Maqasid al-Shari’ah sebagai Sebuah Pendekatan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 59
‘Abdurrahman Ibrahim al-Kilani secara khusus mengkaji hal ini dengan detail dan sistematis. Menurutnya seluruh qaidah
maqas}id yang dinyatakan oleh al-Shat}ibi dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori besar yaitu: kaidah-kaidah yang
berkaitan dengan tema maslahat dan mafsadat, kaidah-kaidah yang berkaitan dengan dasar penghilangan kesulitan, dan kaidah-kaidah yang berhubungan
dengan akibat-akibat perbuatan dan tujuan-tujuan orang mukallaf.
126
Dari kategorisasi ini bahwa kemaslahatan, kemudahan dan tujuan akhir suatu ketentuan
hukum menjadi dasar utama yang hendak digapai oleh ijtihad berbasis maqas}id.
Kategori pertama adalah menekankan pada realisasi kemaslahatan sebagai tujuan dari ketentuan hukum Islam. Termasuk dalam kategori ini adalah kaidah-
kaidah sebagai berikut: a.
جآ ج ف ح ص ئ
ض Penentuan hukum-hukum shari‟at adalah untuk kemaslahatan hamba baik untuk saat ini maupun
nanti.
127
b. ش
ح ص ح
يص ض
Yang dipahami dalam penentuan Shari’ adalah bahwa ketaatan dan
kemaksiatan diukur dengan tingkat kemaslahatan dan kemafsadatan yang ditimbulkannya.
128
c. ج
ا ج
ي فا خا ء
ا ا ف ص ا
ك ي ح ي ا
صح
126
‘Abd al-Rahman Ibrahim al-Kilani,
Wawa’id al-Maqas}id ‘Indonesia al-Imam al-Shat}ibi ‘Aradan wa Dirasatan wa tahlilan
Damsyiq, Suriah: IIIT dan Dar al-Fikr, 2000.
127
Penjelasan lebih lanjut tentang kaidah ini lihat
ibid
, 126-136.
128
Ibid., 136-142.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 60
. ف ح ص ف Perintah dan larangan dari sisi teks adalah sama dalam
hal kekuatan dalilnya, perbedaan apakah ia berkekuatan wajib atau sunnat dan antara haram atau makruh tidak bisa diketahui dari
nas}s} melainkan dari makna dan analisa dalam hal kemaslahatannya dan dalam tingkatan apa hal itu
terjadi.
129
d. ش ص ف ي ا ح ف
غ ك ح ص يصح Sesungguhnya kemaslahatan itu jika bersifat
dominan dibanding
kemafsadatan dalam
hukum kebiasaan,
maka kemaslahatan itulah sesungguhnya yang dikehendaki dalam shara‟ yang perlu
diwujudkan.
130
e. ح
ف ف ك ف ح ص ج ي ا ح ص
حا Hukum- hukum yang ditujukan agar terciptanya kemaslahatan tidak mengharuskan
adanya kemaslahatan dalam setiap partikel pada saat yang bersamaan.
131
Dari kaidah-kaidah kategorisasi pertama ini diketahui dengan jelas bahwa makna dan eksistensi kemaslahatan menentukan status suatu hukum
yang diposisikan diatas otoritas teks yang dalam fiqh klasik memiliki otoritas sangat kuat.
Kategori kedua adalah kaidah-kaidah yang berhubungan dengan dasar berfikir berbasis
maqas}id untuk menghilangkan kesulitan. Kaidah-kaidah yang termasuk dalam kategori ini adalah:
129
Ibid., 142-146.
130
Ibid., 146-151.
131
Ibid., 151-152.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 61
a. يف
ك في ص ي Allah memberikan beban taklif bukan
bertujuan untuk menyulitkan dan menyengsarakan.
132
b. ص
ف ا
ص ي ص ي ا
ك يف ي في ي
ئ ح ص ك tidak dipertentangkan bahwa Allah menetapkan hukum taklif yang didalamnya terdapat beban dan kesulitan, tetapi bukanlah
esensi kesulitan itu yang sesungguhnya dikehendaki, melainkan kemaslahatan yang akan kembali kepada orang mukallaf yang menjalankannya.
133
c. ي ح ف ج ك ف
ح خ ي ا في ص يئ ض ف ئ ح
jika ada sutu tujuan yang secara logika di luar kemampuan hamba, maka hukumnya disamakan dengan sesuatu yang telah
terjadi sebelumnya atau yang serupa dan sepadan dengannya.
134
d. يف ي ا
يف خا
ا ي
في ف ي ج ي يغ
ك ح خ اح ا
shari‟at perlu dijalankan dengan cara yang moderat dan adil, mengambil adri dua sisi secara seimbang, yang bisa
dilakukan oleh hamba tanpa kesulitan dan kelemahan.
135
e. ا
ي ح ح
صا ج ف
ش ا ا
ي اف ا
pada dasarnya apabila pelaksanaan suatu pendapat akan mengarahkan pada kesulitan atau pada hal yang tidak mungkin
132
Ibid., 277-285.
133
Ibid., 286-289.
134
Ibid., 289-291.
135
Ibid., 291-295.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 62
secara logika dan shara‟, maka hal tersebut tidak bisa dilakukan dengan istiqamah terus menerus sehingga tidak perlu diteruskan.
136
f. ي ف
ا ف ص termasuk dari tujuan shara‟ dalam
setiap perbuatan adalah tetap konsistennya mukallaf atas perbuatan tersebut.
137
Kaidah-kaidah tersebut di atas menunjukkan bahwa maqas}id based ijtihad
berpihak kepada kemudahan dan kemampuan mukallaf sebagai pelaksana hukum. Karena itulah fiqh yang didasarkan pada
maqas}id al-shariah juga disebut dengan fiqh al-
tashri’ fiqh yang memudahkan. Kategori ketiga adalah kelompok kaidah yang berhubungan dengan akibat
akhir dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh mukallaf serta tujuan mukallaf itu sendiri, yaitu:
a. ف فا ك ش ص
ا اآ ف menganalisa akibat akhir perbuatan hukum adalah diperintahkan oleh shara‟, baik
perbuatan itu sesuai dengan tujuan shara’ atau bertentangan.
138
b. ا ف
ي ج mujtahid wajib menganalisa sebab-sebab dan akibat-akibat hukum.
139
Dari kategorisasi teakhir ini, jelas yang dikehendaki oleh al-Shat}ibi adalah bahwa proses ijtihad tidak hanya berfokus pada teks dalil melainkan juga pada
konteks peristiwa atau perbuatan hukum dan pada sisi akibat al-maal sebagai
136
Ibid., 295-302.
137
Ibid., 302-304.
138
Ibid., 362-371.
139
Ibid., 371-383.