Permasalahan Remaja

b. Permasalahan Remaja

Judul Artikel : Masalah-masalah Remaja

Sumber : http://dikajaya.wordpress.com/2012/05/05/masalah-masalah-remaja/

Penulis : Anonim

Tgl publikasi : 5 Mei 2012

Tgl diakses : 5 Mei 2013

Masalah : Cinta

Remaja merupakan tahap pendewasaan dimana seseorang mulai menggunakan pemikiran yang lebih fokus daripada sebelumnya. Berfikir mengenai kata “remaja” sering muncul konsep dalam pikiran kita bahwa tahap tersebut merupakan tahap yang paling indah yang hanya muncul satu kali, mengapa demikian? Tahap remaja tanpa disadari sering menghampiri diri kita dengan berbagai pengalaman yang indah, contohnya adalah saat – saat remaja sering kali setiap orang mengenal lebih banyak orang lain melalui komunikasi terlebih lagi saat ini telah muncul berbagai media jejaring social, atau dimasa remaja kita lebih mengenal lawan jenis dengan berbagai macam kepribadian mereka, dan yang sering terjadi adalah disaat remaja lebih mendorong seseorang untuk mencoba hal – hal yang baru denan harapan agar segala kemampuan yang dimiliki remaja dapat dieksplorasi lebih baik dari masa – masa sebelumnya .

Membahas mengenai “remaja” penulis mencoba memaparkan berbagai permasalahan yang sering muncul pada remaja secara universal. Munculnya masalah-masalah remaja tentunya disebabkan oleh faktor-faktor yang sangat mempengaruhi remaja khususnya era globalisasi saat ini. Adapun masalah tersebut adalah sebagai berikut;

  1. Masalah Cinta

  2. Masalah Orang tua

  3. Masalah keuangan

  4. Masalah pendidikan

  5. Masalah pertemanan atau pergaulan

Masalah cinta

Cinta merupakan kata yang sering muncul dikalangan remaja saat ini, kata tersebut sering digunakan oleh remaja terhadap lawan jenisnya bahkan sebagai penulis blog ini . Terkadang sering kita mendengar remaja menyebutkan, “ aku cinta kamu, yang!!”, atau kata cinta digunakan remaja seperti berikut ini, “sumpah, sampai saat ini aku loh masih cinta kamu gag ada yang lain kog”, atau yang sering muncul di media jejaring social facebook adalah kalimat berikut ini, “hari ini aku senang jalan ma kamu, LOVE U XXXX”, atau kalimat berikut ini, “ gag pernah q berfikir tuk ninggalin kamu XXXXX, YYYYY selalu cinta XXXXX.,, mmmmuaaacchhhh”, bahkan kata berikut ini muncul di berbagai lagu seperti lagu ciptaan Ahmad Dhani “ cinta mati” dan lagu – lagu lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kata “cinta” memang merupakan kata umum yang gemar digunakan remaja untuk mendapatkan lawan jenisnya atau untuk mengungkapkan perasaan terhadap sang pujaan hati para remaja.

Selanjutnya lebih jauh “cinta” digunakan untuk lebih kearah ekspresi seseorang terhadap perasaannya baik terhadap pacar, guru, orang tua, teman, club olahraga, maupun orang yang ingin kita miliki namun kita tak mampu mewujudkannya, akan tetapi hati-hatilah para remaja saat ini muncul fakta bahwa “cinta” sering menjadi masalah-masalah yang terkadang sulit diatasi. Salah satu contohnya adalah cinta sering membawa perasaan remaja kearah gundah gulana, mungkin sebagian dari kalian para pembaca blog ini yang telah atau sedang dalam masa remaja pernah berfikir “padahal kemarin dia bilang cinta aku, tapi knapa hari ini dia gg ada kabar ya???”, ekspresi tersebut menunjukkan remaja sedang gundah memikirkan orang lain, memang benar cinta merupakan sesuatu yang indah akan tetapi terkadang membuat perasaan seseorang menjadi terluka bahkan sakit yang mendalam seperti hal yang mungkin pernah dialami pembaca blog ini yaitu permasalahan putus cinta para remaja dengan lawan jenis yang kerap membuat beberapa remaja menjadi terluka dan melupakan segala hal –hal lainnya. Apakah ini yang dimaksud dengan cinta yang sesungguhnya?

