PERILAKU MAKAN DAN MENGGARAM GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI RESORT PEMERIHAN TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

(1)

ABSTRACT

FEEDING AND SALTING BEHAVIOR OF SUMATRAN ELEPHANTS (Elephas maximus sumatranus) IN PEMERIHAN RESORT OF

BUKIT BARISAN SELATAN NATIONAL PARK

By

Dea Andhari Resphaty

Bukit Barisan Selatan National Park is one of the habitat of sumatran elephants. Feed and mineral salts are affect the quality of elephants life. The importance of data the feeding behavior and adequacy of mineral salts are the reasons for this research. The aim of these research were to analyze the feeding and salting behavior of sumatran elephants and to find out mineral salt content of the soil in the saltlick. The research was done on January 2015 in TNBBS Pemerihan Resort. The research methods of daily behavior used Focal Animal Sampling, the methods of feeding and salting behavior used descriptive analysis, mineral content analysis used Microwafe Plasma–Atomic Emission Spectrometer (MP-AES) supported by interview and literature studies. Feeding behavior had higher rate (70%) or 6 hours per day. The number of plant species eaten by Arni (75) and Yongki (78) species including 34 families. The parts that were eaten such as leaf (27,19%), stem (25%), root (21,93%), flower (8,77%), nursling (2,63%), fruit (7,89%), bark (3,07%), tuber (1,32%), branch (1,32%) and midrib (0,88%). The ways how to take the feed were by uproot, pulling, break, pluck, snatch, overthrow, kicking, pick up, peeling and stab. The source of the feed obtained from secondary forests, primary forests, meadow, shrubs, riparian, swamps, and drop-in. Salting behavior of Yongki (0,08%) of total daily behavior. The source of salt obtained from soil and mud on riparian, cliffs, primary forest, secondary forest and meadow. Salting was done by taking directly using trunk and put into the mouth. The results of the analyzed of mineral salt content in the soil there are Ca (0.190%), Mg (0,013%), K (0.158%). In the mud Ca (0323%), Mg (0.405%) and K (0.233%). Elephant prefer to the mud because mineral content in it is higher than soil.

Keywords : Sumatran elephants, feeding behavior, salting behavior, mineral salt content of the soil.


(2)

PERILAKU MAKAN DAN MENGGARAM GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI RESORT PEMERIHAN

TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

Oleh

DEA ANDHARI RESPHATY

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(3)

ABSTRAK

PERILAKU MAKAN DAN MENGGARAM GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI RESORT PEMERIHAN TAMAN

NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

Oleh

Dea Andhari Resphaty

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan salah satu habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Pakan, dan garam mineral berpengaruh terhadap kualitas hidup gajah. Pentingnya mengetahui perilaku makan, dan kandungan garam mineral menyebabkan penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perilaku makan, dan menggaram gajah sumatera serta mengetahui kandungan garam mineral tanah di tempat gajah menggaram. Penelitian dilaksanakan pada Januari 2015 di Resort Pemerihan TNBBS. Metode penelitian perilaku harian menggunakan Focal Animal Sampling, perilaku makan, dan menggaram meggunakan analisis deskriptif, analisis kandungan garam menggunakan Microwafe Plasma– Atomic Emission Spectrometer (MP-AES) serta didukung wawancara, dan studi literatur. Perilaku makan memiliki proporsi tertinggi (70%) atau 6 jam perhari. Jumlah jenis tumbuhan yang dimakan Arni (75), dan Yongki (78) spesies termasuk ke dalam 34 famili. Bagian yang dimakan yaitu daun (27,19%), batang (25%), akar (21,93%), bunga (8,77%), buah (7,89%), kulit (3,07%), umbut (2,63%), umbi (1,32%), ranting (1,32%), dan pelepah (0,88%). Cara mengambil pakan yaitu mencabut, menarik, mematahkan, memetik, merenggut, merobohkan, menendang, memungut, mengupas, dan menusuk. Sumber pakan berasal dari hutan sekunder, hutan primer, padang rumput, semak belukar, pinggir sungai, rawa, dan drop in.

Perilaku menggaram Yongki (0,08%) dari total perilaku harian. Sumber garam berasal dari tanah, dan lumpur di pinggir sungai, tebing, hutan primer, hutan sekunder, dan padang rumput. Menggaram dilakukan dengan cara mengambil langsung dengan belalai, dan dimasukkan kedalam mulut. Jumlah garam mineral yang terkandungan pada sample tanah yaitu Ca (0,190%), Mg (0,013%), K (0,158%). Pada lumpur Ca (0.323%), Mg (0,405%), K (0,233%). Gajah sering menggunakan lumpur untuk menggaram karena kandungan mineralnya lebih tinggi dibanding tanah.

Kata kunci : Gajah sumatera, perilaku makan, perilaku menggaram, kandungan garam mineral tanah.


(4)

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 17 September 4

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dea Andhari Resphaty dilahirkan di kota Bandar Lampung, pada tanggal 3 Mei 1994 sebagai anak ke dua dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs. Arifin dan Ibu Dra. Musri Utami.

Pendidikan yang ditempuh penulis yaitu pada tahun 1999 lulus dari Taman Kanak-kanak (TK) YWKA Tanjung Karang, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Labuhan Dalam selesai pada tahun 2005, tahun 2008 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 19 Bandar Lampung, dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Natar Lampung selatan yang diselesaikan pada tahun 2011. Penulis tercatat sebagai mahasiswi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Unila.

Selama menjadi mahasiswi penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HIMASYLVA), dan pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Biometrika Hutan pada tahun 2013, dan 2014 serta asisten dosen mata kuliah Analisis Keanekaragaman Hayati pada tahun 2015.


(5)

Pada Januari 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Gunung Sugih Besar, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, dan melaksanakan Praktik Umum (PU) Kehutanan pada Juli 2014 di Perum Perhutani Devisi Regional Jawa Tengah, dan telah menyelesaikan laporan dengan Judul “Keanekaragaman Aves, Herpetofauna, dan Mamalia di RPH Kepoh BKPH Selogender KPH Randublatung Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah” yang telah dipresentasikan pada Seminar Nasional Agroforestry V di Ambon dengan judul “Upaya Konservasi Satwa Liar di Perum Perhutani”. Pada tahun 2015 penulis melakukan penelitian dengan judul “Perilaku Makan dan Menggaram Gajah Sumatera di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan”.


(6)

(7)

(8)

(9)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya sederhanaku ini kepada orang-orang yang kusayangi

Ayahanda Drs. Arifin, dan Ibunda Dra. Musri Utami yang telah merawat, mendidik dan membesarkanku, selalu mendukung baik moril maupun materiil dengan penuh kasih sayang

dan kesabaran

Saudaraku Korry Yulidha Hapsari, Ardis Alzena Andrini, dan Mahesa Gymnastiar Arifin yang selalu memberikan kehangatan, kasih sayang dan canda tawa

Sahabat-sahabatku, dan saudaraku angkatan 2011 yang selalu memberikan kekuatan, keceriaan, bantuan dan semangat baik suka maupun duka

Guru dan dosenku yang telah memberikan ilmunya, mengajarkan dengan penuh ketulusan dan memotivasi untuk meraih kesuksesan

Calon pendamping hidupku sebagai motivasi untuk memantaskan diri menjadi lebih baik

serta HIMASYLVA dan almamater UNILA yang kubanggakan .


(10)

MOTTO HIDUP

Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari

ilmu Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga

(HR Muslim)

Bagi orang berilmu yang ingin meraih kebahagiaan di

dunia maupun di akhirat, maka kuncinya hendakalah ia

mengamalkan ilmunya kepada orang-orang

(Syaikh Abdul Qodir Jailani)

Ada sesuatu yang menantimu selepas kesabaran yang kau

jalani, yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa

pedihnya rasa sakit

(Ali bin Abi Thalib)

Dengan bersyukur sesuatu yang sederhana akan menjadi

sempurna dan yang biasa menjadi istimewa


(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin sembah sujud, dan syukur kepada Allah SWT berkat karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi sederhana dengan judul ”Perilaku Makan dan Menggaram Gajah Sumatera (Elephas maximu sumatranus) di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.

Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

(1) Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. Selaku Pembimbing I sekaligus sebagai Rektor Universitas Lampung yang telah memberikan waktu, saran, dan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi. (2) Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P. Selaku Pembimbing II sekaligus


(12)

telah menjadi ibu, selalu memberikan motivasi, semangat, masukan, dan nasihat selama menuntut ilmu di Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. (3) Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. Selaku Pembahas sekaligus sebagai

Ketua Jurusan Kehutanan, yang telah memberikan masukan, saran, dan kritikan selama penulisan skripsi untuk menjadi lebih baik.

(4) Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. Selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bapak/Ibu WD I, WD II, WD III serta seluruh Staf pegawai Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah membantu penulis.

(5) Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dengan ikhlas, sehingga penulis mampu menyelesaikan perkuliahan dengan gelar S.Hut.

(6) Bapak Timbul Batu Bara selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Bapak Jaya selaku Kepala Bidang. Bapak Jhonfa, Ibu Tri, dan Ibu Susan selaku Staf BBTNBBS serta Bang Anton WWF yang membantu penulis selama pengurusan SIMAKSI.

