Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas selesainya penyusunan Kajian Fiskal Regional Provinsi Jawa Timur Semester II Tahun 2013 ini.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.01/2012, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki fungsi pembinaan, koordinasi dan supervisi serta menjadi representasi Kementerian Keuangan yang menjalankan fungsi pengelolaan fiskal. Dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi dan mengendalikan tingkat inflasi di Jawa Timur yang terkait dengan mengelolaan fiskal di daerah, maka diperlukan suatu dokumen kajian yang dapat memotret profil maupun dinamika kondisi fiskal daerah.

Kajian Fiskal Regional ini disusun untuk memenuhi tuntutan tersebut, yang di dalamnya dimuat perkembangan indikator ekonomi regional, perkembangan pelaksanaan anggaran pusat, perkembangan pelaksanaan anggaran daerah serta analisis fiskal regional pada Provinsi Jawa Timur. Kajian terhadap perkembangan pelaksanaan anggaran daerah dilakukan pemisahan antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota karena azas otonomi daerah yang dimiliki antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota berbeda. Elaborasi kajian atas data/informasi, ilustrasi grafis, tabulasi dan analisis diberikan sesuai dengan relevansi konteks analisis serta ketersediaan data/informasi.

Kami menyadari tentunya masih terdapat kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan masukan dan saran guna perbaikan penyusunan laporan serupa periode mendatang. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional Semester II Tahun 2013 ini.

Akhirnya, kami berharap laporan kajian ini dapat membawa manfaat kepada semua pihak yang membutuhkannya.

Surabaya, 28 Maret 2014 Kepala Kantor Wilayah,

Pardiharto NIP 195408101975071001

Daftar Istilah

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN

: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara DAK

: Dana Alokasi Khusus PAD

: Pendapatan Asli Daerah SILPA

: Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran PDRB : Produk Domestk Regional Bruto

IHK : Indeks Harga Konsumen GR

: Gini ratio TPAK : Tingkat Partisipasi ANgkatan Kerja TPT

: Tingkat Pengangguran Terbuka NTP

: Nilai Tukar Petani It

: Indeks yang diterima petani Ib : Indeks yang dibayar petani

TA. : Tahun Anggaran DBH : Dana Bagi Hasil DAU : Dana Alokasi Umum

RINGKASAN EKSEKUTIF

Sebagai provinsi terbesar kedua di Indonesia, Jawa Timur yang didukung oleh 38 kabupaten/kota dan 1 provinsi pada tahun 2013 Jawa Timur mencatat capaian kinerja pertumbuhan ekonomi sebesar 6,55 persen.

Angka ini lebih lambat jika dibandingkan dengan tahun 2011 (7,22 persen) dan tahun 2012 (7,27 persen). Meskipun lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 2 tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tersebut tercatat di atas rata-rata pertumbuhan nasional (5,78 pesen). Bahkan selama lima tahun terakhir, angka pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Di antara 6 provinsi di pulau Jawa, perumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2013 menempati urutan tertinggi dibandingkan dengan 5 provinsi

lainnya. Dengan pertumbuhan sebesar 6,55 persen, pertumbuhan Jawa Timur lebih tinggi dari pada provinsi DKI Jakarta (6,11 persen). Disusul dengan Jawa Barat

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

(6,06 persen), Banten (5,86 persen), Jawa Tengah (5,80 persen), dan terakhir DI Yogyakarta (5,40 persen).

Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan penyumbang terbesar

kedua bagi perekonomian Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi antar provinsi di pulau Jawa, Jawa Timur merupakan penyumbang terbesar ke dua bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi PDRB provinsi Jawa Timur terhadap PDB Nasional sebesar 1.136,33 trilyun rupiah mengalami kenaikan dari tahun 2012 sebesar 14,89 persen menjadi 15,02 persen pada tahun 2013.

Inflasi di Jawa Timur pada tahun 2013 melonjak sebesar 7,59 persen jauh

melampaui inflasi tahun 2012 yang sebesar 4,30 persen. Tingginya inflasi tersebut juga sebagai imbas dari inflasi nasional yang tinggi yang dikarenakan terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan tahun 2013. Namun demikian Inflasi Jawa timur tahun 2013 masih dibawah inflasi nasional yang sebesar 8,38 persen. Secara Nasional dengan memperbandingkan enam provinsi di pulau Jawa, yaitu Banten, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat dan DI Yogyakarta, Jawa Timur memiliki inflasi terendah kedua setelah DI Yogyakarta yang sebesar 7,32 persen

Inflasi berdasarkan kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi terbesar terjadi pada kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan sebesar 12,60 persen. Diikuti kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar sebesar 11,79 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi sebesar 6,19 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar 5,85 persen, kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 3,85 persen, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar mengalami inflasi terendah sebesar 3,27 persen. Sedangkan kelompok sandang mengalami deflasi sebesar 1,56 persen.

Pemerintah Daerah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelolanya sebagai instrumen vital bagi kebijakan

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Pendapatan yang dapat dikumpulkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun melampaui target yang ditetapkan dalam

APBD. Nilai yang diperoleh juga mengalami kenaikan, di mana target pendapatan pada TA 2011 sebesar 9,9 trilyun rupiah dapat dicapai sebanyak 11,49 trilyun rupiah. Jumlah realisasi pendapatan tersebut mengalami kenaikan sebesar 34 persen di tahun 2012 menjadi 15,4 trilyun rupiah dari rencana yang ditetapkan pada APBD sebesar 11,52 trilyun rupiah. Selanjutnya pada tahun 2013, persentase kenaikan walaupun lebih kecil dari tahun 2012, pendapatan Jawa Timur tetap meningkat sebesar 12,91 persen dengan jumlah 17,39 trilyun rupiah dari rencana pagu sejumlah 16,39 trilyun rupiah.

