EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE DALAM MATA PELAJARAN IPS TERPADU GUNA MENINGKATKAN KECERDASAN MORAL DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 NATAR LAMPUNG

(1)

AND LEARNINGDANVALUE CLARIFICATION TECHNIQUEDALAM MATA PELAJARAN IPS TERPADU GUNA MENINGKATKAN

KECERDASAN MORAL DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA SISWA KELAS VII

SMP NEGERI 1 NATAR LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015

Oleh

LUVIAN HENDRI

Penelitian ini di latar belakangi oleh rendahnya kecerdasan moral siswa dalam mata pelajaran IPS Terpadu kelas VII Semester genap SMP N 1 Natar Lampung Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan mana yang lebih efektif antara model pembelajaran contextual teaching and learning dan model pembelajaranvalue clarification techniqueuntuk meningkatkan kecerdasan moral dengan memperhatikan kecerdasan spiritual yang dimiliki siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu dengan pendekatan komparatif. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling. Pengujian hipotesis menggunakan rumus analisis varian dua jalan dan t-test dua sampel independen. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil: (1) ada perbedaan kecerdasan moral siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran CTL dan siswa yang diajar menggunakan model VCT, (2) kecerdasan moral siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran CTL lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran VCT pada siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi, (3) kecerdasan moral siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran CTL lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran VCT pada siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah, (4) ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan spiritual terhadap kecerdasan moral siswa.

Kata kunci: kecerdasan moral, kecerdasan spiritual, model pembelajaran, contextual teaching and learningdanvalue clarification technique.


(2)

KECERDASAN MORAL DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA SISWA KELAS VII

SMP NEGERI 1 NATAR LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015

Oleh:

Luvian hendri

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(3)

KECERDASAN MORAL DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA SISWA KELAS VII

SMP NEGERI 1 NATAR LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015

(Skripsi)

Oleh

Luvian hendri

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

Gambar Halaman 1. Keterkaitan antara Komponen Kecerdasan Moral dalam Rangka

Pembentukan Karakter yang Baik Menurut Pandangan Thomas Lickona... 21

2. Piramida Kecerdasan Spiritual ... 43

3. Kerangka Pikir... 45

4. Hasil Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas Eksperimen ... 82

5. Hasil Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas Kontrol ... 85

6. Hasil Kecerdasan Moral Siswa Kelas Eksperimen ... 87

7. Hasil Kecerdasan Moral Siswa Kelas Kontrol ... 90

8. Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi Kelas Ekperimen... 92

9. Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Rendah Kelas Ekperimen ... 94

10. Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi Kelas Kontrol... 96

11. Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Rendah Kelas Kontrol ... 98


(5)

Halaman DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian... 12

F. Kegunaan Penelitian... 13

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Definisi Belajar dan Teori Belajar ... 15

2. Kecerdasan Moral ... 18

3. Model PembelajaranContextual Teaching and Learning ... 22

4. Model PembelajaranValue Clarification Technique... 29

5. Mata Pelajaran IPS Terpadu... 35

6. Kecerdasan Spiritual ... 40

B. Penelitian Yang Relevan ... 45

C. Kerangka Pikir... 47

D. Anggapan Dasar Hipotesis ... 55

E. Hipotetsis... 55

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 57

1. Desain Eksperimen... 58

2. Prosedur Penelitian... 59


(6)

1. Variabel Moderator ... 63

2. Variabel Terikat ... 64

3. Variabel Bebas ... 64

D. Definisi Konseptual Variabel ... 64

1. Kecerdasan Moral ... 64

2. Kecerdasan Spiritual ... 65

E. Definisi Operasional... 66

F. Teknik Pengumpulan Data... 69

1. Observasi... 69

2. Dokumentasi ... 69

3. Wawancara... 69

4. Angket ... 70

G. Uji Persyaratan Instrumen Penelitian... 70

1. Uji Validitas ... 70

2. Uji Reliabilitas ... 71

H. Uji Persyaratan Analisis Data ... 72

1. Uji Normalitas... 72

2. Uji Homogenitas ... 73

I. Teknik Analisis Data... 73

1. T-test Dua Sampel Independen ... 73

2. Analisis Varians Dua Jalan ... 75

3. Pengujian Hipotesis... 76

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 79

1. Situasi dan Kondisi Sekolah... 79

2. Kondisi Guru SMP N 1 Natar ... 80

3. Kondisi Siswa SMP N 1 Natar... 80

B. Deskripsi Data ... 81

1. Data Hasil Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 81

a. Data Hasil Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas Eksperimen... 81

b. Data Hasil Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas Kontrol ... 83

2. Data Hasil Kecerdasan Moral Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 86

a. Data Hasil Kecerdasan Moral Siswa Kelas Eksperimen... 86

b. Data Hasil Kecerdasan Moral Siswa Kelas Kontrol ... 89

3. Data Hasil Kecerdan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi dan Kecerdasan Spiritual Rendah di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 91

a. Deskripsi Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi di Kelas Eksperimen ... 91

b. Deskripsi Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Rendah di Kelas Eksperimen... 93


(7)

Kecerdasan Spiritual Rendah di Kelas Kontrol ... 97

C. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 99

1 Uji Normalitas... 99

2 Uji Homogenitas ...100

D. Pengujian Hipotesis...102

1. Pengujian Hipotesis 1...102

2. Pengujian Hipotesis 2...104

3. Pengujian Hipotesis 3...106

4. Pengujian Hipotesis 4...108

E. Pembahasan...111

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...121

B. Saran...123 DAFTAR PUSTAKA


(8)

LAMPIRAN 1. Daftar Guru

2. Daftar Nama Siswa Kelas VII F 3. Daftar Nama Siswa Kelas VII H

4. Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen 5. Pembagian Kelompok Kelas Kontrol 6. Silabus Pembelajaran

7. RPPContextual Teaching and Learning 8. RPPValue Clarification Technique 9. Kisi-kisiAngket (UjiCoba)

10. Angket (UjiCoba)

11. Lembar Pengamatan Observasi Kecerdasan Moral 12. Lembar Instrumen Kecerdasan Moral

13. Hasil Uji Validitas Instrumen (Angket) 14. Hasil Uji Reabilitas Instrumen (Angket)

15. Hasil Uji Validitas Instrumen Kecerdasan Moral 16. Hasil Uji Reabilitas Instrumen Kecerdasan Moral

17. Hasil Kecerdasan Moral dan Spiritual Kelas Eksperimen 18. Hasil Kecerdasan Moral dan Spiritual Kelas Kontrol

19. Data Hasil Kecerdasan Moral Untuk Spiritual Tinggi dan Rendah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

20. Uji Normalitas 21. Uji Homogenitas 22. Uji Hipotesis 1 23. Uji Hipotesis 2 24. Uji Hipotesis 3 25. Profil Plot


(9)

Tabel Halaman

1. Hasil Penilaian Sikap ... 4

2. SK dan KD Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas Vii Semester 1 ... 38

3. SK dan KD Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas Vii Semester 2... 39

4. Penelitian yang Relevan ... 45

5. Desain Penelitian... 58

6. Jumlah Siswa SMP Negeri 1 Natar Kelas VII TP. 2014/2015... 62

7. Definisi Operasional Variabel (Kecerdasan Moral)... 66

8. Definisi Operasional Variabel (Kecerdasan Spiritual)... 67

9. Hasil Uji Validitas Angket dan Lembar Observasi... 71

10. Tingkat Besarnya Reliabilitas ... 72

11. Rumus Unsur Tabel Persiapan Anava Dua Jalan... 75

12. Distribusi Frekuensi Hasil Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas Eksperimen.... 82

13. Distribusi Frekuensi Hasil Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas Kontrol ... 84

14. Distribusi Frekuensi Hasil Kecerdasan Moral Siswa Kelas Eksperimen... 87

15. Distribusi Frekuensi Hasil Kecerdasan Moral Siswa Kelas Kontol... 89

16. Distribusi Frekuensi Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi Kelas Ekperimen ... 92

17. Distribusi Frekuensi Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Rendah Kelas Ekperimen ... 94

18. Distribusi Frekuensi Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi Kelas Kontrol ... 95

19. Distribusi Frekuensi Hasil Kecerdasan Moral Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Rendah Kelas Kontrol... 97

20. Uji Normalitas Data ... 99

21. Rekapitulasi Uji Normalitas ...100

22. Hasil Uji Homogenitas ...101

23. Hasil Pengujian Hipotesis 1 ...103

24. Hasil Pengujian Hipotesis 2 ...104

25. Hasil Pengujian Hipotesis 3 ...106

26. Hasil Pengujian Hipotesis 4 ...108


(10)

(11)

(12)

(13)

Moto

Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu

adalah untuk dirinya sendiri

(

Al-Ankabut, ayat 6)

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya

(QS. Al-Baqarah: 286)

Hasil tidak menentukan akhir, kadang proses tersebut dapat

Memperluas Jalan

(Shin Seijuro)

" Imagination is more important than knowledge "

(Albert Einstein said)

Tidak ada yang tidak masuk akal, akal kita saja yang belum masuk

(Bayu Pramono)

God is never wrong in giving the sustenance

(Luvian Hendri)

Jangan tunggu sampai besok apa yang bisa kamu lakukan hari ini

(Luvian Hendri)

Setiap hari itu sulit, tapi tanpa kita sadari hari-hari itu selalu kita lewati

(Irvan Hidayat)


(14)

Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji untuk Mu Allah SWT

atas segala kemudahan, limpahan rahmat dan karunia yang Engkau

berikan selama ini

.

