DINAMIKA ISLAM DI BRUNEI DARUSSALAM

BAB V DINAMIKA ISLAM DI BRUNEI DARUSSALAM

Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang makmur di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan negara Malaysia. Brunei memiliki ukuran wilayah yang tidak begitu luas, diperkirakan hanya seluas 2,227 mil persegi. Penduduknya juga relatif sedikit, diperkirakan berjumlah 360.000. Mayoritas penduduknya adalah Melayu, sebagian lainnya adalah pendatang seperti Cina. Pemerintah tidak menerbitkan data lengkap tentang penganut agama, namun satu sumber menyebutkan bahwa 67,2 % penduduknya Muslim 296 ; 13% Budha, 10% Kristen; dan 10% lainnya menganut keyakinan lainnya. Sekitar 20% penduduk adalah etnis Cina, dimana diperkirakan sebagian

296 . Pew Research Center’s F⌠rum ⌠n Religi⌠n & Public Life , Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World’s Muslim Population, (Washington DC, October 2009) hlm. 28.

di antaranya menganut Kristen (Anglikan, Katolik dan Methodists) dan sebagian lainnya menganut agama Budha. Juga terdapat sejumlah tenaga kerja yang berasal dari Australi, Inggris, Filipina, Indonesia, dan Malaysia yang menganut Islam, Kristen dan Hindu. 297 Sebagai tempat ibadah, di Brunei terdapat 101 mesjid, 7 buah gereja, sejumlah kelenteng Cina dan 2 buah candi.

Negara kaya yang menumpukan perekonomiannya pada sektor minyak bumi dan gas ini, menerapkan sistem politik monarki absolut, dimana keluarga raja bertindak selaku pemegang kepemimpinan kerajaan. Situasi politik di negara ini kelihatan sangat tenang. Hal ini dikarenakan selain ukuran wilayahnya yang kecil dan jumlah penduduk yang terbatas, juga disebabkan oleh tidak adanya demokrasi politik.

Islam menjadi agama resmi Negara Brunei Darussalam, karena itu mendapat perlindungan dari negara. Pemerintah juga sangat mendukung perkembangan dan kemajuan Islam, dimana Sultan Brunei menjadi kepala agama di tingkat negara. Pemberlakuan kebijakan di bidang agama dan lain-lain sangat dimungkinkan karena sistem politik tradisional yang diterapkan Brunei serta tidak adanya demokrasi politik. Brunei juga terkenal sangat selektif dan berhati-hati terhadap pengaruh dari luar, sehingga mendukung dan menjaga kemapanan tradisi masyarakat feodal yang diterapkan. Sebagian besar Muslim di negara ini adalah Sunni yang menganut mazhab Syafi’i.

Brunei Awal Sejarah

297 . Bandingkan dengan hasil sensus penduduk tahun 2005 yang melaporkan bahwa penduduk Brunei berjumlah 372,361 jiwa, dimana 67%

(249,481 orang) di antaranya menganut Islam. Lihat Wikipedia, the free encyclopedia .

Islam diperkirakan telah datang ke Brunei sejak abad ke-15. Catatan Portugis oleh de Brito tahun 1514, menyatakan bahwa raja Brunei masih belum masuk Islam tetapi para pedagangnya sudah Muslim. Laporan lain menyebutkan ketika Pegaffeta mendarat di pantai Brunei tahun 1521, ia telah melihat adanya kota dengan penduduk yang padat. Sultan tinggal di sebuah pemukiman yang dikelilingi benteng. Pendatang disambut dengan upacara kebesaran. Walaupun memberikan dukungan kepada Muslim, tetapi raja Awang Alak Betatar baru memeluk Islam pada masa kemudian dan diberi gelar Sultan Muhammad Shah (1363-1402). 298 Dialah sultan Brunei pertama dan penguasa Brunei saat ini merupakan keturunannya. Secara tradisional, sultan bertanggung jawab terhadap penegakan tradisi Islam, meski tanggung jawab tersebut biasanya secara resmi didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk.

Pada tahun 1402, Sultan Muhammad Syah digantikan oleh Sultan Ahmad (1408-1425). Meski namanya tidak disebutkan dalam Salasilah Raja Raja Brunei (Laws and Regulations of Bruneian Kings ), namun tercatat dalam sejarah Cina. Pada tahun 1406, misalnya, ia mengirim seorang Duta ke Cina yang dikenal dengan Ma-na-je-ka-na. Dia juga pernah menjadi pemimpin delegasi dari Brunei ke Cina. 299 Ia meninggal tahun 1425.

