Memang budaya lokal kadang terkesan lambat, karena ia merupakan suatu sistem yang meliputi berbagai aspek kehidupan seperti sistem sosial dan sistem nilai. Oleh
karena itu pembangunan yang benar tidak hanya membangun sarana fisik saja, tetapi juga meliputi pembangunan budaya. Untuk itu pemerintah harus meningkatkan
tingkat pendidikan masyarakatnya, disamping menyediakan bahan bacaan yang mampu mengarahkan pada terjadinya transformasi budaya. Bila hal ini dilupakan
maka akan terjadi kekacauan budaya, dimana masyarakat mengalami disorientasi nilai, yang berdampak pada terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam program
pembangunan Rochmat, 2005b.
D. Pendekatan Geografi dalam Pendidikan Identitas
Suatu ilmu tidak dapat dilepaskan sama sekali dari pendekatan ilmu lainnya. Pendidikan identitas yang diperankan ilmu sejarah dan PPKn juga tidak dapat
dilepaskan dari pendekatan ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu geografi. Memang masih jarang dibahas kontribusi ilmu geografi bagi pengembangan pendidikan identitas.
Padahal pendekatan geografi yang menekankan kesadaran akan konsep ruang adalah suatu yang tidak dapat dihindari dalam hidup di dunia ini. Dimensi ruang bisa
bermakna sempit suatu pedukuhan, tetapi dapat juga bermakna global meliputi seluruh jagat raya ini FMIPA, 2003.
Sejarah Nasional dan PPKn sebagai penyokong utama pendidikan identitas dilihat dari perspektif pendekatan geografi berada pada tataran nasional, yang ingin
mensosialisasikan konsep nation-state beserta ide nasionalismenya. Sebagai suatu konsep, nasionalisme merupakan suatu yang baru, yaitu sejak berdirinya Budi
Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Sedangkan nation-state Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI lahir pada tanggal 17 Agustus 1945. Karena itu konsep
itu belum diuraikan secara lengkap dan sosialisasinya masih jauh dari sempurna. Sosialisasi kedua konsep tersebut tidak cukup kalau hanya diperjuangkan oleh
sejarah dan PPKn saja. Sebagai suatu konsep modern, sosialisasinya pun menuntut peran berbagai konsep modern lainnya. Dalam hal bahasa, kita cukup sukses
mensosialisasikan bahasa Indonesia. Dalam hal dasar negara, kita belum berhasil membangun pemahaman yang benar tentang Pancasila, karena masih ada kecurigaan
antara pihak pemerintah dengan berbagai kelompok umat beragama. Akibatnya kita masih belum bisa merumuskan kebudayaan nasional Indonesia. Padahal kebudayaan
nasional merupakan fondasi bagi eksistensi nation-state NKRI, sebagai suatu standar untuk mengevaluasi modernisasi yang sedang digalakkan dan sekaligus pemberi arah
orientasi modernisasi dalam segala aspeknya, baik ekonomi, politik, dan hukum Tehrani, 2002.
Pendekatan historis SNI akan berhasil bila didukung oleh pemahaman pendekatan geografis. Artinya, pemerintah sebagai vanguard konsep negara bangsa
tidak memaksakan penafsirannya sendiri tentang sejarah nasional itu. Pemerintah juga harus mengakui berbagai variasi pendekatan geografi yang dikembangkan oleh
berbagai komponen masyarakat, karena keberadaannya bukanlah ancaman bagi NKRI, tetapi sebaliknya memperkuat keberadaan negara kesatuan itu sendiri.
Bukankah nasionalisme merupakan suatu proses yang dimulai jauh sebelum berdirinya NKRI. Dengan demikian, nasionalisme berkaitan dengan upaya
membangun dan mengembangkan jaringan komunikasi dan kerjasama dari tataran paling bawah sampai ke tingkat nasional.
Pendekatan geografis memungkinkan unsur-unsur pendidikan identitas baik itu agama, nasionalisme, maupun budaya lokal tidak bertabrakan satu sama lainnya.
Sebaliknya, mereka akan saling memperkuat, walaupun masing-masing bekerja pada level yang berbeda. Agama diharapkan bisa membimbing unsur nasionalisme dan
budaya lokal. Dengan begitu nasionalisme tidak tumbuh menjadi chauvinism, karena agama memiliki misi kebenaran yang bersifat universal dan kebenarannya tidak
dibatasi oleh daerah geografis tertentu. Oleh karena itu, demi strategi yang lebih luas, agama mendorong budaya lokal mentransformasikan semangat nasionalisme, yang
seringkali dikalahkan oleh semangat parokhialisme Therani, 2002.
E. Reformasi Pendidikan Identitas