Rasio molar asam fitat Zn untuk menentukan suplementasi Zn serta penambahan enzim fitase dalam ransum berkadar asam fitat tinggi

(1)

DALAM RANSUM BERKADAR ASAM FITAT TINGGI

SUMIATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2005

Sumiati


(3)

ABSTRAK

SUMIATI. Rasio Molar Asam Fitat : Zn Untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi. Dibimbing oleh WIRANDA GENTINI PILIANG, MAGGY THENAWIDJAYA SUHARTONO dan SUSILOWATI HERMAN.

Asam fitat mengandung mineral P yang tinggi (28,2%) dan potensial sebagai pengikat (chelating) mineral bervalensi-2. Ikatan tersebut menyebabkan tidak tersedianya mineral- mineral tersebut untuk penyerapan di dalam usus halus ternak monogastrik maupun manusia. Zn merupakan mineral yang ketersediaannya paling dipengaruhi oleh fitat.

Dua penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah suplementasi ZnO dan enzim fitase ke dalam ransum berkadar asam fitat tinggi dapat memperbaiki status mineral maupun produktivitas ayam petelur ISA-Brown umur 18 – 33 minggu (penelitian 1) dan tikus Sprague Dawley umur 45 – 80 hari (penelitian 2). Pada penelitian 1, Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 3 x 3 digunakan untuk mempelajari pengaruh 3 taraf suplementasi ZnO ( 0, 252, 567 mg ZnO/kg ransum) dengan rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum berturut-turut 76, 15, 7.5 dan 3 taraf suplementasi enzim fitase (0, 300, 400 U/kg ransum). Pada penelitian 2, digunakan 6 ransum perlakuan yang terdiri atas 4 ransum yang disuplementasi ZnO (0, 13, 29, 61 mg ZnO/kg ransum) dengan rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum berturut-turut 27, 20, 15, 10 dan 2 ransum yang disuplementasi dengan enzim fitase ( 750, 1000 U/kg ransum).

Suplementasi ZnO dan fitase dalam ransum ayam petelur ISA-Brown tidak nyata mempengaruhi produksi telur, konsumsi ransum, konversi ransum, berat telur dan retensi mineral P. Suplementasi ZnO sangat nyata menurunkan (P<0.01) retensi Zn pada ayam petelur, tapi tidak nyata mempengaruhi aktivitas alkalin fosfatase. Sebaliknya, suplementasi fitase sangat nyata meningkatkan ((P<0.01) aktivitas alkalin fosfatase, tetapi tidak nyata mempengaruhi retensi Zn pada ayam petelur. Secara deskriptif, suplementasi ZnO yang tinggi dalam ransum (567 mg ZnO/kg) hanya sedikit meningkatkan kandungan Zn dalam telur, tetapi menurunkan Mn, Fe, Cu, Ca dan P. Suplementasi ZnO dan enzim fitase meningkatkan Zn dalam kerabang telur dan meningkatkan kandungan vitamin A dalam telur.

Suplementasi ZnO dan fitase dalam ransum tikus tidak nyata mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum, tetapi sangat nyata meningkatkan (P<0.01) retensi Zn. Suplementasi fitase 1000 U/kg sangat nyata meningkatkan (P<0.01) efisiensi penggunaan ransum dan retensi Zn. Suplementasi ZnO dan fitase nyata (P<0.05) meningkatkan persentase bobot thimus, pankreas dan hati tikus, tapi tidak nyata mempengaruhi persentase ginjal.

Angka rasio molar asam fitat : Zn terbaik pada ransum ayam petelur ISA-Brown umur 18-33 minggu adalah 15 dan pada ransum tikus adalah 10. Kombinasi suplementasi 252 mg ZnO/kg ransum + 300 U fitase/kg merupakan kombinasi terbaik dalam ransum ayam petelur ISA-Brown umur 18 – 33 minggu.


(4)

ABSTRACT

SUMIATI. Molar Ratio of Phytic Acid : Zn to Determine the Zn Supplementation and Phytase Enzyme Addition in High Phytic Acid Diets. Under

the supervisions of WIRANDA GENTINI PILIANG, MAGGY

THENAWIDJAYA SUHARTONO, and SUSILOWATI HERMAN

Phytic acid molecule has a high Phosphorus (P) content (28.2%) and chelating potential to form a wide variety of insoluble salts with divalent cations. These binding potentially renders these minerals unavailability for intestinal absorption of the monogastric animals as well as human. Zinc (Zn) may be the trace element which bioavailability is most influenced by phytate.

Two experiments were conducted to determine whether, supplementations of zinc oxide (ZnO) and phytase enzyme into high phytic acid diets could improve the minerals status as well as the productivity of the ISA-Brown laying hens at 18 weeks up to 33 weeks of age (experiment 1) and Sprague Dawley rats at 45 days up to 80 days of age (experiment 2). In experiment 1, a 3 x 3 factorial design was used to study the effect of ZnO supplementations (0, 252, 567 mg ZnO/kg diet) with molar ratio of phytic acid : Zn were 76, 15, 7.5 respectively and 3 levels of phytase enzyme ( 0, 300 and 400 Unit(U) /kg diet). In experiment 2, 6 treatment diets consisted of 4 diets with ZnO supplementations (0, 13, 29, 61 mg ZnO/kg diet) with molar ratio of phytic acid : Zn were 27, 20, 15, 10 respectively, and 2 treatment diets with phytase enzyme supplementations (750, 1000 U/kg diet).

The supplementations of ZnO and phytase in the laying hen diets did not affect the egg production, feed consumption, feed conversion, egg weight and the retention of P in the body. However the ZnO supplementations highly significantly decreased (P<0.01) the Zn retention of the laying hens, but did not affect the alkaline phosphatase activity. On the contrary, the phytase supplementations highly significantly increased (P<0.01) the alkaline phosphatase activity, but did not affect the Zn retention of the laying hens. The ZnO supplementations increased the Zn content in the egg , but decreased the mangan (Mn), iron (Fe), copper (Cu), calcium (Ca) and phosphorus (P). The supplementations of ZnO and phytase increased Zn in the egg shell as well as the vitamin A content in the eggs.

The supplementations of ZnO and phytase in the rat diets did not affect the body weight gain, feed consumption, but significantly increased the feed efficiency (P<0.05) and highly significantly increased the Zn retention (P<0.01). Adding ZnO and phytase in the diet increased the percentage of weight of thymus, pancreas as well as the percentage of weight of liver of the rats.


(5)

RASIO MOLAR ASAM FITAT : Zn UNTUK MENENTUKAN

SUPLEMENTASI Zn SERTA PENAMBAHAN ENZIM FITASE

DALAM RANSUM BERKADAR ASAM FITAT TINGGI

SUMIATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(6)

Judul Disertasi : Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi

Nama : Sumiati

NIM : 985035

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya Suhartono Dr. Susilowati Herman, M.Sc

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2003 ini ialah asam fitat dan ketersediaan mineral, dengan judul Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi.

Keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya Suhartono, Ibu Dr. Susilowati Herman, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Rimbawan (Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB), selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup (28 September 2005) dan Ujian Terbuka (30 Nopember 2005) penulis, atas semua masukan yang sangat berharga untuk perbaikan disertasi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Pius P. Ketaren, M.Agr. Sc (Ahli Peneliti Muda pada Balai Penelitian Ternak, Bogor), selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, atas segala saran dan masukan yang sangat bermanfaat untuk membuka wawasan penulis di bidang penelitian enzim fitase. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: Bapak Prof. Dr. Juju Wahju, M.Sc (alm), Ibu Prof. Dr. Lily Amalia Sofyan, M.Sc (alm) dan Bapak Dr. Ir. Suryahadi, DEA yang pernah membimbing penulis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh staf dan karyawan Kelompok Biokimia dan Fisiologi Gizi, Bagian Hewan Coba, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, DEPKES RI, Bogor (drh. Endi Ridwan, M.Sc, Ibu Yetty Yuniar, Ibu Dra Fitrah Ernawati, M.Sc, Bapak Supandi) yang telah banyak membantu kelancaran penelitian. Disamping itu, penulis menghaturkan terimakasih kepada seluruh staf dan teknisi di Bagian Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan IPB ( Dr. Ir. Rita Meutia, M.Agr; Dr.Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS: Ir. Dwi Margi Suci, MS; Ir. Widya Hermana, MSi; Lanjarsih, Amd; Enday; Makmur; Karya) atas bantuan dan kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh pendidikan S3 ini.

Penulis mengucapkan terima kasih: kepada Prof. Emeritus Donald Oberleas, Department of Food and Nutrition, Texas Tech. University Lubbock USA dan Prof. Barbara Harland, University of Washington, Washington, DC, USA atas bantuan analisis asam fitat dalam beberapa bahan makanan; kepada Ir. Suaedi Sunanto, PT BASF Jakarta atas bantuan mineral ZnO dan enzim fitase serta pustaka-pustaka; kepada pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan belajar dan biaya pendidikan ; kepada pengelola Projek Due-Like tahun anggaran 2003 yang telah membantu mendanai sebagian biaya penelitian penulis.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: Rektor IPB beserta seluruh Staf yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh studi Program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB; Dekan Fakultas Peternakan IPB beserta


(8)

seluruh Staf Dosen dan Pegawai; Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan FAPET IPB beserta seluruh Staf Dosen dan Pegawai; Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh Staf dan Pegawai atas kelancaran administrasi; Ketua Program Studi Ilmu Ternak (PTK) beserta seluruh Pegawai; serta kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar Bapak E. Sukarya (alm) Sumedang dan keluarga besar Bapak M. Soetjipto (alm) Surabaya atas dorongan moril maupun materil kepada penulis. Ucapan terimakasih yang sangat khusus penulis haturkan kepada suami tercinta Ir. Sugeng Sudibjo, ASAI serta ananda Linea Alfa Arina dan Ba yu Beta Brahmantio atas segala kasih sayang, kesabaran, pengertian serta dorongan moril maupun materil.

Akhir kata semoga disertasi ini bermanfaat untuk banyak pihak dan dapat menyumbang hal positif bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta pembangunan Peternakan di Indonesia.