Mengacu pada artikel diatas, penulis melihat bahwa cinta lebih terkesan sebagai sebuah fenomena yang melahirkan masalah, ketimbang sebagai masalahnya itu sendiri. Ketika cinta membawa seseorang pada perasaan gundah gulana, maka perasaan gundah gulana tersebut mengindikasikan adanya masalah yang menjadi faktor penyebabnya. Berarti, yang harus diselidiki sebenarnya adalah, apa yang menyebabkan seseorang gundah gulana, atau dalam ekspresi yang lebih modern kita mengenalnya dengan istilah “galau”. Hal yang mengakibatkan galau itulah masalah sejatinya.

Kini, untuk dapat menganalisis apa itu masalah yang menjadikan seseorang galau, maka perlu didefinisikan terlebih dahulu apa itu galau. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap lingkungan masyarakat masa kini, khususunya lingkungan tempat banyak remaja terlibat, istilah galau sering digunakan untuk mengekspresikan perasaan gelisah karena bimbang yang diakibatkan dari kebingungan akan ketidakpastian mengenai permasalahan yang sedang dihadapi saat itu.

Menurut pengalaman penulis, galau biasanya muncul ketika mahasiswa contohnya, menghadapi tugas atau UTS yang mengandung soal-soal yang ambigu atau membingungkan serta membutuhkan pendalaman yang benar-benar kompleks. Atau, sebenarnya tugasnya tidak terlalu rumit, namun jumlahnya banyak, dan tiap soalnya kemudian mengandung soal-soal yang lain, sehingga mahasiswa butuh waktu lebih banyak. Namun pada faktaya, waktu yag mereka miliki benar-benar terbatas. Di situasi-situasi seperti itulah kadang-kadang galau muncul, karena mahasiswa akan cenderung berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan dirinya di masa depan, termasuk kemungkinan terburuk, dimana mereka kehilngan kesempatan untuk mengerjakan tugas yang mengakibatkan mereka mendapat nilai yang akhir yang tidak memuaskan. Ilustrasi ini merupakan contoh bagaimana kegalauan individu muncul. Sebenarnya masih lebih banyak lagi hal-hal lain yang “di-galaukan” oleh remaja dan mahasiswa.

Namun, jika sekarang asumsi/premis awalnya adalah bahwa sesuatu yang memunculkan galau adalah masalah yang sebenarnya, maka kita akan mendapati banyak sekali masalah yang menyebabkan galau, dan kita tak dapat merincinya kedalam kesimpulan yang sederhana. Untuk mengatasi kebingungan ini, maka kita dapat katakan bahwa masalah-masalah seperti tugas dan UTS itu bukan merupakan masalah sebenarnya penyebab galau, namun mereka hanyalah keadaan dari luar individu yang mempengaruhi dan menghubungkan individu tersebut dengan masalah yang sebenarnya. Ketika tugas dan UTS tersebut tidak dapat menghubungkan individu dengan masalah sebenarnya, maka kegalauan tidak akan muncul. Ini juga dapat berarti bahwa masalah semacam tugas dan UTS tersebut tidak akan mutlak menyebabkan seseorang terkena penyakit “galau”, karena masih ada kemungkinan seseorang tidak akan galau sama sekali. Dengan demikian, maka masalah tugas dan UTS bukan merupakan masalah sejati penyebab kegalauan, termasukk cinta.

Untuk memahami apa itu masalaah yang sebenarnya, kita kembali kepada pengertian bahwa galau adalah keadaan dimana seseorang bimbang atas ketidakpastian di masa depan, membuatnya gelisah dan takut. Dalam pengertian itu terdapat istilah “ketidakpastian”. Pertanyaan selanjutnya yang muncul bukanlah “apa saja ketidakpastian tersebut?”, melainkan “kenapa sejak semula seorang individu menganggap bahwa ada ketidakpastian yang aka dihadapinya?”. Hal ini berkaitan dengan paradigma individu itu sendiri dimana dia tidak yakin terhadap apapun saat dia menghadapi masalah tertentu, dan justru satu-satunya yang diyakininya adalah bahwa disana terdapat ketidakpastian untuk dirinya.

