CATATAN SEORANG RIDWAN DARI SAUDI ARABIA

CATATAN SEORANG RIDWAN DARI SAUDI ARABIA

by Ridwan

A ku anak ke-3 dari 4 bersaudara. Namaku Ridwan, umurku sekarang 32 tahun, aku akan bercerita pengalaman aku sampai menjadi perawat.

Ayahku seorang perawat, dahulu beliau bekerja sebagai PNS di Dinkes Kabupaten Purwakarta. Orangtua kami dikaruniai 4 orang anak. Untuk menyekolahkan keempat anaknya, ayah cukup kebingungan dengan masalah biaya. Sampai-sampai buka praktek sebagai mantri door to door.

Ayah dikenal sebagai mantri door to door yang cukup tersohor di daerah kami waktu itu. Meski ada saja orang sirik yang nggak menginginkan ayah sukses.

Kakak yang pertama, masuk kuliah dan yang ke dua juga masuk kuliah. Sedangkan aku, saat itu 2 tahun lagi akan memasuki jenjang kuliah. Sementara, adik menyusul 3 tahun kemudian.

Agaknya, Ayah kebingungan dengan sikon yang ada. Beliau memutuskan cuti di luar tanggungan negara untuk pergi ke Amerika.

Beberapa bulan beliau pergi, mengikuti training di jakarta di salah satu Perusahaan Pengerah tenaga Kerja. Hingga saat waktunya test tiba, semuanya dinyatakan lulus, ternyata

pemberangkatan ke Amerika dibatalkan! Yah! Mau gimana lagi! Nasi sudah menjadi bubur. Beliau lantas mencari informasi ke PT tersebut, untuk bisa berangkat ke negara lain.

Ternyata, yang ada adalah Saudi Arabia! Setelah melakukan test dan lain lain, beliau lulus dan siap berangkat ke Saudi Arabia tahun

Sampai di sana ternyata, perang teluk meletus. Ayah ditugaskan di perbatasan antara Saudi dan Kuwait.

Coba bayangkan, bagaimana menghadapi perang waktu itu karena belaiu baru saja datang ke Saudi Arabia?

Alhamdulillah beliau beserta rekan-rekannya selamat. Beberapa tahun di Saudi Arabia beliau merencanakan membawa kami. Ibu, aku dan adikku

untuk pergi ke sana. Ada 3 visa gratis beserta tiketnya. Tahun 1993 kami pergi ke sana. Tinggal di rumah dan pergi untuk umroh dan haji. Sangat

disayangkan untuk kami, jauh sekali dari sekolah Indonesia. Posisi sekolahnya ada di Riyadh, maka kami hanya dikirim modul dari Riyadh.

Ketika di sana, aku merasa bangga sama profesi bapakku seorang perawat! Apalagi perawat luar negeri! Sedikit-sedikit teman-teman bapakku orang Filipina, India, Pakistan, dan Indonesia mengajarkan overview masalah keperawatan.

Walaupun bahasa inggrisku kurang bagus, sedikit-sedikit aku mengerti. Dari sanal ah kemudian munculnya keinginan menjadi perawat. Aku pikir waktu itu, enak sekali pekerjaannya dan alat yang digunakan sudah canggih. Beda sekali dengan yang ada di Indonesia waktu itu.

Tahun 1993-1995, kami diam di sana hanya hajian dan umroh. Aku kembali ke Indonesia tahun 1995. Baru lulus SD mau masuk ke SMP. Waktu itu jadi aku ngulang lagi ke kelas 1 SMP. Aku tertinggal 2 tahun sama teman-teman se-angkatanku.

Setelah berada di Indonesia sedikit-sedikit aku baca buku tentang keperawatan, meski belum begitu memahaminya.

Rencananya, pingin sekali sekolah di SPK. Namun ayah melarang. Beliau bilang sekolah saja di SMU nanti lanjutkan ke AKPER.

