HIFZ AL NAFS DALAM PELAYANAN KESEHATAN : ANALISIS PERSPEKTIF MAQASID AL SHARI'AH DAN HUKUM POSITIF.
HIFZ AL-NAFS DALAM PELAYANAN KESEHATAN
(ANALISIS PERSPEKTIF MAQASID AL-SHARI’AH DAN HUKUM
POSITIF)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi
Hukum Tata Negara
Oleh:
FATHURRAHMAN NIM: F0.22.13.013
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
vi
ABSTRAK
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak setiap individu yang harus dijaga dan dihormati oleh setiap orang. Di Indonesia, hak asasi masnusia dinyatakan secara eksplisit dalam UUD 1945 Pasca-amandemen. Di antara semua pasal tersebut, pada Pasal 28H ayat (1) tercantum dengan jelas bahwa Pelayanan Kesehatan adalah termasuk dalam kategori Hak Asasi Manusia yang berhak didapatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Jauh sebelumnya, Islam telah lama mendengungkan kebebasan setiap individu. Inti ajaran Islam yang terbingkai dalam maqa>s}id al-shari>'ah secara global mengajarkan lima prinsip utama yaitu: hak perlindungan agama (hak beragama), hak perlindungan jiwa (hak hidup), hak perlindungan terhadap akal (intelektual), hak perlindungan terhadap hak milik, dan hak berkeluarga.
Jika diperhatikan lebih mendalam, terdapat persamaan visi antara hak pelayanan kesehatan yang diamanatkan UUD 1945 tersebut dengan salah satu dari tujuan pokok dalam Islam yaitu pemeliharaan terhadap jiwa (h}ifz} al-nafs). Tesis ini mencoba untuk mengeksplorasi dan menganalisis secara ilmiah tentang bagaimana seharusnya kehadiran negara dalam menjamin hak rakyat dalam hal pelayanan di bidang kesehatan ditinjau dari perspektif maqa>s}id al-shari>'ah dan hukum positif di Indonesia.
Penelitian ini merupakan library research dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual
(Conceptual Approach), Pendekatan historis (Historical Approach), dan
pendekatan perbandingan (Comparative Approach). Data-data primer dan sekunder diolah secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia belum maksimal, hal ini diindikasikan dengan banyaknya rumah sakit yang terkesan mengabaikan kondisi pasien yang kritis dan lebih mengutamakan kelengkapan persyaratan administratif sebelum melakukan penanganan terhadap pasien. Ditinjau dari perspektif maqa>s}id al-shari>'ah yang menekankan pada pengutamaan maslahat dari pada mafsadat, bahwa hukum penanganan pasien tergantung dari tingkat kebutuhan (maslahat) pasien terhadap pelayanan kesehatan. Sedangkan dalam perspektif hukum positif, hak-hak pasien terkait pelayanan kesehatan tidak dilayani dengan baik oleh pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab menjamin kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, tindakan mengabaikan pasien tersebut, jika dilihat dari perspektif hukum positif bisa dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan hak asasi manusia.
Hasil Penelitian ini sebagai kritik sekaligus merekomendasikan agar pemerintah secara umum baik legislatif maupun eksekutif agar meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan antara lain dengan membuat aturan dan program kesehatan yang menjangkau semua lapisan masyarakat sesuai amanat undang-undang, termasuk melayani berdasarkan tingkat kemaslahatan pasien.
(7)
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Pernyataan Keaslian ... ii
Halaman Persetujuan Pembimbing ... iii
Halaman Pengesahan Tim Penguji ... iv
Pedoman Literasi ... v
Abstrak ... vi
Ucapan Terima Kasih ... vii
Daftar Isi... ix
Bab I Pendahuluan A. Pendahuluan ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 12
C. Rumusan Masalah ... 12
D. Tujuan Penelitian... 13
E. Kegunaan Penelitian ... 13
F. Kerangka Teoretik ... 15
G. Penelitian Terdahulu ... 19
H. Metode Penelitian ... 22
I. Sistematika Pembahasan ... 31
Bab II Tinjauan Umum tentang Maqa>s}id al-Shari>'ah A. Pengertian Maqa>s}id al-Shari>'ah ... 33
B. Perkembangan dan Pembagian Maqa>s}id al-Shari>'ah ... 44
C. Maqa>s}id al-Shari>'ah sebagai Sebuah Pendekatan ... 55
(8)
x
E. Us}u>l al-Fiqh dalam Perspektif Maqa>s}id based ijtiha>d ... 66
1. Titik Korelasi Us}u>l al-Fiqh dan Maqa>s}id Based-Ijtiha>d ... 66
2. Tarjih dalam Ijtihad Berbasis Maqa>s}id (Maqa>s}id Based Ijtihad) ... 75
F. Qaidah Fiqh dalam Pendekatan Berbasis Maqa>s}id ... 78
G. Maqa>s}id al-shari>'ah sebagai Pendekatan dalam Problematika Fiqh Kontemporer ... 80
H. Klasifikasi Maqa>s}id al-Shari>'ah ... 84
Bab IV Landasan Teori Pelayanan Kesehatan di Indonesia A. Pengertian dan Urgensi Pelayanan Kesehatan ... 89
B. Kebijakan Publik dan Kebijakan Kesehatan ... 92
1. Kebijakan Publik ... 92
2. Kebijakan dalam Pelayanan Kesehatan ... 94
C. Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan ... 98
D. Dasar Hukum Pelayanan Kesehatan ... 99
E. Rumah Sakit 1. Pengertian dan Fungsi ... 113
2. Sarana dan Prasarana Rumah Sakit ... 115
3. Jenis-jenis Rumah Sakit ... 115
4. Etika Rumah Sakit ... 117
5. Kewajiban dan Hak Rumah Sakit ... 117
6. Penanganan Gawat Darurat ... 120
7. Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit ... 121
(9)
xi
1. Hak-hak Pasien ... 122
2. Kewajiban Pasien ... 124
G. Hak dan Kewajiban Dokter ... 125
1. Hak-hak Dokter ... 125
2. Kewajiban Dokter ... 127
Bab IV PEMBAHASAN A. Implementasi H}ifz} al-Nafs dalam Pelayanan Kesehatan ... 129
1. Hak Kesehatan adalah Hak Asasi Manusia ... 129
2. Pelayanan Kesehatan Sebagai Bagian dari H}ifz} al-Nafs ... 135
B. Analisis Perspektif Maqa>s}id al-Shari>'ah dan Hukum Positif Terhadap H}ifz} al-Nafs dalam Pelayanan Kesehatan ... 140
1. Analisis Perspektif Maqa>s}id al-Shari>'ah ... 140
2. Analisis Perspektif Hukum Positif ... 144
Bab V Penutup A. Kesimpulan ... 148
B. Saran ... 151
(10)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama samawi yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah di muka bumi. Lebih jauh dari pada itu, ditegaskan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang mendapat legalitas dari Allah.1 Islam datang dengan semangat pembaharuan dan perbaikan alam secara global, khususnya perbaikan akhlak, moral dan tingkah laku manusia sebagai khali>fah
Alla>h di muka bumi. Islam mengajarkan kepada manusi agar responsif dan peduli terhadap sesama manusia dan lingkungan (hablun min al-na>s), juga harus selalu menghubungkan diri kepada Allah sebagai bukti ketaatan hamba (makhlu>q) kepada Tuhannya (kha>liq).
Islam merupakan sebuah konsep keagamaan yang lengkap dan sempurna, tidak terbatas ruang dan waktu. Al-Qur'an sendiri menyatakan bahwa ajaran Islam berlaku untuk selueruh umat manusia.2Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan dalam bentuk yang paling sempurna dari pada makhluk lainnya. Hal ini sebagai mana yang dinyatakan dalam al-Qur'an: “…Sungguh, Kami telah
menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya bentuk.”3 Di samping itu, penciptaan
manusia memiliki misi ta’abbud (menghambakan diri kepada Allah) dan sebagai
1“Sesungguhnya Agama di sisi Allah adalah Islam”, QS. Ali ‘Imra>n
[3]:19.
2 Baca dalam QS Saba‟ [34]:28, dan QS al
-Anbiya‟ [21]:107. Keterangan lebih lanjut, lihat
pendahuluan dalam Amir Mu‟allim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam
(Yogyakarta: UII Press, 2001), 1-6.
3
(11)
2
khalifah di muka bumi untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.4 Oleh karena itu, manusia atau bani> a>dam adalah makhluk yang dimuliakan.5 Dengan kemuliaan itu, Islam mengajarkan kepada manusia segala hal yang menjadi kemaslahatan manusia itu sendiri.
Secara umum, Islam mengajarkan kepada manusia agar memperoleh kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat dengan cara mengerjakan segala hal yang bermanfaat dan menjauhi segala hal yang mengandung mudharat yakni segala yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia baik rohani maupun jasmani, individual maupun sosial.
Abu> Isha>q al-Sha>tibi>, sebagaimana dikutip Daud Ali merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima tujuan tersebut dalam khazanah Islam disebut dengan maqa>sid
al-khamsah atau al-maqa>sid al-shari>’ah(tujuan hukum yang lima).6
Islam dalam skala internasional, berupaya memperjuangkan hak asasi manusia dengan diadakannya Cairo Declaration (CD) pada tahun 19907 oleh
4
Salah seorang the founding fathers dan tokoh proklamator Republik Indonesia, Bung Hatta mengartikan keadilan sebagai jenjang buat kembali ke akhirat. Lihat Mohammad Hatta, Ilmu dan Agama (Jakarta: Yayasan Idayu, 1983), 12. Lebih jauh, Hatta memaknai keadilan yaitu negara memperlakukan tiap-tiap orang dalam masyarakat secara sama dalam segala rupa dan bebas dari segala tindakan kezaliman. Lihat Sri-Edi Swasono dan Fauzi (eds), Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press, Edisi 2, Cetakan I, 1992), 179.
