Report Kajian Pengadaan Barang dan Jasa

Direktorat Penelitian dan Pengembangan

Kajian ini dilakukan sebagai upaya solutif pencegahan untuk menekan tingginya angka tindak pidana korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kajian ini menelaah pengadaan barang dan jasa sebagai sub sistem kecil dari sistem belanja pemerintah melalui APBN/APBD. Ruang lingkup kajian berfokus pada pengadaan barang dan jasa pemerintah dari sisi regulasi, kelembagaan, pelaksanaan/operasionalisasi, juga terkait integritas dan transparansi. Selain itu kajian ini juga menelaah tentang penganggaran APBN/APBD sebagai induk atau hulu dari sistem belanja pemerintah melalui APBN/APBD yang sangat mempengaruhi proses Pengadaan Barang dan Jasa

Komisi Pemberantasan Korupsi

Pemerintah.

LAPORAN HASIL KAJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

DIPA LITBANG

093.01.1.626397/2014 tanggal 5 Desember 2013

Program

093.01.06 Program Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Kegiatan

3848. Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan KPK, serta Pengkajian Sistem Pengelolaan Administrasi di Semua Lembaga Negara dan Pemerintah

Sub Kegiatan

3848.001.001.013 Kajian

KEDEPUTIAN BIDANG PENCEGAHAN DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN ANGGARAN 2015

DAFTAR DEFINISI DAN ISTILAH

Pengadaan Barang dan Jasa

PBJ Rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh

APBN (Anggaran Pendapatan

Dewan Perwakilan Rakyat

dan Belanja Negara) Rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh

APBD (Anggaran Pendapatan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dan Belanja Daerah) Aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi,

APIP (Aparat Pengawas Intern pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan Pemerintah)

tugas dan fungsi organisasi Kerangka analisis yang dirancang untuk mengidentifikasi dan

CIA (Corruptin Impact menghilangkan faktor penyebab korupsi pada peraturan perundang- Assessment)

undangan (OECD, 1990) 3

Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan E-Procurement (Pengadaan

teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan secara elektronik)

perundang-undangan. Tata cara pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka

E-Tendering dan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan Sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis

E-Catalogue dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik

E-Purchasing Suatu Proses pengumpulan Informasi suatu masalah tertentu yang sangat

FGD (Focus Group Discussion) spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2007) 4 Harga yang disusun berdasarkan harga pasar setempat, Informasi biaya

HPS (Harga Perkiraan Sendiri) satuan oleh BPS, asosiasi terkait atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, pabrikan atau agen tunggal, yang disusun sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi 28 hari sebelum pengadaan. Pintu gerbang sistem informasi elektronik yang terkait dengan informasi

INAPROC (Portal Pengadaan Pengadaan Barang/Jasa secara nasional yang dikelola oleh LKPP Nasional)

Dokumen yang berisikan uraian pekerjaan yang akan dilaksanakan, KAK (Kerangka Acuan Kinerja)

Waktu pelaksanaan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, Spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan, Besarnya

3 The Corruption Impact Assessment is an analytical framework designed to identify and remove factors causing corruption in laws and regulations

4 Irwanto, 2007. Focus Group Discussion: Sebuah Pengantar Praktis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

total perkiraan biaya pekerjaan termasuk kewajiban pajak yang harus dibebankan pada kegiatan tersebut Instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja

K/L/D/I Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Kementerian/Lembaga/Satuan

(APBD)

Kerja Perangkat Daerah/Institusi)

Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau KPA (Kuasa Pengguna

ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD Anggaran)

Lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan LKPP (Lembaga Kebijakan

kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan Peraturan Presiden Pengadaan Barang/Jasa

Nomor 157 Tahun 2014

Pemerintah)

LPJK (lembaga Pengembangan Lembaga yang beranggotakan asosiasi perusahaan jasa konstruksi, Jasa Konstruksi)

asosiasi profesi jasa konstruksi, pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bidang jasa konstruksi; dan instansi Pemerintah yang terkait. Lembaga ini memiliki tugas melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi, melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja; melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi; mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi. Unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem

LPSE (Layanan Pengadaan pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik Secara Elektronik)

Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha Persekongkolan

lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol Pejabat

penggunaan anggaran PA (Pengguna Anggaran

pemegang

kewenangan

kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan

PPK (Pejabat Pembuat

barang/Jasa

Komitmen) personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan

Pejabat Pengadaan Langsung,Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing. panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa

PPHP (Panitia/Pejabat

dan menerima hasil pekerjaan

Penerima Hasil Pekerjaan) Rencana yang berisi kegiatan dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang

RUP (Rencana Umum akan dibiayai oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I) sendiri dan/atau dibiayai berdasarkan

Pengadaan) kerja sama antar K/L/D/I secara pembiayaan bersama (co-financing) Seluruh Kegiatan yang dilakukan oleh LKPP untuk menentukan bahwa

Sertifikasi Keahlian Pengadaan seseorang telah memenuhi persyaratan kompetensi yang ditetapkan Barang dan Jasa Pemerintah

mencakup permohonan, evaluasi, keputusan sertifikasi, surveilen, dan sertifikasi ulang Aplikasi yang memuat data atau informasi kinerja penyedia

SIKaP (Sistem Informasi Kinerja barang/jasa. Informasi kinerja penyedia barang jasa meliputi data Penyedia) atau Vendor

atau informasi mengenai identitas, kualifikasi, serta riwayat kinerja Management System

penyedia. Informasi ini antara lain mencakup Identitas Pokok, Ijin Usaha, Pajak, Akta Pendirian, Pemilik, Tenga Ajli dan Pengalaman

Aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan berbasis Web (Web SiRUP (Sistem Informasi

based) yang fungsinya sebagai sarana atau alat untuk mengumumkan Rencana Umum Pengadaan)

RUP Teknik analisis dalam pemetaan dan pengukuran hubungan relasi antara

Social Network Analysis orang-grup-organisasi-komputer atau atribut pemroses informasi dan ilmu pengetahuan unit organisasi Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi yang

ULP (Unit Layanan Pengadaan) berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Sistem yang digunakan untuk mengakomodasi pelapor yang memiliki

Whistle blower system Informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan yang berindikasi pelanggaran yang terjadi di K/L/D/I masing-masing

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG KAJIAN

Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa, pemerintah dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah

berkewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuk berupa barang, jasa, maupun pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah juga memerlukan barang dan jasa itu dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa merupakan bagian yang penting dalam

penyelenggaraan pemerintahan. 5

Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah merupakan mekanisme belanja pemerintah yang memegang peranan penting dalam pemanfaatan anggaran negara. PBJ melibatkan jumlah uang yang sangat besar,

sehingga pemerintah disebut sebagai pembeli yang terbesar (the largest buyer) di suatu negara. 6 Anggaran PBJ setiap tahunnya menurut LKPP sekitar 40% dari APBN dan APBD 7 , sehingga pada tahun 2015 ini diperkirakan anggaran PBJ adalah sebesar 815,8 Trilyun dari total belanja APBN sebesar 2,039 Trilyun 8 . Sementara anggaran PBJ dari APBD tahun 2015 diperkirakan sebesar 405,1 Trilyun dari total belanja APBD

Tahun 2015 sebesar 1,012 Trilyun 9 .

Pengaturan yang dilakukan pada proses pelaksanaan PBJ semata-mata bertujuan agar PBJ dapat berjalan secara efisien, terbuka, kompetitif, dan terjangkau, sehingga tercapai output berupa barang atau jasa yang berkualitas. Dengan adanya barang atau jasa yang berkualitas, maka akan berdampak pda peningkatan

pelayanan publik. 10 Dalam rangka mencapai tujuan tersedianya output barang atau jasa yang berkualitas, pengaturan PBJ terus

menerus diperbaiki. Perbaikan menyeluruh dari aspek regulasi, pelaksanaan, dan kelembagaan. Satu, perbaikan dari sisi regulasi, sejak tahun 2000 pemerintah telah mengeluarkan aturan khusus mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah. Aturan khusus tersebut adalah Keppres 18 tahun 2000 yang bertujuan mengatur pengadaan barang dan jasa agar tercapai prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah

dan pelayanan masyarakat. 11

Peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah ini terus mengalami penyempurnaan seiring dengan kompleksnya pengadaan barang dan jasa. Hingga tahun 2012, aturan khusus mengenai pengadaan barang dan jasa ini telah mengalami 13 kali penyempurnaan. Aturan yang digunakan saat ini adalah Perpres 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

5 Simamora, Sogar. 2013. Hukum Kontrak: Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia. Wins & Partners Law Firm dan LbJ. Surabaya. Hal: 1.

6 Ibid. Hal: 4 7 Sumber: http://www.bappenas.go.id/berita-dan-siaran-pers/pembenahan-sistem-pengadaan-barang-dan-jasa-tingkatkan-daya-saing-

nasional/ diakses pada 28 November 2014 8 Sumber: http://www.kemenkeu.go.id/Publikasi/budget-brief-apbn-2015 diakses pada 20 November 2015 9 Sumber: http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/740.jpg diakses pada tanggal 20 November 2015

10 Sebagaimana tercantum dalam point a pertimbangan Perpres 54 tahun 2010. 11 Sebagaimana tercantum dalam bagian pertimbangan poin a Kepres 18 tahun 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Instansi Pemerintah.

Pemerintah. 12 Saat ini prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia mengedepankan 7 prinsip yaitu efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. 13

Pertimbangan dari dilakukannya perubahan peraturan-peraturan adalah (1) untuk meningkatkan transparansi dan kompetisi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara, (2) untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal dalam pelaksanaan sertifikasi bagi Pejabat Pembuat Komitmen dan panitia/pejabat pengadaan dalam rangka meningkatkan kompetensi keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah, karenanya dipandang perlu untuk mengatur kembali batas waktu kewajiban syarat sertifikasi bagi Pejabat Pembuat Komitmen dan panitia/pejabat pengadaan barang/jasa pemerintah, (3) agar pelaksaan pengadaan barang/jasa terlaksana dengan baik sesuai dengan konteks dan kondisi kebutuhan pengadaan barang/jasa.

Semangat menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih, salah satunya dengan adanya larangan melakukan KKN, seperti yang tercantum pada beberapa pasal pada Perpres No.54 Tahun 2010:

 Pasal 1 ayat 13 tentang pakta integritas (surat pernyataan yang berisi ikrar untuk mencegah dan

tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pengadaan barang/jasa)  Pasal 6 tentang etika pengadaan:

c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat

f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam pengadaan barang/jasa

g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara, dan

h. Tidak menerima, menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

 Pasal 83 ayat 3 huruf b dan c tentang;

b. PA/KPA menyatakan pelelangan /seleksi/pemilihan langsung gagal apabila pengaduan masyarakat adanya dugaan KKN yang melibatkan kelompok kerja ULP dan/atau PPK ternyata benar

dalam pelaksanaan Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung dinyatakan benar oleh pihak berwenang

c. dugaan KKN

 Pasal 118 tentang perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa yang dikenakan sanksi

Dua, selain perbaikan dari sisi aturan atau regulasi, dari sisi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia juga diperbaiki dengan yaitu dua cara; peningkatan kapasitas SDM dan pelaksanaan e- procurement. Terkait pembangunan kapasitas SDM telah dilakukan standarisasi kompetensi personil

pengadaan melalui program sertifikasi profesi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah 14 dan penetapan

jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah 15 .

