ANALISIS KETERPADUAN PASAR BAWANG PUTIH ANTARA PASAR TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN PASAR LEGI KOTA SURAKARTA Skripsi

ANALISIS KETERPADUAN PASAR BAWANG PUTIH ANTARA PASAR TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN PASAR LEGI KOTA SURAKARTA

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Oleh : Putri Wulandari H0306027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

ANALISIS KETERPADUAN PASAR BAWANG PUTIH ANTARA PASAR TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN PASAR LEGI KOTA SURAKARTA

yang dipersiapkan dan disusun oleh Putri Wulandari H0306027

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 12 Juli 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS Ir. Sugiharti Mulya H, MP Erlyna Wida Riptanti SP. MP

Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan kasih serta anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Dengan Pasar Legi Kota Surakarta”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.

2. Ir. Agustono, M.Si selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian UNS.

3. Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS selaku pembimbing utama skripsi ini yang telah membimbing penulis dan memberikan masukan-masukan yang berharga.

4. Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku pembimbing pendamping skripsi ini yang telah membimbing penulis dan memberikan masukan-masukan yang berharga.

5. Erlyna Wida Riptanti, SP. MP selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan demi perbaikan skripsi ini.

6. Ir. Priya Prasetya, MS selaku pembimbing akademis yang telah membimbing dan membantu penulis selama ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian UNS, terima kasih atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama ini.

8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian UNS, terima kasih atas bantuan dan pelayanan yang telah diberikan.

9. Mbak Ira dan Pak Syamsuri yang telah membantu dalam perizinan selama penulisan skripsi ini.

10. Kesbangpolinmas Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta beserta staf yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

11. Dinas Pertanian Kota Surakarta dan Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar beserta staf yang telah memberikan banyak informasi penting serta bantuan kepada penulis.

12. BPS Kabupaten Sragen dan BPS Kota Surakarta beserta staf yang telah memberikan data-data penting bagi penulis.

13. Dinas Perindustrian dan Perdagangan bagian Pengelolaan Pasar Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta beserta staf yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis serta Kantor Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi yang telah banyak memberikan informasi kepada penulis.

14. Bapakku, Teguh Widodo dan ibundaku, Suwanti yang telah merawatku, memberikan doa, kasih sayang serta dukungan yang tak lekang oleh waktu.

15. Adikku Guntur serta segenap keluarga besarku, terima kasih atas dukungan doa dan motivasi yang telah diberikan.

16. Mas Gunanto, terima kasih telah membantu dalam penelitian ini, terima kasih untuk semuanya, dan terima kasih telah mengisi hari-hariku.

17. Sahabat-sahabatku “Genk Gombil” : D’trya, Eska, Yuan, Luthfia, dan Pury trimakasih atas persahabatan yang terjalin indah dan terima kasih kalian semua telah membuatku semakin mengerti akan arti persahabatan yang sejati.

18. Teman-teman Agrobisnis 2006, terima kasih atas kenangan indah dan kebersamaan yang telah kalian berikan selama ini. Zero_Six Chayo...!!!!

19. HIMASETA FP UNS, terima kasih atas pengalaman berharga dan kebersamaannya.

20. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

84

3. Uji Heteroskedastisitas.............................................................. .

85

4. Uji Autokorelasi......... ................................................................

E. Pembahasan......................................................................................

87

1. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi ............................................................................

87

2. Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi ......................................................................

89

93

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................

93

A. Kesimpulan ......................................................................................

93

B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008............................................

Tabel 2. Keadaan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu

Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota Surakarta Bulan Januari-Desember 2008.............................................

5 Tabel 3.

Kandungan Zat Gizi dalam Umbi Bawang Putih Per 100

13 Tabel 4.

Gram.....................................................................................

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Bawang Putih

39 Tabel 5.

Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2007.......

Luas Panen dan Produksi Bawang Putih Menurut

39 Tabel 6.

Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008............

Banyaknya Hari Hujan (hr) dan Curah Hujan (mm) di

49 Tabel 7.

Kabupaten Karanganyar Tahun 2008...................................

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Karanganyar

50 Tabel 8.

Tahun 2003-2008..................................................................

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008................

51 Tabel 9.

Keadaan Penduduk Usia Lima Tahun Ke Atas Menurut

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008.....................................................

Tabel 10. Mata Pencaharian Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas di

54 Tabel 11. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten

Kabupaten Karanganyar Tahun 2008...................................

55 Tabel 12. Luas Lahan Sawah Menurut Penggunaannya di Kabupaten

Karanganyar Tahun 2008.....................................................

55 Tabel 13. Luas Tanah Kering Menurut Penggunaannya di Kabupaten

Karanganyar Tahun 2008...................................

56 Tabel 14. Luas Panen dan Produksi Sayuran di Kabupaten

Karanganyar Tahun 2008.....................................................

57 Tabel 15. Luas Panen dan Produksi Bawang Putih di Kabupaten

Karanganyar Tahun 2008.....................................................

Karanganyar Tahun 2004-2008............................................

Tabel 16. Sarana Perhubungan di Kabupaten Karanganyar Tahun

Tabel 17. Fasilitas Perdagangan di Kabupaten Karanganyar Tahun

59 Tabel 18.

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Surakarta...................................................

62 Tabel 19.

Keadaan Penduduk Usia Lima Tahun Ke Atas Menurut

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Surakarta

Tahun 2008...........................................................................

Tabel 20. Keadaaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota

65 Tabel 21.

Surakarta Tahun 2008...........................................................

