Sifat Fisik

4.1 Sifat Fisik

Sifat–sifat fisik briket biomasa yang diuji meliputi:

1. Pengujian massa jenis sesaat setelah dikeluarkan dari cetakan (initial density) dan massa jenis yang telah mengalami relaksasi selama 1 minggu (relaxed density).

2. Pengujian relaksasi briket biomasa pada interval waktu 1 menit, 10 menit,

30 menit, 1 jam, 2 jam, 1 hari, dan 1 minggu

3. Pengujian sifat ketahanan briket biomasa menurut standar internasional ASAE S269.4.

4. Pengujian sifat kuat tekan aksial briket biomasa (axial compressive strength).

5. Pengujian sifat ketahanan briket biomasa terhadap air (water resistance).

4.1.1 Sifat Initial Density dan Relaxed Density

Pemadatan (densifikasi) dilakukan untuk meningkatkan massa jenis suatu material. Semakin besar massa jenis material tersebut, maka energi yang terkandung per satuan volumenya juga semakin tinggi. Dalam penelitian ini, initial density dan relaxed density biomasa diuji sesuai standar ASAE S269.2 DEC 96. Pengukuran dimensi briket dilakukan dengan menggunakan jangka sorong (vernier calipper). Pengukuran pada setiap spesimen dilakukan secara bertahap mulai sesaat setelah keluar dari cetakan dan setelah disimpan satu minggu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi massa jenis biomasa hasil pemadatan, yaitu: tekanan pembriketan, waktu penahanan, temperatur pembriketan, dan kelembaban tempat penyimpanan briket tersebut (Ndiema dkk, 2001).

Tabel 4.1 menunjukkan hasil pengukuran initial dan relaxed density briket jerami padi murni. Nilai-nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut memiliki kemiripan dengan nilai initial dan relaxed density briket jerami padi pada penelitian sebelumnya dengan bahan jerami padi (Riyanto, 2009). Oleh karena itu dapat disimpulkan sifat-sifat fisik briket yang dihasilkan tidak dipengaruhi secara signifikan oleh perbedaan jenis jerami padi yang digunakan sebagai bahan briket. Sehingga, data-data sifat fisik dari penelitian Riyanto dapat digunakan sebagai pembanding dalam analisis penelitian ini. Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengukuran initial dan relaxed density untuk briket jerami padi yang ditambah 20% dan 40% kayu Kalimantan merbau. Penurunan nilai relaxed density menunjukkan bahwa massa jenis briket akan turun seiring berjalannya waktu penyimpanan, sampai akhirnya mulai stabil setelah relaksasi satu minggu. Hal ini disebabkan oleh volume briket yang terus membesar selama proses relaksasi.

Tabel 4.1. Pengambilan ulang data massa jenis awal dan setelah mengalami relaksasi selama 1 minggu dari briket jerami padi Tekanan

Prosentase pembriketan

2 3 (kg/cm 3 ) (kg/m ) (kg/m ) massa jenis 400 680,56 413,95 39 % 600 741,92 459,18 38 % 800 761,96 487,52 36 %

1000 781,49 503,93 36 % Dimana bulk density campuran adalah 223,7 kg/m 3

Tabel 4.2. Data massa jenis awal dan setelah mengalami relaksasi selama 1 minggu dari briket jerami padi yang ditambah 20% kayu kalimantan merbau Tekanan

Prosentase pembriketan

2 3 (kg/cm 3 ) (kg/m ) (kg/m ) massa jenis 400 702,77 435,54 38 % 600 756,99 490,83 35 % 800 767,12 514,45 33 %

1000 790,19 570,15 28 % Dimana bulk density campuran adalah 236,9 kg/m 3

Tabel 4.3. Data massa jenis awal dan setelah mengalami relaksasi selama 1 minggu dari briket jerami padi yang ditambah 40% kayu kalimantan merbau Tekanan