(7) Keluarga besar di Resort Pemerihan. Bapak Philipus selaku Kepala Resort Pemerihan. Mas Supri, Mas Manin, Mas Gendon, Mas Gianto, Mas Pungut, Mas Sulis, dan Mas Dwi selaku mahout gajah. Esa Nuroktarin serta keluarga Bapak Kamsi. Terimakasih atas bantuannya selama pengumpulan data di lokasi penelitian.

Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT mencatat, dan mengganti semuanya sebagai


(13)

amal sholeh. Sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal dari perjuangan panjang untuk mencapai kesuksesan. Sedikit harapan semoga karya kecil ini dapat berguna, dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data gajah yang menjadi objek penelitian di Resort Pemerihan

TNBBS 2015 ... 30 2. Total perilaku harian gajah sumatera selama 126 jam pengamatan

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 31 3. Jenis dan bagian tumbuhan pakan gajah serta frekuensi makan gajah

sumatera di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 35 4. Jenis tumbuhan yang paling disukai oleh gajah sumatera

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 60 5. Hasil analisis kandungan Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan

- Kalium (K) pada lumpur dan tanah di Resort Pemerihan

TNBBS 2015 ... 73 6. Persyaratan garam mineral gajah dan hasil analisis kandungan

Ca, Mg, dan K pada satlicks di Sektor Borju Taman Nasional


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Diagram alir kerangka pemikiran perilaku makan dan menggaram

gajah sumatera di Resort Pemerihan TNBBS ... 7 2. Peta lokasi menggaram gajah sumatera di Resort Pemerihan

TNBBS 2015 skala 1:4000 ... 18 3. Proporsi perilaku makan gajah sumatera terhadap perilaku minum,

istirahat, pindah, berkubang, kawin, dan menggaram

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 32 4. Famili yang memiliki jumlah spesies paling banyak dimakan oleh

gajah sumatera di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 39 5. Persentase bagian tumbuhan yang dimakan gajah sumatera

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 42 6. Cara gajah mengambil tumbuhan pakan terhadap jumlah jenis

tanaman di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 45 7. Cara gajah makan dengan mengunyah sekaligus mengambil

tumbuhan pakan pada penelitian di Resort Pemerihan TNBBS ... 46 8. Cara gajah mengibaskan pakan di gading pada penelitian

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 47 9. Cara gajah menarik tumbuhan langkap (Arenga obtusifolia) pada

penelitian di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 48 10. Cara gajah menarik batang tumbuhan rau (Dracotomelon dao)


(16)

11. Cara gajah merenggut tanaman bambu tali (Gigantochloa apus)

pada penelitian di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 50 12. Akar randu (Bombax ceiba) dan bekas galian tanah yang dilakukan

oleh gajah sumatera pada penelitian di Resort Pemerihan TNBBS 2015 . 53 13. Cara gajah menusuk batang kayu damar (Shorea javanica)

pada penelitian di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 53 14. Cara gajah memetik buah sigar jalak (Flueggea virosa)

pada penelitian di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 54 15. Jumlah jenis tumbuhan pakan gajah berdasarkan sumbernya

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 55 16. Pelepah kelapa (Cocos nutcifera) sebagai pakan drop in untuk

gajah sumatera di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 59 17. Pahitan (Panicium repens) jenis tumbuhan yang disukai gajah

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 61 18. Putri malu (Mimosa pudica) jenis tumbuhan yang disukai gajah

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 62 19. Rotan (Callamus spp) jenis tumbuhan yang disukai gajah sumatera

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 62 20. Tepus (Alpinia spp) jenis tumbuhan yang disukai gajah

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 63 21. Langkap (Arenga obtusifolia) jenis tumbuhan yang disukai gajah

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 63 22. Mantangan (Merremia peltata) jenis tumbuhan yang disukai gajah

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 64 23. Gelagah (Saccharum spontaneum) jenis tumbuhan yang disukai gajah

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 64 24. Ki kerbau (Mimosa pigra) jenis tumbuhan yang disukai gajah

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 65 25. Ladingan (Cyperus sp) jenis tumbuhan yang disukai gajah


(17)

26. Blembeman (Ishaemum timorense) jenis tumbuhan yang disukai gajah

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 66 27. Kelandri (Bridelia monoica) jenis tumbuhan yang disukai gajah

di Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 66 28. Pacingan (Costus speciosus) jenis tumbuhan yang disukai gajah di

Resort Pemerihan TNBBS 2015 ... 67 29. Lokasi tempat tidur gajah yang digunakan untuk menggaram


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) menetapkan status gajah sumatera dalam kondisi kritis (critically endangered) (World Wide Fund For Nature, 2013). Sedangkan CITES

(Convention on International Trade of Endangered Species/ Konvensi tentang Perdagangan International Satwa, dan Tumbuhan) telah mengkategorikan gajah asia (Elephas maximus) dalam kelompok Appendix I yaitu daftar tentang perlindungan seluruh spesies tumbuhan, dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan (Departemen Kehutanan, 2007).

Wilayah penyebaran gajah sumatera meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung (Departemen Kehutanan, 2007). Menurut Hariyanto (2009) gajah sumatera banyak melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah yang luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat, diantaranya hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah, dan hutan hujan pegunungan rendah.


(19)

2

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) adalah perwakilan hutan dataran rendah yang merupakan salah satu habitat alami gajah sumatera. TNBBS terletak di ujung selatan bagian barat Propinsi Lampung sampai bagian selatan Propinsi Bengkulu. Keberadaan gajah di TNBBS semakin terancam dengan adanya deforestasi, dan konversi lahan. Gajah akan kehilangan habitat, tempat jelajah, serta berkurang sumber pakannya, selain itu alih lahan menjadi kawasan pertanian akan menarik gajah liar ke areal tersebut untuk mendapatkan pakan, sehingga memicu konflik yang mengancam populasi gajah di TNBBS.

Populasi gajah sumatera semakin mengalami penurunan dari tahun ke tahun karena terjadinya perubahan, dan pergeseran habitat (Fadillah, Yoza, dan Sribudiani, 2014). Menurut hasil survey Hedges, Tyson, Sitompul, Kinnaird, Gunaryadi, dan Aslan (2005) tahun 2001 diperkirakan populasi gajah sumatera di TNBBS sebanyak 498 ekor. Populasi gajah di Sekincau-Suoh TNBBS terus mengalami penurunan, pada tahun 1980an populasi gajah berjumlah sekitar 60 ekor, tahun 1993 berjumlah sekitar 30 ekor, tahun 2003 berjumlah 16 ekor, dan pada tahun 2007 hanya tinggal 4 ekor (Fadhli, 2012; Saragih, 2014). Salah satu upaya untuk menghambat laju kepunahan gajah adalah dengan mempertahankan populasinya di alam liar (konservasi insitu), dan memelihara sebagian populasinya dalam penangkaran (captivity) atau konservasi eksitu.

Resort Pemerihan merupakan bagian dari kawasan TNBBS. Wilayah ini termasuk dalam daerah jelajah gajah sumatera (Sukmara dan Dewi, 2012). Resort Pemerihan ditetapkan sebagai lokasi program kerja WWF (World Wide Fund For


(20)

3

Nature) yaitu organisasi non-pemerintah internasional yang menangani masalah konservasi, penelitian, dan restorasi lingkungan. Terdapat lima ekor gajah yang tergabung dalam Elephant Patrol Team (EPT) di Resort Pemerihan bertugas menangani konflik antara gajah, dan manusia. Resort Pemerihan merupakan habitat yang cocok bagi gajah karena tersedia komponen yang memenuhi persyaratan hidup gajah di alam seperti naungan, makanan, air, garam mineral, dan ruang atau wilayah jelajah (Home Range).

Menurut Zahrah (2014) untuk mempertahankan kondisi populasi gajah yang sehat harus diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup gajah yaitu faktor kebutuhan hidup seperti pakan, air, dan garam-garam mineral. Gajah membutuhkan pakan dengan keanekaragaman jenis yang tinggi (Fadhli, 2012; Saragih, 2014). Keanekaragaman jenis pakan tersebut untuk memenuhi kebutuhan nutrisi gajah dalam menjalankan aktivitasnya. Seekor gajah makan paling sedikit 300-350 kg tumbuhan per hari (Abdullah, Dahlian, dan Mukhlisin, 2009). Jumlah konsumsi harian yang besar mengharuskan gajah melakukan aktivitas makan dengan aktif (Yudarini, Soma, dan Widyastuti, 2013).

Menggaram (salt lick) merupakan tingkah laku yang dilakukan oleh gajah untuk memenuhi garam-garam mineral yang diperlukan untuk proses metabolisme tubuhnya, dan melancarkan pencernaan makanan (Lekagul dan McNelly, 1977). Ketersediaan tempat menggaram (salt licks) di daerah jelajah gajah sangat menentukan tingkat kesejahteraan satwa ini sehingga informasi mengenai kandungan garam dalam tanah sangat diperlukan sebagai pemenuhan garam mineral bagi gajah (Ribai, Setiawan, dan Darmawan, 2012).


