PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SRI PENDOWO LAMPUNG TIMUR

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY PADA SISWA

KELAS V SD NEGERI 1 SRI PENDOWO LAMPUNG TIMUR

Oleh

SYAIFUDIN DWIANTORO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY PADA SISWA

KELAS V SD NEGERI 1 SRI PENDOWO LAMPUNG TIMUR

Oleh

SYAIFUDIN DWIANTORO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(3)

(4)

EALAMAN PERI\TYATAAIY

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa Program Studi

Jurusan

Fakultas

Lokasi Penelitian

Syaifudin Dwiantoro 0913053063

Sl Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Ilmu Pendidikan

Keguruan dan Ilmu Pendidikan

SD Negeri

I

Sri Pendowo

Dengan

ini

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul

"Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar IPA melalui Penerapan Model Guided Discovery pada Siswa Kelas V SD Negeri

I

Sri

Pendowo Lampung Timur" tersebut adalah asli hasil penelitian saya kecuali bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumber dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya sanggup dituntut berdasarkan Undang-undang dan Peraturan yang berlaku. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.


(5)

vi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Rumusan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 8

A. Belajar ... 8

1. Pengertian Belajar ... 8

2. Hasil Belajar ... 9

B. Kinerja Guru ... 11

C. Keterampilan Proses IPA ... 13

1. Pengertian Keterampilan Proses IPA ... 13

2. Jenis-jenis Keterampilan Proses IPA ... 14

D. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 19

1. Pengertian IPA ... 19

2. Pembelajaran IPA SD... 20

E. Model Pembelajaran ... 22

1. Model Guided Discovery ... 23

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Guided Discovery ... 26

3. Langkah-langkah Model Guided Discovery ... 27

F. Hipotesis Tindakan ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

B. Prosedur Penelitian ... 29

C. Setting Penelitian ... 30

D. Subjek Penelitian ... 31

E. Teknik Pengumpulan Data ... 31


(6)

vii

G. Teknik Analisis Data ... 32

H. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 34

I. Indikator Keberhasilan ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Gambaran Lokasi Penelitian ... 39

B. Prosedur Penelitian ... 40

1. Deskripsi Awal... 40

2. Refleksi Awal ... 41

3. Persiapan pembelajaran ... 41

C. Hasil Penelitian ... 42

1. Siklus I ... 42

a. Perencanaan... 42

b. Pelaksanaan ... 43

c. Hasil Observasi Siklus I ... 48

d. Refleksi Siklus I ... 60

e. Saran dan Perbaikan Siklus II ... 62

2. Siklus II ... 63

a. Perencanaan... 63

b. Pelaksanaan ... 63

c. Hasil Observasi Siklus II ... 68

d. Refleksi Siklus II ... 79

3. Rekapitulasi Kinerja Guru, Keterampilan Proses, dan Hasil Belajar ... 80

a. Rekapitulasi Kinerja Guru ... 80

b. Rekapitulasi Keterampilan Proses IPA Siswa ... 81

c. Rekapitulasi Hasil Belajar ... 83

D. Pembahasan ... 86

1. Kinerja Guru ... 86

2. Keterampilan Proses IPA Siswa ... 87

3. Hasil Belajar Siswa ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha untuk mendewasakan manusia dari berbagai aspek. Hal tersebut sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (ayat 1) yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sejalan dengan penjelasan di atas Purwanto (2008: 10) menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan faktor yang penting untuk mewujudkan kedewasaan seseorang dengan berbagai keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk dapat beradaptasi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, diperlukan adanya peningkatan kemampuan dalam berbagai bidang pendidikan. Salah


(8)

2

satu bidang yang perlu ditingkatkan yaitu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Menurut Kamala (2008) pembelajaran IPA berupaya untuk membangkitkan minat manusia dan kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap. Sehingga, hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan pembelajaran IPA dapat tercapai apabila pembelajaran IPA diajarkan dengan cara yang tepat dan melibatkan siswa secara aktif, yaitu melalui proses dan sikap ilmiah. Hal tersebut sesuai dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tantang standar isi (484 - 485) yang menyatakan bahwa

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar hendaknya diberikan melalui pengalaman langsung dengan mengembangkan keterampilan proses agar memiliki sikap ilmiah. Dengan demikian, siswa bukan hanya mendapatkan konsep IPA saja, tetapi juga memiliki keterampilan-keterampilan dan sikap ilmiah yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan uraian di atas, Widodo (2010: 46) mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan alam, seseorang perlu menguasai sejumlah keterampilan dasar


(9)

yang dikenal dengan ketarampilan proses. Menurut Rustaman (2011: 1.9) keterampilan proses IPA merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuan dalam melakukan penyelidikan ilmiah.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur ditemukan beberapa kekurangan dalam pembelajaran. Guru masih belum optimal dalam menerapkan variasi model pembelajaran. Selain itu, pembelajaran masih terpaku pada buku (text book), guru hanya memberikan informasi berupa produk IPA, siswa belum dilibatkan secara aktif dalam bekerja ilmiah dan belum diberikan kesempatan untuk bersentuhan langsung dengan apa yang akan dipelajari serta siswa belum optimal dalam menguasai dan menerapkan berbagai jenis keterampilan proses IPA.

Penelusuran lebih lanjut terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA pada mid semester semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 juga kurang maksimal. Nilai yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1: Nilai Ujian Mid Semester Mata Pelajaran IPA. Nilai Frekuensi Keterangan

70 65 60 55 50 45 40 2 3 3 7 3 6 4 Tuntas Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Jumlah siswa

28 Tuntas = 8 Belum tuntas = 20 Sumber: Hasil Perhitungan

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 60, hanya 8 orang siswa atau

Nilai tertinggi = 70 Nilai terendah = 40 KKM = 60


(10)

4

28,57% dari 28 orang siswa telah tuntas, sedangkan 20 orang siswa atau 71,43% belum tuntas.

Berdasarkan uraian masalah di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur belum berlangsung seperti apa yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diadakannya perbaikan dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. Menurut Winataputra (2008: 1.40) kegiatan pembelajaran seharusnya mengacu pada penggunaan model, pendekatan, strategi, dan media dalam rangka membangun proses belajar dengan membahas materi dan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA, salah satu model yang dimungkinkan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran serta meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar IPA di SD adalah model guided discovery atau penemuan terbimbing. Model ini dipilih karena berdasarkan observasi yang telah dilakukan, guru belum optimal dalam menerapkan model guideddiscovery.

Selain itu, Wilcolx dalam Sukmana (2009) mungungkapkan bahwa dalam pembelajaran penemuan terbimbing siswa terdorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk mereka sendiri.

