AKAR MASALAH KORUPSI PBJ DI INDONESIA

3.2 AKAR MASALAH KORUPSI PBJ DI INDONESIA

Banyak istilah yang digunakan untuk pengertian analisis pohon masalah. Miller (2004) dalam Scarvada (2004) menggunakan istilah issues trees. Lebih lanjut, Miller menyatakan issues trees merupakan pendekatan yang membantu merinci suatu masalah ke dalam komponen-komponen penyebab utama dalam rangka menciptakan rencana kerja proyek. Silverman dan Silverman (1994) menggunakan istilah tree diagram dan menyatakan diagram sistematik atau diagram pohon dirancang untuk mengurutkan hubungan sebab-akibat. Modul Pola Kerja Terpadu (2008) menggunakan istilah pohon masalah yang merupakan bagian dari analisis pohon. Analisis pohon adalah suatu langkah pemecahan masalah dengan mencari sebab dari suatu akibat. Lebih lanjut, Modul Pola kerja Terpadu menguraikan pohon masalah sebagai suatu teknik untuk mengidentifikasi semua masalah dalam suatu situasi tertentu dan memperagakan informasi ini sebagai

rangkaian hubungan sebab akibat. 40

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, terdapat beberapa poin penting mengenai pengertian analisis pohon masalah:

1. Analisis pohon masalah merupakan suatu alat atau teknik atau pendekatan untuk mengidentifikasi dan menganalis masalah.

2. Analisis pohon masalah menggambarkan rangkaian hubungan sebab akibat dari beberapa faktor yang saling terkait.

3. Alat atau teknik analisis pohon masalah umumnya digunakan pada tahap perencanaan

Diagram pohon masalah:

Masalah Utama

Masalah Pokok / Penyebab

Masalah Spesifik/ Penyebab

Dalam mendefinisikan akar masalah korupsi pada PBJ, peneliti menarik kesimpulan dari kajian pustaka pada bab sebelumnya dan hasil FGD telah dilakukan. FGD yang dilakukan pada bulan April 2014, mengundang beberapa pakar PBJ yaitu:

No Pakar

Lembaga

Kepakaran

1 Prof. Sogar

Hukum Perdata (Regulasi PBJ Simamora

FH Unair, Surabaya

di Indonesia)

2 Agus Rahardjo

LKPP (Kepala LKPP)

Kebijakan dan pelaksanaan PBJ di Indonesia

3 Setya Budi Arijanta

LKPP (Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Umum Pengadaan)

4 Robertus Dedeo

Penyidik Polri (Mantan Penyidik KPK)

Penyidikan pada kasus korupsi PBJ

5 Dedi Irianto

Kabag Bina Program Pemko Surabaya

Bestpractise pelaksanaan e- procurement di Kota Surabaya

6 Agus Imam Sonhaji Bappeda Pemko Surabaya

7 Hayie Muhammad

Indonesia Procurement Watch (IPW)

Pelaksanaan PBJ di Indonesia

8 Siswo Sujanto

Mantan Sesditjen Perbendaharaan

Keuangan Negara

Dari FGD akar masalah korupsi PBJ tersebut, para pakar menyampaikan pandangannya masing-masing dan berikut kesimpulan dari FGD yang dilakukan:

 PBJ merupakan kejahatan yang kompleks dan sulit dibuktikan karena tersamarnya para pelaku dan

juga korban. Selain itu karena sering kali penyimpangan ini ditutup – tutupi.  Perbaikan Sistem Pengadaan Barang dan Jasa tidak dapat berdiri sendiri, karena sistem PBJ merupakan bagian dari sistem lainnya (Sistem penganggaran, sistem birokrasi, sistem penggajian,

dst).

A. Permasalahan Pokok pada Pengadaan Barang dan Jasa

I. Permasalahan (Kelemahan) dari sisi regulasi:

1. Aturan PBJ yang ada status hukumnya tidak kuat, hanya setingkat perpres sehingga:

a. Tidak dapat memberikan mekanisme sanksi yang tegas (baik sanksi pidana, sanksi administrasi, maupun sanksi perdata).

b. Berbenturan dengan peraturan yang lebih tinggi pada sektor lain, sehingga tidak dapat mengatur PBJ pada sektor lain tersebut.