(21)

4

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai perilaku makan, dan perilaku menggaram gajah serta kandungan garam mineral di tanah tempat gajah menggaram di Resort Pemerihan TNBBS. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi serta bahan pertimbangan dalam pengelolaan pakan, dan pemenuhan kebutuhan garam bagi gajah sumatera yang ada di Resort Pemerihan TNBBS.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perilaku makan gajah sumatera di Resort Pemerihan TNBBS ? 2. Bagaimanakah perilaku menggaram gajah sumatera di Resort Pemerihan

TNBBS ?

3. Berapa besarkah kandungan garam mineral ditempat gajah sumatera menggaram di Resort Pemerihan TNBBS ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis perilaku makan gajah sumatera yang ada di Resort Pemerihan TNBBS.

2. Menganalisis perilaku menggaram gajah sumatera di Resort Pemerihan TNBBS.

3. Mengetahui kandungan garam mineral di tempat gajah sumatera menggaram di Resort Pemerihan TNBBS.


(22)

5

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai perilaku makan, dan menggaram gajah serta kandungan garam mineral dalam tanah di tempat menggaram gajah, dan sebagai bahan pertimbangan dalam pemeliharaan gajah yang meliputi pengelolaan pakan dan pemenuhan kebutuhan garam mineral untuk gajah sumatera yang ada di Resort Pemerihan TNBBS.

E. Kerangka Pemikiran

Gajah membutuhkan jumlah makanan yang banyak, tetapi tidak semua tumbuhan disekitarnya dimakan. Gajah memiliki tingkat preferensi individual terhadap jenis-jenis pakan alami (Supartono, 2007). Berdasarkan penelitian Saragih (2014) pakan alami yang paling disukai oleh gajah sumatera yang ada di Resort Pemerihan TNBBS terdiri dari enam jenis yaitu tepus (Alpinia spp), ilalang (Immperata cylindrical), mantangan (Meremmia peltata), kacangan (Desmodium dichototum),

paku merak (Selaginella wildenowii), dan rotan sabut (Korthalasia sp). Gajah mengambil tumbuhan yang diperoleh dengan cara mematahkan, menarik, mencabut, atau merenggut (Sukumar, 2003; Supartono, 2007). Perilaku makan tersebut disesuaikan dengan jenis tanaman yang dimakan oleh gajah. Sitompul (2011) melaporkan bahwa sebagian besar aktivitas harian gajah digunakan untuk aktivitas makan.

Selain dari makan, menggaram juga merupakan perilaku yang sering dilakukan oleh gajah. Menggaram (salt lick) merupakan tingkah laku yang dilakukan oleh gajah untuk memenuhi garam-garam mineral yang diperlukan untuk proses


(23)

6

metabolisme tubuhnya, dan melancarkan pencernaan makanan (Lekagul dan McNelly, 1977). Menurut Ward (2005) dalam Ribai (2011) gajah sumatera membutuhan garam mineral sebesar 0,335% untuk menjaga daya tahan tubuhnya. Penelitian tentang perilaku makan, dan menggaram gajah sumatera di Resort Pemerihan TNBBS dilakukan dengan mengikuti gajah, dan mengamati perilaku harian gajah menggunakan metode focal animal sampling, sehingga dapat diketahui proporsi perilaku makan gajah terhadap perilaku lainnya. Perilaku makan dan menggaram gajah diamati secara deskriptif, dan kandungan garam dalam tanah tempat gajah menggaram diketahui melalui analisis dengan metode

Microwave Plasma-Atomic Emission Spectrometer (MP-AES) yang dilakukan di laboratorium Fakutas Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian perilaku makan, dan menggaram gajah sumatera di Resort Pemerihan TNBBS dideskripsikan pada Gambar 1.


(24)

7

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian perilaku makan dan menggaram gajah sumatera di Resort Pemerihan TNBBS 2015

Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus)

Sampel tanah Metode Focal animal sampling - Makan - Minum - Istirahat - Pindah - Menggaram - Berkubang - Kawin -Metode Microwave Plasma-Atomic Emission Spectrometer (MP-AES) Kandungan garam dalam tanah Perilaku Menggaram

-Sumber garam

-Lokasi menggaram

-Cara menggaram

-Waktu menggaram

Kelestarian Perilaku

Makan

- Waktu makan - Jenis pakan - Bagian yang

dimakan

-Sumber pakan - Cara makan - Palatabilitas pakan

Studi Literatur

- Perilaku harian gajah

- Perilaku makan gajah

- Jenis pakan gajah - Perilaku

menggaram gajah - Kandungan

garam dalam tanah Wawancara - Sumber garam - Lokasi menggaram - Cara menggaram - Waktu menggaram


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Klasifikasi Gajah Sumatera

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu

Elephas maximus maximus, dan Elephas maximus indicus hidup di anak benua India, Asia Tenggara, dan Borneo (Hamid, 2002). Klasifikasi gajah sumatera menurut Lekagul dan McNeely (1977) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Mammalia Bangsa : Proboscidea Suku : Elephantidae Marga : Elephas

Jenis : Elphas maximus


(26)

9

B. Morfologi Gajah Sumatera

Gajah memiliki kulit berwarna abu-abu bercampur dengan warna coklat. Kulit gajah sangat tebal, dan kering, terdapat rambut-rambut halus di seluruh tubuhnya (Ciszek, 1999). Jejak kaki pada gajah sumatera dewasa berukuran antara 35-44 cm, dan pada jejak kaki gajah muda berukuran antara 18–22 cm (Poniran, 1974).

Gajah afrika memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan gajah asia. Gajah afrika baik jantan maupun betina memiliki gading yang panjang. Hanya gajah asia betina yang memiliki gading yang kecil tersembunyi di balik bibir. Gajah mampu hidup hingga 60-70 tahun (Santiapillai dan Jackson, 1990).

C. Habitat Gajah Sumatera

Gajah sumatera tersebar di tujuh provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung (Departemen Kehutanan, 2007). Pada dasarnya gajah sangat selektif dalam memilih habitatnya, karena gajah merupakan salah satu hewan yang memiliki kepekaan. Penggunaan habitat gajah dipengaruhi oleh berbagai variasi dalam tiap faktor habitat seperti tipe hutan, penutupan tajuk, ketersediaan pakan yang banyak, ketersediaan pohon mineral, jarak dari hutan primer, ketersediaan pohon gosok badan, ketinggian lahan, kemiringan, dan jarak ke sumber air yang dekat (Abdullah, Asiah, dan Japisah, 2012).


(27)

10

D. Persyaratan Hidup Gajah di Alam

Beberapa persyaratan gajah sumatera agar dapat bertahan hidup di alam antara lain sebagai berikut:

1. Makanan

Vegetasi merupakan komponen penting dari suatu habitat satwaliar sebagai sumber pakan, yang dibutuhkan oleh satwa herbivora. Sumber pakan merupakan kebutuhan pokok atau komponen utama dalam suatu habitat untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa (Khanna, Ravichandran, dan Kushwaha, 2001). Gajah sumatera termasuk satwa herbivora sehingga membutuhkan ketersediaan makanan hijauan yang cukup di habitatnya. Gajah juga membutuhkan habitat yang bervegetasi pohon untuk makanan pelengkap dalam memenuhi kebutuhan mineral kalsium guna memperkuat tulang, gigi, dan gading. Karena pencernaannya yang kurang sempurna, gajah membutuhkan makanan yang sangat banyak yaitu 200-300 kg biomassa per hari untuk setiap ekor gajah dewasa atau 5%-10% dari berat badannya (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

2. Air

Air memiliki peranan yang besar terhadap kelangsungan hidup gajah, selain untuk minum air juga digunakan untuk mandi (Alikodra, 2010). Gajah termasuk satwa yang sangat bergantung pada air, sehingga pada sore hari biasanya mencari sumber air untuk minum, mandi, dan berkubang. Gajah dapat melakukan penggalian air sedalam 50-100 cm di dasar-dasar sungai yang kering dengan menggunakan kaki depan, dan belalainya (World Wide Fund For Nature, 2005).


