PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES IPA MELALUI METODE GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS VB SDN MARGOYASAN YOGYAKARTA.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Carin dan Sund (Patta Bundu, 2006: 4) menyatakan bahwa IPA merupakan suatu pengetahuan tentang alam semesta yang bertumpu pada data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan percobaan sehingga di dalamnya memuat produk, proses dan sikap manusia. Hal ini menunjukkan bahwa dalam IPA terdapat tiga dimensi utama yang saling berkaitan erat. Tiga dimensi utama dalam IPA tersebut meliputi dimensi produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah.

Pembelajaran IPA di sekolah dasar mengacu pada kurikulum IPA yang menekankan penguasaan kompetensi melalui proses ilmiah. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan pembelajaran IPA di tingkat SD/MI dalam standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu agar peserta didik dapat mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan (Sri Sulistyorini, 2007: 40). Nur dan Wikandri (Trianto, 2010: 143) juga mengemukakan bahwa proses belajar mengajar dalam IPA lebih menekankan pada keterampilan proses, agar siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah.

Semiawan, dkk (Patta Bundu, 2006: 5) menyatakan bahwa keterampilan proses dalam pembelajaran IPA penting dikuasai oleh siswa, karena: (1) perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung sangat cepat sehingga tidak


(2)

2

mungkin lagi mengajarkan fakta dan konsep kepada siswa, (2) siswa akan lebih mudah memahami konsep yang abstrak jika belajar melalui benda-benda konkret dan langsung melakukannya sendiri, (3) penemuan ilmu pengetahuan sifat kebenarannya relatif, di mana suatu teori yang dianggap benar hari ini belum tentu benar di masa mendatang jika tidak lagi didukung oleh fakta ilmiah, (4) dalam proses belajar mengajar pengembangan konsep tidak bisa dipisahkan dari pengembangan sikap dan nilai. Oleh karena itu, keterampilan proses dalam pembelajaran IPA menjadi wahana pengait antara pengembangan konsep dan pengembangan sikap dan nilai.

Meskipun pembelajaran IPA bertujuan untuk dapat mengembangkan keterampilan proses peserta didik, akan tetapi dalam kenyataannya pembelajaran IPA sampai sekarang masih menggunakan metode pembelajaran yang sifatnya informatif dengan keterlibatan siswa yang rendah. Fokus penyajian materi dengan ceramah di mana kegiatan siswa tidak lebih dari mendengarkan dan menyalin. Hal ini senada dengan pendapat Patta Bundu (2006: 3), permasalahan dalam pembelajaran IPA adalah lebih menekankan pada pembelajaran pada faktor ingatan melalui kegiatan ceramah yang mengakibatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran terbatas tidak lebih dari mendengarkan dan menyalin. Pembelajaran IPA ditekankan pada penghafalan rumus-rumus, fakta-fakta dan konsep-konsep menjadi lebih diutamakan, sehingga pembelajaran IPA lebih menekankan pada produk ilmiah daripada proses ilmiah (Moh. Amien, 1987: 125). Pada


(3)

3

akhirnya tujuan pembelajaran IPA untuk dapat mengembangkan keterampilan proses siswa tidak tercapai.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di SDN Margoyasan, Yogyakarta, dalam pembelajaran IPA di kelas VB disampaikan menggunakan metode ceramah di mana keterlibatan guru lebih dominan daripada keterlibatan siswa. Siswa hanya mendengar, mencatat, dan menghafal materi yang disampaikan oleh guru. Siswa kurang terlibat dalam proses memperoleh pengetahuan IPA.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VB diperoleh informasi bahwa permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran IPA, yaitu: (1) semangat belajar siswa kurang, hal ini ditandai ketika pembelajaran berlangsung siswa tidak memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan oleh guru, siswa lebih asyik bermain atau bercerita sendiri dengan teman sebangkunya, (2) media pembelajaran yang sering digunakan hanya gambar, (3) penggunaan metode pembelajaran seperti diskusi hanya beberapa siswa saja yang aktif sedangkan siswa yang lainnya cenderung pasif, (4) pelaksanaan pembelajaran melalui kegiatan percobaan tidak pernah dilaksanakan, dengan alasan akan memerlukan waktu yang lama dalam pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi guru kelas tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses siswa dalam pembelajaran IPA masih tergolong rendah. Hal tersebut disebabkan oleh pembelajaran yang dilaksanakan selama ini masih menekankan pada pembelajaran ingatan


(4)

4

melalui kegiatan ceramah dalam penyajian materi tanpa melakukan kegiatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk menemukan pengetahuan mereka sendiri, sehingga keterampilan proses IPA siswa tidak tampak.

Rendahnya keterampilan proses siswa dalam pembelajaran IPA perlu ditingkatkan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran IPA, sehingga tujuan untuk mengembangkan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA dapat tercapai. Pembelajaran IPA dengan melatihkan keterampilan proses bertujuan agar siswa tidak hanya ingat dan hafal dengan materi yang disampaikan oleh guru, melainkan siswa juga paham dengan materi yang disampaikan oleh guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2010: 150), materi pelajaran akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dan diingat dalam waktu yang relatif lama jika siswa sendiri memperoleh pengalaman langsung dari belajar melalui pengamatan atau eksperimen.

Salah satu alternatif metode pembelajaran IPA yang diterapkan untuk meningkatkan keterampilan proses pada siswa secara optimal yaitu menggunakan metode guided discovery. Metode guided discovery merupakan salah satu metode dalam pembelajaran IPA yang dapat diterapkan di sekolah dasar. Carin (Moh. Amien, 1987: 126) menjelaskan bahwa discovery merupakan suatu proses mental di mana anak atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Discovery terjadi jika siswa terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Tugas guru dalam pembelajaran yaitu membimbing siswa untuk menjawab atau memecahkan masalah dalam pembelajaran.


(5)

5

Salah satu keunggulan dari metode guided discovery yaitu dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan dan proses kognitif siswa (B. Suryosubroto, 2002: 200). Berdasarkan pernyataan tersebut, metode guided discovery dapat mengarahkan siswa pada kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan proses di mana siswa dibimbing untuk menemukan dan menyelidiki sendiri tentang konsep sehingga pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh siswa bukan hanya hasil dari mengingat seperangkat fakta melainkan merupakan hasil temuan mereka sendiri.

Melalui metode pembelajaran guided discovery akan mendorong siswa untuk belajar secara mandiri dan mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Siswa akan terlibat aktif dalam menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dapat menambah pengetahuan siswa. Dengan demikian, keterampilan proses siswa akan meningkat melalui penerapan metode guided discovery dalam pembelajaran IPA.

Hal ini menjadi acuan peneliti dalam melakukan langkah-langkah yang tepat agar keterampilan proses yang dimiliki siswa dalam pembelajaran IPA meningkat. Langkah yang ditempuh yaitu melalui metode pembelajaran guided discovery untuk meningkatkan keterampilan proses IPA pada siswa kelas VB SDN Margoyasan, Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:


(6)

6

1) pembelajaran IPA di kelas VB disampaikan melalui kegiatan ceramah dengan keterlibatan siswa yang kurang,

2) semangat belajar siswa kurang,

3) media yang sering digunakan oleh guru hanya gambar,

4) penggunaan metode pembelajaran seperti diskusi hanya beberapa siswa saja yang aktif sedangkan siswa yang lainnya cenderung pasif,

5) pelaksanaan pembelajaran melalui kegiatan percobaan tidak pernah dilaksanakan, dan

6) keterampilan proses siswa dalam pembelajaran IPA masih tergolong rendah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi pada keterampilan proses IPA pada siswa kelas VB SDN Margoyasan, Yogyakarta masih tergolong rendah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan metode guided discovery dapat meningkatkan keterampilan proses IPA pada siswa kelas VB SDN

Margoyasan, Yogyakarta?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan proses IPA pada siswa kelas V B SDN Margoyasan, Yogyakarta melalui metode guided discovery.


(7)

7 F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA pada siswa melalui metode guided discovery.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Melibatkan siswa aktif dalam proses pembelajaran sehingga keterampilan proses IPA siswa dalam pembelajaran dapat meningkat.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat membantu upaya guru dalam meningkatkan keterampilan proses IPA siswa dalam pembelajaran serta meningkatkan kualitas profesional guru sebagai pendidik dan pengajar dalam proses pembelajaran.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi sekolah dalam rangka peningkatan kualitas proses pembelajaran IPA dan memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

d. Bagi Peneliti


(8)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat IPA

Abruscato (Maslichah Asy’ari, 2006: 7) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian proses yang sistematis untuk mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta. Trianto (2010: 141) juga mendefinisikan IPA sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal.

Pusat kurikulum (Trianto, 2010: 153) mengemukakan bahwa IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. James Conan (Usman Samatowa, 2006: 1) juga mengemukakan bahwa IPA sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut.