Prosentase pembriketan

2 3 (kg/cm 3 ) (kg/m ) (kg/m ) massa jenis 400 688,75 443,82 36 % 600 735,25 489,52 33 % 800 782,06 565,48 28 %

1000 801,77 601,59 25 % Dimana bulk density campuran adalah 253,2 kg/cm 3

Data-data di atas menunjukkan pula pengaruh penambahan kayu Kalimantan merbau terhadap masa jenis briket jerami padi. Dari Tabel 4.2 dan Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa penambahan serbuk gergajian kayu Kalimantan merbau mampu meningkatkan massa jenis briket jerami padi. Hal ini terjadi baik pada massa jenis awal briket keluar dari cetakan maupun setelah disimpan selama satu minggu.

Semakin tinggi prosentase kayu Kalimantan yang ditambahkan maka semakin tinggi peningkatan massa jenis briket. Hal ini nampak dari massa jenis briket jerami padi yang ditambah 40% kayu Kalimantan merbau lebih tinggi dari massa jenis briket jerami padi yang hanya ditambah 20% kayu Kalimantan merbau. Selain itu, briket jerami padi sendiri memiliki massa jenis yang rendah baik di awal maupun setelah relaksasi selama satu minggu. Hal ini dikarenakan

serbuk jerami memiliki bulk density yang lebih rendah (224,9 kg/m 3 ) dibanding bulk density serbuk kayu kalimantan merbau (292,0 kg/m 3 ).

Dari data-data di atas juga dapat diketahui bahwa semakin tinggi tekanan pembriketan maka massa jenis briket biomasa yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Demirbas dan Sahin pada tahun 1997 dengan menggunakan biomasa jerami gandum. Pada tekanan yang lebih tinggi, pori-pori akan terisi oleh partikel hingga massa jenis hasil kompaksi akan mendekati massa jenis massa asli (true density) komponen- komponen penyusunnya (S. Mani, dkk, 2004).

2 2 2 400 kg/cm 2 600 kg/cm 800 kg/cm 1000 kg/cm Gambar 4.1. Briket 80% jerami padi ditambah 20% kayu Kalimantan merbau

setelah mengalami relaksasi selama satu minggu

2 2 2 400 kg/cm 2 600 kg/cm 800 kg/cm 1000 kg/cm

Gambar 4.2. Briket jerami padi yang ditambah 40% kayu kalimantan merbau setelah mengalami relaksasi selama satu minggu

Tabel 4.4. Massa jenis penyusun briket biomasa Material Massa jenis

Jerami 225 3 kg/m Air 1000 3 kg/m Tetes tebu 3 1426 kg/m Kayu Kalimantan Merbau 3 292 kg/m

Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara penurunan massa jenis pada briket jerami padi dengan tekanan pembriketan. Nampak pada grafik tersebut, semakin banyak kayu Kalimantan merbau yang ditambahkan pada briket jerami padi maka penurunan massa jenis akan menjadi semakin kecil.

d inggu 20

80% Jerami + 20 % kayu kalimantan

5 60% Jerami + 40 % kayu kalimantan

Tekanan pembriketan (kg/cm2)

Gambar 4.3. Hubungan antara penurunan massa jenis briket setelah satu minggu dengan tekanan pembriketan.

Jerami (Riyanto, S., 2009)

y = 92,252x + 290,87 300

60% Jerami + 40% kayu 80% Jerami + 20% kayu

y = 178,16x + 184,95

y = 138,56x + 238,21

ln P ; (satuan P dalam bar)

Gambar 4.4. Hubungan antara relaxed density (D) dengan tekanan pembriketan (P) untuk briket jerami padi yang ditambah 20% dan 40% kayu Kalimantan merbau.