(28)

11

3. Garam Mineral

Garam mineral merupakan salah satu persyaratan hidup gajah yang mutlak harus tersedia (Lekagul dan McNeely, 1977). Garam mineral yang dibutuhkan oleh gajah antara lain: kalsium, magnesium, dan kalium. Garam-garam ini diperoleh dengan cara memakan gumpalan tanah yang mengandung garam, menggemburkan tanah tebing yang keras dengan kaki depan, dan gadingnya, dan makan pada saat hari hujan atau setelah hujan (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

4. Naungan

Pelindung (cover) didefinisikan sebagai struktur sumberdaya lingkungan yang menyediakan fungsi-fungsi alami spesies yang dapat meningkatkan daya reproduksi atau kelangsungan hidup satwa, oleh karena itu cover merupakan hal yang diperhitungkan dalam pemilihan habitat satwaliar (Bailey, 1984). Gajah sumatera termasuk binatang berdarah panas sehingga jika kondisi cuaca panas mereka akan bergerak mencari naungan (thermal cover) untuk menstabilkan suhu tubuhnya agar sesuai dengan lingkungannya. Tempat yang sering dipakai sebagai naungan, dan istirahat pada siang hari adalah vegetasi hutan yang lebat (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

5. Ruang atau Wilayah Jelajah (home range)

Gajah merupakan mamalia darat paling besar yang hidup pada zaman ini, sehingga membutuhkan wilayah jelajah yang sangat luas. Ukuran wilayah jelajah gajah Asia bervariasi antara 32,4 km2-166,9 km2. Wilayah jelajah unit-unit


(29)

12

kelompok gajah di hutan-hutan primer mempunyai ukuran dua kali lebih besar dibanding dengan wilayah jelajah di hutan-hutan sekunder (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

6. Keamanan dan Kenyamanan

Gajah membutuhkan suasana yang aman, dan nyaman agar perilaku kawin (breeding) tidak terganggu, dan proses reproduksinya dapat berjalan dengan baik. Gajah termasuk satwa yang sangat peka terhadap bunyi-bunyian. Penebangan hutan diperkirakan telah mengganggu keamanan, dan kenyamanan gajah karena aktivitas pengusahaan dengan intensitas yang tinggi, dan penggunaan alat-alat berat di dalamnya (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

E. Perilaku Gajah

1. Perilaku Individu a. Makan

Gajah merupakan mamalia terrestrial yang beraktivitas baik di siang maupun malam hari, namun sebagian besar dari mereka beraktivitas dari dua jam sebelum petang sampai dua jam setelah fajar untuk mencari makan. Gajah bukan satwa yang hemat terhadap pakan sehingga cenderung meninggalkan banyak sisa makanan bila masih terdapat makanan yang lebih baik (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Menurut Leckagul dan McNeely (1977), aktivitas makan gajah dimulai pukul enam pagi sampai sore hari menjelang matahari terbenam.


(30)

13

b. Minum

Pada waktu berendam di sungai, gajah minum dengan mulutnya. Sementara, pada waktu di sungai yang dangkal atau di rawa gajah menghisap dengan belalainya. Gajah mampu menghisap mencapai sembilan liter air dalam satu kali hisap. (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Seekor gajah sumatera minum sebanyak 20-50 liter/hari (Poniran, 1974).

c. Berkubang

Gajah sering berkubang di lumpur pada waktu siang atau sore hari di saat sambil mencari minum. Perilaku berkubang juga penting untuk melindungi kulit gajah dari gigitan serangga ektoparasit, selain untuk mendinginkan tubuh. (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Gajah melakukan aktivitas berkubang berupa mandi air, dan mandi lumpur dengan cara berendam ke dalam kolam air yang disediakan, selain itu gajah juga menyemburkan tanah ke punggungnya menggunakan belalai. Perilaku berkubang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh, dan melindungi kulit dari gigitan serangga, dan ektoparasit (Lekagul dan McNeely, 1977).

d. Menggaram (salt lick)

Gajah mencari garam dengan menjilat-jilat benda, dan apapun yang mengandung garam dengan belalainya. Gajah juga sering melukai bagian tubuhnya agar dapat menyikat darahnya yang mengandung garam (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Gajah memanfaatkan organ tubuhnya untuk memperoleh tanah yang mengandung garam yaitu dengan menggunakan belalai, gading, dan kaki (Ribai, 2011).


(31)

14

e. Beristirahat

Gajah tidur dua kali sehari, yaitu pada tengah malam, dan siang hari. Pada malam hari, gajah sering tidur dengan merebahkan diri kesamping tubuhnya, memakai "bantal" terbuat dari tumpukan rumput, dan apabila sudah sangat lelah terdengar pula bunyi dengkur yang keras. Sementara itu, pada siang hari gajah tidur sambil berdiri di bawah pohon yang rindang. Perbedaan perilaku ini, berkaitan dengan kondisi keamanan lingkungan. Apabila kondisinya kurang aman maka gajah akan memilih tidur sambil berdiri, untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan (Shoshani dan Eisenberg, 1982). Menurut (Leckagul dan McNeely, 1977) pada jam delapan pagi sampai jam tiga sore kelompok satwa ini akan beristirahat, karena gajah sumatera tidak tahan terhadap terik matahari dibandingkan dengan gajah Afrika.

2. Perilaku Sosial a. Hidup berkelompok

Gajah sumatera hidup berkelompok di habitat alam dengan jumlah individu berkisar antara 20–60 ekor, bahkan sering ditemukan dalam satu kelompok terdapat 80-100 ekor individu gajah. Satwa ini merupakan spesies yang hidup dengan pola matriarchal yaitu hidup berkelompok, dan dipimpin oleh betina dewasa dengan ikatan sosial yang kuat (Departemen Kehutanan, 2007). Jantan dewasa hidup soliter atau dalam kelompok kecil, dan tidak mempunyai ikatan yang permanen dengan para betina, tetapi mereka mungkin bergabung pada saat aktivitas makan, dan kawin (Santiapillai dan Jackson, 1990). Sedangkan menurut


(32)

15

Padmanaba (2013) dalam Saragih (2014) jumlah anggota kelompok bervariasi tergantung pada musim, dan kondisi sumber daya habitatnya terutama makanan, dan luas wilayah jelajahnya yang tersedia, yaitu lebih dari 30 ekor per kelompok. b. Menjelajah

Gajah membutuhkan wilayah jelajah yang luas lebih dari mamalia terestrial lain (Santiapillai dan Jackson, 1990). Kelompok gajah bergerak dari satu wilayah ke wilayah yang lain, dan memiliki daerah jelajah (home range) yang terdeterminasi mengikuti ketersediaan makanan tempat berlindung, dan berkembang biak. Luasan daerah jelajah akan sangat bervariasi tergantung dari ketiga faktor tersebut (Departemen Kehutanan, 2007). Selama menjelajah, kawanan gajah melakukan komunikasi untuk menjaga keutuhan kelompoknya, gajah berkomunikasi dengan menggunakan soft sound yang dihasilkan dari getaran pangkal belalainya. (Shoshani dan Eisenberg, 1982).

c. Kawin

Gajah tidak mempunyai musim kawin yang tetap, dan bisa melakukan kawin sepanjang tahun, namun biasanya frekuensinya mencapai puncak bersamaan dengan masa puncak musim hujan di daerah tersebut. Gajah jantan sering berperilaku mengamuk atau kegilaan yang sering disebut dengan musht dengan tanda adanya sekresi kelenjar temporal yang meleleh di pipi, antara mata, dan telinga, dengan warna hitam, dan berbau merangsang. Perilaku ini terjadi 3-5 bulan sekali selama 1-4 minggu, perilaku ini sering dihubungkan dengan musim


(33)

16

birahi, walaupun belum ada bukti penunjang yang kuat (Shoshani, dan Eisenberg, 1982).

F. Reproduksi Gajah Sumatera

Usia aktif reproduksi gajah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ketersediaan sumber daya pakan, dan faktor ekologinya seperti kepadatan populasi. Gajah dapat mencapai umur 70 tahun di dalam pemeliharaan, dan selama hidupnya gajah jantan tidak terikat pada satu ekor betina pasangannya. Secara berkala jantan soliter (yang sebagian besar waktu hidupnya sendiri, dan jauh dari kelompoknya) akan menempuh perjalanan yang jauh mencari kelompoknya untuk kawin dengan betina dalam kelompok. Gajah betina siap bereproduksi setelah berumur 8-10 tahun, sementara gajah jantan setelah berumur 12-15 tahun (Hariyanto, 2009). Sedangkan (McKay, 1973; Ishwaran, 1993) menyebutkan bahwa gajah mencapai umur dewasa saat berumur 16 tahun pada gajah jantan, dan 24 tahun pada gajah betina. Kemampuan gajah bereproduksi secara alami rendah, karena masa kehamilan yang cukup lama berkisar antara 18-23 bulan dengan rata-rata sekitar 21 bulan, dan jarak antar kehamilan betina sekitar empat tahun (Sukumar, 2003; Saragih, 2014).

G. MasalahGajah Sumatera

Menurut Indrawan, Primack, dan Supriatna (1998) ancaman utama pada keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh kegiatan manusia adalah perusakan habitat, fragmentasi habitat, dan gangguan pada habitat. Beberapa faktor yang


(34)

17

mengancam populasi gajah, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti pembunuhan, dan perburuan liar, fragmentasi dan kehilangan habitat gajah, kelemahan institusi, dan instabilitas politik (World Wide Fund For Nature, 2005).

Kehilangan habitat, fragmentasi habitat serta menurunnya kualitas habitat gajah karena konversi hutan atau pemanfaatan sumberdaya hutan untuk keperluan pembangunan non kehutanan maupun industri kehutanan merupakan ancaman serius terhadap kehidupan gajah, dan ekosistemnya. Ancaman lain yang tidak kalah serius adalah konflik berkepanjangan dengan pembangunan, dan perburuan ilegal gading gajah (Departemen Kehutanan, 2007).

Berkurangnya habitat gajah akan mengakibatkan pengurangan ruang gerak sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidup dari sisi ekologinya sangat berpotensi untuk menimbulkan konflik antara satwa tersebut dalam kegiatan pembangunan di sekitar habitatnya (Mahanani, 2012).