Selanjutnya Bruner dalam Widodo (2010: 37) mengungkapkan bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang


(11)

menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Lebih lanjut, menurut Mulyani Sumantri dalam Ikromah (2011: 6) model guided discovery memiliki beberapa kelebihan diantaranya membantu siswa mengembangkan persediaan dan penguasaan keterampilan dari proses kognitif, memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya, menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, memberi kesempatan pada siswa untuk mengecek ide. Sehingga, dengan penerapan model guided discovery pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar IPA. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamiludin (2008) yang menyimpulkan bahwa penggunanaan pembelajaran guided discovery dapat meningkatkan keterampilan proses IPA serta penelitian yang dilakukan oleh Ikromah (2011) yang menyimpulkan bahwa penerapan model guided discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA.

Berdasarkan uraian di atas, akan dilaksanakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar IPA melalui penerapan model guideddiscovery pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut.

1. Guru belum optimal dalam menerapkan model pembelajaran.

2. Guru belum optimal dalam menerapkan model guided discovery pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur.


(12)

6

3. Proses pembelajaran masih terpaku pada buku (text book).

4. Siswa belum optimal dalam menguasai dan menerapkan berbagai jenis keterampilan proses IPA.

5. Rendahnya persentase ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model guided discovery untuk meningkatkan keterampilan proses IPA pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur?

2. Apakah penerapan model guided discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Peningkatan keterampilan proses IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur dalam pembelajaran IPA.

2. Peningkatan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur dalam pembelajaran IPA.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur dapat bermanfaat bagi:


(13)

1. Siswa, dapat meningkatkan pemahaman tentang konsep IPA sehingga berbagai keterampilan, aktivitas, minat, dan hasil belajar siswa dapat meningkat melalui model guideddiscovery.

2. Guru, dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam menggunakan model yang bisa digunakan dalam pembelajaran IPA sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional guru.

3. Sekolah, dapat menjadi bahan rujukan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah sehingga menghasilkan output yang optimal. 4. Keilmuan ke PGSD-an, dapat memberi sumbangan yang sangat berharga

pada perkembangan ilmu pendidikan khususnya bidang ke SD-an dengan penerapan model-model pembelajaran untuk meningkatkan proses dan hasil belajar di kelas.


(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting dalam kehidupan masyarakat, kerena dengan belajar seseorang akan menemukan pengetahuan baru walaupun membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang yang dilakukan secara sadar dan bersifat menetap.

Menurut pandangan konstruktivistik dalam Budiningsih (2005: 58), belajar adalah suatu proses konstruksi pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh orang yang belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sutrisno (2007: 2-28) yang mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses aktif siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dengan cara membuat link antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang sedang dipelajari melalui interaksi dengan yang lainya.

Seiring dengan pendapat di atas, Rustaman (2011: 2.14) mengemukakan belajar menurut pendangan konstruktivis merupakan


(15)

upaya untuk membangun konsep atau argumen yang harus dilakukan sendiri oleh siswa yang belajar (dengan bantuan guru atau orang dewasa). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. Selanjutnya Gagne dalam Winataputra (2008: 3.30) mendefinisikan belajar adalah seperangkat proses kognitif yang dapat mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi untuk memperoleh kapasitas yang baru.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan seseorang dalam mengkonstruksi atau membangun pengetahuan baru melalui serangkaian kegiatan. Sehingga, seseorang tersebut mengalami perubahan tingkah laku yang menyangkut perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang yang dilakukan secara sadar dan bersifat menetap.

2. Hasil Belajar

Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran adalah hasil belajar yang berupa penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang telah diperoleh pada mata pelajaran yang diujikan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Nashar (2004: 77) bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Seiring dengan pendapat tersebut Sudjana (2010: 22) mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.


(16)

10

Keller dalam Nashar (2004: 77), memandang hasil belajar sebagai keluaran dari berbagai masukan. Berbagai masukan tersebut menurut Keller dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu masukan pribadi (personal inputs) dan masukan yang berasal dari lingkungan (environment inputs). Sedangkan Nasution dalam Kunandar (2010: 276) mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom dalam (Sudjana, 2010: 22) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: (1) ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima (reciving/attending), menjawab atau mereaksi (responding), menilai (valuing,), organisasi, internalisasi nilai/pembentukan pola hidup; dan (3) ranah psikomotor, meliputi gerakan refleks, keterampilan pada gerakan-gerakan terbimbing, kemampuan perseptual (termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motoris), dan gerakan skill.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah penguasaan sejumlah pengetahuan yang diperoleh siswa dari berbagai masukan baik masukan dari diri pribadi dan masukan


(17)

yang berasal dari lingkungan, serta perubahan perilaku dan sikap siswa setelah mengikuti kegiatan belajar dengan melibatkan aspek kognitif, afektif, dan keterampilan psikomotor. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan pengetahuan serta perubahan yang dapat membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi siswa.

B. Kinerja Guru

Guru merupakan suatu profesi atau jabatan fungsional dalam bidang pendidikan dan pembelajaran atau seseorang yang menduduki dan melaksanakan tugas dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Pasal 39 ayat 3 menyatakan bahwa pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru.

Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan) Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya pada ayat 8 dinyatakan bahwa penilaian kinerja guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.

Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, maka seorang guru harus mempunyai sejumlah kompetensi atau menguasai sejumlah


(18)

12

pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terkait dengan bidang tugasnya. Sebagaimana dijelaskan pada Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dapat mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.

Uno (2007: 72) mengungkapkan bahwa secara konseptual kinerja guru adalah kecakapan yang dimiliki oleh guru yang diindikasikan dalam tiga kompetensi yaitu pedagogik, profesional, sosial, dan personal. Hal tersebut sejalan dengan Depdiknas (2008: 21) yang menyatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kinerja guru, wujud prilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah segala kegiatan guru baik kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik yang dilandasi dengan kecakapan dan kompetensi seorang guru. kompetensi yang dimaksud mencangkup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.


(19)

C. Keterampilan Proses IPA

1. Pengertian Keterampilan Proses IPA

IPA pada hakikatnya mengandung cara-cara untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan. Sehingga, untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan alam, seseorang perlu menguasai sejumlah keterampilan dasar yang dikenal dengan ketarampilan proses. Menurut Rustaman (2011: 1.9) keterampilan proses IPA merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sutarno (2009: 9.1) yang mengungkapkan ketererampilan proses yang digunakan dalam pembelajaran didasarkan pada serangkaian langkah-langkah kegiatan yang biasanya ditempuh oleh para ilmuan untuk mendapatkan atau menguji suatu pengetahuan yang dapat berupa konsep atau prinsip.