5Hal ini berdasarkan firman Allah yang artinya: “
Dan sungguh Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di darattan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelabihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” QS. Al-Isra‟ [17]:70.
6
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), 61.
7
Cairo Declaration diadakan tepatnya pada 5 Agustus 1990. Menurut mahrus Ali dan Syarif Nur Hidayat, Cairo Declaration diadakan karena adanya rasa tidak puas dengan pernyataan bersama
(12)
3
Negara-negara yang tergabung dalam The Organization of The Islamic
Conference (OIC) atau di Indonesia dikenal dengan Organisasi Konferensi Islam
(OKI), di mana Indonesia adalah salah satu dari negara anggotanya. Dalam deklarasi itu dinyatakan bahwa hak dan kebebasan yang terumus dalam deklarasi tunduk dan patuh kepada syari‟at dan ketentuan yang berlaku pada syari‟at atau hukum Islam.8
Negara-negara di dunia dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1948. UDHR tersebut memuat hak-hak manusia yang harus dihormati sebagai hak asasi manusia, namun terdapat beberap hak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, seperti kebebasan dalam berhubungan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, negarayang tergabung dalam The Organization of The Islamic Conferencemegeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai dengan syari‟at Islam sebagai satu -satunya sumber acuan yang berlandaskan al-Qur'an danSunnah nabi Muhammad Saw. Lihat Mahrus Ali dan Syarif Nurhidayat, Penyelesaian Pelanggaran HAM BERAT In Court & Out Court System (Depok: Gramatha Publishing, 2011), 238-239.
8
Cairo Declaration memuat 25 Pasal tentang HAM berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah. Baharuddin Lopa merangkum 25 Pasal itu menjadi 15 hak asasi sebagai berikut:
1. Hak Persamaan dan Kebebasan (article 19, 22, 23 Cairo Declaration); 2. Hak Hidup (article 2 dan 11 Cairo Declaration);
3. Hak Memperoleh Perlindungan (article 3 Cairo Declaration); 4. Hak Kehormatan Pribadi (article 4 Cairo Declaration); 5. Hak Menikah dan Berkeluarga (article 5 Cairo Declaration); 6. Hak Wanita Sederajat dengan Pria (article 6 Cairo Declaration); 7. Hak-hak anak dari Orang Tua (article 7 Cairo Declaration);
8. Hak memperoleh Pendidikan dan Berperan Serta dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan (article 9 (a dan b) Cairo Declaration);
9. Hak Kebebasan dalam Memilih Agama (article 10 Cairo Declaration); 10.Hak Kebebasan Bertindak dan Mencari Suaka (article 12 Cairo Declaration); 11.Hak untuk Bekerja (article 13 Cairo Declaration);
12.Hak Memperoleh Kesempatan yang Sama (article 13 Cairo Declaration); 13.Hak Milik Pribadi (article 15 (a dan b) Cairo Declaration);
14.Hak Menikmati Hasil/Produk Ilmu (article 20 dan 21 Cairo Declaration); 15.Hak Tahanan dan Narapidana (article 20 dan 21 Cairo Declaration).
Lihat Baharuddin Lopa, al-Qur'an dan Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), 33. Sementara itu Ahmad Kosasih membagi HAM dalam 3 (tiga) kategori yaitu (1) Hak Persamaan dan Kebebasan, (2) Hak Hidup, Perlindungan dan Kehormatan, dan (3) Hak Kepemilikan. Semua jenis hak itu memeiliki derevasi hak konkret dalam kehidupan, seperti persamaan di dalam politik dan hukum, hak kebebasan memilih agama, hak asasi kehormatan pribadi, hak Tahanan dan nara pidana, hak menikmati hasil ilmu, hak cipta dan lain sebagainya. Lihat ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam; Menyingkap Persamaan dan Perbedaan antara Islam dan Barat, edisi pertama (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 46-48.
(13)
4
Menurut Sayyid Sabiq, sebagaimana dikutip Durasid bahwa menjaga Hak Asasi Manusia (HAM) hukumnya adalah wajib menurut agama. Setidaknya dalam konsep agama ada lima hal yang harus dipelihara yaitu agama, jiwa, akal, nama baik dan harta. Ketika seseorang telah menggangggu stabilitas lima hal tersebut maka dia telah melakukan apa yang dilarang oleh agama.9
Negara Indonesia adalah Negara hukum.10 Dalam konsep negara hukum,11 diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan
9Durasid, “Bom Bunuh Diri, Antara Jihad dan Kejahatan (Studi Analisis terhadap Konsep Jihad
Sayid Sabiq dalam Kitab Fiqh al-Sunnah) dalam Antologi Kajian Islam, Seri 17 (IAIN Sunan Ampel, April, 2010), 36.
10
UUD 1945 Pasca-amandemen, Pasal 1 (satu) ayat 3 (tiga).
Negara hukum biasanya dikenal dengan istilah rechtstaat yang berarti negara berdasarkan hukum. Namun sebagai produk sejarah, pengertian dan hakikat negara hukum berbeda pada tiap zaman dan bagi tiap bangsa. Gagasan negara hukum klasik yang dikenal oleh bangsa Yunani 2500 tahun yang lalu tentu saja berbeda dengan ide negara hukum yang berkembang pada abad ke-19 atau 20. Ide negara hukum bangsa Yunani mengandung pemikiran yang masih sederhana, sedangkan ide negara hukum modern yang berkembang pada abad ke-19 atau 20 sudah jauh lebih rumit dan kompleks. Hal ini berarti pengertian dan hakikat negara hukum yang bersifat universal dan berlaku sepanjang masa bagi segala bangsa tidak dapat dibakukan karena perkembangan zaman yang sangat dinamis.
Ide negara hukum terlahir dari keinginan manusia secara naluriah untuk hidup secara berkelompok. Ada berbagai motivasi kenapa manusia cenderung untuk hidup secara berkelompok, hal yang paling umum adalah motivasi untuk dapat menikmati kehidupan yang lebih baik, alasan ini juga berlaku bagi kehidupan bernagara. Kehidupan yang lebih baik tersebut diyakini tidak mungkin terwujud jika masing-masing individu hidup di luar ikatan negara, manusia akan cenderung memikirkan kepentingan diri sendiri, serta akan menimbulkan konflik antar individu tanpa mediator yang akan menimbulkan kerusakan pada tatanan kehidupan manusia. Ada bentuk kehidupan berkelompok yang bersifat sederhana karena anggotanya saling kenal dan terjalinnya kerja sama yang sangat erat di antara anggota kelompok tersebut (primarygroup). Namun ada juga bentuk kehidupan berkelompok yang besar dan bersifat kompleks karena jumlah anggotanya banyak serta satu sama lain dari anggotanya tidak saling mengenal sehingga ikatan di antara masing-masing anggota kelompok tidak terlalu erat (secondarygroup).
Negara atau bangsa merupakan bentuk kehidupan berkelompok yang besar dengan jumlah anggota yang banyak sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis secondary group. Kehidupan bernegara sebagai suatu bentuk kehidupan berkelompok memiliki persamaan dengan bentuk-bentuk kehidupan berkelompok lain seperti desa, kampung, huta, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, negara merupakan suatu bentuk pergaulan hidup tetapi bukan bentuk pergaulan hidup biasa. Negara memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh bentuk-bentuk pergaulan hidup lainnya yang bukan negara.
Ada beberapa penulis mengemukakan alasan kenapa negara menjadi kelompok kehidupan yang berbeda dari kelompok lainnya, seperti Bahder (1986:9) yang menyatakan
(14)
5
kenegaraan adalah hukum, bukan politik dan ekonomi. Karena itu jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggris untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah the rule of law, not of man.Yang disebut pemerintah pada pokoknya adalah hukum sebagai system, bukan orang perorang yang hanya bertindak sebagai wayang dari scenario system yang mengaturnya.12
Sebagai negara hukum, bangsa Indonesia terus berusaha menciptakan hukum yang bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi semua warga negaranya. Salah satu yang menjadi fokus bangsa Indonesia adalah terkait Hak
Asasi Manusia (HAM).13 Dalam UUD 1945 pasca-amandemen, hak asasi manusia
“Negara bukanlah suatu pergaulan hidup biasa, tetapi suatu bentuk pergaulan hidup khusus dan
kekhusussannya terletak pada syarat-syarat tertentu yaitu rakyat, daerah, dan pemerintah, yang
harus dipenuhi oleh bentuk pergaulan hidup ini agar dapat dinamakan negara.”
Unsur-unsur yang dikemukakan tersebut di atas merupakan unsur-unsur formal pembentuk negara sehingga merupakan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu negara dapat terbentuk, hal ini dari sudut pandang tertentu bisa dibenarkan sebagai karakteristik negara sebagai karakteristik negara sebagai suatu bentuk pergaulan hidup.
Namun penulis lebih setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Hotma P. Hasibuea yang menyatakan bahwa jika ditinjau dari sudut pandang yang bersifat hakiki, karakteristik yang membedakan negara dari bentuk-bentuk pergaulan hidup lainnya bukan terletak pada unsur-unsur formal tersebut, melainkan pada dua karakteristik yaitu: negara memiliki kekuasaan yang lebih tinggi, dan negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada bentuk pergaulan hidup lain yang bukan negara. Lihat Hotma P. Hasibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan & Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), 2-3.
11
Setidaknya ada dua fungsi yang bisa diberikan oleh Negara hukum. Pertama adalah membatasi kesewenang-wenangan dan penggunaan yang tidak semestinya dari kekuasaan Negara.Fungsi Negara hukum ini pertama kali diajukan oleh Plato dan Aristoteles, namun lenyap selama lebih dari seribu tahun, kemudian ditemukan kembali dan dielaborasi oleh ahli-ahli keagamaan – khususnya Thomas Aquinas- sepanjang Abad Pertengahan.Fungsi kedua dari Negara hukum adalah melindungi kepemilikan dan keselamatan warga dari pelanggarana dan serangan warga lainnya. Lihat Ardian Badner, “Suatu pendekatan Elementer Terhadap Negara Hukum”, Satjipto Raharjo dan Hukum Progresif: Urgensi dan Kritik (Jakarta: Evistema Institute, 2011), 144.