Ketika individu meyakini hal ini, maka penjelasan yang paling masuk akal adalah, individu tersebut menganggap bahwa dirinya tidak mampu, tidak layak, atau tidak “capable” dalam menghadapi permasalahan yang menghampiri dirinya. Kenapa anggapan ini muncul. Bisa jadi karena individu tersebut merasa tidak memiliki persiapan dan skill yang memadai dan cukup dalam bidang yang dihadapinya.

Ambil contoh tugas dan UTS kuliah yang tadi. Dengan asumsi mahasiswanya kurang persiapan dan kurang belajar, maka menjadi wajar ketika UTS datang, mahasiswa tersebut jadi galau, karena dia tak dapat menjawab soal-soal yang ada dalam UTS.pada akhirnya, masa depannya berada dalam ketidakpastian antara apakah dia akan lulus UTS atau tidak. Namun, beda halnya ketika mahasiswa tersebut punya persiapan yang matang. Soal manapun disikatnya, sehingga dia tidak galau sama sekali. Masalahnya dengan galau hanya tinggal kenangan.

Namun, ilustrasi ini mengindikasikan bahwa galau itu sendiri terjadi saat UTS nya berlangsung, buka sebelum UTS nya berlangsung. Jika galaunya muncul sebelum UTS berlangsung, maka inilah yang dimaksud dengan mahasiswa tersebut “merasa” tidak mampu dalam mengahadapi UTS, walaupun mungkin sebenarnya dia punya persiapan yang matang. Jika begitu kasusnya, maka kata kunci yang harus ditelaah lebih dalam adalah kata “merasa” nya itu sendiri. Kenapa sejak awal ada perasaan tidak yakin tersebut. Bahasan tentang perasaan ini akan berkaitan erat dengan faktor-faktor luar, karena perasaan hanya bisa muncul jika ada stimulus. Dalam konteks ini, stimulus yang dimaksud adalah yang berhasil menempatkan individu pada keadaan dimana dia merasa tidak yakin dengan kemampuannya sendiri. Maka, stimulus yang penulis rasa paling tepat menjelaskan kemunculan kecenderungann ini adalah “stereotip”.

Stereotip dapat diartikan sebagai standar penilaian terhadap sesuatu yang mendasarkan penilaian tersebut pada beberapa kriteria yang kaku (tidak dapat diubah), dan kriteria inilah yang mempengaruhi pandangan banyak orang untuk menyetujui bahwa penilaian tersebut adalah satu-satunya kebenaran yang valid terhadap sesuatu yang mereka nilai. Secara sederhananya, stereotip adalah kecenderungan orang memandang suatu objek dan menyimpulkan nilai objek tersebut. Contohnya, ketika ada orang yang memiliki tato di sekujur tubuhnya, maka stereotip kita akan otomatis menganggap bahwa orang tersbebut adalah berandalan atau preman, walaupun mungkin sebenarnya orang tersebut justru berandalan yang sudah insyaf dan hendak memperbaiki diri. Ini terjadi karena kita cenderung mengasosiasikan tato dengan perilaku buruk.

Mari kita hubungkan istilah stereotip diatas dengan fenomena individu merasa tidak yakin dengan masalah yang akan dihadapinya, yang menjadikannya galau. Kecenderungan seorang individu merasa tidak yakin disini muncul karena ada stereotip bahwa hal yang akan dihadapinya itu lebih besar dan kuat dibandingkan dirinya sendiri, bahwa hal yang akan dihadapinya itu bukanlah apapun selain masalah besar yang akan mempersulitnya.. Hal ini akan membentuk rasa takut pada diri individu yang bersangkutan, dimana dia mempertanyakan “apakah saya ini sudah cukup baik dalam mengatasi masalah tersebut?”, dan disinilah kemudian ketidakyakinan atau galau mengambil alih.