Persamaan hubungan antara relaxed density dan tekanan pembriketan telah diusulkan oleh Chin dan Siddiqui tahun 2000, ke dalam persamaan:

D= a ln P + b

Dimana D adalah relaxed density (kg/m 3 ), P adalah tekanan pembriketan (bar), a dan b adalah konstanta empirik Dari Gambar 4.4 dapat diperoleh nilai

konstanta-konstanta a dan b sebagai berikut.

Tabel 4.5. Konstanta-konstanta fungsi (D = a ln P + b)

a B 100% Jerami (Riyanto, 2009)

Komposisi Briket

92,25 290,87 80% jerami + 20% kayu Kalimantan merbau

138,56 238,31 60% jerami + 40% kayu Kalimantan merbau

4.1.2 Sifat Relaksasi

Sifat relaksasi briket dalam penelitian ini diuji sesuai standar ASAE S269.2 DEC 96. Pengukuran dimensi briket pada saat relaksasi dilakukan secara langsung menggunakan jangka sorong. Sifat relaksasi tersebut didapat dari pengukuran panjang dan diameter briket secara berkala. Pengukuran dimulai sesaat setelah briket keluar dari cetakan. Setelah itu pengukuran selanjutnya dilakukan secara bertahap setelah 1 menit, 10 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 1 hari, dan 1 minggu. Data-data pengukuran sifat relaksasi briket jerami yang ditambah 20% dan 40% kayu Kalimantan merbau dilampirkan pada lampiran 1, dan ditampilkan dalam grafik berikut.

n panj

baha

400 kg/cm2

am rt

600 kg/cm2

Pe

10 % 800 kg/cm2 1000 kg/cm2

log waktu (detik)

Gambar 4.5. Pertambahan panjang briket pada tiap variasi tekanan briket 80% jerami padi dan 20% kayu kalimantan

400 kg/cm2

am rt

600 kg/cm2

Pe

10 % 800 kg/cm2 1000 kg/cm2

log waktu (detik)

Gambar 4.6. Pertambahan volume briket pada tiap variasi tekanan briket 80% jerami padi dan 20% kayu kalimantan merbau

400 kg/cm2

am

600 kg/cm2

rt

10 % 800 kg/cm2

Pe

1000 kg/cm2 0%

log waktu (detik)

Gambar 4.7. Pertambahan panjang pada tiap variasi tekanan untuk briket 60% jerami padi dan 40% kayu kalimantan merbau

400 kg/cm2

am

600 kg/cm2

rt

10 % 800 kg/cm2

Pe

1000 kg/cm2 0%

log waktu (detik)

Gambar 4.8. Pertambahan volume pada tiap variasi tekanan untuk briket 60% jerami padi dan 40% kayu kalimantan merbau

Dari Gambar 4.5 hingga Gambar 4.8 dapat diketahui hubungan antara pertambahan panjang dan pertambahan volume dengan tekanan pembriketan. Gambar 4.5 sampai Gambar 4.8 menunjukkan perubahan panjang dan perubahan volume terjadi paling cepat pada menit-menit awal setelah briket dikeluarkan dari cetakan. Pada umumnya ditemukan relaksasi tercepat terjadi dalam 10 menit pertama setelah briket dikeluarkan dari cetakan dan mulai melambat setelah 2 jam (Chin dan Siddiqui, 1999). Gambar 4.5 menunjukkan bahwa pertambahan panjang pada briket 80% jerami padi ditambah 20% kayu Kalimantan merbau terjadi

pertambahan panjang terbesar pada tekanan 400 kg/cm 2 dan terkecil pada tekanan 1000 kg/cm 2 . Hal serupa juga terjadi pada Gambar 4.7 untuk pertambahan

panjang briket 60% jerami padi ditambah 40% kayu Kalimantan merbau. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertambahan panjang berkurang apabila tekanan pembriketan diperbesar. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Ndiema dkk, 2001).