Bogor, Desember 2005 Sumiati


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 17 Oktober 1961 sebagai anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bapak E. Sukarya (alm) dan Ibu I. Sukarya (alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan IPB, lulus tahun 1984. Pada tahun 1988, penulis mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan S2 di Universitas Uppsala, Swedia dengan beasiswa pendidikan dari Bank Dunia XVII (kerjasama antara Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB dengan Swedec AB, Swedia) dan lulus pada tahun 1989. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor di Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 1998. Beasiswa pendidikan program doktor diperoleh dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai tenaga edukatif di Fakultas Peternakan IPB sejak tahun1986 sampai sekarang dengan jabatan terakhir adalah Lektor pada DepartemenIlmu Nutrisi dan Teknologi Pakan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Hasil Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Mineral Seng (Zn) ... 6

Hubungan Mineral Seng (Zn) dengan Vitamin A ... 9

Asam Fitat ... 10

Enzim Fitase ... 13

Suplementasi Zn dalam Ransum ... 17

Penggunaan Enzim 3-Fitase dalam Ransum ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN I Perlakuan pada Ayam Petelur ... 27

PENELITIAN II Perlakuan pada Tikus ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN I Perfoman Ayam Petelur ISA- Brown Umur 18 – 33 Minggu ... 40

Retensi Semu (Apparent Retention) Mineral Zn dan P dalam Tubuh Ayam Petelur ISA-Brown ... 49

Kandungan Mineral dalam Telur, Kerabang Telur, Daging dan Tulang Tibia Ayam Petelur ISA-Brown ... 54

Rangkuman Pengaruh Perlakuan terhadap Distribusi Mineral pada Ayam Petelur ... 61

Kandungan Vitamin A dalam Telur Ayam ISA-Brown ... 63

Aktivitas Alkalin Fosfatase dalam Serum Ayam Petelur ISA-Brown ... 65

Tebal Kerabang Telur Ayam ISA-Brown ... 68


(11)

PENELITIAN II

Performan Tikus Sprague Dawley Umur 45 – 80 Hari ... 71

Retensi Semu (Apparent Retention) Mineral Zn, Ca dan P pada Tikus Sprague Dawley Umur 45 – 80 Hari ... 74

Kandungan Mineral Zn, Ca dan Aktivitas alkalin Fosfatase dalam Serum Tikus ... 80

Persentase Bobot Testis dan Ovarium Tikus Umur 80 Hari .... 84

Persentase Bobot Thimus, Pankreas, Hati dan Ginjal Tikus Umur 80 Hari ... 85

Kesimpulan Hasil Penelitian pada Tikus ... 89

PEMBAHASAN UMUM ... 90

KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kandungan asam fitat dari beberapa bahan makanan ... ... 13

2. Aktivitas enzim 6-fitase dari beberapa bahan makanan ... 14

3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum ... 21

4. Perkembangan penelitian rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum ... 23

5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam ransum ... 24

6. Susunan ransum ayam petelur umur 18-33 minggu ... 30

7. Kandungan dan kebutuhan zat makanan ransum ayam petelur umur 18-33 minggu ... 31

8. Susunan ransum tikus penelitian ... 35

9. Kandungan zat gizi ransum tikus penelitian ... 37

10.Kebutuhan zat gizi untuk tikus ... 38

11.Rataan konsumsi ransum, produksi telur hen day, produksi massa telur, konversi ransum dan berat telur ayam petelur ISA-Brown umur 18-33 minggu ... 41

12.Rataan konsumsi protein dan energi metabolis ayam petelur ISA-Brown umur 18-33 minggu ... 43

13.Rataan konsumsi metionina harian ayam petelur ISA-Brown umur 18 – 33 minggu ... 47

14.Rataan retensi semu mineral Zn dan P pada ayam petelur ISA-Brown ... 50

15.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam telur (putih + kuning telur) ayam ISA-Brown ... 55

16.Kandungan mineral dalam telur segar ... 56

17.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam kerabang telur ayam ISA-Brown ... 57

18.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam daging ayam ISA-Brown ... 58

19.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam tulang tibia ayam petelur ISA-Brown ... 60

20.Kandungan vitamin A dalam telur ayam ISA-Brown ... 63

21.Rataan aktivitas alkaline fosfatase pada ayam petelur ISA-Brown ... 65


(13)

23. Rataan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, efisiensi penggunaan ransum, konsumsi protein dan rasio efisiensi protein

pada tikus Sprague Dawleyumur 45-80 hari ... 73

24. Rataan retensi semu mineral Zn, Ca dan P pada tikus Sprague Dawley umur 45-80 hari ... 75

25. Rasio molar mineral Zn terhadap Ca dan P dalam ransum tikus perlakuan ... 78

26. Rataan kandungan mineral Zn, Ca dan aktivitas alkaline fosfatase dalam serum tikus umur 80 hari ... 81

27. Rataan persentase bobot testis dan ovarium tikus umur 80 hari ... 84

28. Persentase bobot thimus, pankreas, hati dan ginjal tikus umur 80 hari ... 85


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari makanan bayi (umur < 4 bulan) berbasis susu sapi (? ) dan kacang kedelai (•) (Bosscher et al. 2001) ... 8

3. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/Phaseolus vulgaris) untuk makanan bayi berumur > 4 bulan (Bosscher et al. 2001) ... 8

4. Struktur asam fitat ( Coelho 1999) ... 12

5. Reaksi antara asam fitat dengan Zn (Scott et al. 1982) ... 12

6. Model kerja enzim 3- fitase dan 6- fitase (Nys et al. 1999) ... 15

7. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim 3-fitase dan 6-fitase (Eeckhout dan De Paepe 1999) ... 16

8. Grafik produksi telur hen day ayam petelur ISA-Brown selama penelitian (umur 18-33 minggu) ... 45

9. Grafik rataan konversi ransum ayam petelur ISA-Brown selama 16 minggu penelitian (umur ayam 18 -33 minggu) ... 49

10.Grafik konsumsi, retensi dan ekskresi Zn ayam petelur ISA-Brown umur 33 minggu ... 52

11.Grafik konsumsi, retensi dan ekskresi mineral P pada ayam petelur ISA Brown umur 33 minggu ... 54

12.Hidrolisis fitat (InsP6) oleh enzim fitase mikroba (Sanberg 2002) ... 67

13.Grafik persentase peningkatan aktivitas alkalin fosfatase dalam serum ayam petelur ISA-Brown ... 68

14.Grafik hubungan antara rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum tikus dengan retensi semu mineral Zn, Ca dan P ... 80

15.Mekanisme transpor mineral Zn pada suplementasi mineral Zn dan enzim fitase pada ayam petelur ... 95

16.Mekanisme transpor mineral Cu pada suplementasi mineral Zn dan enzim fitase pada ayam petelur ... 97

17.Mekanisme transpor mineral Mn pada suplementasi mineral Zn dan enzim fitase pada ayam petelur ... 99

18.Mekanisme transpor mineral Ca pada suplementasi mineral Zn dan enzim fitase pada ayam petelur ... 101

19.Mekanisme transpor mineral P pada suplementasi mineral Zn dan enzim fitase pada ayam petelur ... 103


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kandungan asam fitat dari bahan makanan penyusun ransum

ayam petelur dan tikus ... 116

2. Rataan suhu kandang selama 16 minggu penelitian ayam petelur ... 117

3. Metode analisis Zn (AOAC 1999) ... 118

4. Metode pengukuran aktivitas alkalin fosfatase (Stauffer 1989) ... 120

5. Metode pengukuran retensi semu mineral Zn dan fosfor pada ayam petelur ISA-Brown ... 121

6. Metode pengukuran retensi semu mineral Zn, Ca dan P pada tikus ... 122

7. Analisis ragam untuk konsumsi ransum ayam petelur(g/ekor/hari) ... 123

8. Analisis ragam untuk produksi telur hen day (%) ... 123

9. Analisis ragam untuk produksi massa telur (g/ekor/hari) ... 123

10.Analisis ragam untuk konversi ransum ayam petelur ... 124

11.Analisis ragam untuk berat telur (g/butir) ... 124

12.Analisis ragam untuk aktivitas alkalin fosfatase dalam serum ayam ... 124

13.Analisis ragam untuk pertambahan bobot badan tikus ... 125

14.Analisis ragam untuk konsumsi ransum tikus ... 125

15.Analisis ragam untuk efisiensi penggunaan ransum tikus ... 125

16.Analisis ragam untuk retensi mineral Zn pada tikus ... 126

17.Analisis ragam untuk retensi mineral Ca pada tikus ... 126

18.Analisis ragam untuk retensi mineral P pada tikus ... 126

19.Analisis ragam untuk kandungan mineral Zn dalam serum tikus ... 127

20.Analisis ragam untuk kandungan mineral Ca dalam serum tikus ... 127

21.Analisis ragam untuk aktivitas alkalin fosfatase dalam serum tikus ... 127

22.Analisis ragam untuk persentase testis tikus ... 128

23.Analisis ragam untuk persentase ovarium tikus ... 128

24.Analisis ragam untuk persentase thimus tikus ... 128

25.Analisis ragam untuk persentase pankreas tikus ... 129

26.Analisis ragam untuk persentase hati tikus ... 129


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Defisiensi beberapa mineral bervalensi-2, terutama seng (Zn) merupakan defisiensi nutrisi yang sering terjadi di seluruh dunia. Defisiensi Zn ini sangat erat hubungannya dengan banyaknya konsumsi asam fitat yang terkandung dalam bahan makanan manusia atau bahan pakan untuk ternak. Mineral Zn mempunyai afinitas paling kuat untuk diikat oleh asam fitat. Makanan nabati merupakan sumber asam fitat, terutama biji-bijian utuh (whole grain) dan leguminosa. Asam fitat sudah menjadi bagian dari konsumsi penduduk dunia, termasuk Indonesia (Oberleas 2001). Data BPS (2005) menunjukkan bahwa pada tahun 2004, konsumsi energi penduduk Indonesia sebagian besar (62.1%) berasal dari makanan nabati dengan perincian sebagai berikut : dari serealia sebanyak 1024.08 Kal/orang/hari (51.6%), leguminosa 62.24 Kal/orang/hari (3.1%), umbi-umbian 66.91 Kal/orang/hari (3.36%), sayur-sayuran 38.80 Kal/orang/hari (1.95%) dan buah-buahan sebanyak 41.61 Kal/orang/hari (2.09%). Rata-rata konsumsi energi penduduk Indonesia pada tahun 2004 adalah 1986.06 Kal/orang/hari. Menurut Hotz dan Brown (2004), Indonesia termasuk kategori resiko tinggi terhadap defisiensi Zn, yaitu sekitar 34.4% penduduk Indonesia mengkonsumsi Zn yang kurang dari kebutuhan (10 mg Zn /orang/hari, kebutuhan rata-rata 15 mg Zn/orang/hari). Disamping itu, konsumsi rata-rata fitat penduduk Indonesia cukup tinggi, yaitu 2859 mg/orang /hari. Dengan adanya fakta tersebut, kemungkinan defisiensi Zn dapat terjadi pada penduduk Indonesia.

Defisiensi Zn juga banyak terjadi pada ternak yang umumnya mengkonsumsi biji-bijian dan serat kasar tinggi dalam jumlah banyak (kecuali ternak ruminansia). Asam fitat yang terkandung dalam makanan nabati dapat menurunkan ketersediaan beberapa mineral bervalensi-2 seperti Zn, zat besi (Fe), mangan (Mn), kuprum (Cu) dan kalsium (Ca). Ternak (selain ruminansia) maupun manusia miskin akan enzim fitase di dalam saluran pencernaannya, sehingga


(17)

keadaan ini akan menurunkan produktivitas ternak dan terhambatnya pertumbuhan pada ternak maupun manusia.