Sri Sulistyorini (2007: 40) mengemukakan bahwa pada hakikatnya IPA dipandang dari segi produk, proses dan dari pengembangan sikap. IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk), dan dimensi pengembangan sikap ilmiah.


(9)

9 a. IPA sebagai produk

IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA tedahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.

b. IPA sebagai proses

IPA sebagai proses adalah proses mendapatkan IPA atau yang dikenal dengan metode ilmiah. Metode ilmiah untuk anak sekolah dasar dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk paduan yang lebih utuh sehingga anak sekolah dasar dapat melakukan penelitian sederhana. Pentahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian atau eksperimen yang meliputi observasi, klasifikasi, interpretasi, prediksi, hipotesis, mengendalikan variabel, merencanakan dan melakukan penelitian, inferensi, aplikasi, dan komunikasi.

c. IPA sebagai pemupuk sikap

Sikap pada pengajaran IPA dibatasi pada sikap ilmiah terhadap alam sekitar. Ada sembilan aspek sikap dari ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia sekolah dasar. Kesembilan sikap tersebut yaitu sikap ingin tahu, ingin mendapatkan sesuatu yang baru, kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, kedisiplinan diri. Sikap ilmiah dapat dikembangkan ketika siswa melakukan diskusi, percobaan, simulasi atau kegiatan lapangan.


(10)

10

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam melalui serangkaian proses ilmiah yang disertai dengan sikap ilmiah sehingga menghasilkan produk ilmiah yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.

B. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Hergenhahn (Usman Samatowa, 2011: 104) mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari proses pembelajaran. De Vito et al. (Usman Samatowa, 2011: 104) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan yang diperlukan dan menimbulkan kesadaran kepada siswa bahwa belajar IPA sangat diperlukan untuk dipelajari.

Maslichah Asy’ari (2006: 22) mengemukakan bahwa pembelajaran IPA

harus faktual (tidak hanya secara verbal) dan tidak hanya mementingkan produk saja, akan tetapi proses untuk mendapatkan pengetahuan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA siswa perlu diberi kesempatan untuk berlatih keterampilan proses IPA. Nur dan Wikandri (Trianto 2010: 143) juga mengemukakan bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar menekankan pada keterampilan proses di mana siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah itu sendiri yang


(11)

11

dapat berpengaruh positif terhadap proses pendidikan maupun produk pendidikan.

Pembelajaran IPA dipengaruhi oleh tujuan dari pembelajaran IPA yang telah dirumuskan dalam suatu kurikulum yang sedang berlaku (Maslichah

Asy’ari, 2006: 23). Sri Sulistyorini (2007: 40) menyatakan bahwa dalam

standar isi KTSP mata pelajaran IPA untuk SD/MI, tujuan dari pembelajaran IPA di SD agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

Selain tujuan pembelajaran, dalam kurikulum juga dirumuskan ruang lingkup pembelajaran. Sri Sulistyorini (2007: 40) mengemukakan bahwa dalam standar isi KTSP mata pelajaran IPA untuk SD/MI, ruang lingkup bahan kajian dalam pembelajaran IPA di SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan

gas.

c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.


(12)

12

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Standar Kompetensi dalam mata pelajaran IPA untuk kelas V SD/MI/SDLB/Paket A adalah sebagai berikut.

a. Mengidentifkasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan. b. Memahami cara tumbuhan hijau membuat makanan.

c. Mengidentifikasi cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan.

d. Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunnya dan perubahan sifat benda sebagai suatu proses.

e. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya. f. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu model atau

karya.

g. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam.

Materi IPA yang digunakan dalam penelitian ini adalah sifat-sifat cahaya dan pemanfaatannya. Pemilihan materi disesuaikan dengan silabus yang digunakan guru kelas VB SDN Margoyasan, Yogyakarta. Standar kompetensi materi tersebut adalah menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu model atau karya. Kompetensi dasar materinya yaitu mendeskripsikan sifat-sifat cahaya dan membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.


(13)

13 C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Pelaksanaan proses pembelajaran sangat penting memperhatikan karakteristik siswa, termasuk juga dalam pembelajaran IPA. Piaget (Rita Eka Izzaty, 2008: 35) mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif yaitu tahap sensori motor (lahir sampai18 bulan), pra operasional (18 bulan sampai 6 tahun), operasional konkret (6 sampai 12 tahun), dan operasional formal (12 tahun lebih). Anak usia sekolah dasar pada umumnya pada rentang usia 6 sampai 12 tahun, di mana mereka berada pada tahap operasional konkret.

Pada tahap tersebut kemampuan anak untuk berpikir abstrak harus melalui pengalaman konkret. Anak pada tahap operasional konkret masih sangat membutuhkan benda-benda konkret untuk membantu perkembangan kemampuan intelektualnya (Hendro Darmodjo & Jenny R. E. Kaligis, 1991: 20).

Maslichah Asy’ari (2006: 38) mengemukakan bahwa pada rentang usia 6

sampai 12 tahun, umumnya anak memiliki sifat sebagai berikut. 1. Rasa ingin tahu yang kuat.

2. Senang bermain atau suasana yang menggembirakan, mengatur dirinya, mengeksplorasi situasi sehingga suka mencoba-coba.

3. Memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi.

4. Akan belajar efektif jika ia merasa senang dengan situasi yang ada.

5. Belajar dengan cara bekerja dan suka mengajarkan apa yang ia bisa pada temannya.


(14)

14

Rita Eka Izzaty (2008: 104) mengemukakan bahwa anak usia sekolah dasar termasuk dalam masa kanak-kanak akhir. Masa kanak-kanak akhir dibagi menjadi dua fase yaitu sebagai berikut.

1. Masa kelas rendah sekolah dasar yang berlangsung antara usia 6/7 tahun – 9/10 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 1, 2, dan 3 sekolah dasar. Adapun ciri-ciri anak masa kelas-kelas rendah sekolah dasar adalah sebagai berikut.

a. Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah. b. Suka memuji diri sendiri.

c. Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan itu dianggapnya tidak penting.

d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan dirinya.

e. Suka meremehkan orang lain.

2. Masa kelas tinggi sekolah dasar, yang berlangsung antara usia 9/10 tahun – 12/13 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 4, 5, dan 6 sekolah dasar. Ciri-ciri anak masa kelas tinggi adalah sebagai berikut.

a. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari. b. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis.

c. Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus.

d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.


(15)

15

e. Minat anak terhadap kegiatan kelompok sebaya atau peer group mulai timbul untuk melakukan kegiatan bersama, misalnya belajar bersama, bermain dan sebagainya.

Berdasarkan pemaparan tentang karakteristik anak usia sekolah dasar di atas, perlu dimanfaatkan dan difasilitasi agar proses belajar mereka menjadi lebih bermakna. Mereka akan lebih antusias jika diberi kesempatan dan difasilitasi untuk belajar melalui pengalaman langsung. Oleh karena itu, guru harus mampu menentukan metode yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki siswa sekolah dasar tersebut dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Sri Sulistyorini (2007: 40), karakteristik anak usia sekolah dasar pada tahap operasional konkret perlu dijadikan landasan dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran bagi mereka. Pembelajaran perlu dirancang dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa untuk melihat (seeing), berbuat sesuatu (doing), melibatkan diri dalam proses belajar (undergoing), dan mengalami langsung (experiencing) hal-hal yang dipelajari.

D. Tinjauan tentang Metode Discovery

Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai dengan optimal (Wina Sanjaya 2008: 145). Metode memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, karena merupakan salah satu unsur yang dapat menentukan keberhasilan proses pembelajaran.


(16)

16

Discovery berasal dari kata “discover” yang berarti menemukan, sedangkan discovery adalah penemuan. Istilah discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan) dan problem solving (pemecahan masalah). Beberapa ahli membedakan antara penemuan dengan penyelidikan, ahli lain menempatkan penyelidikan sebagai bagian dari penemuan, dan ada ahli lain menulis tentang cara penyelidikan sendiri yang meliputi penyelidikan dan penemuan (B. Suryosubroto, 2002: 193).

Sund (B. Suryosubroto, 2002: 193) menjelaskan bahwa discovery merupakan suatu proses mental di mana anak atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Proses mental yang dialami anak meliputi mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan menarik kesimpulan. Inquiry adalah perluasan dari proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Proses mental dalam proses inquiry lebih tinggi tingkatannya yang meliputi merumuskan masalah, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan.