Semakin tinggi tekanan pembriketan mengakibatkan jarak antar partikel biomasa akan semakin dekat sehingga besarnya luas permukaan kontak antar partikel menyebabkan ikatan partikel briket biomasa semakin kuat. Akibatnya relaksasi yang terbentuk menjadi lebih kecil.

Dari grafik-grafik relaksasi briket, nampak adanya suatu anomali, yaitu panjang dan volume briket yang menyusut setelah satu minggu. Panjang dan diameter briket yang mula-mula mengalami relaksasi hingga pengukuran satu hari kemudian menyusut pada pengukuran satu minggu. Besarnya penyusutan mencapai 4-12% dimana rata-ratanya 7,7% dari panjang dan volume setelah satu hari. Penyusutan ini diakibatkan oleh adanya penurunan massa briket setelah satu minggu (lihat Tabel 4.7 dan Tabel 4.8). Rata-rata besarnya massa yang hilang setelah briket disimpan satu minggu adalah 10% dari massa briket keluar cetakan.

Mekanisme yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut. Setelah briket keluar cetakan sampai penyimpanan satu hari, briket mengalami relaksasi panjang dan volume. Relaksasi terjadi karena ikatan dalam briket yang melemah. Akibat relaksasi, rongga-rongga antar partikel membesar dan memungkinkan air permukaan menguap. Air permukaan yang lepas tersebut berasal dari sejumlah air yang ditambahkan pada saat pengkondisian kadar air (moisture content) awal (lihat Tabel 4.6, Tabel 4.7 dan Tabel 4.8). Lepasnya air permukaan dari dalam briket menyebabkan briket mengalami shrinkage (pengkerutan) sehingga terjadi penurunan relaksasi baik dalam panjang maupun dalam volume. Pengkerutan dapat terjadi karena terdapat sifat jerami yang berbentuk serat dan serbuk kayu yang berbentuk menyerupai bulat sehingga pada saat air permukaan keluar, terjadi proses penyusunan partikel kembali khususnya dari serbuk kayu. Proses penyusunan kembali ini tidak terdapat pada briket tunggal sebagaimana dilaporkan oleh Riyanto, S. tahun 2009. Walaupun begitu, proses shrinkage pernah dilaporkan pada hasil penelitian Al Widyan, dkk tahun 2002 mengenai briket batang pohon zaitun. Ia menyebutkan bahwa briket yang memiliki kadar air yang lebih tinggi akan kehilangan lebih banyak massa akibat penguapan air disertai shrinkage (pengerutan) yang lebih besar pula.

Tabel 4.6. Penambahan air untuk pengkondisian kadar air awal

Penambahan Komposisi Briket

Kadar air

Kadar air

air 80% jerami + 20% kayu

awal bahan* akhir bahan*

7,4 % kalimantan merbau

60% jerami + 40% kayu

6,8 % kalimantan merbau

* basis kering

Tabel 4.7. Pengurangan massa briket 80% jerami padi ditambah 20% kayu kalimantan merbau setelah satu minggu Massa

Tekanan Massa masuk Penambahan Massa satu Pengurangan

2 keluar

(kg/cm ) cetakan (gr)

air (gr)

minggu (gr) massa (gr)

cetakan (gr)

Tabel 4.8. Pengurangan massa briket 60% jerami padi ditambah 40% kayu kalimantan merbau setelah satu minggu

Massa satu Tekanan

Massa masuk Penambahan Massa keluar Pengurangan

minggu (kg/cm )

cetakan (gr)

air (gr)

cetakan (gr)

massa (gr)

(gr) 400 75,0 3,89

4.1.3 Sifat Ketahanan (Durability)

Sifat ketahanan briket biomasa dicari menggunakan standar uji ASAE S269.4. Dec 96. Pengujian ketahanan briket biomasa dilakukan dengan alat uji ketahanan. Briket biomasa dimasukkan dalam alat uji ketahanan kemudian diputar selama tiga menit pada putaran 40 rpm. Setelah diputar, sisa briket biomasa ditimbang sehingga massa tiap-tiap pecahan briket diketahui.