Uraian diatas merupakan analisis penulis mengenai bagaimana galau terbentuk. Walaupun begitu, jika kita berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan sisi psikologis manusia, termasuk bagaimana perasaan manusia bekerja, kita tidak akan pernah mencapai titik akhir, karena satu jawaban akan terus melahirkan pertanyaan yang lain. Dalam hal ini, kita akan terus berrtanya “kenapa” dan menjawab “karena”, dan begitu seterusnya, seperti sebuah roda yang tidak pernah berhenti berputar. Jadi, apa yang penulis uraikan sebagai proses pembentukan perasaan galau disini pun merupakan uraian yang sangat terbatas, terlebih karena penulis tidak berusaha menguraikannya dengan mngacu pada berbagai sumber, namun alih-alih hanya mengandalkan daya nalar penulis yang terbatas saja.

Kini, setelah menguraikan masalah galau, apa hubungannya dengan cinta? Dengan kembali menelusuri artikel yang penulis sajikan diatas, galau merupakan hal yang sering muncul dalam kehidupan percintaan remaja. Dengan mengacu pada pengertian galau, maka secara spesifik, apa yang menjadi kegalauan remaja dalam cinta adalah ketika remaja tidak yakin apakah cintanya itu berhasil atau tidak, apakah orang yang dicintainya juga benar-benar mencintainya. Kemudian, stereotip yang muncul diantara para pelaku cinta itu adalah stereotip yang mengatakan kemungkinan-kemungkinan terburuk berkaitan dengan orang yang dicintainya. Contohnya, A memiliki pacar B. Ketika A menemukan dalam handphone B sms dari seorang lelaki, sebut saja Z, yang tidak diketahui A, A secara subjektif menyimpulkan bahwa Z merupakan kekasih gelap B, atau B memiliki hubungan cinta dengan Z. Kemudian, A menjadi galau, dengan mempertanyakan kepastian hubungan cintanya dengan B, apakah B masih mencintainya atau tidak, apakah hubungan mereka akan tetap berjalan atau runtuh seiring dengan semakin dekatnya B dengan Z. Hal ini muncul karena ada stereotip yang mengatakan bahwa jika lelaki dan wanita (yang sebaya) saling sms-an atau berkomunikasi secara intensif, maka mereka memiliki perasaan cinta, padahal sebenarnya tidak selamanya begitu.

Kesimpulan dari analisis ini adalah, bahwa ketika seorang remaja memiliki masalah kegalauan dalam kehidupan percintaannya, akar masalah itu sebenarnya bukanlah cinta itu sendiri. Akar masalahnya adalah terlalu banyaknya seorang remaja menganut stereotip yang keliru atau belum tentu kebenarannya, sehingga membuatnya galau dan gelisah. Kegelisahan ini, memang tidak digolongkan ke dalam kategori permasalahan yang terlalu rumit atau serius. Namun, jika kegelisahan ini terus berlanjut dan berkembang, maka dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dimana remaja-remaja yang bermasalah tersebut cenderung melakukan sesuatu dengan nekat.

Hal ini akan merugikan dirinya sendiri, bahkan orang lain. Untuk itu, disarankan agar para remaja terus dibimbing oleh orang-orang yang masih bertanggungjawab atas mereka (seperti orangtua dan guru), dengan tujuan untuk menanamkan pemikiran-pemikiran positif dalam pikiran mereka, serta memberikan mereka paradigma/keyakinan yang baru dan matang terhadap dunianya (termasuk dunia cinta) bahwa semuanya dapat menjadi lebih baik, bahkan ketika terdapat luka di dalam hati.

SUMBER KUTIPAN DAN BACAAN:

Agustina, Yogi. 2010. “Orientasi dan Ruang Lingkup BP/BK” http://yogiagustina.blogspot.com/2010/11/orientasi-dan-ruang-lingkup-bpbk.html (diakses tanggal 7 April 2013).

Anonim. “Masalah Anak Usia Dini”. http://www.psychologymania.com/2012/06/masalah-anak-usia-dini.html (diakses tanggal 7 Mei 2013).