Dengan Bangga Kupersembahkan Karya Ini Untuk

Kedua Orang Tuaku

Dengan Penuh Keiklasan, Kesabaran Membimbing Serta Mendidikku

Agar Menjadi Manusia yang Lebih Baik di Dunia dan Akhirat. Selalu

Berdoa, Memberi Nasehat dan Semangat untuk Masa

Depan yang Lebih Baik

.

Adik Tercinta

Terima kasih Telah Membantu dan Memberikan Motivasi untuk

Kesuksesanku

.

Para Pendidik

Terima kasih Telah Berbagi Ilmu dan Pengalaman untuk Bekal

Menghadapi Kehidupan

Sahabat sahabatku

Meberikan Warna dalam Hidup

Seseorang yang Kelak Akan Mendampingi Hidupku

Almamater Tercinta Universitas Lampung


(15)

Penulis di lahirkan di Desa Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 11 Januari 1993 dengan nama lengkap

Luvian Hendri. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, Putra dari pasangan Bapak Sugianto dan Ibu Mariani.

Pendidikan formal yang diselesaikan penulis.

1. Taman Kanak-kanak (TK) Desa Sidorejo diselesaikan pada tahun 1999 2. SD Negeri 1 Sidorejo diselesaikan pada tahun 2005

3. SMP Negeri 1 Bandar Sribhawono diselesaikan pada tahun 2008 4. SMA Negeri 1 Bandar Sribhawono diselesaikan pada tahun 2011

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung melalui jalur PMPAP. Selama kuliah penulis menerima beasiswa

Bidikmisi. Penulis juga aktif dalam organisasi Koperasi Mahasiswa Universitas Lampung, pada tahun 2013 menjabat sebagai Kabid PSDA dan tahun 2014 di angkat menjadi Ketuan Umum. Pada tahun 2014, penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Solo, Bali, Jogjakarta, Bandung dan Jakarta. Serta pada bulan Juli-September mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Marang Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir Barat dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 4 Marang.


(16)

Alhamdulillahirobbil’alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, petunjuk dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judulEfektivitas

Model PembelajaranContextual Teaching and LearningdanValue Clarification Techniquedalam Mata Pelajaran IPS Terpadu guna Meningkatkan Kecerdasan Moral dengan Memperhatikan Kecerdasan Spiritual Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014 / 2015”.Shalawat beserta salam tetap tersanjung

agungkan kepada Nabi kita Rasulullah Muhammadshallallahu ‘alaihi wa salam.

Selesainya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, bimbingan dan saran dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan

Kerjasama FKIP Unila.

3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Keuangan dan Umum FKIP Unila.

4. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FKIP Unila.


(17)

6. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Unila. 7. Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd., selaku pembimbing I dan pembimbing

akademik yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta

memberikan motivasi, arahan dan nasehat dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Bapak Drs. Yon Rizal, M.Si., selaku pembimbing II dan pembimbing

akademik yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta

memberikan motivasi, arahan dan nasehat dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si., selaku penguji skripsi penulis yang telah

membantu mengarahkan dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Unila, terima kasih untuk ilmu dan pengalamannya yang telah diberikan kepada penulis.

11. Bapak Drs. Hi. L. Maulana, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Natar, terima kasih atas ketersediaannya memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadikan SMP Negeri 1 Natar sebagai tempat penelitian skripsi ini.

12. Ibu Arry Fahmiyati, SE. M.Pd. selaku guru mata pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 1 Natar, terima kasih atas bimbingan, nasehat dan motivasi serta informasinya yang bermanfaat untuk kepentingan penelitian dalam skripsi ini. 13. Siswa-Siswi SMP Negeri 1 Natar, terima kasih atas kerjasama dan


(18)

Kesabaran, senyuman, air mata, tenaga dan pikiran tercurah di setiap perjuangan dan doamu menjadi kunci kesuksesanku di kemudian hari, tidak ada doa yang terkabulkan selain doa dari orangtua yang ikhlas.

15. Adikku tercinta, Beni Oktavianto terimakasih telah membantu dan mendoakanku. Aku akan selalu mendoakan mu agar menjadi orang yang sukses, dan berbakti kepada kedua orang tua.

16. Sahabat-sahabatku“Genk Sampakers: Achmad Rifa’i,Agus Komari, Ahmad Jaenudin, Efha Rifqi Ash Shidqi, Ilham Jati Puspa, Irfan Hidayat, dan

Suroto”, serta Ahmad Irfan, Edy Darmadi, Sandi Irwansyah, dan Yuda

Bimantara. Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini, selalu menerima dan membantuku disetiap kesulitan menghadapi semester demi semester. 17. Segenap pengurus dan badan pengawas koperasi mahasiswa universitas

lampung periode 2013-2014 & 2014-2015, sahabat kopma Kak Ian Jembre, Kak Aan, Kak Bayu, Kak Odon, Kak Rahmat, Kak Agung, Kak Manto, Kak Aji, Bang Adi, Kak Apri, Kak Arif, Kak Manda, Kak Alan, Mb Desti, Mb Renita, Mb Novi, Mb Elis, Ani Marlena, Ramadhan Cui, Rio, Tari, Hanif, Rifki, Habibi, Uca, Singgih, Novita, Mb Rima, Alimi, Novanda, Triono, Safitri, Sigit, Herlina, Laras, Ades, Vina Astika, Nona, Eka, Launa, April, Yani, Desti, Hamzah, Eka Sus, Deo, Raihan, Kiki, Fatin, Santi, Andika, Qonita, Yulia, Nisfi, Anida, Nikita, Andri, Alif, Tami, Eko, Aulia, Fajar, Rizka, Mb Serly, Nurma, Awang, Aji, Ipung dan masih banyak keluarga kopma yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu.


(19)

ini.

19. Kakak dan adik tingkatku semuanya tanpa terkecuali terima kasih atas semua bantuan dan motivasinya.

20. Rina Intan Sari yang selalu mendukung dan mendoakanku terimakasih telah mewarnai hari-hariku baik suka maupun duka, maaf doanya baru terkabul satu tahun hehehe.

21. Adik-adik ku yang sudah saya anggap sebagai adik kandung dan selalu membantu dan memotivasiku Triono, Laras, Ades, Vani, Kunti, Nurhidayani, April, Desti Yuniatun, Nona, Eka, Launa, Hifni, Vina Astika, Yulia, Nisfhi, Siti Khotijah, Indah, Endang.

22. Sahabat KKN-KT , Andika, Diah, Dona, Ida, Ima, Muji, Oktri, Taufik, Yoga terima kasih telah memberikan banyak pengalaman dan kebahagiaan. Bapak dan Ibu pratin pekon Marang, Guru beserta siswa SMP N 4 Marang, serta sahabat-sahabat di Pekon Marang, Kabupaten Pesisir Barat.

23. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Semoga segala bantuan, bimbingan, dorongan dan doa yang diberikan kepada penulis mendapat ridho dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.

Bandar Lampung, 10 November 2015 Penulis,


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa. Karena melalui pendidikan dapat tercipta generasi yang cerdas, berwawasan, terampil dan berkualitas, yang diharapkan dapat menjadi

generasi-generasi yang dapat memberi perubahan bangsa menuju kearah yang lebih baik. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 menyatakanbahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sprituil keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Saat proses pendidikan berlangsung tentunya memiliki fungsi dan tujuan seperti yang tertera dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 yang menyatakan bahwa,“Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang


(21)

Dilihat dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional, dapat dipahami bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus dilaksanakan secara sistematis guna mencapai tujuan yang diharapkan bersama. Hal tersebut berkaitan dalam pembentukan karakter peserta didik hingga mampu menjadi insan yang beretika, bermoral, dan mampu berinteraksi dengan baik dalam masyarakat.

Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) saat ini adalah moral siswa yang juga masih tergolong rendah. Banyaknya tindakan amoral yang dilakukan peserta didik seperti mencontek, tawuran, membolos dan tindakan lainnya mengindikasikan bahwa pendidikan formal gagal dalam membentuk karakter peserta didik. Sjarkawi (2011: 45) menyatakan bahwa perilaku dan tindakan amoral disebabkan oleh moralitas yang rendah. Moralitas yang rendah antara lain disebabkan oleh pendidikan moral di sekolah yang kurang efektif.

Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki peranan penting dalam usaha mengembangkan dan membina potensi yang dimiliki siswa termasuk juga dalam pembentukan karakter dan moralitas siswa. Sekolah juga menyediakan berbagai kesempatan bagi siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar mengajar, sehingga para siswa memperoleh pengalaman pendidikan. Salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat membentuk karakter dan moralitas anak adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Cokrodikardjo dalam Putri (2014: 45) mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia


(22)

merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial, yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah di pelajari. Menurut Supriyatna dkk (2009: 3) menyatakan pendidikan IPS merujuk pada kajian yang memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat di jelaskan bahwa keberadaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sangatlah penting bagi perkembangan sosial anak, selain untuk mengembangkan pengetahuan, mata pelajaran IPS Terpadu bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat. Selain itu, IPS Terpadu sangat penting bagi pengembangan intelektual, emosional, dan sosial peserta didik, yaitu mampu mengembangkan cara berpikir, bersikap, dan berprilaku yang bertanggung jawab.

Saat ini banyak pendidik kurang memperhatikan hasil belajar ke ranah afektif dari siswa, kebanyakan pendidik lebih menilai hasil belajar ke ranah kognitif. Afektif merupakan ranah yang harus diperhatikan untuk mewujudkan

pembelajaran yang afektif. Karakteristik ranah afektif meliputi sikap, konsep diri, minat, nilai, dan moral dalam pembelajaran. Ranah afektif berhubungan dengan moral dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, menghargai pendapat orang lain dan


(23)

kejujuran. Karaktersitik ranah afektif untuk pengembangan moral merupakan hal yang sangat penting untuk didahulukan karena dengan terbentuknya moral maka akan terbentuk nilai dan sikap yang ada di dalam diri individu itu sendiri.

Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan, dalam penelitian pendahuluan pencapaian hasil belajar IPS Terpadu kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan, ranah afektif dapat ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Penilaian Sikap Semester Genap Mata Pelajaran IPS

Terpadu kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan Kelas

Sikap Sosial

Jml Tanggung Jawab Percaya Diri Empati Disiplin

K C B S

B K C B

S

B K C B

S

B K C B

S B

VII A 5 13 8 18 8 18 8 10 16 26

VII B 18 15 3 18 12 22 11 16 11 6 33

VII C 22 12 1 24 9 23 11 23 7 4 34

VII D 2 20 12 24 10 22 12 20 10 4 34

VII E 3 22 9 23 11 24 10 18 12 4 34

VII F 20 15 25 10 22 13 20 10 5 35

VII G 1 22 12 24 11 23 12 22 9 4 35

VII H 20 14 23 11 21 13 19 10 5 34

VII I 3 21 10 2 25 7 21 13 22 8 4 34

VII J 19 13 1 21 10 21 11 19 7 6 32

VII K 22 12 25 9 23 11 22 9 3 34

VII L 20 13 24 9 22 11 21 8 4 33

VIIM 1 21 11 2 24 7 22 11 21 9 3 33

VII N 20 13 24 9 22 11 20 10 3 33

Jml 15 280 169 9 322 133 306 158 273 136 55 464

Sumber: guru mata pelajaran IPS Terpadu kelas VII SMP Negeri 1 Natar

Berdasarkan Tabel 1 penilaian sikap siswa yang berhubungan dengan kecerdasan moral dapat diketahui bahwa nilai sikap siswa tergolong rendah. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang memiliki kriteria tanggung jawab

“cukup” lebih besar yaitu 280siswa dibanding dengan jumlah siswa yang memiliki kriteria tanggung jawab “baik” yang hanya 169 siswa. Begitu pula dengan sikap percaya diri, siswa yang memiliki kriteria sikap percaya diri


(24)

memiliki kriteria sikap percaya diri“baik”. Pada sikapempati atau peduli siswa yang memiliki kriteria“cukup” berjumlah306 siswa dan siswa yang memiliki empati“baik”158, jumlah ini lebih sedikit dibanding dengan siswa yang

memiliki kriteria “cukup”. Sedangkan pada evaluasi sikap disiplin siswa yang

memiliki kriteria “cukup” jumlahnyapun lebih besar dibanding siswa yang telah mencapai kriteria baik. Pada Tabel 1 dapat di amati bahwa semua aspek sikap yang menyangkut hubungan dengan kecerdasan moral siswa masih pada kategori cukup, walaupun rasa tanggung jawab ada beberapa siswa yang sikap kurang. Selain data berupa angka yang didapatkan peneliti juga memperoleh hasil wawancara dengan guru IPS Terpadu.

Berdasarkan penelitian pendahuluan melalui hasil wawancara dengan guru IPS Terpadu kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan diperoleh informasi sebagai berikut.

1. Kurang percaya diri

Terlihat sekali siswa masih kurang percaya diri dalam dirinya kurang yakin dengan kemampuan yang dimiliki, seperti masih suka mencotek, malu saat bertanya dan takut untuk menjawab disini sangat berdampak sekali pada saat proses pembelajaran berlangsung.

2. Kurang adanya empati antar siswa

Empati merupakan inti emosi moral yang dapat membantu anak memahami perasaan orang lain, disini siswa masih terlihat adanya rasa kurang peduli antar satu sama lain siswa masih mementingkan ego mereka masing-masing tanpa mengetahui dampak karakter yang akan ditimbulkan.


(25)

3. Kontrol diri yang kurang stabil

Kurang adanya kontrol diri di dalam diri siswa sehingga masih ada siswa yang belum bisa berpikir sebelum bertindak, seperti kurang adanya tanggung jawab, masih suka membolos, siswa masih suka mencotek, dan terkadang siswa masih ada yang suka bertengkar.

4. Kurang adanya toleransi antar sesama

Toleransi membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, sedangkan sikap toleransi yang terlihat dalam diri siswa masi kurang tercermin dengan baik terlihat sekali, di dalam pembelajaran siswa masih sering kurang menghargai pendapat temannya, dan juga siswa masih suka memilih milih teman pada saat pemilihan kelompok belajar.

Berdasarkan masalah di atas terlihat bahwa kecerdasan moral siswa SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan kelas VII masih kurang baik, kecerdasan moral atau yang biasa dikenal dengan MQ (moral quotient) adalah kemampuan seseorang untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah

berdasarkan keyakinan yang kuat akan etika dan menerapkannya dalam tindakan.

Menurut Abdul Mujib sebagaimana dikutip oleh Ramayulis (2002 : 92), kecerdasan moral tidak bisa dicapai dengan menghafal atau mengingat kaidah atau aturan yang dipelajari di dalam kelas melainkan membutuhkan interaksi dengan lingkungan luar. Ketika seorang anak berinteraksi dengan lingkungan, maka dapat diperhatikan bagaimana sikap yang diperankan, penuh belas kasih, adanya atensi, tidak sombong atau angkuh, egois atau mementingkan diri sendiri dan sejumlah sikap lainnya.


(26)

Berdasarkan pendapat di atas kecerdasan moral tidak dapat dicapai dengan menghafal atau mengingat kaidah atau aturan yang di pelajari di dalam kelas, hal ini menguatkan bahwa setiap pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam kelas, namun bisa juga di lakukan di luar kelas atau di dalam masyarakat sekalipun. Hal tersebut membutuhkan model-model pembelajaran yang menunjang demi tercapainya pendidikan moral yang di inginkan. Selain itu cara mengajar guru juga harus di perhatikan kebanyakan guru masih

menggunakan cara lama yaitu menggunakan metode ceramah yang membuat siswa sangat bosan dalam melaksanakan proses belajar.

Rendahnya kecerdasan moralitas siswa yang terjadi di SMP N 1 Natar

Lampung Selatan diduga belum di terapkannya berbagai model pembelajaran dalam proses pembelajaran. Selama ini pembelajaran IPS Terpadumasih menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab, metodetransfer of knowledge berlangsung satu arah dari guru kepada siswa dan tidak terjadi interaksi. Kedudukan dan fungsi guru dalam proses pembelajaran cenderung masih dominan.Penyampaian materi secara lisan membuat siswa lebih terlihat pasif dalam proses pembelajaran dan kurang menimbulkan semangat kreatifitas siswa.Penerapan metode pembelajaran tersebut dapat menimbulkan kejenuhan pada siswa, sehingga dalam pembelajaran siswa sering melakukan tindakan seperti mengobrol dengan teman sebangkunya atau asik dengan imajinasinya sendiri,seorang anak yang sudah duduk di bangku sekolah akan menghabiskan sebagian dari waktunya di sekolah, mereka akan lebih banyak berinteraksi dengan guru-guru, teman sebaya, penjaga sekolah, para pedagang di sekolah, dan masyarakat di sekitar


(27)

sekolah, hal ini menuntut sekolah bahwa pendidikan moral sangatlah di butuhkan oleh peserta didik guna meningkatkan kecerdasan moral pada anak.