Carin dalam Sutarno (2009: 9.1) menyampaikan beberapa alasan tentang pentingnya keterampilan proses IPA. Pertama, dalam pratiknya apa yang dikenal dalam IPA merupakan hal yang tidak terpisah dari metode penyelidikan. Mengetahui IPA tidak hanya sekedar mengetahui materi tentang ke-IPA-an saja tetapi terkait pula dengan memahami bagaimana cara untuk mengumpulkan fakta dan menghubungkan fakta-fakta untuk membuat suatu penafsiran atau kesimpulan. Kedua, keterampilan proses IPA merupakan keterampilan belajar sepanjang hayat (life-long learning) yang dapat digunakan bukan saja untuk mempelajari ilmu tetapi juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan untuk dapat bertahan hidup (life skills).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses IPA merupakan serangkaian langkah-langkah kegiatan yang membutuhkan keterampilan dan biasanya ditempuh oleh para ilmuan untuk mendapatkan atau menguji suatu pengetahuan yang dapat berupa konsep atau prinsip. Keterampilan proses IPA merupakan


(20)

14

keterampilan belajar sepanjang hayat dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk bertahan hidup.

2. Jenis-jenis Keterampilan Proses IPA

Terdapat beberapa jenis keterampilan proses IPA. Harlen dalam

Widodo (2010: 46) membagi keterampilan proses IPA menjadi (a) mengamati, (b) berhipotesis, (c) memprediksi, (d) meneliti, (e) menafsirkan data dan menarik kesimpulan, dan (f) berkomunikasi.

Sedangkan Rustaman (2011: 1.10) membagi keterampilan proses IPA menjadi (a) observasi dan inferensi, (b) pengukuran dan estimasi, (c) prediksi dan berhipotesis, (d) komunikasi dan

interpretasi, (e) identifikasi dan pengendalian variabel, (f) mengajukan pertanyaan dan merumuskan masalah, dan (g) merancang dan melaksanakan percobaan.

Sapriati (2009: 4.1) mengungkapkan keterampilan proses IPA terdiri dari keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan proses dasar meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi, memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan-hubungan angka. Sedangkan keterampilan proses terintegrasi mencangkup keterampilan memformulasikan hipotesis, menamai variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, menginterpretasikan data, dan melakukan penyelidikan.

Menurut Widodo (2010: 46) meskipun terdapat perbedaan dalam menggolongkan atau menjeniskan keterampilan proses IPA, pada hakikatnya tidak ada perbedaan. Perbedaan tersebut juga terjadi karena


(21)

seseorang menilai beberapa aspek tertentu sangat penting sehingga perlu dimunculkan tersendiri.

Berikut ini jenis-jenis keterampilan proses IPA yang perlu dikuasai oleh siswa.

a. Observasi

Menurut Rustaman (2011: 1.11), keterampilan mengamati (observasi) menggunakan semua pancaindra yang kita miliki atau dengan menggunakan alat bantu indra untuk memperoleh informasi serta mengidentifikasi dan memberi nama karakteristik pada objek atau kejadian. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Carin dalam Sapriati (2009: 4.7) yang mengungkapkan bahwa mengobservasi adalah menjadi dasar akan suatu objek atau kejadian dengan menggunakan segenap pancaindra untuk mengidentifikasi sifat dan karakteristik. Selanjutnya, Firman (2008: 26) mengungkapkan mengamati merupakan usaha untuk mendapatkan gambaran tentang suatu benda atau suatu fenomena.

b. Pengukuran

Pengukuran atau mengukur merupakan salah satu jenis keterampilan proses IPA. Rustaman (2011: 1.14) mengungkapkan pengukuran dalam IPA dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan alat ukur tertentu yang sesuai, dapat juga pengukuran dilakukan secara tidak langsung. Sedangkan Carin dalam Sapriati (2009: 4.16) mengungkapkan bahwa mengukur adalah membuat observasi kuantitatif dengan membandingkannya terhadap standar yang konvensional atau standar nonkonvensional. Sapriati (2009: 4.17)


(22)

16

mengungkapkan bahwa ntuk memperoleh data kuantitatif, seringkali digunakan alat bantu berupa alat ukur. Sehingga, keterampilan dalam mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara penghitungan dengan alat ukur tersebut .

c. Menginterpretasikan (Menafsirkan)

Kemampuan menginterpretasikan sangat penting dimiliki oleh seseorang, karena dengan interpretasi seseorang dapat mengkomunikasikan hasil dari observasi dan pengukuran yang sudah dilakukan. Menurut Sutarno (2009: 9.5) interpretasi adalah membuat hasil pengamatan atau hasil observasi menjadi bermakna. Hal tersebut sejalan dengan Rustaman (2011: 1.16) yang mengungkapkan bahwa memaknai hasil observasi disebut interpretasi data. Interpretasi biasanya dilakukan apabila ada sejumlah data yang dapat diartikan atau ditafsirkan sehingga kita sampai pada kesimpulan. Selanjutnya, Widodo (2010: 49) mengungkapkan keterampilan menafsirkan mencangkup keterampilan untuk menghubung-hubungkan hal yang satu dengan hal yang lainnya.

d. Prediksi (Meramalkan)

Rustaman (2011: 1.14) mengungkapkan prediksi merupakan salah satu keterampilan penting dalam belajar IPA. Prediksi adalah suatu dugaan atau ramalan terhadap peristiwa yang belum terjadi. Sejalan dengan pendapat tersebut Sutarno (2009: 9.4) mengungkapkan


(23)

keterampilan memprediksi adalah keterampilan untuk menduga, memperkirakan, meramalkan beberapa kejadian/keadaan yang akan datang berdasarkan dari kejadian/keadaan yang terjadi sekarang. Sapriati (2009: 4.49) juga mengungkapkan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui.

e. Mengkomunikasikan

Sapriati (2009: 4.40) mengungkapkan bahwa komunikasi merupakan hal yang penting untuk semua usaha manusia karena komunikasi yang jelas dan tepat merupakan dasar untuk semua kegiatan ilmiah. Widodo (2010: 50) mengungkapkan keterampilan berkomunikasi mencakup keterampilan menyampaikan dan menerima informasi. Oleh karena itu keterampilan berkomunikasi mencangkup keterampilan menggunakan bermacam bentuk komunikasi baik lisan maupun tulisan. Hal tersebut sejalan dengan Abruscato dalam Sutarno (2009: 9.6) yang mengungkapkan keterampilan mengkomunikasikan adalah keterampilan untuk menyampaikan hasil pengamatan atau menyampaikan hasil penyelidikan.

f. Merancang dan Melaksanakan Percobaan

Widodo (2010: 48) mengungkapkan bahwa keterampilan merancang percobaan atau menentukan langkah-langkah kerja penyelidikan merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai siswa. Selain itu, siswa harus memiliki keterampilan dalam memilih


(24)

18

alat dan metode yang akan digunakan. Selanjutnya Firman (2008: 27) mengungkapkan bahwa keterampilan merencanakan percobaan merupakan keterampilan proses IPA yang kompleks dan berkaitan erat dengan keterampilan proses IPA yang lainnya.

