BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mendapatkan sumber daya
tersebut, pembangunan kesehatan merupakan salah satu unsur penentu karena masyarakat harus bebas dari berbagai penyakit terutama penyakit menular.
Penyakit infeksi menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol, termasuk didalamnya penyakit malaria, penyakit menular ini dapat
menyerang semua kelompok umur khususnya pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita dan ibu hamil yang berdampak menurunkan kualitas dan
produktivitas sumber daya manusia bahkan menyebabkan kematian Kemenkes, 2013.
Berdasarkan data dari World Health Organization WHO pada tahun 2012 menyebutkan bahwa malaria terjadi di 104 negara, bahkan 3,3 milyar penduduk
dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah penderita malaria di dunia sebanyak 219 juta kasus, dimana 28 juta kasus terjadi di ASEAN. Setiap
tahunnya sebanyak 660 ribu orang meninggal dunia karena malaria, 6 diantaranya berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia WHO, 2013.
Upaya pengendalian malaria telah dilakukan sejak tahun 1952-1959, pada akhir periode yaitu pada tanggal 12 Nopember 1959 di Yogyakarta, Presiden
Soekarno telah mencanangkan dimulainya program pembasmian malaria yang dikenal dengan sebutan “Komando Operasi Pembasmian Malaria” KOPEM.
Universitas Sumatera Utara
Tanggal 12 November tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Nasional Kemenkes, 2013.
Penggalakkan pemberantasan malaria melalui gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali Malaria atau ”Gebrak Malaria” yang
telah dicanangkan oleh Menteri Kesehatan di Kupang tanggal 8 April 2000. Gerakan ini merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis kemitraan
berbagai sektor dengan slogan “Ayo Berantas Malaria” Kemenkes, 2013. Pengendalian malaria di Indonesia tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor.293MENKESSKIV2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia yang bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030. Depkes, 2009.
Malaria merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium Development Goals MDGs tahun 2015 yang terdapat pada tujuan ke-6 MDGs
ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mulai menekan jumlah kasus malaria. Hal ini juga sesuai dengan RPJMN 2010-2014 dalam rangka upaya
penurunan angka kesakitan malaria. Berdasarkan Inpres No.3 tahun 2010 tentang percepatan pencapaian MDGs salah satunya Program Pengendalian Malaria
dengan angka API Annual Parasite Incidence tahun 2015 adalah 1 ‰
Kemenkes, 2013. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan program pengendalian
malaria seperti diagnosis dini melalui pemeriksaan sediaan darah dengan konfirmasi labolatorium maupun Rapid Diagnostic Test RDT malaria dan
Universitas Sumatera Utara
mengobati semua penderita malaria kasus positif dengan obat malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan yaitu ACT Artemisinin
Combination Therapy, skrining malaria pada ibu hamil, pemberian kelambu berinsektisida, penyemprotan dinding rumah dan penyuluhan Kemenkes, 2014.
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan melihat angka kesakitan malaria dengan menggunakan indikator
Annual Parasite Incidence API. API adalah jumlah penderita positif malaria per 1.000 penduduk
. Angka kasus malaria di Indonesia secara nasional selama
periode 2005-2012 berdasarkan indikator API telah
mengalami penurunan yaitu tahun 2005 sebesar 4,1 per 1.000 penduduk menurun menjadi 1,69 per 1.000
penduduk pada tahun 2012, tetapi disparitas setiap daerah berbeda, ada daerah bebas endemis, endemis tinggi, endemis sedang dan rendah Kemenkes,2013.
Berdasarkan cakupan konfirmasi laboratorium belum semua suspek malaria dilakukan pemeriksaan sediaan darahnya baik secara mikroskopis laboratorium
maupun dengan Rapid Diagnostic Test RDT Malaria. Dari tahun 2008-2012 pemeriksaan sediaan darah terhadap jumlah suspek malaria terus meningkat
secara signifikan yaitu pada tahun 2008 sebesar 48 sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 93 Kemenkes, 2013.
Semua kasus positif malaria harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT Artemisinin Combination Therapy,
ACT yang direkomendasikan WHO saat ini antara lain Artesunat, Amodiakuin dan
primakuin digunakan untuk pengobatan plasmodium falciparum dan vivax, kedua plasmodium tersebut merupakan penyebab malaria Kemenkes,2013.