Menurut Zuriah (2007: 22) Pendidikan moral adalah suatu program pendidikan sekolah dan luar sekolah yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. Oleh karena itu pada tahap awal perlu dilakukan pengondisian moral dan latihan moral. Pentingnya pendidikan moral pada anak ini berguna untuk membentuk moral peserta didik sehingga menjadi lebih baik. Hal ini dapat ditingkatkan menggunakan model-model

pembelajaran yang di berikan kepada peserta didik oleh guru.

Terdapat dua macam model pembelajaran yang dapat membantu guna meningkatkan kecerdasan moral peserta didik di antaranya adalah model pembelajaran kontekstual atauContextual Teaching and Learning(CTL),

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi belajar dengan situasi dunia nyata siswa dan dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di miliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Sagala 2003: 87).

Value Clarification Techniqueatau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan

menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.


(28)

Menurut Adisusilo (2012: 141), mengatakanValue Clarification Technique (VCT) adalah pendekatan pendidikan nilai di mana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan, mengambil sikap sendiri nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkannya. Peserta didik dibantu untuk menjernihkan, memperjelas atau mengklarifikasi nilai-nilai hidupnya, lewat values problem solving, diskusi, dialog dan persentasi.

Berdasarkan teori di atas,Value Clarification Technique(VCT) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatan sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Sehingga dalam kehidupannya mereka dapat menerapkan nila yang di ambil dan bermanfaat bagi dirinya.

Kurangnya kejujuran dalam proses belajar siswa, kurang menghargai

perbedaan ras, suku, dan agama dalam pergaulan, serta kepedulian yang belum terbentuk dalam diri siswa mengindikatori bahwa kecerdasan spiritual siswa di SMP N 1 Natar masih tergolong rendah. Selain kecerdasan moral yang harus dikembangkan ternyata ada hal lain yang ternyata lebih penting untuk

pembentukan adanya karakter siswa yaitu pentinya kecerdasan spiritual. Menurut Sukmadinata (2007: 98) Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan rohaniah, menuntun diri kita memungkinkan kita utuh. Kecerdasa spiritual berada pada bagian yang paling dalam dari diri kita, terkait dari kebijaksanaan yang berada di atas ego.

Berdasarkan teori di atas dapat dijelaskan, kecerdasan spiritual pada

hakekatnya adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan spiritual yang bertumpu pada


(29)

bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa model pembelajaran yang disajikan dapat membantu meningkatkan kecerdasan moral namun belum dapat di ketahui keefektivan dari masing-masing model pembelajaran tersebut, maka dari itu berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul.

Efektivitas Model PembelajaranContextual Teaching and Learningdan

Value Clarification Techniquedalam Mata Pelajaran IPS Terpadu guna Meningkatkan Kecerdasan Moral dengan Memperhatikan Kecerdasan Spiritual Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014 / 2015”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Kurang adanya rasa percaya diri siswa.

2. Kurang adanya rasa empati di dalam diri siswa.

3. Kurang adanya kontrol diri di dalam diri siswa sehingga masi ada siswa yang belum bisa berpikir sebelum bertindak.

4. Kurang adanya toleransi antar sesama siswa dalam proses pembelajaran. 5. Masih minimnya perhatian terhadap pengetahuan siswa tentang pentingnya


(30)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini membatasi pada kajian efektivitas model pembelajaran yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaranContextual Teaching and Learning(CTL) dengan model pembelajaranValue Clarification Technique(VCT) pada mata pelajaran IPS Terpadu dalam meningkatkan kecerdasan moral dengan

memperhatikan kecerdasan spiritual pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan tahun pelajaran 2014 / 2015.

D. Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan kecerdasan moral siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaranContextual Teaching and Learning(CTL) dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaranValue Clarification Technique(VCT)?

2. Apakah kecerdasan moral siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaranContextual Teaching and Learning(CTL) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaranValue Clarification Technique(VCT) pada siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi? 3. Apakah kecerdasan moral siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaranContextual Teaching and Learning(CTL) lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang


(31)

pembelajarannya menggunakan model pembelajaranValue Clarification Technique(VCT) pada siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah? 4. Apakah ada pengaruh antara model pembelajaran dengan kecerdasan

spiritual terhadap kecerdasan moral siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui.

1. Untuk mengetahui perbedaan kecerdasan moral siswa yang pembelajaranya menggunakan model pembelajaranContextual Teaching and Learning (CTL) danValue Clarification Technique(VCT).

2. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaranContextual Teaching and Learning(CTL) dan Value Clarification Technique(VCT) dalam

meningkatkan kecerdasan moral pada siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi.

3. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaranContextual Teaching and Learning(CTL) dan Value Clarification Technique(VCT) dalam

meningkatkan kecerdasan moral pada siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah.

4. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan spiritual terhadap kecerdasan moral siswa.


(32)

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan di laksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Secara teoritis

a. Menyajikan wawasan khusus tentang penelitian yang menekankan pada moralitas siswa dan menerapkan model pembelajaran yang berbeda pada mata pelajaran IPS terpadu.

b. Hasil penelitian secara teoritis dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Teknologi Pendidikan dalam kawasan pemanfaatan.

2. Secara praktis

a. Bagi siswa, sebagai tambahan wawasan untuk meningkatkan kecerdasan moral melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa secara lebih optimal dan mengurangi prilaku-prilaku yang tidak baik pada pelajaran IPS Terpadu.

b. Bagi guru, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran tentang alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kecerdasan moral siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu.

c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan yang bermanfaat bagi perbaikan mutu pembelajaran.


(33)

G. Ruang lingkup penelitian 1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kecerdasan moral siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu, model pembelajaranContextual Teaching and Learning(CTL), model pembelajaranValue Clarification Technique(VCT), dan kecerdasan spiritual siswa.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII semester genap. 3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 1 Natar Lampung Selatan. 4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. 5. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu pengetahuan sosial, dengan materi memahami kegiatan ekonomi masyarakat.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Belajar dan Teori Belajar

Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan

kemampuan-kemampuan yang lain.

Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Hal senada juga disampaikan oleh Hamalik (2003: 154) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Selanjutnya menurut Sardiman (2004: 20) belajar adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat di jelaskan bahwa belajar merupakan semua aktivitas mental atau psikis yang di lakukan oleh


(35)

seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar, belajar juga merupakan suatu proses perubahan kecakapan dari dalam diri siswa secara kontinyu yaitu dari tahapan ke tahapan selanjutnya sesuai perkembangannya.

a. Teori Behavioristik

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adaya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menujukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atauinputyang berupa stimulus dan keluaran atauoutputyang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara–cara tertentu, untuk membantu belajar siswa. Sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. (Budiningsih, 2005:20)

Berdasarkan teori di atas, yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon yang bisa diamati hanyalah stimulus dan respon. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.


(36)

b. Teori Kontruktivisme

Belajar dalam artian konstruktif ini adalah cara bagaimana membentuk sebuah kemampuan pengetahuan dalam hal pengalaman dalam

memahami suatu pengertian yang dimaksimalkan dan dapat

dikembangkan. Kemudian ada beberapa pendapat dari para pakar ilmu pendidikan seperti halnya, Piaget juga berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk

mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang

bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.

pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan (Sanjaya, 2006: 124).

Berdasarkan teori di atas jelas bahwa teori belajar Kontruktivisme sejalan dengan komponen model pembelajaran CTL, dalam komponen

pembelajatan CTL menjelaskan bahwa Konstruktivisme adalah teori belajar yang menyatakan bahwa orang menyusun atau membangun pemahaman mereka dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal dan kepercayaan mereka. Seorang guru perlu mempelajari budaya, pengalaman hidup dan pengetahuan, kemudian menyusun pengalaman belajar yang memberi siswa kesempatan baru untuk memperdalam pengetahuan tersebut.


(37)

c. Teori Belajar Humanis

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat

menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk

Memanusiakan Manusia(mencapai aktualisasi diri dan sebagainya)

dapat tercapai. (Hamzah, 2006:13)

Berdasarkan teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Teori humanis ini berhubungan dengan model pembelajaranValue Clarification Technique(VCT) karena siswa di tuntut untuk memahami dirinya sendiri untuk mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.

2. Kecerdasan Moral

Kecerdasan Moral atau yang biasa dikenal dengan MQ (moral quotient) adalah kemampuan seseorang untuk membedakan mana yang benar dan


(38)

mana yang salah berdasarkan keyakinan yang kuat akan etika dan menerapkannya dalam tindakan. Kecerdasan yang sangat penting ini mencakup karakter-karakter utama, seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum menilai orang, menerima dan menghargai perbedaan, bisa

memahami pilihan dan tidak etis, menunjukan perhatian dan kasih sayang, mampu menghormati orang lain. Kecerdasan moral sangat penting untuk dikembangkan sejak dini, karena kecerdasan moral menjadi landasan penting yang akan mengajarkan anak bagaimana melakukan hal yang baik dan benar.