Tabel 4.9. Durability Rating briket biomasa

Tekanan

Komposisi Penyusun Briket

(kg/cm 2 ) J (Riyanto, S., 2009) J:K = 80:20 J:K = 60:40 400

68,7 % Keterangan : J = Jerami padi, K = Kayu Kalimantan Merbau

61,8 %

62,8 %

Tabel 4.10. Contoh hasil uji ketahanan (durability) briket jerami yang ditambah

40% kayu kalimantan merbau pada variasi tekanan 1000 kg/cm 2

TANGGAL PENGUJIAN TEKANAN

SERBUK KAYU KAL

MASSA TOTAL (gr)

MASSA TOTAL

0 0 % original mass

0,00% 0,00% Size distribution index

0,00 0,00 Size distribution index total

DURABILITY

20% Jerami 100% (Riyanto,2009)

Jerami : Kayu = 80:20 10% Jerami : Kayu = 60:40

Tekanan pembriketan (kgf/cm2)

Gambar 4.9. Hubungan durability rating dengan tekanan pembriketan

Gambar 4.9 menunjukkan grafik hubungan antara durability rating dengan tekanan pembriketan dari briket biomasa dengan variasi komposisi jerami padi dan kayu Kalimantan merbau. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa durability

rating terendah diperoleh pada tekanan 400 kg/cm 2 untuk setiap variasi tekanan dan akan meningkat seiring penambahan tekanan pembriketan. Durability rating

tertinggi diperoleh pada tekanan 1000 kg/cm 2 yaitu 62,8% untuk briket jerami yang ditambah 20% kayu kalimantan dan 68,7% untuk briket jerami yang

ditambah 40% kayu kalimantan. Secara umum briket biomasa mengalami nilai ketahanan yang meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan pembriketan yang diberikan. Kejadian ini dapat dijelaskan bahwa penambahan tekanan pembriketan dapat lebih merekatkan partikel biomasa dan mengurangi jarak antar partikel, sehingga kontak antar permukaan partikel bertambah dan mengurangi rongga kosong pada briket. Dengan meningkatnya tekanan pembriketan sifat-sifat mekanik akan meningkat karena fungsi dari penekanan terhadap biomasa adalah untuk memperkecil ruang kosong inter dan antar partikel dalam biomasa tersebut (Werther J. et al, 2000).

Dari Gambar 4.9. dapat dilihat juga bahwa dengan penambahan kayu Kalimantan merbau mampu meningkatkan ketahanan khususnya pada tekanan

pembriketan lebih dari 800 kg/cm 2 . Peningkatan yang lebih berarti terjadi pada penambahan kayu Kalimantan merbau sebesar 40%. Kayu sendiri mengandung

lebih banyak zat pengikat seperti lignin yang mampu meningkatkan ikatan kohesi antar partikelnya (Wamukonya, 1994).

Pada tekanan 600 kg/cm 2 terjadi anomali bahwa dengan penambahan kayu Kalimantan belum mampu meningkatkan katahanan briket jerami padi. Hal ini

disebabkan karena pada tekanan di bawah 600 kg/cm 2 , ikatan antara partikel jerami padi dan partikel kayu lebih rendah dari ikatan antara partikel sendiri.

Fakta ini diperkuat oleh hasil pengujian relaksasi panjang. Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.10, relaksasi panjang pada campuran jerami padi dan kayu

pada tekanan di bawah 600 kg/cm 2 masih jauh lebih tinggi dan setelah penekanan di atas 600 kg/cm 2 , relaksasi panjangnya menurun drastis. Ini menunjukkan bahwa ikatan pada briket campuran dengan tekanan sampai 600 kg/cm 2 melemah

kembali selama proses relaksasi. Penyebab lemahnya ikatan antara jerami padi dan kayu pada tekanan yang rendah adalah karena bentuk partikel yang tidak seragam antara jerami dan serbuk (menghambat terjadinya proses interlocking). Dengan penekanan yang lebih tinggi, ikatan antar partikel menjadi lebih kuat.

