PENGARUH ASAM FITAT METODE PEMASAKAN DAN (1)

PENGARUH ASAM FITAT, METODE PEMASAKAN, DAN
WAKTU PEMATANGAN TERHADAP KELARUTAN
SERTA KOMPOSISI MINERAL DALAM
BAHAN PANGAN

Kelompok I
Disusun oleh
Arief Eka Nugraha
Fika Nur Anindya
Getha Audia Alif Putri
Ismanella
Karina Puspita
Ulfi Fitriani

(J3L111112)
(J3L111114)
(J3L111049)
(J3L111150)
(J3L111101)
(J3L210182)


PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

DAFTAR ISI
1 DEFINISI DAN FAKTOR-FAKTOR KETERSEDIAAN MINERAL................1
2 METODE ANALISIS MINERAL........................................................................1
3 PENGARUH ASAM FITAT DAN BEBERAPA PENGELAT ALAMI PADA
KELARUTAN MINERAL...................................................................................2
4 PENGARUH METODE PEMASAKAN PADA KOMPOSISI PROKSIMAT
DAN KADAR MINERAL PADA BAHAN PANGAN........................................3
5 PENGARUH PERBEDAAN JENIS BAHAN BAKU TERHADAP
KOMPOSISI MINERAL Ca, P, Mg, K, DAN Na................................................5
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pengaruh enzim fitase dan asam sitrat terhadap kelarutan Ca, Mg, K
(a) dan Zn, Fe, Mn (b) pada sereal gandum..........................................2
Gambar 2 Pengaruh enzin fitase dan asam malat terhadap kelarutan Ca, Mg, K
(a) dan Zn, Fe, Mn (b) pada sereal gandum..........................................2
Gambar 3 Komposisi proksimat pada bahan pangan (ikan pelangi) dalam bentuk
mentah dan masak.................................................................................4
Gambar 4 Komposisi mineral Na, K, Ca, Mg, dan P (a), Fe, Zn, Mn, dan Cu (b)
bahan mentah dan masak ikan pelangi (mg/kg)a.b...............................4

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil kalibrasi dan validasi komposisi mineral dalam keju.......................5
Tabel 2 Hasil kalibrasi NIR.....................................................................................6
Tabel 3 Hasil validasi eksternal..............................................................................6

1

1 DEFINISI DAN FAKTOR-FAKTOR KETERSEDIAAN
MINERAL
Tidak ada definisi umum untuk ‘mineral’, tetapi istilah ini biasanya merujuk
pada unsur-unsur selain C, H, O, dan N yang terdapat dalam bahan pangan.

Unsur-unsur golongan IA dan VIIA berada dalam bahan pangan terutama dalam
bentuk spesies ionik bebas (Na+, K+, Cl-, dan F-). Ion-ion ini sangat larut dalam air
dan memiliki daya ikat yang rendah pada kebanyakan ligan sehingga ditemukan
terutama sebagai ion bebas dalam sistem berair (Miller dalam Fennema 1996).
Ketersediaan hayati mineral ditentukan oleh efisiensi penyerapan dari lumen
usus ke dalam darah. Mineral yang dikonsumsi oleh makhluk hidup tidak
semuanya terserap dalam tubuh walaupun kandungan mineral di dalam bahan
pangan tersebut tinggi. Banyak faktor dapat memengaruhi ketersediaan hayati dan
penyerapan mineral, seperti bentuk kimia dalam bahan pangan, ligan bahan
pangan, aktivitas redoks komponen bahan pangan, interaksi mineral-mineral, dan
keadaan fisiologis konsumen. Salah satu faktor yang memengaruhi ketersediaan
mineral, yaitu pengaruh pemrosesan bahan pangan yang dimasak secara berbedabeda, seperti digoreng, dibakar, direbus, dimikrogelombang, dan dipanggang
(Miller dalam Fennema 1996).

2 METODE ANALISIS MINERAL
Komposisi mineral dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode,
yaitu spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer ultra-violet (UV),
spektrofotometer serapan atom (AAS), spektrofotometer inframerah dekat
(NIRS), dan spektrofotometer plasma yang tergandeng secara induktif (ICP), dan
titrimetri dengan 3 jenis titrasi, yaitu titrasi kompleksometri, titrasi redoks, dan