Selain adanya asam fitat yang tinggi yang terkandung dalam serealia dan leguminosa, juga pada umumnya rendah akan kandungan mineral Zn. National Research Council (NRC 1994) memaparkan bahwa kandungan Zn dalam jagung kuning, dedak padi (rice bran) dan bungkil kedelai berturut-turut adalah 18, 30 dan 49 mg/kg, sementara itu, kandungan Zn dalam tepung ikan sebesar 147 mg/kg. Dalam keadaan ransum normal, artinya tidak ada penambahan Zn inorganik atau tidak adanya suplementasi enzim fitase ke dalam ransum, defisiensi Zn sudah pasti akan terjadi, mengingat ransum ternak monogastrik sebagian besar (>80%) terdiri atas serealia.

Sampai saat ini sudah banyak penelitian mengenai suplementasi Zn dalam ransum ayam, namun belum memperhitungkan rasio molar antara asam fitat : Zn yang terkandung dalam ransum. Begitu juga mengenai suplementasi enzim fitase dalam ransum ayam sudah banyak dilakukan, namun difokuskan untuk meningkatkan ketersediaan mineral fosfor dalam ransum. Penelitian yang khusus untuk melihat pengaruh suplementasi enzim fitase dalam ransum terhadap ketersediaan mineral mikro, terutama Zn, Mn, Cu dan Fe masih perlu dilakukan.

Dengan melihat permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka dalam penelitian ini dicoba 3 alternatif untuk mengatasi defisiensi Zn atau meningkatkan utilisasi Zn pada ayam petelur, yaitu pertama, melalui suplementasi Zn inorganik ke dalam ransum dengan memperhitungkan rasio molar antara asam fitat : Zn.

Kedua, dengan cara penambahan enzim fitase ke dalam ransum untuk menghidrolisis asam fitat, sehingga ketersediaan Zn meningkat. Ketiga, dengan kombinasi suplementasi enzim fitase dan mineral Zn dalam ransum. Dengan terlepasnya mineral Zn dari ikatan asam fitat, diharapkan meningkatkan ketersediaan mineral bervalensi-2 lainnya dalam tubuh. Untuk mengatasi defisiensi Zn pada tikus akibat adanya fitat dalam ransum, digunakan 2 alternatif, yaitu pertama melalui suplementasi Zn inorganik ke dalam ransum dengan memperhitungkan rasio molar antara asam fitat : Zn ; kedua dengan cara suplementasi enzim fitase ke dalam ransum.


(18)

Penelitian ini dilakukan pada dua jenis hewan coba, yaitu ayam petelur periode produksi dan tikus masa remaja – dewasa. Penelitian pada ayam petelur untuk mengetahui pengaruh asam fitat terhadap ketersediaan Zn yang dicerminkan oleh produktivitasnya. Penelitian pada tikus untuk mempelajari ketersediaan Zn dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan.

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan taraf suplementasi Zn yang tepat dalam ransum berdasarkan rasio molar antara asam fitat : Zn dalam ransum untuk meningkatkan status mineral Zn serta mempelajari pengaruhnya terhadap produktivitas hewan coba

2. Mencari taraf suplementasi enzim fitase yang tepat dalam ransum untuk meningkatkan status mineral Zn, Fe, Mn, Cu, Ca, P, Mg, serta mempelajari pengaruhnya terhadap produktivitas hewan coba

3. Mempelajari pengaruh kombinasi suplementasi mineral Zn dan enzim fitase dalam ransum terhadap produktivitas ternak

Hipotesis

1. Suplementasi mineral Zn dalam ransum dengan memperhitungkan rasio molar antara asam fitat : Zn akan meningkatkan status mineral Zn, sehingga produktivitas hewan coba meningkat

2. Enzim fitase akan menghidrolisis ikatan antara asam fitat- Zn dan mineral lainnya (Fe, Mn, Cu, Ca, P, Mg), sehingga mineral Zn dan mineral lainnya akan dibebaskan dan tersedia bagi hewan coba, dengan demikian produktivitas hewan coba meningkat

3. Kombinasi suplementasi mineral Zn dan enzim fitase dalam ransum akan lebih efektif dalam meningkatkan ketersediaan Zn, Fe, Mn, Cu, Ca, P dan Mg

Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi tentang taraf suplementasi Zn dan enzim fitase yang tepat dalam ransum ayam petelur. Dengan


(19)

adanya acua n tersebut diharapkan masalah defisiensi Zn pada ransum ayam petelur bisa diatasi, sehingga produktivitas ternak meningkat.

Disamping implikasi ekonomis yang menguntungkan dengan adanya peningkatan produktivitas ternak, status gizi manusia yang mengkonsumsi hasil ternak tersebut ( telur, daging) juga diharapkan akan lebih baik, karena kandungan Zn atau mineral lainnya dalam produk ternak tersebut meningkat.

Manfaat lain dari hasil penelitian ini (percobaan dengan tikus) adalah memberi gambaran untuk manusia mengenai pengaruh negatif asam fitat dalam makanan terhadap status mineral Zn dan cara mengatasi efek tersebut.

Hasil penelitian ini juga memberi masukan terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam bidang mineral.

Kerangka Pemikiran


(20)

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran penelitian

MASALAH

UNGGAS Defisiensi Zn

•Pertumbuhan menurun •Produksi telur menurun •Efisiensi penggunaan

ransum menurun

MANUSIA Defisiensi Zn

•Pertumbuhan terhambat •Reproduksi terganggu •Fungsi kekebalan menurun •Kulit kasar

RANSUM UNGGAS •> 80% pakan nabati (dedak padi, bungkil kedelai, dll.) •Asam fitat(AF) tinggi •Kandungan Zn rendah

•Rasio molar AF:Zn > 15

MAKANAN MANUSIA •>80% serealia (beras, kacang kedelai, kacang hijau, dll.) •Asam fitat (AF) tinggi •Kandungan Zn rendah •Rasio Molar AF:Zn >15

PEMECAHAN MASALAH

PENAMBAHAN Zn :

•Meningkatkan ketersediaan Zn

PENAMBAHAN FITASE :

•Meningkatkan ketersediaan Zn dan mineral lainnya

PENAMBAHAN Zn DAN FITASE :

•Meningkatkan ketersediaan Zn dan mineral lainnya

AYAM PETELUR TIKUS

PRODUKSI & REPRODUKSI MENINGKAT


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Mineral Seng (Zn)

Mineral Zn dikukuhkan sebagai salah satu zat nutrisi esensial untuk ternak sejak tahun 1934 (Pond et al. 1995) dan sejak awal tahun 1960-an untuk manusia (Berdanier 1998). Mineral Zn tersebar di dalam jaringan tubuh, tetapi konsentrasi terbesar berada dalam hati, tulang, ginjal, otot, pankreas, mata, kelenjar prostat, kulit, rambut dan wool (Pond et al. 1995). Menurut Kottferova (2001) hati adalah organ utama tempat akumulasi Zn. Pond et al. (1995) mengatakan bahwa konsentrasi Zn dalam darah dibagi menjadi dua, yaitu dalam sel dan plasma darah dengan rasio 9 : 1. Selanjutnya dipaparkan bahwa Zn plasma terikat secara lemah dengan albumin ( 1 : 3) dan terikat lebih kuat dengan globulin ( 2: 3) serta responsif terhadap pemberian ransum. Sebagian besar Zn dalam sel darah merah berada sebagai komponen enzim carbonic anhydrase.

Desmukh (2001) memaparkan bahwa Zn ditemukan dalam semua jaringan yang fungsinya antara lain meliputi :1). meningkatkan sistem kekebalan, terutama fungsi dari kelenjar thymus (thymus gland) ; 2). terlibat dalam siklus Krebs dan produksi energi ; 3). merupakan komponen insulin ; 4). konstituen dari lebih 2000 enzim yang terlibat dalam pencernaan dan metabolisme, terutama metabolisme tulang, pencernaan protein dan metabolisme phosphor. Mineral Zn mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam tubuh. Zn merupakan kofaktor esensial untuk lebih dari 70 enzim (Berdanier 1998). Zn merupakan konstituen dari banyak metalloenzim, diantaranya adalah carbonic anhydrase, carboxypeptidase A dan B, beberapa dehydrogenase, alkaline phosphatase, ribonuclease dan polymerase DNA ( Pond et al. 1995). Selanjutnya dipaparkan oleh Pond et al. (1995) bahwa Zn diperlukan untuk sintesis dan metabolisme protein normal serta sebagai komponen dari insulin, yang mana dalam hal ini berkaitan dengan metabolisme karbohidrat.

Penyerapan mineral oleh ternak maupun manusia sangat rendah. Menurut Underwood (1962) kemampuan hewan untuk menyerap Zn tergantung struktur kimia atau kombinasinya. Zn dalam bentuk oksida (ZnO), karbonat (ZnCO3) dan


(22)

sulfat (ZnSO4.H2O) mempunyai ketersediaan yang sama untuk ayam, sedangkan Zn sulfida (ZnS) tidak dapat diserap. Menurut Pond et al. (1995) absorpsi Zn dari saluran pencernaan terjadi sepanjang usus halus dan hanya diserap sekitar 5-40% dari yang dikonsumsi. Penyerapan Zn pada manusiapun sangat rendah, yaitu sekitar 10-40% dari yang dikonsumsi (Berdanier 1998). Penyerapan Zn menurun dengan adanya zat pengikat atau chelating agent. Zn terikat dengan ligand yang mengandung sulfur, nitrogen atau oksigen. Zn akan membentuk komplek dengan grup fosfat (PO42-), klorida (Cl-) dan grup karbonat (HCO3-) serta dengan sistein dan histidin. Zn yang terikat dengan serat, fosfat dan asam fitat tidak akan diserap dan akan diekskresikan melalui feses.

Manusia yang mengkonsumsi makanan yang mengandung asam fitat tinggi (terutama produk serealia ) merupakan grup populasi yang beresiko tinggi terhadap defisiensi Zn (Berdanier 1998). Oberleas (1993) dalam Berdanier (1998) mengatakan bahwa makanan manusia yang mempunyai rasio molar asam fitat (AF) : Zn > 10 akan memicu defisiensi Zn. Gharib dan Mohajer (2005) menyatakan bahwa pada orang dewasa, rasio molar antara asam fitat : Zn = 10 cukup untuk memelihara homeostasis Zn.

Bosscher et al. (2001) melaporkan bahwa ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/ Phaseolus vulgaris) nyata menurun (P< 0,05) pada rasio molar AF : Zn > 7.9, yaitu dari 23.83% menjadi 15.12%. Food and Agricultural Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) (2002) menetapkan kriteria untuk mengelompokkan makanan yang berkaitan dengan ketersediaan Zn yang dikandungnya. Makanan tersebut dicirikan oleh ketersediaan Zn rendah, sedang dan tinggi. Makanan yang tergolong pada ketersediaan Zn rendah kemungkinan mengandung asam fitat tinggi atau merupakan produk kacang kedelai (soyabean-protein produc t) atau mempunyai rasio molar AF: Zn > 15. Secara umum, rasio AF : Zn > 1.5 akan menghambat ketersediaan Zn pada makanan bayi muda ( berumur < 4 bulan), setelah berumur 4 bulan angka rasio AF : Zn meningkat menjadi sekitar 8 (Bosscher et al. 2001). Pengaruh rasio molar asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari makanan bayi (infant formulas/ umur bayi< 4 bulan) berbasis susu sapi dan kacang kedelai disajikan


(23)

pada Gambar 2 dan ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/ Phaseolus vulgaris) untuk makanan bayi berumur > 4 bulan disajikan pada Gambar 3.