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Lokasi pengambilan sampel tanah dan lumpur yang digunakan gajah untuk menggaram dideskripsikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta lokasi menggaram gajah pada penelitian perilaku makan dan menggaram gajah sumatera di Resort Pemerihan TNBBS 2015 skala 1:4000 (Sumber: Nugraha dan Resphaty, 2015)

B. Alat dan Objek

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kantong plastik sebagai tempat sampel tanah yang mengandung garam.


(36)

19

2. Global Position System (GPS) untuk mencatat titik koordinat lokasi gajah menggaram.

3. Kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian. 4. Jam tangan digital untuk mencatat waktu pengamatan.

5. Alat tulis untuk mencatat data pengamatan. 6. Tally sheet untuk lembar isian data pengamatan. Objek penelitian yang diamati yaitu:

1. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang berada di Resort Pemerihan TNBBS.

2. Tanah yang mengandung garam mineral di tempat gajah menggaram di Resort Pemerihan TNBBS.

C. Batasan Penelitian

Batasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Objek penelitian ini adalah dua ekor gajah sumatera jantan dan betina yang tergabung dalam Elephant Patrol Team (EPT) di Resort Pemerihan TNBBS. 2. Perilaku gajah yang dicatat meliputi:

a. Makan : Perilaku mengambil pakan, memasukkan ke mulut dan mengunyah.

b. Minum : Perilaku meneguk air dengan mulut atau mengambil air dengan menggunakan belalai dan menuangkan ke dalam mulut.


(37)

20

c. Istirahat : Perilaku seperti berdiri, duduk, berbaring atau diam di suatu lokasi dengan menggerakan ekor, telinga atau belalai. d. Pindah : Perilaku berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

e. Berkubang : Perilaku mandi, berendam di dalam sungai, membasahi tubuh dengan air dan menyemburkan tanah ke tubuh.

f. Menggaram : Perilaku mencari garam mineral dengan memakan tanah. g. Kawin : Perilaku gajah jantan saat menaiki gajah betina.

3. Perilaku gajah diamati selama sembilan jam sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB. Waktu tersebut merupakan waktu aktifitas gajah yang ada di Resort Pemerihan TNBBS.

4. Kandungan garam diperoleh dari sampel tanah di tempat gajah menggaram di Resort Pemerihan TNBBS.

D. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan yaitu data mengenai perilaku makan dan menggaram gajah sumatera serta sampel tanah yang digunakan gajah untuk menggaram di Resort Pemerihan TNBBS.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian


(38)

21

ini meliputi beberapa informasi mengenai gambaran umum Resort Pemerihan TNBBS, dan data mengenai perilaku gajah sumatera.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Data Primer

Pengumpulan data perilaku harian dilakukan dengan menggunakan metode Focal Animal Sampling (Altman, 1973) merupakan metode pencatatan perilaku harian tanpa menggunakan interval waktu tertentu. Perilaku harian yang dicatat meliputi perilaku makan, minum, istirahat, pindah, berkubang, menggaram, dan kawin. Perilaku makan dicatat secara deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskrisikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, dan sifat-sifat populasi daerah tertentu (Suryana, 2010). Perilaku makan yang diamati meliputi: waktu makan, jenis pakan, bagian yang dimakan, cara makan, sumber pakan, dan palatabilitas pakan.

Perilaku menggaram gajah diperoleh dari pengamatan secara deskriptif, dan wawancara terhadap mahout gajah yang meliputi cara menggaram, lokasi menggaram, sumber garam, dan waktu menggaram. Sedangkan data mengenai kandungan garam dalam tanah diperoleh dengan cara mengambil sampel tanah yang dijadikan sumber garam oleh gajah sumatera secara komposit. Sampel tanah komposit adalah campuran beberapa tanah individu atau gabungan sampel tanah dari lokasi pengambilan yang berbeda (Turang, Moningka, Kumontoi, dan Sudarti, 2013).


(39)

22

2. Data Sekunder

Data sekunder digunakan sebagai data pendukung hasil penelitian. Data sekunder diperoleh dan dikutip dari studi literature yaitu buku-buku ilmiah, laporan penelitian, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, peraturan-peraturan, buku tahunan, dan sumber-sumber tertulis lain baik cetak maupun elektronik.

F. Analisis Data

1. Analisis Perilaku Harian Gajah sumatera

Analisis perilaku harian dilakukan dengan perhitungan menggunakan rumus metode Focal Animal Sampling (Altman, 1973).

Rumusmetode Focal Animal Sampling:

Analisis Kegiatan = x 100 %

Analisis Waktu = x 100 %

Proporsi perilaku makan gajah terhadap perilaku harian lainnya dapat diketahui dari analisis waktu dan kegiatan rumus tersebut. Sedangkan perilaku makan gajah dianalisis secara deskriptif.

2. Analisis Perilaku Menggaram Gajah sumatera

Data perilaku menggaram yang diperoleh dari pengamatan ditabulasikan, dan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan data mengenai kandungan garam mineral dalam tanah yang dijadikan sumber garam (Salt lick) oleh gajah di analisis dengan


(40)

23

menggunakan metode Microwafe Plasma-Atomic Emission Spectrometer (MP-AES) yang merupakan metode untuk menganalisis kandungan unsur pada larutan (Drvodelic dan Cauduro, 2013). Analisis dilakukan di laboratorium Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Kandungan garam mineral yang dianalisis yaitu kandungan kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan kalium (K) yang diperlukan oleh gajah.


(41)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Resort Pemerihan merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang terletak di sebelah barat Provinsi Lampung dengan luas 17.902 Ha. Resort Pemerihan merupakan wilayah Seksi Pengembangan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Bengkunat Kabupaten Pesisir Barat. Kawasan TNBBS meliputi areal seluas + 356.800 ha yang membentang dari ujung selatan bagian barat Provinsi Lampung sampai bagian selatan Provinsi Bengkulu, yang secara geografis terletak pada 4029’-5057’ LS, dan 103024’-104044’ BT (Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan/BBTNBBS, 2014).

B. Topografi

Kawasan TNBBS terletak di ujung selatan dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan sehingga memiliki topografi yang cukup bervariasi yaitu mulai datar, landai, bergelombang, berbukit-bukit curam, dan bergunung-gunung dengan ketinggian berkisar antara 0-1964 m dpl. Daerah berdataran rendah (0-600 m dpl), dan berbukit-bukit (600–1000 m dpl) terletak di bagian tengah, dan utara TNBBS. Puncak tertinggi adalah Gunung Palung (1964 m dpl) yang terletak di sebelah barat Danau


(42)

25

Ranau, Lampung Barat. Keadaan lapangan bagian utara bergelombang sampai berbukit-bukit dengan kemiringan bervariasi anntara 200-800. Bagian selatan merupakan daerah yang datar dengan beberapa bukit yang cukup tinggi, dan landai dimana makin ke selatan makin datar dengan kemiringan berkisar 30–50 (BBTNBBS, 2014).

C. Geologi

Menurut Peta Geologi Sumatera yang disusun oleh Lembaga penelitian Tanah, kawasan TNBBS terdiri dari Batuan Endapan, Batuan Vulkanik, dan Batuan Plutonik dengan sebaran paling luas adalah Batuan Vulkanik yang dijumpai di bagian tengah, dan utara Taman Nasional (BBTNBBS, 2014).

D. Iklim

Berdasarkan curah hujan rata-rata tahunan, kawasan TNBBS dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu bagian barat TNBBS dengan curah hujan cukup tinggi yaitu berkisar 3000-3500 mm per tahun, dan bagian timur berkisar antara 2500-3000 mm per tahun. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh rantai pegunungan Bukit Barisan sehingga kawasan bagian timur lebih kering. Musim hujan berlangsung dari bulan November-Mei. Musim kemarau dari bulan Juni-Juli. Bulan-bulan agak kering berlangsung antara Juli-Oktober. Jumlah hari hujan di musim penghujan rata-rata tiap bulannya 10-16 hari, dan di musim kemarau 4-8 hari (BBTNBBS, 2014).


(43)

26

E. Hidrologi

Kawasan TNBBS merupakan daerah tangkapan air, dan pelindung sistem tata air di dua propinsi. Sungai-sungai utama yang mengalir di bagian utara adalah Nasal Kiri, Nasal Kanan, Menula, Simpang Laai, Tenumbang, Biha, Marang, Ngambur Bunuk, Tembuli, Ngaras, Pintau, Pemerihan, Semong, dan Semangka mengalir di bagian tengah, dan di bagian selatan mengalir Canguk, Sanga, Menanga Kiri, Menanga Kanan, Paya, Kejadian, Sulaiman, dan Blambangan.

Karakteristik lain dari hidrologi TNBBS adalah keberadaan danau Manjukut, Asam, Lebar, Minyak, dan Belibis. Sementara bagian tenggara, selatan, dan barat Taman Nasional dikelilingi oleh Teluk Semangka, Tanjung Cina, dan Samudera Indonesia (BBTNBBS, 2014).

F. Aksesibilitas

Resort Pemerihan yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan mempunyai aksesibilitas yang mudah dicapai dari berbagai jalur, antara lain: 1. Udara:

Bandara soekarno hatta ( Jakarta) – bandara Branti (Natar Lampung selatan) – Kotaagung (Lampug Barat) – Wonosobo – Pemerihan.