titrasi pengendapan. Pengukuran kalium, magnesium, dan zink menggunakan
AAS yang sebelumnya sampel didestruksi dengan metode basah menggunakan
HNO3. Pengukuran kalsium dan besi menggunakan AAS, sedangkan fosforus
menggunakan spektrofotometer yang sebelumnya sampel didestruksi
menggunakan metode kering (Ekholm 2003).
Komposisi mineral dalam suatu bahan pangan dapat juga dipengaruhi oleh
proses pengolahan. Proses pengolahan bahan pangan dilakukan dengan cara
digoreng, direbus, dipanggang, dibakar, dan dimasak dengan mikrogelombang.
Metode pemasakan dengan pemanggangan dan pembakaran dibedakan
berdasarkan penggunaan minyak pada saat pengolahan bahan pangan (Gokoglu
2004).
Seiring dengan perkembangan teknologi, mineral dapat dianalisis
menggunakan alat yang lebih canggih, yaitu NIRS dan ICP. NIRS dilakukan pada
panjang gelombang 1100–2000 nm yang dilengkapi dengan pengujian serat optik,
sedangkan analisis dengan ICP dilakukan dengan penambahan HNO3 dan H2O2
yang dianalisis pada tegangan tinggi (Martin 2011).

2

3 PENGARUH ASAM FITAT DAN BEBERAPA PENGELAT

ALAMI PADA KELARUTAN MINERAL
Kelarutan kalsium, magnesium, kalium, zink, besi, dan mangan dalam
sampel sereal gandum dipengaruhi oleh asam fitat. Pembentukan kompleks
mineral dengan asam fitat menurunkan kelarutan mineral tersebut. Oleh sebab itu,
digunakan enzim fitase dan pengelat, seperti asam sitrat dan asam malat. Asam
fitat akan dihidrolisis oleh enzim fitase sehingga tidak dapat lagi mengompleks
mineral. Proses hidrolisis ini harus dilakukan dalam keadaan pH, suhu, dan waktu
yang optimum. Enzim fitase baik untuk digunakan sebagai bahan tambahan dalam
sampel sereal gandum. Pengelat juga dapat ditambahkan kedalam sereal gandum
untuk membantu daya larut mineral dengan cara mengelat mineral tersebut. Hal
ini disebabkan sifat pengelat yang digunakan mudah larut, sehingga mineral yang
terkelat akan ikut larut bersama dengan pengelatnya (Ekholm 2003).

(a)

(b)

Gambar 1 Pengaruh enzim fitase dan asam sitrat terhadap kelarutan Ca, Mg, K
(a) dan Zn, Fe, Mn (b) pada sereal gandum


(a)

(b)

Gambar 2 Pengaruh enzin fitase dan asam malat terhadap kelarutan Ca, Mg, K
(a) dan Zn, Fe, Mn (b) pada sereal gandum
Kelarutan mineral dengan dan tanpa perlakuan enzim fitase maupun
penambahan pengelat asam sitrat dan asam malat diperlihatkan pada Gambar 1–2.
Penggunaan enzim fitase dapat meningkatkan kelarutan kalsium, magnesium, dan
kalium secara signifikan, sedangkan zink, besi, dan mangan tidak mengalami

3

perubahan yang signifikan pada penambahan enzim fitase. Selain penggunaan
enzim fitase, pengelat juga membantu peningkatan kelarutan mineral. Pengelat
yang digunakan, yaitu asam sitrat dan asam malat. Penambahan pengelat asam
sitrat bersamaan dengan enzim fitase meningkatkan kelarutan mineral kalsium,
magnesium, zink, dan mangan secara signifikan dibandingkan pengelat asam
malat sehingga pengelat asam sitrat lebih baik digunakan untuk meningkatkan
kelarutan mineral. Peningkatan kelarutan mineral juga dipengaruhi oleh

konsentrasi pengelat. Konsentrasi pengelat yang lebih besar lebih meningkatkan
kelarutan mineral (Ekholm 2003).

4 PENGARUH METODE PEMASAKAN PADA KOMPOSISI
PROKSIMAT DAN KADAR MINERAL PADA BAHAN
PANGAN
Komposisi proksimat pada bahan pangan (ikan pelangi) dalam bentuk
mentah dan masak dapat dilihat pada Gambar 2. Analisis proksimat dilakukan
untuk mengetahui pada suatu komponen tertentu yang terkandung di dalam bahan
pangan. Komponen yang ada pada bahan pangan digolongkan berdasarkan
komposisi kimianya, yaitu kadar air, kadar abu, protein, dan lemak. Perubahan
komposisi kadar bahan kering, protein, dan kadar abu menghasilkan nilai
signifikan untuk semua metode pemasakan. Peningkatan kadar lemak tidak
signifikan pada semua metode pemasakan, kecuali pada ikan yang digoreng
(Gokoglu 2004).
Peningkatan kadar lemak tertinggi terdapat pada ikan yang digoreng
dibandingkan dengan metode yang lainnya, disebabkan oleh penyerapan lemak
oleh ikan pada minyak yang digunakan selama penggorengan. Penyerapan lemak
juga menyebabkan kenaikan kadar bahan kering. Kadar bahan kering tertinggi
terdapat pada ikan yang digoreng dan dimikrogelombang akibat kehilangan air