Terkait dengan pembangunan sistem elektronik yaitu e-procurement, mulai tahun 2003 melalui Kepres 80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, setiap instansi mulai diperbolehkan menggunakan teknologi informasi dalam pengadaan. Pengadaan secara elektronik (e-procurement) bertujuan

12 Simamora, Op.Cit. Hal: 100-102. 13 Sebagaimana tercantum dalam pasal 5 Perpres 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 14 Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahannya 15 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 77 Tahun 2012 12 Simamora, Op.Cit. Hal: 100-102. 13 Sebagaimana tercantum dalam pasal 5 Perpres 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 14 Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahannya 15 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 77 Tahun 2012

dan (5) Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time. 16 Dengan demikian proses pengadaan secara elektronik ini diharapkan dapat menjamin terciptanya proses pengadaan barang dan jasa yang transparan, akuntabel, dan kompetitif.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 131 ayat (1) Perpres 54/2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah bahwa K/L/D/I wajib melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh paket-paket pekerjaan pada tahun anggaran 2011. Sehingga, seluruh K/L/D/I pada akhir 2013 telah menggunakan LPSE dalam proses pengadaan barang dan jasanya. Namun, tidak semua K/L/D/I memiliki LPSE sendiri, sebagian K/L/D/I menumpang pada LPSE instansi lain untuk alasan efisiensi mengingat paket pengadaan barang dan jasanya tidak banyak.

Tabel 1 Jumlah LPSE di Indonesia Per Oktober 2015

2013 2014 2015 LPSE System Provider

LPSE Service Provider

602 616 635 Provinsi terlayani

Jumlah LPSE

9 18 28 31 33 33 34 34 Instansi terlayani

(Sumber: LKPP 2015) Dari sisi transaksi, hingga Oktober 2015, telah terjadi transaksi lelang melalui LPSE senilai sekitar 766 triliun

dari sekitar 1.080 triliun nilai pagu lelang. Sedangkan dari e-purchasing (e-catalogue) telah terjadi transaksi sebesar 60 triliun hingga Oktober 2015.

Selain itu, yang ketiga perbaikan dari sisi kelembagaan terkait Pengadaan Barang dana Jasa juga dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 2005 pemerintah juga membentuk suatu lembaga pembuat kebijakan khusus untuk pengadaan barang dan jasa yaitu Pusat Pengembangan Kebijakan Barang/Jasa Publik (PPKPBJ). Kemudian lembaga ini diperkuat dengan dibentuknya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) melalui Perpres 106 tahun 2007.

Untuk melakukan pembenahan profesionalitas kerja operasional pengadaan, menghindari adanya konflik kepentingan, dan menghindari kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa di tingkat K/L/D/I, pemerintah juga mengharuskan setiap K/L/D/I membentuk ULP (Unit Layanan Pengadaan). Pembentukan ULP ini sebenarnya telah disinggung sejak Kepres 80 tahun 2003, namun bentuk dan kejelasannya belum secara tegas diatur dalam Kepres 80 tahun 2003. Barulah pada Perpres 54/2010 pada pasal 14 ayat 1 dan ayat 2.

Dari upaya-upaya tersebut, menunjukkan bahwa Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia telah banyak mengalami perbaikan dari beragam sisi; regulasi yang detail, sistem elektronik, dan kelembagaan yang fokus. Namun, hingga tahun 2015, kasus korupsi pengadaan barang dan jasa yang ditangani KPK tetap menunjukkan angka yang tertinggi (30.4% kasus dari 454 kasus yang ditangani KPK sejak tahun 2004). Angka tersebut dapat bertambah dari kasus penyuapan yang ditangani KPK, yang sebagiannya merupakan penyuapan pada PBJ.

16 http://eproc.lkpp.go.id/goto/tentang-e-procurement

Jumlah pengaduan masyarakat terkait PBJ ke KPK pun menunjukkan angka yang tinggi (hingga 2015 sekitar 12.693 pengaduan).

Tabel 2

Jenis Perkara yang Ditangani oleh KPK 2009-2015

JENIS PERKARA 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*) JUMLAH Pengadaan

2 12 8 14 18 16 16 10 8 9 7 10 138 Barang/Jasa Perijinan

0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 3 0 5 Proses KPK

JUMLAH

Sumber: KPK *) Data hingga Oktober 2015

Dari data yang dimiliki KPK, jumlah kerugian keuangan negara dari kasus PBJ yang ditangani KPK; hampir 1 Triliun. Survey yang dilakukan IPW pun menunjukkan bahwa +/- 93% pengusaha menyuap agar menang tender proyek PBJ (IPW, 2011). Hal yang senada diungkapkan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) yang merilis bahwa selama periode 2006 – 2012, dari 173 perkara yang sudah diputuskan, 56% atau 97 perkara diantaranya adalah terkait persekongkolan tender pengadaan barang dan jasa. Total nilai proyek dari 97 perkara tender ini adalah sebesar 12.35 triliun yang merupakan gabungan dari proyek swasta, BUMN, APBN,

dan APBD. Dari jumlah tersebut, telah terbukti terhadi pesekongkolan sebesar 8.6 Triliun. 17 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2014 terkait pengadaan barang

dan jasa adalah, terjadi kerugian negara sebesar Rp 43,62 miliar di 17 K/L akibat kekurangan volume pekerjaan, dan terjadi potensi kerugian negara senilai Rp 4,11 miliar akibat kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa pada 7 K/L. Selain itu, telah terjadi pemborosan keuangan negara sebesar 40,19

miliar pada 10 K/L dan ketidakefektifan senilai Rp69,17 miliar pada 11 K/L. 18 Sehingga timbul pertanyaan yang sangat mendasar, yaitu apa sebenarnya akar masalah Korupsi pada