Metode discovery merupakan suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individu, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep (Oemar Hamalik, 2010: 134). Penggunaan metode discovery dalam praktek pembelajaran oleh guru dilaksanakan antara discovery dengan bimbingan (guided discovery) dan discovery tanpa bimbingan (free discovery) (Oemar Hamalik, 2010: 134). Peningkatan keterampilan proses IPA dalam penelitian ini menggunakan metode guided discovery karena subjek


(17)

17

penelitian adalah siswa sekolah dasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Carin & Sund (1989: 93), bahwa pembelajaran untuk anak usia sekolah dasar paling tepat menggunakan guided discovery. Alasan menggunakan metode guided discovery yaitu siswa sekolah dasar masih memerlukan bimbingan dari guru untuk mengetahui cara belajar yang efektif dan mendapatkan bimbingan untuk dapat menemukan sendiri konsep IPA (Hendro Darmodjo & Jenny R. E. Kaligis, 1991: 35).

E. Tinjauan tentang Metode Guided Discovery 1. Pengertian Metode Guided Discovery

Ditinjau dari penempatan guru dan siswa dalam pembelajaran terdapat tiga macam metode pembelajaran IPA yaitu exposition (konvensional), guided discovery dan inquiry. Pada metode exposition (konvensional) guru lebih mendominasi sedangkan siswa pasif, lain halnya dengan metode inquiry di mana siswa bersikap lebih aktif dan guru bertugas sebagai fasilitator. Pembelajaran melalui metode guided discovery mengkombinasikan dari dua metode tersebut, selain sebagai fasilitator guru juga aktif dalam membimbing siswa dalam memperoleh pengetahuan dan menempatkan siswa untuk aktif (Carin & Sund, 1989: 91). Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Perbedaan Metode Pembelajaran Konvensional, Guided Discovery, dan Inquiry

Metode Pembelajaran

Exposition (Konvensional )

Guided Discovery Inquiry Guru Aktif dan lebih

mendominasi

Aktif dan sebagai fasilitator

Fasilitator


(18)

18

Metode guided discovery mengkombinasikan dari dua cara pengajaran yaitu teacher centered dan student centered (Carin & Sund, 1989: 93). Tugas guru dalam metode guided discovery yaitu selain sebagai fasilitator juga aktif dalam membimbing siswa memperoleh pengetahuan dan menempatkan murid untuk bersikap aktif.

Oemar Hamalik (2010: 188) mengemukakan bahwa dalam guided discovery terjadi komunikasi dua arah antara guru dan siswa. Cagne (Oemar Hamalik, 2010: 188) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan komunikasi dua arah yaitu dalam pembelajaran melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, siswa melakukan kegiatan discovery (penemuan), sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat/benar. Hal inilah yang menunjukkan bahwa dalam pembelajaran melalui guided discovery guru dan siswa sama-sama aktif ketika proses pembelajaran berlangsung.

Maslichach Asy’ari (2006: 51) menjelaskan bahwa dalam penemuan

terbimbing (guided discovery) siswa diarahkan untuk mendapatkan suatu pengetahuan dari serangkaian aktivitas yang dilakukan sehingga siswa seolah-olah menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Carin (Moh. Amien, 1987: 126) menjelaskan bahwa bagi seorang siswa untuk membuat penemuan harus melakukan proses mental seperti mengamati, menggolongkan, membuat dugaan menjelaskan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan demikian, pembelajaran melalui metode guided discovery mencoba


(19)

19

membantu siswa dalam belajar penemuan yaitu membantu mereka dalam mendapatkan pengetahuan yang dibangun oleh mereka sendiri.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa metode guided discovery merupakan metode penemuan terbimbing di mana guru sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan siswa aktif melakukan kegiatan untuk menemukan pengetahuannya sendiri.

Tugas guru dalam pelaksanaan pembelajaran melalui kegiatan guided discovery yaitu memberikan bimbingan dalam mendiagnosis kesulitan yang dialami siswa dan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa (Oemar Hamalik, 2010: 188). Selain itu, B. Suryosubroto (2002: 195) juga mengemukakan tugas guru dalam pelaksanaan pembelajaran melalui metode guided discovery adalah sebagai berikut.

a. Guru sebagai diagnosis.

1) Guru berusaha mengetahui kebutuhan siswa. 2) Guru berusaha mengetahui kesiapan siswa. b. Guru sebagai fasilitator.

1) Menyiapkan tugas atau masalah yang akan dipecahkan oleh siswa melalui kegiatan penemuan.

2) Menentukan setting kelas, apakah siswa akan bekerja secara individu atau kelompok yang terdiri dari 2, 3 atau 4 siswa.

3) Menyiapkan alat dan fasilitas belajar yang diperlukan.

4) Memberikan kesempatan pelaksanaan kegiatan penemuan kepada siswa.


(20)

20

5) Sumber informasi, jika diperlukan oleh siswa.

6) Membantu siswa dalam merumuskan sendiri kesimpulan dan implikasi-implikasinya.

c. Guru sebagai dinamisator.

1) Merangsang terjadinya interaksi.

2) Membesarkan hati siswa untuk lebih bergairah dalam melaksanakan kegiatan penemuan.

3) Merangsang terjadinya self analysis. 2. Langkah-langkah Metode Guided Discovery

Dalam free discovery siswa dikembangkan kemampuannya dalam mengidentifikasi masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data untuk menguji hipotesis dan membuat kesimpulan (Carin & Sund, 1989: 92). Sementara itu, pada guided discovery guru memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menentukan masalah, menyediakan bahan dan alat, serta mendorong siswa untuk bekerja sesuai prosedur untuk memecahkan masalah sendiri (Carin & Sund, 1989: 104).

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa langkah pada guided discovery tidak jauh berbeda dengan langkah-langkah pada free discovery secara umum. Perbedaannya yaitu adanya bimbingan guru pada guided discovery dalam proses menemukan pengetahuan.

Wina Sanjaya (2008: 201) mengemukakan bahwa langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran free discovery adalah sebagai berikut.


(21)

21 a. Orientasi

Pada tahap ini guru menciptakan suasana yang kondusif dalam pembelajaran. Hal yang dilakukan guru dalam tahap ini yaitu:

1) menjelaskan tujuan, dan hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa, 2) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan siswa untuk

mencapai tujuan, dan

3) menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar yang akan dilakukan, hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar kepada siswa.

b. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada suatu persoalan. Siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban sangat penting karena siswa akan memperoleh pengalaman yang berharga dalam upayanya mengembangkan proses berpikir.

c. Mengajukan hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji yang perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan berhipotesis pada siswa yaitu dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa merumuskan jawaban sementara.


(22)

22 d. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data merupakan aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pengumpulan data tidak hanya membutuhkan motivasi kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan potensi berpikirnya.

e. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menetukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional, artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

f. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan merupakan proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Guru sebaiknya mampu menunjukkan pada siswa data yang relevan untuk mencapai kesimpulan yang akurat.

Adapun tahap-tahap pada pembelajaran guided discovery secara garis besar yang dibagi menjadi empat tahap yaitu tahap pengenalan dan review, tahap terbuka, tahap konvergen dan tahap penutup (Jacobsen, Eggen & Kauchak, 2009: 210).


(23)

23 a. Tahap pengenalan dan review

Tahap pengenalan dan review disebut juga dengan tahap motivasi yang dilakukan untuk menarik perhatian siswa. Motivasi yang diberikan dapat berupa pernyataan, pertanyaan maupun perintah. Hal ini bertujuan untuk menghidupkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa.

b. Tahap terbuka

Tahap terbuka disebut juga dengan tahap pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan-pengamatan untuk memperoleh data.

c. Tahap konvergen

Ketika tahap konvergen berlangsung siswa dibimbing menggunakan informasi yang diperoleh dalam pemrosesan data untuk memperoleh kesimpulan.

d. Penutup

Tahap penutup dilakukan dengan meminta siswa membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah pembelajaran melalui metode guided discovery yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(24)

24

Tabel 2. Langkah-langkah Metode Guided Discovery No. Langkah-langkah

guided discovery

Aktivitas Guru 1. Orientasi

(pendahuluan)

a. Memberikan motivasi kepada siswa. b. Menyampaikan tujuan belajar kepada

siswa.

c. Memberikan penjelasan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan.

2. Merumuskan masalah a. Merumuskan masalah yang akan dipecahkan.

3. Mengajukan hipotesis a. Mendorong siswa untuk mengajukan hipotesis.

4. Mengumpulkan data a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan data.

b. Memberikan bimbingan ketika siswa mengumpulkan data.

5. Mengolah data a. Membimbing siswa untuk menganalisis data yang diperoleh. b. Membimbing siswa untuk melakukan

diskusi.

c. Memberikan bantuan kepada siswa yang merasa kesulitan.