Banyaknya Pasar dan Jenis Pasar di Kota Surakarta Tahun 2008......................................................................................

66 Tabel 22.

Harga Absolut dan Harga Riil Bawang Putih di Pasar

68 Tabel 23.

Tawangmangu Bulan Januari 2008-Oktober 2009...............

71 Tabel 24.

Produksi Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar............

Harga Absolut dan Harga Riil Bawang Putih di Pasar Legi

73 Tabel 25.

Bulan Januari 2008-Oktober 2009........................................

Jumlah Tonase Bawang Putih di Pasar Legi Kota Surakarta

76 Tabel 26.

(Ton)......................................................................................

Perkembangan Harga Riil Bawang Putih di Pasar

Tawangmangu dan Pasar Legi Bulan Januari 2008-Oktober

Tabel 27. Hasil Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar Tawangmangu Dengan Pasar Legi.................. 80

Tabel 28.

Nilai Koefisien Regresi dan t Hitung Tiap-Tiap Variabel...

Tabel 29.

83 Tabel 30.

Korelasi Tiap-Tiap Variabel.................................................

Collinearity Diagnostics .......................................................

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah......................

33 Gambar 2. Grafik Harga Absolut dan Harga Riil Komoditas

Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Bulan Januari

70

2008-Oktober 2009..........................................................

Gambar 3. Grafik Harga Riil dan Jumlah Produksi Bawang Putih

Di Kabupaten Karanganyar Bulan Januari 2008- Oktober 2009...................................................................

72 Gambar 4. Grafik Harga Absolut dan Harga Riil Komoditas

Bawang Putih di Pasar Legi Bulan Januari 2008-

75 Gambar 5. Grafik Jumlah Tonase Bawang Putih di Pasar Legi Bulan Januari 2008-Desember 2009................................

Oktober 2009...................................................................

77 Gambar 6. Grafik Perkembangan Harga Riil Komoditas Bawang

Putih di Pasar Tawangmangu dan di Pasar Legi Bulan Januari 2008-Oktober 2009.............................................

79 Gambar 7. Diagram Pencar (Scatterplot)..........................................

84

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Januari 2008-Oktober 2009...................

Lampiran 2. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Legi Januari 2008-Oktober 2008............................................

100 Lampiran 3.

Nilai IHK dan Inflasi Kelompok Bumbu-Bumbuan Di Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta ...............

Lampiran 4. Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) Kelompok Bumbu-Bumbuan di Kabupaten Karanganyar...............

102 Lampiran 5.

Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) Kelompok Bumbu-Bumbuan di Kota Surakarta..............................

Lampiran 6. Data Analisis Regresi Antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi..........................................................

Lampiran 7. Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi..........................................................

Lampiran 8. Uji autokorelasi.............................................................. 111 Lampiran 9.

Perhitungan Angka Beban Tanggungan (ABT) dan Sex Ratio ............................................................................... 112

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian................................................. 113 Lampiran 11. Peta Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta.........

115 Lampiran 12. Surat Perijinan Penelitian……………………………...

RINGKASAN

Putri Wulandari. H0306027. 2010. “Analisis Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan

Pasar Legi Kota Surakarta”. Skripsi dengan pembimbing Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS dan Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP. Fakultas Pertanian, Univesitas Sebelas Maret Surakarta.

Proses penyampaian produk pertanian dari produsen ke konsumen memerlukan jasa pemasaran dari lembaga-lembaga pemasaran yang ada. Adanya lembaga pemasaran menyebabkan terjadinya perbedaan harga di tingkat petani dan di tingkat konsumen. Hal tersebut dikarenakan selama proses distribusi barang dari produsen ke konsumen membutuhkan biaya pemasaran dan adanya keuntungan yang diambil oleh pedagang perantara. Biaya pemasaran dan keuntungan tersebut akan menyebabkan harga suatu komoditas di satu pasar berbeda dengan pasar yang lainnya. Perbedaan harga ini juga ditentukan oleh tingkat keterpaduan pasar. Keterpaduan pasar menunjukkan bahwa harga di pasar lokal mengikuti harga di pasar acuan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta.

Metode dasar penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling), yaitu Pasar Tawangmangu sebagai pasar produsen (lokal) dan Pasar Legi sebagai pasar konsumen (acuan). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis keterpaduan pasar

dengan IMC, pengujian model dengan uji R 2 , uji F, dan uji t serta pengujian asumsi klasik dengan uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar komoditas bawang putih antara Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi tidak terpadu dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan perubahan harga bawang putih di Pasar Legi tidak mempengaruhi perubahan harga bawang putih di Pasar Tawangmangu atau informasi tentang perubahan harga bawang putih di Pasar Legi tidak ditransmisikan ke Pasar Tawangmangu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pasar bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi tidak terpadu adalah struktur pasar yang tidak sempurna, kurang lengkapnya informasi pasar, frekuensi data harga bawang putih yang tersedia, adanya persaingan harga bawang putih yang berasal dari daerah lain di Pasar Legi serta petani atau pedagang di Pasar Tawangmangu tidak menjual bawang putihnya langsung kepada konsumen di Pasar Legi

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan sebaiknya pedagang di Pasar Tawangmangu lebih aktif dalam mencari informasi harga bawang putih dengan menjalin komunikasi yang efisien dengan pedagang perantara, mencantumkan harga bawang putih di pasar-pasar sentral perdagangan pada alamat website pemerintah daerah masing-masing serta pemerintah secara rutin mengumpulkan informasi perkembangan harga bawang putih.