12
Jimly Asshiddiqie, Konsep Negara Hukum Indonesia (Artikel pdf).
13
Hak Asasi Manusia menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
(15)
6
diatur secara ekspilisit dalam bab XA terdiri dari 10 (sepuluh) pasal, mulai dari Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, pasal 28I, dan Pasal 28J.
Dari sekian jumlah pasal tersebut, ada satu pasal yang menyinggung masalah kesehatan, yaitu Pasal 28H ayat (1) yang menyatakan: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.14
Menyadari betapa pentingnya kesehatan sebagai modal besar untuk mencapai kualitas hidup yang baik, pemerintah melalui system kesehatan nasional berupaya menyelenggarakan perbaikan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.15
Hak Asasi Manusia di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Dasar 1945, baik dalam Pembukaan maupun batang tubuhnya. Batang tubuh dimaksud dapati diungkapkan beberapa pasal di antaranya: Pasal 5 ayat (1), 20 ayat (1), 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 34. Namun secara khusus HAM diatur dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan seseorang atau kelompok, termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut hak asasi manusia baik seseorang atau kelompok yang dijamin oleh undang-undang dimaksud (UUD 1945 dan UU nomor 36 tahun 1999) akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Berdasarkan hal tersebut, dibentuklah KOMNASHAM yakni suatu lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan atau mediasi hak asasi manusia yang bertujuan untuk: (1) mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undan Dasar 1945 dan Amandemennya, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, (2) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Lihat Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2012), 90-91.
14
UUD Pasca-amandemen, Pasal 28H ayat (1).
15
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan, Pertanggung Jawaban Dokter (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 2.
(16)
7
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan sebagaimana amanat Pasal 28H ayat (1) tersebut, pemerintah mengupayakan pengaturan melalui perundang-undangan. Salah satunya adalah dengan disahkannya Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Secara historis, di Indonesia telah ditetapkan beberapa jenis peraturan baik berupa undang-undang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Menteri16 terkait masalah kesehatan. Adapun undang-undang yang terkait dengan masalah kesehatan antara lain yaitu: UU nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang diganti dengan UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UU nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, UU nomor 14 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Adapun Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang selanjutnya akan penulis singkat dengan Permenkes RI terkait masalah kesehatan antara lain yaitu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 147 tahun 2010 tentang Perizinan Rumah Sakit, Permenkes RI nomor 340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Permenkes RI nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Permenkes RI nomor 24 tahun 24 tahun 2014 tentang Rumah Sakit kelas D Pratama dan Permenkes RI nomor 56 tahun 2014 tanteng Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
16
Beberapa Peraturan Menteri terkait masalah kesehatan antara lain yaitu: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 147 tahun 2010 tentang Perizinan Rumah Sakit, Permenkes RI nomor 340 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Permenkes RI nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Permenkes RI nomor 24 tahun 2014 tentang Rumah Sakit Kelas D Pratama, Permenkes RI nomor 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
(17)
8
Dalam pertimbangan UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan poin (a) dinyatakan:
“Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesehatan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaskud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.”17
Selanjutnya pada Pasal 5 disebutkan setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.18
Dinyatakan pula bahwa setiap orang berhak secara madniri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.19
Dalam pasal 4 UU Kesehatan disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Sedangkan dalam Pasal 14 ayat 1 disebutkan “Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelanggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.”
Kesehatan masyarakat secara merata merupakan tanggung jawab bersama bagi setiap orang dengan berprilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya. Lebih jauh dari pada itu, setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehata bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.20
17
Poin (a) UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
18
Ibid., Pasal 5 ayat (2).
19
Ibid., Pasal 5 ayat (3).
20
(18)
9
Pemimpin sebagai pihak yang diberikan wewenang, kepercayaan dan amanah untuk mengurus kepentingan hidup rakyat dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap kebijakan dan tindakan yang diambil harus selalu mempertimbangkan kemaslahatan dan kepentingan umum. Hal ini berdasarkan kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:
يع ا ح ا ب ن ا اا ف “Kebijakan pemimpin (pemerintah) harus sesuai berdasarkan kemaslahatan rakyat”21
Dengan demikian, menjaga kesehatan selain merupakan kewajiban setiap individu, keluarga dan setiap warga negara, juga merupakan kewajiban negara untuk melindungi, melayani dan memberikan akses kesehatan yang dibutuhkan olehrakyat secara menyeluruh tanpa membedakan status sosial. Kekuasaan yang berada ditangan pemimpin pada hakikatnya adalah pemberian dan amanah dari Allah Swt Yang memerintahkan mereka untuk berlaku adil dalam menjalankan kewenangannya sebagai pemerintah.
Berdasarkan UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa “Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender, dan nondiskriminatif, dan berasaskan norma-norma agama.22 Dalam Islam, manusia adalah makhluk yang dimuliakan baik jiwa, kehormatan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan atribut kemanusiaan itu sendiri.
21
Juhaya S. Praja. Teori Hukum dan Aplikasinya (Bandung: CV Oustaka Setia, 2011), 124.
22
(19)
10
Hal ini mengindikasikan adanya korelasi antara konsep hifz} al-nafs dalam
maqa>si}d al-shari>’ahsebagai tujuan hukum Islam dengan hukum positif dalam hal ini adalah UU nomor 36 tahun 2009. Titik korelasi tersebut terdapat pada pelayanan kesehatan yang merupakan hak asasi manusia oleh pihak yang berwenang dalam hal ini Ulil Amri atau pemerintah terhadap rakyat atau warga negaranya dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Di samping itu penulis melihat pelayanan kesehatan adalah bagian dari upaya implementasi hifz} al-nafs yang menjadi tujuan dari hukum Islam (maqa>s}id al-shari>'ah).
Disebutkan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk menyelenggara-kan pelayanan kesehatan adalah tenaga kesehatan.23 Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.24
Namun fenomena dan fakta yang terjadi di lapangan adalah masih tampaknya pelayanan kesehatan yang terkesan kurang maksimal dengan berbagai sebab, diantara sebab tersebut adalah karena pihak rumah sakit sebagai lembaga refresentatif pemerintah dalam melayani dan mnangani kesehatan masyarakat lebih mengutamakan kelengkapan administratif dari pada menyelamatkan jiwa pasien yang menjadi substansi.
Pelayanan kesehatan menjadi kasus yang sangat kompleks, banyak masyarakat sebagai warga negara tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan
23
Pasal 23 ayat (1) UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009.
24
(20)
11
yang layak dari pemerintah. Dari sekian kasus tersebut adalah seperti yang dialami oleh Adrian, bocah lima tahun, warga Kampung Kelapa Cagak, RT 01 RW 07, Desa Teluk Lada, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Banten. Adrian mengalami penyakit Hepatitis B dan gizi buruk serta kelainan hati yang mengharuskannya untuk menjalani operasi transplantasi hati. Namun operasi yang dibutuhkan tersebut belum bisa didapatkan, pihak rumah sakit tidak mau melakukan operasi karena terkendala biaya administrasi yang belum dibayar oleh Susanto selaku ayah dari Adrian. Biaya operasi yang distandarkan oleh pihak rumah sakit kurang lebih 1,2 miliyar rupiah. Susanto sebagai ayah dari Adrian tidak bisa berbuat apa-apa karena memeng tergolong sebagai rakyat miskin. Namun sebagai seroang ayah, dalam ketidak berdayaannya sempat ingin melakukan aksi jual ginjal langsung ke presiden Joko Widodo agar bisa mendapat sejumlah uang syarat operasi anaknya. Disebabkan kondisi kritis, Adrian akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada 5 Januari 2016 tanpa sempat merasakan operasi yang sangat dibutuhkannya.25
Kasus Adrian tersebut hanya sekelumit dari contoh buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia. Penulis meyakini masih banyak Adrian lainnya di luaran sana mengalami nasib yang kurang lebih sama.
Kenyataan tersebut di atas menimbulkan ketidakpaduan antara keadaan yang diharapkan (dassollen) dalam pelayanan kesehatan yang menjadi hak setiap warga negara dengan kenyataan yang ada (dassein)26 karena ternyata masih
25
http://news.liputan6.com/read/2370934. Diakses 10 Januari 2016.
26
Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia, 2013), 279.
(21)
12
banyak bentuk pelayanan dari rumah sakit yang terkesan mengabaikan bahkan tidak peduli dengan kondisi pasien yang sedang mengalami kritis dan cenderung lebih mengutamakan persyaratanadministratif dari pada menyelematkan jiwa pasien.
Dalam Islam, manusia dipandang sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah. Manusia mendapat penugasan langsung dari Allah sebagai wakil-Nya di muka bumi (khalifatullah fi al-ardh).27 Hal ini membuat penulis penasaran dan tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul ‚Hifz} al-Nafs dalam Pelayanan Kesehatan (Analisis Perspektif Maqa>s}id al-Shari>'ah dan Hukum Positif).”
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis membatasi dan mengidentifikasi penelitian ini dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Implementasi h}ifz} al-nafs dalam pelayanan kesehatan.
2. Analisis maqa>s}id al-shari>'ah dan hukum positif terhadap hifz} al-nafs dalam pelayanan kesehatan.
C. Rumusan Masalah
Berangkatdari latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat pertanyaan-pertanyaan sebagai rumusan penelitian, antara lain sebagaimana berikut ini:
1. Bagaimana implementasi hifz} al-nafs dalam pelayanan kesehatan?
27
Syaiful Arif, Humanisme GUSDUR: Pergumulan Islam dan kemanusiaan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 55.