400 kg/cm2

600 kg/cm2

800 kg/cm2 1000 kg/cm2

Tekanan Pembriketan

100% Jerami

80%J + 20%K

60%J + 40%K

Gambar 4.10. Relaksasi panjang berbagai briket untuk berbagai tekanan.

4.1.4 Sifat Kuat Tekan Aksial Briket Biomasa (Axial Compressive Strength)

Kuat tekan aksial merupakan salah satu sifat yang perlu diperhatikan pada briket biomasa karena briket seringkali ditumpuk saat disimpan maupun di dalam ruang pembakaran. Oleh karena itu diperlukan adanya briket yang tidak mudah hancur ketika tertindih. Menurut standar nasional Indonesia, kuat tekan briket

batubara minimal sebesar 60 kgf/cm 2 (SNI, 1998a) dan kuat tekan briket serbuk sabut kelapa minimal sebesar 3 kgf/cm 2 (SNI, 1998b)

Data-data hasil pengujian kuat tekan aksial briket biomasa jerami padi yang ditambah 20% dan 40% kayu Kalimantan merbau ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 4.11. Data sifat kuat tekan aksial briket biomasa jerami padi dengan tambahan 20% dan 40% kayu kalimantan merbau

Kuat tekan aksial (kgf/cm 2 )

Tekanan

60% jerami + 40% pembriketan

80% jerami + 20%

kayu kalimantan (kg/cm )

2 kayu kalimantan

Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa kenaikan tekanan pembriketan menyebabkan nilai kuat tekan aksial briket naik. Hal ini karena ikatan antar partikel briket biomasa semakin kuat akibat ruang kosong yang terdapat di antara partikel mengecil dan daerah kontak antar partikel meluas. Dengan demikian, pergeseran partikel briket akibat beban aksial menjadi semakin sulit terjadi.

Kuat tekan aksial yang paling rendah diperoleh pada tekanan pembriketan 400 kg/cm 2 . Sedangkan kuat tekan aksial tertinggi diperoleh pada tekanan

pembriketan 1000 kg/cm 2 untuk setiap variasi komposisi. Apabila data-data kuat tekan aksial tersebut dituangkan dalam bentuk grafik, maka akan diperoleh grafik

sebagai berikut.

80% jerami + 20% kayu kalimantan merbau K 10 60% jerami + 40% kayu kalimantan merbau

Tekanan pembriketan (kg/cm 2 )

Gambar 4.11. Nilai kuat tekan aksial briket biomasa sebagai fungsi dari tekanan pembriketan

Dari data hasil pengamatan pada Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa penambahan kayu Kalimantan merbau menurunkan nilai kuat tekan briket jerami padi. Semakin banyak jumlah kayu Kalimantan merbau yang ditambahkan pada briket jerami padi maka nilai kuat tekannya juga semakin rendah. Ini dapat dilihat dari kuat tekan briket jerami padi yang ditambah 40% kayu Kalimantan merbau lebih rendah dari kuat tekan briket jerami padi yang ditambah 60% kayu Kalimantan merbau.

Dari penelitian Riyanto tahun 2009, diketahui bahwa kuat tekan aksial briket jerami padi memiliki nilai di atas 99,9 kgf/cm 2 . Tingginya kekuatan tekan

aksial dari briket jerami padi dapat dipahami karena partikel jerami berbentuk serat dan bersifat elastis. Bentuk partikel seperti ini membutuhkan tekanan pembriketan yang lebih besar untuk mengubahnya menjadi bentuk plastis. Selain itu biomasa jerami memiliki kandungan cellulose yang cukup tinggi 25 - 45 % (Aderemi BO, 2008). Kandungan cellulose mampu meningkatkan kuat tekan aksial briket biomasa, seperti yang tertuang di dalam hasil penelitian Demirbas pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Hubungan kuat tekan briket dan kandungan selulosa (Demirbas,1997) Biomasa