298 . P.M. Holt, Ann K.S. Lambton & Bernard Lewis (ed.), The Cambridge History of Islam, (New York: Cambridge University Press, 1970),

hlm. 128-129. 299 . Nampaknya selama periode sultan pertama dan kedua,

terdapat hubungan dagang dan hubungan kerajaan antara Brunei dan Cina, dimana pada periode itu, pangeran Ming, Ong Sum Ping (belakangan dikenal dengan Pangeran Maharaja Lela) menikah dengan putri Sultan Muhammad.

Dengan Islam, Brunei mempertegas dan memperluas perannya sebagai kekuasaan dagang yang kuat dan independen. Usaha dagang

Brunei dan wilayah kekuasaannya bertambah bersamaan dengan penyebaran Islam yang meliputi kerajaan-kerajaan Melayu di Borneo dan Filipina. Selama penyebaran Islam tahap awal, banyak ulama Arab yang menikah dengan keluarga kerajaan Brunei. Yang sangat terkenal di antaranya adalah Syarif Ali dari Taif yang kemudian menikah dengan saudara perempuan sultan Brunei kedua. Syarif Ali berikutnya naik tahta sebagai Sultan Brunei ketiga ⌡ada tahun 1425. “Darussalam” adalah term Arab yang ditambahkannya pada kata Brunei, berarti negeri yang damai, untuk menegaskan Islam sebagai agama resmi negara dan untuk meningkatkan syiarnya. Dialah orang pertama yang mendirikan mesjid dan memperkuat keyakinan Islam di Brunei. Dia juga yang memulai membangun Kota Batu (Stone Fort), bagian timur kota Brunei, sekarang dikenal dengan Bandar Seri Begawan. Syarif Ali yang juga dikenal dengan Sultan Berkat digantikan putranya Sultan Sulaiman, (1432-1485). Ia melanjutkan pembangunan Kota Batu dan menyebarkan ajaran Islam. Ia dikenal sebagai Adipati atau Sang Aji Brunei. Ia turun tahta tahun 1485 dan meninggal tahun 1511.

Brunei mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan sultan ke-5, Nakhoda Ragam, yang bergelar Sultan Bolkiah (1485-1584). Ia berhasil menaklukkan seluruh Borneo sampai bagian utara Luzon, kepulauan Filipina. Di bawah kepemimpinannya, Ia membentuk angkatan perang. Ibu kota Brunei kemudian dibuatkan benteng keliling Brunei mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan sultan ke-5, Nakhoda Ragam, yang bergelar Sultan Bolkiah (1485-1584). Ia berhasil menaklukkan seluruh Borneo sampai bagian utara Luzon, kepulauan Filipina. Di bawah kepemimpinannya, Ia membentuk angkatan perang. Ibu kota Brunei kemudian dibuatkan benteng keliling

Sultan Bolkiah digantikan putranya Sultan Abdul Kahar (1524-1530), seorang yang saleh dan disinyalir memiliki kekuatan supranatural (keramat). Pada tahun 1521, Ferdinand Magellan dan Antonio Pigafetta menemuinya, dimana saat itu ia masih menjabat sebagai Pemangku Sultan. Pada masanya, banyak ulama yang dating ke Brunei untuk menyebarkan ajaran Islam. Ia turun tahta pada tahun 1530 dan dikenal sebagai Paduka segi Begawan Sultan Abdul Kahar.

Dalam sejarahnya, kekuasaan kesultanan Brunei sangat kuat dari abad ke-14 hingga abad ke-16. Pengaruh Eropa secara berangsur-angsur mengakhiri kekuasaan Brunei. Brunei pernah mengalami perang singkat dengan Spanyol yang menyebabkan ibu kota Brunei diduduki Spanyol. Meski pada akhirnya kesultanan memenangkan perang dengan Spanyol namun banyak

wilayah kekuasaannya yang hilang. Kemunduran kerajaan Brunei mengalami puncaknya pada abad 19, ketika Raja Putih dari Serawak menguasai sebagian wilayah kekuasaan Brunei, hingga hanya menyisakan wilayah seperti sekarang ini. Brunei kemudian dijajah oleh Inggris. Meski tidak melepaskan kedaulatannya kepada Inggris, namun

300 . From Wikipedia, the Free Encyclopedia.

perjanjian tahun 1888, menjadikan Kesultanan Brunei sebagai wilayah protektorat Inggris. Urusan dalam negeri ditangani oleh Sultan, sedangkan urusan pertahanan negara, keamanan dalam negeri dan hubungan luar negeri menjadi tanggung jawab kerajaan Inggris. Dalam prakteknya Inggris tetap mencampuri urusan dalam negeri Brunei. Hal ini karena Brunei mau menerima penasehat Inggris, yang memberikan nasehatnya selain menyangkut persoalan agama. Agama tetap memainkan peranan penting dalam masyarakat. Demikian juga bahasa Melayu tetap menjadi media komunikasi dan pengajaran agama dalam masyarakat Muslim Brunei.