(22)
13
2. Bagaimana analisis maqa>s}id al-shari>'ah dan hukum positif terhadap hifz}
al-nafs dalam pelayanan kesehatan?
D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan pertanyan-pertanyan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami impelementasi hifz} al-nafs dalam pelayanan kesehatan.
2. Menganalisa implementasi hifz} al-nafs dalam pelayanan kesehatan perspektif maqa>s}id al-shari>'ah dan hukum positif.
E. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Kegunaan teoritis, yang meliputi:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu hukum Islam yang ada korelasinya dengan kehidupan bernegara, khususnya tentang hifz} al-nafs yang merupakan bagian pokok dari
maqa>s}id al-shari>'ah dan hukum tata negara yang pembahasannya mengani kebijakan pemerintah dalam bidang pelayanan kesehatan sehingga perpaduan keduanya dapat memperkaya khazanah keilmuan dalam kedua bidang tersebut.
b. Dapat digunakan sebagai media dalam pengembangan potensi dan sumber daya oleh para peneliti dalam rangka memperdalam wawasan yang ada korelasinya dengan maqa>s}id al-shari>'ah dalam hukum Islam, dan pelayanan kesehatan yang menjadi amanat konstitusi sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM) dalam UUD 1945.
(23)
14
2. Kegunaan praktis, yaitu:
a. Bagi lembaga legislatif yang berwenang merumuskan perundang-undangan di Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam melakukan perumusan undang-undang terkait agar sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga produk undang-undang tersebut bisa berjalan secara efektif dan efisien.
b. Bagi lembaga eksekutif, dalam hal ini Presiden, Menteri Kesehatan dan lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan dalam masalah kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik dan lain sebagainya, penelitian ini diharapkan mampu menambah cakrawala keilmuan, maupun pertimbangan dan pedoman sehingga mereka bisa menjalankan amanat yang telah diberikan baik tugas dan fungsinya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh undang-undang secara khusus, maupun nilai-nilai yang terdapat dalam hukum Islam secara umum.
c. Bagi mayarakat dan khalayak umum, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran untuk berpartisipasi dalam memantau perkembangan pelayanan pemerintah terhadap kesehatan yang menjadi hak setiap warga negara sebagaimana amanat undang-undang yang berlaku. Khususnya implementasi hifz} al-nafs yang terdapat dalam maqa>s}id al-shari>'ah melalui pelayanan dalam bidang kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam hukum positif.
d. Bagi umat Islam secara khusus, penelitian ini diharapkan bisa memberi kontribusi sebagai media untuk memperlajari dan memahami
(24)
15
esensi ajaran Islam secara lebih mendalam sehingga untuk ke depan umat Islam bisa menjadi umat yang lebih maju, berkarakter dan berkembang sesuai dengan tujuan-tujuan dari agama Islam yang tercakup dalam bingkai maqa>s}id al-shari>'ah.
F. Kerangka Teoretik
Untuk memperjelas isi pembahasan dan menghindari kesalah pahaman dalam memamahami judul ini, maka penulis perlu untuk menyajikan kerangka teoretik yang akan dipakai dalam penelitian ini. Pada bagian awal penulis akan memaparkan pembahasan mengenai maqa>s}id al-shari>'ah dan hak pelayanan kesehatan yang merupakan titik tolak penting dalam memahami judul “Hifz} al-nafs dalam Pelayanan Kesehatan (Analisis Perspektif Maqa>s}id al-Shari>'ah dan Hukum Positif).” Adapun penjelasan dari beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Maqa>s}id al-Shari>'ah
Jika kita perhatikan dengan seksama segala ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya yang termaktub dalam al-Qur'a>n dan al-Hadi>ts, maka akan ditemukan tujuan hukum Islam yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah segala yang mudharat.28 Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah menuntun manusia menuju kehidupan yang berkualitas secara individual maupun sosial baik rohani maupun jasmani serta mengajarkan kepada manusia bahwa ada kehidupan yang lebih kekal yaitu akhirat, dari pada kehidupan dunia yang hanya bersifat temporal. Tujuan-tujuan hukum Islam tersebut dalam konteks khazanah keislaman
28
(25)
16
diistilahkan dengan al-maqa>s}id al-khamsah atau al-maqa>s}id al-shari>'ah atau kadang disebut al-maqa>s}id al-shar’iyyah.
Pertama adalah perlindungan terhadap keyakinan. Perlindungan terhadap keyakinan merupakan tujuan pertama hukum Islam. Hal ini disebabkan karena agama adalah pedoman yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupan. Dalam agama Islam ada tiga komponen yang harus selalu berjalan beriringan yaitu akidah sebagai pegangan hidup, akhlak yang merupakan sikap hidup dan syari‟ah yang merupakan jalan hidup yang harus ditempuh baik dalam berintraksi dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan. Oleh sebab itu maka hukum Islam wajib menjaga dan melindungi agama yang dianut oleh seseorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinan agamanya.
Kedua adalah perlindungan terhadap jiwa (hak hidup), jiwa adalah obyek yang sangat diperhatikan oleh Islam. Bentuk perhatian Islam akan keselamatan jiwa terbukti dari adanya larangan untuk melakukan pembunuhan sebagai upaya untuk menghilangkan jiwa manusia atau bahkan makhluk selain manusia seperti tumbuhan dan hewan tanpa alas an yang dibenarkan oleh agama, maupun tindakan-tindakan lain yang bisa membuat eksistensi jiwa teganggu, baik jiwanya sendiri maupun jiwa milik orang lain.
Ketiga adalah perlindungan terhadap pemeliharaan akal (hak intelektual). Akal merupakan fasilitas pemberian Tuhan bagi manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lain. Dengan akal, manusia bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, dengan akal pula manusia bisa berfikir tentang Allah, alam semesta dan dirinya sendiri. Di era super modern ini, tidak lain adalah hasil dari
(26)
17
kemampuan manusia mengaplikasikan dan mengembangkan potensi akal yang telah diberikan Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan agar akal manusia digunakan dengan baik kepada segala hal yang bermanfaat, bukan kepada hal-hal yang merugikan kehidupan. Hal ini terbukti dengan adanya larangan untuk mengonsumsi segala jenis makanan dan minuman yang memabukkan, kerana perbuatan mabuk tersebut merupakan tindakan merusak akal.
Keempat adalah perlindungan untuk mendapatkan keturunan atau berkeluarga dengan tujuan menjaga kemurnian darah keturunan umat manusia. Hal ini tercermin dalam ajaran Islam tentang hubungan darah sebagai syarat untuk saling mewarisi29 larangan-larangan perkawinan yang dijelaskan secara rinci30 dan larangan melakukan zina.31 Hukum keluarga dan waris dalah dua paket hukum yang dijelaskan lebih rinci dalam al-Qur'an bila dibandingkan dengan hukum lainnya yang mengindikasikan demi tercapainya kemaslahatan manusia dengan terpeliharanya kemurnian darah dan bersihnya keturunan.
Kelima adalah perlindungan terhadap hak milik (harta). Harta adalah modal pemberian Tuhan kepada manusia yang bisa dijadikan sarana mempertahankan hidup. Oleh karena itu, hukum Islam mengatur dan memberikan aturan standar kepada manusia dalam mencari dan memperoleh harta dengan cara yang halal dan sah serta melindungi kepentingan individu maupun sosial. Dalam al-Qur'an, misalnya dijelaskan tentang cara-cara yang tidak boleh dilakukan untuk
29
Al-Qur'an, 4:11.
30
Ibid., 4: 23.
31
(27)
18
mendapat harta seperti mencuri, menipu, merampas dan bentuk kejahatan lainnya yang berpotensi mengganggu hak milik orang lain.
2. Hak Pelayanan Kesehatan
Kata hak secara etimologi adalah merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.32 Sedangkan pelayanan kesehatan yang dalam UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dimaknai berbeda berdasarkan jenis pelayanan.
Dalam Undang-Undang tersebut ada beberapa jenis pelayanan kesehatan yang terdiri dari pelayanan kesehatan Promotif yaitu suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.33 Ada pula pelayanan kesehatan Preventif yaitu suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan,34 pelayanan kesehatan Kuratif yaitu pelayanan kesehatan suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujuakan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.35 Selanjutnya adalah pelayanan kesehatan Rehabilitatif yaitu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan
32
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945
(Jakarta: Kencana, 2015), 281.
33
Pasal 1 poin 12 UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009.
34
Ibid., Pasal 1 poin 13.
35
(28)
19
kemampuannya,36 serta pelayanan kesehatan tradisional yaitu pengobatan dan/atau perawatan denagn cara dan jenis obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.37
G. Penelitian Terdahulu
Upaya pembahasan ilmiah mengenai h}ifz} al-nafs dalam pelayanan kesehatan melalui analisis maqa>s}id al-shari>'ah dikomparasikan dengan hukum positif belum pernah penulis temukan sebelumnya, namun jika ditinjau dari perspektif hukum tata negara umum, penelitian dengan tema pelayanan kesehatan setidaknya sudah pernah dilakukan oleh para sarjana dan ilmuwan hukum. Dibawah ini penulis cantumkan beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tanteng hal ini, di antaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Deddy Roemansyah yang berjudul
“Implementasi jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Terhadap Pelayanan Kesehatan dan Perlindungan Hukum bagi Masyarakat Peserta Jamkesmas (Puskesmas kepil II Wonosobo).”38
Penelitian ini menyimpulkan ketidak akuratan data penduduk miskin yang berhak menerima Jamkesmas, ketidak jelasan jenis pelayanan kesehatan dan dana kesehatan yang ditanggung pemerintah, perbedaan pelayanan Rumah Sakit atau Puskesmas terhadap
36
Ibid., Pasal 1 poin 15.