2. Darat:

Bandar lampung – kotabumi - bukit Kemuning – Liwa – Kubuperahu – Krui – Pemerihan.


(44)

27

3. Laut:

Merak – bakauheni

Darat: Bakauheni – Bandar Lampung – Kotaagung – Pemerihan.

G. Potensi Flora dan Fauna

1. Potensi flora

Kawasan TNBBS secara umum telah teridentifikasi 514 jenis pohon dan tumbuhan bawah dengan jenis dominan dari famili Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Fagaceae, Annonaceae dan Meliaceae. Terdapat sedikitnya 15 jenis bambu, 26 jenis rotan dan 126 jenis anggrek (Larasati, 2011). Jenis flora yang terdapat di sekitar Resort Pemerihan seperti Randu (Bombax ceiba), Rau (Dracontomelon dao), Damar (Shorea javanica), Rotan (Calamus sp), berbagai jenis liana, tumbuhan bawah, perdu, dan tanaman rambat.

2. Potensi Fauna

Secara umum terdapat sedikitnya 90 jenis mamalia termasuk 7 jenis primata, 322 jenis burung, 51 jenis ikan dan 52 jenis herpetofauna (reptil dan amphibi) hidup di dalam kawasan TNBBS. Sedangkan fauna yang sering ditemukan adalah gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), babi hutan (Sus scrofa), rusa sambar (Cervus unicolor), musang (Paradoxurus hermaphroditus), tapir (Tapirus indicus), siamang (Hylobates syndactylus), napu (Tragulus napu), cecah (Presbytis cristata), beruk (Macaca nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan jenis


(45)

28

burung seperti Rangkong (Buceros sp) serta berbagai reptilia seperti Biawak (Varannus salvator) dan satwa-satwa lain (Larasati, 2011).

H. Potensi Wisata Alam

Potensi ekowisata yang terdapat di kawasan hutan pemerihan meliputi objek fisik berupa sungai way pemerihan dan bentang alam. Objek biotik berupa flora dan fauna seperti rangkong, gajah, harimau, rusa sambar, monyet ekor panjang, siamang, cecah, kukang, gagak dan elang. Resort Pemerihan merupakan kawasan yang digunakan untuk melestarikan, menjinakan serta melatih gajah sumatra untuk kegiatan patroli penghalauan gajah liar dan menangani konflik gajah liar dan manusia, selain itu Resort Pemerihan juga menawarkan paket wisata seperti jungle tracking dimana wisatawan akan diajak berkeliling menyusuri sungai pemerihan kecil atau besar dengan menggunakan gajah. Kegiatan wisata di Resort Pemerihan perlu perizinan dari Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Dahlian, dan Mukhlisin. 2009. Preferensi Makan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Kawasan Hutan Cagar Alam Jantho. Jurnal Biologi Edukasi. Vol. I No I.

Abdullah, Asiah, dan T. Japisah. 2012. Karakteristik Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Kawasan Ekosistem Seluwah Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi. Biologi Edukasi Volume 4, Nomor 1.

Alikodra, H.S. 1979. Dasar-Dasar Pembinaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

___________. 2010. Teknik Pengelolaan Satwa Liar dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. IPB Press. Bogor. Altman, J. 1973. Observational Study of Behavior. Sampling Methods. Illinois:

Alle Laboratory of Animal Behavior. University of Chicago. Chicago, Illionis, U.S.A.

Asian Nature, 2011. Elephant Nutritions. http://www.asiannature.org/know-elephant/elephant-nutrition. Diakses pada selasa 3 Februari 2015.

Asyam. 2012. Pohon Meranti.

http://mynameisasyam.blogspot.com/2012/07/pengambilan-data-di-lapangan.html. Diakses pada 15 Februari 2015.

Bailey, J.A. 1984. Principle of Wildlife Management. John Wiley & Sons. New York.

Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. 2014.Kondisi Umum Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. http://tnbbs.org/web/sejarah.html. Diakses pada 13 Februari 2015.

Blake, J.G., D. Mosquera., J. Guerra., B.A. Loiselle., D. Romo, dan K. Swing. 2011. Mineral Licks as Diversity Hotspots in Lowland Forest of Eastern Ecuador. Diversity 2011, 3, 217-234.


(47)

78

Ciszek, D. 1999. “Elephas maximus” Animal Diversity.

http://animaldiversity.ummz.edu/site/account/information/Elephas_maxim us.html. Diakses pada Kamis 6 November 2014.

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan Gajah Kalimantan 2007-2017. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam.

Departemen Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2011. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011. Tentang Sungai. Jakarta.

Departemen Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2013. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013. Tentang Rawa. Jakarta.

Dierenfeld, E.S. 1994. Feeding and nutrition. Pp. 69–80 in Mikota, S. K., Sargent, E. L. & Ranglack, G. S. (eds.). Medical management ofthe elephants. Indira Publishing House, West Bloomfield.

Diet. 2007. Diet. Available from: http://animals.jrank.org/pages/3208/Elephants-Proboscidea-DIET.html (Accessed on: April 22, 2007).

Djufri. 2003. Pemantauan Makanan Alami Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatraensis) di Taman Hutan Raya Cut Nya’ Dhien Seulawah, Aceh Besar. Jurnal Biodiversitas. ISSN: 1411-4402 Volume 4, Nomor 1, Halaman: 118-123.

Dougall, H.W., F.M. Drysdale, dan P.E. Glover. 1964. A Chemical Composition Of Kenya Browse And Pasture Herbage. E. Afr. Wildl. J. 2:86-121.

Drvodelic, N dan J. Cauduro. 2013. Determination of metals in wine using the Agilent 4100 Microwave Plasma-Atomic Emission Spectrometer System. www.chem.agilent.com. Diakses pada 27 November 2014.

Fadhli, N. 2012. Performence Elephant Patrol Bukit Barisan Selatan, Camp Pemerihan Setelah 30 Bulan Operasi. Internal Report. WWF Indonesia. Lampung.

Fadillah, R., D. Yoza, dan E. Sribudiani. 2014. Sebaran Dan Perkiraan Produksi Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck.) di Sekitar Duri Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Jurnal Online Mahasiswa Faperta Vol.1 No 2.

Field, C.R. 1971. Elephant ecology in the Queen Elizabeth National Park, Uganda. East African Wildlife Journal 9, 99-123.

Hamid, A. 2002. Mengenal Dari Dekat Gajah Sumatera di Ekosistem Leuser. http://rejang-lebong.blogspot.com/2008/04/mengenal-dari-dekat-gajah-sumatera-di.html. Diakses pada 1 Maret 2015.


(48)

79

Hariyanto. 2009. Gajah Sumatera.

http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/gajah-sumatera.html. Diakses pada 22 Mei 2014.

Hedges, S., M.J. Tyson., A.F. Sitompul., M.F. Kinnaird., D. Gunaryadi, dan Aslan. 2005. Distribution, status, and conservation needs of Asian elephants (Elephas maximus) in Lampung Province, Sumatra, Indonesia. Biological Conservation 124, 35–48.

Holdo, R.M., J.P. Dudley, dan L.R. Mcdowell. 2002. Geophagy in the African Elephant in Relation to Availability of Dietary Sodium. Journal of Mammalogy 83:652–664.

Irmansyah, 2014. Hutan Primer, Hutan Sekunder dan Hutan Klimaks. http://rimbaceh.blogspot.com/2014/05/hutan-primer-sekunder-dan-klimaks-hutan.html. Diakses pada 17 Februari 2015.

Ishwaran, N. 1983. Conservation of the Srilanka Elephant Planning And Management of the Wasgomuwa- Maduru Oya Gal Oya Complex of Reserves. IUCN/WWF Project 1783. Final Report. University of Peranediya.

Ishwaran, N. 1993. Ecology of the Asian Elephant in Lowland Dry Zone Habitat of The Mahaweli River Basin. Sri Lanka. Journal of Tropical Ecology, 9:169-182.

Joshi, R, dan R. Singh. Feeding behaviour of wild Asian Elephants (Elephas maximus) in the Rajaji National Park. The Journal of Science Amerika, 4 (2), 2008, ISSN 1545-1003.

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.

Khanna, V., M.S. Ravichandran, dan P.S. Kushwaha. 2001. Corridor analysis in Rajaji-Corbett Elephant Reserve – a Remote Sensing and GIS Approach.

Journal of the Indian Society of Remote Sensing Vol 29 No.1 dan 2. Lameed A.G, dan J.O. Adetola. 2012. Species-Diversity Utilization of Salt Lick

Sites at Borgu Sector of Kainji Lake National Park, Nigeria. Biodiversity Enrichment in a Diverse World. 35-62.

Larasati, R. 2011. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

https://rlarasati.wordpress.com/2011/03/24/taman-nasional-bukit-barian-selatan/. Diakses pada 13 Januari 2015.


(49)

80

Legowo, S. 1994. Nilai Ekonomi dan Nilai Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus). Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Bengkulu.

Lekagul, B, dan J.A. McNeely. 1977. Mammals of Thailand. The Association for the Conservation of Wildlife. Bangkok.

Lexyleksono. 2013. Petai di Pohonnya.

https://lexyleksono.files.wordpress.com/2013/06/petai.jpg. Diakses pada 13 Februari 2015.

