EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TIME TOKEN DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TS-TS) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS VII SM

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETIME TOKENDAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETWO

STAY TWO STRAY(TS-TS) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DENGAN MEMPERHATIKAN

KECERDASAN SPIRITUAL PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN

2014/2015 Oleh

DESI FATMAWATI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipeTime Tokendengan model TS-TS untuk meningkatkan keterampilan sosial dengan memperhatikan kecerdasan spiritual. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan pendekatan

komparatif yang dilakukan terhadap dua kelas sampel yang dipilih dengan metode cluster random samplingdengan diberikan perlakuan berbeda. Teknik

pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi dan penilaian antarteman. Pengujian hipotesis menggunakan uji t-test dua sampel independen dan analisis varian dua jalan.

Hasil penelitian menunjukkan data sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan keterampilan sosial yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaranTime Tokendengan siswa yang pembelajarannya

menggunkan model TS-TS pada mata pelajaran IPS Terpadu, dari hasil pengujian diperoleh koeifisien Fhitungsebesar 25,134 dengan Signifikansi

sebesar 0,000 < 0,05.

2. Keterampilan sosial yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaranTime Tokenlebih efektif dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran TSTS bagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual


(2)

pembelajaran (TSTS) lebih efektif dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaranTime Tokenbagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah pada mata pelajaran IPS Terpadu, diperoleh koefisien thitung

sebesar -4,725 > ttabel-2,093 dengan signifikansi sebesar 0,000 < 0,05.

4. Terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kecerdasan spiritual pada mata pelajaran IPS Terpadu terhadap keterampilan sosial siswa, diperoleh dari hasil pengujian koefisien Fhitungsebesar 151,586 dengan

signifikansi sebesar 0,000 < 0,05,


(3)

KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN

2014/2015 Oleh

DESI FATMAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis dilahirkan di Desa Sukoharjo III, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu pada 17 Desember 1992. Anak ketiga dari enam bersaudara, putri dari pasangan Bapak Sujono dan Ibu Mustiah.

Pendidikan formal yang diselesaikan penulis diantaranya berikut. 1. TK Dharma Wanita diselesaikan pada tahun 1999.

2. SD Negeri 1 Sukoharjo diselesaikan pada tahun 2005. 3. SMP Negeri 1 Sukoharjo diselesaikan pada tahun 2008. 4. SMA Negeri 1 Pringsewu diselesaikan pada tahun 2011

Pada tahun 2011, penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung melalui jalur tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada 22 – 31 Januari 2014, penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan di Solo-Bali-Yogyakarta-Bandung-Jakarta. Pada bulan Juli – September, penulis mengikuti Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di pekon Negeri Agung, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Talang Padang.


(8)

Alhamdulillah Hirobbil Alamin....Segala puji hanya kehadirat Allah SWT. Rabb semesta alam yang telah memberikan kekuatan,

kesehatan dan kesabaran untukku dalam menyelesaikan karya pertamaku.

Kupersembahkan karya ini dengan tulus kepada:

Kedua orang tua tercinta Bapak Sujono dan Mi Mustiah yang penuh dengan kesabaran dalam menbesarkan dan mendidikku, do a, serta semangat untuku meraih cita-cita dan ridho-Nya.

Semoga Allah SWT. selalu memberikan kemulyaan di dunia dan di akhirat.

Saudaraku Brigpol Ashariyanto, Mas Nanang Supriyanto, adek bujangku M. Danu Irmawan, Adekku si centil Sri Wahyuni, dan adek bujang kecilku Abrian Ramadhan serta keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi, semangat

dan do a untuk kesuksesanku.

Ponakan tersayang kakak Opan, Adek Fikih, Dila, dan Gibran yang selalu memberikan canda tawa

Para pendidik yang ku hormati Almamater tercinta


(9)

jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah

bersama orang-orang yang sabar

(Q.S Al-Baqarah: 153)

setiap usaha yang kamu lakukan, berusahalah semaksimal mungkin,

ingatlah orangtua yang selalu mendo akan akan kesuksesanmu

(Desi Fatmawati)

ingatlah setiap butir keringat orangtua sebagai cambuk yang

membangunkanmu dari rasa malas

(Desi Fatmawati)

Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi

kita selalu menyesali apa yang belum kita capai."


(10)

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji hanya bagi-Nya. Rabb semesta alam yang tiada henti memberikan hidayah dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skipsi yang berjudulEFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETIME TOKENDAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETWO STAY TWO STRAY (TS-TS) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015”

Shalawat beserta salam tetap tersanjung agungkan kepada Uswatun Khasanah kita Rasulullah Muhammadshallallahu ’alaihi wa sallam.

Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membimbing dan membantu dalam penyelesaian tugas skripsi ini.

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Abdurrahman, M. Si, selaku Wakil Dekan I FKIP Unila. 3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan II FKIP Unila. 4. Bapak Dr. Muhammad, M.Hum., selaku Wakil Dekan III FKIP Unila.


(11)

6. Bapak Drs. Nurdin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi dan selaku Pembahas yang telah membantu mengarahkan serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa..

8. Bapak Drs. Yon Rizal, M. Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, memberikan saran serta motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

10. Bapak Reman, S.Pd. Selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Sukoharjo, terima kasih atas kesediaannya memberikan kesempatan kepada saya untuk

melaksanakan penelitian di SMP Negeri 1 Sukoharjo.

11. Ibu Roliyah Asnawati, S.Pd. Sebagai guru mata pelajaran IPS Terpadu SMP Negeri1 Sukoharjo, terima kasih atas bantuan dan nasehat serta informasi yang sangat bermanfaat untuk kepentingan penelitian dalam skripsi ini. 12. Seluruh siswa SMP Negeri 1 Sukoharjo, khususnya kelas VII yang telah

menjadi subjek penelitian dalam skripsi ini.

13. Bapak Sujono dan Ibu Mustiah, terimakasih telah mendidikku, memberikan nasihat, doa, dan kasih sayang sepenuhnya, dan semua pengorbananmu tiada


(12)

14. Saudara-saudaraku Brigpol Ashariyanto, Nanang Supriyanto, M. Danu Irmawan, Sri Wahyuni, dan Abrian Ramadhan serta seluruh keluarga besar tercinta, terima kasih atassupport,do’a, perhatian, kasih sayang, motivasi, dan pengorbanannya selama ini, selalu menjagaku sepanjang umur ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya untuk kalian.AminYa Rabbal A’lamiin.

15. Terima kasih untuk seseorang yang selama ini telah memberikando’adan motivasi dalam menyelesaikan karya pertamaku ini

16. Untuk sahabat seperjuangan Teh Arrum, Icha, Dede, Mb Dit, Henitiyul, Isra, terimakasih untuk kebersamaannya selama ini. Suka dan duka yang kita lewati bersama selama ini akan menjadi kenangan yang indah dalam hidupku. 17. Untuk teman-teman seperjuanganku di kelas genapEconomic Education ’11,

mb’Yul, Cici, Cui,Edy, Irfan, Komar, Mb’ Rika, Meilani, Ocni, Sandy,

Saolin, Ndol Susi, Tata, Ndol Ullan, Wahyu, Wayan, Yayuk, Yudan, Awid, Mbole, Ajeng, Eka, Esti, Nidut, Rini, Yona, Yusmai, Andre, Fredy dan Tomi. Terima kasih untuk suka duka menghadapi dinamika perkuliahan selama ini. 18. Lailiyah dan Shindi, terima kasih sudah banyak membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini.

19. Teman-teman angkatan 2011 kelas ganjil, kakak tingkat dan adik tingkat. Terimakasih atas kebersamannya selama ini.

20. Kak Dani dan Om Herdi terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.


(13)

Tami, Mb alvi, dan mb Diah, serta teman kos pondok Ceria Ajhuma (Nisa), Pepa, Ajhusi (Indah), Iim, Dian, Anel, dan takkan kulupa pula Ndol Ella sahabat plus-plusku yang selalu menemani dan membantukku selama ini. 22. Sahabatku Umi Elis, Ella, dan Dian yang selalu memberi motivasi untukku. 23. Teman-teman KKN-KT Pekon Negeri Agung (Bray Uci, (Soul) Fufu, (Mate)

Umi, Maria, Mak Mejong, Aina, Awi, BimBim, dan Cahyo. Terima kasih atas kebersamaan yang meskipun singkat namun memberi makna persahabatn yang erat.

24. Keluarga Besar Ibu Rio, Pak Luqman, dan Pak Sigit, terimakasih atas kekeluargaan yang telah terbangun selama ini, semoga silaturahim kita tetap terjaga.

25. Keluarga besar SMP Negeri 2 Talang Padang yang tekah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman selama PPL.

26. Keluarga besar Dusun Rupit, Pekon Negeri Agung terimakasih atas

pengalaman dan kekeluargaan yang telah terbangun, semoga silaturahmi ini tetap terjaga.