selama proses penggorengan dan pemasakan mikrogelombang. Selain itu,
kehilangan air juga menyebabkan kadar protein yang tinggi (Gokoglu 2004).
Komposisi mineral bahan pangan (ikan pelangi) dalam bentuk mentah dan
masak (mg/kg)a.b dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Ketahanan mineral
dalam bahan pangan (ikan pelangi) dapat dipengaruhi oleh metode pemasakan.
Mineral dapat dipengaruhi ketahanannya oleh berbagai metode pemasakan, yaitu
digoreng, direbus, dipanggang, dibakar, dan dengan mikrogelombang. Pemasakan
dengan mikrogelombang dapat meningkatkan kadar natrium pada ikan pelangi,
sedangkan perebusan menurunkannya. Kandungan kalium naik signifikan setelah
dipanggang dan dimasak dengan mikrogelombang, sedangkan setelah digoreng
dan dibakar tidak terlalu signifikan. Perubahan kandungan kalsium pada semua
sampel tidak terlalu signifikan. Kandungan magnesium pada ikan pelangi secara
signifikan menurun setelah digoreng, dipanggang, dibakar, dan direbus, kecuali
dengan metode pemasakan mikrogelombang. Menggoreng dapat meningkatkan
kandungan mineral cupper dibandingkan dengan metode pemasakan lainnya.
Semua metode pemasakan tidak terlalu berpengaruh pada kandungan besi dalam

4

ikan pelangi, sedangkan kandungan mineral zink dan mangan menurun pada

semua jenis metode pemasakan (Gokoglu 2004).

Keterangan :

BB= bahan baku, G= digoreng, R= direbus, B= dibakar, P=
dipanggang, MG= dimikrogelombang
Gambar 3 Komposisi proksimat pada bahan pangan (ikan pelangi) dalam bentuk
mentah dan masak

(a)

Gambar 4

(b)
Komposisi mineral Na, K, Ca, Mg, dan P (a), Fe, Zn, Mn, dan Cu (b)
bahan mentah dan masak ikan pelangi (mg/kg)a.b

5

5 PENGARUH PERBEDAAN JENIS BAHAN BAKU

TERHADAP KOMPOSISI MINERAL
Ca, P, Mg, K, DAN Na
Keju dapat dibuat dari jenis susu yang berbeda-beda, seperti susu sapi,
domba, dan kambing. Keju mengandung berbagai mineral penting, tetapi
kandungannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis susu yang diolah
dan musim. Kandungan mineral kalsium dan fosforus pada keju susu domba lebih
tinggi dibandingkan dengan keju susu kambing dan sapi, sedangkan mineral
kalium paling banyak terdapat pada keju susu sapi dibandingkan dengan keju susu
domba dan kambing. Kandungan mineral kalium dalam keju susu bergantung
pada jenis hewan yang akan diolah susunya dan proses pemasakan keju tersebut.
Mineral natrium hanya terdapat pada keju susu sapi dan kambing. Akan tetapi,
jumlahnya dalam kedua jenis keju tersebut bergantung pada jenis musim.
Kandungan mineral natrium pada keju susu sapi saat musim panas lebih tinggi
dibandingkan dengan pada keju susu kambing, sedangkan pada musim dingin
justru lebih rendah. Mineral magnesium komposisinya tidak berbeda signifikan
pada semua jenis keju susu (Martin 2011).
Analisis mineral dalam keju biasanya dilakukan dengan menggunakan
metode spektroskopi plasma optik ICP. Namun, metode ini memerlukan biaya
yang mahal dan waktu analisis yang cukup lama. Oleh karena itu, diperlukan
metode lain untuk analisis mineral yang berpotensi menggantikan metode ICP

salah satunya metode spektroskopi inframerah dekat. Hasil analisis dari metode
spektroskopi inframerah dekat dilakukan kalibrasi dan validasi untuk mengetahui
keakuratan dan ketelitian metode tersebut. Kalibrasi metode NIRS dilakukan
dengan membandingkan standar mineral yang telah diketahui. Sedangkan validasi
metode NIRS dilakukan dengan membandingkan hasil analisis NIRS dengan ICP
yang merupakan metode referensi. Hasil kalibrasi dan validasi ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Hasil kalibrasi dan validasi komposisi mineral dalam keju
Kalibrasi
Validasi
Standar
Standar
Unsur
Min
Maks Rerata
Min
Maks Rerata
deviasi
deviasi
Ca
4.49
40.38
8.11
3.8
5.12
12.56
7.89
1.6
P
2.43
6.03
3.73
0.7
2.35
5.68
3.83
0.8
K
0.62
2.17
1.26
0.4
0.73
1.88
1.23
0.3
Na
2.76
13.92
7.99
2.7
3.83
12.96
7.74
2.2
Mg
257.85 686.69 401.19
67.0
269.43 561.96 405.56
58.8
Nilai standar deviasi yang dihasilkan dari masing-masing komposisi mineral
pada sampel keju menunjukkan bahwa hasil metode NIRS yang digunakan sesuai
untuk analisis mineral yang dilakukan, kecuali pada mineral Mg Standar deviasi
yang baik berada pada kisaran 2 untuk selang kepercayaan 95% dan 3 untuk
selang kepercayaan 98%, sehingga dapat dilihat pada Tabel 1 masing-masing
mineral berada pada kisaran yang seharusnya. Akan tetapi, untuk mineral Mg nilai
standar deviasi yang dihasilkan jauh berada dari kisaran yang seharusnya sebab
mineral Mg tidak sesuai dianalisis dengan metode NIRS. Parameter kalibrasi