SUMMARY

Putri Wulandari. H0306027. 2010. “The Analysis of Market Integrity of Garlic Between Tawangmangu Market of Karanganyar Regency and Legi

Market of Surakarta”. Thesis by Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS and Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP as the thesis consultants. Agriculture Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

Distribution process of agriculture products from farmers to consumers need marketing services from the marketing channel. The marketing channel generate thru differences of price between the farmer and consumer levels. It is caused by the need of marketing cost needs and the profit gained by the intermediary traders within the process of distribution. Those two factors will differenciate the change of a commodity in a certain market. The price difference also determined by the market integrated level. The integrated level shows that the price in local market follows the price in reference market.

The aim of this research is to analyse the garlic market integrated in short- time between Tawangmangu market of Karanganyar Regency and Legi market of Surakarta.

The basic method applied in this research is analytical descriptive. The choice of location is done purposively, they are Tawangmangu market as the producer market and Legi market as the customers market. The data used in this research is secondary data and analyse method used in this research are market

integrated with IMC, R 2 test, F test, an t test also classical assumption test with multicolinearity, heteroscedasticity, and autocorelasion.

The result of this research shows that the garlic market integrated in short- time between Tawangmangu market of Karanganyar Regency and Legi market of Surakarta is not integrated. It means that the price change which formed in purpose market (Legi market) not transmitted to local market (Tawangmangu market). The price determined by the price in Tawangmangu market itself in the month before. The factors expected that determine of garlic market not integrated in short-time between Tawangmangu market and Legi market are the competition market not perfect, garlic’s price information frequency is not ready, garlic’s price competition from other region in Legi market, and seller in Tawangmangu market are not live to sale to consumer in Legi market.

From this research, it can be suggested seller in Tawangmangu market more active to get price information of garlic’s price with a good communication to seller in Legi market, growth online system about garlic’s price in website, and growth garlic price with repair gathering information and to count very accurate.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia sampai saat ini masih disebut sebagai negara agraris. Bagi bangsa Indonesia, pertanian bukan hanya sekedar bercocok tanam yang menghasilkan bahan pangan. Akan tetapi, pertanian di Indonesia telah menjadi bagian budaya sekaligus nadi kehidupan sebagian besar masyarakatnya dan menjadi salah satu sektor yang memiliki peran strategis dalam perkembangan struktur perekonomian nasional. Selain sebagai penghasil pangan dan pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB), sektor pertanian juga menjadi penyerap tenaga kerja, sumber bahan baku industri, cadangan devisa, dan sumber pendapatan masyarakat (Anjak, 2006).

Mengingat pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian, maka diperlukan adanya pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk mewujudkan pertanian yang maju, efisien, dan tangguh yang dicirikan oleh kemampuannya dalam menyejahterakan petani. Menurut Haryono (2008), kemampuan tersebut dicapai melalui tujuan pembangunan pertanian yaitu meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi serta keanekaragaman hasil pertanian, memenuhi bahan pangan dan gizi, memenuhi bahan baku industri, mengembangkan industri pertanian agribisnis yang mampu memanfaatkan peluang pasar, memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja, serta menyumbang devisa negara.

Usaha peningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan petani di Indonesia dapat dilakukan dengan budidaya tanaman, salah satunya tanaman hortikultura. Hortikultura adalah suatu cabang dari ilmu pertanian yang ditunjang oleh beberapa ilmu pengetahuan lainnya, seperti agronomi, pemuliaan tanaman, proteksi tanaman, dan teknologi benih. Hortikultura sendiri terbagi menjadi tiga golongan tanaman yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, dan tanaman bunga atau hias. Komoditas hortikultura merupakan aset nasional bagi pertumbuhan ekonomi baru di sektor pertanian. Beberapa komoditas hortikultura komersial yang dibudidayakan dan Usaha peningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan petani di Indonesia dapat dilakukan dengan budidaya tanaman, salah satunya tanaman hortikultura. Hortikultura adalah suatu cabang dari ilmu pertanian yang ditunjang oleh beberapa ilmu pengetahuan lainnya, seperti agronomi, pemuliaan tanaman, proteksi tanaman, dan teknologi benih. Hortikultura sendiri terbagi menjadi tiga golongan tanaman yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, dan tanaman bunga atau hias. Komoditas hortikultura merupakan aset nasional bagi pertumbuhan ekonomi baru di sektor pertanian. Beberapa komoditas hortikultura komersial yang dibudidayakan dan

Salah satu komoditas hortikultura dari jenis sayuran rempah adalah bawang putih. Bawang putih termasuk jenis tanaman umbi lapis yang biasanya terdiri atas 8-20 siung (anak bawang). Siung yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh kulit tipis dan liat sehingga membentuk satu kesatuan yang rapat. Bawang putih merupakan jenis sayuran rempah yang tumbuh di dataran tinggi (700-1.100 mdpl) dan menghendaki kelembaban yang cukup untuk dapat tumbuh secara optimum (Wibowo, 2001).

Bawang putih atau garlic memiliki banyak manfaat. Selain sebagai sayuran dan penyedap makanan, sayuran rempah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan ramuan obat tradisional. Perubahan pola konsumsi masyarakat untuk mendapatkan kesehatan dan makanan yang alami, menyebabkan masyarakat mengkonsumsi bahan makanan, khususnya sayuran, yang tidak hanya memiliki kandungan gizi tinggi tetapi juga berperan sebagai tanaman obat seperti bawang putih. Menurut Santoso (1998), bawang putih berkhasiat untuk mengatasi beberapa penyakit seperti infeksi usus, tekanan darah tinggi, batuk, gatal-gatal, tifus, maag, dan diabetes. Kandungan gizi dan zat penting yang terdapat dalam umbi bawang putih antara lain kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), besi (Fe), vitamin B, vitamin C, scordinin, dan allin.