2. Aturan yang ada belum dapat mendeteksi adanya afiliasi yang terjadi dalam proses pengadaan Barang

dan Jasa (misalnya: afiliasi antara penyedia dengan panitia, afiliasi antar penyedia, afiliasi antara pemegang kewenangan dengan penyedia dan penitia, dst)  prinsip kompetisi tidak terjadi.

3. Aturan blacklist tidak diatur dengan tegas, kapan harus diblacklist dan siapa yang berhak memblacklist.

II. Permasalahan (Kelemahan) dari sisi pelaksanaan (operasional) PBJ:

1. Proses pengawasan yang lemah sehingga terjadi korupsi.

2. Belum ada lembaga independen terkait sanggah dan banding yang terjadi dalam proses pelaksanaan PBJ.

3. Sistem e- pro ure e t ya g ada juga asih isa di akali , asih a yak pera a usia di sa a

sehingga bisa menjadi celah.

4. Perusahaan-perusahaan yang ada banyak yang tidak capable, broker, virtual.

III. Kelemahan dari sisi kelembagaan:

1. LKPP kewenangannya masih terbatas

2. Belum ada lembaga independen yang menyelesaikan sengketa PBJ

3. Perlu ada lembaga yang memberikan penilaian terhadap suatu barang.

IV. Permasalahan dilihat dari sudut pandang pengangaran (APBN)

1. Terjadi kongkalingkong sejak dari awal proses perencanaan anggaran (sudah menunjuk penyedia

jasanya).

2. Permasalahan PBJ paling banyak frekuensi kejadiannya ditengarai di proses APBN-P

3. Proses penganggaran APBBN-P perlu diatur lebih ketat karena ini yang biasanya terjadi korupsi.

V. Permasalahan dari sisi integritas dan transparansi

1. Menyangkut sistem antikorupsi dan sarana IT seperti eproc dll

2. Minimnya iIntegritas panitia pengadaan dan kalangan berwenang dalam proses pelaksanaan PBJ.

B. Solusi dan Harapan

I. Solusi Jangka Pendek - Perubahan ketentuan dalam APBN –P, dimana dalam pelaksanaanya tidak merubah UU APBN (tidak menambah jumlah proyek, hanya merevisi anggaran). - KPK mendorong adanya system yang e-proc dijalankan oleh seluruh K/L/O/P, penggunaan selama ini belum 100% (saat ini baru berjalan Pusat 31%, Provinsi 41% dan Kab/Kota 32%) - Penguatan panitia pengadaan (ULP berkualitas, PPTK berkualitas, pemilihan vendor yang tepat) yang sangat berperan dalam eksekusi pengadaan.

II. Solusi Jangka Panjang - Pembentukan UU PBJ, yang dapat dengan tegas mengatur sanksi (Pidana, Perdata dan Aministrasi). Selain itu agar tidak terjadi benturan dengan peraturan – peraturan lainnya. - KPK mendorong agar system yang berlaku di Surabaya (mulai ebudgeting – ePerformance) di copy-kan ke Pusat - Pengoptimalkan e-katalog (saat ini hanya 500 item), diharapkan dorongan kepada semua produsen untuk mau membuka harga yang sebenarnya. Selain itu diharapkan perlu ada lembaga yang memberikan penilaian terhadap suatu barang. - Kewenangan sanksi dalam menerapkan Blacklist harus diperjelas.

- Harus ada ketentuan satu lembaga yang memiliki kewenangan menilai suatu barang, menguji dan menerbitkan kualitas barang yang memang dapat dibandingkan apple to apple.

III. Harapan pada Penegak Hukum - Penyidik dan TPU dapat mengangkat koorporasi sebagai tersangka, sehingga menimbulkan efek jera.