6. Penutup a. Memberikan bimbingan kepada siswa untuk menarik kesimpulan.

3. Keunggulan dan Kekurangan Metode Guided Discovery

Setiap metode pembelajaran memiliki keunggulan dan kekurangan, begitu juga metode dengan guided discovery memiliki kelebihan dan kekurangan. Keunggulan pembelajaran melaui guided discovery yaitu siswa belajar bagaimana cara belajar, belajar mandiri, memotivasi diri sendiri, meminimalkan atau menghindari cara belajar yang bersifat hafalan, serta siswa menjadi lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri (Carin & Sund, 1989: 104).

B. Suryosubroto (2002: 200) juga mengemukakan bahwa keunggulan metode guided discovery adalah sebagai berikut.


(25)

25

a. Membantu siswa mengembangkan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.

b. Membangkitkan gairah belajar siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang megalami kegagalan.

c. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai kemampuan sendiri.

d. Siswa dapat mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar.

e. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.

f. Metode ini berpusat pada siswa, misalnya memberi kesempatan kepada siswa dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide.

B. Suryosubroto (2002: 200) mengemukakan kekurangan dari metode guided discovery adalah sebagai berikut.

a. Adanya keharusan persiapan mental untuk cara belajar ini, siswa yang lamban mungkin bingung dalam mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.


(26)

26

b. Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu sesorang siswa menemukan teori-teori.

c. Harapan yang ditumpahkan pada metode ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

d. Fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak tersedia untuk beberapa ilmu (misalnya IPA).

F. Keterampilan Proses IPA

1. Pengertian Keterampilan Proses IPA

Conny Semiawan (2008: 137) menjelaskan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan yang membangun cara subjek didik membentuk konsep secara wajar dan menemukan konsep sendiri sehingga memberikan sumbangsih terhadap perkembangan mental subjek didik dalam menggali potensi dalam dirinya. Indrawati (Trianto, 2010: 144) juga mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan ilmiah yang terarah (kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan.

Sri Sulistyorini (2007: 10) mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan dasar yang diperlukan dalam proses mendapatkan IPA. Siswa dalam memahami suatu konsep tidak diberi tahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang pada siswa untuk memperoleh dan menemukan


(27)

27

konsep melalui pengalaman siswa dengan mengembangkan keterampilan dasar melalui percobaan dan membuat kesimpulan.

Usman Samatowa (2011: 93) mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan intelektual yang dimiliki dan digunakan oleh para ilmuwan dalam meneliti fenomena alam. Keterampilan proses yang dilakukan oleh para ilmuwan dapat dipelajari oleh siswa sekolah dasar dalam bentuk yang lebih sederhana sesuai dengan tahap perkembangan anak usia sekolah dasar.

Berdasarkan pengertian keterampilan proses di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan ilmiah yang terarah untuk mencari dan memperoleh informasi. Dengan demikian keterampilan proses IPA merupakan keterampilan ilmiah yang terarah dalam proses mencari dan memperoleh konsep atau prinsip atau teori IPA.

2. Ruang Lingkup Keterampilan Proses IPA

Funk (Trianto, 2010: 144) mengemukakan bahwa keterampilan proses terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) dan keterampilan proses terpadu (integrated science process skill). Keterampilan proses tingkat dasar terdiri dari keterampilan observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, dan inferensi. Keterampilan proses terpadu terdiri dari keterampilan menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, memberi hubungan variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel secara operasional, merencanakan penyelidikan, dan


(28)

28

melakukan eksperimen. Keterampilan proses dasar menjadi landasan untuk keterampilan proses terintegrasi yang lebih kompleks.

Rezba et.al (Patta Bundu, 2006: 12) mengemukakan bahwa keterampilan proses dalam pembelajaran IPA yang dikembangkan untuk siswa sekolah dasar yaitu keterampilan proses IPA dasar (basic science process skill) yang meliputi keterampilan mengamati, mengelompokkan, mengukur, mengkomunikasikan, memprediksi, dan menyimpulkan. Adapun penjelasan dari masing-masing aspek keterampilan proses IPA dasar (basic science process skill) sebagai berikut.

a. Keterampilan mengamati

Mengamati merupakan kemampuan menggunakan indera yang diperlukan untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin (Conny Semiawan, 2008: 139). Keterampilan mengamati adalah keterampilan proses IPA yang paling dasar dan sangat penting untuk pengembangan keterampilan proses yang lainnya seperti prediksi, klasifikasi, komunikasi, dan inferensi (Patta Bundu, 2006: 88).

Menurut Dimyati & Mudjiono (2002: 142), mengamati memiliki dua sifat utama yaitu kualitatif dan kuantitatif. Mengamati bersifat kualitatif jika pelaksanaannya hanya menggunkan panca indera untuk memperoleh informasi, sedangkan mengamati bersifat kualitatif jika pelaksanaannya selain menggunakan panca indera atau dibantu dengan menggunakan peralatan lain untuk memberikan informasi yang khusus dan tepat, seperti penggaris temometer, timbangan, mikroskop dan sebagainya.


(29)

29 b. Keterampilan mengklasifikasi

Keterampilan mengklasifikasi adalah mengelompokkan atas aspek dan ciri-ciri tertentu. Keterampilan ini merupakan dasar pembentukan konsep. Setiap objek dapat dikelompokan atas dasar ukuran, bentuk, warna atau sifat lainnya. Mengklasifikasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengorganisasikan materi, kejadian, atau fenomena ke dalam kelompok secara logis. Pengelompokan dimulai dengan mengamati persamaan, perbedaan, dan keterkaitan antara satu objek dengan yang lainnya (Patta Bundu, 2006: 26).

c. Keterampilan mengukur

Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengembangan keterampilan mengukur yang baik sangat efektif dalam membuat observasi kuantitatif, membandingkan dan mengelompokkan segala sesuatu di alam sekitar dan mengkomunikasi hasil kegiatan yang telah dilakukan kepada orang lain (Dimyati & Mudjiono, 2002: 144). d. Keterampilan memprediksi

Prediksi adalah suatu perkiraan apa yang akan terjadi. Prediksi sangat erat kaitannya dengan observasi, klasifikasi, dan inferensi. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi yang akurat hasil observasi. Klasifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan yang terjadi pada suatu objek atau kejadian. Persamaan dan perbedaan yang diobservasi akan membentuk pola-pola tertentu yang


(30)

30

memungkinkan untuk memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya (Patta Bundu, 2006: 118). Dengan demikian, keterampilan memprediksi merupakan kemampuan untuk memperkirakan perisriwa yang akan terjadi berdasarkan hasil pengamatan.

Patta Bundu (2006: 118) mengungkapkan perbedaan antara observasi, inferensi, dan prediksi dapat dilihat dari definisi singkat ketiga keterampilan proses tersebut, yaitu:

1) observasi: informasi diperoleh melalui alat indera, 2) inferensi : mengapa hasil observasi seperti itu, dan 3) prediksi : apa yang terjadi kemudian.

e. Keterampilan menyimpulkan

Keterampilan menyimpulkan adalah kemampuan untuk menarik kesimpulan dari data yang telah terkumpul (Hendro Darmodjo & Jenny R. E. Kaligis, 1991: 67). Jika keterampilan mengamati merupakan pengalaman yang diperoleh melalui satu atau lebih alat indera, maka keterampilan menyimpulkan adalah penjelasan terhadap hasil pengamatan tersebut (Patta Bundu, 2006: 28). Jadi, keterampilan menyimpulkan merupakan keterampilan dalam membuat pernyataan yang ditarik berdasarkan bukti (fakta) hasil serangkaian pengamatan.

f. Keterampilan mengkomunikasikan

Keterampilan mengkomunikasikan adalah keterampilan untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran dan perasaan kepada orang lain, baik secara lisan maupun secara tertulis (Hendro Darmodjo dan Jenny


(31)

31

R. E. Kaligis, 1991: 58). Apa yang diperoleh melalui observasi, apa yang disimpulkan dari observasi, apa yang diprediksi berdasarkan hasil observasi, dan kesimpulan sementara perlu dikomunikasikan kepada orang lain. Metode komunikasi yang sering digunakan dalam pembelajaran IPA yaitu grafik, diagram, peta, tabel, simbol, demonstrasi visual, dan presentasi. Hal yang perlu diperhatikan untuk tercapainya komunikasi yang efektif yaitu:

1) gunakan bahasa yang jelas sehingga dapat dimengerti orang lain dengan baik,

2) deskripsikan segala sesuatu yang diamati selengkap mungkin, dan 3) gunakan metode komunikasi yang paling tepat berkaitan dengan objek

atau peristiwa yang diamati (Patta Bundu, 2006: 126). 3. Melatihkan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA

Haryono (2006: 5) menjelaskan bahwa pembelajaran keterampilan proses IPA dilaksanakan secara terintegrasi dengan penyajian materi pembelajaran dalam konteks pembuktian konsep atau teori. Proses pembelajaran yang mengembangkan keterampilan proses ini bertujuan melatih siswa terampil dalam memperoleh informasi melalui aktivitas berpikir dengan mengikuti prosedur ilmiah seperti terampil melakukan pengamatan, pengukuran, pengklasifikasian, penarikan kesimpulan, dan pengkomunikasian hasil temuan. Indrawati (Trianto, 2010: 148) mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan proses yang diajarkan dalam IPA memberikan penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada anak-anak.