Rasio molar asam fitat : Zn

Gambar 2. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari makanan bayi (Umur < 4 bulan) berbasis susu sapi (? ) dan kacang kedelai (•) (Bosscher et al. 2001)

Rasio molar asam fitat : Zn

Gambar 3. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/ Phaseolus vulgaris) untuk makanan bayi berumur > 4 bulan (Bosscher et al. 2001)

Pallauf dan Rimbach (1999) melaporkan bahwa Zn adalah unsur kelumit (trace element) yang ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh asam fitat ransum. Hal ini dibuktikan oleh penelitian in vivo bahwa rasio molar AF : Zn > 10-15 dalam ransum menyebabkan status Zn suboptimal pada tikus dan babi. Pallauf dan Rimbach (1999) juga melaporkan bahwa tikus yang diberi ransum dengan basis protein kedelai dan pati jagung (0,4% asam fitat, 15-16 mg Zn/kg, AF: Zn


(24)

26) memperlihatkan tanda-tanda defisiensi Zn yang meliputi perubahan konsumsi ransum dan anoreksia. Selanjutnya dilaporkan bahwa tikus albino jantan (bobot badan 50 gram) yang diberi ransum (albumin telur 20%, pati jagung 48%) dengan molar rasio AF: Zn = 25 dan 50 selama 21-28 hari memperlihatkan penurunan pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum.

Tanda defisiensi Zn yang paling jelas terjadi pada semua spesies ternak adalah terhambatnya pertumbuhan, anoreksia, penurunan aktivitas alkaline phosphatase dan konsentrasi Zn plasma (Pond et al. 1995). Menurut Berdanier (1998) tanda-tanda defisiensi Zn pada manusia diantaranya adalah terhambatnya pertumbuhan, anemia, hypogonadism, pembesaran hati dan ginjal serta kulit kasar. Pada tikus, defisiensi Zn menyebabkan glucose intolerance, yang membuktikan adanya hubungan antara Zn dengan insulin. Piliang et al. (2000) melaporkan bahwa tanda-tanda yang terjadi akibat adanya defisiensi Zn diantaranya adalah : kecepatan pertumbuhan terhambat baik pada anak-anak maupun ternak, anoreksia, perkembangan karakteristik seks sekunder terhambat dan pada ayam petelur daya tetas telur menurun. Leeson dan Summers (2001) melaporkan bahwa defisiensi Zn pada anak ayam menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, menurunkan efisiensi penggunaan pakan, pemendekan dan penebalan tulang kaki serta pertumbuhan bulu yang sangat jelek. Defisiensi Zn pada ayam petelur menyebabkan produksi telur menurun.

Hubungan Mineral Seng (Zn) dengan Vitamin A

Groff dan Gropper (2000) menyatakan bahwa istilah vitamin A digunakan untuk retinol (bentuk alkohol) dan retinal (bentuk aldehyde). Istilah provitamin A digunakan untuk ß – karoten dan karotenoid lainnya yang mempunyai aktivitas biologis seperti ß – karoten. Berdanier (1998) menyatakan bahwa di dalam makanan asal hewan (hewani), vitamin A biasanya berada dalam bentuk alkohol (retinol), tetapi bisa juga dalam bentuk aldehyde (retinal) atau dalam bentuk asam (asam retinoat). Di dalam makanan asal tanaman (nabati), vitamin A berada dalam bentuk prekursor vitamin A, yaitu berupa pigmen dari golongan karoten. ß- karoten merupakan pigmen yang paling potensial sebagai prekursor vitamin A.


(25)

Groff dan Gropper (2000) menyatakan bahwa fungsi vitamin A adalah untuk penglihatan dan fungsi sistem yang meliputi diferensiasi seluler, pertumbuhan, reproduksi, perkembangan tulang dan sistem kekebalan. Vitamin A sebagai retinol sangat penting untuk proses reproduksi pada jantan dan betina, walaupun mekanismenya belum jelas. Berdanier (1998) menyatakan bahwa peranan vitamin A dalam reproduksi berhubungan dengan fungsinya dalam sintesis RNA dan protein. Vitamin A mempengaruhi pertumbuhan sel telur (ovum) dan sintesis enzim yang diperlukan untuk memproduksi hormon steroid yang mengatur proses reproduksi.

Terdapat hubungan antara metabolisme vitamin A dan mineral Zn di dalam tubuh. Lonnerdal (1988) menyatakan bahwa defisiensi Zn menurunkan vitamin A dalam plasma, retinol-binding protein (RBP) dalam plasma serta menurunkan sintesis RBP dalam hati. Mobilisasi vitamin A dari hati dihambat dengan adanya defisiensi mineral Zn. Groff dan Gropper (2000) menyatakan bahwa defisiensi Zn menurunkan mobilisasi retinol di hati dari bentuk simpannya (retinyl ester). Aktivitas enzim retinyl ester hydrolase yang melepas vitamin A dari bentuk simpannya dihambat dengan kurangnya mineral Zn. Enzim alkohol dehidrogenase yang mengkonversi retinol menjadi retinal juga sangat tergantung mineral Zn.

Mineral Zn juga mempunyai fungsi mengkonversi ß- karoten menjadi retinol. Penelitian Dijkhuizen dan Wieringa (2001) pada manusia di Indonesia membuktikan bahwa suplementasi ß- karoten hanya efektif dalam meningkatkan status vitamin A jika diberikan bersama-sama dengan Zn. Suplementasi ß- karoten dikombinasikan dengan mineral Zn pada wanita Indonesia efektif meningkatkan konsentrasi retinol pada plasma dan air susu ibu.

Asam Fitat

Asam fitat/phytic acid ( myo- inositol 1,2,3,4,5,6-hexakis dihydrogen phosphate) adalah sebuah molekul gula/sugar yang mengikat 6 buah grup fosfat (Kies 1999). Ravindran et al. (1999) melaporkan bahwa asam fitat adalah bentuk simpan utama dari fosfor dalam biji-bijian tanaman, terhitung sekitar 60-80% dari


(26)

total fosfor. Molekul asam fitat mengandung mineral P yang tinggi, yaitu sekitar 28,8%. Karena ransum unggas sebagian besar terdiri atas bahan pakan nabati (terutama serealia), maka asam fitat sangat penting ditinjau dari segi nutrisi. Ravindran (1999) memaparkan bahwa di bawah kondisi ransum normal, P-asam fitat tidak tersedia untuk unggas, karena unggas miskin dengan enzim fitase untuk menghidrolisis asam fitat.

Asam fitat juga mempunyai kemampuan untuk mengikat kation multivalen, termasuk Ca, Zn, Fe, Mg, Mn dan Cu. Kornegay et al. (1999) melaporkan bahwa asam fitat berpotensi untuk membentuk komplek dengan berbagai kation seperti Ca, Mg, Zn dan Cu. Mineral Zn mempunyai afinitas paling kuat untuk diikat oleh asam fitat (Reddy et al. 1982). Menurut Weaver dan Kannan (2002), Zn adalah mineral esensial yang paling dipengaruhi oleh fitat dan urutan stabilitas ikatan antara fitat- mineral adalah sebagai berikut : Zn2+ > Cu2+ > Ni2+ > Co2+ > Mn2+ > Ca2+.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam fitat menurunkan ketersediaan Zn pada manusia, tikus, babi dan ayam (Bobilya et al. 1991). Pallauf dan Rimbach (1999) melaporkan bahwa asam fitat sebanyak 0.5% dalam ransum tikus (rasio molar asam fitat : Zn = 25) menurunkan konsentrasi Zn dalam plasma sebanyak 63.7% dibandingkan dengan ransum kontrol ( dari 1.35 µg/ml menjadi 0.49µg/ml) serta menurunkan absorpsi semu mineral Zn sebanyak 45.4% (dari 52.2% menjadi 28.5%). Menurut Pallauf dan Rimbach (1999), asam fitat sebanyak 0.72% dalam ransum babi yang mengandung Zn 58 mg/kg ransum menghasilkan absorpsi semu mineral Zn sebanyak 16.2%. Setelah ditambah enzim fitase sebanyak 1160 unit/kg ransum ke dalam ransum babi tersebut, absorpsi semu mineral Zn meningkat menjadi 30.6%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh negatif asam fitat terhadap absorpsi Zn. Cowieson et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian asam fitat pada ayam broiler sebanyak 1.0 gram selama 48 jam menurunkan retensi semu mineral Zn dari 88.0% menjadi 85.1%. Struktur asam fitat disajikan pada Gambar 4. Reaksi antara asam fitat dengan Zn menurut Scott et al. (1982) dapat dilihat pada Gambar 5.


(27)

Gambar 4. Struktur asam fitat ( Coelho 1999)

Asam fitat Zn-fitat yang tidak larut


(28)

Kandungan asam fitat dalam bahan makanan bervariasi. Hasil samping serealia (cereal by products) seperti dedak gandum (wheat bran) dan dedak padi (rice bran) mengandung asam fitat dalam jumlah besar. Serealia dan biji leguminosa mengandung asam fitat sedang, sementara umbi dan akar mengandung asam fitat rendah. Bagian daun mengandung asam fitat paling sedikit atau bahkan tidak ada (Ravindran 1999). Kandungan asam fitat dari beberapa bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan asam fitat dari beberapa bahan makanan

_________________________________________________________________

No. Bahan Makanan Ravindran Harland dan Oberleas

(1999) (1999)

... (%bk) ...

1. Jagung 0.74 0.89

2. Beras(unpolished) 0.96 0.89

3. Beras(polished) 0.32 0.21

4. Sorgum 0.78 -

5. Gandum 0.82 1.17-1.37

6. Singkong 0.14 -

7. Kacang kedelai - 1.40

8. Bungkil kedelai 1.38 -

9. Kelapa - 2.38

10. Bungkil kelapa 0.96 -

11. Dedak gandum(wheat bran) 3.51 4.46-5.56

12. Dedak padi(rice bran) 4.89 -

_________________________________________________________________ *%bk = % bahan kering

Enzim Fitase

Nys et al. (1999) memaparkan bahwa enzim fitase (myo- inositol hexaphosphate hydrolases) adalah phosphomonoesterase yang mampu menghidrolisa asam fitat (myo- inositol 1,2,3,4,5,6-hexakisphosphate) untuk menghasilkan orthophosphate inorganik dan serangkaian phosphoric yang lebih


(29)

rendah (inositol pentaphosphate menjadi monophosphate) dan akhirnya menjadi myo- inositol bebas. Enzim fitase terdistribusi secara luas dalam jaringan tanaman dan hewan, serta ditemukan pula dalam mikroorganisme (fungi, ragi/yeast, bakteri). Aktivitas 1 (satu) unit enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang membebaskan 1 mikromol P- inorganik per menit dari 0.0051 mol/l sodium fitat pada pH 5.5 dan suhu 37oC.