Melakukan percobaan/eksperimen biasanya dilakukan untuk menguji kebenaran dari teori yang dipelajari atau untuk membuktikan bahwa hipotesis yang telah dibuat sebelumnya benar atau tidak. Menurut Sutarno (2009: 9.5) dalam satu kali percobaan hanya satu variabel yang diubah, sedangkan variabel lainnya dibuat tetap atau sama selama percobaan dilakukan. Rustaman (2011: 1.17) mengungkapkan dalam suatu kegiatan penyelidikan ilmiah kita kenal ada tiga jenis variabel. Variabel yang dikendali (variabel bebas) adalah suatu faktor atau kondisi dalam sebuah eksperimen yang secara khusus diubah oleh seorang peneliti. Variabel yang merespon atau terikat adalah suatu faktor atau kondisi yang mungkin dipengaruhi dari perubahan tersebut. Suatu variabel yang tidak dirubah disebut variabel kontrol.

Berdasarkan uraian berbagai jenis keterampilan proses IPA di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses IPA terdiri dari: a) observasi, merupakan kegiatan yang menggunakan seluruh pancaindra atau alat bantu indra untuk memperoleh informasi atau gembaran suatu benda serta mengidentifikasi dan memberi nama karakteristik pada suatu objek atau kejadian; b) pengukuran, merupakan kegiatan mencari data kuantitatif secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan


(25)

c) menginterpretasikan (menafsirkan), merupakan keterampilan menghubungkan beberapa hal atau data hasil observasi dan pengamatan hingga menjadi kesimpulan yang bermakna dan dapat dikomunikasikan kepada orang lain; d) prediksi (meramalkan), merupakan dugaan, ramalan, perkiraan suatu kejadian yang akan datang berdasarkan kejadian yang terjadi sekarang atau yang sudah dialami; e) mengkomunikasikan, merupakan keterampilan dalam menerima informasi dan menyampaikan hasil pengamatan atau hasil penyelidikan baik secara lisan maupun tulisan; f) merancang dan melaksanakan percobaan, merupakan rekapitulasi seluruh keterampilan proses IPA karena dengan merancang suatu percobaan dengan langkah-langkah kerja yang tepat kemudian melakukan percobaan sesuai dengan langkah-langkah yang telah dibuat sebelumnya dapat membuktikan kebenaran suatu teori dan konsep serta membuktikan inferensi dan hipotesis sebelumnya. Keenam keterampilan proses IPA inilah yang akan diteliti dan dinilai pada penelitian tindakan kelas ini.

D. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 1. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut Sains, dalam bahasa Inggris “science” yang berarti alam. Menurut Asy’ari (2006: 7), Sains adalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. Carin dalam Marleviandra (2009) mendefinisikan IPA sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, yang di dalam


(26)

20

penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta saja, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Menurut Sutrisno (2007: 1-19), IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Seiring dengan pendapat tersebut, Trianto (2010: 136) berpendapat bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dari hasil berbagai kegiatan manusia dengan menggunakan langkah-langkah khusus, ilmiah, dan terkontrol. Langkah-langkah tersebut didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang tepat dan benar.

2. Pembelajaran IPA SD

Melihat hakikat IPA bukanlah sekedar sekumpulan fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori tetapi juga mencangkup proses dan sikap. Proses pembelajaran IPA hendaknya melatih keterampilan siswa untuk berproses (keterampilan proses) dan menanamkan sikap ilmiah seperti: rasa ingin tahu, jujur, bekerja keras, pantang menyerah, dan terbuka. Sehingga,


(27)

melalui pembelajaran IPA siswa dapat memiliki kesempatan untuk memproses pengetahuan tentang IPA dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang benar dan mengikuti etika keilmuan serta sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat.

Berdasarkan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tantang standar isi (484 - 485) pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar hendaknya diberikan melalui pengalaman langsung dengan mengembangkan keterampilan proses agar memiliki sikap ilmiah. Dengan demikian, siswa bukan hanya mendapatkan konsep IPA saja, tetapi juga memiliki keterampilan-keterampilan dan sikap ilmiah yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Rosalin Driver dalam Sutrisno (2007: 2-12) mengungkapkan bahwa kontribusi IPA, menurut kacamata kontruktivis, adalah pengembangan serangkaian makna personal untuk memahami kejadian sehari-hari dan pengalamannya. Sejalan dengan hal tersebut Firman (2008: 31) mengungkapkan pelajaran IPA hendaknya menjadi wahana untuk mendidik anak-anak sehingga menjadi manusia. Menguasai materi/konten IPA bukan merupakan tujuan ahir. Sebaliknya IPA digunakan untuk mendidik anak-anak agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang seutuhnya.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar hendaknya diajarkan melalui


(28)

22

pengalaman langsung yang melibatkan siswa dengan menggunakan dan mengembangkan berbagai keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sehingga, siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya untuk berfikir, bekerja ilmiah, dan mengkomunikasikannya sebagai kecakapan hidup yang dapat digunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

E. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas, sikap, dan pengetahuan siswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hanafiah (2010: 41) yang mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Sedangkan Zubaedi (2011: 185) mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Selanjutnya Rustaman (2011: 2.17) mengungkapkan pada pengembangan model pembelajaran menurut pandangan konstruktivis harus memperhatikan dan mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang mungkin diperoleh di luar sekolah serta dalam pembelajarannya harus melibatkan siswa dalam suatu kegiatan yang nyata.

Berdasarkan berberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu pendekatan yang digunakan guru pada proses pembelajaran di dalam kelas yang memperhatikan pengetahuan awal siswa dan melibatkan siswa secara langsung berupa kegiatan nyata sehingga aktivitas, keterampilan, sikap, dan pengetahuan siswa dapat meningkat. Terdapat beberapa model pembelajaran, antara lain: 1) model pembelajaran


(29)

inquiry, yaitu model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa tidak bergantung pada guru, tetapi lebih banyak belajar sendiri; 2) pembelajaran kontekstual, yaitu model pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa; 3) model pembelajaran terpadu, yaitu pendekatan pembelajaran yang memadukan beberapa pokok bahasan sehingga memungkinkan peserta didik baik secara individu maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta berbagai prinsip; dan 4) model guided discovery, yaitu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, pemahaman, dan pemecahan suatu masalah melalui proses mental yang dilakukan melalui kegiatan percobaan dengan bimbingan dan petunjuk yang diberikan guru. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran di sekolah dasar yaitu model guided discovery.

1. Model Guided Discovery

Model guided discovery atau penemuan terbimbing merupakan model pembelajaran yang menciptakan situasi belajar yang melibatkan siswa belajar secara aktif dan mandiri dalam menemukan suatu konsep atau teori, pemahaman, dan pemecahan suatu masalah. Proses penemuan tersebut membutuhkan guru sebagai fasilitator dan pembimbing. Banyaknya bantuan yang diberikan guru tidak mempengaruhi siswa untuk melakukan penemuan sendiri.