Pengadaan Barang dan Jasa? Mengapa perbaikan yang sedemikian progresif pada Pengadaan Barang dan Jasa belum juga berhasil menekan tingkat korupsi yang terjadi pada Pengadaan Barang dan Jasa? Beranjak dari pemikiran-pemikiran di atas, KPK melaksanakan Kajian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Kajian ini dilakukan sebagai suatu upaya solutif untuk menekan tingginya angka tindak pidana korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

17 KPPU, 2012. Laporan Kinerja KPPU Tahun 2012: Periode Penguatan Perekonomian Melalui Persaingan Usaha. Halaman 11. 18 BPK RI, 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2014. Jakarta. Halaman 66-68.

1.2 DASAR HUKUM KAJIAN

Pelaksanaan kegiatan Kajian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dilakukan Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK dengan dasar hukum:

a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: - Pasal 6 huru f e: Ko isi Pe era tasa Ti dak Pida a Korupsi e pu yai tugas elakuka o itor terhadap pe yele ggaraa pe eri taha egara - Pasal ayat : Dala elaksa aka tugas super isi se agai a a di aksud dala pasal huruf , KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi,

da i sta si ya g dala elaksa aka pelaya a pu lik - Pasal e ye utka Dala elaksa aka tugas onitor sebagaimana dimaksud dalam pasal 6

huruf e, KPK berwenang untuk :

i. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;

ii. Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;

iii. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan

b. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: - Pasal a gka e ye utka Keua ga Negara adalah se ua hak da ke aji a egara ya g dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadika ilik egara erhu u g de ga pelaksa aa hak da ke aji a terse ut . - Pasal e ye utka : Keua ga Negara se agai a a pasal a gka eliputi pasal huruf i : Kekayaan pihak lain yang diperole h de ga e ggu aka fasilitas ya g di erika pe eri tah .

c. Dalam UNCAC pasal 12 yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi

e ye utka : “etiap Negara Peserta aji e ga il ti daka -tindakan, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukum nasionalnya, untuk mencegah korupsi yang melibatkan sektor swasta,

meningkatkan standar akutansi dan audit di sektor swasta, dan dimana diperlukan, memberikan sanksi perdata, administratif dan pidana yang efektif sebanding untuk kelalaian memenuhi tindakan-tindakan

terse ut .

d. Dokumen Rencana Strategis KPK 2011-2015: Point 6. Indikator Keberhasilan (Impact, Outcomes) dan Target; 6.1.Perspektif Pemangku Kepentingan (Stakeholder);

• Point 2. Fokus Area 2: Perbaikan Sektor Strategis terkait Kepentingan Nasional, meliputi: a)Ketahanan Pangan Plus:pertanian, perikanan, peternakan, plus pendidikan dan kesehatan;

b)Ketahanan Energi dan Lingkungan: energi, migas, pertambangan, dan kehutanan; c)Penerimaan: pajak, bea cukai dan PNBP; d)Infrastruktur.

• Point 7. Inisiatives Strategic (Program dan Kegiatan); 7.1.Perspektif Proses Internal (Internal Process); Unit 2: Deputi Pencegahan, Sasaran Strategis: Pencegahan Terintegrasi, Indikator

Keberhasilan: % Implementasi atas Rekomendasi yang diusulkan pada Sektor Strategis, Inisiatif Strategis: Kajian yang integral melibatkan mitra strategis, dan efisiensi birokrasi.

1.3 TUJUAN KAJIAN

Kajian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dilakukan selama 2 tahun dengan tujuan utama adalah untuk mendorong menutup celah potensi korupsi yang terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Tujuan khusus:

1. Memetakan akar masalah terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

2. Memetakan titik-titik rawan pada regulasi , pelaksanaan, pengawasan, dan penganggaran terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

3. Menyusun saran rekomendasi untuk menutup titik rawan pada pada pelaksanaan, pengawasan, dan penganggaran terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

4. Menyusun saran rekomendasi strategis terkait Pencegahan Korupsi pada Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara Nasional

1.4 RUANG LINGKUP KAJIAN

Ruang lingkup kajian meliputi:

1. Regulasi,

2. Operasionalisasi (pelaksanaan),

3. Penganggaran,

4. Pengawasan.

1.5 METODE KAJIAN

Kegiatan Kajian dilaksanakan sendiri oleh tim yang dibentuk oleh Direktur Litbang KPK, dengan melibatkan Pakar di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Secara garis besar berikut metode yang dipakai dalam kajian ini:

1.1 Studi Literatur 1.2 Wawancara

1. Mendalam

Pengumpulan Data Awal

1.3 FGD Pakar:

Akar Masalah Korupsi

Merumuskan Akar

PBJ di Indonesia

Masalah Korupsi PBJ

Saran dan

2.1 Penyusunan

Rekomendasi

Instrumen Kajian

Untuk Pencegahan Korupsi PBJ

2.2 Corruption

2.3 Verifikasi

2.4 Konfirmasi Pemerintah

Impact

hasil CIA

2. Field Review

Assesment (CIA)

kepada Pakar/

dengan kondisi

Regulasi PBJ

lapangan

Lembaga

2.5 Field Review instansi yang menjadi sampling

2.6 Konfirmasi

(mengikuti business

kepada

process)

Pakar/Lembaga

Temuan Potensi Masalah Pada Sistem Kasus Inkracht

3. Analisis

3.1.Analisis Hasil

KPK Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Field Review dan

Kasus Inkracht KPK

Secara detail, berikut metode yang dipakai dalam kajian ini:

1. Pengumpulan Data Awal: o Studi literatur dilakukan untuk melihat isu dan masalah dalam PBJ baik di dalam

maupun luar negeri. o Wawancara mendalam dilakukan terhadap beberapa pakar atau lembaga berikut:

No. Kegiatan

Narasumber

1 Diskusi dengan ULP KPK M. Ide Ambardi, Budi Haryanta (Fungsional ULP KPK)

2 Diskusi

Indonesian Hayie Muhammad (Direktur IPW) Procurement Watch (IPW)

dengan

3 Diskusi dengan Lembaga Kebijakan Setya Budi Arijanta (Direktur Pengembangan Strategi PBJ Pemerintah (LKPP)

dan Kebijakan Pengadaan Umum)

4 Diskusi dengan mantan Penyidik Robertus Dedeo (Penyidik Polri, Ahli kasus korupsi PBJ) KPK

5 Diskusi dengan penyusun naskah Prof. Hikmahanto Juwono (Guru Besar Fak. Hukum UI) akademis RUU PBJ

6 Diskusi dengan pakar hukum PBJ Prof. Sogar Simamora (Guru Besar Fak. Hukum Unair)

7 Diskusi

Bina Kabag dan Kasubag Bina Program dan Kasubag ULP Program dan ULP

dengan

Bagian

Kota Surabaya

8 Observasi ULP Kota Surabaya Kartiningrum (Sekretaris ULP Kota Surabaya)

9 Diskusi dengan Pakar Kebijakan Prof. Wahyudi (FISIP Universitas Gadjah Mada) Publik

10 Diskusi

Hukum DR. Mudzakkir (FH Universitas Islam Indonesia) Pidana

Hukum Adnan Paslidja (Widyaiswara Kejaksaan RI) Tipikor

dengan

Pakar

2. FGD (Focus Group Discussion) pakar untuk merumuskan akar masalah korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. FGD ini melibatkan 8 orang pakar eksternal dan 15 orang internal KPK. 8 orang pakar yang terlibat adalah:

No Pakar

Lembaga

Kepakaran

1 Prof. Sogar

Hukum Perdata (Regulasi PBJ Simamora

FH Unair, Surabaya

di Indonesia)

2 Agus Rahardjo

LKPP (Kepala LKPP)

Kebijakan dan pelaksanaan

3 Setya Budi

PBJ di Indonesia Arijanta

LKPP (Direktur Pengembangan Strategi

dan Kebijakan Umum Pengadaan)

4 Robertus Dedeo

Penyidik Polri (Mantan Penyidik KPK)

Penyidikan pada kasus korupsi PBJ

5 Dedi Irianto

Kabag Bina Program Pemko Surabaya

Bestpractise pelaksanaan e- procurement di Kota Surabaya

6 Agus Imam

Bappeda Pemko Surabaya

Sonhaji

7 Hayie Muhammad

Indonesia Procurement Watch (IPW)

Pelaksanaan PBJ di Indonesia

8 Siswo Sujanto

Mantan Sesditjen Perbendaharaan

Keuangan Negara

3. CIA (Corruption Impact Assesment) terhadap regulasi yang terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. CIA melibatkan 7 orang pakar dari multidisiplin ilmu. Pakar yang terlibat adalah:

No Pakar

Lembaga

Kepakaran

1 Prof. Sogar

Hukum Perdata (Regulasi PBJ di Simamora

FH Unair, Surabaya

Indonesia)

2 Ikak

LKPP (Deputi Hukum)

Kebijakan dan pelaksanaan PBJ

3 Setya

LKPP (Direktur Kebijakan Strategis)

di Indonesia

4 Prof. Wahyudi

UGM, Yogyakarta

Kebijakan public

5 Dr. Mudzakkir

UII, Yogyakarta

Hukum Pidana

6 Hari Setianto

ASABRI (Direktur Investasi dan

RIA (Regulatory Impact

Keuangan)

Asessment)

7 Adnan Paslidja

Widyaiswara Kejaksaan RI

Hukum Pidana Tipikor

o Kajian Lapangan (field review dan document review ) meliputi pengumpulan data

dan analisis melalui walkthrough test, observasi, dan wawancara narasumber (penyelenggara PBJ dan obyek PBJ). Pada tahun 2013, kajian lapangan dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil CIA yang dilakukan oleh pakar. Kajian lapangan dilakukan pada:

 Organ pengadaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen

Pendidikan Menengah dan LPSE Kemendikbud),  Organ pengadaan di Kementerian Keuangan (Ditjen Bea dan Cukai dan

Pusat LPSE Kemenkeu),  Organ pengadaan di Pemko Medan dan Pemko Palu, serta vendor yang

terkait dengan PBJ di Pemko Medan dan Pemko Palu  Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah  Kemendagri  Kemenpan RB  Direktorat Bina Program Pemerintah Kota Surabaya

Kajian Dokumen (document review) yang dilakukan meliputi pengumpulan data dan Kajian Dokumen (document review) yang dilakukan meliputi pengumpulan data dan

lapangan. Konfirmasi dilakukan kepada:  Unit Layanan Pengadaan KPK  Penyidik KPK yang menangani kasus Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah.  Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah  Kemendagri  Kemenpan RB

Kajian ini mengambil sampling Kementerian Pusat dengan kriteria:

1. Sektor strategis versi renstra KPK

2. Perhatian publik

3. Anggaran besar

4. Variasi jenis pengadaan

Berdasarkan data RUP dari LKPP (Data SIRUP per tanggal 3 Februari 2015),* Kementerian yang memenuhi kriteria tersebut adalah:

1. Kementerian Pekerjaan Umum (Ditjen Bina Marga; Pengadaan Jalan Mamuju Arterial Road, Pengadaan Jembatan Merah Putih – Ambon)

2. Kementerian Kesehatan (Ditjen Binfar Alkes; Pengadaan Obat dan Ditjen P2PL; Pengadaan Alat Kesehatan)

Konfirmasi kepada Lembaga/Pakar:

1. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

2. Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan

3. LPJK

4. Prof. Rizal Tamin (Pakar Konstruksi, ITB)

5. DR. Rahma Fitriati (Pakar Soft System Methodology, Fakultas Administrasi Negara Universitas Indonesia)

6. DR. Radhiatmoko (Pakar Social Network Analysis, FISIP Universitas Indonesia)

Hasil Puldawal, FGD Pakar, CIA, kajian lapangan, dan konfirmasi kepada pakar atau lembaga dianalisa secara deskriptif.