Menurut Borba (2008: 4) kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan salah artinya, memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bertindak benar dan terhormat.

Sedangkan menurut Coles (2000: 10) Kecerdasan Moral adalah kemampuan individu untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah, serta cerdas bukan fakta-fakta dan angka-angka, melainkan dengan tingkah laku dalam keseharian maupun berbicara sopan dan sesuai dengan norma yang berlaku mengenai orang lain, dan mampu memperhitungkan, menghargai dan memperhatikan orang lain.

Berdasarkan teori di atas kecerdasan moral lebih mendasar dari kecerdasan emosional. Kecerdasan moral didefinisikan sebagai kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah yang sesuai dengan prinsip hidup kemanusiaan. Kecerdasan moral tidak bisa dicapai dengan menghafal atau


(39)

mengingat kaidah atau aturan yang dipelajari di dalam kelas melainkan membutuhkan interaksi dengan lingkungan luar.

Membangun kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar suara hati peserta didik bisa membedakan yang benar dan mana yang salah, sehingga mereka dapat menangkis pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral dapat dipelajari dan kita bisa mulai mengajarkannya sejak balita, sekolah juga tidak boleh lepas dari peran ini. Karena, seorang anak yang sudah duduk di bangku sekolah, akan menghabiskan sebagian dari waktunya di sekolah, berinteraksi dengan guru-guru yang berperan sebagai pengajar dan pendidik dan teman-teman yang dapat memberikan pengaruh positif dan juga negatif.

Lickona (2013: 29) menjelaskan bahwa karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior).Konsep moral memiliki komponen kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, pandangan ke depan, penalaran moral,

pengambilan keputusan, dan pengetahuan sendiri.

Menurut Borba (2008: 6-8) Kecerdasan Moral terbangun dari tujuh kebajikan utama yaitu.

a. Empati, merupakan inti emosi moral yang dapat membantu anak memahami perasaan orang lain.

b. Hati nurani adalah suara hati yang membantu anak memilih jalan yang benar serta tetap berada di jalur yang bermoral yang membuat dirinya merasa bersalah ketika menyimpang.

c. Kontrol diri, membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berpikir sebelum bertindak, sehingga ia melakukan hal yang benar. d. Rasa hormat, mendorong bersikap baik dan menghormati orang lain. e. Kebaikan hati membantu anak mampu menunjukan kepedulian terhadap

kesejahteraan dan perasaan orang lain. Dengan mengembangkan kebajikan ini menjadikan anak lebih belas kasih dan tidak hanya

memikirkan diri sendiri, serta menyadari perbuatan baik sebagai tindakan yang benar.


(40)

f. Toleransi membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, terbuka terhadap pandangan dan keyakinan baru dan menghargai tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya , kepercayaan, kemampuan, atau orientasi seksual.

g. Keadilan menuntun anak agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak serta adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apapun.

Moral merupakan aspek lingkungan yang menentukan pengembangan karakter individu. Brendt dalam Zubaedi (2011: 29) mengemukakan bahwa, moral adalah prinsip atau dasar untuk menentukan perilaku. Prinsip ini berkaitan dengan sangsi atau hukum yang diberlakukan pada setiap

individu, dampaknya adalah terdapat perilaku dalam rentang tidak bermoral (amoral) sampai bermoral. Kriteria untuk menentukan seseorang bermoral atau tidak bermoral adalah norma. Dengan kata lain, norma merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kualitas perilaku setiap individu.

Gambar 1. Keterkaitan antara Komponen Kecerdasan Moral dalam Rangka Pembentukan Karakter yang Baik Menurut Pandangan Thomas Lickona

Karakter/ Watak Sesorang Konsep

Moral

Sikap Moral

Prilaku Moral


(41)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa pendidikan kecerdasan moral bisa diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan ukuran-ukuran atau nilai-nilai masyarakat sebagai rangkaian kegiatan menuju pendewasaan ke arah kehidupan yang lebih baik dengan mampu membedakan yang benar dan yang salah, sehingga mereka dapat menangkis pengaruh buruk dari luar. Dimana prosesnya berada dan berkembang bersama perkembangan aktivitas manusia, sehingga bisa lebih berani, bersemangat, bergairah,

berdisiplin dalam kegiatannya, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

3. Model PembelajaranContextual Teaching and Learning(CTL)

a. Pengertian Model PembelajaranContextual Teaching and Learning (CTL)

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi belajar dengan situasi dunia nyata siswa dan dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di miliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Sagala 2003: 87). Sedangkan menurut

Komalasari, (2010: 7) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam

lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Siswa diajak agar dapat menghubungkan sendiri antara materi yang


(42)

sudah dipelajari dan diperolehnya disekolah dengan pengalaman hidup mereka sendiri dirumah dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya didalam kehidupan masyarakat. Kemudian mereka akan menemukan sendiri sebuah arti dan makna dari sebuah proses belajar, yang kemudian akan memberi mereka alasan untuk lebih semangat belajar.

PembelajaranContextual Teaching and Learning(CTL) menurut Muslich (2009: 41), adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketempilan baru ketika ia belajar.

Berdasarkan teori di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran

kontekstualContextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan meteri belajar dengan kehidupan nyata peserta didik. Sehingga mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan mereka dalam kesehariannya.

Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang lebih bermakna, secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Transfer dapat juga terjadi di dalam suatu konteks melalui pemberian tugas yang terkait erat dengan materi pelajaran. Hasil pembelajaran kontekstual diharapkan dapat lebih


(43)

bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan pengamatan serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya.

b. Karakteristik Pembelajaran CTL

Menurut Sanjaya (2006: 114) terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL yaitu. 1) Dalam CTL pembelajaran merupakan proses mengaktifkan

pengetahuan yang sudah ada artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2) Pembelajaran yang CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajarn dimulai dengan membelajarkan secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta

tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan. 4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut. Pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.

5) Melakukan refleksi strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik terhadap proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

c. Komponen Komponen CTL

Minurut Nurhadi dalam Sagala (2003: 88) pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yang efektif yaitu. 1) Konstruktivisme (constructivism).

2) Bertanya (questioning). 3) Menemukan (inquiry).

4) Masyarakat belajar (learning community). 5) Pemodelan (modeling).

6) Refleksi (reflection).


(44)

Berdasarkan ketujuh komponen pembelajaran CTL diatas dapat di jelaskan sebagai berikut.

1) Konstruktivisme (constructivism)

Konstruktivisme adalah teori belajar yang menyatakan bahwa orang menyusun atau membangun pemahaman mereka dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal dan kepercayaan mereka.

2) Bertanya (questioning)

Penggunaan pertanyaan untuk menuntun berpikir siswa lebih baik daripada sekedar memberi siswa informasi untuk memperdalam pemahaman siswa. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang

fenomena, belajar bagaimana menyusun pertanyaan yang dapat diuji, dan belajar untuk saling bertanya tentang bukti, interpretasi, dan penjelasan. Pertanyaan digunakan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

3) Menemukan (inquiry)

Menemukan merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis contextual teaching and learning.Pengetahuan dari keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun yang diajarkannya.


(45)

4) Masyarakat belajar (learning community)

Masyarakat belajar adalah sekelompok siswa yang terikat dalam kegiatan belajar agar terjadi proses belajar lebih dalam. Semua siswa harus

mempunyai kesempatan untuk bicara dan berbagi ide, mendengarkan ide siswa lain dengan cermat, dan bekerjasama untuk membangun

pengetahuan dengan teman di dalam kelompoknya. Konsep ini

didasarkan pada ide bahwa belajar secara bersama lebih baik dari pada belajar secara individual.

5) Pemodelan (modeling)

Pemodelan adalah proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan belajar. Pemodelan tidak jarang memerlukan siswa untuk berpikir dengan mengeluarkan suara keras dan mendemonstrasikan apa yang akan dikerjakan siswa. Pada saat pembelajaran, sering guru memodelkan bagaimana agar siswa belajar, guru menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu untuk mempelajari sesuatu yang baru. Guru bukan satu-satunya model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.

6) Refleksi (reflection)

Refleksi memungkinkan cara berpikir tentang apa yang telah siswa pelajari dan untuk membantu siswa menggambarkan makna personal siswa sendiri, di dalam refleksi siswa menelaah suatu kejadian, kegiatan, dan pengalaman serta berpikir tentang apa yang siswa pelajari,


(46)

bagaimana merasakan, dan bagaimana siswa menggunakan pengatahuan baru tersebut.

