Dana Alokasi Khusus (DAK)

3.2.6. Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK yang diterima oleh Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebagai salah satu komponen Dana Perimbangan ditujukan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintah Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dialokasikan oleh Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada APBD TA 2013 sebanyak 2,357 trilyun rupiah. Jumlah realisasi transfer yang diterima sebanyak 94,21%-nya yaitu 2,220 trilyun rupiah. Jumlah realisasi transfer DAK yang diterima tersebut mengalami sedikit peningkatan, di mana jumlahnya pada TA 2011 adalah 2,163 trilyun rupiah dan 2,170 trilyun rupiah pada TA 2012. Kabupaten Malang menerima transfer DAK paling besar pada 2013 dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Jawa Timur yaitu sebesar 112,312 milyar rupiah. Sebaliknya daerah yang paling sedikit menerima DAK adalah Kota Mojokerto sejumlah 19,389 milyar rupiah.

Alokasi DAK untuk TA 2013 ditujukan pada bidang: pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, infrastruktur sanitasi, sarana dan prasarana pemerintah daerah, kelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan hidup, keluarga berencana, kehutanan, sarana dan prasarana daerah tertinggal, perdagangan, keselamatan transportasi darat, energi pedesaan, perumahan dan pemukiman, serta transportasi perdesaan.

Kotak 3.1: Bandara Blimbingsari dongkrak Investasi di Banyuwangi

Keberadaan sebuah bandar udara (bandara) sebagai sarana jembatan udara antar-daerah merupakan salah satu kebutuhan akses transportasi yang sangat ditunggu oleh masyarakat kalangan menengah keatas demi efektivitas perjalanan menuju daerah tujuan. Bandara juga efektif untuk memecah kebuntuan akses transportasi khususnya di daerah yang sulit terjangkau dan di pulau-pulau terpencil karena transportasi darat tidak bisa masuk ke daerah setempat.

Pembangunan sebuah bandara juga berdampak positif bagi perkembangan di suatu daerah karena dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menjadi peluang pintu masuk para investor yang akan menanamkan investasinya di daerah itu. Bandara Blimbingsari yang berada di Desa Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, resmi melakukan kegiatan penerbangan komersial pada 29 Desember 2010, dengan maskapai pertama PT Sky Aviation.

Maskapai tersebut menggunakan pesawat Cessna Grand Caravan yang berkapasitas sembilan kursi, kemudian Fokker-50. Namun, akhirnya PT Sky Aviation memutuskan untuk menutup rute Banyuwangi pada Oktober 2011.

Namun, PT Merpati Airlines justru membuka rute Surabaya-Banyuwangi pada Agustus 2011 dengan menggunakan pesawat MA-60 berkapasitas 48 kursi yang melayani penerbangan dari Surabaya pukul 13.40 WIB dan dari Banyuwangi pukul 15.00 WIB.

Geliat pertumbuhan ekonomi di Bumi Blambangan, Banyuwangi memiliki daya tarik tersendiri bagi maskapai penerbangan karena maskapai Wings Air milik Group Lion Air juga meramaikan penerbangan di Bandara Blimbingsari itu.

Peresmian penerbangan perdana maskapai PT Wings Abadi Airlines (Wings Air) dengan pesawat komersial jenis ATR 72-500 dilakukan Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub), Bambang Susantono, pada 20 September 2012. Bandara Blimbingsari berpotensi menjadi bandara penyangga antara Bandara Juanda dan Bandara Ngurah Rai, Secara geografis, Banyuwangi terletak di antara Surabaya dan Bali sehingga peluang menjadi bandara penyangga sangat besar. Apalagi, sejak resmi beroperasi 2 tahun lalu, Bandara Blimbingsari sudah menunjukkan peningkatan yang pesat.

Untuk menjadi bandara penyangga, harus menunjukkan perkembangan bandara yang lebih baik ke depan seperti pertumbuhan jumlah penumpang, pergerakan pesawat, pelaku usahanya harus aktif dan pemerintah daerah setempat harus menjamin kemudahan berinvestasi. Dengan tumbuhnya sektor ekonomi, akan berbanding lurus dengan pertumbuhan infrastruktur di Bandara Blimbingsari. Itu nantinya menjadi salah satu pendukung untuk menjadikan Banyuwangi sebagai bandara penyangga.