Terdapat 2 tipe utama enzim fitase yang sudah dikenal, yaitu enzim 3-fitase (EC 3.1.3.8) dan enzim 6-fitase (EC 3.1.3.26). Enzim 3- fitase terutama diproduksi oleh mikroorganisme, sedangkan enzim 6- fitase terdapat dalam tanaman. Aktivitas enzim 6- fitase dari beberapa bahan makanan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 2.Aktivitas enzim 6- fitase dari beberapa bahan makanan

No. Bahan Makanan Aktivitas Enzim Fitase (unit/kg)

1. Gandum 700

2. Jagung 30

3. Sorgum 24

4. Beras 125

5. Bungkil kedelai 60

6. Dedak padi 122

7. Dedak gandum 1100

Sumber : Nys et al. (1999)

Model kerja kedua enzim tersebut berbeda. Enzim 3-fitase memulai dephosphorilasi asam fitat pada posisi ke-3, sedangkan enzim 6- fitase mulai pada posisi ke-6. Enzim 3- fitase (dari Aspergillus ficcum) mempunyai 2 (dua) pH optimum, yaitu pada pH 2.5 dan pH 5.5, sedangkan enzim 6- fitase (dari wheat bran) hanya mempunyai 1(satu) pH optimum, yaitu 5.2 (Kies, 1999). Model kerja enzim 3- fitase dan 6- fitase diilustrasikan dalam Gambar 6.


(30)

Gambar 6. Model kerja enzim 3- fitase dan 6-fitase (Nys et al. 1999)

Nys et al.(1999) memaparkan bahwa pH optimum akitvitas enzim fitase yang terkandung dalam berbagai bahan makanan asal tanaman adalah sebagai berikut : pH 5.1 (gandum), 5.0 (dedak gandum/wheat bran), 5.6 (jagung), 4.5 (dedak padi) dan 4.5 – 4.8 (kacang kedelai). pH optimum enzim fitase yang berasal dari mikroba adalah : 2.5 dan 5.3 (Aspergillus ficcum), 4.5 (Aspergillus terreus) dan 4.6 ( saccharomyces). Aktivitas enzim fitase dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah suhu pada waktu pembuatan pellet : aktivitas enzim fitase gandum menurun sebanyak 90% pada suhu 72oC, enzim fitase kacang kedelai menurun sebanyak 91% pada suhu 70oC, sedangkan aktivitas enzim fitase mikroba hanya turun 10% pada suhu 80oC. pH optimum aktivitas enzim 3- fitase ( fitase mikroba) dan enzim 6- fitase (fitase tanaman) diilustrasikan pada Gambar 7.


(31)

pH

? Fitase mikroba ? Fitase gandum

Gambar 7. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim 3- fitase dan 6-fitase (Eeckhout dan De Paepe 1999)

Tempat utama aktivitas fitase dalam saluran pencernaan adalah tembolok (crop) dan proventrikulus. Aktivitas enzim fitase dalam tembolok lebih besar dibandingkan dengan aktivitas enzim fitase dalam proventrikulus. Tidak terdapat aktivitas enzim fitase di dalam usus halus (Kornegay & Yi 1999). Hal ini berkaitan dengan pH dalam saluran pencernaan, dimana pH tembolok dan proventrikulus sekitar 3-4, sedangkan usus halus sampai colon > 5-6.5 (Spring 1997). Leeson dan Summers (2001) melaporkan bahwa pH tembolok adalah 4.5 ; pH proventrikulus 2.5 ; pH duodenum 6.0 – 6.8 dan pH jejunum 5.8 – 6.8. Kornegay dan Yi ( 1999) melaporkan bahwa pH pada digesta lambung babi (pH 3.4 – 4.8) cocok untuk aktivitas enzim fitase, sedangkan pH pada usus halus terutama bagian bawah usus halus (pH 6.4 – 7.2) tidak cocok untuk aktivitas enzim fitase.


(32)

Suplementasi Zn dalam Ransum

Piliang et al. (1982a) melakukan penelitian suplementasi tiga taraf kadar Zn dalam bentuk ZnCO3 ( 25, 125 dan 225 ppm) dalam ransum ayam petelur yang mengandung tiga taraf dedak padi (25, 50 dan 75%). Hasilnya adalah suplementasi 125 ppm ZnCO3 dalam ransum yang mengandung dedak padi 25% meningkatkan produksi telur dibandingkan dengan produksi telur yang diberi ransum 25% dedak padi + 25 ppm ZnCO3, yaitu dari 72.91% menjadi 77.67%. Suplementasi semua taraf ZnCO3 nyata meningkatkan kadar Zn dalam serum ayam petelur dibandingkan tanpa suplementasi.

Piliang et al.(2002) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa suplementasi ZnCO3 sebanyak 200 ppm dalam ransum ayam kampung petelur yang mengandung minyak ikan dapat secara nyata (P<0,05) meningkatkan produksi telur. Hasil penelitian Roberts et al. (2002), yaitu suplementasi Zn dalam bentuk ZnSO4 sebanyak 10, 50 dan 150 ppm dalam ransum babi yang mengandung 30 ppm Zn tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, efisiensi penggunaan pakan maupun respon kekebalan.

Kornegay et al.(1999) melakukan penambahan Zn dalam bentuk ZnSO4.7H2O sebanyak tiga taraf ( 5, 10 dan 20 mg/kg) dan enzim fitase Natuphos sebanyak empat taraf (150, 300, 450 dan 600 U/kg ransum) dalam ransum ayam broiler jantan yang mengandung 20 mg Zn/kg (ransum jagung-bungkil kedelai). Ransum tersebut diberikan pada ayam umur 0-21 hari. Hasil penelitian tersebut adalah : 1). Penambahan Zn dalam ransum rendah Zn dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum secara linier (P < 0,01), tetapi tidak mempengaruhi konversi ransum ; 2). Penambahan enzim fitase meningkatkan pertambahan bobot badan secara linier, tetapi menurunkan efisiensi penggunaan pakan secara linier pula. Penurunan tersebut disebabkan oleh rendahnya Zn dalam ransum, bahkan setelah penambahan enzim fitase, Zn dalam ransum masih belum mencukupi kebutuhan ayam ; 3). Jumlah Zn yang diretensi (mg/ekor) serta konsentrasi Zn dalam hati meningkat dengan adanya suplementasi Zn dan enzim fitase ; 4). Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa per 100 unit


(33)

enzim fitase (dalam kisaran 150-600 unit/kg) dapat melepas 0.9 mg Zn dalam ransum.

Adeola (1999) melakukan penelitian suplementasi Zn ( 0 dan 100 mg/kg) dan enzim fitase (0 dan 1500 U/kg) dalam ransum babi berbasis jagung-bungkil kedelai. Ransum ini diberikan pada babi (bobot badan 10 kg) selama 21 hari. Hasil penelitiannya adalah : 1). Suplementasi 100 mg Zn/kg tanpa enzim fitase meningkatkan bobot badan sebesar 76 gram/hari, suplementasi enzim fitase sebanyak 1500 U/kg dalam ransum tanpa suplementasi Zn meningkatkan bobot badan lebih besar lagi, yaitu 155 gram/hari ; 2). Suplementasi Zn sebanyak 100 mg/kg meningkatkan retensi Zn dan lebih meningkat lagi dengan adanya suplementasi enzim fitase 1500 U/kg, yaitu dari 29.3% (ransum tanpa enzim fitase) menjadi 43% ( suplementasi enzim fitase 1500 U/kg + 0 mg/kg Zn) dan menjadi 48.2% (suplementasi enzim fitase 1500 + 100 mg/kg Zn). Akan tetapi, supleme ntasi Zn sebanyak 100 mg/ kg ransum babi ini menurunkan retensi mineral Mg sebanyak 31.08% (dari 341 mg/ekor/hari menjadi 235 mg/ekor/hari), mineral Mn sebanyak 40.9% (dari 22 mg/ekor/hari menjadi 13 mg/ekor/hari) dan mineral Cu sebanyak 43.73% (dari 2.95 mg/ekor/hari menjadi 1.66 mg/ekor/hari).. Adeola (1999) juga menyatakan bahwa meningkatnya Zn dalam plasma babi dengan adanya suplementasi enzim fitase menunjukan adanya kemampuan enzim tersebut untuk membebaskan Zn dari ikatan Zn-asam fitat, sehingga ketersediaan Zn meningkat. Selanjutnya dilaporkan bahwa hidrolisis asam fitat dengan adanya penambahan 1500 U/kg enzim fitase dalam ransum berbasis jagung-bungkil kedelai dapat meningkatkan ketersediaan zat- zat nutrisi, sehingga dapat meningkatkan pertambahan bobot badan.

Penggunaan Enzim 3-Fitase dalam Ransum

Enzim fitase mikrobial telah menarik perusahaan yang memproduksi enzim sebagai feed supplement untuk menghidrolisa asam fitat dalam ransum, terutama untuk ternak monogastrik. Beberapa sumber mikroba telah dipurifikasi, dikarakterisasi dan dipelajari untuk diproduksi dan saat ini telah tersedia secara komersia untuk ditambahkan ke dalam pakan ternak. Enzim fitase yang


(34)

diproduksi oleh fungus Aspergillus ficcum NRRL 3135 mempunyai aktivitas enzim fitase tertinggi, sehingga sangat cocok digunakan sebagai feed additive (Nys et al. 1999).

Dari hasil- hasil penelitian diketahui bahwa enzim fitase dapat mengatasi efek negatif dari asam fitat terhadap performan ternak. Ravindran et al.(1999) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum ayam broiler menurun dengan tingginya asam fitat dalam ransum, akan tetapi performan tersebut dapat diperbaiki dengan penambahan enzim fitase mikroba ( fitase). Adeola et al. (1995)melaporkan bahwa suplementasi enzim 3-fitase dapat meningkatkan ketersediaan dan absorpsi serta retensi Zn pada babi muda. Kornegay et al. (1999) menyatakan bahwa pemberian enzim 3- fitase pada unggas, tidak hanya meningkatkan penggunaan P, tetapi juga meningkatkan ketersediaan Zn dan Mn.

Um et al. (1999) melakukan penelitian terhadap ayam petelur dan hasilnya adalah suplementasi natuphos 500 U/kg dalam ransum berbasis jagung-bungkil kedelai (corn-soybean meal diet) nyata (P<0.05) meningkatkan kandungan mineral Ca, P, Mn dan Zn tulang tibia. Natuphos adalah enzim 3- fitase yang berasal dari Aspergillus ficcum yang diproduksi oleh perusahaan BASF.