Universitas Sumatera Utara
Cakupan kasus yang dinyatakan positif dan mendapatkan pengobatan, diukur melalui indikator persentase penderita malaria yang diobati. Capaian indikator ini
pada tahun 2012 sebesar 81,78. Angka ini lebih besar dibandingkan tahun 2010 sebesar 66,3. Pengobatan terhadap penderita spositif malaria belum 100
karena masih adanya pengobatan malaria dengan menggunakan obat selain ACT misal kloroquin, suldox atau fansidar dan larangan konsumsi ACT bagi ibu
hamil trimester pertama. Riskesdas,2013 Untuk mengendalikan malaria selain pengobatan sangat penting melakukan
upaya pencegahan terjadinya malaria, salah satu strategi untuk mengurangi faktor resiko penularan malaria adalah pemakaian kelambu berinsektisida. Maka
kegiatan program pengendalian malaria terkait yang telah dijalankan saat ini adalah dengan pembagian kelambu yang bertujuan untuk melindungi penduduk
dari gigitan nyamuk penyebab penyakit malaria terutama untuk balita dan ibu hamil Kemenkes, 2013.
Saat ini di Indonesia, jumlah penduduk berisiko sekitar 149 juta jiwa dan jumlah kelambu yang telah tersedia dimasyarakat sampai dengan tahun 2012
sekitar 6,4 juta kelambu. Jumlah kelambu yang tersedia dimasyarakat adalah jumlah kelambu yang sudah didistribusikan dikurangi dengan jumlah kelambu
yang sudah kadaluarsa lebih dari 3 tahun sejak didistribusikan. Apabila 1 kelambu diperkirakan mampu melindungi 2-3 orang dari anggota keluarga maka
sekitar 12,8-19,2 juta jiwa yang terlindungi dengan kelambu. Pada tahun 2012 jumlah kelambu yang dibagikan sebanyak 642.210 buah, dibagikan ke seluruh
Universitas Sumatera Utara
Provinsi di Indonesia kecuali : DKI Jakarta, Jawa Barat dan Aceh Kemenkes, 2013
Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang melakukan upaya pengendalian malaria dan menargetkan eliminasi malaria di tahun 2020
mendatang, hal ini sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Indonesia tahun 2009, pada tahun 2013 jumlah angka kesakitan API provinsi Sumatera Utara
adalah 1,30 per 1000 penduduk, di Sumatera Utara masih terdapat beberapa kabupatenkota endemis malaria diantaranya adalah Kabupaten Mandailing natal,
Batubara, Nias Selatan, Asahan, dan Padang lawas utara. Kemenkes, 2014 Adapun pola penanganan malaria yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara antara lain : Peningkatan kerjasama lintas program dan sektoral, penambahan jumlah peralatan spray can, penerapan metode
pengobatan malaria baru, peningkatan frekwensi penyuluhan kesehatan masyarakat, menyampaikan informasi kepada sarana-sarana kesehatan tentang
perlunya pencatatanpengiriman pelaporan kasus ke Dinkes setempat dalam upaya pencegahan penanggulangan lebih awal dan peningkatan peran serta
masyarakat serta perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan. Profil Dinkes Sumut, 2014
Berdasarkan Data dan informasi dari Profil Kesehatan Indonesia 2014, pada tahun 2012 dijelaskan bahwa Jumlah angka kesakitan Annual Parasite Incidence
Malaria di Provinsi Sumatera utara sebesar 0,84 ‰, pada tahun 2013 sebesar
1,30 ‰, terlihat mengalami peningkatan, maka upaya pengendalian malaria tetap
terus dilakukan. Kemenkes, 2014
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Asahan adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang merupakan daerah endemis malaria dengan jumlah kasus tertinggi ke empat di
Sumatera Utara terutama pada kecamatan yang berada pada daerah-daerah dataran rendah di kawasan sepanjang timur yaitu terdapat di Kecamatan Sei Kepayang
Barat, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kecamatan Tanjung Balai dan Kecamatan Air Joman Profil Dinkes Kabupaten Asahan, 2013
Jumlah Kasus Baru Malaria di Kabupaten Asahan tahun 2013 adalah pada Kecamatan Sei Kepayang Barat dan Sei Kepayang Timur hanya memiliki 1
Puskesmas yaitu Puskesmas Sei Kepayang Barat, dengan jumlah 816 kasus, sedangkan Kecamatan Tanjung Balai memiliki 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Sei
Apung dan Puskesmas Bagan Asahan, Puskesmas Sei Apung terdapat 244 kasus, sedangkan Puskesmas Bagan Asahan terdapat 698 kasus dan Kecamatan Air
Joman memiiki 1 Puskesmas yaitu Puskesmas Binjai Serbangan dengan jumlah 68 kasus. Profil dinkes Kabupaten Asahan, 2013
Puskesmas Sei Apung adalah salah satu Puskesmas yang berada di Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan melaksanakan 6 program pokok