Kuat tekan (MPa) Pulping reject

Cellulose (%wt)

32,3 Paper waste

33 hazelnut shells

26 Wheat straw

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi kandungan cellulose dalam biomasa maka kuat tekan briket biomasa akan semakin tinggi. Cellulose memiliki sifat yang elastis dan tidak mudah putus. Hal inilah yang menyebabkan briket biomasa jerami padi memiliki kuat tekan aksial yang tinggi dibandingkan kuat tekan aksial briket biomasa kayu. Sehingga pada waktu pembebanan diberikan, briket biomasa jerami padi hanya mengalami pemampatan ruang antar partikelnya.

4.1.5 Sifat Ketahanan Briket Biomasa Terhadap Air (Water Resistance)

Ketahanan terhadap air merupakan salah satu sifat penting briket biomasa sebagai bahan bakar alternatif di masa depan. Hal ini mengingat selama proses penyimpanan dan pendistribusian, briket-briket tersebut seringkali ditempatkan pada tempat yang lembab. Namun begitu, nilai ketahanan terhadap air bagi briket biomasa belum ditentukan dalam Standar Nasional Indonesia.

Pengujian ketahanan air (water resistance) dilakukan dengan mengadopsi prosedur penelitian yang telah dilakukan oleh Ricards, S.R (1989). Prosedur pengujiannya yaitu: menimbang massa awal briket, merendam briket di dalam air selama 30 menit, menimbang massa akhir briket setelah 30 menit, mencatat perubahan massa briket.

Perhitungan index ketahanan air (water resistance index) briket dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

WRI = 100 % − % penyerapan air

%penyerapa n air = b m a x 100 %

m a (4.2) Dimana: m b : massa akhir briket setelah direndam 30 menit (kg)

m a : massa awal briket sebelum direndam

(kg)

Data-data yang diperoleh dari hasil pengujian tiap komposisi ditampilkan dalam Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Indeks ketahanan air (water resistance index) briket biomasa WRI (%)

Tekanan 80% jerami + 20 % 60% jerami + 40 %

pembriketan Briket Jerami

kayu kalimantan (kgf/cm )

2 kayu kalimantan

1,6 3,3 Keterangan: * sampel menyerap air yang sangat banyak sehingga tidak lagi

berbentuk briket, rapuh, dan mudah pecah.

Dari penelitian Riyanto tahun 2009, diperoleh hasil indeks ketahanan air (water resistance index) nol untuk semua variasi tekanan briket jerami padi murni. Kesimpulan tersebut diambil karena pada penelitian Riyanto, semua briket hancur setelah direndam selama 30 menit.

Hasil pengujian yang tertuang pada Tabel 4.13 menunjukkan tidak adanya perbaikan yang berarti terhadap nilai WRI briket jerami padi dengan ditambahkannya kayu Kalimantan merbau. Nilai WRI hanya diperoleh pada

tekanan pembriketan 1000 kg/cm 2 yakni 1,6% untuk briket jerami padi yang ditambah 20% kayu Kalimantan merbau dan 3,3% untuk briket jerami padi yang

ditambah 40% kayu Kalimantan merbau. Ketidaktahanan briket jerami padi terhadap air dapat dianalisa dikarenakan serbuk jerami padi memiliki lapisan lilin (wax) tipis yang melapisi permukaan serbuk jerami padi (Demirbas, A.1997). Lapisan tipis lilin (wax) pada permukaan partikel jerami padi mengakibatkan dalam proses pembriketan tidak terbentuk susunan partikel yang memiliki ikatan yang kuat antar partikel biomasa jerami padi. Dan ketika briket biomasa jerami padi direndam dalam air, air memasuki celah-celah antar partikel dan mengakibatkan jarak antar partikel melebar dan briket biomasa jerami padi menjadi hancur.