7) Penilaian autentik (Authentic Assessment)

Penilaian autentik sesungguhnya adalah suatu istilah/terminologyyang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif. Berbagai metode tersebut memungkinkan siswa dapat

mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah, atau mengekspresikan pengetahuannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah. Berbagai simulasi tersebut semestinya dapat mengekspresikan prestasi (performance) yang ditemui di dalam praktek dunia nyata seperti tempat kerja. Penilaian autentik seharusnya dapat menjelaskan bagaimana siswa menyelesaikan masalah dan dimungkinkan memiliki lebih dari satu solusi yang benar. Strategi penilaian yang cocok dengan kriteria yang dimaksudkan adalah suatu kombinasi dari beberapa teknik penilaian.

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran CTL

Menurut Riyanto (2010: 168) terdapat langkah-langkah model

pembelajarancontextual teaching and learning,yaitu sebagai berikut. 1) Kembangkan pikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Laksanakanlah sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua

topik.

3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompokkelompok). 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.


(47)

e. Kelebihan dan Kelemahan dari Model Pembelajaran CTL

Adapun kelebihan dan kelemahan penerapan pembelajaran CTL yaitu, Kelebihan CTL.

Menurut Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL, antara lain.

1) Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri.

2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan.

3) Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari.

4) Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru.

5) Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada.

6) Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.

Kelemahan CTL.

Menurut Dzaki (2009) kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu. 1) Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak

mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri.

2) Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya

karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya. 3) Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan

yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihkan siswa yang lain dalam kelompoknya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL harus dapat memperhatikan keadaan siswa dalam kelas. Selain itu, seorang guru juga harus mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.


(48)

4. Model pembelajaran Value Clarification Technique(VCT)

a. Pengertian Model PembelajaranValue Clarification Technique Model pembelajaran VCT merupakan teknik pendidikan nilai dimana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, membantu siswa dalam mencari dan memutuskan mengambil sikap sendiri mengenai nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkannya. Pada dasarnya bersifat induktif, berangkat dari pengalaman-pengalaman kelompok menuju ide-ide yang umum tentang pengetahuan dan kesadaran diri.

Menurut Adisusilo (2012: 141), mengatakanValue Clarification Technique(VCT) adalah pendekatan pendidikan nilai di mana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan, mengambil sikap sendiri nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkannya. Peserta didik dibantu untuk menjernihkan, memperjelas atau

mengklarifikasi nilai-nilai hidupnya, lewatvalues problem solving, diskusi, dialog dan persentasi.

Sanjaya (2008: 283),“teknik mengklarifikasi nilai(Value Clarification Technique) dapat di artikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang di anggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa”.Hall (dalam Adisusilo, 2012: 144) juga menjelaskan bahwa VCT merupakan cara atau proses di mana pendidik membantu peserta didik menemukan sendiri nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya.


(49)

Berdasarkan beberapa teori di atas,Value Clarification Technique(VCT) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji

perasaan dan perbuatan sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Sehingga dalam kehidupannya mereka dapat menerapkan nila yang diambil dan bermanfaat bagi dirinya.

b. TujuanValue Clarification Technique(VCT)

Menurut Taniredja (2001: 88), tujuan penggunaan VCT adalah antara lain.

1) Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan di capai.

2) Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang di miliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjutnya ditanamkan kearah peningkatan dan pencapaian tentang nilai. 3) Menanamkan nilai-nilai tertentu pada siswa melalui cara yang

regional (logis) dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.

4) Melatih siswa dalam menerima menilai nilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap suatu persoalan yang berhubungan dengan pergaulan dan kehidupan sehari-hari.

Orientasi pendekatan klarifikasi nilai (VCT) ialah memberi penekanan untuk membantu siswa mengkaji perasaan dan perbuatan sendiri, kemudian secara bertahap kemampuan kesadaran mereka ditingkatkan terhadap nilai-nilai mereka sendiri. Apapun tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga pencapaian.Pertama,membantu siswa untuk mengenali, menemukan, menyadari serta mengidentifikasi nilai-nilai yang terdapat pada diri mereka sendiri serta nilai-nilai-nilai-nilai orang lain; Kedua, mendorong siswa untuk mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain yang berkaitan dengan nilai-nilai yang


(50)

mereka miliki;Ketiga, memfasilitasi siswa agar mereka mampu secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berfikir rasional dengan disertai kesadaran emosional dalam memahami hal-hal yang berhubungan dengan perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri. Strategi pembelajaran yang dapat di pilih diantaranya brainstorming, dialog, pengamatan lapangan, wawancara, menulis pengalaman diri sendiri, diskusi baik dalam kelompok besar ataupun kecil dan lain sebagainya.

Menurut Adisusilo (2012: 142) tujuan dari model pembelajaranValue Clarification Technique(VCT) adalah sebagai berikut.

1) Membantu peserta didik untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai-nilai-nilai orang lain.

2) Membantu peserta didik agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berkaitan dengan nilai-nila yang di yakininya.

3) Membantu peserta didik agar mampu menggunakan akal budi serta kesadaran emosionalnya untuk memahami perasaan, nilai-nilai dan pada tingkah laku sendiri.

c. Langkah Pembelajaran Model VCT

VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehai-hari di masyarakat dalam praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya.


(51)

Langkah dalam menerapkan model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa dan memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi tersebut.

2) Mengkaji dan menganalisis kejelasan nilai yang diinginkan pada mata pelajaran kemudian guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan menentukan topik permasalahan yang akan dibahas.

3) Selanjutnya guru bersama siswa baik secara perorangan maupun kelompok melakukan pembahasan secara mendalam atas topik yang didapat masing-masing kelompok tersebut dengan menggunakan sistem pendukung berupa media stimulus.

4) Selanjutnya setiap kelompok mempersentasikan laporannya secara menarik di depan.

5) Guru memberikan kesempatan kepada siswa baik secara perorangan maupun kelompok untuk mengemukakan atau menanggapi hasil persentasi setiap kelompok tersebut.

6) Pada akhir kegiatan pembelajaran diadakan penarikan kesimpulan dan tindak lanjut (jika diperlukan) oleh guru bersama siswa.

7) Penetapan rating dalam kelompok yang memiliki pion tertinggi dan terendah,kuantitas jawaban dirasa benar maka adarewardbagi kelompok tersebut dan bila jawaban kurang tepat maka ada punishmentbagi kelompok.


(52)

Menurut Adisusilo (2012: 155), dengan menggunakan modelValue Clarification TechniqueVCT kita dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk.

1) Memilih, memutuskan, mengomunikasikan, mengungkapkan gagasan, keyakinan, nilai-nilai dan perasaannya.

2) Berempati (memahami perasaan orang lain, memilih dari sudut pandang orang lain).

3) Memecahkan masalah.

4) Menyatakan sikap: setuju, tidak setuju, menolak atau menerima pendapat orang lain.

5) Mengambil keputusan.

6) Mempunyai pendirian tertentu, menginternalisasikan dan bertingkah laku sesuai dengan nilai yang telah dipilih dan di yakini.

Berdasarkan pendapat di atas dapat jelaskan bahwa modelValue Clarification TechniqueVCT merupakan sebuah model yang mampu melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, karena didalamnya terjadi suatu komunikasi dua arah yang dapat dilakukan dalam bentuk tanya jawab atau diskusi. Disini sangat dibutuhkan peran aktif dari guru bersangkutan, akan tetapi guru bukan menjaditeaching centerakan tetapi guru berperan sebagai fasilitator dan motivator yang selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi, mengembangkan kemampuan serta keberanian dalam mengemukakan pendapat, dengan demikian akan tercipta proses pembelajaran yang interaktif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

d. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran VCT Menurut Djahiri (2014: 80) model ini dianggap unggul karena: 1) Mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral.

2) Mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan.

3) Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai.


(53)

5) Mampu mengundang, melibatkan, membina, dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya.

6) Mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan. 7) Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan dapat

menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam system nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang.

8) Menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

Sementara kelemahan dari penerapan model pembelajaran ini menurut Taniredja, dkk. (2012: 91) adalah sebagai berikut.

1) Apabila guru tidak memiliki kemampuan dalam melibatkan siswa dengan keterbukaan, saling pengertian, dan penuh kehangatan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi/palsu. siswa akan bersikap menjadi siswa yang sangat baik, ideal, patuh dan penurut, namun hanya bertujuan untuk menyenangkan guru atau memperoleh nilai yang baik.

2) Sistem nilai yang dimiliki dan tertanam pada guru, siswa, dan masyarakat yang kurang atau tidak baku dapat mengganggu tercapainya target nilai yang ingin dicapai.

3) Sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar, terutama memerlukan kemampuan/keterampilan bertanya tingkat tinggi yang mampu mengungkap dan menggali nilai yang ada dalam diri siswa. 4) Memerlukan kreativitas guru dalam menggunakan media yang

tersedia di lingkungan, terutama yang aktual dan faktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, yang artinya guru yang menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa

memerhatikan nilai yang sudah ada tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa. Karena ketidak cocokan antar nilai lama yang sudah ada terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa model pembelajaran VCT sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran tematik guna tercapainya tujuan pembentukan atau penanaman nilai dan sikap pada


(54)

diri siswa karena mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan. Namun guru perlu memaksimalkan kemampuan dan kreativitasnya dalam menggunakan media di lingkungan sekitar, agar siswa dekat dengan kehidupan sehari-hari.

5. Mata Pelajaran IPS Terpadu

Ketika dimulainya suatu pembelajaran terpadu, maka dalam gambaran umum kita akan tertuju pada mata pelajaran IPA atupun IPS di sekolah menengah pertama dan juga sekolah menengah atas, bidang studi nya pun beragam dari pelajaran, Sejarah, Ekonomi, Geografi, Pkn, Biologi dan sebagainya, akan tetapi yang akan dibahas kali ini dalah mata pelajaran IPS Terpadu pada jenjang sekolah menengah pertama.

Menurut Hidayati dkk (2008: 9), IPS pada awalnya berasal dariliterature pendidikan Amerika Serikat dengan namasocial studies. IPS merupakan mata pelajaran yang didalamnya mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dan

kewarganegaraan (Fajar, 2004: 110). Pada umumnya sejumlah anggapan yang terjadi pada kalangan ahli adalah adanya penyesuaian terlebih dahulu dalam pembelajaran IPS karena kesamaan dalam penyerapan ilmu dari social studiesitu sendiri perlu di terapkan dan diteliti pada masyarakat pada umumnya.

Menurut Supriyatna dkk (2009: 3) menyatakan, pendidikan IPS merujuk pada kajian yang memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Berbagai dimensi manusia dalam kehidupan sosialnya merupakan


(55)

fokus kajian IPS. Aktivitas manusia dilihat dari dimensi waktu yang meliputi masalalu, sekarang, dan masa depan. Aktivitas manusia yang berkaitan dalam hubungan dan interaksinya dengan aspek keruangan atau geografis. Aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dalam dimensi arus produksi, distribusi dan konsumsi. Selain itu dikaji pula bagai mana manusia membentuk seperangkat peraturan sosial dan menjaga pola interaksi sosial antar manusia dan bagai mana cara manusia memperoleh dan mempertahankan suatu kekuasaan. Pada intinya, fokus kajian IPS adalah sebagai aktivitas manusia dalam berbagai dimensi kehidupan sosial sesuai dengan karakteristik manusia sebagai makhluk sosial (homo socius).

Pada jenjang tingkatan SMP/MTS ada beberapa karakteristik yang menjadi konsistensi yaitu menurut Trianto (2012: 138) antara lain.

a. Ilmu pengetahuan sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewaarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan, pendidikan dan agama. b. Standar kompetensi dan kompetensi dasar ips berasal dari struktur

keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.

c. Standar kompetensi dan kompetensi dasar ips juga menyangkut berbagai masalah social yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

d. Standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat menyangkut berbagai peristiwa dan perubahan kehidupan berbagai masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agarsurvivesepperti pemenuhan kebutuhana, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.

Berdasarkan karakteristik IPS tersebut dapat dilihat bahwa IPS berusaha mengkaitkan ilmu teori dengan fakta atau kejadian yang dialami sehari-hari. Menyiapkan siswa dalam menghadapi masalah sosial di masyarakat.


(56)

Keberadaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sangatlah penting bagi perkembangan sosial anak, selain untuk mengembangkan pengetahuan, mata pelajaran IPS Terpadu bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,

memiliki sikap menilai positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat.

Manfaat IPS menurut Nurjanah (2012: 23) meliputi hal-hal berikut.

a. Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat.

b. Membekali peserta didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

c. Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian.

d. Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yangmenjadi bagian kehidupan yang tidak terpisahkan.

e. Membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan

pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu tekhnilogi.

Menurut Hasan dalam Supriyatna dkk (2009: 5), tujuan pembelajaran IPS dapat dikelompokan kedalam tiga kategori.

Pengembangan intelektual siswa, pengembangan kemampuan dan rasa, tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta,

pengembangan diri sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada pengembangan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosial. Tujuan kedua berorientasi pada pengembangan diri siswa dan kepentingan masyarakat. Sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik dirinya, masyarakat, maupun ilmu.


(57)

Ketiga tujuan di atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum IPS di berbagai lembaga pendidikan dengan keluasan, kedalaman dan bobot yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan yang di laksanakan agar harapan outputdari setiap lembaga dapat bermanfaat di kehidupan masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik, tanpa adanya pengorganisasian maka sudah tentu tujuan dari kurikulum ilmu sosial tidak akan tercapai atau paling tidak hasil belajarnya tidak maksimal dan tidak dapat mencapai sasaran. Oleh sebab itu materi ips harus dapat diintegrasikan dengan menyesuaikan lingkungan. Seperti SK dan KD yang di rancang oleh lembaga pendidikan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat.

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan

Kelas VII, Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Memahami lingkungan

kehidupan manusia

1.1 Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan, dan

dampaknya terhadap kehidupan

1.2 Mendeskripsikan kehidupan pada masa pra-aksara di Indonesia

2. Memahami kehidupan sosial manusia

2.1 Mendeskripsikan interaksi sebagai proses sosial

2.2 Mendeskripsikan sosialisasi sebagai proses pembentukan kepribadian

2.3 Mengidentifikasi bentuk-bentuk interaksi sosial


(58)

Tabel 2. (Lanjutan)

3. Memahami usaha manusia memenuhi kebutuhan

3.1 Mendeskripsikan manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral dalam memenuhi kebutuhan

3.2 Mengidentifikasi tindakan ekonomi berdasarkan motif dan prinsip ekonomi dalam berbagai kegiatan sehari-hari

Sumber: Data Guru Mata Pelajaran IPS

Tabel 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan

Kelas VII, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 4. Memahami usaha manusia

untuk mengenali perkembangan lingkungannya

4.1 Menggunakan peta, atlas, dan globe untuk mendapatkan informasi keruangan 4.2 Membuat sketsa dan peta wilayah yang

menggambarkan objek geografi 4.3 Mendeskripsikan kondisi geografis dan

penduduk

4.4 Mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi di atmosfer dan hidrosfer, serta

dampaknya terhadap kehidupan 5. Memahami perkembangan

masyarakat sejak masa Hindu-Budha sampai masa Kolonial Eropa

5.1 Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan

pemerintahan pada masa Hindu-Budha, serta peninggalan-peninggalannya 5.2 Mendeskripsikan perkembangan

masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan pada masa Islam di Indonesia, serta peninggalan-peninggalannya

5.3 Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan

pemerintahan pada masa Kolonial Eropa 6. Memahami kegiatan

ekonomi masyarakat

6.1 Mendeskripsikan pola kegiatan ekonomi penduduk, penggunaan lahan dan pola permukiman berdasarkan kondisi fisik permukaan bumi

6.2 Mendeskripsikan kegiatan pokok ekonomi yang meliputi kegiatan konsumsi,

produksi, dan distribusi barang/jasa 6.3 Mendeskripsikan peran badan usaha,


(59)

Tabel 3. (Lanjutan)

termasuk koperasi, sebagai tempat berlangsungnya proses produksi dalam kaitannya dengan pelaku ekonomi 6.4 Mengungkapkan gagasan kreatif dalam

tindakan ekonomi untuk mencapai kemandirian dan kesejahteraan

Sumber: Data Guru Mata Pelajaran IPS

6. Kecerdasan Spiritual

Spiritual diambil kataspiritusyang artinya sesuatu yang bisa memperkuat vitalitas hidup kita. Spiritual atau spiritus itu menurut teori dasarnya

memang berbeda dengan agama. Spiritus adalah bawaan manusia dari lahir, sedangkan agama adalah sesuatu yang datangnya dari luar diri kita. Agama memiliki seperangkat ajaran yang dimasukan ke dalam tubuh kita. Ajaran agama, sejauh itu diserap dari kulit sampai isi maka akan meningkatkan spiritual kita. Kecerdasan spiritual berkenaan dengan kecakapan internal, bahwa dari otak dan psikis manusia, menggambarkan sumber yang paling dalam dari hati semesta itu sendiri.

Menurut Sukmadinata (2007: 98) kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan rohaniah, menuntun diri kita memungkinkan kita utuh. Kecerdasa spiritual berada pada bagian yang paling dalam dari diri kita, terkait dari kebijaksanaan yang berada di atas ego. Sedangkan menurut Zohar (2001: 4) spiritual quotientadalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk

menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.