Perkembangan Kontemporer Islam di Brunei

Brunei memperoleh kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1984. Konstitusi Brunei menegaskan bahwa agama resmi Brunei Darussalam adalah Islam mengikut mazhab Shafi’i. Meski agama lain seperti Kristen, Budha, dan Hindu dapat dianut dan dilaksanakan secara damai dan harmonis, namun pemerintah menegaskan sejumlah batasan bagi pemeluk agama non-Islam, antara lain pelarangan bagi non-Muslim untuk menyebarkan ajaran agamanya. Akhir Tahun 2000 dan 2001 pemerintah menahan beberapa orang Kristen, karena dugaan aktivitas subversif (bawah tanah). Mereka akhirnya dilepaskan pada bulan Oktober 2001 setelah bersumpah setia pada Sultan. Tidak dibenarkan satu sekolahpun, termasuk sekolah swasta mengajarkan ajaran agama selain Islam, termasuk materi perbandingan agama. Selain itu, seluruh sekolah termasuk sekolah Cina dan Kristen diharuskan mengajarkan materi pelajaran Islam kepada seluruh siswanya.

Berbagai pemeluk agama hidup berdampingan secara damai, namun interaksi gereja terhalang oleh etos Islam yang dominan yang tidak memperbolehkan pemeluk Islam mempelajari keyakinan agama lain. Pada saat yang sama, tokoh-tokoh Islam mengorganisir sejumlah kegiatan untuk mengajarkan dan menyebarkan Islam yang mereka istilahkan dengan “dial⌠g” meski dalam kenyataannya hanya berbentuk informasi satu arah.

Kerajaan Brunei dikenal menganut ideologi kerajaan Islam Melayu atau Melayu Islam Beraja (MIB). Berbagai pertemuan dan acara seremonial dittutup dengan doa. Pada setiap upacara kenegaraan, non-Muslim diharuskan memakai pakaian nasional yang mencakup tudung kepala bagi perempuan dan kopiah bagi laki-laki, kostum yang relatif identik dengan busana Muslim. Seperti yang ditegaskan oleh Sultan Haji Hassanal Bolkiah Muizzaddin wa D aulah mengawali tahun 1991: “Melayu Islam Beraja harus menegaskan identitas dan citra Brunei Darussalam yang kokoh di tengah-tengah negara non-sekuler lainnya di dunia”. Sebuah surat kabar resmi pemerintah menjelaskan tentang Melayu Islam Beraja sebagai berikut:

“Kerajaan Islam Melayu menyerukan ke⌡ada masyarakat

kepada rajanya, melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta menjalani kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat sejati bangsa Melayu Brunei Darussslam, termasuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa utama”. 301

untuk

setia

Seiring dengan penekanan akan urgensi Melayu Islam Beraja (MIB) sebagaimana ditegaskan pemerintah,

301 . Brunei Darussalam Newsletter, 15 July 1991, hlm. 8.

awal tahun 1991 ditandai dengan bermacam perayaan peristiwa-peristiwa keagamaan, mulai dari Isra’ mi’raj Nabi Muhammad, perayaan Nuzul Quran, perayaan hari Raya Idul Fitri, memperingati tahun baru Hijrah, serta keikutsertaan Brunei dalam berbagai forum Islam regional dan internasional, misalnya dengan menjadi tuan rumah Pertemuan Komite Eksekutif Dewan Dakwah Islam Regional Asia Tenggara, menghadiri pembukaan Festival Budaya Islam di Jakarta, serta menghadiri konferensi Organisasi Konferensi Islam (OKI). Di sisi lain, pemerintah melarang jual beli minuman keras. Sultan juga melarang pergerakan al-Arqam yang dinilai banyak kalangan sebagai gerakan yang menyebarkan ajaran sesat. Hal ini mencerminkan kokohnya pendirian pemerintah dalam menghadapi organisasi sempalan Islam. Lebih jauh, besarnya perhatian Sultan terhadap aktivitas-aktivitas keislaman seperti dikemukakan di atas, dapat diinterpretasikan sebagai dukungan pemerintah terhadap proses islamisasi dimana berperan sebagai tali penghubung antara, dan juga sebagai perwujudan dari Islam dan kultur Melayu Brunei.