Gambar 4.12. Briket biomasa yang tersisa dan masih berwujud briket setelah pengujian uji ketahanan air

4.1.6 Pemilihan Briket Optimum

Dalam menentukan briket biomasa yang mempunyai kualitas yang baik, briket tersebut harus memenuhi kriteria-kriteria yang dibutuhkan. Untuk menentukan parameter pembriketan optimum dari hasil penelitian maka digunakan metode yang telah dilakukan oleh G. Munoz-Hernandez tahun 2004. Dalam metode ini parameter optimum diperoleh dengan cara membandingkan respon dari sifat fisik yang diteliti akibat variasi tekanan pembriketan terhadap nilai sifat fisik briket yang secara umum diterima.

Dalam pemilihan parameter briket optimum, sifat ketahanan terhadap air (water resistance) tidak dimasukkan ke dalam analisa. Hal ini dikarenakan tidak adanya data terukur dari ketahanan briket terhadap air yang dapat menunjukkan pengaruh variasi tekanan pembriketan. Dalam analisa pemilihan briket optimum, sifat fisik yang dianalisa adalah massa jenis, ketahanan (durability), persentase relaksasi, dan kuat tekan aksial.

Metode pemilihan kualitas briket optimum dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mengubah faktor variasi tekanan ke dalam bentuk variabel tanpa dimensi

Tabel 4.14. Faktor dan level Level

Faktor

1 ; Tekanan (kg/cm ) 400 600 800 1000

2. Membentuk model regresi untuk masing-masing respon yaitu y 1 : massa jenis, y 2 : durability dan y 3 : kuat tekan aksial dan y 4 : relaksasi massa jenis ke dalam persamaan berikut:

p = β p 0 + ∑ β ip x i + ∑ β pi x i + ∑∑ β β i j p x i x j

Karena faktor variasi yang digunakan hanya 1 maka persamaan menjadi:

p = β p 0 + β p 1 x + β p 11 x

3. Dengan menggunakan statistik diperoleh nilai β p untuk setiap respon

Tabel 4.15. Nilai β briket 80% jerami padi + 20% kayu kalimantan merbau β 0 β 1 β 11

Y 1 546,6 47,99 -2,078 Y 2 0,279 0,188 0,00138 Y 3 60,22 8,785 -0,637 Y 4 0,275 -0,0304 -0,00286

Tabel 4.16. Nilai β briket 60% jerami padi + 40% kayu kalimantan merbau β 0 β 1 β 11

Y 1 559,9 62,32 -5,020 Y 2 0,339 0,209 -0,0100 Y 3 56,91 7,767 -0,637 Y 4 0,252 -0,0399 0,000691

4. Mencari nilai desirability untuk setiap respon d i (x) dengan persamaan:

⎪ 0 if y min < y i ( x ) atau y i ( x ) > y max

Dimana y min dan y mak adalah nilai terendah dan nilai tertinggi dari data yang diperoleh dan untuk y nominal adalah nilai yang secara umum diinginkan. Dalam

analisa ini y 3 nominal untuk setiap sifat fisik ditentukan untuk 700 kg/m untuk massa jenis, 95 untuk durability, kuat tekan 60 kgf/cm 2 dan 30% untuk

relaksasi volume.

5. Mencari nilai total desirability (D) dengan persamaan:

Dari hasil analisa pemilihan briket optimum diperoleh nilai sebagai berikut:

Tabel 4.17. Nilai desirability briket 80% jerami padi

ditambah 20% kayu kalimantan merbau

d 1 d 2 d 3 d 4 D pembriketan desirability desirability desirability desirability desirability

Tekanan

(kg/cm 2 ) densitas

relaksasi total 400 0,02 0,10 0,00 0,16 0,00

durability kuat tekan