Semoga semua bantuan, bimbingan, dorongan dan do’a yang diberikan kepada

penulis mendapat pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan tetapi penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amiin.

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 12

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Penelitian ... 14

G. Ruang Lingkup Penelitian... 15

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 17

1. Belajar dan Teori Belajar ... 17

2. Keterampilan Sosial ... 22

3. Pembelajaran Kooperatif ... 28

4. Time Token... 30

5. Two Stay Two Stray ... 32

6. IPS Terpadu ... 36

7. Kecerdasan Spiritual ... 38

B. Penelitian yang Relevan... 42

C. Kerangka Pikir ... 46

D. Hipotesis ... 56

III. METODE PENELITIAN A. Metodelogi Penelitian ... 58

1. Desain Exsperimen ... 58

2. Prosedur Penelitian ... 60

B. Populasi dan Sampel ... 61

1. Populasi... 61

2. Sampel... 61

C. Variabel Penelitian... 62


(15)

1. Keterampilan Sosial ... 63

2. Kecerdasan Spiritual ... 64

3. Time Token... 66

4. Two Stay Two Stray ... 66

E. Definisi Operasional Variabel... 67

F. Tehnik Pengumpulan Data... 69

G. Uji Persyaratan Instrumen... 70

1. Uji Validitas Instrumen... 70

2. Uji Realibilitas Instrumen ... 71

H. Uji Persyaratan Analisi Data... 70

1. Uji Normalitas... 72

2. Uji Homogenitas ... 73

I. Teknik Analisis Data... 73

J. Pengujian Hipotesis ... 77

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 79

1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 1 Sukoharjo ... 79

2. Profil Sekolah ... 80

3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan ... 81

4. Visi dan Misi ... 82

5. Keadaan Tanah dan Bangunan ... 82

6. Keadaan Kelas dan Murid ... 83

7. Kegiatan Kesiswaan ... 84

B. Deskripsi Data ... 84

1. Data Hasil Observasi Keterampilan Sosial Kelas Eksperimen ... 85

2. Data Hasil Observasi Keterampilan Sosial Kelas Kontrol... 88

3. Data Hasil Observasi Siswa yang Kecerdasan Spiritual Tinggi dan Rendah di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 89

C. Uji Persyaratan Analisis Data ... 96

1. Uji Normalitas ... 96

2. Uji Homogenitas ... 98

D. Hasil Observasi Keterampilan Sosial Siswa di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 99

E. Pengujian Hipotesis... 100

F. Pembahasan ... 106

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... A. Kesimpulan... 119

B. Saran... 120 DAFTAR PUSTAKA


(16)

Tabel Halaman 1. Tabel Kesenjangan antara Harapan dengan Fakta yang Terjadi

Di Lapangan ... 5

2. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar IPS Terpadu ... 37

3. Penelitian yang Relevan... 42

4. Desain Penelitian Eksperimen ... 59

5. Definisi Operasional Variabel... 67

6. Tingkat Besarnya Reliabilitas ... 72

7. Rumus Unsur Tabel Persiapan Anava Dua Jalan ... 75

8. Cara Menentukan Kesimpulan Hipotesis Anava ... 76

9. Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah... 81

10. Kualifikasi Pendidikan Guru... 81

11. Sarana dan Prasarana Sekolah... 83

12. Data Siswa ... 83

13. Kegiatan Ekstakurikuler Siswa ... 84

14. Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Kelas Eksperimen ... 86

15. Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Kelas Kontrol ... 88

16. Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial dengan Kecerdasan Spiritual Tinggi di Kelas Eksperimen... 90

17. Distibusi Frekuensi Keterampilan Sosial dengan Kecerdasan Spiritual Rendah di Kelas Eksperimen ... 91

18. Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial dengan Kecerdasan Spiritual Tinggi di Kelas Kontrol ... 93

19. Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial dengan Kecerdasan Spiritual Rendah di Kelas Kontrol... 95

20. Uji Normalitas Data ... 97

21. Uji Homogenitas ... 98

22. Perbandingan Hasil Keterampilan Sosial di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 99

23. Hasil Pengujian Hipotesis 1 ... 102


(17)

1. Silabus

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol 4. Format Observasi Keterampilan Sosial

5. Lembar Kerja Kelompok (LKK) 6. Kisi-kisi Kecerdasan Spiritual 7. Angket Kecerdasan Spiritual

8. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperiimen 9. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol 10. Data Uji Coba Angket

11. Uji Reliabilitas

12. Daftar Hasil Observasi Keterampilan Sosial pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi di Kelas Eksperimen

13. Daftar Hasil Observasi Keterampilan Sosial pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Rendah di Kelas Eksperimen

14. Daftar Hasil Observasi Keterampilan Sosial pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Tinggi di Kelas Kontrol

15. Daftar Hasil Observasi Keterampilan Sosial pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Spiritual Rendah di Kelas Kontrol

16. Daftar Hasil Observasi Keterampilan Sosial di Kelas Eksperimen dengan Menggunakan Model PembelajaranTime Token

17. Daftar Hasil Observasi Keterampilan Sosial di Kelas Kontrol dengan Menggunakan Model PembelajaranTwo Stay Two Stray

18. Uji Normalitas 19. Uji Homogenitas 20. Data Uji Hipotesis 1 21. Data Uji Hipotesis 2 22. Data Uji Hipotesis 3 23. Data Uji Hipotesis 4


(18)

Gambar Halaman

1. Gambar Jejaring Keterampilan Sosial... 26

2. Gambar Struktur TS-TS ... 34

3. Gambar Paradigma Penelitian... 56


(19)

Grafik Halaman 1. Hasil Keterampilan Sosial pada Kelas Eksperimen ... 87 2. Hasil Keterampilan Sosial pada Kelas Kontrol... 89 3. Hasil Keterampilan Sosial dengan kecerdasan Spiritual Tinggi di Kelas

Eksperimen ... 91 4. Hasil Keterampilan Sosial dengan Kecerdasan Spiritual rendah di Kelas

Eksperimen ... 92 5. Hasil Keterampilan Sosial dengan Kecerdasan Spiritual Tinggi di Kelas

Kontrol ... 94 6. Hasil Keterampilan Sosial dengan Kecerdasan Spiritual Rendah di Kelas

Kontrol ... 96 7. Perbandingan Hasil Observasi Keterampilan Sosial Kelas Eksperimen


(20)

A. Latar Belakang Masalah

Upaya meningkatkan kualitas pendidikan diperlukan berbagai terobosan dalam pengembangan kurikulum, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggulirkan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 sering disebut juga sebagai pendidikan berkarakter yang menghendaki bahwa pembelajaran tidak hanya mempelajari konsep, teori dan fakta tapi juga aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari maka materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks dan memerlukan analisis, aplikasi, sintesis serta lebih menekankan pendidikan berkarakter.

Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, antarsesama, dan lingkungannya (Zubaedi, 2011: 17).


(21)

Belajar, selain dikatakan sebagai perubahan yang dialami seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, belajar juga dapat merubah suatu perilaku individu karena adanya pengetahuan dan didikan yang dialami seorang individu, hal ini tentu saja belajar dapat dikaitkan dengan bertambahnya pengetahuan dan berubahnya sikap atau perilaku seseorang menuju yang lebih baik lagi.

Secara umum tujuan-tujuan pendidikan di Indonesia, baik tujuan sekolah, perguruan tinggi, maupun tujuan nasional mencakup ketiga ranah perkembangan manusia, seperti tertulis dalam teori-teori pendidikan, yaitu perkembangan afeksi, kognisi dan psikomotor (Pidarta, 2009: 15). Sejauh ini seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan masih banyak yang berorientasikan terhadap tingkat kognitif dan psikomotorik siswa, padahal sangat penting untuk melihat perkembangan siswa juga dari segi afektif.

Afektif merupakan ranah yang menekankan pada sikap, perasaan, emosi, dan karakteristik moral yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak manfaat yang akan didapat dengan terbentuknya afektif seseorang yang baik karena tentunya siswa yang memiliki sikap yang baik mereka dapat berperilaku sopan, berbahasa santun, pandai mengontrol emosi dan dapat bersosialisasi dengan baik.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 dalam Pidarta (2009: 45) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.


(22)

Berdasarkan pemaparan undang-undang di atas, maka dapat diartikan bahwa sebuah proses belajar tidak cukup hanya mengembangkan pengetahuan saja, tetapi potensi lain yang ada pada peserta didik perlu adanya perhatian dan pengembangan sehingga dapat berjalan secara proporsional atau mendapatkan kesempatan yang sama untuk dikembangkan.

Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan atau berkaitan dengan pembentukan sikap dan banyak hal yang dapat diaplikasikan untuk membantu mengembangkan sikap siswa sehingga pengembangan keterampilan sosial merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena dalam keterampilan sosial, siswa belajar untuk berbagi/bergiliran dengan teman yang lain, menghargai/menghormati, membantu/menolong, mengikuti petunjuk, mampu mengontrol emosi dan berani manyampaikan pendapat serta dapat menerima pendapat teman yang lain.

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki kecenderungan pada ranah afektif terlihat pada tujuan utama IPS itu sendiri yaitu untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental yang positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya maupun yang menimpa masyarakat (Trianto, 2009: 128).

Jadi, mata pelajaran IPS dapat diartikan sebagai ilmu yang mengembangkan potensi peserta didik agar menggali potensinya sehingga peserta didik terampil dalam menghadapi permasalahan yang dialaminya, dan juga berperanan untuk memberikan pengetahuan peserta didik dalam menumbuhkembangkan sikap terbuka, kepekaan sosial, kerjasama dan


(23)

bertanggungjawab serta kemampuan setiap individu dalam berpatisipasi di dalam masyarakat.

Menurut Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas dalam Maryani (2011: 11-12), IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dirumuskan atas dasar realitas fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial. Adapun tujuan IPS adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global. Adapun tujuan pembelajaran IPS yang sudah disampaikan di atas, ternyata IPS juga memiliki kecenderungan untuk membentuk afektif siswa dan hal tersebut berhubungan dengan ranah afektif. Pengembangan keterampilan sosial dirasa sangat penting untuk diperhatikan, hal ini seperti yang sudah disebutkan dalam tujuan pembelajaran IPS yaitu memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global sehingga keterampilan sosial di kelas diduga akan sangat membantu membentuk afektif siswa. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Cartledge dan Milburn dalam Maryani (2011: 17) bahwa keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu dipelajari, karena memungkinkan individu dapat berinteraksi, memperoleh respon positif atau negatif. Senada dengan pendapat dari Laura Cadler dalam Maryani (2011: 19) yang mengatakan bahwa keterampilan sosial sangat diperlukan dan harus jadi prioritas dalam mengajar. Mengajar bukan hanya sekedar mengembangkan


(24)

keterampilan akademik. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dan wawancara dengan guru mata pelajaran IPS Terpadu kelas VII terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut:

Tabel.1 Kesenjangan antara Harapan dengan Fakta yang Terjadi di Lapangan

No. Fakta yang terjadi dilapangan Kondisi yang diharapkan 1 Siswa masih sebagai objek

pembelajaran ditunjukkan dengan masih banyak siswa yang diam dan mendengarkan saja tanpa mau ikut andil dalam kegiatan belajar, masih banyak siswa yang malu-malu untuk menyampaikan gagasan/ ide, sehingga hanya siswa-siswa itu-itu saja yang berani

menyampaiakan pendapat dan menghidupkan suasana belajar,

Siswa sebagai subjek pembelajaran yang mampu melakukan komunikasi

2 Masih banyaknya siswa yang bergantung kepada teman yang lain jika di dalam kelas dibentuk pembelajaran yang berbentuk kelompok. Selain itu dapat terlihat juga pada saat mereka bekerja kelompok, masih banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas secara bersama-sama, mereka justru mengerjakan secara individu.

Siswa mampu bekerjasama dalam kelompok

3 Apabila terjadi perbedaan pendapat, masih banyak siswa kurang terbuka menerima pendapat teman yang lain, dan dalam mengontrol emosi, siswa masih mempertahankan ego-nya.

Mau menerima perbedaan dan mampu mengontrol emosi

4 Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional sebab waktu/jam pelajaran yang

disediakan terbatas

Guru memiliki kemampuan untuk mendesain proses

pembelajarannya menjadi menyenangkan dengan model pembelajaran kooperatif meskipun waktunya terbatas


(25)

Berdasarkan data yang diperoleh ternyata masih terdapat beberapa permasalahan keterampilan sosial siswa di kelas VII yang masih tergolong rendah sehingga keterampilan sosial siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu perlu dilakukan peningkatan di sekolah. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menyelenggarakan proses belajar mengajar dari pendidik kepada peserta didik untuk memberikan pengetahuan, membimbing, mendidik, dan melatih serta mengembangkan kemampuan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Sekolah juga merupakan faktor yang mempengaruhi belajar, hal ini mencakup metode mengajar guru, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah dan masih banyak lagi. Salah satu faktor yang paling berperan dalam belajar siswa ketika di sekolah adalah metode mengajar. Metode mengajar guru berkaitan dengan penerapan model pembelajaran yang digunakan di kelas yang memiliki peranan untuk mengajak siswa aktif mengikuti kegiatan pembelajaran.

Metode mengajar yang monoton dapat saja terjadi karena guru kurang persiapan dalam menyajikan materi ataupun karena kondisi siswa yang kurang baik apabila menggunakan model sehingga lebih baik untuk mengajar secara konvensional, namun tidak ada salahnya apabila di dalam kelas saat kegiatan belajar guru dapat menerapkan model-model pembelajaran yang sangat banyak ragamnya. Apabila guru tidak dapat menciptakan suasana dan kegiatan belajar yang menyenangkan dikhawatirkan siswa kurang tertarik mengikuti pelajaran, siswa kurang jelas memahami pelajaran yang disampaikan, dan pada akhirnya siswa kurang menyukai pelajaran, sehingga dapat berakibat siswa menjadi malas untuk belajar. Upaya yang dilakukan


(26)

agar suasana belajar yang terjadi di dalam kelas menyenangkan, siswa termotivasi, menumbuhkan cinta terhadap mata pelajaran dan siswa berperan dalam kegiatan belajar serta pendidik juga tidak mendominasi kegiatan di dalam kelas maka pendidik dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif. Menurut Rusman (2012: 202) pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil serta kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Jadi dapat di artikan, pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerjasama secara kolaboratif dan terdiri dari siswa yang heterogen, senada dengan hal tersebut juga diungkapkan oleh pendapat ahli yang lain, yaitu:

Siahaan dalam Rusman (2012: 205) juga mengemukakan lima unsur esensial yang ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan yang positif, (2) interaksi berhadapan (face to face interaction), (3) tanggung jawab individu (individual responsibility), (4) keterampilan sosial (social skills), dan (5) terjadi proses dalam kelompok (group processing).

Berdasarkan pemaparan di atas diduga dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial siswa dapat meningkat ditandai dengan siswa aktif mengikuti pembelajaran di kelas, sikap toleransi pada siswa mulai tumbuh, siswa dapat menghargai pendapat teman yang lain, dan setiap siswa saling membelajarkan dengan teman yang lain sehingga diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan keterampilan sosial dan kualitas pembelajaran.


(27)

Menurut Maryani (2011: 18) keterampilan sosial adalah adalah keterampilan untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan berpartisipasi dalam kelompok. Keterampilan sosial perlu didasari oleh kecerdasan personal berupa kemampuan mengontrol diri, percaya diri, disiplin dan tanggung jawab. Untuk selanjutnya kemampuan tersebut dipadukan dengan kemampuan berkomunikasi secara jelas, lugas, meyakinkan, dan mampu membangkitkan inspirasi, sehingga mampu mengatasi silang pendapat dan dapat menciptakan kerjasama.

Mengingat pentingnya keterampilan sosial bagi siswa maka diperlukan model pembelajaran yang digunakan pendidik saat mengajar yang dapat membantu meningkatkan keterampilan sosial siswa di kelas. Menurut Suprijono (2011: 89) banyak metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa, diantaranya yaitu: a) Jigsaw; b) Think Pair Share; c) Role Playing; d) Fish Bowl; e)Snowball Throwing; f)Time Token Arrends; g)Buzz Group, dll.

Banyak model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan pendidik untuk di praktikan di kelas, beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran time token dan two stay two stray. Menurut Ibrahim (2005: 15) time token adalah suatu kegiatan khusus yang dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kartu-kartu berbicara, time token dapat membantu membagikan peran serta lebih merata pada setiap siswa. Senada dengan pendapat Ibrahim, Starategi pembelajaran time token merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang demokratis adalah proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subjek. Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif (Huda, 2014: 239).


(28)

Jadi, model pembelajaran time token dapat diartikan sebagai model pembelajaran demokratis yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan sosial yang membagikan peran terutama kesempatan dalam berbicara lebih merata kepada setiap siswa sehingga tidak ada siswa yang mendominasi berbicara di dalam kelas dan tidak ada siswa di dalam kelas yang diam sama sekali. Model pembelajaran time token dalam meningkatkan keterampilan sosial siswa diduga dapat ditunjang dengan kecerdasan spiritual tinggi, hal ini karena pada kecerdasan spiritual yang tinggi, siswa akan memiliki rasa tanggung jawab dan sikap disiplin sehingga siswa akan lebih mandiri karena pada penerapan model pembelajaran time token siswa menggunakan kartu berbicara yang hanya digunakan secara pribadi bukan kelompok sehingga hal tersebut menuntut tanggung jawab dan kemandirian siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas.