Prestasi Banyuwangi yang luar biasa ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada Bandara Blimbingsari. Dari pesawat jenis Cessna Grand Carrvan yang berpenumpang 9 orang, kemudian Fokker -50, berlanjut pesawat milik Merpati Nusantara Airlines jenis MA-60 berkapasitas 56 kursi dan penerbangan perdana Maskapai Wings Air dengan kapasitas 72 kursi. Selain itu, Pemkab Banyuwangi akan melakukan pembangunan infrastruktur yang masif antara lain pengembangan Bandara Blimbingsari, pembangunan dan perbaikan jalan sepanjang 300 kilometer per tahun, hingga revitalisasi Pelabuhan Tanjungwangi. Pemerintah pusat telah mengucurkan anggaran sebesar Rp5 miliar tahun 2012 untuk menambah lampu di landasan pacu, perbaikan terminal penumpang, sistem pemeriksaan barang, penambahan landasan pacu dari 1.400 meter menjadi 1.800 meter, serta diperlebar dari 10 meter menjadi 15 meter. Sedangkan dukungan anggaran dari Pemprov Jatim untuk pembangunan Bandara Blimbingsari sebesar Rp23 miliar pada 2011, Prestasi Banyuwangi yang luar biasa ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada Bandara Blimbingsari. Dari pesawat jenis Cessna Grand Carrvan yang berpenumpang 9 orang, kemudian Fokker -50, berlanjut pesawat milik Merpati Nusantara Airlines jenis MA-60 berkapasitas 56 kursi dan penerbangan perdana Maskapai Wings Air dengan kapasitas 72 kursi. Selain itu, Pemkab Banyuwangi akan melakukan pembangunan infrastruktur yang masif antara lain pengembangan Bandara Blimbingsari, pembangunan dan perbaikan jalan sepanjang 300 kilometer per tahun, hingga revitalisasi Pelabuhan Tanjungwangi. Pemerintah pusat telah mengucurkan anggaran sebesar Rp5 miliar tahun 2012 untuk menambah lampu di landasan pacu, perbaikan terminal penumpang, sistem pemeriksaan barang, penambahan landasan pacu dari 1.400 meter menjadi 1.800 meter, serta diperlebar dari 10 meter menjadi 15 meter. Sedangkan dukungan anggaran dari Pemprov Jatim untuk pembangunan Bandara Blimbingsari sebesar Rp23 miliar pada 2011,

Bandara Blimbingsari juga diproyeksikan sebagai pintu masuk pariwisata tidak hanya bagi Banyuwangi tapi juga beberapa kabupaten terdekat seperti Situbondo, Bondowoso, Jember dan Bali Barat.

Dengan adanya dua maskapai penerbangan yang melayani rute Banyuwangi- Surabaya PP, Bandara Blimbingsari mulai banyak dimanfaatkan oleh warga dari kabupaten tetangga demi efektivitas waktu perjalanan, sehingga bandara kebanggaan masyarakat Banyuwangi itu sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai pintu masuk wisata bagi beberapa daerah terdekat. Kabupaten penduduk asli Osing ini perlahan tapi pasti akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Jawa Timur karena banyak investor yang mulai melirik kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Jawa tersebut.

Beberapa industri besar telah dibangun di Banyuwangi seperti PT Semen Gresik Tbk dan PT Semen Bosowa, bahkan Pemkab Banyuwangi menyiapkan lahan seluas 2.000 hektare untuk kawasan industri terpadu.Kementerian BUMN juga telah menyiapkan pembangunan pabrik gula modern dan terbesar se-Indonesia dengan kapasitas giling 10.000 ton tebu per hari dan peletakan batu pertama dilaksanakan pada 12-12-2012 pada pukul 12.00 WIB.