Karena itu, MIB, nampaknya dapat digambarkan sebagai upaya pemerintah untuk membangun sebuah ideologi nasional serta mengartikulasikan budaya nasional sehingga diharapkan dapat memberikan arah dalam mengelola perubahan sosial yang cepat, dan dalam pembangunan bangsa. Melayu Islam Beraja berkaitan erat dengan evolusi adat istiadat dan tradisi Melayu Brunei. Melalui MIB, pemerintah menginginkan agar nilai-nilai budaya Melayu dan norma Islam dijalankan. Acara-acara upacara keagamaan yang banyak tertera dalam kalender Muslim memberikan gambaran tentang bagaimana ideologi nasional itu diungkapkan dalam kehidupan berbangsa.

Dalam aspek hukum, hukum Brunei mencakup pelarangan khalwat (hubungan intim namun tidak sampai melakukan zina antara dua jenis kelamin di luar hubungan pernikahan) dan larangan mengkonsumsi minuman yang memabukkan. Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan oleh pejabat agama, sepanjang bulan Juli 2005 hingga April 2006 terdapat 389 kasus khalwat. Sebagian besar ditahan dan mendapat hukuman. Pejabat agama selalu melakukan razia makanan tidak halal dan mengandung alcohol. Mereka melakukan monitoring ke sejumlah restoran dan supermarket untuk memastikan bahwa yang mereka sajikan adalah makanan halal. Pegawai restoran yang ketahuan melayani Muslim makan di siang hari Ramadhan juga dapat diperkarakan dan dihukum.

Selain itu, posisi sentral Islam lagi-lagi diperkuat dengan didirikannya Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB) atau Dana Amanah Islam Brunei, yaitu lembaga finansial ⌡ertama di Brunei yang dijalankan berdasarkan syari’at Islam. Di antara tujuan TAIB adalah mengelola dana TAIB, dan kemudian mendukung investasi dan perdagangan yang meliputi investasi di bidang bursa dan pasar uang, berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi ndan industry baik di dalam maupun di luar negeri, dan menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang akan diatur secara berkala. Lemabaga ini beroperasi melalui sistem tabungan dan tabungan itu kemudian diinvestasikan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada investor pada periode tertentu setelah dipotong zakat dan biaya manajemen TAIB. 302

302 . Moeflich Hasbullah (ed.), Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam, hlm. 249.

Pada upacara pembukaan TAIB, Sultan menyatakan bahwa Brunei sedang berusaha untuk mendirikan bank Islam. Dia menyatakan bahwa Bank Internasional Brunei dapat menjadi model pertama untuk bank Islam di negeri tersebut. Kesimpulannya, aktivitas-aktivitas ini berfungsi untuk memperkokoh posisi sentral Islam, baik sebagai komponen penting dalam ideologi nasional maupun sebagai prinsip yang mengatur kehidupan sehari-hari. 303

Lemahnya sumber daya manusia masih menjadi salah satu persoalan yang masih dihadapi Brunei –seperti yang sering disinggung oleh menteri kabinet dan pejabat pelayan masyarakat lainnya. Hal ini semakin terasa terutama bila dikaitkan dengan tantangan mengelola perubahan dalam konteks pembangunan nasional. Lemahnya SDM dapat dilihat sebagai salah satu faktor kausal mengapa Brunei dihadapkan pada peningkatan pengangguran, dan beberapa pekerjaan tertentu masih mempekerjakan orang asing. Solusi utama yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan memberikan pelatihan pada generasi muda. Bahasa Melayu dan Inggris juga mendapat penekanan dalam pendidikan di Brunei. Semua disiplin ilmu utama setelah tiga tahun dari pendidikan dasar diajarkan dalam bahasa Inggris. Penekanan pada bahasa Inggris ini diimbangi dengan pengajaran MIB, seperti pendidikan moral dan pengajaran agama Islam di sekolah. Mahasiswa juga diwajibkan untuk mempelajari materi MIB selama satu tahun.

Dalam rangka melahirkan SDM yang mumpuni, di Brunei terdapat sejumlah lembaga pendidikan, antara lain, Universitas Brunei Darusslam (UBD). Universitas ini berdiri

303 . Ibid.

sejak tahun 1985. Tahun 1991 tercatat, universitas ini telah menghasilkan 500 sarjana. Tahun 1991 sebuah Memorandum of Understanding (MoU) telah ditandatangani dengan UTM untuk memperkuat kerjasama dalam bidang pendidikan dan pelatihan.