(30)

24

Menurut Sund dalam Roestiyah (2008: 20) discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan Asy’ari (2006: 51) mengungkapkan bahwa guided discovery merupakan pendekatan dimana siswa diarahkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari serangkaian aktivitas yang dilakukan sehingga siswa seolah-olah menemukan sendiri pengetahuan tersebut.

Bruner dalam Widodo (2010: 37) mengungkapkan belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Menurut Sapriati (2009: 1.28) ada dua macam atau jenis pembelajaran penemuan, yaitu model pembelajaran penemuan murni (free discovery) dan model pembelajaran penemuan terarah atau penemuan terbimbing (guided discovery). Model pembelajaran murni merupakan model pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau arahan. Sedangkan model pembelajaran penemuan terarah/terbimbing (guided discovery) merupakan model pembelajaran yang membutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) lebih banyak diterapkan dibandingkan pembelajaran penemuan murni, karena dalam pembelajaran penemuan


(31)

terbimbing guru akan memberikan petunjuk kepada siswa sehingga siswa akan lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sejalan dengan uraian di atas, Soejadi dalam Sukmana (2009) mungungkapkan guided discovery merupakan model pembelajaran yang mengajak para siswa atau didorong untuk melakukan kegiatan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya siswa menemukan sesuatu yang diharapkan. Selanjutnya, Hamalik (2005: 188) mengungkapkan bahwa guided discovery melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka kearah yang benar/tepat. Sejalan dengan uraian di atas, Hanafiah (2010: 77) mengungkapkan bahwa guided discovery yaitu pelaksanaan penemuan dilakukan atas petunjuk dari guru. Pembelajarannya dimulai dari guru mengajukan berbagai pertanyaan yang melacak, dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik kepada titik kesimpulan kemudian siswa melakukan percobaan untuk membuktikan pendapat yang dikemukakan.

Berdasarkan berberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model guided discovery merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, pemahaman, dan pemecahan suatu masalah melalui proses mental yang dilakukan melalui kegiatan percobaan dengan bimbingan dan petunjuk yang diberikan guru. Banyaknya bantuan dan bimbingan guru tidak membatasi siswa untuk maleakukan penemuannya sendiri.


(32)

26

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Guided Discovery

Pembelajaran model guided discovery memiliki kelebihan dan kekurangan seperti yang diutarakan oleh Mulyani Sumantri dan Johar dalam Ikromah (2011: 6-8) sebagai berikut:

a. Kelebihan

1) Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dari proses kognitif siswa, andai kata siswa itu dilibatkan terus dalam guided discovery.

2) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang kukuh, dalam arti pedalaman dari pengertian, retensi dan transfer.

3) Model pembelajaran guided discovery membangkitkan gairah pada siswa misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikan, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.

4) Model pembelajaran guided discovery memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.

5) Model pembelajaran guided discovery menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga siswa lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.

6) Model pembelajaran guided discovery dapat membantu dan memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses guided discovery, dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.

7) Model pembelajaran guided discovery berpusat pada siswa, misalnya memberi kesempatan pada siswa, dan guru berpartisipasi untuk mengecek ide. Guru menjadi pembimbing belajar, terutama dalam situasi guided discovery yang jawabannya belum diketahui siswa sebelumnya.

8) Membantu perkembangan siswa dalam menemukan kebenaran akhir yang mutlak.

b. Kelemahan

1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.

2) Model pembelajaran guided discovery kurang baik untuk mengajar kelas besar.

3) Harapan yang ditumpahkan pada model ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.


(33)

4) Mengajar dengan guided discovery mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan perolehan pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.

3. Langkah-langkah Model Guided Discovery

Saat proses pembelajaran, diperlukan adanya langkah-langkah yang tepat agar pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Langkah-langkah pembelajaran yang tepat juga sangat menentukan keberhasilan suatu model pembelajaran. Suryosubroto (2009: 184) mengemukakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan pembelajaran penemuan, yaitu:

a) identifikasi kebutuhan siswa; b) seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang akan dipelajari; c) seleksi bahan, dan problema/tugas-tugas; d) membantu memperjelas tugas/problema yang akan dipelajari dan peranan masing-masing siswa; e) mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan; f) mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa; g) memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan; h) membantu

siswa dengan informasi/data, jika diperlukan oleh siswa; i) memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang

mengarahkan dan mengidentifikasi proses; j) merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa; k) memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan; dan l) membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

Winataputra (2008: 6.23) mengemukakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan pembelajaran penemuan, yaitu:

a) menentukan hasil belajar siswa dan merancang tugas; b) merancang tahapan atau langkah-langkah sebagai pedoman

kegiatan siswa; c) memastikan siswa telah memahami konsep dan prinsip yang relevan (prior knowledge); d) menugaskan siswa dalam kerja kelompok atau individual; e) memberi kesempatan siswa melaporkan temuannya, dan mendorong mereka mengidentifikasi bagaimana mereka dapat menerapkan temuan mereka dalam konsep yang lain; dan f) memberi balikan dan pengayaan sebagaimana diperlukan.


(34)

28

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai langkah-langkah pembelajaran guided discovery, peneliti akan mengembangkan langkah-langkah pembelajaran menurut Suryosubroto (2009: 184). Adapun langkah-langkah pembelajaran model guided discovery yang peneliti gunakan adalah, sebagai berikut: a) merumuskan tujuan pembelajaran; b) menyiapkan materi pembelajaran; c) menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan; d) siswa melaksanakan penemuan berdasarkan panduan guru; e) guru memantau pelaksanaan penemuan dan membantu siswa yang mengalami kesulitan; f) pelaporan hasil temuan dan diskusi balikan; dan g) merangkum dan menyimpulkan hasil temuan.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas yaitu “Jika dalam pembelajaran IPA menerapkan model guided discovery dengan langkah-langkah yang tepat, maka keterampilan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur akan meningkat.”


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Wardhani (2007: 1.3) mengemukakan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Selanjutnya, Arikunto (2006: 58) mengemukakan penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas melalui refleksi diri guna memperbaiki atau meningkatkan pembelajaran yang dilakukan oleh guru agar sesuai dengan apa yang diharapkan.

B. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, di mana siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran. Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok yaitu perencanaan (planing), pelaksanaan (acting),


(36)

30

pengamatan (observing), dan refleksi (reflection), dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai (Wardhani, 2007: 2.4). Berikut ini merupakan gambar alur siklus penelitian tindakan kelas yang diadaptasi dari Wardhani (2007: 2.4).

Gambar 1: Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas Diadaptasi dari Wardhani (2007: 2.4)

C. Setting Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Sri Pendowo. Terletak di Desa Sri Pendowo, Kecamatan Bandar Sribhawono, Kabupaten Lampung Timur.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Dimulai dari bulan Desember 2012 sampai bulan April 2013.