Berbeda dengan model pembelajaran time token, model pembelajaran two stay two stray merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2010), dimana struktur ini merancang sebuah pembelajaran kelompok dengan cara siswa bekerja sama dalam kelompok belajar yang heterogen yang masing–masing kelompok terdiri dari empat orang dan bertujuan untuk mengembangkan potensi diri, bertanggung jawab terhadap persoalan yang ditemukan dalam pembelajaran Huda (2014: 207). Jadi, model pembelajaran two stay two stray merupakan model pembelajaran yang menekankan pada terjalinnya kerjasama antarsiswa, antaranggota kelompok saling mengembangkan pengetahuan dan saling membelajarkan serta semua siswa yang menjadi anggota kelompok akan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Sesuai dengan penjelasan tersebut maka model pembelajaran two stay two stray dalam meningkatkan keterampilan sosial siswa diduga dapat ditunjang dengan kecerdasan spiritual rendah. Hal ini


(29)

karena pada model pembelajarantwo stay two straybagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah, mereka dapat bekerjasama dengan pasangannya yang lebih pandai, namun hal ini tidak menjadikan siswa yang satu bergantung dengan siswa yang lebih pandai dan untuk siswa yang lebih pandai dapat lebih adil karena tidak memilih-milih manakah teman yang harus dibantu dalam hal ini kerjasama dalam kelompok yang paling diutamakan.

Selain model pembelajaran, perlu juga untuk memperhatikan kecerdasan spiritual (SQ) siswa yang diduga memiliki peranan dalam meningkatkan keterampilan sosial. Kecerdasan spiritual tinggi dan kecerdasan spiritual rendah diduga memiliki pengaruh terhadap aktivitas siswa dalam melakukan sesuatu yang dalam hal ini terutama aktivitas siswa pada saat menerapkan model pembelajaran. Sebagai contoh siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi maka keterampilan sosial yang dimiliki siswa tinggi begitu juga bagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah maka keterampilan sosial yang ditunjukkan juga rendah. Hal ini dapat terjadi karena siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan lebih mandiri dan bertanggung jawab dalam mengikuti setiap kegiatan pembelajaran, begitu pula untuk kecerdasan spiritual rendah maka tingkat kemandiriannya kurang atau rendah. Oleh karena itu kecerdasan spiritual juga perlu untuk diperhatikan oleh pendidik dalam meningkatkan keterampilan sosial siswa.


(30)

Pada kurikulum 2013 menekankan pendidikan yang berkarakter, dalam undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 juga telah disebutkan bahwasannya salah satu tujuan pendidikan itu sendiri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Pentingnya menanamkan kecerdasan spiritual pada peserta didik, karena SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif yang meyakinkan hati bahwa setiap apa yang kita lakukan mengandung nilai ibadah. SQ merupakan potensi yang dimiliki oleh manusia sebagaispiritual beingyang bersifat universal (Agustian, 2013: 24).

Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas, penulis ingin melakukan

penelitian dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Straydalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dengan Memperhatikan Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas VII Mata Pelajaran IPS Terpadu SMP Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi sejumlah permasalahan yang perlu dikaji adalah sebagai berikut.

1. Ranah afektif belum terlalu diperhatikan dibandingkan dengan ranah kognitif dan psikomotor.

2. Keterampilan sosial siswa masih cenderung kurang baik, hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran.


(31)

3. Kurangnya variasi model pembelajaran yang diterapkan oleh guru sehingga proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).

4. Kurangnya keberanian berkomunikasi siswa saat proses belajar berlangsung.

5. Siswa kurang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang berbentuk kelompok.

6. Kecerdasan spiritual siswa belum dijadikan pertimbangan oleh guru dalam pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, maka ruang lingkup masalah penelitian ini dibatasi pada kajian membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe time token dantwo stay two stray(TS-TS) dengan memperhatikan pengaruh variabel moderator yaitu kecerdasan spiritual siswa terhadap keterampilan sosial siswa.

D. Rumusan Masalah

Bertolak dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka secara operasional permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah ada perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe Time Token dan siswa yang


(32)

diajar menggunakan model pembelajaran tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) pada mata pelajaran IPS Terpadu?

2. Apakah keterampilan sosial siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaranTime Tokenlebih tinggi dibandingkan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) bagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi pada mata pelajaran IPS Terpadu? 3. Apakah keterampilan sosial siswa yang pembelajarannya menggunakan

model pembelajaran Time Token lebih rendah dibandingkan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) bagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah pada mata pelajaran IPS Terpadu?

4. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan kecerdasan spiritual terhadap keterampilan sosial siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Time Token dan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) pada mata pelajaran IPS Terpadu,

2. Untuk mengetahui keefektifan keterampilan sosial yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Time Token dibandingkan dengan


(33)

model pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) bagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi pada mata pelajaran IPS Terpadu, 3. Untuk mengetahui keefektifan keterampilan sosial yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran Time Token dibandingkan dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) bagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah pada mata pelajaran IPS Terpadu, 4. Untuk mengetahui adanya interaksi antara penggunaan model

pembelajaran dan kecedasan spiritual (SQ) terhadap keterampilan sosial pada mata pelajaran IPS Terpadu.

F. Kegunaan Penelitian

Pada hakekatnya penelitian yang dilakukan seseorang diharapkan akan mendapatkan manfaat tertentu. Begitu pula dengan penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat sebagai berikut.

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian secara teoritis dapat memberikan sumbangan penggunaan model pembelajaran di sekolah-sekolah karena semua guru dan siswa akan aktif dalam pembelajaran.

2. Manfaat secara Praktis

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi siswa

1) Meningkatkan aktivitas siswa di dalam kelas. 2) Meningkatkan keterampilan sosial siswa.


(34)

3) Memperoleh pengalaman belajar secara langsung dengan model pembelajaran tipe time token dan model pembelajaran tipe two stay two stray yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan sosial pada pembelajaran IPS Terpadu.

b. Bagi Guru

Memiliki gambaran mengenai pembelajaran IPS Terpadu yang efektif, dapat mengidentifikasi permasalahan belajar yang ada di kelas, dapat mencari solusi untuk pemecahan masalah dan dapat digunakan untuk menyusun program peningkatan efektivitas lebih baik karena siswa dan guru aktif bersama.

c. Bagi Peneliti

Peneliti dapat memperoleh pengalaman secara langsung dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif yang juga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS Terpadu.

d. Bagi Sekolah

Bagi sekolah diharapkan dapat bermanfaat bagi output (lulusan) yang dihasilkan, sehingga menjadi lebih bermutu dan meningkatkan kualitas sekolah menjadi lebih berdaya saing.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup: 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/ 2015.


(35)

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Time Token dan tipe Two Stay Two Stray, kecerdasan spiritual dan keterampilan sosial.

3. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Sukoharjo. 4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015.

5. Ilmu Penelitian


(36)

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Teori Belajar

Belajar merupakan suatu proses untuk mengubah yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak bisa menjadi bisa dan yang tidak mengerti menjadi mengerti. Belajar menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku, pemahaman, keterampilan, dan banyak aspek lainnya yang akan membuat orang-orang belajar mengerti, memahami dan menerima sehingga bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Menurut Soemanto (2003: 104) belajar adalah proses dasar dari perkembangan hidup manusia, dengan pertumbuhan perkembangan itu manusia dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap lingkungannya.

Penjelasan untuk memahami belajar dinamakan dengan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks suatu pembelajaran. Ada beberapa teori belajar diantaranya yaitu teori belajar behavioristik, konstruktivistik dan humanistik.


(37)

a. Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)

Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon (Hamzah, 2008: 7).

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa stimulus dan keluaran atau Output yang berupa respon. Menurut Guthrie bahwa tingkah laku manusia itu dapat dirubah. Tingkah laku baik dapat diubah menjadi buruk dan sebaliknya, tingkah laku buruk dapat dirubah menjadi baik. Sedangkan menurut Watson ia mengartikan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi terhadap stimulus-stimulus yang diterima (Siregar, 2014: 26-27). Jadi, teori belajar menggambarkan bahwa belajar adalah pemberian stimulus yang menimbulkan respon sehingga terjadi perubahan dalam diri siswa.

Teori behaviorisme dengan memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespon. Hubungan antara stimulus-respon ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada pebelajar. Jadi, pada dasarnya kelakuan anak terdiri atas respon-respon tertentu. Dengan latihan-latihan maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat (Hamalik, 2001: 39).