Jacob et al. (2000a) menyimpulkan hasil penelitiannya, yaitu suplementasi enzim 3- fitase 0.01% dalam ransum ayam broiler yang berbasis gandum-bungkil kedelai (wheat-soybean meal diet) dapat menurunkan viskositas isi saluran usus halus dan nyata (P<0.05) meningkatkan abu tulang tibia pada ayam broiler umur 42 hari. Jacob et al. (2000b) mendapatkan hasil penelitiannya, yaitu suplementasi ransum petelur yang berbasis gandum-bungkil kedelai (mengandung 17% protein) dengan enzim 3- fitase 0.04% menyebabkan penurunan ekskresi mineral P secara nyata, tanpa menurunkan produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum. Suplementasi enzim 3- fitase 0.04% dalam ransum ayam petelur berbasis gandum-bungkil kedelai (mengandung protein 13.5%) menurunkan performan ayam petelur. Paik (2000) menyatakan bahwa gandum (wheat) mengandung fitase alami sebanyak 1120 U/kg, sementara jagung tidak. Dengan demikian keuntungan suplementasi enzim fitase pada ransum berbasis gandum-bungkil kedelai kurang diperoleh.


(35)

Punna dan Roland (1999) telah melakukan suplementasi enzim fitase dari natuphos sebanyak 300 U/kg dalam ransum ayam petelur yang mengandung berbagai taraf P-tersedia (available phosphorus) (0.1; 0.2; 0.3 dan 0.4%), energi metabolis 2809 kkal/kg, protein 16.67% dan Ca 4%. Hasilnya adalah enzim fitase meningkatkan produksi telur (P<0.01) dari 46.1% menjadi 82.9% pada ayam yang mengkonsumsi ransum dengan 0.1% P-tersedia, tetapi tidak berpengaruh pada ayam yang diberi ransum dengan P-tersedia 0.2, 0.3 maupun 0.4%. Puncak produksi telur pada ayam yang mengkonsumsi P-tersedia 0.1% dicapai pada umur 26 minggu dengan produksi telur 79%, setelah itu menurun terus sampai hanya 33% pada umur 36 minggu. Pemberian enzim fitase mampu memperbaiki penurunan tersebut dan produksi telur tetap terpelihara tinggi, yaitu 94% sampai umur 36 minggu. Suplementasi enzim fitase juga dapat menurunkan mortalitas dari 55% menjadi 5% pada ayam yang mengkonsumsi ransum P-tersedia 0.1%.

Lim et al.(2003) mendapatkan hasil penelitiannya bahwa suplementasi enzim fitase 300 U/kg pada ransum ayam petelur ISA-brown umur 21-41 minggu mampu memperbaiki produksi telur, menurunkan produksi telur yang pecah dan lembek serta menurunkan ekskresi mineral P. Penelitian Ceylan et al.(2003) menyimpulkan bahwa suplementasi enzim fitase 300 U/kg pada ransum petelur yang mengandung 0.2% P-tersedia dapat meningkatkan retensi mineral P, Ca, Zn, Cu dan Mn.

Viveros et al.(2002) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa suplementasi enzim fitase Natuphos sebanyak 500 U/kg pada ransum ayam broiler yang mengandung P-tersedia rendah (0.22% untuk umur 1 hari- 3 minggu dan 0.14% untuk ayam umur 3-6 minggu), mampu memperbaiki performan dan meningkatkan penggunaan P, Ca, Mg dan Zn.

Penggunaan enzim fitase pada makanan manusia ditunjukkan oleh laporan Australian New Zealand Food Authority (ANZFA) (2000), bahwa lembaga ini telah merekomendasikan kepada Australian New Zealand Food Standars Council tentang penggunaan enzim 3- fitase yang berasal dari Aspergillus niger untuk pengolahan makanan (processing aid) pada pabrik makanan. Suatu processing aid adalah bahan yang digunakan dalam pengolahan bahan mentah, makanan atau


(36)

bahan-bahan untuk memenuhi keperluan teknologi yang berhubungan dengan perlakuan atau pengolahan.

Rangkuman perkembangan penelitian yang sudah dilakukan dengan topik suplementasi Zn dapat dilihat pada Tabel 3, topik rasio molar asam fitat : Zn pada Tabel 4 dan suplementasi enzim fitase dalam ransum disajikan pada Tabel 5.

Tabel 3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum No. Jenis

Ternak

Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti

1. Ayam

petelur

Suplementasi ZnCO3 (25, 125, 225 ppm) dalam ransum yang mengandung dedak padi (25, 50, 75%)

Suplementasi 125 ppm ZnCO3 dalam ransum 25% dedak padi meningkatkan produksi telur dan Zn serum

Piliang

et al.

(1982a)

2. Ayam

petelur

Suplementasi ZnCO3 200 ppm dalam ransum yang mengandung dedak padi 81,5%

Memp erbaiki pertumbuhan bulu anak ayam

Piliang

et al.

(1982b)

3. Ayam

kampung petelur

Suplementasi ZnCO3 200 ppm

Meningkatkan produksi telur Piliang

et al. (2002)

4. Ayam

petelur

Suplementasi ZnSO4 60 ppm

Meningkatkan Zn dalam kuning telur, tidak mempengaruhi ketebalan kerabang

Mabe

et al.

(2003)

5. Ayam

broiler

Suplementasi ZnO 1000 ppm

Tidak mempengaruhi bobot badan maupun kandungan Zn dalam daging dada dan paha

Emmert dan Baker (1995)

6. Ayam

broiler

Suplementasi ZnSO4 (5, 10, 20 ppm)

Meningkatkan pertambahan bobot badan

Kornegay

et al. (1999)

7. Ayam

broiler

Suplementasi ZnSO4 200 ppm

Tidak mempengaruhi kandungan Zn dalam daging paha dan dada

Bou et al. (2004)

8. Ayam

broiler

•Suplementasi ZnO (500, 1000, 1500 ppm)

•Suplementasi ZnSO4

(500, 1000, 1500 ppm)

•ZnSO4 1500 ppm menurunkan pertumbuhan bobot badan

•ZnO 1500 ppm tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan

•Suplementasi ZnSO4 maupun

Kim dan Patterson (2004)


(37)

Tabel 3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum (lanjutan)

No. Jenis Ternak

Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti

ZnO tidak mempengaruhi kandungan Zn daging dada

•Suplementasi ZnO meningkatkan ekskresi Zn dalam manure lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi ZnSO4

9. Babi Suplementasi ZnSO4 (0,

100 ppm)

•Meningkatkan pertambahan bobot badan dan retensi Zn

•Menurunkan absorpsi Mg, Mn dan Cu

Adeola (1999)

10. Babi Suplementasi ZnSO4 (10, 50, 150 ppm)

•Tidak mempengaruhi performan Roberts

et al. (2002)

11. Tikus Pemberian makanan yang

defis ien Zn (< 1 mg Zn/kg ransum) vs kontrol (30 mg Zn/kg)

•Menurunkan bobot badan, berat hati, Zn serum, Zn femur, berat femur

•Menurunkan metallothionein dalam hati dan usus halus

Szczurek

et al. (2001)

12. Tikus Suplementasi ZnO (1000,

2500, 5000 mg/kg ransum)

•Tidakmempengaruhi pertambah- an berat badan, berat badan akhir, konsumsi ransum, efisiensi penggunaan ransum

•Meningkatkan aktivitas enzim amilase, lipase, tripsin dan protease dalam pankreas maupun usus halus

Szabo

et al. (2004)


(38)

Tabel 4. Perkembangan penelitian rasio molar asam fitat: Zn dalam ransum

No. Jenis Organis me

Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti

1. Tikus Rasio molar asam fitat : Zn -Rasio molar asam fitat : Zn = 26 pada tikus menyebabkan defisiensi Zn yang ditandai dengan : anoreksia, pertambahan bobot badan menurun, efisiensi penggunaan ransum menurun

Pallauf dan Rimbach (1999)

2. Manusia Rasio molar asam fitat : Zn pada makanan bayi

• Rasio molar asam fitat : Zn > 1,5 menurunkan ketersediaan Zn pada makanan bayi umur < 4 bulan •Rasio molar asam fitat : Zn >8 menurunkan ketersediaan Zn pada makanan bayi umur > 4 bulan

Bosscher

et al. (2001)

3. Ayam petelur

Rasio molar asam fitat: Zn pada ransum ayam Isa-Brown yang mengandung dedak padi tinggi (50%)

Rasio molar asam fitat: Zn = 15 menghasilkan efisiensi penggunaan ransum tertinggi, kandungan vitamin A dalam telur tertinggi, meningkatkan aktivitas alkalin fosfatase dalam serum Sumiati et al. (2005) -belum publikasi

4. Tikus Rasio molar asam fitat: Zn dalam ransum tikus yang mengandung tepung beras-kacang kedelai tinggi (41.25% tepung beras, 45% kacang kedelai)

Rasio molar asam fitat : Zn = 10 merupakan angka rasio terbaik; retensi Zn tertinggi, meningkatkan aktivitas alkalin fosfatase, meningkatkan perkembangan organ reproduksi (testis dan ovarium), thimus dan pankreas Sumiati et al. (2005) -belum publikasi


(39)

Tabel 5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam ransum

No. Jenis Ternak

Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti

1. Ayam

petelur

Suplementasi 500 U fitase/ kg ransum dalam ransum berbasis jagung-bungkil kedelai (corn- soybean diet), tanpa protein hewani

Meningkatkan kandungan mineral Zn, Mn, Ca dan P dalam tulang tibia

Um et al. (1999)

2. Ayam

petelur

Suplementasi 300 U fitase/kg ransum pada ransum berbasis jagung-bungkil kedelai, tanpa tepung ikan, P-tersedia (0.1; 0.2; 0.3; 0.4%)

Meningkatkan produksi telur pada ransum dengan P-tersedia rendah ( 0.1%)

Punna dan Roland (1999)

3. Ayam

petelur

Suplementasi 0,04 % enzim fitase pada ransum berbasis gandum-bungkil kacang kedelai (wheat-soyabean meal), tanpa protein hewani

Menurunkan ekskresi mineral P Jacob et al.