Dari studi pustaka pada bab sebelumnya dan hasil FGD tersebut, maka berikut matriks benang merah yang dapat diambil dari beragam pakar tersebut:

No Permasalahan

Kajian Pustaka

FGD

Regulasi 1. Sistem perundangan yang

1. Agus Rahardjo (Kepala berbenturan,

2. Agus Sonhaji (Bappeda tidak aplikatif.

tumpang tindih, tidak kuat,

DKI Jakarta

Pemko Surabaya), 3. Hayie

Muhammad (IPW), 4. Siswo Sujanto (Mantan Sesditjen Anggaran),

Penganggaran 1. Prof Sogar (Guru

Besar hukum Perdata), Tidak

2. Roberthus Dedeo mens

berintegritas

(ada

(Mantan Penyidik 1. stakeholder

rea) para

oknum

KPK), anggaran (DPR, K/L)

perencana

3. Hayie Muhammad (IPW),

4. Edi (JPU KPK ): 2. Proses

Pelaksanaan 1. Tidak

1. Kadek (JPU KPK), mens

2. Edi (JPU KPK): pelaksana PBJ

rea)

organisasi

2. Ada intervensi dari pihak 1. Roberthus eksternal untuk mengadakan

Dedeo (Mantan barang/jasa yang sebenarnya

Penyidik KPK) tidak

direncanakan

oleh

organisasi 3. Individu

1. Prof. Sogar (Guru berintegritas (koruptif dan

Besar Perdata),Siswo tidak independen

Sujanto (Mantan Sesditjen Anggaran), 2. Setya (LKPP)

4. Roberthus Dedeo pelaksana pengadaan

4. Kelemahan sistem

(Mantan Penyidik

3. Purwanto

KPK), 5. Hayie Muhammad (IPW)

5. Keterbatasan informasi harga

1. Siswo Sujanto (Mantan pasar yang menjadi rujukan

Marbun

Sesditjen Anggaran), standar pemerintah dalam

2. Kadek (JPU KPK), penyusunan HPS.

3. Agus Sonhaji (Bappeda Pemko Surabaya), 4. Roberthus Dedeo (Mantan Penyidik KPK)

6. Terdapat kolusi

1. Prof. Sogar (Guru penyedia yang membatasi

diantara

1. Marbun;

Besar Perdata), kompetisi:

2. Purwanto

3. OECD;

2. Hayie Muhammad (IPW)

7. Sistem screening di K/L tidak

OECD

menyaring vendor

mengerjakan PBJ 8. Intervensi pengusaha atau

1. Hayie Muhammad politisi

(IPW), menteri, kepala daerah) pada

(anggota

dewan,

2. A.Damanik (Penyidik 2. A.Damanik (Penyidik

KPK), 3. Larto (Kepala Bagian ULP KPK)

Pengawasan Pengawasan tidak dilakukan

1. Hayie Muhammad 1. secara

1. Purwanto;

(IPW) reaktif

Sehingga, jika digambarkan dalam pohon masalah, berikut adalah gambarannya:

Akar Masalah Korupsi Rendahnya Kualitas

Barang/Jasa

Pada PBJ Pemerintah

Kerugian

Rendahnya nilai

EFFECTS

Keuangan

Manfaat yang

Negara

didapatkan

CENTRAL

TINGGINYA KORUPSI

PROBLEM

PADA PBJ PEMERINTAH

Pelaksanaan

Pengawasan

CAUSES

Penganggaran

1. Tidak

3. Individu yang

6. Kolusi diantara

Regulasi tidak dilakukan

1. Tidak

(ada mens rea)

(koruptif dan

screening di K/L secara proaktif,

(ada mens rea)

pelaksana PBJ

tidak independen

tidak menyaring sifatnya reaktif

vendor yang Sistem

para oknum

4. Kelemahan

berintegritas perundangan yang

2. Ada intervensi

stakeholder

dari pihak

sistem SDM

8. Intervensi berbenturan,

perencana

eksternal untuk

5. Keterbatasan

pengusaha/ politisi multitafsir, tumpang

(anggota dewan, tindih, tidak kuat,

anggaran (DPR,

mengadakan

informasi harga

pasar (standar

menteri, kepala tidak aplikatif.

K/L)

barang/jasa yang

pemerintah

2. Proses

sebenarnya tidak

dalam

daerah) pada

proses pemilihan

tidak transparan

oleh organisasi

HPS.