Mudahnya akses transportasi menuju sebuah kota/kabupaten menjadi salah satu pertimbangan investor untuk menanamkan investasinya, sehingga dengan beroperasinya Bandara Blimbingsari membuka pintu investasi yang cukup besar di Kabupaten Banyuwangi. Dari data Badan Penanaman Modal Jawa Timur mencatat bahwa sebelumnya minat investasi di Banyuwangi pada peringkat 31 dari 38 kabupaten/kota di Jatim, namun saat ini melesat menempati peringkat ketiga sebagai daerah yang paling diminati investor setelah Gresik dan Surabaya.

Untuk memacu investasi, pemkab Banyuwangi melakuan tiga hal yakni prioritas pertama perbaikan infrastruktur yang merupakan kunci sukses dalam perekonomian masyarakat, kedua konektivitas antar wilayah yang sangat penting bagi investor dan ketiga adanya standar regulasi dan perizinan investasi, bahkan Banyuwangi sudah memiliki Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).

Upaya Pemkab Banyuwangi untuk terus menggenjot investasi di daerahnya terus membuahkan hasil dan kabupaten di ujung timur Pulau Jawa yang kaya sumber daya alam tersebut mencatatkan nilai investasi yang terus meningkat. Pada tahun 2012, Pemkab Banyuwangi mengeluarkan sebanyak 1.335 izin usaha untuk industri skala kecil dan menengah (investasi nonfasilitas) dengan nilai investasi Rp100 juta hingga Rp5 miliar. Dari 1.335 unit usaha baru tersebut, nilai investasinya mencapai Rp441 miliar dan angka itu meningkat dari investasi nonfasilitas tahun 2011 sebesar Rp350 miliar. Investasi untuk industri besar berkategori Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang masuk dalam skema fasilitas pemerintah pada tahun lalu mencapai Rp 645 miliar, sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai sekitar Rp82 miliar dari sejumlah sektor industri. Peningkatan investasi itu menunjukkan kepercayaan dunia usaha yang semakin besar untuk menanamkan dananya di Banyuwangi dan tren investasi tersebut memberi gambaran betapa prospektifnya Banyuwangi.

Investasi besar yang terbaru adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di kawasan Ijen yang berkapasitas 2 x 55 Megawatt (MW) yang rencananya akan beroperasi pada 2016 mendatang. Setelah beroperasi, listrik akan dialirkan ke sistem Gardu Induk Banyuwangi, sehingga dengan sendirinya menjamin pasokan energi bagi keperluan industri dengan total dana yang akan dikeluarkan investor untuk mengembangkan PLTP tersebut mencapai Rp3,8 triliun.

Masuknya investasi dengan sendirinya akan membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan taraf hidup sosial-ekonomi masyarakat Banyuwangi. Ada tujuh faktor pendorong mengapa investor harus melirik Banyuwangi sebagai tempat untuk menanamkan modalnya antara lain pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, pada tahun 2011 ekonomi Banyuwangi tumbuh 7,02 persen, lalu naik ke level 7,18 persen pada 2012 dan level pertumbuhan itu berada di atas rata-rata pertumbuhan nasional yang pada 2012 sebesar 6,2 persen.

Data Bank Indonesia pada 2012 mencatat simpanan masyarakat (dana pihak ketiga/DPK) di pihak perbankan Banyuwangi meningkat sekitar 23,5 persen menjadi Rp4,2 triliun dengan tingkat pertumbuhan simpanan masyarakat di Banyuwangi melampaui pertumbuhan rata- rata seluruh Jatim yang hanya 16 persen, sedangkan untuk penyaluran kredit meningkat sekitar 18,5 persen menjadi Rp5,7 triliun pada 2012 dan juga lebih tinggi dari sejumlah kota/kabupaten lain di Jatim.

Pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan masuknya investor di Banyuwangi juga berdampak pada peningkatan jumlah penumpang di Bandara Blimbingsari, bahkan tidak jarang calon penumpang kesulitan mendapatkan tiket pesawat pada saat liburan (weekend) karena terjual habis baik dari Surabaya maupun dari Banyuwangi.

Kesuksesan Pemkab Banyuwangi yang membangun sejumlah infrastruktur guna mendongkrak masuknya investasi patut diacungi jempol, namun kesejahteraan masyarakat Bumi Blambangan tetap harus diperhatikan dengan mengurangi angka kemiskinan yang ada di kabupaten setempat .

(Sumber: Antara Jatim)