(60)

Berdasarkan teori di atas dalam kecerdasan spiritual terletak pada pola pikir yang di hadapi pada setiap orang mengenai kesadaran dalam melakukan perbuatan dan berhubungan dengan kearifan dan bertumpu pada setiap individu atau seseorang masing-masing, maka dari perbedaan dari cara pandang baik kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan intelektual memang terpusat dari bagaimana tingkatan kecerdasan tetapi berbeda dari segi penilaiannya, kehidupan juga memerlukan pengambilan sebuah keputusan secara baik dan benar tetapi juga respon dari tindakan pemikiran dalam diri manusia untuk menyelesaikan segala sesuatu. Secara garis besar adanya sebuah pilihan dalam memutuskan hal mana yang akan dikerjakan dan mana yang di prioritaskan dan manusialah yang menentukan dari segi mana ia berhasil dan tentunya kehendak Yang Maha Kuasa.

Menurut Zohar dalam Safaria (2007: 15) kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi pada manusia, yang melingkupi seluruh kecerdasan pada manusia. Begitu juga dengan Sinetar (2001: 1) kecerdasan spiritual adalah pemikiran yang terilhami, kecerdasan ini terilhami oleh dorongan dan efektifitas, keberadaan atau hidup ilahia yang mempersatukan kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Menurut Zohar dalam Nggermanto (2005: 115) kecerdasaan spriritual (SQ) adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar.

Berdasarkan beberapa teori di atas jelas bahwa kecerdasan spiritual adalah landasan yang di perlukan untuk memfungsikan seseorang untuk dapat


(1)

123

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dapat di berikan saran-saran sebagai berikut.

1. Cara yang efektif untuk membantu anak mengubah moral menjadi positif adalah mengajari perilaku moral dengan contoh, seperti memberi model pembelajaran yang di dalamnya berisi tentang nilai-nilai kebenaran dan

menghubungkan mereka dengan sebuah prinsip atau nilai. Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah sebuah konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan meteri belajar dengan kehidupan nyata peserta didik. Sehingga mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang di miliki dengan kehidupan mereka dalam

kesehariannya, dengan demikian guru dapat mengarahkan moralitas siswa untuk jadi lebih baik.

2. Sebaiknya guru mempertimbangkan untuk menggunakan model pembelajaran CTL dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu karena model pembelajaran CTL lebih baik dari pada model pembelajaran VCT pada siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi.

3. Sebaiknya guru mengenal karakteristik siswa, termasuk kecerdasan moral dan kecerdasan spiritual siswa baik di dalam maupun di luar proses pembelajaran sehingga guru dapat mengambil inisiatif dalam upaya mengembangkan potensi tersebut.


(2)

124

4. Sebaiknya guru mempertimbangkan untuk menggunakan model pembelajaran VCT dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu karena model pembelajaran VCT lebih baik dari pada model pembelajaran CTL pada siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah.

5. Sebaiknya guru menciptakan interaksi optimal (faktor intern dan faktor ekstern) saat proses pembelajaran berlangsung agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2012.Pembelajaran Nilai-Karakter. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Agustian, Ary Ginanjar. 2009.ESQ Emotional Spiritual Question.Cetakan ke empat puluh tujuh. Jakarta: Yudhistira ANM Massardi.

Anisa. 2009.Kelebihan Pembeajaran CTL.(Online). Tersedia:

http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran.html diakses pukul 10.10 tanggal 27 Februari 2015. Arikunto, Suharsimi. 2006.Manajemen Penelitian Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

. 2007.Manajemen Penelitian.Jakarta: Rineka Cipta. Budiningsih, Asri. 2005.Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Borba, M. 2008.Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Coles, Robert. 2000.Menumbuhkan Kecerdasan Moral Pada Anak. Jakarta:

Gramedia.

Dalyono, M. 2012.Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Djahiri, A. Kosasih. (2014).Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Game dalam VCT. Bandung: Granesia.

Dzaki. 2009.Kelebihan Pembeajaran CTL.(Online). Tersedia:

http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran.html diakses pukul 10.10 tanggal 27 Februari 2015. Eka Mitra Liana. 2015.Studi Perbandingan Kecerdasan Moral dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Script dan Model

Pembelajaran Rolle Playing dengan Memperhatikan Kecerdasan Spiritual (SQ) Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VIII SMP Sejahtera Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014 / 2015. Skripsi. Lampung.


(4)

Fajar, Arnie. 2004.Portofolio Dalam Pembelajran IPS. Bandung: Remaja Rosdkarya.

Hamalik, Oemar. 2003.Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Hidayati, dkk.2008. Pengembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Dalam Pembelajaran IPS Melalui Strategi Pembelajaran Terpadu.Yogyakarta: Familia.

Komalasari, Kokom. 2010.Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Lickona, Thomas. 2013.Pendidikan Karakter Pandua Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan baik. Cetakan ke satu. Bandung: Penerbit Nusa Media. Monty P. Satiadarma, dkk. 2003.Mendidik Kecerdasan,Pustaka Populer Obor:

Jakarta.

Muslich, Masnur. 2009.Melaksanakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara.

Nggermanto, Agus. 2005.Quantum Quotient. Jakarta: Nuansa Cendekia.

Noviarini N, Christira. 2014.Studi Pendekatan Pembelajaran CTL Mata Pelajaran Geografi pada Siswa Kelas 1 SMP 16 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2004.Lampung: Skripsi.

Nurjanah, Siti. (2012).Peningkatan Hasil Belajar Melalui Metode Tame Game Tournamen (TGT) pada Materi Sumber Daya Alam Mata Pelajaran IPS. Diakses pada tanggal 28 Februari 2015 pukul 11.49:

http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=13384.

Putri, Anggi Mutiara. 2014.Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu Antara Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing dan Make A Match dengan Memperhatikan Kecerdasan Adversitas Pada Siswa Kelas VII SMP Negri 6 Metro. Lampung: Skripsi.

Ramayulis. 2002.Ilmu Pendidikan Islam.: Jakarta: Kalam Mulia.

Ratnanda, Al. 2010.Pengaruh Lingkungan Pergaulan Terhadap Kecerdasan Moral Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011. Tersedia: http://library.uns.ac.id/digilib/dokumen/abstrak/18408/ diakses pukul 09.44 tanggal 22 April 2015.


(5)

Safaria, Triantoro. 2007.SPIRITUAL INTELLIGENCE. Metode Pengembangan Kecerdasan Spiritual Anak.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sagala, Syaiful. 2003.Konsep dan makna pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2006.Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. . 2008.Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Sardiman, A.M. 2004.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Sinetar, Marsha. 2001.SPIRITUAL INTELLIGENCE. Belajar dari Anak yang Mempunyai Kesadara Diri. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sjarkawi. 2011.PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Slameto, 2003.Belajar dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2005.Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2009.Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sukidi. 2004.Kecerdasan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Sukmadinata, N.S. 2007.Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Supririyatna, Nana dkk. (2009).Pendidikan IPS di SD. Bandung: UPI Press. Syamsi.2014. Studi Perbandingan Moralitas Siswa Antara Model Pembelajaran

Value Clarification Technique (VCT) Dan Student Team Achievement Divisions (STAD) Dengan Memperhatikan Sikap Terhadap Pelajaran IPS. Lampung: Skripsi.

Taniredja, Tukiran, dkk. 2012.Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.


(6)

Taniredja. 2001.Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta. Trianto. 2012.Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang RI No. 20.2003.Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.

Wibowo, Andi. 2011.Pengaruh Pendidikan Akhlaq Terhadap Pembentukan Kecerdasan Spiritual Siswa MTS NU Salatiga Tahun Ajaran 2010/2011. Tersedia: http://perpus.iainsalatiga.ac.id/detailDocDig.php?id=860 diakses pukul 09.44 tanggal 22 April 2015.

Zohar, Danah dan Ian Marshall. 2001.SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan.

Zubaedi. 2011.Desain Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Zuriah, Nurul. 2007.Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.


Dokumen yang terkait

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS

0 5 205

PERBEDAAN MORALITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS TERPADU YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN SIMULASI DAN PROBLEM SOLVING DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN INTRAPERSONAL DAN KECERDASAN INTERPERSONAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 5 BANDAR

1 9 108

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS ANTARA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN IPS TERPADU PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SRAGI LAMPUNG SELATAN TAHU

1 44 120

PERBEDAAN MORALITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO DAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN INTRAPERSONAL DAN INTERPERSONAL SISWA SMP NEGERI 28 B

0 11 123

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP PELAJARAN IPS

0 7 123

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP PELAJARAN IPS

1 16 120

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TIME TOKEN DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TS-TS) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS VII SM

0 12 103

STUDI PERBANDINGAN KECERDASAN MORAL DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT DAN MODEL PEMBELAJARAN ROLLE PLAYING DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP SEJAHTERA BANDAR LAMPUNG

0 15 105

PERBANDINGAN LIFE SKILLS (KECAKAPAN HIDUP) SISWA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS

1 10 107

PENGARUH METODE VCT (VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE) DALAM PEMBELAJARAN PKn TERHADAP KECERDASAN MORAL SISWA KELAS V SD NEGERI TUKANGAN.

0 0 200