Dengan proporsi PAD yang cukup besar dapat dinyatakan bahwa tingkat

kemandirian Pemerintah Provinsi Jawa Timur cukup tinggi. Data menunjukkan PAD Provinsi Jawa Timur mempunyai tren kenaikan, di mana realisasinya pada TA 2013 telah bertambah hampir sepertiga atau sekitar 30,2 persen dari realisasi dua tahun sebelumnya di TA 2011 yang berjumlah 8,898 trilyun rupiah. Sebesar 81,10 persen PAD Jawa Timur TA 2013 adalah Pajak Daerah, yaitu sebanyak 9,404 trilyun rupiah. Pendapatan pajak daerah Jawa Timur berasal dari 5 jenis penerimaan yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan serta dari Pajak Rokok.

Perkembangan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjukkan

tren kenaikan dari sisi jumlah. Di mana jumlah belanja pada TA 2011 sebanyak 11,685 trilyun rupiah, meningkat di tahun berikutnya menjadi 15,161 trilyun rupiah dan pada tahun 2013 jumlah tersebut bertambah menjadi 16,789 trilyun rupiah.

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Capaian realisasi belanja TA 2013 sebesar 16,789 trilyun rupiah atau hanya 95,33 persen dari pagu yang dialokasikan pada APBD senilai 17,611 trilyun rupiah. Pada APBD tahun 2013, alokasi terbesar belanja ditujukan untuk belanja hibah, yang mencapai 29,18 persen dari total pagu belanja sebesar 5,139 trilyun rupiah. dengan realisasi sebesar 4,903 trilyun rupiah Kemudian 22,72 persen diperuntukkan membiayai belanja barang dan jasa dengan pagu sekitar 4 trilyun rupiah dan terealisasi sebanyak 3,845 trilyun rupiah. Porsi alokasi berikutnya adalah untuk belanja bagi hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa sebesar 18,73 persen dengan pagu sebesar 3,298 trilyun rupiah dan realisasinya sejumlah 3,081 trilyun rupiah. Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak terbebani dengan kewajiban membayar belanja pegawainya. Hal ini ditunjukkan dengan rasio belanja pegawai yang dapat dinyatakan cukup rendah yaitu 15,71 persen atau nilai pagu sebesar 2,767 trilyun rupiah dengan realisasi belanja pegawai yang terserap sebesar 2,698 trilyun rupiah. Porsi alokasi terakhir adalah belanja modal yang dianggarkan 7,09 persen dari pagu belanja dengan nilai 1,248 trilyun rupiah dapat diserap 1,175 trilyun rupiah.

Pada tahun 2013, jumlah pendapatan yang direncanakan oleh seluruh

Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebesar 56,941 trilyun rupiah. Hingga tanggal 31 Desember 2013 target tersebut dapat dilampaui karena jumlah pendapatan yang berhasil dikumpulkan mencapai sebanyak 57,529 trilyun rupiah atau 101,03 persen. Untuk belanja, tahun 2013 disediakan pagu sebesar 62,656 trilyun rupiah dengan capaian realisasi pada akhir tahun anggaran hanya sebesar 88,98 persen dengan nilai 55,751 trilyun rupiah.

Secara keseluruhan, Kabupaten/Kota di Jawa Timur masih mengandalkan

Dana Perimbangan sebagai sumber pendapatannya. 65,27% pendapatan yang direncanakan pada APBD TA 2013 bersumber dari dana ini, dengan jumlah 37,166 trilyun rupiah. Jumlah realisasi transfer yang diterima mencapai 99,85% dengan nilai 37,112 trilyun rupiah. Realisasi tersebut terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 3,948 trilyun rupiah, Dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak 30,944 trilyun rupiah serta 2,22 trilyun rupiah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK).

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Sebagian besar Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur tersedot untuk

belanja pegawainya. Hanya terdapat 8 daerah yang mengalokasikan belanja pegawai kurang dari 50% yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kota Batu, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kota Blitar dan Kota Malang. Daerah yang mengalokasikan belanja pegawai paling besar adalah Kabupaten Ponorogo yaitu sebanyak 66,55%.

Perubahan anggaran yang semula direncanakan defisit kemudian

realisasinya menjadi surplus dapat dilihat dari sisi positif maupun negatif. Apakah hal tersebut dapat dianggap sebagai suatu prestasi tergantung bagaimana pemahaman terhadap proses penganggaran. Pelampauan target pendapatan dapat diartikan positif karena menunjukkan upaya Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan pendapatannya, namun dapat pula dilihat dari sisi negatif karena menunjukkan kelemahan Pemerintah Daerah dalam mengetahui potensi riil pendapatan yang akan diterimanya. Selain itu, pelampauan target pendapatan juga menimbulkan pertanyaan apakah target sengaja disusun lebih rendah sehingga target pencapaian realisasi dapat terwujud. Selanjutnya apabila surplus lebih banyak disebabkan oleh rendahnya penyerapan belanja khususnya belanja barang dan jasa maka hal tersebut perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan untuk melakukan evaluasi atas proses penganggaran yang telah dilakukan.

Adanya surplus dan pembiayaan netto pada APBD Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 menyebabkan terbentuknya SILPA di seluruh daerah

pada akhir tahun dengan nilai total sebesar 7,227 trilyun rupiah. SILPA tertinggi terdapat pada APBD Kota Surabaya dengan nilai 977,074 trilyun rupiah dan sebaliknya nilai SILPA terendah dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi sejumlah 25,748 milyar rupiah. Terbentuknya SILPA dari tahun ke tahun pada seluruh daerah menunjukkan adanya kecenderungan daerah untuk sengaja membentuk reserve berupa SILPA yang dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan di tahun berikutnya.

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Realisasi pendapatan negara Tahun Anggaran 2013 di Jawa Timur sebesar Rp 161.859.679.620.996 atau 186.33 persen dari estimasi

pendapatan negara APBN sebesar Rp 86.867.120.754.935-. Dari sisi pendapatan, selama kurun waktu tahun 2011 – 2013 jumlah pendapatan negara mengalami peningkatan. Pendapatan negara yang paling dominan adalah pendapatan dari sektor pendapatan pajak. Peningkatan jumlah pendapatan pada tahun anggaran 2011 dan 2013 cukup signifikan mencapai 23,61 persen dari Rp.111.252.557.903.562,- menjadi 137.518.501.771.566,- pada tahun 2012 dan 10,24persen dari Rp.137.518.501.771.566,- menjadi Rp.151.599.507.451.881,- pada tahun 2013.