(2000)

4. Ayam

petelur Babcock

Suplementasi 300 U fitase/kg ransum dalam ransum berbasis jagung-bungkil kedelai, tanpa protein hewani, P-tersedia 0.25%

Tidak mempengaruhi produksi telur

Keshavarz (2000)

5. Ayam

petelur ISA-Brown

Suplementasi 300 U fitase/kg ransum

Meningkatkan produksi telur, menurunkan ekskresi P

Lim et al. (2003)

6. Ayam

petelur ISA-White

Suplementasi 300 U fitase/kg ransum

Meningkatkan produksi telur Keshavarz (2003)

7. Ayam

petelur

Suplementasi 300 U fitase/kg

Meningkatkan retensi mineral Zn, Cu, Mn, Ca dan P

Ceylan


(40)

Tabel 5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam ransum (lanjutan)

No. Jenis Ternak

Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti

8. Ayam

petelur

Suplementasi 300 U/kg ransum dalam ransum dengan protein rendah, disuplementasi dengan asam amino lisin, metionina, triptofan, isoleusin dan valin

Meningkatkan retensi mineral P, produksi telur, berat telur, efisiensi penggunaan ransum

Keshavarz dan Austic (2004)

9. Ayam

broiler

a.Suplementasi enzim fitase (0, 400, 800 U/kg ransum), tanpa bahan pakan hewani, kandungan asam fitat (1,04; 1,32; 1,57%)

b. Suplementasi enzim fitase (0, 625 U/kg ransum), mengandung bahan pakan hewani, kandumgan asam fitat (0.46; 0.82; 1.18%)

a. Meningkatkan pertambahan bobot badan

b. Meningkatkan pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum

Ravindran

et al. (1999)

10. Ayam

broiler

Suplementasi enzim fitase (600, 1200 U/kg ransum) pada ransum defisien Zn (13 mg Zn/kg ransum)

Meningkatkan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, berat tibia dan kandungan Zn tibia

Kornegay

et al. (1999)

11. Ayam

broiler

Suplementasi 0.01% fitase dalam ransum berbasis gandum-bungkil kacang kedelai

•-Menurunkan viskositas isi saluran usus

•-Meningkatkan abu tulang tibia

Jacob et al. (2000)


(41)

Tabel 5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam ransum (lanjutan)

No. Jenis Ternak

Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti

12. Ayam

broiler

Suplementasi 500 U fitase/kg ransum pada ransum dengan P-tersedia rendah (0.22% untuk periode starter, 0.14% untuk periode finisher)

•-Meningkatkan performan •-Meningkatkan penggunaan

Zn, Mn, Ca dan P

Viveros

et al. (2002)

13. Ayam

broiler

Suplementasi enzim fitase (90, 500, 750 U fitase/kg ransum) dalam ransum berbasis jagung-bungkil kedelai, P-tersedia rendah (0.35%)

Meningkatkan kecernaan asam amino dan mineral P

Rutherfurd

et al. (2004)

14. Ayam petelur

Suplementasi enzim fitase (300 dan 400 U fitase/kg) dalam ransum yang mengandung dedak padi tinggi (50%)

Tidak nyata mempengaruhi performan ayam petelur; meningkatkan kandungan mineral P dan vitamin A dalam telur, meningkatkan retensi Zn dan P, meningkatkan aktivitas alkalin fosfatase

Sumiati et al. (2005) -belum publikasi

15. Tikus Suplementasi enzim fitase (750 dan 1000 U fitase/kg ransum) dalam ransum tikus yang mengandung tepung beras 41.25% dan kacang kedelai 45%

Suplementasi enzim fitase 1000 U fitase/kg merupakan taraf terbaik ; efisiensi penggunaan ransum tertinggi, meningkatkan mineral Zn, Ca dan P, meningkatkan aktivitas alkalin fosfatase dalam serum, meningkatkan perkembangan organ reproduksi, thimus dan pankreas Sumiati et al. (2005) -belum publikasi


(42)

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dimulai dengan analisis kandungan nutrisi dan asam fitat dari bahan makanan penyusun ransum. Bahan makanan yang dianalisis adalah jagung kuning, dedak halus, bungkil kacang kedelai, tepung kacang kedelai, tepung beras dan tepung ikan. Analisis meliputi analisis proksimat (kadar air, protein, lemak, serat kasar, BETN, abu), energi bruto, Zn, Fe, Mn, Cu, Ca, P, Mg dan asam fitat.

Setelah mendapatkan data kandungan zat nutrisi dan asam fitat, kemudian dilakukan penyusunan ransum ayam petelur berdasarkan rekomendasi NRC (1994) dan ransum tikus berdasarkan rekomendasi Purina Lab. Chows (1991) dan Baker et al. (1979). Penambahan Zn inorganik dilakukan dengan memperhitungkan rasio molar antara asam fitat (AF) : Zn dalam masing- masing ransum (ayam petelur dan tikus).

PENELITIAN I

Perlakuan pada Ayam Petelur

Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan Bagian Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

A. Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur strain ISA-Brown umur 16 minggu sebanyak 162 ekor yang dibeli dari PT. Hejo Farm, Cicurug, Sukabumi. Ayam ini dipelihara sampai umur 33 minggu.

B. Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang kawat (cages) yang telah dilapisi dengan vernis sebanyak 54 kotak yang masing- masing diisi 3 ekor ayam, setiap kotak berukuran 45 cm x 45 cm x 45 cm (panjang x lebar x tinggi). Cages tersebut ditempatkan dalam 5 ruang kandang. Tempat pakan dan air minum yang digunakan terbuat dari bambu. Lampu wolfram berkekuatan 60 watt sebanyak 5 buah (masing- masing 1 buah untuk 1 ruang kandang) digunakan sebaga i penerang. Peralatan lain yang digunakan adalah : plastik wadah ransum, ember,


(43)

plastik penutup kandang(tirai), timbangan, tabung penampung darah, spuit, rak telur, peralatan untuk memotong ayam, termometer, peralatan tulis.

C. Ransum

Ransum perlakuan terdiri atas 9 macam, yaitu :

P0 = Ransum Kontrol (tanpa suplementasi ZnO maupun fitase (rasio molar AF:Zn = 76)

P1 = P0 + 252 mg ZnO/kg (rasio molar AF : Zn = 15) P2 = P0 + 567 mg ZnO/kg (rasio molar AF : Zn = 7.5) P3 = P0 + 300 U fitase/kg ransum (rasio molar AF:Zn = 76) P4 = P0 + 400 U fitase/kg ransum (rasio molar AF:Zn = 76) P5 = P0 + 252 mg ZnO/kg + 300 U fitase/kg ransum (rasio molar

AF:Zn = 15)

P6 = P0 + 252 mg ZnO/kg + 400 U fitase/kg ransum (rasio molar AF:Zn = 15)

P7 = P0 + 567 mg ZnO/kg + 300 U fitase/kg ransum (rasio molar AF:Zn = 7.5)

P8 = P0 + 567 mg ZnO/kg + 400 U fitase/kg ransum (rasio molar AF:Zn = 7.5)

Ransum perlakuan diberikan pada ayam petelur umur 18 – 33 minggu, umur 16 – 18 minggu merupakan masa adaptasi pemberian ransum perlakuan. Mineral ZnO (mengandung 80% Zn) yang digunakan untuk suplementasi Zn adalah produksi PT. INDO LYSAGHT, Jakarta. Latar belakang penggunaan ZnO dalam penelitian ini adalah: ZnO tidak bersifat toksik jika digunakan dalam taraf yang relatif tinggi seperti pada penelitian ini, sedangkan ZnSO4 bersifat toksik (akan menimbulkan iritasi) jika digunakan dalam taraf yang tinggi. Alasan lain adalah pada waktu penelitian ini dilakukan hanya ZnO yang tersedia di pasaran. Enzim fitase yang digunakan untuk suplementasi adalah 3- fitase Natuphos (EC 3.1.3.8) yang mempunyai aktivitas 5000 U/g (berasal dari Aspergillus niger) dari PT. BASF, Jakarta. Susunan ransum ayam penelitian disajikan pada Tabel 6 dan


(44)

kandungan serta kebutuhan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 7.

Perhitungan molar rasio asam fitat (AF) : Zn dalam ransum ayam petelur. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan Bosscher et al.(2001) :

Jumlah asam fitat (mg) dalam 100 g ransum/ berat molekul (BM) Jumlah Zn (mg) dalam 100 g ransum / berat molekul (BM )

Untuk ransum ayam petelur (ransum kontrol/P0) :

a. Asam fitat = 3.81%

b. Zn = 49.8 mg/kg

c.BM asam fitat (C6H18O24P6)= 660

d. BM Zn = 65.4

• Asam fitat = 3.81/100 x 100 g = 3.81 g = 3810 mg/660 = 5.7727 mmol • Zn = 49.8 mg/kg = 4.98 mg/100g = 4.98 mg / 65.4 = 0.0761 mmol • Molar rasio AF : Zn = 5.7727 mmol / 0.0758 mmol = 75.86 : 1 = 76:1 Perhitungan penambahan ZnO dalam ransum ayam petelur

1. Molar rasio AF : Zn = 7.5

• Asam fitat : Zn = 7.5, maka 5.7727 mmol (kandungan asam fitat ransum kontrol) : Zn = 7.5, sehingga Zn yang diperlukan dalam ransum adalah : -Zn = 5.7727 mmol / 7.5 = 0.7697 mmol x 65.4 (BM Zn) = 50.3383 mg/100 g = 503.383 mg/kg

• Penambahan Zn = 503.383 – 49.8 mg/kg (Zn dalam ransum kontrol) = 453.583 mg / kg ransum

• Penambahan dalam bentuk ZnO (mengandung Zn 80%) =

100/80 x 453.583 mg/kg = 566.98 mg/kg, dibulatkan menjadi 567 mg/kg ransum


(45)

2. Molar rasio asam fitat : Zn = 15

• Asam fitat : Zn = 15, maka 5.7727 (kandungan asam fitat ransum kontrol) : Zn = 15, sehingga Zn yang diperlukan dalam ransum adalah :

-Zn = 5.7727 mmol / 15 = 0.3848 mmol x 65.4 (BM Zn) = 25.1659 mg/100g = 251.659 mg/kg

• Penambahan Zn = 251.659 – 49.8 mg/kg (kandungan Zn ransum kontrol)= 201.859 mg/kg ransum

• Penambahan dalam bentuk ZnO (mengandung Zn 80%) =

100/80 x 201.859 mg/kg = 252.32, dibulatkan menjadi 252 mg/kg ransum

Tabel 6. Susunan ransum ayam petelur umur 18-33 minggu No. Bahan

Makanan1)

Ransum Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

1. Jagung(%) 15 15 15 15 15 15 15 15 15

2. Dedak padi

(%) 50 50 50 50 50 50 50 50 50

3. Bungkil kedelai

(%) 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 4. Tepung ikan

(%) 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0

5. Minyak(%) 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1

6. CaCO3(%) 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3

7. Premix(%) 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

8. Garam(%) 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

9. ZnO (mg/kg)2) - 252 567 - - 252 252 567 567

10. Fitase(U/kg)3) - - - 300 400 300 400 300 400

Jumlah (%) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1) Analisis proksimat bahan makanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,

Fakultas peternakan IPB (2003) ; analisis mineral dilakukan di Laboratorium Terpadu, IPB (2003), analisis asam fitat dilakukan di Department of Food and Nutrition, Texas Tech. University Lubbock USA (2003).