(32)

32

Keterampilan proses perlu dilatihkan dan dikembangkan dalam pembelajaran IPA karena keterampilan proses mempunyai peranan sebagai berikut.

a. Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya.

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan. c. Meningkatkan daya ingat.

d. Memberikan kepuasan intrinsik jika anak telah berhasil melakukan sesuatu.

e. Membantu siswa mempelajari konsep-konsep IPA.

Melalui keterampilan proses akan terjadi interaksi antara konsep/prinsip/teori yang telah ditemukan atau dikembangkan, sehingga akan timbul sikap dan nilai yang diperlukan dalam penemuan ilmu pengetahuan.

Muhammad (Trianto, 2010: 150) mengemukakan bahwa tujuan melatihkan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA adalah sebagai berikut.

a. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam melatihkan ini siswa dipacu untuk berpartisipasi secara aktif dan efisien dalam belajar.

b. Menuntaskan hasil belajar siswa secara serentak, baik keterampilan produk, proses, maupun kinerjanya.

c. Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta dapat mendefinisikan secara benar untuk terjadinya miskonsepsi.

d. Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian dan fakta yang dipelajarinya karena dengan latihan keterampilan proses, siswa sendiri yang berusaha mencari dan menemukan konsep tersebut.

e. Mengembangkan pengetahuan teori atau konsep dengan kenyataan dalam kehidupan bermasyarakat.

f. Sebagai persiapan dan latihan menghadapi kenyataan hidup di dalam masyarakat, karena siswa telah dilatih keterampilan dan berpikir logis dalam memecahkan berbagai masalah kehidupan.


(33)

33

4. Penilaian Keterampilan Proses IPA di Sekolah Dasar

Aplikasi penilaian keterampilan proses di sekolah dasar difokuskan pada keterampilan proses IPA dasar (basic science process skill) dengan melakukan berbagai kegiatan yang melatih keterampilan proses IPA (Patta Bundu, 2006: 87). Keterampilan proses IPA dasar (basic science process skill) terdiri dari keterampilan observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, dan inferensi.

Patta Bundu (2006: 60) menjelaskan bahwa penilaian keterampilan proses IPA sama dengan penilaian hasil belajar pada umumnya yakni dari segi fungsinya penilaian dapat sebagai penilaian diagnostik, formatif, dan sumatif. Bentuk instrumen penilaian yang digunakan bervariasi tergantung pada jenis keterampilan proses apa yang akan direkam datanya. Burden & Byrd (Patta Bundu, 2006: 61) mengemukakan bahwa bentuk instrumen yang digunakan dapat berupa tes standar, tes buatan guru, observasi, kelompok diskusi, wawancara, contoh hasil karya, dan teknik sosiometri. Bentuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi untuk menilai keterampilan proses IPA siswa.

Langkah-langkah dalam penyusunan penilaian keterampilan proses terdiri dari:

a) menentukan jenis keterampilan proses yang akan dinilai,

b) menentukan indikator-indikator jenis keterampilan proses yang akan dinilai,


(34)

34

c) menentukan dan mengembangkan instrumen penilaian yang akan digunakan, dan

d) validasi instrumen (validasi oleh ahli atau uji coba di lapangan) (Patta Bundu, 2006: 63).

Patta Bundu (2006: 63) menjelaskan bahwa untuk memudahkan melakukan penilaian keterampilan proses IPA diperlukan pola penentuan jenis keterampilan proses dan indikatornya. Berikut ini tabel jenis keterampilan proses IPA dasar (basic science process skill) beserta indikatornya.

Tabel 3. Keterampilan Proses IPA Dasar dan Indikatornya Keterampilan Proses

Dasar IPA

Indikator Obervasi

(Mengamati)

Menggunakan alat indera yang tepat untuk mengidentifikasi objek.

Mengklasifikasi (Menggolongkan)

Mengelompokkan objek atau peristiwa berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki.

Mengukur Melakukan pengukuran dengan tepat.

Memprediksi Memperkirakan peristiwa yang akan terjadi berdasarkan data yang diperoleh.

Menyimpulkan Menggambarkan kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh.

Mengkomunikasikan Menyampaikan ide atau gagasan dengan lisan maupun tulisan.

G. Kerangka Pikir

IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam melalui serangkaian proses ilmiah yang disertai dengan sikap ilmiah sehingga menghasilkan produk ilmiah yang berupa fakta, prinsip, konsep dan teori. Oleh karena itu, dalam IPA mengandung dimensi produk, proses dan sikap ilmiah yang berkaitan erat.


(35)

35

Pembelajaran IPA di sekolah dasar tidak hanya menekankan pada produk (hasil) saja, melainkan juga menekankan pada keterampilan proses di mana siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA di tingkat sekolah dasar yang bertujuan agar peserta didik dapat mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

Keberhasilan proses pembelajaran ditentukan oleh berbagai unsur, salah satunya yaitu pemilihan metode pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat sangat penting agar proses dan tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode pembelajaran yaitu harus disesuaikan dengan karakteristik siswa sekolah dasar.

Metode guided discovery merupakan metode pembelajaran di mana guru sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan siswa aktif melakukan kegiatan untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Tugas guru yaitu memberikan bimbingan dan pengarahan agar siswa dapat mencapai tujuan dalam menemukan konsep-konsep IPA. Penemuan pengetahuan IPA oleh siswa menggunakan berbagai keterampilan proses IPA, yang meliputi kegiatan seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Oleh karena itu, pembelajaran IPA dengan menggunakan metode guided discovery diharapkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri


(36)

pengetahuan-36

pengetahuan IPA. Dalam hal ini, pemilihan metode guided discovery dalam pembelajaran IPA merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses IPA siswa.

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada deskripsi teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPA melalui tahapan metode guided discovery mulai dari orientasi sampai penutup dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa.

I. Definisi Operasional Variabel

1. Metode guided discovery yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah yaitu orientasi (pendahuluan), merumuskan masalah, mengajukan jawaban sementara (hipotesis), mengumpulkan data, mengolah data, dan penutup.

2. Keterampilan proses IPA yang akan ditingkatkan dalam penelitian ini merupakan keterampilan proses IPA dasar yang terdiri dari keterampilan mengamati, mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.


(37)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Di dalam penelitian ini dilakukan tindakan berupa kegiatan bersiklus yang terdiri dari perencanaan, tindakan & observasi, dan refleksi dalam rangka pemecahan masalah pembelajaran. B. Desain Penelitian

Model penelitian mengacu pada siklus-siklus tindakan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung, dalam hal ini peneliti menggunakan model penelitian yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Tiap-tiap siklus terdiri dari kegiatan perencanaan (plan), pelaksanaan tindakan (action) & observasi (observation), dan refleksi (reflection).

Gambar 1. PTK Model Kemmis dan Mc Taggart (Suharsimi Arikunto, 2006: 93)


(38)

38

Model Kemmis dan Mc Tagart terdiri dari beberapa siklus dan setiap siklus menggunakan empat komponen tindakan yaitu perencanaan, tindakan & observasi, dan refleksi dalam satu spiral yang saling terkait. Adapun rincian kegiatan pada setiap siklus diuraikan sebagai berikut.

1. Perencanaan

a. Peneliti dan guru kelas menetapkan materi yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas.

b. Peneliti dan guru kelas menetapkan jadwal pelaksanaan penelitian tindakan kelas.

c. Membuat RPP tentang materi yang akan diajarkan sesuai dengan metode pembelajaran yang digunakan yaitu guided discovery. RPP ini disusun oleh peneliti dengan pertimbangan dari dosen pembimbing dan guru kelas sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang akan diobservasi.

d. Menyusun lembar kerja siswa (LKS) kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

e. Menyusun instrumen penelitian berupa lembar observasi kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Lembar observasi digunakan sebagai pedoman pengamatan terhadap keterampilan proses IPA siswa dan aktivitas guru dalam dalam pelaksanaan pembelajaran IPA melalui metode guided discovery.

f. Validasi RPP, LKS, dan instrumen penelitian dengan meminta pertimbangan ahli.