Belanja pemerintah pusat tahun 2013 sebesar 91, 21 persen atau Rp. Rp.35.614.944.389.000,- dari pagu yang tersedia yaitu sebesar

Rp.38.315.535.995.000,-. Sedangkan target realisasi belanja negara pada APBN sampai dengan TA 2013 ditarget sebesar 95 persen, yang berarti realisasi belanja APBN untuk kementerian dan lembaga yang ada di Provinsi Jawa Timur tidak mencapai target yang ditentukan. Dari keseluruhan belanja pemerintah pusat tersebut, penyerapan terendah yaitu pada belanja modal yang hanya mencapai 85,00 persen atau Rp.8.511.879.473.917,- dari pagu Rp.10.026.681.804.000,-. Rendahnya tingkat penyerapan belanja pada semester II tidak terlepas dari rendahnya tingkat penyerapan pada semester I tahun 2013, dimana tingkat penyerapan memang mengalami kendala sehingga tingkat penyerapan jauh dibawah target nasional (dari target penyerapan sebesar 40 persen hanya tercapai

31 persen). Hal tersebut disebabkan antara lain masih banyaknya pagu anggaran yang diblokir sehingga satker belum bisa merealisasikan DIPA nya, ditundanya proses revisi DIPA terkait adanya pemotongan pagu DIPA di kementerian lembaga, terlambatnya penunjukan pejabat perbendaharaan dan tidak adanya SDM yang berkompeten di bidang keuangan.

Sebagai stimulus, tingkat penyerapan di Provinsi Jawa Timur yang mencapai 91, 21 persen dirasa cukup memberikan kontribusi terhadap

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

menumpuk di akhir tahun, Dari capaian realisasi anggaran sebesar 91,21 persen tersebut, dilihat dari tingkat penyerapan per fungsi agak disayangkan karena masih terdapat beberapa fungsi yang penyerapannya di bawah standar nasional seperti fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup dan fungsi pendidikan. Dari sisi alokasi fungsi, fungsi Pendidikan , fungsi pelayanan Umum, dan fungsi ekonomi yang menempati 3 alokasi APBN terbesar di Provinsi Jawa Timur juga tak kalah pentingnya dalam memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi, Namun agak disayangkan bahwa alokasi pada fungsi Perumahan dan Fasilutas Umum di Propinsi Jawa Timur hanya menempati urutan kelima setelah alokasi fungsi pertahanan, karena alokasi anggaran pada fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum yang merupakan belanja modal bisa menjadi faktor stimulus pertumbuhan ekonomi yang paling besar.

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

1. PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI REGIONAL

1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Selama tahun 2013 Jawa Timur mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar

6,55 persen. Angka ini lebih lambat dibanding tahun 2011 (7,22 persen) dan tahun 2012 (7,27 persen). Meski lebih lambat dibandingkan pertumbuhan 2 tahun sebelumnya, pertumbuhan Jawa Timur tercatat di atas rata-rata pertumbuhan nasional (5,78 pesen). Bahkan selama lima tahun terakhir, angka pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Grafik 1.1: Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur dan Nasional (%)

Jawa Timur

Sumber: BPS RI dan BPS Jawa Timur

Di antara 6 provinsi di pulau Jawa, selama tahun 2013 Provinsi Jawa Timur mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi dibandingkan dengan 5

provinsi lainnya. Dengan pertumbuhan sebesar 6,55 %, pertumbuhan Jawa Timur lebih tinggi dari pada provinsi DKI Jakarta (6,11%). Disusul dengan Jawa Barat (6,06 %), Banten (5,86%), Jawa Tengah (5,80%), dan terakhir DI Yogyakarta (5,40%).

Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan penyumbang terbesar

kedua bagi perekonomian Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi antar provinsi di pulau Jawa, Jawa Timur merupakan kontributor terbesar ke dua bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi PDRB provinsi Jawa Timur terhadap PDB Nasional mengalami kenaikan dari tahun 2012 sebesar 14,89 persen menjadi 15,02 persen pada tahun 2013. Akan tetapi kontribusi ini masih lebih rendah dibandingkan

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Tabel 1.1: Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2013 dan Kontribusi PDRB

6 Provinsi di Pulau Jawa (%)

Sumber: BPS

Secara sektoral perolehan PDRB Semester II tumbuh positif dibandingkan

Semester I kecuali sektor Pertanian. Pada triwulan IV tahun 2013 nilai total PDRB atas dasar harga konstan Jawa Timur sebesar Rp 106,024 Trilyun lebih rendah dari pada nilai total pada triwulan III yang mencapai Rp 106,972 Trilyun. Walaupun lebih rendah dibandingkan Triwulan III, nilai total PDRB triwulan IV lebih tinggi dibanding Triwulan I (Rp.101, 592 Trilyun) maupun Triwulan III (Rp.104,838 Trilyun). Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup baik ini seiring dengan beberapa fenomena ekonomi di Jawa Timur yang cukup menggembirakan dan kondisi perekonomian domestik yang cukup kondusif yang ditandai dengan meningkatnya kegiatan investasi dan perdagangan antar pulau serta bertepatan dengan kegiatan Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2013, liburan akhir tahun, serta penyerapan anggaran akhir tahun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota se- Jawa Timur serta pembangunan beberapa infrastruktur jalan tol, apartemen, perumahan dan sektor informal. Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada Sektor Pertanian. Bila dilihat secara sektoral, semua sektor tumbuh positif kecuali sektor pertanian yang tumbuh negatif sebesar -21,39 persen. Berdasar data dari BPS Jatim, melambatnya pertumbuhan sektor pertanian tersebut lebih disebabkan karena faktor musiman

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Tabel 1.2: PDRB Harga Konstan Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013

(Juta Rupiah)

