakukan dengan berbagai cara mulai dari pengangkatan Presiden Soeharto secara terus menerus, hingga pada sakralisasi amandemen UUD 1945. Dapat dipahami bahwa penyelenggaraan Lembaga Perwakilan yang demikian memang sesuai Konstitusi, namun secara konstitusionalisme bertentangan karena tidak dapat membatasi kekuasaan Presiden. Pada sisi lain desain UUD 1945 sebelum amandemen memang tidak mengatur mengenai mekanisme check and balance diantara lembaga negara, dan juga susunan anggota dari Lembaga Perwakilan dapat dengan mudah diisi sesuai dengan kehendak Presiden ketika itu. Pasca Reformasi agenda restrukturisasi Lembaga Perwakilan menjadi agenda wajib untuk penyelenggaraan negara yang berbasis pada Demokrasi. Namun dalam hal ini restrukturisasi dilakukan dalam porsi yang berbeda. MPR sebagai lembaga tertinggi statusnya dicabut, dan kewenangannya tidak lagi mengangkat Presiden dan menetapkan GBHN. Hal ini kemudian menjadi MPR seakan hanya menjalankan kewenangannya secara periodik, dan mengikuti momentum saja karena hanya berkenaan dengan pelantikan, pemberhentian, dan amandemen UUD saja. Pada sisi DPR dilakukan penegasan terhadap pemegang kekuasaan legislasi, dan juga berkenaan dengan check and balance terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Namun restrukturisasi bukan hanya pada kedua