1.6 JADWAL PELAKSANAAN KE GIATAN

Kegiatan Kajian Pencegahan Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dilaksanakan selama dua tahun dimulai pada bulan Februari 2014 sampai dengan Desember 2015.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DEFINISI, JENIS, DAN PRINSIP PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

Pengadaan Barang Jasa merupakan keniscayaan proses yang terjadi baik di sektor swasta maupun sektor pemerintah. Kebutuhan akan ketersediaan barang dan jasa di kalangan swasta dan pemerintah menjadikan pengaturan pada proses pengadaan barang dan jasa diarahkan pada tujuan pencapaian output tersedianya barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang terbaik. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan PBJ adalah PBJ sektor public atau sektor pemerintah.

Terdapat beragam pandangan ahli tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah atau biasa disebut dengan Public Procurement. Mengacu pada pengertian umum tentang pengadaan tersebut maka public procurement dapat dipahami dari sudut pandang obyek pengadaan, pelaksana pengadaan, dan sumber dana untuk mengadakan.

Menurut Sope William yang dikutip dari Arrowsmith 19 , Public procurement is the purchasing by a government of the goods and services it requires to function and maximize public welfare. In doing so, a government will ofte adopt regulatio s a d pro edures to e sure that it o tai s these goods, ser i es or orks ( o stru tio contrancts) in a transparent, competitive manner and at the best price or the most economically advantageous price. It is believed that transparency in public procurement will assist in ensuring that public procurement

procedures foster competition and obtain value for money. 20

Peraturan dan prosedur yang digunakan dalam PBJ pemerintah adalah merupakan upaya untuk memastikan bahwa output barang atau jasa tersebut diperoleh dengan cara yang kompetitif dan transparan untuk mendapatkan harga terbaik (menguntungkan secara ekonomi). Semuanya dilakukan semata-mata untuk memaksimalkan kesejahteraan rakyat.

Pengadaan barang dan jasa pada hakikatnya adalah upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya, dengan menggunakan metoda dan proses tertentu agar dicapai kesepakatn harga, waktu dan kesepakatan lainnya (Sutedi, A, 2012)

Pelelangan adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dana tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak –pihak yang terkait secara taat asas sehingga terpilih penyedia jasa terbaik (Marbun, R, 2010).

Menurut Edquist et al, Public Procurement adalah proses akuisisi yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik untuk mendapatkan barang (goods), bangunan (works), dan jasa (services) secara transparan, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. Dalam hal ini, pengguna bisa individu

(pejabat), unit organisasi (dinas, fakultas, dsb), atau kelompok masyarakat luas. 21

19 S Arrowsmith. 2005. The Law of Public and Utilities Procurement. 2 nd edn. London, Sweet & Maxwell. 20 Williams, Sope – Elegbe. 2012. Fighting Corruption in Public Procurement; A Comparative Analysis of Disqualification or Debarment

Measures. Oxford and Portland, Oregon. Hart Publishing. Hal: 2 21 Edquist, C., Hommen, L., and Tsipouri, L. (Eds.). (2000). Public Technology Procurement and Innovation.Boston/Dordrecht/London:

Kluwer Academic Publishers.

Dari pengertian ini maka yang dimaksud dengan public procurement ditentukan oleh siapa yang melaksanakan pengadaan bukan oleh obyek dari barang/jasanya. Bila dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik maka dikategorikan sebagai public procurement, namun jika dilakukan oleh institusi privat (swasta) maka dikategorikan sebagai private procurement.

Berdasarkan atas penggunanya, Edquist et all (2000) membedakan public procurement atas direct procurement dan catalic procurement:

Gambar 2.1

Jenis Pengadaan Barang dan Jasa Berdasarkan Penggunanya

Direct Catalic Public Public Procur Procur ement ement

1. Direct public procurement, When the procuring organization is also the end-user of the product; using its own demand or need to induce innovation (Problems inside). Institusi Publik menjadi Pelaksana Pengadaan sekaligus merupakan pengguna dari barang/jasa yang diadakan, oleh sebab itu secara intrinsik motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari Pelaksana Pengadaan yang sekaligus juga penggunanya.

2. Catalic procurement, When the procuring organization serves as a catalyst, coordinator and technical

resource for the benefit of the end-users. The procurer is not the end-user. (Problem outside). Pelaksana Pengadaan melakukan pengadaan atas nama dan untuk pengguna barang/jasa, namun motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari Pelaksana Pengadaan bukan dari penggunanya.