Sumber : BPS Jawa Timur, data diolah

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran menjadi sektor dengan

perolehan PDRB terbesar. Dari sembilan sektor lapangan usaha PDRB, sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran merupakan sektor dengan perolehan PDRB terbesar yaitu sebesar Rp.139,431 Trilyun (33,24 persen dari total PDRB). Pertumbuhan sektor ini sejalan dengan meningkatnya konsumsi swasta. Sektor Industri Pengolahan merupakan sektor terbesar kedua dengan perolehan PDRB sebesar Rp.103, 497 Trilyun (24,68 persen dari total PDRB). Disusul berturut-turut sektor Pertanian (13,19 persen), sektor Jasa (8,51 persen), sektor Pengangkutan dan komunikasi (8,07 persen), sektor keuangan, persewaan, dan jasa (5,59 persen), sektor Bangunan (3,34 persen), sektor pertambangan dan penggalian (2,07 persen), dan terakhir sektor listrik, gas, dan air bersih (1,31 persen). Komposisi perolehan PDRB per sektor tersebut disajikan dalam grafik 1.2 berikut:

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Grafik 1.2: Komposisi PDRB Jawa Timur Tahun 2013 Menurut Lapangan Usaha

Keuangan, pers

Jasa

Pertambangan

ewaan, dan

Pertanian

dan Penggalian

Pengangkutan 6% dan komunikasi 8%

Industri Pengolahan

Perdagangan, H

otel dan Restoran

Listrik, gas, dan

air bersih

Sumber: BPS Jawa Timur

PDRB dari sisi Penggunaan, semua sektor mengalami pertumbuhan dari

triwulan ke triwulan. Sektor konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi tertinggi dalam PDRB. Dengan kontribusi tahunan sebesar 70 persen, hal ini mengindikasikan pendapatan masyarakat yang meningkat. Bersamaan dengan momen lebaran pada triwulan III dan momen natal pada triwulan IV, konsumsi rumah tangga tumbuh tinggi. Sementara Sektor Pembentukan Modal Tetap Bruto dengan kontribusi sebesar 18,12 persen dari total PDRB, kenaikan pertumbuhannya antara lain didorong adanya segmen bisnis perhotelan sehingga pembangunan hotel terutama di kota-kota besar di Jawa Timur terus berjalan. Kontribusi masing-masing sektor PDRB menurut Penggunaan telihat pada tabel di bawah. Jumlah total PDRB adalah keseluruhan jumlah dari sektor PDRB dengan dikurangi sektor Impor.

Tabel 1.3: PDRB Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan

Menurut Penggunaan Tahun 2013

No Sektor

Total % 1 Konsumsi Rumahtangga

70,838,387.97 72,182,086.31 74,691,616.64 76,465,102.05 294,177,192.97 70.14 2 Kons Lbg Swasta Tdk Mencari Untung

643,826.07 653,292.49 667,760.42 678,967.60 2,643,846.58 0.63 3 Konsumsi Pemerintah

5,210,941.64 6,830,896.21 7,151,322.93 7,628,435.13 26,821,595.91 6.39 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto

17,725,562.76 18,758,279.57 19,256,939.13 20,278,025.61 76,018,807.07 18.12 5 Perubahan Inventori

101,592,875.86 104,838,963.18 106,972,443.95 106,024,162.72 419,428,445.71 100.00 Sumber: BPS Jawa Timur, data diolah

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

1.2. Inflasi

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat

disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Inflasi merupakan proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi- rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi merupakan indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi.

Efek domino dari kenaikan harga bahan bakar minyak memicu tingginya

tingkat inflasi. Kenaikan harga premium dari Rp. 4.500 menjadi Rp. 6.500 dan Solar dari Rp.4.500 naik menjadi Rp. 5.500 telah diberlakukan pemerintah sejak tanggal 22 Juni 2013. Bertepatan dengan bulan Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri 1434 Hijriyah, kenaikan harga bahan bakar minyak ini berdampak pada naiknya tarif transportasi dan harga komoditas lainnya sehingga memicu tingginya inflasi.

Selama tahun 2013, inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli. Dari hasil pemantauan/pendataan harga barang dan jasa yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di tujuh kota di provinsi Jawa Timur yaitu Surabaya, Malang, Kediri, Jember, Sumenep, Probolinggo, dan Madiun, diketahui bahwa angka inflasi pada bulan Juli mencapai 2,96 persen. Akan tetapi angka ini masih di bawah angka inflasi nasional yang sebesar 3,29 persen. Sedangkan pada bulan Agustus angka inflasi provinsi Jawa Timur sebesar 0,97 persen. Angka ini merupakan angka inflasi tertinggi ke dua selama semester II tahun 2013. Tingginya angka inflasi ini dikarenakan masih pada momen Hari Raya Idul Fitri dan melemahnya nilai Rupiah. Sementara pada bulan Desember 2013, Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 0,60 persen. Inflasi terjadi karena sebagian besar kelompok pengeluaran mengalami kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Grafik 1.3: Laju Inflasi Bulanan Prov Jawa Timur dan Nasional Tahun 2013 (%)

Sumber: BPS Jawa Timur

Kumulatif inflasi tahun 2013 di 7 kota IHK di Jawa Timur lebih rendah

dibandingkan nasional. Selama tahun 2013 kumulatif inflasi Jawa Timur 2013 adalah sebesar 7,59 persen, lebih rendah bila dibanding kumulatif Nasional 8,38 persen. Sedangkan kumulatif inflasi di 7 kota di Jawa Timur selama tahun 2013, inflasi tertinggi terjadi di kota Kediri sebesar 8,05 persen, disusul berturut-turut Probolinggo sebesar 7,98 persen, Malang 7,92 persen, kota Surabaya dan Madiun masing-masing sebesar 7,52 persen, Jember 7,21 persen, dan inflasi terendah terjadi di Sumenep 6,62 persen. Tingginya inflasi di kota Kediri dipengaruhi oleh komoditas bensin yang mengalami inflasi sebesar 43,29 persen, yang memberi sumbangan inflasi 1,79 persen. Komoditas bawang merah mengalami inflasi 129 persen dengan sumbangan inflasi 0,52 persen. Komoditas beras mengalami inflasi 6,32 persen dengan sumbangan inflasi 0,42 persen. Dari kelompok transportasi, komoditas angkutan antar kota mengalami inflasi 39,51 persen dengan sumbangan inflasi sebesar 0,30 persen. Sedangkan rendahnya inflasi di Sumenep karena dipengaruhi deflasi pada beberapa komoditas antara lain udang basak yang