37
Ibid., Pasal 1 poin 16.
38Deddy Roemansyah, “
Implementasi jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Terhadap Pelayanan Kesehatan dan Perlindungan Hukum bagi Masyarakat Peserta Jamkesmas (Puskesmas kepil II Wonosobo),” (Yogyakarta: Testis-ProgramStudi Magister Ilmu Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada, 2009).
(29)
20
pasien Jamkesmas dan kurangnya pemahaman oleh masyarakat terhadap proses administrasi jamkesmas.
2. Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh Adhimulya Yudy Yudistira dengan judul “Aspek Hukum Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Pemerintah,”39 Penelitian ini menganalisa aplikasi penerapan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) sebagai salah satu kebijakan pemerintah yang studi penelitiannya adalah dilakukan di rumah sakit pemerintah sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Departemen Kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan. penelitian ini menyimpulkan bahwa fungsi pembinaan dan pengawasan dari unit Pembina tidak berjalan dengan baik dan berkesinambungan, serta tidak jelas penerapan jenis sanksi dalam
peraturan perundang-undangan yang seharusnya menjadi hukuman
(punishment) bagi institusi sebagai kendala terhadap efektifitas berlakunya
pelaksanaan pelaporan kinerja.
3. Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh Asram yang berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Pasien sebagai Jasa Pelayanan Kesehatan.”40 Penelitian ini membahas terkait perlindungan hukum terhadap pasien yang menjadi konsumen dari jasa pelayanan kesehatan yang menyimpulkan adanya kesenjangan yang terjadi antara das sollendengan das sein Penelitian tersebut yang membahas kaitannya dengan jasa pelayanan kesehatan dan focus kepada
39
Adhimulya Yudy Yudistira“Aspek Hukum Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Pemerintah,”Yogyakarta: Testis Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2006).
40
Asram “Perlindungan Hukum terhadap Pasien sebagai Jasa Pelayanan Kesehatan”(Yogyakarta: Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2007).
(30)
21
aspek perlindungan hukum terhadap konsumen, berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan yang focus bahasannya adalah pelayanan kesehatan kaitannya dengan implementasi h}ifz} al-nafs yang merupakan bagian dan tujuan dapa maqa>s}id al-shari>'ah, kepada pelayanan yang berdasarkan konstitusi yang berlaku.
Dari karya tulis yang bahasannya terkait langsung dengan masalah pelayanan kesehatan, penulis menemukan beberapa hal yang akan menjadi pembeda antara karya tulis yang pernah ada dengan karya tulis ini, antara lain: dari segi cakupan obyek penelitian di mana penulis menitik beratkan pada pembahasan terkait implementasii h}ifz} al-nafs yang merupakan bagian dari pokok-pokok maqa>s}id al-shari>'ah oleh ulil amri atau pemerintah yang berwenang khususnya berkenaan dengan pelayanan di bidang kesehatan, penulis melihat adanya korelasi antara hifz} al-nafs dalam hukum Islam dengan pasal 28H ayat 1 yang secara eksplisit mengamanatkan pelayanan kesehatan yang berhak didapatkan oleh setiap warga negara Republik Indonesia.
Hal tersebut mengandung makna bahwa hukum Islam dan konstitusi tersebut mempunyai korelasi yang sangat erat, di satu sisi hukum Islam sebagai agama yang datang untuk memuliakan manusia dan mengatur agar setiap manusia bebas menikmati hak kehidupannya tanpa intimidasi dan intervensi orang lain secara umum, sedangkan di sisi lain negara hadir untuk memberikan jaminan keamanan, kenyamanan, dan perlindungan terhadap warga negara melalui peraturan-peraturan yang berpihak kepada semua warga negar secara adil tanpa pandang bulu, khususnya peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pelayanan di bidang kesehatan.
(31)
22
Oleh karena itu, penulis memandang jika pelayanan di bidang kesehatan dilakukan dengan baik oleh pemerintah dan semua lembaga dan lapisan masyarakat, maka itu berarti telah tercapai tujuan yang diperintahkan oleh Islam yaitu memuliakan manusia.
H. Metode Penelitian
Metode dalam bahasa Yunani methodos adalah cara atau jalan,41 yaitu cara atau jalan yang teratur untuk mencapai suatu maksud yang diinginkan. Metode dapat diartikan sebagai cara mendekati, mangamati dan menjelaskan suatu gejala dengan menggunakan landasan teori. Metode penelitian menunjuk pada cara dalam hal apa studi penelitian dirancang dan prosedur-prosedur melalui apa studi penelitian tersebut dianalisis.42
FX Suwarto dan Arief Subyantoro berpendapat, metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis.43 Sebagai upaya ilmiah, maka metode merupakan cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam pengertiannya yang luas, metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk diguakan sebagai solusi atas masalah tersebut.44
41
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1991), 7.
42
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2009), 12-13.
43
Arief Subyantoro dan FX Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial (Jakarta: Andi, 2007), 30-31.
44
Anthon F. Susanto, Penelitian hukum Transformatif-Partisipatoris (Malang: Setara Press, 2015), 160.
(32)
23
Cara yang dimaksud dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah yang terdiri dari berbagai tahapan atau langkah-langkah. Irmayanti M. Budiyanto menjelaskan bahwa metode harus memilikiserangkaian proses cara kerja dan langkah-langkah tertentu yang pola-pola atau model penyelidikan ilmiah tertentu dan bersifat tetap. Rangkaian cara kerja tersebut dalam prosedur keilmiahan biasa diistilahkan dengan metode ilmiah (scientificmethodi). Seorang ilmuwan akan bekerja dengan hasil yang memuaskan dalam penelitiannya, manakala telah menentukan dengan tepat metode apa yang akan digunakan. Dengan demikian kegiatan ilmiah akan ditandai oleh aktivitas dan kreativitas, sekaligus juga ditandai dengan metode ilmiah.45
Subyantoro dan Suwarto mengemukakan, setidaknya ada beberapa garis besar langkah-langkash sistematis dari metode ilmiah yaitu: (a) Mencari, merumuskan dan mengidentifikasi masalah; (b) Menyusun kerangka pikiran
(logicalconstruct); (c) Merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap
masalah); (d) menguji hipotesis secara empiric; (e) melakukan pembahasan; dan (f) Menarik kesimpulan.46
Penelitian dalam bahasa Inggris “research” berasal dari kata “reserare” dalam bahasa latin yang berarti mengungkapkan. Secara etimologi kata “research” (penelitian, riset) berasal dari kata “re” dan “tosearch”.Re berarti mencari kembali dan tosearch berarti mencari, jadi secara etimologi penelitian berarti mencari kembali.47Namun makna karta research jauh lebih luas dari pada
45
Ibid., 161.
46
Arief Subyantoro dan FX Suwarto, Methode… 30-31.
47
(33)
24
sekedar mencari kembali atau mengungkapkan. Hal ini nampak dari beberapa definisi sebagai berikut “research can be describe as systematic and organized effort to infestigate a specific that needs a solution. It is a series of steps designed
and followed, with the goal of finding answers to the issues that are of concern us
in the work environment. Research is a systematic investigation to find answers a
problem”.48
Menurut Soetandyo Wingnyosoebroto, penelitian yang didalam bahasa asalnya diistilahkan dengan (re)serachyang berarti pencaharian, adalah sesungguhnya memang ,erupakan suatu upaya pencaharian, yakitu upaya untuk mencari jawaban yang benar mengenai suatu masalah tertentu.49 Lebih lanjut, Amiruddin dan Asikin menerangkan bahwa yang dimaksud dalam penelitian adalah pencarian terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasilnya akan dipakai untuk menjawab permasalahn tertentu. Dengan kata lain, penelitian merupakan upaya pencarian yang amat bernilai edukatif, ia melatih kita untuk supaya sadar bahwa di dunia ini terdapat banyak hal yang kita tidak ketahui, dan apa yang kita coba cari, temukan dan ketahui itu tetaplah bukan kebenaran yang mutlak. Oleh karena itulah, setiap penelitian harus: (a) berangkat dari ketidak tahuan dan berakhir pada keraguan dan tahap selanjutnya adalah (b) berangkat
48
Anthon F. Susanto, Penelitian Hukum… 160-161.
49
Soetandyo Wingnyosoebroto, Masalah Metodologik dalam Penelitian Hukum sehubungan dengan masalah keragaman PendekatanKonseptualnya (Makalah rujukan disajikan dalam
pertemuan “Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Hukum” yang diselenggarakan di Hotel
(34)
25
dari keraguan dan berakhir suatu hipotesis, yaitu jawaban yang untk sementara dapat dianggap sebelum dibuktikan sebaliknya.50
Tyran Haliway sebagaimana dikutip Anthon menjelaskan bahwa, penelitian merupakan metode ilimiah yang dilakukan melali penyelidikan seksama dan lengkap terhadap bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahn tertentu, sekurangnya dapat diperoleh suatu pemecahan bagi masalah tersebut. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), penelitian merupakan semua kegiatan pencaharian, penyelididkan dan percobaan secara ilmiah dalam suatu bidang tertentu untuk mendapatkan fakta atau prinsip baru yang bertujuan memperoleh pengertian-pengetian baru dan untuk meningkatkan ilmu pegetahuan dan teknologi.51
Sementara itu Baker dan Zubair menjelaskan, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan dan memutlakkan adanya kegiatan penelitian. Tanpa penelitian, ilmu pengetahuan tidak akan hidup. Dengan mengutip pendapat Van Peursen, mereka mengatakan “ilmu itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata.Batu atau unsur dasar tersebut tidak pernah langsung didapat dari alam sekitar.Lewat observasi ilmiah batu bata dapat dikerjakan sehingga dapat dipakai, kemudian digolongkan menurut kelompok tertentu, sehingga dapat digunakan.52
Menurut Baker dan Zubair, penelitian pada pokoknya merupakan upaya untuk merumuskan permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jalan menemukan
50
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajagrafindo, 2004), 19.