(39)

39 2. Tindakan

Pada tahap ini guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya yaitu melalui metode guided discovery. Selama proses pembelajaran peneliti dibantu oleh pengamat untuk mengamati siswa di kelas. Adapun langkah-langkah pembelajaran melalui metode guided discovery yang dilaksanakan oleh guru adalah sebagai berikut.

a. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam. b. Guru memotivasi siswa melalui kegiatan apersepsi.

c. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. d. Guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan

dalam pembelajaran.

e. Guru menyampaikan permasalahan sesuai dengan materi yang akan dipelajari.

f. Guru membimbing siswa dalam mengajukan jawaban sementara (hipotesis) sesuai permasalahan yang telah disampaikan.

g. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok.

h. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan data sesuai dengan petunjuk LKS.

i. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi secara berkelompok.


(40)

40

k. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaannnya dan siswa lain dibimbing untuk memberikan tanggapan.

l. Guru meluruskan jawaban siswa dan memberikan penekanan pada hal-hal yang penting.

m.Guru memberikan bimbingan kepada siswa dalam menarik kesimpulan. 3. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan upaya mengamati pelaksanaan tindakan. Kegiatan observasi dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran. Pelaksanaan observasi tindakan meliputi kegiatan memonitor pembelajaran dan dokumentasi pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Observasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi keterampilan proses IPA dan lembar observasi aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA melalui metode guided discovery.

4. Refleksi

Pada tahap ini hasil observasi tindakan dari proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan kemudian dianalisis. Peneliti bersama guru kelas berdiskusi dalam menganalisis hasil observasi untuk melihat apakah dalam pembelajaran yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan tujuan pembelajaran atau belum, sehingga dapat dilaksanakan perbaikan dalam siklus selanjutnya. Apabila pada tindakan pertama hasil dari penelitian masih belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka dapat


(41)

41

dilakukan perubahan rencana tindakan pada siklus berikutnya. Keputusan untuk menghentikan atau melanjutkan siklus merupakan keputusan bersama antara peneliti dan guru kelas. Siklus dihentikan jika peneliti dan guru kelas sepakat bahwa pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai dengan target perbaikan yang telah direncanakan.

C. Subjek Penelitian dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VB SDN Margoyasan dengan jumlah siswa sebanyak 22 peserta didik yang terdiri dari 8 siswa putra dan 14 siswa putri.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah keterampilan proses IPA pada siswa kelas VB SDN Margoyasan, Yogyakarta.

D. Setting Penelitian

Setting penelitian tindakan kelas ini meliputi tempat dan waktu penelitian. Adapun setting penelitian adalah sebagai berikut.

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN Margoyasan yang beralamat di Jalan Tamansiswa No. 4 Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan di kelas VB SDN Margoyasan karena keterampilan proses IPA siswa masih rendah. Hal ini berdasarkan hasil observasi pada pembelajaran IPA dan wawancara dengan guru kelas yang telah dilakukan sebelum penelitian tindakan dilaksanakan.


(42)

42 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Observasi

Observasi dilakukan untuk memperoleh data proses berlangsungnya pembelajaran dalam kelas. Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati keterampilan proses IPA siswa dan aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA melalui metode guided discovery. Peneliti menjalin kerjasama dengan empat observer.

Peneliti mengamati aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA melalui metode guided discovery ketika pembelajaran berlangsung. Peneliti dan observer mengamati keterampilan proses IPA pada masing-masing siswa dalam kelompok yang sudah ditentukan. Siswa diberi nomor dada sesuai dengan nomor absen siswa, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah observer saat melakukan pengamatan. Keterampilan proses yang diamati didasarkan pada lembar observasi yang telah dibuat oleh peneliti.

2. Wawancara

Ditinjau dari pelaksanaannya ada tiga macam wawancara yaitu wawancara bebas, wawancara terpimpin, dan wawancara bebas terpimpin (Suharsimi Arikunto, 2006: 156). Penelitian ini menggunakan wawancara


(43)

43

bebas terpimpin di mana pewawancara membawa pedoman yang hanya berupa garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan, sedangkan responden yaitu guru kelas dan siswa mempunyai kebebasan mengemukakan pendapat tanpa dibatasi dengan patokan-patokan tertentu. Wawancara dilakukan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian dengan tujuan menghasilkan data yang akurat (Sugiyono, 2010: 148). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lembar observasi, pedoman wawancara, dan perangkat pembelajaran.

1. Lembar observasi

Lembar observasi terdiri dari lembar observasi keterampilan proses IPA dan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran melalui metode guided discovery.

a. Lembar observasi keterampilan proses IPA

Lembar observasi keterampilan proses IPA merupakan lembar observasi yang digunakan untuk menilai keterampilan proses IPA siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Lembar obseravasi ini diisi oleh observer berdasarkan hasil pengamatan pada saat pembelajaran berlangsung.


(44)

44

b. Lembar observasi aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA melalui metode guided discovery

Lembar observasi ini digunakan untuk melihat proses pembelajaran melalui penerapan metode guided discovery yang berisi aktivitas yang dilakukan guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Lembar obseravasi ini diisi oleh peneliti berdasarkan hasil pengamatan pada saat pembelajaran berlangsung.

2. Pedoman wawancara

Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara yaitu pedoman wawancara tidak terstruktur dan pedoman wawancara terstruktur (Suharsimi Arikunto, 2006: 227). Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara tidak terstruktur yang berupa garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

3. Perangkat pembelajaran

Perangkat pembelajaran berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran.

G. Validitas Instrumen

Validitas merupakan keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2010: 173). Penelitian ini menggunakan validitas konstruk dan isi sebelum menggunakannya untuk menjamin validitas data yang akan dikumpulkan.


(45)

45

Cara yang dilakukan untuk mengetahui validitas konstruk dan isi yaitu dikonsultasikan dengan ahli. Hal ini senada dengan pendapat Purwanto (2010: 129), pengujian validitas konstruk sama dengan pengujian validitas isi yaitu dengan meminta pertimbangan ahli (expert judgement). Oleh karena itu, dalam penelitian ini meminta pertimbangan ahli untuk menguji validitas instrumen penelitian yang telah disusun.

H. Teknik Analisis Data

Sukarjono (Sujati, 2000: 49) menjelaskan bahwa analisis data pada penelitian tindakan kelas lebih banyak menggunakan analisis dengan pendekatan kualitatif daripada kuantitatif. Meskipun demikian, bukan berarti penelitian tindakan kelas diharamkan menggunakan analisis kuantitatif, misalnya mencari persentase dan rerata. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Analisis data hasil observasi keterampilan proses IPA yaitu dengan mencari skor maksimum untuk keterampilan proses IPA siswa, kemudian menjumlah skor yang diperoleh setiap subjek dan mencari persentase hasil pengukuran keterampilan proses IPA siswa. Rumus untuk mencari persentase hasil pengukuran keterampilan proses IPA siswa adalah sebagai berikut.

Skor yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan kriteria yang telah ditentukan. Penelitian ini menggunakan empat kriteria persentase skor sebagai berikut (Acep Yoni, dkk, 2010: 175).


(46)

46 Tabel 4. Kriteria Persentase Skor

Persentase Kriteria

75% 100% Tinggi.

50% 74,99% Sedang

25% 49,99% Rendah

0% 24,99% Sangat Rendah

I. Kriteria Keberhasilan Tindakan

Tindakan dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila minimal 75% dari seluruh siswa memiliki keterampilan proses IPA dengan kriteria tinggi (75% 100%).


(47)

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Awal Penelitian

Sebelum melaksanakan tindakan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan langsung saat pembelajaran IPA dan kegiatan wawancara dengan guru kelas untuk memperoleh gambaran proses pembelajaran IPA. Menurut guru kelas VB hambatan yang dihadapi dalam penyampaian materi IPA yaitu rendahnya semangat belajar siswa. Hal tersebut ditandai ketika pembelajaran berlangsung siswa terlihat lebih asyik bermain dan bercerita sendiri dengan teman sebelahnya daripada memperhatikan penjelasan guru. Selain itu, proses pembelajaran IPA lebih sering menggunakan metode ceramah di mana keterlibatan guru lebih dominan daripada keterlibatan siswa. Siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan materi dari guru dan kurang terlibat dalam proses memperoleh pengetahuan IPA. Hal ini ditandai dengan pembelajaran melalui kegiatan percobaan tidak pernah dilaksanakan. Padahal kegiatan tersebut dapat menunjang siswa untuk terlibat dalam memperoleh pengetahuan IPA secara mandiri.

Berdasarkan hasil diskusi antara guru kelas VB dan peneliti, permasalahan proses pemerolehan pengetahuan IPA atau keterampilan proses IPA siswa yang masih rendah perlu ditingkatkan. Siswa perlu difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan IPA melalui kegiatan dengan mengikuti prosedur ilmiah seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Proses pemerolehan pengetahuan


(48)

48

IPA oleh siswa sekolah dasar memerlukan bimbingan dari guru, sehingga upaya yang dilakukan yaitu dengan menerapkan metode guided discovery dalam pembelajaran IPA.

B. Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses IPA dalam pembelajaran melalui metode guided discovery. Materi pokok yang digunakan adalah sifat-sifat cahaya dan pemanfaatannya. Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II yang dimulai pada tanggal 21 Maret 2014 sampai 27 Maret 2014. Adapun pemaparan hasil penelitian pada siklus I dan siklus II sebagai berikut.

1. Siklus I a. Perencanaan

1) Menetapkan materi pokok penelitian

Materi pokok pada penelitian ini yaitu sifat-sifat cahaya yang meliputi cahaya dapat merambat lurus, menembus benda bening, dipantulkan, dibiaskan dan diuraikan. Pemilihan materi disesuaikan dengan silabus yang digunakan guru kelas VB SDN Margoyasan. Standar kompetensi materi tersebut adalah menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu model atau karya, sedangkan kompetensi dasar materi tersebut adalah mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.


(49)

49 2) Menetapkan jadwal penelitian

Peneliti bersama guru kelas menetapkan jadwal penelitian tindakan kelas sesuai dengan jadwal pelajaran IPA kelas VB SDN Margoyasan yang dilaksanakan setiap hari Rabu dan Kamis.

3) Menyusun RPP

RPP disusun oleh peneliti berkolaborasi dengan guru kelas sebelum kegiatan penelitian tindakan kelas dilaksanakan. RPP berisi tentang rencana kegiatan pembelajaran yang akan disampaikan yaitu tentang sifat-sifat cahaya. Penyusunan RPP disesuaikan dengan langkah-langkah guided discovery yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses IPA siswa. RPP yang telah disepakati digunakan sebagai pedoman pembelajaran IPA di kelas VB (lampiran 2 halaman 114).

Guru bersama peneliti melakukan simulasi pembelajaran sebelum tindakan dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah disepakati. Hal ini bertujuan agar guru benar-benar paham tentang proses pembelajaran yang akan dilaksanakan pada saat pelaksanaan tindakan.

4) Menyusun LKS

LKS yang disusun disesuaikan dengan materi pembelajaran IPA yaitu sifat-sifat cahaya. LKS berisi kegiatan tentang menyelidiki arah perambatan cahaya, menyelidiki sifat cahaya menembus benda bening, menentukan sifat bayangan yang terbentuk pada cermin cembung dan cermin cekung, membuktikan pembiasan cahaya dan membuktikan bahwa warna pelangi dapat menyusun warna putih (lampiran 2 halaman 124).


(50)

50

LKS disusun untuk memfasilitasi siswa agar aktif melakukan kegiatan sehingga siswa mendapat pengalaman langsung.

5) Menyusun lembar observasi

Lembar observasi disusun oleh peneliti sebagai instrumen penelitian yang berupa lembar observasi untuk guru dan lembar observasi untuk siswa. Lembar observasi guru digunakan untuk pedoman observasi aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA melalui metode guided discovery, sedangkan lembar observasi siswa digunakan sebagai pedoman observasi keterampilan proses IPA dalam pembelajaran (lampiran 5 halaman 149-152 dan lampiran 10 halaman 154). Keterampilan proses IPA yang dimaksud penelitian ini adalah keterampilan proses IPA dasar yang terdiri dari keterampilan mengamati, mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.

b. Tindakan

Tindakan pada siklus I dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 19 Maret 2014 pukul 09.00-10.10 WIB yang dihadiri oleh 24 siswa dan pada hari Kamis tanggal 20 Maret 2014 pukul 11.00-12.10 WIB yang dihadiri oleh 23 siswa. Pembelajaran IPA pada siklus I membahas tentang sifat-sifat cahaya, yang terdiri dari lima kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa yaitu menyelidiki arah perambatan cahaya, menyelidiki bahwa cahaya memiliki sifat dapat menembus benda bening, menentukan sifat bayangan pada cermin cembung dan cermin cekung, membuktikan adanya pembiasan


(51)

51

cahaya, menentukan sifat bayangan pada cermin cembung dan cermin cekung, membuktikan adanya pembiasan cahaya, dan membuktikan bahwa warna pelangi dapat menyusun warna putih. Berikut ini deskripsi pelaksanaan pembelajaran pada siklus I.

1) Pertemuan pertama siklus I

Pada pertemuan pertama siklus I kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa terdiri dari dua kegiatan yaitu menyelidiki arah perambatan cahaya dan menyelidiki bahwa cahaya memiliki sifat dapat menembus benda bening. Deskripsi pelaksanaan tindakan pertemuan pertama siklus I melalui langkah-langkah metode guided discovery adalah sebagai berikut. a) Orientasi (Pendahuluan)

Langkah orientasi (pendahuluan) dilaksanakan pada kegiatan awal pembelajaran dengan memotivasi siswa melalui kegiatan apersepsi yaitu memberikan pertanyaan seperti, “Anak-anak mengapa kita bisa melihat benda-benda di lingkungan sekitar kita?”. Siswa menjawab “Karena kita

memiliki mata, Bu”, ada pula yang menjawab “Karena ada cahaya Bu, jadi bisa melihat”, dan ada juga siswa yang tidak menjawab. Jawaban-jawaban siswa tersebut direspon oleh guru bahwa jawaban yang disampaikan siswa tepat. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran setelah bertanya jawab dengan siswa, bahwa siswa akan mempelajari tentang sifat-sifat cahaya. Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan siswa kemudian guru menanyakan apakah sudah jelas, siswa menjawab sudah jelas.


(52)

52 b) Merumuskan masalah

Rumusan masalah disampaikan guru pada kegiatan awal pembelajaran. Rumusan masalah yang diajukan dengan secara lisan kemudian ditulis oleh guru di papan tulis. Rumusan masalah yang diajukan

adalah “Bagaimana arah perambatan cahaya?”, “Benda-benda apa saja

yang dapat ditembus cahaya?”. Rumusan masalah sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa untuk menemukan bahwa cahaya memiliki sifat merambat lurus dan dapat menembus benda bening.

c) Mengajukan hipotesis

Langkah mengajukan hipotesis seharusnya dilaksanakan setelah menyampaikan rumusan masalah. Akan tetapi, setelah rumusan masalah disampaikan, siswa tidak didorong untuk berhipotesis. Guru justru kembali duduk di kursi dan hanya memberi tahu siswa untuk membentuk kelompok, sebagian siswa memperhatikan perintah dan sebagian lainnya masih bercakap-cakap dengan teman di sebelahnya (lampiran 18 gambar 1).

d) Mengumpulkan Data

Langkah mengumpulkan data dilaksanakan pada kegiatan inti pembelajaran. Siswa membentuk kelompok menjadi lima kelompok. Pembentukan kelompok dilaksanakan siswa dengan cara berhitung satu sampai lima, kemudian siswa berkelompok sesuai kelompoknya masing-masing dengan tempat duduk melingkar dan berhadap-hadapan. Setiap kelompok memperoleh LKS, alat dan bahan yang digunakan untuk


(53)

53

melakukan kegiatan menyelidiki arah perambatan cahaya dan menyelidiki bahwa cahaya memiliki sifat dapat menembus benda bening.

Siswa melakukan kegiatan pengumpulan data sesuai petunjuk LKS untuk menemukan bahwa cahaya dapat merambat lurus dan menembus benda bening (lihat gambar 2 & 3). Melalui kegiatan ini observer dapat mengamati keterampilan proses IPA yang muncul pada setiap siswa.

Gambar 2. Siswa Melakukan Kegiatan Pengumpulan Data Cahaya Merambat Lurus

Gambar 3. Siswa Melakukan Kegiatan Pengumpulan Data Cahaya Menembus Benda Bening

Guru mengontrol kegiatan siswa serta memberikan bimbingan dalam mengumpulkan data (lampiran 18 gambar 2). Ketika pelaksanaan pengumpulan data berlangsung beberapa kelompok masih kesulitan karena tidak mencermati langkah-langkah kegiatan yang tertulis dalam LKS. Hal ini disebabkan oleh sebagian anggota kelompok membuat keributan


(54)

54

dengan memainkan peralatan yang dibagikan oleh guru dan bercanda dengan teman satu kelompoknya. Akibatnya, suasana kelas menjadi kurang kondusif dan pengumpulan data ini menjadi banyak memakan waktu.

e) Mengolah data

Langkah mengolah data dilaksanakan setelah kegiatan pengumpulan data. Siswa berdiskusi secara kelompok untuk menganalisis data yang diperoleh dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS (lampiran 18 gambar 3). Pada langkah mengolah data sebagian besar siswa masih terlihat memainkan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yang ada di depan mereka, sehingga tidak fokus dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS.