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Grafik 1.4: Kumulatif Inflasi di 7 kota di Jawa Timur Tahun 2013 (%)

Sumber: BPS Jawa Timur

Kelompok pengeluaran Bahan Makanan menjadi penyumbang inflasi

tertinggi. Berdasarkan kelompok pengeluarannya, inflasi terbesar terjadi pada kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan sebesar 12,60 persen. Diikuti kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar sebesar 11,79 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi sebesar 6,19 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar 5,85 persen, kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 3,85 persen, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar mengalami inflasi terendah sebesar 3,27 persen. Sedangkan kelompok sandang mengalami deflasi sebesar 1,56 persen. Karena bobot yang berbeda dari tiap kelompok pengeluaran, maka kelompok bahan makanan menjadi penyumbang inflasi terbesar (2,71 persen) walaupun secara tingkat inflasi berada pada peringkat kedua. Sedangkan kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan memberi sumbangan inflasi terbesar ke dua (2,15 persen). Diikuti berturut-turut kelompok Perumahan dengan sumbangan inflasi sebesar 1,23 persen, Makanan jadi, Minuman, rokok sebesar 1,15 persen, Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga sebesar 0,28 persen, dan Kelompok Kesehatan sebesar 0,18 persen.

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Tabel 1.4: Inflasi dan Sumbangan Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran

Jawa Timur Tahun 2013 (%)

No Jenis Barang/Jasa

Inflasi

Sumbangan

1 Bahan Makanan

2 Mak jadi, min, rokok

3 Perumahan

4 Sandang

5 Kesehatan

6 Pend Rekreasi & O.R.

7 Trans, kom & Jasa Keu

Sumber: BPS Jawa Timur

Jika dilihat dari komoditi, bensin memberi sumbangan inflasi terbesar.

Sedangkan dilihat dari komoditinya, inflasi sepanjang tahun 2013 sangat dipengaruhi oleh naiknya harga sepuluh komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya inflasi yaitu komoditas bensin, tarip listrik, bawang merah, angkutan dalam kota, beras, daging sapi, rokok kretek filter, daging ayam ras, tukang bukan mandor, dan kelapa. Dengan tingkat inflasi sebesar 42,90 persen, komoditi bensin menyumbang angka inflasi sebesar 1,34 persen. Tarif listrik mengalami inflasi sebesar 14,58 persen, dengan sumbangan inflasi 0,39 persen. Komoditas bawang merah mengalami inflasi 114,30 persen, dengan sumbangan inflasi sebesar 0,36 persen. Angkutan dalam kota mengalami inflasi 31,34 persen dengan sumbangan inflasi 0,34 persen. Beras mengalami inflasi 6,43 persen dengan sumbangan inflasi sebesar 0,33 persen. Daging sapi mengalami inflasi 16,17 persen dengan sumbangan 0,25 inflasi. Sedangkan komoditas rokok kretek filter, daging ayas ras, tukang bukan mandor, dan komoditas kelapa masing-masing mengalami inflasi sebesar 8,28 persen, 13,19 persen, 10,54 persen, dan 51,37 persen, masing- masing ikut andil dengan sumbangan inflasi sebesar 0,19 persen, 0,15 persen, 0,15 persen, dan 0,13 persen.

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Grafik 1.5: Inflasi dan Sumbangan Inflasi berdasarkan Komoditas Jawa Timur

Sumber: BPS Jawa Timur

1.3. Gini Ratio

Gini ratio mencerminkan ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat.

Salah satu tujuan dari kebijakan fiskal yang pro poor dan pro job adalah meningkatkan pendapatan masyarakat menengah ke bawah yang akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif dan merata. Gini ratio (GR) adalah rasio dari suatu ukuran kemerataan, di mana rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh, dan sering dipakai untuk mengukur ketimpangan pendapatan rakyat suatu Negara atau daerah. Nilai Gini ratio terletak antara nol sampai dengan satu. Suatu distribusi pendapatan dikatakan makin merata bila nilai GR mendekati nol (0), sedangkan makin tidak merata suatu distribusi pendapatan maka nilai GR-nya makin mendekati satu. Dapat pula dikatakan Bila GR = 0, ketimpangan pendapatan merata sempurna, artinya setiap orang menerima pendapatan yang sama dengan yang lainnya. Bila GR = 1 artinya ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau pendapatan itu hanya diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja. Nilai GR = 0 atau GR = 1 tidak pernah ditemui di suatu negara.

Jawa Timur mencatat tingkat kemerataan pendapatan yang lebih baik

dibandingkan nasional dan 5 provinsi lain di Jawa. Gini ratio di wilayah

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Distribusi pendapatan masyarakat Jawa Timur tahun 2013 tidak lebih

baik dibandingkan tahun 2012. Nilai GR provinsi Jawa Timur tahun 2013 sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 sebesar 0,004 poin yaitu nilai GR tahun 2012 sebesar 0,360, lebih tinggi daripada GR pada tahun 2010 sebesar 0,024 poin yaitu nilai GR tahun 2010 sebesar 0,340. Angka GR tahun 2013 ini juga masih jauh lebih tinggi bila dibanding tahun 2007 hingga 2009. Hal ini menjadi tugas bersama pemerintah agar pembangunan yang dilakukan dapat mendorong distribusi pendapatan yang lebih baik lagi.

Kotak 1.1: Jatim Pro Poor-Pro Growth

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam empat tahun terakhir berhasil mengangkat 1,7 juta orang dari garis ke-miskinan. Dari total 6.022.590 orang (16,68 per-sen) pada Maret 2009 men-jadi hanya 4.865.820 orang atau 12,73 persen pada Sep-tember 2013 (Sumber: BPS).