Singkat cerita, aku lulus SMP dan masuk SMU. Setelah masuk SMU, mulai berubahlah cita- cita. Kali ini ingin jadi jaksa. Aku pun coba ujian di salah satu universitas swasta di Bandung yang ternyata aku lulus. Sayangnya, ayah meminta untuk jadi perawat. Tak ada pilihan lain, aku coba masuk ke AKPER.

Ke AKPER NEGERI ikut test dan ternyata aku belum beruntung. Mencoba lagi di salah satu Akper dan ternyata nilai hasil ujianku ditukar sama seseorang, karena ada saudaranya yang bekerja di Akper tersebut.

Aku coba yang terakhir kalinya ke Akper di Bandung. Alhamdulillah lulus dan kelulusannya di urutan pertama.

Ayah senang sekali mendengar berita kelulusan ini. Dengan bersemangat, beliau bilang yang giat kuliahnya. Jangan tergoda sama pergaulan!

Saat kuliah perasaanku biasa saja, sampai aku pernah merasa bosan karena itu-itu saja yang diajarkan. Aku coba bertahan! Perkuliahan jalan, padahal aku sebenarnya nggak mau jadi perawat, karena aku sendiri takut kalo disuntik. Meski demikian, ironisnya, saat kuliah aku selalu ingin tahu, semua aku tanya!

Aku pernah minta untuk magang di Rumah Sakit (RS) terkemuka di Bandung dan akhirnya diterima. Magang di RS terkemuka di Bandung. Pada waktu itu masih ingat kerja dinas malam hanya dengan midog atau indomie dan telur. Aku dikasih uang Rp 150.000,-/bulan lumayan nambah-nambah uang bulanan. Sambil kuliah aku juga bisnis yang lain untuk nambah-nambah uang kuliah dengan jual-beli HP karena waktu itu dekat sekali dengan Mall tempat HP.

Singkat cerita aku lulus kuliah, aku bingung mau kemana. Kalau aku tetap bekerja sebagai suka relawan nggak cukup untuk apa-apa!

Cerita lucu waktu itu, nggak sengaja aku beli koran PR dan aku baca lowongan pekerjaan, dan ternyata ada RS baru yang akan dibuka, aku iseng-iseng masukin lamaran, ternyata ketika di interview, dokter-dokternya sebagian aku kenal waktu magang dulu.

Singkat cerita beberapa kali aku interview dan Psikotes ternyata aku diterima bekerja di RS itu. Akhirnya aku bekerja di RS itu mulai 2005 dan aku ditempatkan di UGD.

RS itu masih baru dan belum punya apa-apa tapi yang punya RS menginginkan RS itu segera dibuka padahal belum punya ijin dari Dinkes. Lucunya, ketika itu belum ada alat-alat dan aku dan teman-teman meminjam dan membeli ke Apotek dan Puskesmas terdekat, sampai- sampai pegawai puskesmas bilang bawa saja pasiennya ke sini. Dalam waktu 3 bulan aku diangkat menjadi pegawai tetap. Aku diberi mandat untuk menjadi Kepala Ruangan UGD. Tiga tahun aku menjadi kepala ruangan UGD. Tahun 2008, ayah menelpon katanya ada lowongan di RS swasta di Saudi Arabia. Aku memutuskan pergi ke sana.

Tahun 2008, pergi ke Jakarta menemui PT yang ayah bilang. Pada 4 November 2008, berangkat ke Saudi Arabia dan bekerja di sebuah RS swasta, ditempatkan di ruangan Dialysis. Padahal aku pengalaman di ER!

Di sana bekerja selama 2 tahun, kemudian pindah ke ruangan Endoscopy sampai saat ini.

Aku merasakan jadi perawat itu harus siap dalam segalanya, fisik, mental dan sosial! Tidak gampang menghadapi rintangan dan hambatan yang dihadapi. Apalagi bekerja di luar

negeri! Kalau nggak kuat menghadapinya, kita merasa tidak betah dan pingin pulang terus.

Sebaliknya, jika siap dalam menghadapi segala kemungkinannya, jadi perawat, itu nikmat!

Dammam-Saudi Arabia, 27 November 2012

FB: www.facebook.com/ridwan.ayahsarah