Teori koneksionisme mendasari behaviorisme bahwa tingkah laku manusia pada dasarnya adalah hubungan antara perangsang dan jawaban, belajar adalah pembentukan stimulus respon sebanyak-banyaknya, pembentukan stimulus respon melalui latihan,


(38)

herbatisme (psikologi daya) artinya bahwa teori belajar behaviorisme adalah suatu proses belajar dengan stimulus dan respon lebih mengutamakan suatu unsur-unsur kecil, yang bersifat umum, bersifat mekanistis, peranan lingkungan dapat mempengaruhi suatu proses belajar. Berdasarkan pemaparan di atas, model pembelajaran time tokenmaupun model two stay two straymemiliki karakteristik yang berhubungan dengan teori behaviorisme karena dalam teori ini menekankan pada pemberian stimulus untuk menghasilkan respon sebanyak-banyaknya.

b. Aliran Konstruktivistik

Pembelajaran konstruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnyapun memberi kesempatan pada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan menggunakan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalaman yang dialami sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif.

Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain siswa lebih diutamakan untuk


(39)

mengkonstruksi sendiri pengetahuan meraka melalui asimilasi dan akomodasi. Teori belajar konstruktivisme bertitik tolak dari teori pembelajaran Behaviorisme yang didukung oleh B.F Skinner yang mementingkan perubahan tingkah laku pada pebelajar. Pembelajaran dianggap berlaku apabila terdapat perubahan tingkah laku kepada pelajar, contohnya dari tidak tahu menjadi tahu. Hal ini, kemudiannya beralih kepada teori pembelajaran kognitivisme yang diperkenalkan oleh Jean Piaget di mana ide utama pandangan ini adalah mental (Budiningsih, 2005: 55).

Teori pembelajaran konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana pengetahuan akan dibangun sendiri oleh pebelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme.

Berdasarkan pemaparan di atas, model pembelajaran time token memiliki karakteristik yang berhubungan dengan teori belajar konstruktivisme karena dalam teori ini menekankan siswa untuk menggali kemampuannya dan mengemukakan gagasan yang dimiliki dengan bahasa sendiri, kemandirian dalam model pembelajarantime token juga sangat dituntut sehingga siswa lebih menggali kemampuan yang dimilikinya. Hal ini dapat dilihat pada penerapan model pembelajarantime token pada saat siswa menggunakan kartu


(40)

berbicaranya, mereka akan menemukan dan menyampaikan sesuatu yang ia ketahui sesuai dengan pembicaraan yang sedang berlangsung sehingga hal ini akan membangun pengetahuan siswa itu sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget dalam Siregar (2014: 39) yang mengatakan bahwa pengetahuan ,merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalamannya, proses pengalaman berjalan secara terus menerus dan setiap kali terjadi rekontruksi karena adanya pemahaman yang baru.

c. Aliran Humanistik

Menurut Hamzah (2008: 37) Teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualaisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.

Jadi, teori belajar humanistik memiliki tujuan belajar untuk mengaktualisasikan diri, belajar akan dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri yang kemudian siswa mampu mencapai aktualisasi diri dengan baik dan semua proses tersebut bermula dari diri manusia itu sendiri.

Menurut Hubermas “belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Menurut Rogers, siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan


(41)

dibiarkan belajar bebas, siswa diharapkan dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang diambilnya sendiri”(Siregar dkk, 2014: 36-37). Jadi, teori ini menekankan pada proses yang dialami oleh siswa itu sendiri yang harus memahami lingkungannya dan dirinya sendiri sehingga lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka model pembelajarantwo stay two stray memiliki karakteristik dengan teori humanistik. Hal ini karena pada teori humanistik siswa dikatakan berhasil apabila telah memahami dirinya sendiri dan lingkungannya, pada model pembelajaran two stay two stray siswa dituntut untuk mampu bekerjasama dengan anggota kelompok yang lain, sehingga dapat membagikan peran secara merata dan adil.

2. Keterampilan Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa membutuhkan teman untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Manusia melalui akalnya menciptakan pengetahuan sebagai alat untuk beradaptasi dengan lingkungan kemudian untuk kebutuhan hidup berkelompok diciptakan pula kebudayaan sehingga disebut masyarakat. Setiap bermasyarakat tentunya kita perlu untuk menyesuaikan diri dengan apa yang ada di masyarakat itu sendiri, mampu berkomunikasi, bergaul dan bekerjasama.

Menurut Syah (2007:119), keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian


(42)

siswa yang melakukan dengan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.

Jika pendapat ahli yang pertama mengartikan keterampilan secara gerakan yang dilakukan oleh otot, maka berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh Beaty. Menurut Beaty dalam Afiati, (2004: 14) memberikan keterangan mengenai keterampilan sosial yang disebut juga prosocial behavior yaitu mencakup perilaku–perilaku di bawah ini.

a) Empati yang di dalamnya anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang tertekan karena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari perasaan yang dialami orang lain.

b) Kemurahan hati atau kedermawanan di dalamnya anak-anak berbagi dan memberikan suatu barang miliknya pada seseorang.

c) Kerjasama yang di dalamnya anak-anak mengambil giliran atau bergantian dan menuruti perintah secara suka rela tanpa menimbulkan pertengkaran.

d) Memberi bantuan yang di dalamnya anak-anak membantu untuk seseorang.

Kejelasan dari keterampilan sosial memang dapat dilihat dari berbagai pendapat dan sudut pandang yang berbeda, dari sikap yang ditunjukkan dari seseorang yang telah menjalin komunikasi maka akan timbulnya rasa saling menghormati antara sesama, dan inilah yang dimaksud dari kontrol diri sebagai cara mengendalikan lingkungan sosialnya kepada setiap individu dalam lingkungan yang heterogen yang dilalui setiap hari baik bagi siswa, guru dan juga orang lain dalam sekolah. Pendapat tersebut senada dengan penafsiran yang disampaikan oleh TimBroad-Based Education.

Tim Broad-Based Education 2002 dalam Maryani (2011: 18) menafsirkan keterampilan sosial sebagai keterampilan berkomunikasi dengan empati dan


(43)

keterampilan bekerja sama. Pada saat berkomunikasi bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi didalamnya ada keinginan menimbulkan kesan baik untuk menumbuhkan keharmonisan maupun kesinambungan hubungan, serta solusi terhadap suatu permasalahan.

Senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Tim Broad-Based Education mengenai keterampilan sosial, pendapat lain juga diungkapkan oleh Jarolimek dalam Maryani (2011: 18) juga mengemukakan “keterampilan sosial dapat meliputi (1)living and working together; taking turns; respecting the rights of others; being socially sensitive(2)learning control and self-direction, dan (3) sharing ideas and experience with others. Hidup dan bekerjasama, bergiliran, respek dan sensitif terhadap hak orang lain, belajar mengontrol diri dan tahu diri, berbagi ide dan pengetahuan dengan orang lain”.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat diketahui bahwa keterampilan sangat dibutuhkan dalam belajar karena aspek dalam keterampilan sangat membantu siswa dalam menguasai materi yang disampaikan hal ini diperoleh karena setiap siswa saling berbagi pengetahuan, saling bekerjasama dalam menyelesaikan persoalan dan juga membantu siswa untuk berani menyampaikan pendapat. Cartledge dan Milburn dalam Maryani (2011: 17) menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu dipelajari, karena memungkinkan individu dapat berinteraksi, memperoleh respon positif atau negatif. Jadi, keterampilan sosial pada peserta didik sangat penting untuk dipelajari dalam mengajar karena keterampilan sosial mengajarkan peserta didik untuk berinteraksi dengan teman yang lain dan saling memberi respon.

Menurut Maryani (2011: 18) Keterampilan sosial adalah keterampilan untuk berinteraksi, berkomunikasi dan berpatisipasi dalam kelompok. Keterampilan sosial perlu didasari oleh kecerdasan personal berupa kemampuan mengontrol diri, percaya diri, disiplin dan tanggungjawab. Untuk selanjutnya kemampuan tersebut dipadukan dengan kemampuan berkomunikasi secara jelas, lugas, meyakinkan, dan mampu membangkitkan inspirasi sehinggga


(44)

mampu mengatasi silang pendapat dan dapat menciptakan kerjasama yang baik didalam kelompok belajar.

Selanjutnya persamaan pandangan, empati terhadap teman yang lain, toleransi antarsesama, siswa saling menolong dan membantu teman yang membutuhkan, dan emosi siswa yang terkontrol dengan baik menghasilkan pergaulan (interaksi) secara harmonis dalam setiap kelompok belajat. Belajar memberi dan menerima, berbagai hak dan tanggungjawab, menghormati hak orang lain membentuk kesadaran sosial, dan menjadi inti bagi keterampilan sosial.