Tanaman umbi ini tumbuh baik di beberapa dataran tinggi atau pegunungan di Pulau Jawa dan daerah di Indonesia. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu daerah penghasil bawang putih di Jawa Tengah. Tanaman bawang putih tumbuh subur di salah satu kecamatan di Kabupaten Karanganyar yaitu Kecamatan Tawangmangu. Tabel 1 memberikan gambaran tentang luas panen dan produksi bawang putih di Kabupaten Karanganyar dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.

Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008

Luas Panen

Produktivitas

No Tahun Produksi (Ku)

(Ha)

(Ku/Ha)

16.265 Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa luas panen bawang putih dari tahun 2004-2008 mengalami fluktuasi. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 16.265 Ku dan produksi terendah terjadi pada tahun 2005 yaitu 3.284 Ku. Meskipun pada tahun 2008 terjadi penurunan luas panen dari tahun sebelumnya tetapi jumlah produksinya mengalami peningkatan. Hal ini salah satunya disebabkan pengetahuan petani bawang putih yang semakin meningkat tentang cara budidaya bawang putih yang baik sehingga menyebabkan produksi bawang putih meningkat meskipun lahannya semakin berkurang.

Peningkatan produksi pertanian, khususnya bawang putih, sangat ditentukan oleh meningkatnya pengetahuan petani sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan serta permintaan pasar. Menurut Wibowo (2001), permintaan bawang putih akan terus meningkat sebagai bumbu masakan dan bahan baku obat tradisional tetapi produksi yang dicapai petani masih rendah. Permintaan pasar yang semakin meningkat menjadi tantangan bagi petani bawang putih sebab petani mempunyai kesempatan untuk mengembangkan usahataninya dan meningkatkan produksi per satuan luas yang sama.

Salah satu faktor penting dalam pengembangan hasil-hasil pertanian khususnya sayuran seperti bawang putih adalah pemasaran. Sistem pemasaran berkaitan erat dengan lembaga pemasaran. Hal ini dikarenakan lembaga pemasaran berperan untuk menghubungkan produsen dengan konsumen dari satu pasar ke pasar lainnya yang terlibat dalam sistem pemasaran. Proses penyampaian produk pertanian dilakukan setelah proses produksi pertanian dilalui. Menurut

Tukan, et. al. (2004), pemasaran menjadi sangat penting ketika produsen atau petani telah mampu mengelola usahataninya dengan baik sampai menghasilkan produk dalam kuantitas cukup dan kualitas yang baik. Pasar memegang peranan penting dalam kegiatan pendistribusian komoditas pertanian dari produsen agar sampai ke tangan konsumen.

Sebuah pasar berfungsi sebagai tempat menampung produk pertanian yang ditawarkan oleh petani dan menyampaikannya kepada konsumen yang membutuhkan. Begitu juga dengan pemasaran bawang putih dari Kabupaten Karanganyar sebagai daerah produsen ke Kota Surakarta sebagai daerah konsumen diperlukan adanya suatu pasar. Pasar lokal adalah tempat petani menjual produk pertanian. Pasar Tawangmangu merupakan pasar lokal tempat petani bawang putih di Kabupaten Karanganyar menjual bawang putih secara langsung. Pasar acuan merupakan pasar yang menerima produk pertanian dari pasar lokal. Pasar Legi merupakan pasar acuan komoditas bawang putih di Kota Surakarta. Harga bawang putih yang terbentuk di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi berubah-ubah setiap bulannya. Pasar Tawangmangu merupakan pasar lokal di Kabupaten Karanganyar yang memasarkan dan memasok bawang putih ke pasar acuan di Kota Surakarta yaitu Pasar Legi. Oleh karena itu, petani akan berusaha untuk memasarkan hasil usahataninya ke pasar yang dapat menampung hasil usahataninya dengan harga yang menguntungkan. Gambaran tentang perbedaan harga bawang putih yang terjadi di Pasar Tawangmangu (tingkat produsen) dengan harga di Pasar Legi (tingkat konsumen) dapat dilihat pada Tabel

2 di bawah ini.

Tabel 2. Keadaan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota Surakarta Bulan Januari- Desember 2008

Bulan Harga di Pasar Harga di Pasar Legi Margin

Tawangmangu (Tingkat (Tingkat Konsumen)

Harga Produsen) (Rp/kg)

(Rp/kg) Januari

(Rp/kg)

6589 -1161 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar dan BPS Kota Surakarta,

2009 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui perkembangan harga bawang putih

di Pasar Tawangmangu yang merupakan pasar lokal dan Pasar Legi yang merupakan pasar acuan. Perubahan harga terbesar di tingkat produsen terjadi pada bulan November. Hal itu dikarenakan pada bulan tersebut merupakan musim tanam bawang putih sehingga ketersediaan bawang putih sedikit yang menyebabkan perubahan harga bawang putih di tingkat produsen cukup tinggi. Sedangkan perubahan harga terbesar di tingkat konsumen terjadi pada bulan April. Perubahan harga yang tinggi di tingkat konsumen tersebut disebabkan pada bulan tersebut daerah produksi bawang putih baru mulai memasuki masa tanam sehingga pasokan bawang putih sedikit. Perbedaan harga diantara dua pasar paling besar terjadi pada bulan Mei karena pada bulan tersebut, petani baru memulai menanam bawang putih sehingga ketersediaan bawang putih terbatas di tingkat produsen dan pasokan bawang putih yang sedikit di tingkat konsumen. Secara keseluruhan, perubahan harga bawang putih lebih besar terjadi di tingkat konsumen daripada di tingkat produsen.