51
Anthon F. Susanto, Penelitian Hukum… 161.
52
(35)
26
fakta-fakta dan memberikan penafsiran yang benar. Tetapi lebih dinamis lagi penelitian berfungsi dan bertujuan inventif, yakni terus menerus memperbaharui lagi kesimpulan dan teori yang telah diterima berdasarkan fakta-fakta yang telah ditemukan. Tanpa usaha penelitian ini, ilmu pengetahuan akan mandeg, bahkan akan surut ke belakang.53
Menurut Kerlinger, “penelitian ilmiah adalahpenyelidikan yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis tentang fenomena-fenomena alami, dengan dipandu oleh teori dan hipotesis-hipotesis tentang hubungan yang dikira terdapat antara
fenomena-fenomena itu.54 Sementara itu Drew mengatakan “penelitian
merupakan cara sistematis untuk mengajukan pertanyaan dan suatu metode penyelidikan (enquiry) sistematis bahwa penelitian dilakukan untuk memecahkan
masalahdan memperluas pengetahuan.55
Penelitian dipandang sebagai kegiatan formal, sebuah prosedur baku yang secara umum dikatakan sebagai “pencarian melalui proses yeng metodis untuk menambah pengetahuan pada kerangka pengetahuan seseorang dan diharapkan juga terjadi pada otrang lain, lewat penemuan fakta dan wawasan yang sesungguhnya”. Metode penelitian hanya dapat dilakukan melalui prosedur dan tahapan tertentu, yaitu sebuah cara untuk memecahkan masalah secara sistematis.Melalui metode inilah maka selanjutnya kegiatan penelitian dapat
53
Ibid.
54
Fred N. Kerlinger, Asasasas Penelitian Behavicral (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998), 17.
55
Drew, Introductionto Designing and Conducting Research (2nd Missouri, CB; Mosby Company, 1980), 4.
(36)
27
dibagi atau dipecah ke dalam rangkaian kegiatan kecil yang sangat rinci, yang melibatkan kegiatan cukup rumit.56
Setiap tahapan dalam metode penelitian harus dilalui agar seorang peneliti secara meyakinkan dapat mengatakan bahwa seluruh langkah yang dilakukan dapat dipertanggung jawabkan. Peneliti akan disibukkan oleh bagaimana diinya dapat merumuskan masalah secara tepat, bagaimana menemukan dan mengambil sampel secara akurat, bagaimana mengualifikasikan data, memilih dan memilah, dan banyak lagi yang lainnya dengan tujuan agar peneliti dapat sampai kepada kebenaran ilmiah.57
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif,58 di mana di dalamnya ditekankan pada materi hukum dalam hal ini adalah UUD 1945, Undang-Undang dan didukung dengan literature yang ada baik dari keilmuan bidang hukum maupun maqa>s}id al-shari>'ah yang mempunyai korelasi dengan pokok masalah yang dibahas. Adapun pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah sebagaimana berikut ini:
a) Pendekatan Perundang-undangan (StatuteApproach).
Maksudnya adalah telaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan issu hukum yang diketengahkan.59Adapun dalam
56
Anthon F. Susanto, Penelitian Hukum… 163.
57
Ibid.
58
Penelitian Yuridis normative adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Lihat Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 105.
59
Diyah Ochtorina Susanti, Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2014, 110., Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Pranada Media, 2005), 93.
(37)
28
prakteknya adalah seperti telaah terhadap undang-undang maupun peraturan pemerintah yang memeiliki keterkaitan langsung dengan hak pelayanan kesehatan.
b) Pendekatan Konseptual (ConceptualApproach).
Kata konsep berasal dari bahasa Inggris: “concept”, latin: conceptus dari concipere yang berarti (memahami, menerima, menangkap). Kata concept merupakan gabungan dari kata con (bersama) dan capere yang berarti menangkap atau menjinakkan. 60maksudnya adalah pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.61 Adapun realisasi dari pendekatan konseptual ini adalah berkaitan dengan maqa>s}id al-shari>'ah, di mana aturan-aturan hukum yang
berkaitan dengan asas-asas terkait pelayanan kesehatanbelum
terimpelementasi dengan baik sebagaimana diamanatkan dalam hukum positif melainkan masih tersirat dalam konsep, doktrin ataupun pandangan cendikiawan yang berkompeten dibidangnya.
c) Pendekatan Historis/Sejarah (HistoricalApproach).
Maksudnya adalah pendekatan yang ditujukan untuk mencari aturan hukum dari waktu ke waktu dalam rangka memahami makna filosofi dari aturan hukum tersebut dan memperlajari perkembangan dari pada aturan hukum terkait.62
d) Pendekatan Perbandingan (comparativeApproach).
60
Johny Ibrahim, Teory & Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Banyumedia Publishing, 2005), 306.
61
Ibid., 95.
62
(38)
29
Yaitu mengadakan studi perbandingan hukum. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan perbandingan dalam penelitian ini adalah membandingkan antara konsep hifz} al-nafs perspektif maqa>s}id al-shari>'ah dengan konsep-konsep yang terdapat dalam hukum positif terkait dengan pelayanan di bidang kesehatan sebagai langkah memperjuangkan dan menjaga hak asasi manusia (HAM).
1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari dua sumber hukum yaitu:
a. Bahan hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat bagi setiap individu atau masyarakat, baik yang berasal dari perundang-undangan maupun literature yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.63 Adapun sumber bahan hukum primer yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari: UUD 1945, UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek kedokteran, UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2012 tentang Penerima BantuanIuran Jaminan Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang
merupakan dokumen tidak resmi.64 Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder
63
Zainuddin Ali, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 54.
64
(39)
30
sendiri yang terdiri dari kamus, ensiklopedia, buku-buku, jurnal, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penelitian ini.65
2. Teknik pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Maka dalam enelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa Telaah Pustaka
(libraryresearch), yaitu kegiatan mengumpulkan dan memeriksa atau menelusuri
buku-buku atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi atau keterang yang dibutuhkan oleh peneliti yang berhubungan dengan pembahasan tentang h}ifz}
al-nafs dalam pelayanan kesehatan perspektif maqa>s}id al-shari>'ah dan hukum positif.66
3. Teknik Analisa Data.
Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis analisa data kualitatif. Dalam analisa data kualitatif, datanya tidak dapat dihitung melainkan berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun dalam bentuk angka-angka.67
Data data yang terkumpul melalui kepustakaan dan dokumentasi kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada. Data-data tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan
65
Soerjonoo Soekanto & Sri Mahmudi, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tujuan Singkat
(Jakarta: Rajawali Press, 2003), 33-37.
66
Syamsuddin, Operasional Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 101.
67
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994),108.
(40)
31
masalah yang akan diteliti. Dengan kata lain, deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum Islam yang terbingkai dalam maqa>s}id al-shari>'ah dan hukum positif. Kedua perspektif tersebut akan penulis komparasikan guna menemukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan yang menjadi objek kajian.68
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci dan memperjelas rangkaian isi tesis ini, maka penulis membagi sitematika penulisan ke dalam beberapa bab yaitu:
Bab I (satu) menggambarkan keseluruhan isi tesis yang terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan maslah, tujuan penelitian, kerangka teoretik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II (dua) merupakan pembahasan yang berkaitan dengan landasan teori yang penulis khususkan membahas tentang hukum Islam mengenai hal-hal berikut ini:
a. Maqa>s}id al-shari>'ah b. Hifz} al-nafs
Bab III (tiga) yang berisi landasan teori dan segala pembahasan mengenai Hak Asasi Manusia secara global, lalu dengan skema induktif akan mengerucuk kepada teori tentang pelayanan kesehatan.dalam babini akan dimuat beberapa hal pokok, yaitu:
68
(41)
32
a. Hak Asasi Manusia.
b. Hak Pelayanan Kesehatan.
Bab IV (empat) merupakan inti pembahasan yang akan menjawab pokok persoalan mengenai impelementasi hifz} al-nafs dalam pelayanan kesehatan perspektif maqa>s}id al-shari>'ah dan hukum positif. Dalam bab ini akan dibagi menjadi dua pokok pembahasan yaitu:
a. Impelementasi h}ifz} al-nafs dalam pelayanan kesehatan.
b. Analisis perspektif maqa>s}id al-shari>'ah dan hukum positif terhdap h}ifz}
al-nafs dalam pelayanan kesehatan.
Bab V (lima) merupakan bab terakhir dalam tesis ini. Di dalamnya akan berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian. Pada bab ini juga akan dikemukakan jawaban-jawaban atas beberapa pertanyaantentang apa yang dilihat dalam penelitian. Terkecuali dari pada itu, bab ini berisi saran-saran, baik yang bermanfaat bagi penulis secara pribadi maupu bagi lembaga-lembaga yang terkait dan masyarakat secara umum.
(42)
33
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MAQASID AL-SHARI’AH
A. Pengertian Maqa>sid al-Shari>’ah
Maqa>s}id al-shari>'ah ( ي ص ), secara etimologi merupakan istilah gabungan yang terdiri dari dua kata: ص (maqa>s}id) dan ي ش (shari>'ah). Kata
maqa>s}id merupakan bentuk prular dari ص (maqs}ad), ص (qasd),69 ص
(maqs}id), atau ص (qus}u>d) yang merupakan derivasi dari kata kerja ص ص ي(qas}ada yaqs}udu) dengan beragam makna seperti menuju suatu arah, tujuan, tengah-tengah, adil, tidak melampaui batas,70jalan lurus, tengah-tengah antara kelebihan dan kekurangan,71 kesengajaan atau tujuan.72 Makna-makna tersebut dapat dijumpai dalam penggunaan kata qas}ada dan derivasinya dalam al-Qur'an. Ia bermakna mudah, lurus, dan sedang-sedang saja seperti kalimat dalam surat
al-Taubah [9] ayat 42: ‚ ص ي ض ك ‛73 pertengahan dan seimbang
seperti dalam kalimat dalam surat Fa>t}ir [35] ayat 32: ‚ ص ‛74 dan dengan makna lurus seperti kalimat pada surat al-Nah}l [16] ayat 9:‚ ي ص ه
69
Karya monumental yang telah mencuatkan namanya dalam kancah pemikiran hukum Islam adalah maqa>s}id al-shari>'ah al-isla>miyyah yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1366 H/1946
M oleh Maktabah al-Istiqamah Su>q At}t}a>ri>n Tunisia. Kitab ini adalah karya pertama tentang maqa>s}id al-shari>'ah yang terbit setelah karya fenomenal al-Sha>t}ibi> yaitu al-Muwa>faqa>t.