Menurut Natawijaya (Handayani, 2004: 11) faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial anak adalah sebagai berikut.

a) Faktor dalam, ialah faktor yang dimiliki oleh manusia semenjak kelahiranya. Di dalamnya termasuk kecerdasan, bakat khusus, jenis kelamin, sifat-sifat dan kepribadian.

b) Faktor luar, ialah faktor-faktor yang dihadapi oleh individu pada waktu dan setelah dilahirkan, terdapat dalam lingkungan meliputi: keluarga, sekolah, masyarakat, kelompok, sebaya dan lingkungan fisik.

c) Faktor-faktor yang diperoleh apabila faktor endogen terpadu dengan faktor eksogen, meliputi : sikap, kebiasaan, emosi, dan kepribadian.

Jadi, keterampilan sosial pada peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar yang saling mempengaruhi yang menjadikan keterampilan sosial penting bagi peserta didik untuk dikembangkan di dalam kelas sehingga siswa memiliki sikap, kebiasan dan kepribadian yang diperlukan.

Laura Cadler 2006 dalam Maryani (2011: 19) menjelaskan mengenai

pentingnya keterampilan sosial dikembangkan dikelas: Keterampilan sosial sangat diperlukan dan harus jadi prioritas dalam mengajar. Mengajar bukan hanya sekedar mengembangkan keterampilan akademik. Hal yang sangat penting dalam mengembangkan keterampilan sosial adalah mendiskusikan sesama guru atau orang tua tentang keterampilan sosial apa yang harus menjadi prioritas, memilih salah satu keterampilan sosial, memaparkan


(45)

pentingnya keterampilan sosial, mempraktikan, merefleksi dan seterusnya sampai betul-betul terkuasai oleh peserta didik.

Jadi, keterampilan sosial perlu menjadi pertimbangan pendidik untuk dikembangkan pada peserta didik di sekolah, karena pendidik tidak hanya terpaku pada pengembangan potensi akademik siswa namun keterampilan sosial siswa juga penting untuk ditingkatkan sehingga potensi siswa selain akademik dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Berikut ini adalah gambar jejaring keterampilan sosial yang dibagi pada empat bagian.

Gambar 1. Jejaring Keterampilan Sosial

Laura Cadler dalam Maryani (2011: 20) Dari bagan tersebut nampak bahwa keterampilan sosial dapat dikelompokan atas 4 bagian, namun semuanya saling berkaitan yaitu.

1. Keterampilan dasar berinteraksi: berusaha untuk saling mengenal, ada kontak mata, berbagai informasi atau material.

2. Keterampilan komunikasi: mendengar dan berbicara secara bergiliran, melembutkan suara (tidak membentak), meyakinkan orang untuk dapat mengemukakan pendapat, mendengarkan sampai orang tersebut menyelesaikan pembicaraannya.

3. Keterampilan membangun tim/kelompok: mangakomodasi pendapat orang, bekerjasama, saling menolong, saling memperhatikan.

Social

skills

Conflict resolution

Team building skills Basic

interaction

Communica tion skills


(46)

4. Keterampilan menyelesaikan masalah: mengendalikan diri, empati, memikirkan oranglain, taat terhadap kesepakatan, mencari jalan keluar dengan berdiskusi, respek terhadap pendapat yang berbeda”.

Jadi, keterampilan sosial pada peserta didik adalah kemampuan untuk berinteraksi, keterampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain, keterampilan membangun kelompok untuk saling membantu dan bekerjasama serta keterampilan dalam menyelesaikan masalah dengan mendiskusikan bersama sehingga dapat menyatukan setiap perbedaan pendapat.

Maryani (2011: 21) keterampilan sosial tersebut dapat dicapai melalui: 1. Proses pembelajaran

Dalam menyampaikan materi guru mempergunakan berbagai metode misalnya bertanya, diskusi, bermain peran, investigasi, kerja kelompok, atau penugasan. Sumber pembelajaran dapat mempergunakan lingkungan sekitar.

2. Pelatihan

Guru membiasakan siswa untuk selalu memenuhi aturan main yang telah ditentukan, misalnya memberi salam, berbicara dengan sopan, mengajak mengunjungi orang kena musibah/sakit, atau kena bencana, datang kepanti asuhan dan sebagainya.

3. Penilaian berbasis portofolio atau kinerja

Penilaian tidak hanya diperoleh dari hasil tes, tetapi juga hasil dari perilaku dan budi pekerti siswa.

Mengembangkan keterampilan sosial pada peserta didik selain dengan proses pembelajaran, pelatihan dan penilaian kinerja. Bagi peserta didik terutama saat melaksanakan diskusi kelompok, diperlukan beberapa persyaratan. Maryani (2011: 21) persyaratan dalam diskusi kelompok sebagai berikut:

1. Suasana yang kondusif

2. Ciptakan rasa aman dan nyaman pada setiap orang

3. Kepemimpinan yang mendukung dan melakukan secara bergiliran 4. Perumusan tujuan dengan jelas apa yang mau didiskusikan. 5. Manfaatkan waktu dengan ketat namun fleksibel

6. Ada kesepahaman atau mufakat sebelumnya (consensus) 7. Ciptakan kesadaran kelompok (awareness)


(47)

Jadi, keterampilan sosial pada peserta didik selain harus dikembangkan juga harus disertai faktor lain yang medukung seperti suasana yang kondusif, kenyamanan, kesadaran dan kepemimpinan yang mendukung sehingga keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi pada siswa terbentuk dengan baik. Selain itu, dalam meningkatkan keterampilan sosial dapat di capai melalui proses pembelajaran, pelatihan dan penilaian berbasis portofolio.

3. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Komalasari, 2011: 62).

Pendapat lain juga diungkapkan oleh ahli lain yang juga mendefinisikan tentang pembelajaran kooperatif. Huda (2011: 32) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai small groups of learners working togheter as a team to solve a problem, compete a task, or accomplish a common goal (kelompok kecil pembelajar atau siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan tugas, atau mencapai satu tujuan bersama). Sedangkan menurut menurut Davidson dan Warsham dalam Isjoni (2011: 28) Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik.


(48)

Berdasarkan pendapat yang sudah dikemukakan, dapat diartikan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan begitu siswa akan saling membelajarkan dan bertanggung jawab atas belajarnya dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada mereka.

Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Hal ini sama dengan tujuan pembelajaran kooperatif menurut Johnson dalam Trianto (2009 : 57) yang menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun kelompok.

Banyak model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa menurut Suprijono (2011: 89), diantaranya yaitu: a) Jigsaw; b) Think Pair


(49)

Share; c) Role Playing; d) Fish Bowl; e) Snowball Throwing; f)Time Token Arrends; g)Buzz Group.

4. Model Pembelajaran Kooperatif tipeTime Token

Model pembelajaran time token itu sendiri adalah salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatakan hasil belajar akademik dan untuk mengajarkan keterampilan sosial/ kelompok pada siswa. Menurut Ibrahim (2005: 15) time token adalah suatu kegiatan khusus yang dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kartu-kartu berbicara,time tokendapat membantu membagikan peran serta lebih merata pada setiap siswa. Model pembelajaran tipe time token ini memiliki karateristik pada teori konstruktivisme karena pada teori konstruktivisme siswa dituntut untuk menggali kemampuan atau pengetahuannya yang ia miliki berdasarkan pengalamannya sehinga pengetahuan siswa dapat terbangun secara sendirinya. Hal ini dapat dilihat pada penerapan model pembelajaran time token pada saat siswa menggunakan kartu berbicaranya, mereka akan menemukan dan menyampaikan sesuatu yang ia ketahui sesuai dengan pembicaraan yang sedang berlangsung sehingga hal ini akan membangun pengetahuan siswa itu sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.

Model pembelajaran time token memiliki langkah-langkah penerapan seperti yang disampaiakan oleh Miftahul Huda. Menurut Huda (2014: 240) langkah dalam menerapkan model pembelajarantime tokenadalah sebagai berikut.


(50)

b. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal. c. Guru memberi tugas pada siswa.

d. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa.

e. Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar. Satu kupon untuk satu kesempatan berbicara. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.

f. Guru memberi sejumlah nilai berdasarkan waktu yang digunakan tiap siswa dalam berbicara.

Selain langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran time token dengan memberikan kupon berbicara pada siswa, model pembelajaran ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, seperti yang disampaikan Huda. Menurut Huda (2014: 241) Strategi time token memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

a. Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasi

b. Menghindari dominasi siswa yang pandai berbicara atau yang tidak berbicara sama sekali

c. Membantu siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran

d. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (aspek berbicara) e. Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat

f. Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan, berbagi, memberikan masukan, dan memiliki sikap keterbukaan terhadap kritik

g. Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain

h. Mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang dihadapi, dan

i. Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.

Akan tetapi, ada beberapa kekurangan time token yang juga harus menjadi pertimbangan, antara lain:

a. Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja b. Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak

c. Memerlukan banyak waktu untuk persiapan. Dalam proses pembelajaran, karena semua siswa harus berbicara satu per satu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya, dan

d. Kecenderungan untuk sedikit menekan siswa yang pasif dan membiarkan siswa yang aktif untuk tidak berpartisipasi lebih banyak di kelas.