Menurut Adiyoga, et. al. (2006), harga di tingkat produsen dan di tingkat konsumen cenderung meningkat dengan keseimbangan harga yang relatif kecil. Sementara itu, harga di tingkat produsen cenderung menurun lebih cepat dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen. Fluktuasi harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah pasokan komoditas yang masuk ke pasar acuan dari sentra produksi. Pasar akan memberikan fasilitas pengumpulan dan penyebaran informasi untuk sampai pada tingkat harga tertentu agar dapat digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomis di masa datang.

Peranan harga berkaitan erat dengan keragaan pasar sebagai pusat informasi. Khusus untuk sayuran yang mudah rusak, pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, sifat, dan perilaku pasar sangat diperlukan terutama oleh produsen. Menurut Muwanga dan Snyder (1997) dalam Adiyoga, et. al. (1999), pasar-pasar terintegrasi apabila aktivitas perdagangan antara dua pasar atau lebih yang terpisah secara wilayah dan harga di suatu pasar berhubungan dengan harga di pasar lainnya. Dalam hal ini, perubahan harga di suatu pasar secara total atau sebagian ditransmisikan ke harga yang terjadi di pasar-pasar lain baik dalam jangka pendek atau jangka panjang sehingga menunjukkan keterpaduan di antara pasar yang terlibat dalam pemasaran yang mengindikasikan terjadinya pemasaran yang efisien. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian diarahkan untuk mengkaji tingkat keterpaduan pasar bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta.

B. Perumusan Masalah

Kabupaten Karanganyar merupakan daerah penghasil tanaman hortikultura. Bawang putih merupakan salah satu tanaman hortikultura yang diproduksi di Kabupaten Karanganyar meskipun bukan komoditas utama. Kabupaten Karanganyar menjadi produsen bawang putih yang memasok bawang putih ke daerah lain yang tidak menghasilkan bawang putih seperti Kota Surakarta. Bawang putih dibutuhkan masyarakat Kota Surakarta terutama untuk keperluan bumbu memasak yang dapat dipastikan bahwa jumlah penggunaan bawang putih sangat besar dan permintaannya semakin Kabupaten Karanganyar merupakan daerah penghasil tanaman hortikultura. Bawang putih merupakan salah satu tanaman hortikultura yang diproduksi di Kabupaten Karanganyar meskipun bukan komoditas utama. Kabupaten Karanganyar menjadi produsen bawang putih yang memasok bawang putih ke daerah lain yang tidak menghasilkan bawang putih seperti Kota Surakarta. Bawang putih dibutuhkan masyarakat Kota Surakarta terutama untuk keperluan bumbu memasak yang dapat dipastikan bahwa jumlah penggunaan bawang putih sangat besar dan permintaannya semakin

Adanya lembaga pemasaran yang menghubungkan Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota Surakarta menyebabkan terjadinya perbedaan harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen karena selama proses pemasaran (distribusi barang dari produsen ke konsumen) berlangsung dibutuhkan biaya pemasaran dan keuntungan yang diambil pedagang perantara. Biaya pemasaran dan keuntungan yang diambil pedagang perantara akan menyebabkan harga komoditas di satu pasar berbeda dengan pasar yang lainnya. Akan tetapi, perbedaan harga tersebut saling terkait antara lembaga pemasaran yang satu dengan yang lainnya. Hal ini akan mempengaruhi perubahan harga baik di pasar tingkat produsen maupun di pasar tingkat konsumen. Dengan kata lain, terdapat hubungan antara harga di pasar tingkat produsen dengan harga di pasar tingkat konsumen. Akan tetapi, seringkali harga yang terbentuk di pasar tingkat produsen tidak dapat mengikuti perubahan harga yang terjadi di pasar tingkat konsumen sebagai pasar acuan karena para pelaku pasar tidak memanfaatkan informasi pasar secara optimal.

Perkembangan harga bawang putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi mengalami fluktuasi setiap bulan dan terdapat perubahan harga yang cukup besar antara harga bawang putih bulan sekarang dengan bulan lalu (Tabel 2) sehingga diperlukan informasi pasar mengenai perubahan harga yang terjadi di Pasar Legi untuk disampaikan ke Pasar Tawangmangu. Apabila informasi pasar tentang perubahan harga tersebut tidak disampaikan dan diketahui Pasar Tawangmangu sebagai pasar produsen, maka akan menyebabkan proses pemasaran bawang putih diantara kedua pasar tersebut tidak efisien dan terhambat. Hal ini dikarenakan pemasaran dikatakan efisien apabila dalam proses pemasaran tersebut dapat memberikan informasi perubahan harga secara cepat dan tepat. Melihat keadaan tersebut, maka perlu dikaji apakah perubahan harga di pasar tingkat konsumen Perkembangan harga bawang putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi mengalami fluktuasi setiap bulan dan terdapat perubahan harga yang cukup besar antara harga bawang putih bulan sekarang dengan bulan lalu (Tabel 2) sehingga diperlukan informasi pasar mengenai perubahan harga yang terjadi di Pasar Legi untuk disampaikan ke Pasar Tawangmangu. Apabila informasi pasar tentang perubahan harga tersebut tidak disampaikan dan diketahui Pasar Tawangmangu sebagai pasar produsen, maka akan menyebabkan proses pemasaran bawang putih diantara kedua pasar tersebut tidak efisien dan terhambat. Hal ini dikarenakan pemasaran dikatakan efisien apabila dalam proses pemasaran tersebut dapat memberikan informasi perubahan harga secara cepat dan tepat. Melihat keadaan tersebut, maka perlu dikaji apakah perubahan harga di pasar tingkat konsumen

Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu ”bagaimana tingkat keterpaduan pasar komoditas bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi pemerintah dan pihak yang berwenang, diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan tentang pasar komoditas bawang putih di Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta.

2. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan acuan dalam melakukan penelitian yang sejenis.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Menurut Rinda (2000), yang menganalisis keterpaduan pasar bawang putih di DKI Jakarta secara horisontal dalam jangka pendek antara Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sebagai pasar acuan dengan tiga pasar pengecer sebagai sesama daerah konsumsi di DKI Jakarta yaitu Pasar Senen, Pasar Jatinegara, dan Pasar Tomang Barat dengan analisis data harga bulanan dari bulan Februari tahun 1998 sampai bulan September 1999, yang menggunakan analisis Index of Market Connection ( IMC), dapat diketahui bahwa dari ketiga pasar pengecer tidak semuanya terpadu dengan pasar acuan yaitu Pasar Induk Kramat Jati. Tingkat keterpaduan pasar antara Pasar Induk Kramat Jati dengan Pasar Jatinegara dan Pasar Tomang Barat memiliki nilai IMC sebesar 0,3178 dan 0,9078 artinya ada keterpaduan pasar yang tinggi dengan pasar acuan. Hal ini menunjukkan harga di Pasar Jatinegara akan cepat menyesuaikan dengan harga di pasar acuan. Sedangkan nilai IMC antara Pasar Induk Kramat Jati dengan Pasar Senen yaitu 1,87. Nilai IMC lebih dari 1 menunjukkan tidak adanya keterpaduan dengan pasar acuan sehingga tidak sepenuhnya arus informasi dari Pasar Induk Kramat Jati disampaikan ke Pasar Senen. Hal ini berarti juga tidak ada pengaruh dalam pembentukan harga di Pasar Senen. Faktor penyebab utama rendahnya tingkat keterpaduan pasar yaitu karena struktur pasar yang tidak sempurna yang ditandai dengan tidak lancarnya (lemahnya) arus informasi sehingga diperlukan informasi mengenai perubahan harga yang terjadi diantara dua pasar tersebut.

Penelitian Budianto (2006) mengenai Analisis Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Kecamatan Tawangmangu Sebagai Pasar Produsen dengan Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta Sebagai Pasar Konsumen yang menganalisis tingkat keterpaduan pasar jangka pendek dan jangka panjang komoditas bawang putih antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Jongke dan Pasar Legi menganalisis antara satu pasar produsen yang dikelilingi oleh dua pasar konsumen. Berdasarkan hasil analisis regresi,

tingkat keterpaduan pasar antara Pasar Kecamatan Tawangmangu dengan Pasar Jongke rendah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini terlihat dari nilai IMC sebesar 1,33 serta nilai koefisien b2 yang mendekati nol yaitu 0,018. Sedangkan tingkat keterpaduan pasar antara Pasar Kecamatan Tawangmangu dengan Pasar Legi rendah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini terlihat dari nilai IMC sebesar 3,38 serta nilai koefisien b2 yang mendekati nol yaitu 0,053. Faktor yang mempengaruhi rendahnya keterpaduan pasar bawang putih antara Pasar Kecamatan Tawangmangu dengan Pasar Jongke dan Pasar Legi adalah kurang lancarnya arus informasi antara satu pasar dengan pasar yang lainnya serta asal bawang putih di Pasar Jongke Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota Surakarta tidak semuanya dari Pasar Kecamatan Tawangmangu.

Berdasarkan kedua penelitian terdahulu yang dilakukan Rinda (2000) dan Budianto (2006), penelitian ini mempunyai persamaan untuk mengetahui efisiensi pemasaran dan tingkat keterpaduan pasar komoditas bawang putih dengan model yang dikembangkan Ravallion dan IMC dari Timmer. Sementara itu, penelitian ini diarahkan untuk mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas bawang putih secara vertikal dalam jangka pendek antara satu pasar lokal (produsen) yaitu Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan satu pasar acuan (konsumen) yaitu Pasar Legi Kota Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka

1. Komoditas Bawang Putih

a. Arti Ekonomi Bawang Putih Bawang putih memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk kebutuhan konsumsi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kebutuhan konsumsi akan bawang putih digunakan sebagai penyedap atau bumbu masakan serta sebagai obat tradisional. Bawang putih mempunyai manfaat yang esensial dalam kehidupan sehari-hari karena setiap bumbu makanan pasti menggunakan bawang putih sebagai bumbu dasarnya sedangkan sebagai obat tradisional, bawang putih juga menjadi bahan utama dalam meracik obat. Kebutuhan konsumsi

bawang putih di Indonesia tidak dapat dipenuhi melalui hasil produksi di dalam negeri saja. Meningkatnya impor bawang putih disebabkan juga oleh peningkatan konsumsi masyarakat akan bawang putih yang tidak didukung oleh adanya peningkatan produksi di dalam negeri