Mahanani, A.I. 2012. Strategi Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Provinsi Sumatera Selatan. (Thesis). Universitas Diponegoro. Semarang.

____________., I.B. Hendrarto, dan T.R. Soeprobowati. 2012. Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck) di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Provinsi Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. Semarang, 11 September 2012.

Maharani, A.R. 2014. Kajian Perilaku Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

McCullough, K.G. 1973. The African Elephants Deficient In Essntil Faity Acids Nature. 242: 267-268.

McKay, G.M. 1973. Behavior and Ecology of the Asiatic Elephant in Southeastern Ceylon. Smithsonian Contributions to Zoology, 125: 1-113. Mioter. 2013. Manfaat Daun Ketapang Bagi Budidaya Perikanan.

http://mioter-22.blogspot.com/2013/09/manfaat-daun-ketapang-bagi-lele.html. Diakses pada 14 Februari 2015.

Nugraha, N, dan Resphaty, D.A. 2015. Peta lokasi menggaram gajah Sumatera di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

O'Connor, T.G., P.S. Goodman, dan B. Clegg. 2007. A Functional Hypothesis of The Threat of Local Extirpation of Woody Plant Species by Elephant in Africa. Biological Conservation 136 (3), 329-345.

Oswaldasia. 2006. Cyperus difformis L. - CYPERACEAE - Monocotyledon

http://www.oswaldasia.org/species/c/cypdi/cypdi_01_en.html. Diakses pada 13 Februari 2015.


(50)

81

Padmanaba, M. 2003. Konsumsi Buah dan Implikasinya dalam konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung. (Thesis). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Phyto. 2004. Dipterocapaceae.

http://www.phytoimages.siu.edu/imgs/benctan/r/Dipterocarpaceae_Dipteroc arpus_philippinensis_26606.html. Diakses pada 14 Februari 2015.

Pitopang, A. 2012. Leucaena leucocephala Basmi Cacing di Perut.

http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2012/02/28/leucaena-leucocephala-basmi-cacing-di-perut-442758.html. Diakses pada 13 Februari 2015.

Poniran, S. 1974. Elephant in Aceh Sumatera. Jurnal Of Fauna Preservation Social. 12:576-580.

Prajapati, A. 2008. Nutrient Analysis Of Important Food Tree Species Of Asian Elephant (Elephas maximus) In Hot-Dry Season In Bardia National Park, Nepal. (Disertasi). Department Of Environmental Science And Engineering School Of Science Kathmandu University. Dhulikhel, Nepal.

Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Kementrian Kehutanan. Jakarta.

Indrawan, M., J. Primack, dan M. Supriatna. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan. 2013. Pembuatan Silase Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak.

Http://Puslitbangnak.Blogspot.Com/2013/09/Pembuatan-Silase-Pelepah-Kelapa-Sawit.Html. Diakses Pada 2 Februari 2015.

Raymonkris. 2012. Tropical Fruits Hunting.

https://raymondkrish.wordpress.com/2012/11/28/tropical-fruits-hunting/. Diakses pada 13 februari 2015.

Ribai, 2011. Studi Perilaku Makan Alami Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di pusat konservasi Gajah Taman Nasional Way Kambas Kabupaten Lampung Timur. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

____, A. Setiawan, dan A. Darmawan. 2012. Perilaku Menggaram Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Pusat Konservasi Gajah Taman Nasional Way Kambas. Jurnal Tengkawang. Vol 2, No 1.


(51)

82

Rizwar, Darmi, dan Zilfian. 2002. Studi Populasi dan Kondisi Habitat Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) Dalam Kawasan TNKS Kabupaten Bengkulu Utara. Integrated Conservation Development Project. Rode, K.D., P.I Chiyo, C.A. Chapman, dan L.R. Mcdowell, 2006. Nutritional

Ecology of Elephants in Kibale National Park, Uganda and its Relationship With Crop-Raiding Behavior. Journal of Tropical Ecology (2006) 22:441– 449.

Saputra, A. 2012. Pengertian Hutan Sekunder.

http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/04/pengertian-hutan-sekunder.html. Diakses pada 17 Februari 2015.

Santiapillai, C dan P. Jackson. 1990. The Asian Elephant. An Action Plan for Its Conservation. IUCN. Gland. Switzerland.

Sampurno, J. 2012. Meniran.

http://budidayatanamanobat.blogspot.com/2012/10/meniran.html. Diakses pada 15 Februari 2015.

Saragih, C.O. 2014. Kajian pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Savitri, A. 2003. Tingkat Palatabilitas Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus. Temmick 1847) Terhadap Pakan di Taman Nasional Way Kambas Lampung. (Skripsi). Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Tidak diterbitkan.

Sitompul, A.F. 2011. Ecology and Conservation of Sumatran Elephants

(Elephas maximus sumatranus) in Sumatra, Indonesia. (Disertasis). University of Massachusetts–Amherst. Amerika Serikat.

Shoshani, J, dan J.F. Eisenberg. 1982. Elephas maximus. The American Society of mammalogists. Mammalian Species 182: 1 – 8.

Sukmara, M.D.P, dan B.S. Dewi. 2012. Mitigasi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus) Menggunakan Gajah Patroli di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jurnal MIPA FMIPA.

Universitas Lampung. Bandar lampung.

Sukumar, R. 1989. The Asian Elephant: Ecology and Management. Cambridge University Press. Melbourn. Australia.

Sukumar, R. 2003. The Living Elephants: Evolutionary Ecology, Behavior and Conservation. Oxford University Press. Oxford.


(52)

83

Supartono, 2007. Preferensi dan Pendugaan Produktivitas Pakan Alami Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat Bengkulu Utara. (Thesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Supriyadi. 2015. Personal Communication.

Suryana. 2010. Metodologi Penelitian Modul Praktis Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Turang, A.C., R. Moningka., B. Kumontoi, dan Sudarti, 2013. Teknik Pengambilan Contoh Tanah Komposit Untuk Uji Tanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara. Manado.

Resphaty, D.A dan UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung. 2015. Laporan Hasil Pengujian Logam Mg, K, dan Ca. Universitas Lampung. Bandar lampung.

Wanggai, F. 2009. Manajemen Hutan Pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan. Crasindo. Monokwari.

Widowati, A. 1985. Studi Perilaku Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus

Temminck, 1847) di Kawasan Pelestarian Alam Way Kambas, Lampung Tengah. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.

Ward, M. 2005. Nutrient Requirenment of Elephant. National Academi Press. Wassington. D.C. 96 hlm.

World Wide Fund for Nature Indonesia. 2005. Mengenal Gajah Sumatera.

http://www.wwf.or.id/?5484/Mengenal-Gajah-Sumatra. Diakses pada 3 Oktober 2014.

World Wide Fund for Nature Indonesia. 2013. WWF Indonesia dan Lembaga Eijkman Teliti Populasi Gajah Sumatera Berbasis DNA. http://www.wwf.or.id/?27080/WWF-Indonesia-dan-Lembaga-Eijkman-Teliti-Populasi-Gajah-Sumatera-Berbasis-DNA. Diakses pada22 Mei 2014. Yudarini, N.D., I.G. Soma, dan S. Widyastuti. 2013. Tingkah Laku Harian Gajah

Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar. Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(4) : 461- 468 ISSN : 2301-7848.

Zahrah, M. 2002. Analisa Karakteristik Komunitas Vegetasi Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Kawasan Hutan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Langkat. (Thesis) Program Pasca Sarjana IPB. Tidak Diterbitkan.


(53)

84

_________. 2014. Analisis Kesesuaian Habitat Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Dengan Mengembangkan Ideks Habitat. (Disertasi). Universitas Sumatera Utara. Medan.


(1)

Hariyanto. 2009. Gajah Sumatera.

http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/gajah-sumatera.html. Diakses pada 22 Mei 2014.

Hedges, S., M.J. Tyson., A.F. Sitompul., M.F. Kinnaird., D. Gunaryadi, dan Aslan. 2005. Distribution, status, and conservation needs of Asian elephants

(Elephas maximus) in Lampung Province, Sumatra, Indonesia. Biological

Conservation 124, 35–48.

Holdo, R.M., J.P. Dudley, dan L.R. Mcdowell. 2002. Geophagy in the African Elephant in Relation to Availability of Dietary Sodium. Journal of

Mammalogy 83:652–664.

Irmansyah, 2014. Hutan Primer, Hutan Sekunder dan Hutan Klimaks. http://rimbaceh.blogspot.com/2014/05/hutan-primer-sekunder-dan-klimaks-hutan.html. Diakses pada 17 Februari 2015.

Ishwaran, N. 1983. Conservation of the Srilanka Elephant Planning And Management of the Wasgomuwa- Maduru Oya Gal Oya Complex of

Reserves. IUCN/WWF Project 1783. Final Report. University of

Peranediya.

Ishwaran, N. 1993. Ecology of the Asian Elephant in Lowland Dry Zone Habitat of The Mahaweli River Basin. Sri Lanka. Journal of Tropical Ecology, 9:169-182.

Joshi, R, dan R. Singh. Feeding behaviour of wild Asian Elephants (Elephas

maximus) in the Rajaji National Park. The Journal of Science Amerika, 4

(2), 2008, ISSN 1545-1003.