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

Perencanaan I

SIKLUS I

Pengamatan I

Pelaksanaan I Refleksi I

Perencanaan I

SIKLUS II

Pengamatan II

Pelaksanaan II Refleksi II


(37)

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur dengan jumlah siswa 28 orang, terdiri dari 14 orang laki-laki dan 14 orang perempuan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik non tes (observasi) dan tes.

1. Teknik non tes (observasi)

Teknik nontes (observasi) digunakan untuk mengetahui kinerja guru dan penguasaan keterampilan proses IPA siswa selama pembelajaran IPA melalui penerapan model guided discovery.

2. Teknik tes

Teknik tes digunakan untuk mendapatkan data yang bersifat kuantitatif (angka). Melalui tes ini akan diketahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model guided discovery.

F. Alat Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2007: 101) instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen sebagai berikut: 1. Lembar observasi kinerja guru, instrumen ini digunakan untuk


(38)

32

2. Lembar observasi keterampilan proses IPA, instrumen ini digunakan untuk mengetahui penguasaan keterampilan proses IPA siswa selama pembelajaran.

3. Tes hasil belajar, instrumen ini digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran serta mengetahui ketercapaian indikator pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery.

G. Teknik Analisis Data 1. Data Kualitatif

Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui perkembangan kinerja guru dan keterampilan proses IPA siswa selama pembelajaran.

a. Kinerja Guru

Keterangan:

N = Nilai yang dicari.

R = Skor yang diperoleh guru SM = Skor maksimum

100 = Bilangan tetap

(Adopsi dari Purwanto, 2008: 102) Tabel 2. Kategori Kinerja Guru.

No Rentang Nilai Kategori

1 91-100 Baik Sekali

2 76-90 Baik

3 61-75 Cukup

4 ≤ 60 Kurang Baik

(Sumber: Sowiyah, 2010)

100

×

SM

R


(39)

b. Keterampilan Proses IPA

1) Penguasaan keterampilan proses IPA tiap individu diperoleh dengan rumus:

Keterangan:

NP = Persentase penguasaan

keterampilan proses yang dicari R = Skor mentah yang diperoleh siswa SM = Skor maksimum

100% = Bilangan tetap

(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

2) Penguasaan keterampilan proses IPA siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:

(Sumber: Adaptasi Aqib, 2009: 41)

Tabel 3. Kriteria Penguasaan Keterampilan Proses IPA dalam persen (%).

Tingkat Penguasaan (%) Kategori 81 – 100 Sangat tinggi

61 – 80 Tinggi

41 – 60 Sedang

21 – 40 Rendah

0 – 20 Sangat rendah

(Sumber: adaptasi dari Syah dalam Pratiwi, 2012: 39)

2. Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka. Analisis kuantitatif akan digunakan untuk mendeskripsikan berbagai dinamika kemajuan kualitas belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru. Nilai siswa akan

% 100 ×

SM R NP


(40)

34

dibandingkan dengan nilai awal kemudian dihitung selisihnya, selisihnya itu yang menjadi kemajuan atau kemunduran belajar.

a. Nilai hasil belajar siswa secara individual diperoleh dengan rumus:

Nilai individu =

maksimal skor

skor jumlah

X 100

b. Persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:

Tabel 4. Kriteria Ketuntasan Belajar Siswa Secara Klasikal dalam Persen (%).

No Tingkat Ketuntasan (%) Kategori

1. ≥80 Sangat Tinggi

2. 60 - 79 Tinggi

3. 40 - 59 Sedang

4. 20 - 39 Rendah

5. <20 Sangat Rendah

(Sumber: adaptasi dari Khotimah dalam Aqib, 2009: 41).

H. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas

Urutan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di Kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur adalah sebagai berikut.

1. Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahapan ini yang dilakukan adalah:

1) Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan diajarkan dengan menggunakan model guided discovery.


(41)

2) Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui model guided discovery.

3) Menyiapkan materi pembelajaran yang diajarkan melalui model guided discovery.

4) Membuat rencana pembelajaran (RPP) beserta skenario pembelajaran secara kolaboratif antara peneliti dan guru dengan Standar kompetensi menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model, dan Kompetensi Dasar mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

5) Menyiapkan sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan dalam pembelajaran.

6) Menyusun dan menyiapkan Lembar Kerja Siswa. 7) Menyiapkan instrumen penilaian.

b. Tindakan

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah merujuk pada skenario pembelajaran yang telah dirancang yaitu melalui pembelajaran dengan model guided discovery. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

1) Kegiatan Pembukaan

a) Guru melakukan apersepsi dengan memotivasi siswa melalui bercerita, demonstrasi atau mengungkapkan fakta yang ada kaitannya dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.


(42)

36

2) Kegiatan Inti

a) Guru menciptakan kondisi yang memungkinkan timbulnya suatu permasalahan atau siswa diberi permasalahan.

b) Guru membagi kelompok yang terdiri dari 5-6 kelompok secara heterogen.

c) Guru membagikan LKS kepada siswa.

d) Siswa melaksanakan penemuan yang dapat diperoleh dari suatu percobaan atau eksperimen yang telah disediakan langkah-langkahnya oleh guru.

e) Guru memantau pelaksanaan penemuan dan membantu siswa yang mengalami kesulitan.

f) Pelaporan hasil temuan dan diskusi balikan. 3) Kegiatan Penutup

a) Guru bersama siswa menyimpulkan hasil temuan. b) Guru mengadakan evaluasi hasil.

c) Guru memberikan tindak lanjut, yaitu pemberian tugas rumah sebagai pendalaman.

c. Tahap Observasi

Peneliti mengamati aktifitas guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung yaitu observasi tentang kinerja guru dan penguasaan keterampilan proses IPA siswa selama pembelajaran berlangsung. Selama proses pembelajaran, kinerja guru dan keterampilan proses IPA siswa diamati dengan cara memberikan skor pada lembar observasi berdasarkan instrumen yang telah dibuat.


(43)

d. Tahap Refleksi

Peneliti bersama guru melakukan refleksi untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan selama proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dianalisis adalah penguasaan keterampilan proses IPA siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran serta hasil belajar siswa. Analisis tersebut sebagai acuan perbaikan kinerja guru dan digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam rangka mencapai tujuan PTK. Hasil analisis juga digunakan sebagai bahan perencanaan pada siklus berukutnya dengan membuat rencana tindakan baru agar menjadi lebih baik lagi.

2. Siklus II a. Perencanaan

Perencanaan pada siklus II ini dibuat dengan membuat rencana pembelajaran secara kolaboratif antara peneliti dan guru seperti siklus sebelumnya berdasarkan refleksi pada siklus I, yang membedakan adalah Kompetensi Dasarnya. Pada siklus ini Standar kompetensinya adalah menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model dan Kompetensi Dasarnya adalah membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

b. Tindakan

Pada siklus II ini dilakukan tindakan atau perlakuan berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi siklus I.