6

NIRS terdiri dari RSQ, SEC, SECV, dan RPD. Rentang konsentrasi dan standar
deviasi untuk masing-masing mineral ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Unsur
Ca
P
K
Na
Mg

Hasil kalibrasi NIR
n
SD
Estimasi
156
1.3
3.75−1.52
153
0.5
2.03−5.28
158
0.3
0.20−2.30
150
2.7
0−15.88
155 60.4 216.17−578.82

RSQ
0.74
0.69
0.86
0.92
0.72

SEC
0.65
0.30
0.13
0.74
31.95

SECV
0.82
0.33
0.16
0.80
40.25

RPD
2.0
1.8
2.7
3.8
2.0

Keterangan
n = jumlah sampel
SD = standar deviasi
RSQ = koefisien korelasi perkalian
SEC = kesalahan standar kalibrasi
SECV = kesalahan standar validasi silang
RPD = rasio perbandingan deviasi
Hasil kalibrasi NIRS menunjukkan bahwa nilai SEC yang merupakan galat
metode kalibrasi memiliki nilai yang besar untuk mineral Mg. Hali ini berarti
bahwa analisis NIRS tidak sesuai untuk mineral Mg sebab semakin besar nilai
SEC maka semakin banyak galat yang terdapat dalam analisis tersebut. Nilai SEC
tersebut juga berhubungan dengan nilai SECV yang merupakan galat metode
validasi silang apabila nilai SECV semakin besar maka semakin banyak juga galat
yang terdapat dalam analisis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 untuk mineral
Mg. Nilai RSQ menunjukkan kelinearan metode yang digunakan, nilai RSQ yang
baik pada nilai 0,9999. Metode analisis yang dilakukan cukup baik sebab hasil
analisis masih berada dalam kisaran yang seharusnya. Nilai ketelitian prediksi
sampel ditentukan berdasarkan nilai RPD. Jika nilai RPD lebih besar dari 2.5
maka metode dianggap baik untuk analisis tersebut. Nilai maksimum 3.8
diperoleh untuk natrium dan minimum 1.8 untuk fosforus (Tabel 2). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kapasitas prediksi dapat dianggap sangat baik untuk kalium
dan natrium, serta dapat diterima untuk kalsium, fosforus, dan magnesium.
Parameter validasi eksternal yang dilakukan terdiri dari taraf signifikan,
rerata residu, dan RMSE. Nilai RMSE berada pada kisaran yang seharusnya
sehingga metode yang digunakan dianggap baik untuk analisis tersebut yaitu
masih berada dalam kisaran 0 sampai 1, kecuali pada logam Mg. Tabel 3
menunjukkan hasil yang diperoleh dalam validasi eksternal yaitu rerata residu dan
nilai rerata akar dari kesalahan standar (RMSE).
Tabel 3 Hasil validasi eksternal
Komponen
p (Taraf signifikan)
Ca
0.40
P
0.15
K
0.15
Na
0.15
Mg
0.65

Rerata residu
0.69
0.34
0.16
1.01
39.81

RMSE
0.93
0.46
0.22
1.52
49.80

7

DAFTAR PUSTAKA
Ekholm P, Virkki L, Ylinen M, Johansson L. 2003. The effect of phytic acid and
some natural chelating agents on the solubility of mineral elements in oat bran.
Food Chem. 2: 165-170.
Gokoglu N, Yerlikaya P, Cengiz E. 2004. Effect of cooking methods on the
proximate composition and mineral contents of rainbow trout (Oncorhynchus
mykiss). Food Chem. 3: 19-22.
Martin IG, Hierro JM, Revilla I, Quintana AV, Ortega IL. 2011. The mineral
composition (Ca, P, Mg, K, Na) in cheeses (cow’s, ewe’s, and goat’s) with
different ripening times using near infrared spectroscopy with fibre-optic
probe. Food Chem. 1: 147-152.
Miller DD. 1996. Minerals. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry. Ed
ke-3. New York (US): Marcel Dekker. hlm 617-650.