Anonim. 2011. “Hakikat Bimbingan Konseling: Orientasi, Ruang Lingkup, Kesalahpahaman Bimbingan Konseling”. http://sefrian92.blogspot.com/2011/02/hakikat-bimbingan-konseling-orientasi.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Anonim. 2011. “Landasan Sosiologi Bimbingan Konseling”. http://elvinasarisaragaki.blogspot.com/2011/07/landasan-sosiologi-bimbingan-konseling.html (diakses tanggal 8 April 2013).

Anonim. 2011. “Latar Belakang Bimbingan dan Konseling” http://izubed.blogspot.com/2011/12/latar-belakang-bimbingan-dan-konseling.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Anonim. 2012. “Definisi Bimbingan dan Konseling Menurut Beberapa Ahli”. http://idhammonorose.blogspot.com/2012/07/definisi-bimbingan-konseling.html (diakses tanggal 6 April 2013).

Anonim. 2012. “Masalah – masalah remaja (Teenager problems)”. http://dikajaya.wordpress.com/2012/05/05/masalah-masalah-remaja/ (diakses tanggal 5 Mei 2013).

Anonim. 2012. “Sosiologi Pendidikan”. http://dyahrahayuarmanto.wordpress.com/tag/fungsi-kajian-sosiologi-pendidikan/ (diakses tanggal 8 April 2013).

Anonim. 2012. “Urgensi Bimbingan Konseling dalam Pendidikan “. http://akademi-pendidikan.blogspot.com/2012/10/urgensi-bimbingan-konseling-dalam.html (diakses tanggal 7 April 2013).

Anonim. 2013. “Fungsi dan Prinsip Bimbingan dan Konseling”. http://warnaa-warnii.blogspot.com/2013/01/fungsi-dan-prinsip-bimbingan-dan.html (diakses tanggal 7 April 2013).

Anonim. 2013. “Fungsi Prinsip Bimbingan Konseling”. http://iwaragill.blogspot.com/2013/02/fungsi-prinsip-bimbingan-konseling.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Anonim. 2013. “Pengertian Pengajaran: Definisi Pengajaran”. http://insanicita.blogspot.com/2012/02/pengertian-pengajaran-defenisi.html (diakses tanggal 5 April 2013)

Boharudin. 2011. “Keberadaan Bimbingan dan Konseling Dalam konteks Pendidikan di Indonesia”. http://boharudin.blogspot.com/2011/05/keberadaan-bimbingan-dan konseling.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Dimas, Setiawan. 2011. “Definisi Pelatihan”. http://definisimu.blogspot.com/2012/08/definisi-pelatihan.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Hadi, Abdul dan Rusma Herawati. 2010. “Landasan filosofis sosiologis (Makalah Bimbingan Konseling)”. http://bpi-uinsuskariau3.blogspot.com/2010/10/landasan-filosofis-sosiologis-makalah.html (diakses tanggal 8 April 2013).

Hariyanto. 2010. “Pengertian Psikologi Pendidikan”. http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-pendidikan/ (diakses tanggal 6 April 2013).

Pagiarsih, Wahyu. 2011. “Pengertian Bimbingan Konseling dan Ruang Lingkup Bimbingan Konseling”. http://guruperlulaptop.blogspot.com/2011/06/pengertian-bimbingan-konseling-dan.html (diakses tanggal 7 April 2013).

Sudrajat, Akhmad. 2008. “Arti Penting Psikologi Pendidikan Bagi Guru”. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/psikologi-pendidikan-dan-guru/ (diakses tanggal 6 April 2013).

Sudrajat, Akhmad. 2008. “Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling”. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/14/fungsi-prinsip-dan-asas-bimbingan-dan-konseling/ (Diakses tanggal 7 April 2013).

Sudrajat, Akhmad. 2008. “Landasan Bimbingan dan Konseling”. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-dan-konseling/ (diakses tanggal 8 April 2013).

Supriadi. 2006. “Psikologi Pendidikan”. http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm (diakses tanggal 6 April 2013).

Wahyono, Budi. 2012. “Manfaat Mempelajari Psikologi Pendidikan Bagi Guru dan Calon Guru”. http://www.pendidikanekonomi.com/2012/05/manfaat-mempelajari-psikologi.html (diakses tanggal 6 April 2013).