(44)

38

c. Tahap Observasi

Pada tahap ini peneliti mengamati dan mencatat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery dengan menggunakan lembar observasi. Data yang diperoleh akan diolah, digeneralisasikan agar diperoleh kesimpulan yang akurat dari semua kekurangan dan kelebihan siklus yang telah dilaksanakan, sehingga dapat direfleksikan untuk siklus berikutnya.

d. Tahap Refleksi

Peneliti melaksanakan refleksi terhadap siklus ke II dan menganalisisnya untuk menentukan kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery dalam meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar IPA siswa.

I. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu mencapai KKM (60). Pada penelitian ini sekurang-kurangnya 75% dari jumlah peserta didik telah tuntas belajar dan kriteria keberhasilan belajar siswa secara klasikal tergolong tinggi. Selain itu, keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dilihat dari adanya peningkatan penguasaan keterampilan proses IPA pada siswa secara klasikal pada setiap siklusnya dan kriteria tingkat penguasaan keterampilan proses IPA secara klasikal tergolong tinggi.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas melalui penerapan model guided discovery pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan model guided discovery dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase ketercapaian keterampilan proses IPA siswa. Pada siklus I keterampilan proses IPA termasuk pada kategori sedang kemudian meningkat pada siklus II menjadi kategori tinggi.

2. Penerapan model guided discovery dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa. Pada siklus I persentase ketuntasan belajar siswa mencapai 67,86%, kemudian mengalami peningkatan 17,85% pada siklus II menjadi 85,71%.

B. Saran

1. Kepada Siswa

Diharapkan agar siswa dapat meningkatkan intensitas dan kualitas belajar dengan menerapkan model guided discovery serta selalu aktif


(46)

92

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempermudah memahami berbagai materi pembelajaran. Selain itu siswa juga harus lebih banyak dalam mempelajari dan menguasai berbagai keterampilan proses IPA sehingga dapat menerapkan berbagai keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kepada Guru

Diharapkan guru dapat lebih kreatif dalam menginovasi pembelajaran serta dapat memahami dan mencoba terlebih dahulu dalam mengunakan model guided discovery maupun model pembelajaran yang lain sebelum menerapkan model tersebut dalam pembelajaran. Berani berinovasi untuk menerapkan model serta media pembelajaran yang kreatif, menarik, dan menyenangkan sehingga menghasilkan pembelajaran yang berkualitas. Selain itu diharapkan guru dapat mengajarkan dan memotivasi siswa untuk dapat menguasai keterampilan proses IPA yang dapat berguna dalam pembelajaran maupun kehidupan sehari-hari.

3. Kepada Sekolah

Diharapkan agar sekolah dapat memberikan sarana dan prasarana guna untuk mengembangkan model guided discovery sebagai inovasi dalam pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru-guru pada semua mata pelajaran sehingga dapat mengkatkan kualitas pembelajaran.

4. Kepada Dinas Pendidikan

Diharapkan dengan model guided discovery dapat menjadi masukan sebagai salah satu model pembelajaran yang mampu mengoptimalkan kegiatan pembelajaran.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB dan TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

. 2007. Menejemen Penelitian. Rienika Cipta. Jakarta.

Asy’ari, Muslichach. 2006. Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar. Depdiknas Ditjen Dikti. Jakarta.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Penilaian Kinerja Guru. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Firman, Harry & Ari Widodo. 2008. Panduan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI. Depdiknas. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Ikromah, Nurul. 2011. Penerapan Model Guided Discovery untuk Miningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA (Skripsi). UPI. Bandung. Kamala, Izzatin. 2008. Pengertian Pendidikan IPA dan Perkembangannya. http://

juhji-science-sd.blogspot.com/2008/07/pengertian-pendidikan-ipa-dan.html. Diakses Rabu 5 Desember 2012.

Kamiludin, Edin. 2008. Upaya Peningkatan Keterampilan Proses dan Pemahaman Konsep IPA (Fisika) Melalui Pendekatan Guided Discovery Inquiry Laboratory Lesson Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Ciamis (Skripsi). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.


(48)

94

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Marleviandra, Anto. 2009. Divinisi IPA. http://techonly13.wordpress.com/2009/ 07/04/definisi-ipa/. Diakses Rabu 5 Desember 2012.

Muncarno. 2009. Statistik Pendidikan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal. Delia Press. Jakarta. Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Dirjen Pendidikan

Tinggi Depdiknas. Jakarta.

Pratiwi, Anggi. 2012. Analisis Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas IV SD pada Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam Materi Perubahan Wujud (Skripsi). UPI. Bandung.

Purwanto, Ngalim. 2008. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Rosda. Bandung. Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Rustaman, Nuryani. 2011. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sapriati, Amalia, dkk. 2009. Materi Pokok Pembelajaran IPA di SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sowiyah. 2010. Pengembangan Kompetensi Guru SD. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sukmana, Prasetya Budi. 2009. Model Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing). http://prasetyabudisukmana.wordpress.com/2009/ 07/22/model-pembelajaran-guided-discovery-pennemuan-terbimbing/#more -3. Diakses Rabu, 26 Desember 2012.

Suryosubroto, B.. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta.

Sutarno, Nono, dkk. 2009. Materi Pokok Materi dan Pembelajaran IPA SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sutrisno, Leo, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Ditjen Dikti Depdiknas. Jakarta.


(49)

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 mengenai Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2006 mengenai Standar Peoses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2009. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2009. UU Sisdiknas (UU RI No. 20 Th. 2003). Sinar Grafika. Jakarta.

Tim Penyusun. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Wardhani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.

Widodo, Ari, dkk. 2010. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. UPI Press. Bandung. Widyatiningtyas, Reviandari. 2012. Peranan Guru dalam Melakukan Penilaian

Keterampilan Proses. http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_ content&task=view&id=49&Itemid=4. Diakses Jum’at, 21 Desember 2012. Winataputra, Udin S., dkk. 2008. Materi Pokok Teori Belajar dan Pembelajaran.

Universitas Terbuka. Jakarta.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Kencana. Jakarta.


(1)

38

c. Tahap Observasi

Pada tahap ini peneliti mengamati dan mencatat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery dengan menggunakan lembar observasi. Data yang diperoleh akan diolah, digeneralisasikan agar diperoleh kesimpulan yang akurat dari semua kekurangan dan kelebihan siklus yang telah dilaksanakan, sehingga dapat direfleksikan untuk siklus berikutnya.

d. Tahap Refleksi

Peneliti melaksanakan refleksi terhadap siklus ke II dan menganalisisnya untuk menentukan kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery dalam meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar IPA siswa.

I. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu mencapai KKM (60). Pada penelitian ini sekurang-kurangnya 75% dari jumlah peserta didik telah tuntas belajar dan kriteria keberhasilan belajar siswa secara klasikal tergolong tinggi. Selain itu, keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dilihat dari adanya peningkatan penguasaan keterampilan proses IPA pada siswa secara klasikal pada setiap siklusnya dan kriteria tingkat penguasaan keterampilan proses IPA secara klasikal tergolong tinggi.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas melalui penerapan model guided discovery pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan model guided discovery dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase ketercapaian keterampilan proses IPA siswa. Pada siklus I keterampilan proses IPA termasuk pada kategori sedang kemudian meningkat pada siklus II menjadi kategori tinggi.

2. Penerapan model guided discovery dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa. Pada siklus I persentase ketuntasan belajar siswa mencapai 67,86%, kemudian mengalami peningkatan 17,85% pada siklus II menjadi 85,71%.

B. Saran

1. Kepada Siswa

Diharapkan agar siswa dapat meningkatkan intensitas dan kualitas belajar dengan menerapkan model guided discovery serta selalu aktif


(3)

92

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempermudah memahami berbagai materi pembelajaran. Selain itu siswa juga harus lebih banyak dalam mempelajari dan menguasai berbagai keterampilan proses IPA sehingga dapat menerapkan berbagai keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kepada Guru

Diharapkan guru dapat lebih kreatif dalam menginovasi pembelajaran serta dapat memahami dan mencoba terlebih dahulu dalam mengunakan model guided discovery maupun model pembelajaran yang lain sebelum menerapkan model tersebut dalam pembelajaran. Berani berinovasi untuk menerapkan model serta media pembelajaran yang kreatif, menarik, dan menyenangkan sehingga menghasilkan pembelajaran yang berkualitas. Selain itu diharapkan guru dapat mengajarkan dan memotivasi siswa untuk dapat menguasai keterampilan proses IPA yang dapat berguna dalam pembelajaran maupun kehidupan sehari-hari.

3. Kepada Sekolah

Diharapkan agar sekolah dapat memberikan sarana dan prasarana guna untuk mengembangkan model guided discovery sebagai inovasi dalam pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru-guru pada semua mata pelajaran sehingga dapat mengkatkan kualitas pembelajaran.

4. Kepada Dinas Pendidikan

Diharapkan dengan model guided discovery dapat menjadi masukan sebagai salah satu model pembelajaran yang mampu mengoptimalkan kegiatan pembelajaran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB dan TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

. 2007. Menejemen Penelitian. Rienika Cipta. Jakarta.

Asy’ari, Muslichach. 2006. Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar. Depdiknas Ditjen Dikti. Jakarta.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Penilaian Kinerja Guru. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Firman, Harry & Ari Widodo. 2008. Panduan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI. Depdiknas. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Ikromah, Nurul. 2011. Penerapan Model Guided Discovery untuk Miningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA (Skripsi). UPI. Bandung. Kamala, Izzatin. 2008. Pengertian Pendidikan IPA dan Perkembangannya. http://

juhji-science-sd.blogspot.com/2008/07/pengertian-pendidikan-ipa-dan.html. Diakses Rabu 5 Desember 2012.

Kamiludin, Edin. 2008. Upaya Peningkatan Keterampilan Proses dan Pemahaman Konsep IPA (Fisika) Melalui Pendekatan Guided Discovery Inquiry Laboratory Lesson Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Ciamis (Skripsi). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.


(5)

94

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Marleviandra, Anto. 2009. Divinisi IPA. http://techonly13.wordpress.com/2009/ 07/04/definisi-ipa/. Diakses Rabu 5 Desember 2012.

Muncarno. 2009. Statistik Pendidikan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal. Delia Press. Jakarta. Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Dirjen Pendidikan

Tinggi Depdiknas. Jakarta.

Pratiwi, Anggi. 2012. Analisis Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas IV SD pada Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam Materi Perubahan Wujud (Skripsi). UPI. Bandung.

Purwanto, Ngalim. 2008. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Rosda. Bandung. Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Rustaman, Nuryani. 2011. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sapriati, Amalia, dkk. 2009. Materi Pokok Pembelajaran IPA di SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sowiyah. 2010. Pengembangan Kompetensi Guru SD. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sukmana, Prasetya Budi. 2009. Model Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing). http://prasetyabudisukmana.wordpress.com/2009/ 07/22/model-pembelajaran-guided-discovery-pennemuan-terbimbing/#more -3. Diakses Rabu, 26 Desember 2012.

Suryosubroto, B.. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta.

Sutarno, Nono, dkk. 2009. Materi Pokok Materi dan Pembelajaran IPA SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sutrisno, Leo, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Ditjen Dikti Depdiknas. Jakarta.


(6)

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 mengenai Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2006 mengenai Standar Peoses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2009. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2009. UU Sisdiknas (UU RI No. 20 Th. 2003). Sinar Grafika. Jakarta.

Tim Penyusun. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Wardhani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.

Widodo, Ari, dkk. 2010. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. UPI Press. Bandung. Widyatiningtyas, Reviandari. 2012. Peranan Guru dalam Melakukan Penilaian

Keterampilan Proses. http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_ content&task=view&id=49&Itemid=4. Diakses Jum’at, 21 Desember 2012. Winataputra, Udin S., dkk. 2008. Materi Pokok Teori Belajar dan Pembelajaran.

Universitas Terbuka. Jakarta.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Kencana. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI STRATEGI GUIDED TEACHING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI Peningkatan Motivasi Dan Hasil Belajar IPA Melalui Strategi Guided Teaching Pada Siswa Kelas V SD N Tambahmulyo 01 Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati T

0 1 15

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING PADA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA SISWA KELAS V SDN 02 DOPLANG KECAMATAN KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PEL

0 1 14

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW PADA SISWA KELAS V SD Peningkatan Motivasi Belajar IPA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw Pada Siswa Kelas V SD Negeri Purworejo Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Tahu

0 2 16

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN EKSPLORATORY DISCOVERY Peningkatan hasil belajar IPA melalui pendekatan Eksploratory Discovery pada siswa kelas IV SD Negeri Demakijo.

1 6 12

Naskah Publikasi PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI Peningkatan hasil belajar IPA melalui pendekatan Eksploratory Discovery pada siswa kelas IV SD Negeri Demakijo.

4 48 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAMATI DAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI METODE GUIDED DISCOVERY SISWA KELAS V SD NEGERI KEPUHAN, SEWON.

0 1 187

PENINGKATAN CURIOSITY DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SUROTRUNAN.

0 0 287

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES IPA MELALUI METODE GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS VB SDN MARGOYASAN YOGYAKARTA.

0 0 110

PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR IPA-FISIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 JELBUK Laily Rachmia S.

0 1 6

PERBAIKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MUATAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING (DL) PADA SISWA KELAS IV SD Ani Sri Susanti

0 0 13