puskesmas salah satu diantaranya adalah program pencegahan penyakit menular P2M termasuk di dalamnya program pengendalian malaria. Keberhasilan suatu
program tersebut tidak terlepas dari pelaksanaan koordinasi, pertemuan koordinasi dapat dilakukan pertemuan tingkat kelurahan atau desa, sedangkan di puskesmas
dapat dilakukan pertemuan misalnya dalam kegiatan minilog. Pelaksanaan penyuluhan juga di lakukan dalam program pengendalian malaria, penyuluhan di
lakukan di wilayah kerja Puskesmas Sei Apung terutama di desa yang sangat
Universitas Sumatera Utara
endemis malaria seperti Desa Pematang Sei Baru. Penyuluhan yang dilakukan dengan tujuan memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit
malaria. Adapun kegiatan program pengendalian malaria yang dilakukan adalah
diagnosis dini dengan pemeriksaaan sediaan darah dengan menggunakan Rapid Diagnostict Test RDT dan pengobatan malaria, skrining malaria pada ibu hamil
kegiatan tersebut dilakukan dengan melakukan diagnosis dini dan bila hasilnya positif maka dilanjutkan dengan pemberian obat malaria bila tidak maka dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya untuk mencari penyebab penyakit malaria, kegiatan dalam upaya pencegahan malaria dapat dilakukan dengan
pemberian kelambu berinsektisida, serta penyemprotan rumah dengan insektisida IRS serta dilakukan penyuluhan.
Dilihat dari Sumber daya manusia yang bertugas dalam program tersebut adalah 1 orang bidan sebagai penanggung jawab pengelola program malaria,
kemudian bidan desa merupakan perpanjangan tangan dari puskesmas dan dia bertugas melaporkan jumlah kasus malaria di setiap desa kepada penanggung
jawab pengelola program malaria. Adapun wilayah kerja Puskesmas Sei Apung terdiri dari Desa Sei Apung, desa Sei Apung Jaya, desa Kapias Batu VIII, dan
desa Pematang Sei Baru dan Desa yang memiliki jumlah kasus tertinggi adalah desa Pematang Sei Baru karena desa tersebut merupakan daerah yang sangat
endemis malaria dan dilihat dari geografisnya, desa tersebut berada di dekat pantai.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil laporan Puskesmas Sei Apung Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan yang digabungkan dengan hasil laporan Puskesmas Pembantu
dan Poskesdes maka hasil yang diperoleh ditemukan penderita positif malaria pada tahun 2013 sebanyak 168 orang serta pada tahun 2014 ditemukan sebanyak
209 orang positif malaria, obat yang diberikan adalah ACT Arthemisin Combination Therapy, sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita yang
mengonsumsi obat ACT adalah 161 orang sedangkan tahun 2014 sejumlah 203 orang, Vektor malarianya adalah nyamuk Anopeles dan parasit penyebab malaria
yang paling banyak ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Sei Apung adalah Plasmodium Falciparum.
Pemeriksaan hanya dilakukan dengan RDT Rapid Diagnostic Test jumlah ibu hamil yang melakukan skrining malaria pada tahun 2013 dengan target 468
orang ibu hamil yang terrealisasi hanya 264 orang ibu hamil, sedangkan pada tahun 2014 dengan target 429 orang ibu hamil yang terrealisasi sebanyak 300
orang. Pemberian kelambu berinsektisida secara gratis pada tahun 2014 sebanyak 212 kelambu dan kelambu diberikan berdasarkan jumlah KK, ataupun diberikan
kepada ibu hamil dan balita. Penyemprotan rumah dengan insektisida di lakukan dibeberapa rumah warga terutama pada desa yang sangat endemis malaria.
penyemprotan di lakukan 1 kali dalam setahun. Hasil Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dalimunthe 2003 di
Kecamatan Si Abu Kabupaten Mandailing Natal dijelaskan bahwa keberhasilan pengembangan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pencegahan
malaria terkait dengan ketersediaan tenaga kesehatan dan fasilitas yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
dalam program pencegahan penyakit malaria. Kemudian penelitian sebelumnya yang dilakukan Mayasari dkk 2012 menjelaskan bahwa salah satu upaya
pencegahan malaria ialah melalui peningkatan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan. Dimana hasil uji statistik variabel pengetahuan dan sikap
menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara penyuluhan dengan perubahan pengetahuan dan sikap dari masyarakat.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penting dilakukan penelitian tentang Evaluasi Sistem Pelaksanaan Program Pengendalian Malaria Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sei Apung Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan Tahun 2015.
1.2 Rumusan Masalah