Selain penggolongan diatas, ditinjau dari sumber dana yang digunakan untuk pengadaan barang/jasa, maka yang dimaksud dengan public procurement adalah kegiatan pengadaan yang sumber dananya berasal dari pemerintah atau institusi publik. Dalam hal ini Indonesia menggunakan pemahaman ini untuk membedakan antara public procurement dan private procurement. Semua pengadaan yang sumber dananya dari pemerintah baik melalui APBN, APBD, maupun perolehan dana masyarakat yang dikelola Selain penggolongan diatas, ditinjau dari sumber dana yang digunakan untuk pengadaan barang/jasa, maka yang dimaksud dengan public procurement adalah kegiatan pengadaan yang sumber dananya berasal dari pemerintah atau institusi publik. Dalam hal ini Indonesia menggunakan pemahaman ini untuk membedakan antara public procurement dan private procurement. Semua pengadaan yang sumber dananya dari pemerintah baik melalui APBN, APBD, maupun perolehan dana masyarakat yang dikelola

Berdasarkan karakter hasil:

1. Adaptive Procurement, • Incremental innovation (diffusion oriented, absorption oriented)  menambah, mengurangi dan menyempurnakan program-program yang telah ada

sebelumnya (berorientasi penyerapan)

2. Developmental Procurement,

• Radical innovation (creation oriented, new-to-the-world products)  Penciptaan program baru, berorientasi inovasi.

Simatupang, T dan Kartika, F, 2013, mengatakan bahwa konsep pengadaan seharusnya memiliki konsep berkelanjutan (sustainable procurement). Dalam mencapai konsep tersebut, arti pengadaan tidak hanya terbatas pada mendapatkan barang, bangunan, dan jasa, melainkan juga untuk mencapai value for money,yakni perbesaran nilai dari uang yang dikeluarkan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat dan ekonomi dengan turut serta meminimalkan kerusakan lingkungan.

Filosofi pengadaan barang dan jasa adalah upaya mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan yang dilakukan atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis (the system of thought), mengikuti norma dan etika yang berlaku, berdasarkan metode dan proses pengadaan yang baku (IPW, 2006). Dalam prakteknya pengadaan barang dan jasa, memiliki pengertian yang sama dengan tender. Pedoman tentang larangan persekongkolan dalam tender berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (KPPU, 2004), menyebutkan bahwa yang dimaksud tender adalah tawaran mengajukan harga terbaik untuk mebeli atau mendapatkan barang dan atau jasa, atau menyediakan barang dan atau jasa, atau melaksanakan suatu pekerjaan. Pengertian tender meliputi;

a. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan

b. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk mengadakan barang-barang atau jasa

c. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk membeli suatu barang dan atau jasa

d. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk menjual suatu barang dan atau jasa

Pengadaan barang/jasa

barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat dearah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa (Perpres No 54 Tahun 2010, serta perubahannya Perpres 70 tahun 2013).

22 Jurnal Pengadaan LKPP, 2011. Senarai Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Volume 1 Number 1.

Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010, disebutkan bahwa pengadaan barang/jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Efesien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang

maksimum

b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta member manfaat yang sebesar-besarnya.

c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.

d. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan procedure yang jelas

e. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi persyaratan sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa

f. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakukan yang sama bagi semua calon pemyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional

g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan

UNCTAD menyebutkan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah pada prinsipnya adalah keterbukaan dan tidak ada nya diskriminasi, membiarkan kompetisi terjadi antara penyedia barang/jasa serta memastikan bahwa pemerintah mendapatkan best value for money.

Berangkat dari definisi dan konsep-konsep diatas, terdapat beberapa kata kunci yang penting dalam penyelenggaraan PBJ yaitu:

1. Transparansi,

2. Berbasis kebutuhan,

3. Kompetisi yang sehat,

4. Efisien (harga terbaik/economically advantageous price/value for money),

5. Efektif (sesuai tujuan),

Kajian ini membatasi definisi Pengadaan Barang dan Jasa sebagai:

PBJ dala pe elitia i i didefi isika sebagai sera gkaia kegiatan* yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang dan jasa dengan menggunakan dana rupiah murni dalam APBN/APBD.

*Serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan hingga evaluasi.

2.2 PERBANDINGAN PBJ DI DUNIA 23

2.2.1 PERANCIS

Penyelenggara pengadaan pemerintah adalah UGAP (Union des Groupements d'Achats Publics). Sejak tahun 1985, UGAP berperan mengatur metode dan tata cara pelelangan Pemerintah Perancis yang ditetapkan dalam suatu aturan. Eprocurement sendiri dimulai pada tahun 2004 dalam dua tahap. Pada tahap pertama adalah dengan dibentuknya Dinas Pengadaan Publik atau Agency for Public Procurement (ACA) pada Departemen Keuangan. Pada tahap ini Pemerintah Perancis telah mengakomodir:

1. Aturan tentang electronic signature dalam kontrak maupun surat menyurat selama proses pengadaan.

2. Standardisasi pengadaan, bentuk-bentuk kontrak,

3. Lelang secara elektronik, pemesanan secara elektronik (e-ordering), dan pembayaran secara elektronik (e-payment).

Sedangkan pada tahap kedua dibentuk Lembaga Pengadaan Pemerintah Pusat (The State Government Procurement Agency) atau SAE sejak tahun 2006 sampai sekarang. Salah satu tanggung jawab SAE adalah menyusun kebijakan di bidang Pengadaan Barang/Jasa. Fungsi utama yang dicakup SAE dalam proses pengadaan meliputi pengumuman lelang, dokumen pelelangan berbasis online, tanya jawab (question and answer), e-tendering, kontrak dan keputusan-keputusan, serta pengarsipan pengadaan. Pada tahap kedua ini mulai diperkenalkan interministrial audit untuk mengatasi permasalahan lemahnya profesionalisme dan kemungkinan untuk mengkapitalisasi kemajuan saat ini pada area-area yang lebih spesifik seperti keuangan dan pertahanan. Keberhasilan lain adalah terpusatnya pengadaan pada industri telepon seluler dan gas.