70Ahmad bin Muh}ammad bin ‘Ali al-Fa>yu>mi> al-Muqri’, al-Misba>h} al-Muni>r,192.
71Fayru>z a>ba>di>, al-Qa>mu>s al-Muhi>t} (Beirut: Mu’assasah al-Risa>lah, 1987), 396; lihat pula Abu>
al-Fa>d}l Muh}ammad bin Mukrim bin Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab (Beirut: Da>r Sa>dir, 1300 H/, vol. 3. 355.
72Hans Wehr, A Dictionary of Modern Arabic (London: Mac Donald & Evan Ltd, 1980), 767.
73Law ka>na ‘arad}an qari>ban wa safaran qa>s}idandengan makna ‚perjalanan yang tidak seberapa
jauh, mudah dan lurus.‛
74Wa minhum muqtas}idun dengan makna ‚…dan sebagian mereka ada yang pertengahan dan
(43)
34
ئ ج‛75
serta bermakna tengah-tengah diantara dua ujung seperti kalimat yang terdapat dalam suratLuqma>n [31] ayat 19 ‚كي ص .‛76
Sedangkan shari>’ah secera etimologi berarti “jalan menuju air”.77 Dalam terminology fiqh kata shari>>'ah berarti hukum-hukum yang disyari‟atkan Allah kepada hamba-Nya, baik yang ditetepkan melalui al-Qur'an atau sunnah nabi Muhammad Saw yang berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan.78 Dalam definisi yang lebih singkat dan umum, al-Raisu>ni menyatakan bahwa shari>'ah bermakna sejumlah hukum „amaliyyah yang dibawa oleh agama Islam, baik yang berkaitan dengan konsepsi akidah ataupun legislasi hukumnya.79
Sementara itu Sayf al-di>n Abu> al-Hasan ‘Ali> bin ‘Abi> ‘Ali bin Muh}ammad
al-Ami>di> mendefinisikan kata shari>'ah lebih singkat, yaitu: “tujuan syari‟at adalah mendatangkan kemaslahatan atau menolak kemafsadatan atau kombinasi keduanya.”80
Definisi ini sangat umum, konsepsional dan abstrak sehingga belum bisa dibayangkan bagaimana cara menetukannya. Definisi yang lebih tegas dan lebih aplikatif adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh ’Izz bin ‘Abd al
-Sala>m ketika dia mengatakan:
75Wa ‘alalla>hi qas}d al-sabi>li wa minha> ja>ir dengan makna ‚… dan hak bagi Allah
(menerangkan)jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok.‛
76Wa iqs}id min mashyikadengan makna ‚…dan sederhanalah kamu dalam berjalan (jangan terlalu
cepat dan jangan terlalu lambat)‛.
77Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab. Juz VIII (Beiru>t: Da>r al-S}>}}hadr, [t.th.], 175.
78‘Abd al-Kari>maqa>s}id al-shari>'ah Zayda>n, al-Madkhal li Dira>sati al-Shari>’ah al-Isla>miyyah
(Beiru>t: Mu’assasah al-Risa>lah, 1976), 39.
79Ahmad Raysu>ni>, al-Fikr al-Maqa>s}idi>, Qawa>’iduhu> wa Fawa>iduhu>(Riba>t}: Matba’ah al-Naja>h
al-jadi>dah al-Da>r Bayd}a’, 1999), 39.
80Sayf al-di>n Abu> al-Hasan ‘Ali> bin ‘Abi> ‘Ali bin Muhammad al-Ami>di>, Ihka>m fi> Usu>l
(44)
35
“Barang siapa yang berpandangan bahwa tujuan syara‟ adalah endatangkan manfaat dan menolak mafsadat, maka berarti di dalam dirinya terdapat keyakinan dan pengetahuan mendalam bahwa kemaslahatan tidak boleh disia-siakan sebagaimana kemafsadatan yang ada di dalamnya juga tidak boleh didekati walaupun dalam masalah tersebut ada ijma’, nas}s dan
qiya>s yang khusus.”81
Gambaran tersebut menunjukkan suatu perkembangan dari masa ke masa baik dari sisi cakupan atau penekanannya. Definisi singkat tapi operasional yang menggabungkan antara hukum Allah dengan pembagian maqa>s}id al-shari>'ah dalam susunan yang hierarkis didapatkan pada perkembangan berikutnya yang dipelopori oleh Ima>m Abu> Isha>q al-Sha>tibi>>, tokoh yang dikukuhkan sebagai pendiri ilmu maqa>s}id al-shari>'ah.82 Al-Sha>t}ibi> menyatakan bahwa beban-beban syari‟at kembali pada penjagaan tujuan-tujuannya pada makhluk. Maqa>s}id ini tidak lebih dari tiga macam: dharu>riyya>t (kebutuhan yang bersifat primer),
ha>jiyya>t (kebutuhan yang bersifat sekunder), dan tahsi>niyya>t (kebutuhat yang bersifat tersier).83 Lebih lanjut al-Sha>t}ibi> menyatakan bahwa Allah sebagai Sha>ri’ memiliki tujuan dalam setiap ketentuan hukum-Nya yaitu untuk kemaslahatan hidup di dunia dan di akhirat.84
Sedangkan makna dari maqa>s}id al-shari>'ah adalah sebagaimana didefinisikan oleh Ibn Ashu>r dengan “Makna-makna dan hikmah-hikmah yang
81Al-‘Izz al-Di>n bin ‘Abd al-Sala>m, Qawa>’id al-Ahka>maqa>s}id al-shari>'ah, Jilid II, 160.
82
Definisi maqa>s}id al-shari>'ah oleh al-Sha>t}ibi> tidak seperti pengertian lainnya yang menekankan
pada aspek kebahasaan. Al-Sha>t}ibi> agaknya menganggap bahwa istilah maqa>s}id al-shari>'ah sudah menjadi istilah yang sudah dipahami secera jelas. Lebih dari itu, kitab al-Muwa>faqa>t yang dikarangnya memang diperuntukkan bagi mereka yang sudah memiliki pengetahuan yang bagus tentang hukum Islam, sehingga dalam beberapa hal yang sudah dianggap umum tidak perlu diuraikan lebih jauh. Lihat Ahmad al-Raysu>ni, Imam Shatibi’s Theory of the Higher Objectives
and Intents of Islamic Law, xxi.
83 Al-Sha>t}ibi>, al-muwa>faqa>t,221. 84 Ibid., 220.
(45)
36
diperhatikan dan dipelihara oleh Sha>ri’ dalam setiap bentuk penentuan hukum-Nya, hal ini tidak hanya berlaku pada jenis-jenis hukum tertentu sehingga masuklah dalam cakupannya segala sifat, tujuan umum dan makna shari>’ah yang terkandung dalam hukum serta masuk pula di dalamnya makna-makna hukum yang tidak diperhatikan secara keseluruhan tetapi dijaga dalam banyak bentuk hukum.”85
Definisi Ibn 'Ashu>r sudah mulai masuk pada wilayah yang lebih konkrit dan operasional. Sebagai penegasnya, dia juga menyatakan bahwa maqa>s}id
al-shari>'ah saja bersifat umum yang meliputi keseluruhan syari‟at, dan juga bersifat khusus seperti maqa>s}id al-shari>'ah yang khusus dalam bab mu’a>malah. Dalam konteks ini, maqa>s}id al-shari>'ah diartikan sebagai kondisi yang dikehendaki oelh syara‟ untuk mewujudkan kemanfaatan bagi kehidupan manusia atau untuk menjaga kemaslahatan umum dengan memberikan ketentuan hukum dalam
perbuatan-perbuatan khusus mereka yang mengandung hikmah.86
Terlepas dari perbedaan kata yang digunakan dalam mendefinisikan
maqa>s}id al-shari>'ah namun penulis bisa menyuguhkan sebuah benang merah bahwa tujuan-tujuan akhir yang harus terealisasi dengan diaplikasikannya syari‟at.87 Maqa>s}id al-shari>'ah
ini bisa berupa maqa>s}id al-shari>'ah ‘a>mmah yang
85Pada tempat lain, Ibn ‘Ashu>r memberikan definisi berbeda yang lebih bersifat abstrak dengan
mengatakan bahwa maqa>s}id itu sesungguhnya adalah segala keadaan yang dikehendaki karena esensinya, dan yang disenangi oleh jiwa untuk diraih sehingga menjadi pendorong terciptanya tindakan dan perbuatan untuk meraihnya. Lihat Muhammad T}a>hir ibn ‘Ashu>r, Maqa>s}id al-Shari>'ah al-Isla>miyyah (Urdun: Da>r al-nafa>is li al-Nashr wa al-Tawzi>’, 1996), 246-405.
86
Ibid., 147.
87
Hal ini sejalan dengan definisi maqa>s}id al-shari>'ah yang dikemukakan oleh Hamid Yusuf
al-„Alim yakni: “Tujuan-tujuan yang hendak direalisasikan oleh hukum, yaitu kemaslahatan yang kembali kepada hamba baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat Baik realisasinya itu melalui
(1)
157
Muhammad T}a>hir ibn ‘Ashu>r, Maqa>s}id Shari>'ah Isla>miyyah (Urdun: Da>r al-nafa>is li al-Nashr wa al-Tawzi>’, 1996).