2)

ZnO (mengandung 80% Zn) produksi PT. INDOLYSAGHT, Jakarta 3)

Natuphos 5000 G ( 5000 U fitase/g) (EC 3.1.3.8) dari PT. BASF, Jakarta


(46)

Tabel 7. Kandungan dan kebutuhan zat makanan ransum ayam petelur umur 18-33 minggu

Ransum Perlakuan

Zat Makanan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Kebutuhan

(NRC 1994) EM (kkal/kg) 2859 2859 2859 2859 2859 2859 2859 2859 2859 2850 PK(%) 17.1 17.1 17.1 17.1 17.1 17.1 17.1 17.1 17.1 16.5 SK(%) 8.24 8.24 8.24 8.24 8.24 8.24 8.24 8.24 8.24 - Ca(%) 3.28 3.28 3.28 3.28 3.28 3.28 3.28 3.28 3.28 3.27 P total(%) 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84

Ptersedia(%)* 0.24 0.24 0.24 0.24 0.24 0.24 0.24 0.24 0.24 0.25 Na(%) 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.15 Cl(%) 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.13 Lisin (%) 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.69 Metionina(%) 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.30 Met+sist(%) 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.62 0.59 Cu(mg/kg) 11.2 11.2 11.2 11.2 11.2 11.2 11.2 11.2 11.2 2**

Fe(mg/kg) 110 110 110 110 110 110 110 110 110 45.5

Mn(mg/kg) 60.6 60.6 60.6 60.6 60.6 60.6 60.6 60.6 60.6 20 Zn(mg/kg) 49.8 251.4 503.4 49.8 49.8 251.4 251.4 503.4 503.4 35.4 Asam

fitat(%) 3.81 3.81 3.81 3.81 3.81 3.81 3.81 3.81 3.81

- Rasio molar

AF: Zn 76 15 7.5 76 76 15 15 7.5 7.5

* Perhitungan berdasarkan NRC (1994), P-tersedia sekitar 30% dari P total

**Batas toleransi penggunaan mineral dalam ransum ayam (Underwood dan Suttle, 2001) : Cu (500 mg/kg), Fe(3000 mg/kg), Mn(2000 mg/kg), Zn(2000 mg/kg)

D. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3 dengan 3 ulangan yang terdiri atas 2 faktor, yaitu faktor A (suplementasi Zn) yang terdiri atas 3 taraf ( 0, 252 dan 567 mg ZnO/kg dengan rasio molar AF : Zn berturut-turut ; 76, 15 dan 7.5) dan faktor B (suplementasi enzim fitase) yang terdiri atas 3 taraf ( 0, 300, 400 U fitase/kg ransum). Masing- masing ulangan menggunakan ayam petelur sebanyak 6 ekor, jadi semuanya berjumlah 162 ekor ayam petelur. Data yang diperoleh


(47)

dianalisis ragam (analyses of variance/ANOVA) (Steel & Torrie 1995). Dari hasil analisis tersebut diperoleh pengaruh utama dan pengaruh interaksi.

E. Peubah yang Diukur

1. Rataan konsumsi ransum (gram/ekor/hari)

Konsumsi ransum diperoleh dari pembagian antara jumlah ransum yang dikonsumsi (gram) dengan jumlah ayam yang ada (ekor) selama 16 minggu penelitian (Umur 18–33 minggu), kemudian dirata-ratakan menjadi

gram/ekor/hari

2. Produksi telur hen day (%)

Produksi telur hen day diperoleh dari pembagian antara jumlah telur yang dihasilkan setiap hari (butir) dengan jumlah ayam yang ada pada hari yang sama (ekor) selama 16 minggu penelitian (umur 18-33 minggu), kemudian dikalikan dengan 100%

3. Produksi massa telur harian (gram/ekor/hari)

Produksi massa telur harian diperoleh dari pembagian antara produksi telur(gram) setiap hari dengan jumlah ayam yang ada (ekor) pada hari yang sama selama 16 minggu penelitian (umur 18-33 minggu)

4. Berat telur (gram/butir)

Berat telur diperoleh dari pembagian antara jumlah berat telur (gram) yang diproduksi dengan jumlah telur (butir) yang dihasilkan

5. Konversi ransum

Konversi ransum diperoleh dari pembagian antara jumlah ransum (gram) yang dikonsumsi dengan jumlah telur (gram) yang dihasilkan

6. Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P, Mg dalam telur (putih+kuning telur) Kandungan mineral telur diperoleh dari telur ayam umur 32 minggu

7. Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P, Mg dalam kerabang telur Kandungan mineral dalam kerabang diperoleh dari telur ayam umur 32 minggu

8. Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P, Mg dalam daging (paha+dada) Kandungan mineral daging diperoleh dari daging ayam umur 33 minggu (akhir penelitian)


(48)

9. Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P, Mg dalam tulang tibia

Kandungan mineral tulang tibia diperoleh dari ayam umur 33 minggu (akhir penelitian)

10. Kandungan vitamin A dalam telur

Kandungan vitamin A dalam telur diperoleh dari telur ayam umur 32minggu 11. Aktivitas enzim alkalin fosfatase dalam serum

Aktivitas enzim alkalin fosfatase diperoleh dari darah ayam umur 32 minggu dan dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia, Bogor dengan metode yang dapat dilihat pada Lampiran 3.

12. Retensi semu (apparent retention) mineral Zn dan P

Retensi semu mineral Zn atau P diperoleh dari pengurangan antara Zn atau P yang dikonsumsi dengan Zn atau P yang keluar melalui ekskreta ayam. Prosedur pengukuran retensi Zn dan P dapat dilihat dalam Lampiran 4.

13. Tebal kerabang telur

Tebal kerabang telur diukur dengan menggunakan alat mikrometer. Sampel kerabang telur diambil dari seluruh produksi telur minggu ke-32 selama 3 hari berturut-turut, pengukuran telur dilakukan setiap hari selama 3 hari. Setiap pengukuran menggunakan kerabang telur dari 3 buah telur untuk setiap ulangan. Kerabang telur yang diukur diambil dari bagian telur yang lancip/runcing, bagian telur yang tumpul dan bagian tengah.

PENELITIAN II

Perlakuan pada Tikus

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Coba, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, DEPKES RI, Bogor.

A. Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan adalah tikus strain Sprague Dawley umur 45 – 80 hari sebanyak 72 ekor ( 36 jantan dan 36 betina). Umur tikus tersebut dianalogikan dengan masa remaja sampai dewasa kelamin pada manusia. Susanto (2000) menyatakan bahwa umur 21 – 42 hari dianalogikan dengan masa balita pada anak manusia. Baker et al. (1979) mengemukakan bahwa tikus pubertas


(1)

Lampiran 10. Analisis ragam untuk konversi ransum ayam petelur

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Mineral ZnO 2 0.0684 0.0342 0.26 0.771tn Fitase 2 0.1141 0.0570 0.44 0.650tn ZnO x fitase 4 0.6427 0.1607 1.24 0.329tn Galat 18 2.3304 0.1295

_________________________________________________________________

Total 26 3.1556

_________________________________________________________________ Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 11. Analisis ragam untuk berat telur (g/butir)

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Mineral ZnO 2 4.721 2.361 1.92 0.176tn Fitase 2 2.011 1.005 0.82 0.457tn ZnO x fitase 4 3.209 0.802 0.65 0.633tn Galat 18 22.148 1.230

_________________________________________________________________ Total 26 32.089

_________________________________________________________________ Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 12. Analisis ragam untuk aktivitas alkalin fosfatase dalam serum ayam _________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Mineral ZnO 2 542735 271368 2.16 0.144 Fitase 2 1097543 548771 4.37 0.028* ZnO x fitase 4 170747 42687 0.34 0.848 Galat 18 2262621 125701

_________________________________________________________________ Total 26 4073646

_________________________________________________________________ Keterangan : * berbeda nyata (P<0,05)


(2)

Lampiran 13. Analisis ragam untuk pertambahan bobot badan tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 605.67 121.13 1.59 0.236tn Galat 12 914.33 76.19

_________________________________________________________________ Total 17 1519.99

_________________________________________________________________ Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 14. Analisis ragam untuk konsumsi ransum tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 3800.7 760.1 2.39 0.10tn Galat 12 3810.5 317.5

_________________________________________________________________

Total 17 7611.3

_________________________________________________________________ Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 15. Analisis ragam untuk efisiensi penggunaan ransum tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 29.524 5.905 3.19 0.046* Galat 12 22.216 1.851

_________________________________________________________________

Total 17 51.740

_________________________________________________________________ Keterangan : * berbeda nyata (P<0.05)


(3)

Lampiran 16. Analisis ragam untuk retensi mineral Zn pada tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 903.57 180.71 114.71 0.000** Galat 12 18.90 1.58

_________________________________________________________________

Total 17 922.48

_________________________________________________________________ Keterangan : ** Berbeda sangat nyata (P<0.01)

Lampiran 17. Analisis ragam untuk retensi mineral Ca pada tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 2893.62 578.72 19.12 0.000** Galat 12 363.15 30.26

_________________________________________________________________

Total 17 3256.77

_________________________________________________________________ Keterangan : ** Berbeda sangat nyata (P<0.01)

Lampiran 18. Analisis ragam untuk retensi mineral P pada tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 3129.4 625.9 35.50 0.000** Galat 12 211.6 17.6

_________________________________________________________________

Total 17 3341.0

_________________________________________________________________ Keterangan : ** Berbeda sangat nyata (P<0.01)


(4)

Lampiran 19. Analisis ragam untuk kandungan mineral Zn dalam serum tikus _________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 27972 5594 3.69 0.03* Galat 12

_________________________________________________________________ Total 17

_________________________________________________________________ Keterangan : * Berbeda nyata (P<0.05)

Lampiran 20. Analisis ragam untuk kandungan mineral Ca dalam serum tikus _________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 1290.6 258.1 5.47 0.007**

Galat 12

_________________________________________________________________

Total 17 1856.6

_________________________________________________________________ Keterangan : ** Berbeda sangat nyata (P<0.01)

Lampiran 21. Analisis ragam untuk aktivitas alkalin fosfatase dalam serum tikus _________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 11257 2251 0.77 0.59tn Galat 12 35187 2932

_________________________________________________________________

Total 17 46444

_________________________________________________________________ Keterangan : tn = tidak berbeda nyata


(5)

Lampiran 22. Analisis ragam untuk persentase testis tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 0.12656 0.02531 0.49 0.774tn

Galat 12 0.61400 0.05117

_________________________________________________________________

Total 17 0.74056

_________________________________________________________________ Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 23. Analisis ragam untuk persentase ovarium tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 0.19272 0.03854 1.11 0.403tn Galat 12 0.41513 0.03459

_________________________________________________________________

Total 17 0.60785

_________________________________________________________________ Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 24. Analisis ragam untuk persentase thimus tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 0.02303 0.00461 4.16 0.02* Galat 12 0.01330 0.00111

_________________________________________________________________

Total 17 0.03633

_________________________________________________________________ Keterangan : * Berbeda nyata (P<0.05)


(6)

Lampiran 25. Analisis ragam untuk persentase pankreas tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 0.027767 0.005553 5.6 0.007**

Galat 12 0.011898 0.000991

_________________________________________________________________

Total 17 0.039665

_________________________________________________________________ Keterangan : ** Berbeda sangat nyata (P<0.01)

Lampiran 26. Analisis ragam untuk persentase hati tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 0.6467 0.1293 5.17 0.009** Galat 12 0.3001 0.0250

_________________________________________________________________

Total 17 0.9468

_________________________________________________________________ Keterangan : **Berbeda sangat nyata (P<0.01)

Lampiran 27. Analisis ragam untuk persentase ginjal tikus

_________________________________________________________________ Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P Keragaman bebas kuadrat tengah

_________________________________________________________________ Perlakuan 5 0.00572 0.00114 0.92 0.501tn

Galat 12 0.01493 0.00124

_________________________________________________________________

Total 17 0.02065

_________________________________________________________________ Keterangan : tn = tidak berbeda nyata