(51)

5. Model Pembelajaran Kooperatif tipeTwo Stay Two Stray

Pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray merupakan pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990), metode ini bisia digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Metode TS-TS merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik (Huda, 2014: 207).

Selain model two stay two stray digunakan untuk membentuk siswa saling bekerja sama dan saling mendorong untuk berprestasi, model pembelajaran two stay two stray juga memiliki langkah-langkah penerapannya. Komalasari (2013: 68) mengungkapkan two stay two stray memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Caranya:

1. siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang 2. setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua

kelompok yang lain

3. dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka

4. tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain

5. kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka.

Jika dilihat dari cara yang diungkapkan di atas maka dengan menggunakan model pembelajaran tipe two stay two stray ini siswa akan belajar untuk berbagi informasi dengan kelompok lain. Pada tahap ini nantinya siswa akan mulai untuk menyeleksi informasi yang diperoleh dari kelompok lain kemudian langkah selanjutnya adalah mendiskusikan informasi tersebut dengan kelompoknya masing-masing sebelum menarik kesimpulan. Sehingga pada kegiatan ini terdapat indikator untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa.


(52)

Selanjutnya, tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh ahli sebelumnya, Huda (2014: 207) menyatakan Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray seperti yang diungkapkan, antara lain:

1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa.Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling mendukung.

2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing. 3. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang.

Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.

4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.

5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 8. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

Berdasarkan penjelasan tentang modeltwo stay two straytidak jauh berbeda satu sama lain karena pada dasarnya model pembelajaran ini menekankan pada penguasaan materi yang baik bagi pasangan yang berperan sebagai tamu dan pasangan tuan rumah. Penguasaan materi tersebut akan digunakan untuk berdiskusi dengan kelompok lain, sehingga siswa dapat mempelajari masalah yang ada dan memiliki kemampuan atau keterampilan untuk memecahkan masalah tersebut.


(53)

Pendapat lain diungkapkan Sani (2013: 191) yang menggambarkan skema pergantian anggota kelompok dalam pembelajaran two stay two stray sebagai berikut:

Diskusi Pertama Diskusi Kedua

Gambar 2: StrukturTwo Stay Two Stray

Berdasarkan gambar di atas, merupakan struktur diskusi dalam model pembelajaran TS-TS yang mana guru harus menjelaskan terlebih dahulu agar siswa tidak merasa bingung. Pengkondisian kelas agar tetap kondusif saat proses pergantian tersebut juga menjadi komponen penting yang harus dikuasai guru, namun model pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif guru untuk mengatasi kebosanan siswa terhadap model pembelajaran konvensional.

Model pembelajarantwo stay two straymemiliki kelebihan dan kekurangan, Aminy (2014: 37) mengungkapkan kelebihan dari model pembelajaran koperatif tipe TSTS adalah sebagai berikut:

a. dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan b. belajar siswa menjadi menjadi lebih bermakna c. lebih berorientasi pada keaktifan berpikir siswa d. meningkatkan motivasi dan hasil belajar

e. memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menentukan konsep sendiri dengan cara memecahkan masalah

f. memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompok

A B C D

E F G H

P Q R S

A B E P

C Q G H

D F R S


(54)

g. membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman h. meningkatkan motivasi belajar siswa.

Kelemahan dari model pembelajaran tipe TSTS: a. membutuhkan waktu lama

b. siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, terutama yang tidak terbiasa belajar kelompok akan merasa asing dan sulit untuk bekerjasama c. bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga) d. seperti kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya diskusi

sehingga siswa yang kurang pandai memiliki kesempatan yang sedikit untuk mengeluarkan pendapatnya

e. guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat diartikan bahwa pada model pembelajaran tipe two stay two stray merupakan model pembelajaran yang menekankan siswa bekerjasama dalam kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 siswa yang heterogen. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama. Setelah selesai, 2 anggota masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain, dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagi informasi dan hasil kerja mereka ketamu mereka. Apabila sudah jelas, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain kemudian membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua. Pada saat diskusi bersama kelompoknya dan membandingkan dengan hasil diperoleh dari kelompok lain maka memerlukan tingkat berpikir kritis yang tinggi untuk menghasilkan keputusan atau kesimpulan yang tepat.


(55)

6. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

IPS Terpadu adalah salah satu mata pelajaran yang ada di Sekolah Menengah Pertama. IPS Terpadu merupakan gabungan dari beberapa mata pelajaran yang berdiri sendiri seperti ekonomi, geografi dan sejarah.

Menurut Zubaedi (2011: 288) mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran disekolah yang didesain atas dasar fenomena, masalah dan realitas sosial dengan pendekatan interdisipliner yang melibatkan berbagai cabang ilmu-ilmu dan humanioran seperti kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, pendidikan.

Hal tersebut berarti bahwa IPS Terpadu mempelajari masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat sehingga harus memadukan berbagai cabang ilmu pengetahuan.

Menurut pusat kurikulum badan penelitian dan pengembangan Depdiknas (2006) dalam Mayani (2011: 11-12) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan intergrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu soosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial. Adapun tujuan IPS adalah agar peserta didik memilki kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis, dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global. Seperti halnya dengan yang dikemukakan oleh Zubaidi (2011: 289) yang menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran IPS mencakup empat hal yaitu: 1. Mengembangakan pengetahuan dasar kesosiologian, kegeografian,

keekonomian, kesejarahan, dan kewarganegaraan (atau konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan),

2. Mengembangkan kemampuan berfikir kritis, keterampilan inkuiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial,


(56)

3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan (serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa),

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetensi, dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional.

Jadi, Ilmu Pengetahuan Sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang ekonomi, sejarah, geografi dan ilmu sosial yang lain yang disesuaikan dengan psikologi perkembangan peserta didik dengan tujuan peserta didik dapat menjadi warga negara yang baik yang berguna bagi dirinya, bangsa, dan negara. Adapun kompetensi inti dan kompetensi dasar pelajaran IPS Terpadu kelas VII adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran IPS Terpadu Kelas VII SMP Negeri 1 Sukoharjo Kabupaten Pringsewu

Kompetensi inti Kompetensi Dasar

1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghargai dan menghayati

perilaku jujur, disiplin,

tanggungjawab, peduli (toleransi, gotongroyong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya 3. Memahami pengetahuan (faktual,

konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret

(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang)

Keadaan Alam dan Aktivitas Penduduk Indonesia

1. Letak wilayah dan pengaruhnya bagi keadaan alam indonesia 2. Keadaan alam Indonesia 3. Kehidupan sosial masyarakat

pada masa praaksara, Hindu-Budha, dan Islam

4. Konektivitas antar ruang dan waktu

Keadaan Penduduk Indonesia 1. Asal usul Penduduk Indonesia 2. Ciri atau karakteristik penduduk

Indonesia

3. Mobilitas penduduk antara wilayah di Indonesia

4. Pengertian dan jenis lembaga sosial


(57)

Tabel 2 (lanjutan)

sesuaidengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Alam

1. Pengertian dan

pengelompokkan sumberdaya alam

2. Potensi dan sebaran

sumberdaya alam indonesia 3. Kegiatan ekonomi dan

pemanfaatan potensi sumberdaya alam

Dinamika Interaksi Manusia 1. Dinamika interaksi manusia

dengan lingkungan 2. Saling keterikatan antar

komponen alam

3. Interaksi manusia dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, budaya dan ekonomi 4. Keragaman sosial budaya

sebagai hasil dinamika interaksi manusia

5. Hasil kebudayaan masyarakat indonesia pada masa lalu

7. Kecerdasan Spiritual

Setiap manusia tentu saja memiliki keyakinan dan rasa ingin tahu dari berbagai dinamika kehidupan yang dijalani, sehingga menimbulkan suatu kemampuan yang khusus di dalam setiap bentuk apapun keputusan yang diambil untuk suatu tindakan. Kecerdasan adalah ukuran keterampilan intelek seseorang atau kecerdasan mental seseorang, beserta daya penalaran seseorang (Levin 2005: 2). Istilah spiritual berasal dari bahasa latin yang berarti sesuatu yang memberikan kehidupan atau vitalitas pada sebuah system sehingga kecerdasan spiritual sebenarnya adalah kecerdasan yang


(58)

menyangkut imajinasi dan juga keputusan seseorang dalam menghadapi suatu persoalan.

Dapat diartikan juga bahwa kecerdasan spiritual artinya segala sesuatu yang membuat seseorang ingin merasakan hal yang baru dan juga mengambil keputusan dan mendorong untuk meningkatkan ketajaman dalam berfikir dalam menyikapi sesuatu kehidupan secara manusiawi dan kecerdasan seperti tidak dibentuk dari memori-memori fenomenal tetapi dari aktualisasi itu sendiri, yang juga pada sisi lain manusia harus menjalani hidup spiritual secara intensif. Kecerdasan spiritual adalah gabungan hakikat itu dengan kekuatan daya mental setiap individu. Konteks kecerdasan spiritual sebenarnya adalah perspektif dari segi mentalitas dan kemampuan manusia untuk mencapai apa yang diinginkannya secara naluri.