(Anonim, 2009 a ). Salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil bawang putih adalah

intensifikasi di daerah-daerah produksi yang sudah ada dan penambahan areal penanaman di tempat-tempat yang dianggap cocok untuk pertumbuhan bawang putih. Semula masyarakat mengetahui bahwa tanaman bawang putih hanya cocok ditanam di dataran tinggi. Seperti jenis-jenis bawang putih Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, Tawangmangu Baru, dan jenis lokal lainnya. Kebanyakan petani bawang putih mengusahakannya di dataran tinggi. Akan tetapi, bawang putih jenis Suren, telah diusahakan di dataran rendah. Jenis bawang putih ini sedang dikembangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Gunung Kidul dan Bantul, dengan ketinggian 200 mdpl. Dengan ditemukannya bawang putih varietas Suren ini membuktikan bahwa bawang putih dapat diusahakan di daerah-daerah dataran rendah dan mampu memberikan keuntungan bagi para petaninya (Santoso, 1998).

Secara ilmiah dan lebih lengkap, perlu diketahui asal-usul, morfologi, klasifikasi, dan habitat dari bawang putih. Hal ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan tentang bawang putih dari aspek ilmiah serta untuk membuka peluang-peluang pengembangan tanaman bawang putih, baik dari aspek budidaya maupun bisnis ekonomi.

b. Klasifikasi Bawang Putih Bawang putih (garlic) termasuk salah satu jenis sayuran umbi yang pada mulanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama di daerah sentra sayuran dataran tinggi di atas 800 mdpl. Perkembangan selanjutnya, sayuran bawang putih meluas ke luar Pulau Jawa, bahkan

ditanam di dataran rendah sampai menengah. Berikut ini merupakan taksonomi dari tanaman bawang putih :

Sub Devisio

: Angiospermae

Spesies

: Allium sativum

(Rukmana, 1995). Tanaman bawang putih memerlukan suhu yang benar-benar optimum

karena jika suhu terlalu tinggi atau lebih dari 27 0

C akan menyebabkan inti lembaga dari bawang putih tidak bisa tumbuh. Selain itu, bawang putih juga tidak bagus jika tumbuh pada kondisi yang terlalu dingin

atau di bawah 15 0

C karena dapat menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman bawang putih adalah sekitar 1.200-2.400 mm setiap tahunnya. Selain itu, tanaman bawang putih menghendaki kelembaban yang cukup tinggi sekitar 60-80% dan kelembaban ini termasuk dalam kelembaban di dataran tinggi (Samadi, 2000).

Bawang putih merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat, terutama dimanfaatkan sebagai bahan penyedap atau pewangi beberapa jenis makanan. Sebagai salah satu jenis tanaman umbi, sebagian besar masyarakat sudah banyak mengenal khasiat bawang putih sebagai obat tradisional. Namun, masyarakat belum mengenal lebih lengkap tentang kandungan gizi dan zat penting dalam bawang putih beserta khasiatnya dan kegunaan dari tanaman tersebut.

c. Kandungan dan Kegunaan Bawang Putih

Bawang putih memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia. Selain sebagai bumbu penyedap untuk makanan, sayuran bawang putih juga bisa digunakan sebagai obat-obatan alamiah untuk mengatasi penyakit antara lain infeksi usus, infeksi saluran pernapasan, tekanan darah tinggi, batuk, gatal-gatal, tifus, maag, dan diabetes. Dewasa ini, bawang putih juga banyak dimanfaatkan dalam bentuk hasil olahan, seperti acar (pickle), tepung, dan minyak bawang putih. Selain itu, bawang putih juga memiliki kandungan gizi yang luar biasa yang sangat penting bagi tubuh manusia. Berikut merupakan kandungan gizi yang terdapat pada umbi bawang putih tiap 100 gram.

Tabel 3. Kandungan Zat Gizi dalam Umbi Bawang Putih Per 100 Gram

No Uraian Nilai Gizi

1. Protein 4,50 gram

2. Lemak 0,20 gram

3. Hidrat arang 23,10 gram

4. Kalsium

42 mg

5. Fosfor 134 mg

6. Zat besi

1 mg

7. Vitamin B 1 0,22 mg

8. Vitamin C

95 kal Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI dalam Santoso

10. Kalori

(1998) Umbi bawang putih juga mengandung beberapa komponen aktif antara lain alliin, allicin, allithiamine, antihemolytic factor, selenium, germanium, antitoksin, dan scordinin. Dr. Paavoo Airola, seorang ahli gizi, telah berhasil menemukan dan mengisolasikan sejumlah komponen aktif tersebut. Menurut Dr. Paavo Airola, alliin atau suatu asam amino antibiotik yang terdapat pada umbi bawang putih mendapat pengaruh dari enzim allinase, allinin dapat berubah menjadi allicin . Allicin ini merupakan zat aktif yang mempunyai daya bunuh terhadap bakteri dan daya anti radang. Apabila allicin bertemu dengan

vitamin B 1 maka akan membentuk ikatan allithiamine. Allithiamine

merupakan sumber ikatan-ikatan biologik yang aktif. Komponen aktif lainnya seperti antihemolytic factor berfungsi sebagai anti lesu darah, selenium berfungsi sebagai antioksidan, germanium berfungsi sebagai mineral anti kanker, antitoksin berfungsi sebagai anti racun atau pembersih darah, dan scordinin yang berfungsi sebagai zat aktif yang mempercepat pertumbuhan tubuh (Santoso, 1998).