Bila dirata-rata melalui se-rangkaian program kerja-nya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur berhasil mengu-rangi tingkat kemiskinan satu persen tiap tahunnya. Akan tetapi hal tersebut belum menjadi suatu prestasi besar karena masih ada orang de-ngan kategori sangat miskin dengan pendapatan kurang dari USD 1 (Rp 12 ribu) per-harinya. Data statistik me-nunjukkan masih ada sekitar 400 ribu orang yang tergo-long sangat miskin. Juga ma-sih ada sekitar 4,2 juta lain-nya yang berada di ambang kemiskinan. Dalam Ran-cangan Pembangunan Jang-ka Menengah Daerah (RP-JMD) 2014-2019 dilakukan strategi pemberantasan kemiskinan yang menjadikan Jawa Timur berbeda dari provinsi lainnya. Yakni tidak hanya sekedar mengadopsi teori ekonomi saja akan tetapi juga mengem-bangkannya sesuai dengan karakter budaya yang berkembang di Jawa Timur. Hal tersebut di-lakukan karena selama ini skema dari teori ekonomi yang dikembangkan memang diatas kertas cukup bagus, namun secara praktik gagal, karena tidak memper-hitung-kan masyarakat yang men-jadi objek, Masyarakat ha-rus

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Hal tersebut di atas terjadi karena ada dua problem, yang pertama adalah mental kultur dan yang kedua adalah askes permodalan. Untuk mental kultur, banyak masyarakat yang sudah merasa puas dengan hi-dupnya, walau secara kategori masih tergolong miskin, se-hingga mereka tidak mem-punyai keinginan untuk mening-katkan penghasilannya. Se-dangkan untuk persoalan akse-sabilitas permodalan akan dila- kukan dua cara untuk menga-tasinya. Uang pertama ada-lah pendirian Bank UMKM dan yang kedua adalah memberikan akses modal untuk masyarakat yang rata-rata belum bankable. Dengan skema ini maka se-jumlah faktor yang membuat rakyat terlilit kemiskinan bisa dihilangkan. Bila skema ini ber-hasil, maka nantinya diharap-kan muncul banyak UMKM di Jawa Timur. Skema yang dibentuk ini perlahan-lahan sudah menunjukkan hasil. Hal ini ditunjukkan bahwa UMKM pada tahun 2013 menjadi salah satu struktur ekonomi yang paling kuat di Jawa Timur dengan total 6.825.931 UMKM menyerap 11.117.439 tenaga kerja.

(Sumber : Jawa Pos)

Grafik 1.6: Gini ratio 6 Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun 2007-2013

DKI Jakarta 0.300

Jawa Barat 0.250

Banten 0.200

Jawa Tengah DI Yogyakarta

0.150 Jawa Timur

Sumber: BPS Indonesia

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

1.4. Ketenagakerjaan

Tingkat Pengangguran Terbuka mengalami kenaikan. Kondisi tenaga kerja di Jawa Timur pada Agustus 2013 menunjukkan adanya kenaikan jumlah angkatan kerja sebanyak 41 ribu orang dibanding keadaan Februari 2013, naik sebanyak 236 ribu orang dibanding keadaan setahun lalu (Agustus 2013). Tingkat Partipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus 2013 mengalami penurunan 0,2 persen dibandingkan periode Maret 2013, akan tetapi naik 0,3 persen dibanding Agustus 2012. Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2013 menunjukkan adanya kenaikan dibandingkan periode sebelumnya, baik periode Februari 2012, Agustus 2012, maupun Februari 2013. Kenaikan TPT dikarenakan sebagian dunia usaha mencoba melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah tenaga kerja yang digunakan. Banyaknya unjuk rasa buruh untuk menuntut kenaikan upah minimum menyebabkan sentimen negatif tentang jaminan keamanan dan investasi biaya tinggi yang akhirnya menyebabkan investor memindahkan investasinya ke tempat lain.

Tabel 1.5: Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama

Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-2013 (juta orang)

2012

2013

NO

Indikator Ketenagakerjaan Februari Agustus Februari Agustus

1 Angkatan Kerja 19,831 19,901 20,096 20,137 - Bekerja

19,012 19,081 19,291 19,266 - Penganggur

819 820 805 871

2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)

3 Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

Sumber: BPS Jawa Timur

Meski terjadi penurunan, Sektor Pertanian masih menjadi sektor dengan

penyerapan tenaga kerja terbesar. Struktur lapangan pekerjaan hingga Agustus 2013 masih didominasi sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan, dan sektor Industri Pengolahan yang menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur. Jika dibandingkan dengan

20

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

keadaan Agustus 2012, maka hanya sektor Perdagangan dan sektor Jasa Kemasyarakatan mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan empat sektor yang lain mengalami penurunan. Penyerapan tenaga kerja dari sektor Pertanian mengalami penurunan dari tahun 2011 sebesar 7,520 juta orang menjadi 7,472 juta orang pada tahun 2012 dan 7,214 juta orang pada tahun 2013. Sektor Industri Pengolahan dengan penyerapan tenaga kerja tahun 2011 sebanyak 2,665 juta orang, pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi menjadi 2,834 juta orang, akan tetapi kembali mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 2,774 juta orang. Sektor Konstruksi pun mengalami penurunan dari tahun 1,251 juta orang pada tahun 2012 turun sebesar 205 ribu orang pada tahun 2013 menjadi 1,046 juta orang. Penurunan pada Sektor Konstruksi ini karena bertepatan dengan bulan Agustus 2013 adalah hari raya lebaran, mereka adalah pekerja bebas yang tidak bekerja karena masih libur lebaran.