Danah Zohar dan Ian Marshall dalam Safaria (2007: 15) mendefiniskan kecerdasan spiritual (SQ) sebagai “is the necessary foundation for the effective functioning of both IQ and EQ. it our ultimate intelligence” mereka menegaskan bahwa tanpa kecerdasan spiritual (SQ), maka IQ dan EQ tidak akan berjalan dengan efektif dan optimal. Kecerdasan spiritual menurut mereka merupakan kecerdasan tertinggi manusia, yang melingkupi seluruh kecerdasan yang ada pada manusia. Artinya, kecerdasan spiritual melingkupi seluruh kecerdasan-kecerdasan yang terdapat pada manusia.

Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh ahli lain tentang kecerdasan spiritual. Menurut Levin dalam Safaria (2007: 16) kecerdasan spiritual tertinggi hanya bisa dilihat jika individu telah mampu mewujudkannya dan ter-refleksi dalam kehidupan sehari-harinya. Artinya sikap-sikap hidup individu mencerminkan penghayatannya akan kebajikan dan kebijaksanaan yang dalam, sesuai dengan jalan suci menuju pada Sang


(1)

119

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan hasil keterampilan sosial siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Time Tokendengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model Two Stay Two Stray pada mata pelajaran IPS Terpadu. Hal ini ditunjukkan dari hasil observasi di SMP Negeri 1 Sukoharjo setelah diverifikasi memiliki rata-rata keterampilan sosial yang cukup signifikan yaitu rata-rata keterampilan sosial yang cukup signifikan yaitu pada kelas eksperimen sebesar 22 dan pada kelas kontrol sebesar 19,23.

2. Keterampilan sosial yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Time Token lebih efektif dibandingkan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) bagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi pada mata pelajaran IPS Terpadu. Hal ini terlihat dari hasil observasi di SMP Negeri 1 Sukoharjo setelah diverifikasi memiliki rata-rata keterampilan sosial yang cukup signifikan


(2)

120

yaitu pada kelas eksperimen sebesar 25,8 sedangkan kelas kontrol sebesar 16,909.

3. Keterampilan sosial yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) lebih efektif dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran Time Token bagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah pada mata pelajaran IPS Terpadu. Hal ini terlihat dari hasil observasi di SMP Negeri 1 Sukoharjo setelah diverifikasi memiliki rata-rata keterampilan sosial yang cukup signifikansi yaitu pada kelas eksperimen sebesar 17,8 sedangkan di kelas kontrol sebesar 21,545.

4. Terdapat interaksi penggunaan model pembelajaran dan kecerdasan spiritual terhadap keterampilan sosial siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan SPSS yang menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 maka H0ditolak.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan pada penelitian ini maka peneliti menyarankan 1. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, sebaiknya guru dapat memilih

model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran IPS Terpadu, seperti menggunkan model pembelajaran kooperatif Time Token yang dapat lebih efeketif dalam meningkatkan keterampilan sosial dibandingkan dengan menggunkan model pembelajaran Two Stay Two Stray.


(3)

121

2. Pada penelitian ini siswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi lebih efektif menggunakan model pembelajaran Time Token untuk meningkatkan keterampilan sosial, dan sebaiknya apabila guru ingin meningkatkan keterampilan sosial siswa bagi siswa yang memiliki kecedasan spiritual tinggi terhadap mata pelajaran IPS Terpadu dapat menggunakan model pembelajaranTime Token.

3. Pada penenlitian ini untuk siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah terhadap mata pelajaran IPS Terpadu lebih efektif menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) untuk meningkatkan keterampilan sosial, sebaiknya para guru apabila ingin meningkatkan keterampilan sosial bagi siswa yang memiliki kecerdasan spiritual rendah terhadap mata pelajaran IPS Terpadu disarankan menggunkan model pembelajaranTwo Stay Two Stray.

4. Pada penelitian ini kecerdasan spiritual memiliki pengaruh untuk memilih model pembelajaran yang tepat untuk siswa yag memiliki kecerdasan spiritual tinggi dan rendah terhadap mata pelejaran IPS Terpadu khususnya dalam meningkatkan keterampilan sosial, sebaiknya bagi guru harus lebih dapat mengkreasikan dalam memadukan model pembelajaran dengan kecerdasan spiritual yang dimiliki siswa terhadap mata pelajaran IPS Terpadu.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Afiati, E . 2004.Program Pengembangan Keterampilan Sosial Usia Taman Kanak- Kanak.Tesis (Tidak Diterbitkan) Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. (Diunduh 5 April 2014).

Agustian, Ary Ginanjar. 2013.Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ. Cetakan ke-47. Jakarta:Arga Publishing.

Aminy. Rizka. 2014.Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Two Stay Two Stray (TSTS) dan Mind Mapping Pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Metro Pada Tahun Pelajaran 2013/1014. (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Arikunto, Suharsimi. 2013.Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Cetakan ke-2. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2007.Manajemen Penelitian.Jakarta: Rineka Cipta. Budiningsih, Asri. 2005.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Cahyani, Fenty Eka. 2012.Efektivitas Model Kolaborasi Quantum Teaching, Two

Stay Two stray dalam Meningkatkan Aktivitas dan Penguasaan Konsep Matematis Siswa pada Siswa Kelas VII SMP AL-Azhar 3 Bandar Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Danah Zohar dan Ian Marshall. 2005.SQ Memanfaatkan Kecerdasan Memaknai Kehidupan,Terjemahan Rahmi. Bandung: Kronik Indonesia Baru.

Hamalik, Oemar. 2001.Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamzah. 2008.Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi

Aksara.

Handayani, Sri. 2004. Jurnal Pendidikan.Vol.5. No. 1. Pengembangan Model Pembelajaran Children Learning In Science Meningkatkan Keterampilan Berpikir Rasional.

http://www.psychologymania.com/2012/12/definisi-keterampilan-sosial.html. (Diakses 2 April 2014).


(5)

Huda, Miftahul. 2014.Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur Dan Model Terapan. Cetakan ke-7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Huda, MIftahul. 2014.Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ibrahim, M, dkk. 2005.Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : University Press. Isjoni, H. 2011.Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi

Antara Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komalasari, K. 2011.Pembelajaran Konstektual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Levin, Michal. 2005.Spiritual Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Maryani, Enok. 2011.Pengembangan Program Pembeajaran IPS untuk

Peningkatan Keterampilan Sosial. Cetakan ke-1. Bandung: Alfabeta. Nisa, Zul Fatun. 2010.Efektivitas Model Pembelajaran Koperatif Tipe Time

Token Arrends dan Direct Instruction terhadap Hasil Belajar Kognitif Kimia Kelas X Semester 2 di SMA Negeri Banguntapan.

(Online) diakses pada tanggal 23 November 2014.

Pidarta, Made. 2009.Landasan Kependidikan. Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka Cipta.

Pramono, Bayu. 2013.Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan

Spiritual terhadap Organizational Citizenship (Studi pada Bank Syariah di Bandar Lampung).Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Rusman. 2012.Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Safaria, Triantoro. 2007.Spiritual Intelegence. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Siregar, Eveline.2014.Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Soemanto. 2003.Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 2005.Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2013.Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan ke-17. Bandung: Alfabeta.


(6)

Syah, Muhibbin. 2007.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya

Trianto. 2009.Mendesain Model Pembelajaran Inovativ-Progresif ,Konsep Landasan dan Implementasinya pada KTSP. Jakarta: Kencana Media Group.

Utami, Umi Ulfah. 2012.Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Hasil Belajar (PTK di Kelas VII C SMPN 2 Kalianda). Bandar Lampung: Universitas Lampung. Zubaedi. 2011.Desain Pendidikan Karakter.Jakarta: Kharisma Putra Utama.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)

0 8 204

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY- Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Staytwo Stray (TS-TS) Dalam Meningkatkan Keterampilan Menyimak Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD Negeri Pringanom 3 Tahun Ajaran2012/2013

0 2 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY- Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Staytwo Stray (TS-TS) Dalam Meningkatkan Keterampilan Menyimak Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD Negeri Pringanom 3 Tahun Ajaran2012/2013

0 2 14

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TWO STAY TWO STRAY (TS-TS) DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA Penerapan Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (Ts-Ts) Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII B SMP N

0 0 14

MODEL KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY

0 0 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA FITRA YULIA ROZI Guru IPS SMP Negeri 6 Pekanbaru fitriagmail.com ABSTRAK - PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TS

0 0 12

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPA PESERTA DIDIK YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY-TWO STRAY (TS-TS) DENGAN TIPE

0 0 209