Berdasarkan kandungan dan kegunaan bawang putih tersebut, maka konsumsi bawang putih semakin meningkat. Bawang putih yang dihasilkan oleh petani akan dapat dikonsumsi oleh konsumen apabila terjadi pemasaran. Seperti telah diketahui sebelumnya, ciri-ciri dari hasil pertanian adalah bersifat tidak tahan lama dan mudah rusak. Oleh karena itu, peran pemasaran dan lembaga pemasaran sangatlah penting dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen (petani) ke tangan konsumen.

2. Pemasaran

a. Pemasaran Hasil Pertanian Menurut Asri (1991), pemasaran adalah usaha yang terpadu untuk mengembangkan rencana strategi yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli guna mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba. Pemasaran mencakup berbagai kegiatan secara terpadu. Artinya, untuk memperoleh hasil yang maksimal meningkatnya penjualan dan akhirnya meningkatnya laba segala kegiatan dilakukan bersama-sama, saling berhubungan dan saling mempertimbangkan satu sama lain.

Pemasaran hasil pertanian merupakan akhir dari kegiatan agribisnis. Subsistem terakhir ini kadang menjadi batu sandungan bagi produsen, setelah berbagai subsistem dilalui dengan baik. Tidak jarang produk yang kualitasnya baik, tetapi harga yang diterima produsen rendah karena terjadi ketidakseimbangan. Jumlah permintaan yang kecil akan mengakibatkan rendahnya harga. Posisi petani biasanya dalam keadaan lemah ketika terjadi situasi seperti ini. Petani dalam posisi sebagai penerima harga dari pedagang perantara sebagai akibat

kurangnya pengalaman yang dimiliki petani dan rendahnya mobilitas petani (Deptan, 1999).

Pemasaran hasil pertanian merupakan suatu kegiatan yang produktif dengan penambahan guna suatu produk. Dimana adanya perubahan fungsi dari produk yang kurang berguna di tempat produsen menjadi produk yang lebih berguna di tempat konsumen. Memerlukan perubahan dalam bentuk yang lebih baik, atau penyimpanan pada waktu panen untuk dijual pada waktu paceklik, atau pemindahan produk ke tempat lain yang lebih membutuhkan, dan atau memindahkan produk kepemilikan organisasi atau lembaga lain (Cahyono, 1998).

Komoditas pertanian mempunyai sifat khusus dalam pemasaran. Produk pertanian bersifat segar dan mudah rusak sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Produk pertanian juga lebih mudah terserang hama dan penyakit sehingga diperlukan pemasaran yang sesegera mungkin untuk menghindari kerusakan yang lebih besar. Selain itu, produk pertanian bersifat lokal atau kondisional. Artinya, tidak semua produk pertanian dapat dihasilkan dari satu lokasi melainkan dari berbagai tempat. Oleh karena itu, sistem pemasaran sangat penting artinya untuk menyalurkan hasil pertanian yang biasanya dihasilkan di desa untuk dapat dinikmati masyarakat kota (Soekartawi, 2002).

Menurut Soekartawi (2001), beberapa sebab terjadinya mata rantai pemasaran hasil pertanian yang panjang dan produsen (petani) sering dirugikan adalah sebagai berikut : (1) Pasar yang tidak bekerja secara sempurna (2) Lemahnya informasi pasar (3) Lemahnya produsen (petani) memanfaatkan peluang pasar (4) Lemahnya posisi produsen (petani) untuk melakukan penawaran

(5) Produsen (petani) melakukan usahatani tidak didasarkan pada permintaan melainkan karena usahatani yang diusahakan secara turun-temurun.

Kegiatan pemasaran berkaitan erat dengan lembaga pemasaran, dimana lembaga pemasaran tersebut berperan untuk menghubungkan produsen dengan konsumen. Adanya lembaga pemasaran akan terbentuk margin harga akibat dari biaya pemasaran yang dikeluarkan. Selain itu, adanya lembaga pemasaran ini akan lebih mempermudah atau mempercepat proses pemasaran.

b. Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi- fungsi pemasaran, serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran. Lembaga pemasaran ini dapat digolongkan menurut penguasaannya terhadap komoditi yang dipasarkan dan bentuk usahanya, meliputi agen perantara, makelar, pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, importir, dan asuransi pemasaran (Sudiyono, 2002).

Dokumen yang terkait

PERUBAHAN MORFOLOGI DAN SITOLOGI LIMA VARIETAS KEDELAI (GLYCINE MAX (L.) MERRILL) DENGAN PERLAKUAN PEMBERIAN PUPUK POSPHAT

0 1 38

PENGARUH MINYAK JINTAN HITAM DALAM MENCEGAH PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL LDL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 73

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi dengan judul : “ ANALISIS PENGARUH INFORMASI PENGUMUMAN RIGHT ISSUE TERHADAP PERUBAHAN VOLATILITAS HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN ” (Studi pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2000 – 2007 )

0 0 54

ANALISIS KAPASITAS BALOK DAN KOLOM PADA STRUKTUR PORTAL B AJA MENGGUNAKA N BALOK KOMPOSIT

0 0 21

ANALISIS PELAKSANAAN KURIKULUM KTSP PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK PEMESINAN DI SMK MURNI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 20082009

0 1 62

KAJIAN PENGARUH KONSUMSI AIR BERSIH PDAM TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA

0 0 72

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT pada murid SD Negeri 1 Kota Subulussalam Tahun 2011

2 0 61

PENGARUH PEMBERIAN JUS BUAH DELIMA (Punica granatum) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 51

ANALISIS USAHA TERNAK ITIK DI KABUPATEN SUKOHARJO

0 0 75

HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI POLI SARAF RSUD DR.MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 67