Grafik 1.7: Penyerapan Tenaga Kerja Per Sektor diJawa Timur

Tahun 2011-2013 (juta orang)

Industri Pengolahan

Konstruksi

Perdagangan

Jasa Kemasyarakatan

Jumlah

Sumber: BPS Jawa Timur, data diolah

Tingkat Penggangguran Terbuka Jawa Timur lebih rendah dibandingkan

Nasional. Bila dibanding dengan lima provinsi lain di pulau Jawa, provinsi Jawa Timur dengan TPAK sebesar 69,92 persen, menjadi provinsi dengan TPAK terbesar kedua setelah provinsi Jawa Tengah. Dengan TPT sebesar 4,33 persen, Jawa Timur

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Grafik 1.8: TPAK dan TPT 6 provinsi di pulau Jawa Agustus 2013 (%)

Sumber: BPS Indonesia

Mayoritas tenaga kerja di Jawa Timur adalah tenaga kerja kurang

terdidik. Penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur hingga tahun 2013 masih didominasi oleh perkerja berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah. Meski demikian, persentase penyerapan tenaga kerja dari pendidikan rendah menunjukkan sedikit penurunan dari tahun ke tahun. Bila pada tahun 2011 sebesar 55,05 persen, tahun 2012 sebesar 54,48 persen, dan tahun 2013 menjadi 53,25 persen. Sedangkan penyerapan tenaga kerja terdidik dari perguruan tinggi, meski mengalami sedikit kenaikan, hanya 7,04 persen dari angkatan kerja menikmati pendidikan sekolah pasca Sekolah Menengah Atas.

Grafik 1.9: Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan

Jawa Timur Tahun 2011-2013 (%)

Sumber: BPS Jawa Timur, data diolah

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Kotak 1.2: Kabupaten Pamekasan Dorong Pemuda Berwirausaha

Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur, mendorong kelompok pemuda di wilayah itu untuk berwirausaha, sebagai upaya untuk menciptakan pengusaha mandiri dalam rangka memperkuat perekonomian masyarakat di wilayah itu. Kemajuan sebuah daerah, salah satunya ditandai dengan banyaknya kelompok wirausahawan, disamping pesatnya perkembangan usaha kecil.

Selama ini, cita-cita kaum muda kebanyakan ingin menjadi pegawai pegawai negeri sipil (PNS). Padahal ketersediaan lapangan kerja di bidang ini sangat terbatas. Tidak mungkin semua pemuda nantinya menjadi PNS. Disamping kebutuhannya sangat terbatas, juga menggantungkan harapan hanya pada satu pekerjaan akan menimbulkan banyak pengangguran. Sementara itu, masih banyak peluang yang tak tergarap dan membutuhkan banyak tenaga trampil.

Peluang wirausaha selama ini belum tergarap secara maksimal. Untuk Pemerintah Kabupaten Pamekasan mendorong agar kalangan pemuda di Pamekasan bisa memanfaatkan secara maksimal untuk bergerak di bidang wirausaha. Bidang wirausaha sebagai salah satu dari tiga periorotas Pemkab Pamekasan untuk memperkuat perekonomian masyarakat selain pendidikan dan kesejahteraan rakyat. Apabila banyak kalangan pemuda yang mulai menekuni bidang wirausaha ini, maka pengangguran jelas akan banyak yang terserap. Selain ini, mereka akan lebih mandiri, karena tidak akan menggantungkan harapan pada satu pekerjaan saja.

Untuk meningkatkan peran pemuda dalam bidang wirausaha, Pemerintah Kabupaten Pamekasan telah bekerja sama dengan Universitas Ciputra Surabaya memberikan pelatihan kewirausahaan secara berkala kepada kalangan pemuda di Kabupaten Pamekasan. Sebanyak 93 orang pemuda talah melakukan studi banding ke salah satu pengusaha makanan ringan yang sukses

Pemerintah Kabupaten Pamekasan akan menjadi vasilitator untuk menjadikan kalangan pemuda di Pamekasan gemar berwirausaha dan menjadikan program wirausaha sebagai program perioritas Pemkab Pamekasan.untuk mengentaskan kemiskinan dan tingkat pengangguran.

(Sumber: Antara, Jatim)

1.5. Kemiskinan

Garis kemiskinan

batas untuk

mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

BPS menetapkan kenaikan garis kemiskinan. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS, Garis kemiskinan pada bulan

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Maret 2013 sebesar Rp 257.510,- per kapita per bulan, meningkat pada periode September 2013 sebesar Rp 16.248 per kapita per bulan menjadi Rp 273.758 per kapita per bulan. Peningkatan garis kemiskinan ini salah satunya dipengaruhi oleh inflasi di Jawa Timur.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, angka kemiskinan selalu

mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin Jawa Timur mencapai 7,019 juta jiwa (18,51 persen dari jumlah penduduk), pada Susenas bulan Maret 2013 sebanyak 4,771 juta jiwa dinyatakan di bawah garis kemiskinan (12,55 persen dari jumlah penduduk). Penurunan angka kemiskinan ini menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga menunjukkan kinerja positif dari perekonomian Jawa Timur.

Tingkat kemiskinan pada bulan September lebih tinggi dibandingkan

bulan Maret. Selama periode Maret-September 2013, persentase penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar 0,18 poin dari 12,55 persen menjadi 12,73 persen. Kenaikan selama satu semester ini ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2013 sebanyak 4,771 juta jiwa menjadi 4,865 juta jiwa. Kenaikan jumlah penduduk miskin ini diduga sebagai efek domino dari kenaikan harga BBM yang ditetapkan pemerintah, yang mempengaruhi daya beli penduduk miskin. Walaupun terjadi kenaikan angka kemiskian pada keadaan September 2013, jika dibandingkan dengan bulan September 2012 maka terlihat bahwa terjadi penurunan persentase penduduk miskin pada bulan September 2013 sebesar 0,35 poin dari 13,08 persen menjadi 12,73 persen. Perkembangan tingkat kemiskinan dari tahun 2008 hingga tahun 2013 ditunjukkan oleh grafik 1.6 di bawah.