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak

Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.

Khanna, V., M.S. Ravichandran, dan P.S. Kushwaha. 2001. Corridor analysis in Rajaji-Corbett Elephant Reserve – a Remote Sensing and GIS Approach.

Journal of the Indian Society of Remote Sensing Vol 29 No.1 dan 2.

Lameed A.G, dan J.O. Adetola. 2012. Species-Diversity Utilization of Salt Lick Sites at Borgu Sector of Kainji Lake National Park, Nigeria. Biodiversity

Enrichment in a Diverse World. 35-62.

Larasati, R. 2011. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

https://rlarasati.wordpress.com/2011/03/24/taman-nasional-bukit-barian-selatan/. Diakses pada 13 Januari 2015.


(2)

Legowo, S. 1994. Nilai Ekonomi dan Nilai Konservasi Gajah Sumatera (Elephas

maximus sumatranus). Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam.

Bengkulu.

Lekagul, B, dan J.A. McNeely. 1977. Mammals of Thailand. The Association for the Conservation of Wildlife. Bangkok.

Lexyleksono. 2013. Petai di Pohonnya.

https://lexyleksono.files.wordpress.com/2013/06/petai.jpg. Diakses pada 13 Februari 2015.

Mahanani, A.I. 2012. Strategi Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus

sumatranus) di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Provinsi Sumatera

Selatan. (Thesis). Universitas Diponegoro. Semarang.

____________., I.B. Hendrarto, dan T.R. Soeprobowati. 2012. Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck) di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Provinsi Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. Semarang, 11 September 2012.

Maharani, A.R. 2014. Kajian Perilaku Gajah Sumatera (Elephas maximus

sumatranus) di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

McCullough, K.G. 1973. The African Elephants Deficient In Essntil Faity Acids Nature. 242: 267-268.

McKay, G.M. 1973. Behavior and Ecology of the Asiatic Elephant in Southeastern Ceylon. Smithsonian Contributions to Zoology, 125: 1-113.

Mioter. 2013. Manfaat Daun Ketapang Bagi Budidaya Perikanan. http://mioter-22.blogspot.com/2013/09/manfaat-daun-ketapang-bagi-lele.html. Diakses pada 14 Februari 2015.

Nugraha, N, dan Resphaty, D.A. 2015. Peta lokasi menggaram gajah Sumatera di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

O'Connor, T.G., P.S. Goodman, dan B. Clegg. 2007. A Functional Hypothesis of The Threat of Local Extirpation of Woody Plant Species by Elephant in Africa. Biological Conservation 136 (3), 329-345.

Oswaldasia. 2006. Cyperus difformis L. - CYPERACEAE - Monocotyledon

http://www.oswaldasia.org/species/c/cypdi/cypdi_01_en.html. Diakses pada 13 Februari 2015.


(3)

Padmanaba, M. 2003. Konsumsi Buah dan Implikasinya dalam konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung. (Thesis). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Phyto. 2004. Dipterocapaceae.

http://www.phytoimages.siu.edu/imgs/benctan/r/Dipterocarpaceae_Dipteroc arpus_philippinensis_26606.html. Diakses pada 14 Februari 2015.

Pitopang, A. 2012. Leucaena leucocephala Basmi Cacing di Perut.

http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2012/02/28/leucaena-leucocephala-basmi-cacing-di-perut-442758.html. Diakses pada 13 Februari 2015.

Poniran, S. 1974. Elephant in Aceh Sumatera. Jurnal Of Fauna Preservation

Social. 12:576-580.

Prajapati, A. 2008. Nutrient Analysis Of Important Food Tree Species Of Asian Elephant (Elephas maximus) In Hot-Dry Season In Bardia National Park, Nepal. (Disertasi). Department Of Environmental Science And Engineering School Of Science Kathmandu University. Dhulikhel, Nepal.

Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Kementrian Kehutanan. Jakarta.

Indrawan, M., J. Primack, dan M. Supriatna. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan. 2013. Pembuatan Silase Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak.

Http://Puslitbangnak.Blogspot.Com/2013/09/Pembuatan-Silase-Pelepah-Kelapa-Sawit.Html. Diakses Pada 2 Februari 2015.

Raymonkris. 2012. Tropical Fruits Hunting.

https://raymondkrish.wordpress.com/2012/11/28/tropical-fruits-hunting/. Diakses pada 13 februari 2015.

Ribai, 2011. Studi Perilaku Makan Alami Gajah Sumatera (Elephas maximus

sumatranus) di pusat konservasi Gajah Taman Nasional Way Kambas

Kabupaten Lampung Timur. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

____, A. Setiawan, dan A. Darmawan. 2012. Perilaku Menggaram Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Pusat Konservasi Gajah Taman Nasional Way Kambas. Jurnal Tengkawang. Vol 2, No 1.


(4)

Rizwar, Darmi, dan Zilfian. 2002. Studi Populasi dan Kondisi Habitat Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) Dalam Kawasan TNKS

Kabupaten Bengkulu Utara. Integrated Conservation Development Project.

Rode, K.D., P.I Chiyo, C.A. Chapman, dan L.R. Mcdowell, 2006. Nutritional Ecology of Elephants in Kibale National Park, Uganda and its Relationship With Crop-Raiding Behavior. Journal of Tropical Ecology (2006) 22:441– 449.

Saputra, A. 2012. Pengertian Hutan Sekunder.

http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/04/pengertian-hutan-sekunder.html. Diakses pada 17 Februari 2015.

Santiapillai, C dan P. Jackson. 1990. The Asian Elephant. An Action Plan for Its

Conservation. IUCN. Gland. Switzerland.

Sampurno, J. 2012. Meniran.

http://budidayatanamanobat.blogspot.com/2012/10/meniran.html. Diakses pada 15 Februari 2015.

Saragih, C.O. 2014. Kajian pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus

sumatranus) di resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Savitri, A. 2003. Tingkat Palatabilitas Gajah Sumatera (Elephas maximus

sumatranus. Temmick 1847) Terhadap Pakan di Taman Nasional Way

Kambas Lampung. (Skripsi). Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Tidak diterbitkan.

Sitompul, A.F. 2011. Ecology and Conservation of Sumatran Elephants

(Elephas maximus sumatranus) in Sumatra, Indonesia. (Disertasis).

University of Massachusetts–Amherst. Amerika Serikat.

Shoshani, J, dan J.F. Eisenberg. 1982. Elephas maximus. The American Society of mammalogists. Mammalian Species 182: 1 – 8.

Sukmara, M.D.P, dan B.S. Dewi. 2012. Mitigasi Konflik Manusia dan Gajah

(Elephas maximus sumatranus) Menggunakan Gajah Patroli di Resort

Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jurnal MIPA FMIPA. Universitas Lampung. Bandar lampung.

Sukumar, R. 1989. The Asian Elephant: Ecology and Management. Cambridge University Press. Melbourn. Australia.

Sukumar, R. 2003. The Living Elephants: Evolutionary Ecology, Behavior and


(5)

Supartono, 2007. Preferensi dan Pendugaan Produktivitas Pakan Alami Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat Bengkulu Utara. (Thesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Supriyadi. 2015. Personal Communication.

Suryana. 2010. Metodologi Penelitian Modul Praktis Penelitian Kualitatif dan

Kuantitatif. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Turang, A.C., R. Moningka., B. Kumontoi, dan Sudarti, 2013. Teknik Pengambilan Contoh Tanah Komposit Untuk Uji Tanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara. Manado.

Resphaty, D.A dan UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung. 2015. Laporan Hasil Pengujian Logam Mg, K, dan Ca. Universitas Lampung. Bandar lampung.

Wanggai, F. 2009. Manajemen Hutan Pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan. Crasindo. Monokwari.

Widowati, A. 1985. Studi Perilaku Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Kawasan Pelestarian Alam Way Kambas, Lampung Tengah. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.

Ward, M. 2005. Nutrient Requirenment of Elephant. National Academi Press. Wassington. D.C. 96 hlm.

World Wide Fund for Nature Indonesia. 2005. Mengenal Gajah Sumatera.

http://www.wwf.or.id/?5484/Mengenal-Gajah-Sumatra. Diakses pada 3

Oktober 2014.

World Wide Fund for Nature Indonesia. 2013. WWF Indonesia dan Lembaga

Eijkman Teliti Populasi Gajah Sumatera Berbasis DNA. http://www.wwf.or.id/?27080/WWF-Indonesia-dan-Lembaga-Eijkman-Teliti-Populasi-Gajah-Sumatera-Berbasis-DNA. Diakses pada22 Mei 2014.

Yudarini, N.D., I.G. Soma, dan S. Widyastuti. 2013. Tingkah Laku Harian Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar. Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(4) : 461- 468 ISSN : 2301-7848.

Zahrah, M. 2002. Analisa Karakteristik Komunitas Vegetasi Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Kawasan Hutan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Langkat. (Thesis) Program Pasca Sarjana IPB. Tidak Diterbitkan.


(6)

_________. 2014. Analisis Kesesuaian Habitat Konservasi Gajah Sumatera

(Elephas maximus sumatranus) Dengan Mengembangkan Ideks Habitat.