Ambisi Perancis dalam menerapkan e-procurement adalah untuk meningkatkan profesionalisme pengadaan pemerintah dengan tujuan untuk menghemat biaya pengadaan hingga 10 persen dan mengurangi beban administrasi. Disamping itu, secara makro proyek tersebut juga bertujuan menciptakan pengadaan yang bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi serta meningkatkan manajemen sumber daya manusia untuk berdedikasi di sektor pengadaan.

2.2.2 FILIPINA

Pemerintah Filipina telah mengeluarkan regulasi di bidang pengadaan yang dinamakan Government Procurement Reform Act (Republic Act 9184) pada bulan Januari 2003. Pada era sebelumnya, Filipina memiliki lebih dari 100 produk hukum terkait dengan pengadaan pemerintah. Produk-produk hukum yang sangat terfragmentasi tersebut kemudian dikonsolidasikan dalam Government Procurement Reform Act yang menjadi dasar bagi modernisasi, standardisasi, dan regulasi aktivitas pengadaan pemerintah. Act tersebut dirancang untuk memadukan sistem pengadaan di Filipina, mengurangi peluang untuk terjadinya suap dan korupsi, menyelaraskan sistem pengadaan dengan standar dan praktik internasional, serta mendorong transparansi, kompetisi, efisiensi, akuntabilitas, dan pengawasan publik.

Adapun susunan organisasi pengadaan di Filipina terdiri dari:

23 Disarikan dari beragam sumber

I. Badan Pengadaan dan Unit Pengadaan/Kantor

1. Entitas Pengadaan Sebuah Entitas Pengadaan adalah kantor pusat atau lembaga yang diberi kewenangan untuk melaksanakan

pengadaan secara independen, kantor regional atau lembaga tingkat desentralisasi, lokal atau lebih rendah/Biro/Kantor dari NGA, GOCC, GFI, SUC atau LGU.

2. Unit Pengadaan/Kantor dan Sekretariat BAC Kepala Entitas Pengadaan harus membuat Sekretariat BAC permanen dan untuk tujuan ini, ia memiliki

keleluasaan untuk membuat kantor baru atau untuk sekedar menunjuk kantor organik yang ada menjadi Sekretariat BAC. Istilah "Unit Pengadaan" mengacu kepada kantor organik dari entitas pengadaan yang melaksanakan fungsi pengadaan. Dalam Departemen yang besar sebagai Entitas Pengadaan, unit ini bisa berupa Layanan (Services) atau Divisi, sedangkan di organisasi kecil mungkin berbentuk Cabang yang terdiri dari beberapa personil. Ukuran Unit Pengadaan dan jumlah personil ditentukan oleh volume transaksi yang dilakukan dan tingkat keahlian yang diperlukan oleh Pejabat Pengadaan. Kepala Entitas Pengadaan membentuk Unit Pengadaan berdasarkan pedoman berikut ini:

i. Entitas Pengadaan dengan anggaran pengadaan melebihi tiga miliar peso (P3B), baik pengadaan terpusat maupun desentralisasi, harus memiliki "Direktorat Pengadaan dan Perlengkapan (Procurement and Supply Chain Management Directorate)" yang dipimpin oleh seorang Direktur.

ii. Entitas Pengadaan dengan anggaran pengadaan melebihi satu miliar peso (P1B) tetapi tidak lebih dari tiga miliar peso (P3B) harus memiliki "Divisi Pengadaan dan Perlengkapan (Procurement and Supply Chain Management Division)".

iii. Entitas Pengadaan dengan anggaran pengadaan di bawah satu miliar peso (P1B) harus memiliki "Seksi Pengadaan dan Perlengkapan (Procurement and Supply Chain Management Section)".

2. Bids and Awards Committee (BAC) Kepala Badan Pengadaan harus membuat BAC tunggal di Kantor Kepala Entitas Pengadaan. Namun, BAC

terpisah dapat dibuat di bawah salah satu kondisi berikut:

a. Barang yang akan dibeli adalah kompleks atau khusus, atau

b. Jika BAC tunggal tidak dapat mengelola transaksi pengadaan sampai batas waktu yang ditentukan.

3. Anggota BAC a.Pada kantor Pusat Badan-badan Pemerintah, BUMN, Lembaga Keuangan dan Perguruan Tinggi Negeri, BAC

harus terdiri dari setidaknya 5 (lima) anggota dan tidak melebihi 7(tujuh). Dari 5 (lima) anggota, 3 (tiga) orang merupakan anggota biasa dan 2 (dua)orang merupakan anggota sementara.

b.Pada Biro/Kantor Wilayah/Unit Terdesentralisasi dari Badan-badan Pemerintah, BUMN, Lembaga Keuangan, BAC harus terdiri dari setidaknya 5 (lima) anggota dan tidak melebihi 7 (tujuh). Dari 5 (lima) anggota; 3 (tiga) anggota biasa dan 2 (dua) anggota sementara.

c. Pada Provinsi, Kabupaten/Kota: The BAC terdiri dari setidaknya 5 (lima) anggota dan tidak melebihi 7 (tujuh). • Kepala Daerah harus e u juk para a ggota BAC, ya g harus e e pati posisi u it pe duku g dari

Pemerintah Daerah yang bersangkutan. • “e ua a ggota ya g ditu juk oleh Kepala Daerah adalah a ggota iasa ke uali a ggota pengguna akhir

yang dianggap sebagai anggota sementara. d.Pada Barangay:

i. Kepala Barangay akan menunjuk setidaknya 5 (lima) tetapi tidak lebih dari 7 (tujuh) anggota BAC, yang berasal dari anggota Barangay Sangguniang. BAC yang ditunjuk sebagai anggota harus menentukan Ketua dan Wakil Ketua diantara mereka.