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Grafik 1.10: Perkembangan Kemiskinan di Jawa Timur Tahun 2008-2013

Sumber: BPS Jawa Timur, data diolah

Penurunan tingkat kemiskinan terjadi merata baik di daerah perdesaan

maupun perkotaan. Dari tahun ke tahun tingkat kemiskinan di daerah perdesaan selalu lebih besar dibandingkan daerah perkotaan. Dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit, dalam 6 tahun terakhir tingkat kemiskinan penduduk desa lebih tinggi dibandingkan penduduk kota. Pada tahun 2008 tingkat kemiskinan daerah desa mencapai 23,64 persen, sedangkan daerah kota sebesar 13,15 persen. Tahun 2009 penurunan tingkat kemiskinan yang dialami Jawa Timur membuat tingkat kemiskinan di perdesaan mencapai 21 persen, sedangkan perkotaan sebesar 12,17 persen. Selanjutnya pada periode September 2012 tingkat kemiskinan di perdesaan sebesar 16,88 persen, sedangkan perkotaan 8,9 persen. Sementara pada periode September 2013 penurunan tingkat kemiskinan yang terjadi di perdesaan (16,23 persen) tidak dibarengi dengan perkotaan. Tingkat kemiskinan daerah perkotaan pada bulan September 2013 tidak berubah dibanding September 2012 yaitu sebesar 8,9 persen.

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Tabel 1.6: Perkembangan Kemiskinan Jawa Timur Tahun 2008-2013

No. Daerah/Tahun

Penduduk Miskin Penduduk Miskin

(Rp/Kapita/Bln)

1 Perkotaan Maret 2008

8,9 2 Perdesaan Maret 2008

Sumber: BPS Jawa Timur

Tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan

Nasional. Jika dibandingkan dengan lima provinsi lainnya di pulau Jawa, persentase penduduk miskin Provinsi Jawa Timur menempati urutan ke tiga setelah Provinsi DI Yogyakarta (15,03 persen) dan Provinsi Jawa Tengah (14,44 persen). Sedangkan Provinsi DKI Jakarta (3,72 persen) menjadi provinsi dengan persentase penduduk miskin terendah di pulau Jawa. Akan tetapi persentase penduduk miskin Jawa Timur masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nasional. Bahkan Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia.

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Grafik 1.11: Persentase Penduduk Miskin 6 Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional

Maret dan September 2013 (%)

Sumber: BPS Indonesia, data diolah

1.6. Pertanian

Indeks Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator keberhasilan

pembangunan di sektor pertanian. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio indeks harga yang diterima petani dibandingkan dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Semakin tinggi NTP berarti semakin tinggi daya beli petani di pedesaan dan semakin tinggi pula kesejahteraan petani.

Indeks NTP dengan tahun dasar 2007 diubah menjadi tahun dasar 2012.

Mulai Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar dalam penghitungan NTP, dari tahun dasar 2007 (2007=100) menjadi tahun dasar 2012 (2012=100). Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan perubahan/pergeseran pola produksi pertanian dan pola konsumsi rumah tangga pertanian, serta perluasan cakupan dalam penghitungan NTP sehingga penghitungan indeks dapat dijaga ketepatannya.

Kesejahteraan petani pada Semester II lebih baik dibandingkan Semester

I. Merujuk pada perkembangan NTP Jawa Timur selama tahun 2013, maka terlihat NTP selama semester II mengalami kenaikan pertumbuhan dibanding semester I.

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

Peningkatan NTP ini didorong oleh Indeks harga yang diterima petani (It) lebih tinggi dibandingkan dengan Indeks harga yang dibayarkan petani (Ib). Bila pada semester I secara bulanan Indeks yang diterima petani kurang dari 160, maka keadaan pada Semester II lebih dari 160 (kecuali bulan Desember). Kenaikan indeks ini menunjukkan bahwa tingkat harga produk pertanian mengalami kenaikan. Di sisi lain, Indeks harga yang dibayar petani pun pada Semester II secara bulanan mengalami sedikit kenaikan dibandingkan Semester I. Kenaikan Indeks ini menunjukkan bahwa tingkat harga kebutuhan petani, baik biaya produksi, penambahan barang modal, maupun konsumsi petani terjadi peningkatan.

Grafik 1.12: Perkembangan Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (%)

Indeks yang diterima (It)

Indeks yang Dibayar (Ib)

Nilai Tukar Petani (NTP-P) 5 8 5 4 7 4 2 8 2 3 4

Sumber: BPS, data diolah

Indeks harga yang diterima petani pada triwulan III mengalami kenaikan

yang lebih besar dibanding Indeks harga yang dibayar petani. Dari grafik

1.9 di atas terlihat bahwa secara umum Indeks harga yang diterima petani lebih besar dari Indeks harga yang dibayar petani. Pada bulan Juli, Indeks harga yang diterima petani mencapai 162,42 dan Indeks yang dibayar sebesar 157,67. Sedangkan Indeks harga yang diterima petani pada bulan Agustus sebesar 163,38 dan harga yang dibayar petani sebesar 158,70. Pada bulan September kembali mengalami kenaikan dengan Indeks yang diterima sebesar 164,32 dan Indeks yang dibayar sebesar 159,22. Meningkatnya kebutuhan masyarakat pada hari raya Idul Fitri membuat harga pangan cenderung naik, yang berpengaruh pada peningkatan indeks harga yang diterima petani. Lebih besarnya Indeks yang diterima petani

KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013 KAJIAN FISKAL REGIONAL JAWA TIMUR SEMESTER II 2013

NTP diperoleh dari perbandingan Indeks harga yang diterima petani

dengan Indeks harga yang dibayar petani. Dari angka indeks di atas, diperoleh Indeks NTP dari perbandingan angka indeks yang diterima dengan yang dibayar petani. Sehingga NTP bulan Juli sebesar 103,01, Agustus sebesar 102,95, dan September sebesar 103,21. Indeks NTP bulanan selama triwulan ini lebih besar bila dibandingkan dengan angka indeks NTP bulanan selama semester pertama. Kondisi kenaikan pada triwulan ini disebabkan hasil produksi petani masih relatif tinggi karena merupakan akhir dari masa panen gadu padi. Selain itu, curah hujan yang rendah di beberapa wilayah di Jawa Timur membuat panen tembakau mengalami kenaikan.