Muhammad, „Ali Jum‟ah. ‘Ilm Us}u>l al-fiqh wa ‘Ala>qatuhu> bi al-Falsafah al-Isla>miyyah. Virginia: IIIT, 1996.
Muqri’ (al), Ahmad bin Muh}ammad bin ‘Ali al-Fa>yu>mi>. al-Misba>h} al-Muni>r. Nasution, Bahder Johan. Hukum Kesehatan, Pertanggung Jawaban Dokter.
Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Nasution, Harun. Hak Asasi Manusia dalam Islam, Cetakan pertama. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987.
Notoatmojo, Soekidjo. Etika dan Hukum Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2010.
Praja, Juhaya S. Filsafat Hukum Islam. Bandung: LPPM Unisba, 1995.
Praja, Juhaya S. Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011.
Qaht}a>ni> (al), Mus}fir bin ‘Ali bin Muhammad. Manhaj istinba>t} Ahka>m al-Nawa>zil al-Fiqhiyyah al-Mu’a>sirah Dira>sa>t Ta’s}i>liyya>t Tat}bi>qiyya>t. Jeddah: Da>r al-Andalus al-Khadra> li al-Nashr wa al-Tawzi>’, 2003.
Raysu>ni (al), Ahmad. Imam Shatibi’s Theory of the Higher Objectives and
Intents of Islamic Law.
Raysu>ni>, Ahmad. al-Bahts fi Maqa>s}id al-Shari>'ah Nash’atuhu> wa Tatawwuruhu> wa Mustaqbaluhu,> Makalah. London: Muassasah al-Furqa>n li al-Tura>th, 2005.
Raysu>ni>, Ahmad. al-Fikr al-Maqa>s}idi>, Qawa>’iduhu> wa Fawa>iduhu>. Riba>t}: Matba’ah al-Naja>h} al-Jadi>dah al-Da>r Bayd}a’, 1999.
Ridwan, H.R. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008.
Rifa>’i (al), ‘Abd al-Jabba>r. al-Mashhad al-Thaqafi> fi> I<ra>n -Falsafah al-Fiqh wa maqa>s}id al-shari>'ah- Beirut: Da>r al-Ha>di>, 2001.
Sala>m (al), Al-‘Izz al-Di>n bin ‘Abd. Qawa>’id al-Ahka>maqa>s}id al-shari>'ah, Jilid II (tt).
(2)
158
Sha>t}ibi> (al), Abu> Ish}a>q. al-Muwa>faqa>t fi> Usu>l al-Shari>’ah, cet. III. Vol. I. Beirut: Da>r Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.
Sha>t}ibi> (al), al-Muwa>faqa>t fi> us}u>l al-Shari>’ah. Vol. II. Beirut: Da>r Kutub
al-‘Ilmiyyah, t.th.
Sha>t}ibi> (al), Maqa>s}id al-Shari>'ah al-Isla>miyyah. Tunisia: Maktabah al-Istiqama>h Su>q At}t}a>ri>n, 1366 H/1946 M.
Sha>tibi> (al), Abu> Isha>q. Al-I’tis}a>m. Beirut: Da>r al-Ma’rifah, 2000.\
Sharakhs}i> (al), Abu> Bakr ibn Ah}mad ibn Sahl. Us}u>l Sharakhs}i>. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993.
Sibuea, Hotma P. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan & Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010).
Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama, 2009.
Soekanto, Soerjono. & Mahmudi, Sri. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tujuan Singkat. Jakarta: Rajawali Press, 2003.
Soekanto, Soerjono. Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia (suatu Tinjauan Secara Sosiologis). Jakarta: UI-Press, 1983.
Soewono, Hendrojono. Batas Pertanggungjawaban Hukum Malapraktek dalam Transaksi Trapeutik. Surabaya: Penerbit Srikandim, 2007.
Subhi, Ahmad Mahmud. Filsafat Etika. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001. Subyantoro, Arief. dan Suwarto, FX. Metode dan Teknik Penelitian Sosial.
Jakarta: Andi, 2007.
Suharto, Edi. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta, 2005.
Susanti, Diyah Ochtorina. Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
Susanto, Anthon F. Penelitian hukum Transformatif-Partisipatoris. Malang: Setara Press, 2015.
Sutarno, Hukum Kesehatan Eutanasia, Keadilan dan Hukum Positif di Indonesia. Malang: SETARA Press, 2014.
(3)
159
Suyu>t}i> (al), Jala>l al-Di>n. al-Ashba>h wa al-Naz}a>ir fi> Fiqh Furu>’ al-Sha>fi’iyyah.
Kairo: Matba’ah Mus}t}afa> Ba>b al-Halabi>, 1387 H.
Swasono, Sri-Edi. dan Fauzi (eds), Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan. Jakarta: UI Press, Edisi 2, Cetakan I, 1992. Syah, Ismail Muhammad. Filsafat Hukum Islam. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 1999.
Syaltut, Mahmud. Isla>m: ‘Aqi>dah wa Shari>’ah. Cairo: Da>r al-Qala>m, 1966. Syamsuddin. Operasional Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007.
Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945. Jakarta: Kencana, 2015.
Wardaya, Slamet Marta. Hakekat, Konsepsi dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM). Bandung: PT Refika Aditama, 2005.
Wardaya, Slamet Marta. Hakekat, Konsepsi dan Rencana Aksi nasional Hak Asasi Manusia (HAM), dalam Hak Asasi Manusia, Hakekat dan Implikasinya dalam perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT Refika Aditama, 2005.
Wehr, Hans. A Dictionary of Modern Arabic. London: Mac Donald & Evan Ltd, 1980.
Winarno, Budi. Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Edisi Revisi. Yogyakarta: Media Presindo, 2007.
Yubi, Muhammad Sa’d. Maqa>s}id al-Shari>'ah wa ‘Ala>qatuha> bi al-Adillah
al-Shar’iyyah. Riyadh: Da>r al-Hijrah, 1998.
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2012.
Zayd, Mus}t}afa>. Naz}riyya>t al-Mas}lah}ah fi> Shari>’ah al-Isla>miyyah wa Najm al-Di>n al-T{u>fi>. Beirut: da>r al-Fikr al-Isla>mi>, tt.
Zayda>n, Abd al-Kari>m. al-Madkhal li Dira>sati al-Shari>’ah al-Isla>miyyah. Beiru>t:
Mu’assasah al-Risa>lah, 1976.
Zein, Satria Efendi M. Us}u>l al-fiqh. Cetakan I. Jakarta: Kencana, 2005. Zuhayli> (al), Muhammad. Us}u>l al-Fiqh. Mesir: Da>r al-Fikr al-‘Arabi> 1958.
(4)
160
Zuhayli> (al), Wahbah. Us}u>l al-fiqh al-Isla>mi>, vol. II. Mesir: Da>r al-‘Ilmi, 1997. Internet
Myrdal, Economic Aspects of Health Chron. World Health Org, 1952.
NN. “Declaration of Alma-Ata, diunduh dari http://www.who.int/hpr/NPH/docs/ declaration almaata. pdf pada tanggal 2 April 2016.
NN. “Universal Declaration of Human Right” diunduh dari
http://www.un.org/events/human-rights/2007/
hrphotos/declaration%20.eng.pdf. pada 29 Maret 2016.
NN. “Universal Declaration of Human Right” diunduh dari:
http://www2.ohchr.org/english/law/pdf/cescr. pdf pada tanggal 2 April 2016.
Tesis, Disertasi
Mawardi, Ahmad Imam. Fiqh al-Aqalliyya>t: Rekonsiderasi Maqa>s}id al-Shari>'ah tentang Pemberlakuan Hukum Islam Bagi Minoritas Masyarakat Muslim. Disertasi Program Doktor Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009.
Roemansyah, Deddy. Implementasi jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Terhadap Pelayanan Kesehatan dan Perlindungan Hukum bagi Masyarakat Peserta Jamkesmas (Puskesmas kepil II Wonosobo). Yogyakarta: Tesis Program Studi Magister Ilmu Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada, 2009.
Wingnyosoebroto, Soetandyo. Masalah Metodologik dalam Penelitian Hukum sehubungan dengan masalah keragaman PendekatanKonseptualnya. Semarang: Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Hukum 1994. Yudistira, Adhimulya Yudy. Aspek Hukum Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Pemerintah.Yogyakarta: Tesis Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2006.
Asram. Perlindungan Hukum terhadap Pasien sebagai Jasa Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2007.
(5)
161
Makalah, Artikel dan Jurnal
Durasid, “Bom Bunuh Diri, Antara Jihad dan Kejahatan (Studi Analisis terhadap Konsep Jihad Sayid Sabiq dalam Kitab Fiqh al-Sunnah) dalam Antologi Kajian Islam, Seri 17. IAIN Sunan Ampel, April, 2010.
Hidayana, Irma. Kontekstualitas Naskah Klasi di Zaman Modern. Majalah Jentera, edisi 3 tahun ke:II, November 2004.
Azwar, A. Menjaga Mutu Pelayanan Rawat Jalan, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Tahun. XX No.44.
Asmuni, Penalaran Induktif al-Sha>t}ibi> dan Perumusan Maqa>s}id al-shari>'ah Menuju Ijtihad Dinamis. Yogyakarta: Jurnal UNISIA, Universitas Islam Indonesia, 2012.
Undang-Undang
Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147 tahun 2010 tentang Perizinan Rumah Sakit
Permenkes Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010 tentang Klarifikasi Rumah Sakit
Permenkes RI Nomor 24 Tahun 2014 tentang Rumah Sakit Kelas D Pratama Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit
Permenkes RI Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasca-Amandemen Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
(6)
162
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.