Ketika semua siswa sudah menganalisis data yang diperoleh, kemudian siswa bersama guru membahas data secara klasikal untuk menyamakan dan membahas konsep hasil kegiatan. Pelaksanaan diskusi secara klasikal dimulai dengan meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Pada kesempatan ini tidak ada kelompok yang berani mengajukan diri untuk presentasi, sehingga guru langsung menunjuk dua kelompok untuk presentasi. Guru hanya menunjuk dua kelompok untuk presentasi karena waktu yang masih tersedia terbatas.

Siswa yang ditunjuk untuk presentasi di depan kelas terlihat masih malu, hal ini terlihat siswa tersebut menutup wajahnya dengan LKS yang


(55)

55

dibaca selain itu suaranya tidak terdengar ke seluruh ruangan kelas. Sebagian besar siswa tidak memperhatikan presentasi. Guru lebih fokus pada siswa yang melakukan presentasi sehingga guru belum menegur siswa yang tidak memperhatikan saat presentasi berlangsung (lampiran 18 gambar 4).

Siswa lainnya diminta untuk menanggapi atau menambahkan hasil diskusi mereka yang berbeda hasil diskusi perwakilan kelompok yang telah presentasi. Akan tetapi, tidak ada siswa bersedia yang memberikan tangapan. Hal ini disebabkan oleh guru belum mendorong siswa untuk memberikan tanggapan, guru hanya sekedar menanyakan ada yang ingin memberikan tanggapan atau tidak, kalau tidak ada maka dilanjutkan pada presentasi oleh kelompok selanjutnya.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal-hal yang belum dipahami setelah pembahasan bersama. Siswa tidak memanfaatkan kesempatan ini, sehingga guru langsung memberikan penekanan pada hal-hal yang penting dari pembahasan materi yang telah dipelajari.

f) Penutup

Langkah penutup merupakan kegiatan akhir pembelajaran di mana siswa menyimpulkan materi dari kegiatan yang telah dilaksanakan dengan bimbingan guru. Guru menutup pelajaran IPA kemudian siswa diminta untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya yaitu IPS.


(56)

56 2) Pertemuan kedua siklus I

Pada pertemuan kedua siklus I kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa terdiri dari tiga kegiatan yaitu menentukan sifat bayangan pada cermin cembung dan cermin cekung, membuktikan adanya pembiasan cahaya, dan membuktikan bahwa warna pelangi dapat menyusun warna putih. Deskripsi pelaksanaan tindakan pertemuan kedua siklus I melalui langkah-langkah metode guided discovery adalah sebagai berikut.

a) Orientasi (Pendahuluan)

Langkah orientasi (pendahuluan) dilaksanakan guru pada kegiatan awal pembelajaran dengan memotivasi siswa melalui kegiatan apersepsi

yaitu memberikan pertanyaan kepada siswa, “Anak-anak kemarin kita telah mempelajari sifat-sifat cahaya apa saja?”. Siswa menjawab

pertanyaan guru secara serentak, “Cahaya dapat merambat lurus dan dapat

menembus benda bening, Bu”. Jawaban siswa tersebut direspon guru bahwa jawaban yang disampaikan tepat. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran bahwa siswa akan melanjutkan materi pada pertemuan sebelumnya yaitu sifat-sifat cahaya serta menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan siswa (lampiran 18 gambar 5). b) Merumuskan masalah

Rumusan masalah disampaikan secara lisan kemudian ditulis di papan tulis. Rumusan masalah yang diajukan guru adalah “Bagaimanakah sifat bayangan pada cermin cembung dan cermin cekung?, Apa yang terjadi jika cahaya melewati dua benda yang kerapatannya yang berbeda?, dan


(57)

57

Apakah warna putih merupakan perpaduan dari berbagai warna?”. Rumusan masalah yang disampaikan sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan siswa untuk menemukan bahwa cahaya memiliki sifat dapat dipantulkan, dibiaskan dan diuraikan.

c) Mengajukan hipotesis

Langkah mengajukan hipotesis seharusnya dilaksanakan setelah rumusan masalah yang diajukan. Akan tetapi, siswa tidak didorong untuk berhipotesis dari rumusan masalah yang disampaikan (lampiran 18 gambar 6).

d) Mengumpulkan data

Langkah mengumpulkan data dilaksanakan pada kegiatan inti pembelajaran. Siswa menempatkan diri sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan pada pertemuan sebelumnya (lampiran 18 gambar 7). Setiap kelompok memperoleh LKS, alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan kegiatan menentukan sifat bayangan pada cermin cembung dan cermin cekung, membuktikan adanya pembiasan cahaya, dan membuktikan bahwa warna pelangi dapat menyusun warna putih.

Siswa melakukan kegiatan pengumpulan data sesuai petunjuk LKS untuk menemukan bahwa cahaya dapat dipantulkan, dibiaskan dan diuraikan (lihat gambar 4, 5 & 6). Guru memberikan bimbingan ketika siswa mengumpulkan data dengan cara menghampiri setiap kelompok. Ketika siswa mengalami permasalahan dalam mengumpulkan data guru memberikan penjelasan seperlunya untuk mengarahkan siswa menemukan


(58)

58

sendiri konsep bahwa cahaya memiliki sifat dapat dipantulkan, dibiaskan dan diuraikan.

Gambar 4. Siswa Melakukan Kegiatan Pengumpulan Data Pemantulan Cahaya

Gambar 5. Siswa Melakukan Kegiatan Pengumpulan Data Pembiasan Cahaya

Gambar 6. Siswa Melakukan Kegiatan Pengumpulan Data Warna Pelangi Dapat Menyusun Warna Putih


(1)

105

pembelajaran melalui metode guided discovery membuat siswa menjadi lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.

Guru juga memberikan penghargaan kepada siswa yang berpartisipasi dalam pembahasan data. Hal ini membuat siswa terdorong untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan memberikan tanggapan ketika pembahasan data berlangsung. Pemberian penghargaan kepada siswa ini membuat siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat B. Suryosubroto (2002: 200), melalui guided discovery dapat membangkitkan gairah belajar siswa karena siswa merasakan jerih payahnya dalam melakukan kegiatan penemuan.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembelajaran IPA menggunakan metode guided discovery dan keterampilan proses IPA siswa yang telah diuraikan di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan metode guided discovery telah diterapkan secara optimal dan mampu meningkatkan keterampilan proses IPA. Keterampilan proses IPA siswa melalui metode guided discovery dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Rata-rata keterampilan proses IPA pada siklus I sebesar 64,95% meningkat menjadi 77,65% pada siklus II. Selain itu, siswa yang memiliki keterampilan proses IPA dengan kriteria tinggi mengalami peningkatan, yaitu dari 8 siswa (36,36%) pada siklus I menjadi 17 siswa (77,27%) pada siklus II. Dengan demikian, penelitian ini dikatakan berhasil dan siklus dalam penelitian ini dihentikan.


(2)

106 D. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa dalam proses penelitian ini terdapat keterbatasan, yaitu alokasi waktu untuk penelitian terbatas karena harus mengikuti alokasi waktu yang diberikan oleh sekolah.


(3)

107 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses IPA dalam pembelajaran meningkat melalui metode guided discovery. Peningkatan tersebut terlihat pada setiap siklus dibandingkan dengan awal sebelum tindakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata keterampilan proses IPA pada siklus pertama sebesar 64,95% meningkat menjadi 77,65% pada siklus kedua. Jumlah siswa yang memiliki keterampilan proses IPA dengan kriteria tinggi mengalami peningkatan, yaitu pada siklus pertama sebanyak 8 siswa (36,36%) menjadi 17 siswa (77,27%) pada siklus kedua. Peningkatan keterampilan proses IPA tersebut diperoleh melalui penerapan metode guided discovery yang meliputi langkah pendahuluan, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, mengolah data dan penutup. Bimbingan guru kepada siswa pada langkah mengumpulkan dan mengolah data lebih maksimal, diantaranya yaitu pembentukkan kelompok yang lebih efektif di mana setiap kelompok terdiri dari 2 sampai 3 siswa, pemberian kesempatan kepada siswa untuk mencermati langkah-langkah kegiatan dalam LKS, pemberian batasan waktu pengumpulan dan pengolahan data secara kelompok, dan pemberian penghargaan kepada siswa.


(4)

108 B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut.

1. Bagi Siswa

Siswa harus lebih berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran supaya dapat merasakan makna dari proses pembelajaran.

2. Bagi Guru

Pembelajaran IPA melalui metode guided discovery dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa. Oleh karena itu, sebelum menerapkan metode guided discovery guru perlu memperhatikan hal-hal seperti mempersiapkan alat yang akan digunakan dalam pembelajaran, mempelajari dan memahami langkah-langkah pembelajaran metode guided discovery.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Keterampilan proses IPA memerlukan latihan dan perkembangannya berlangsung sedikit demi sedikit sehingga memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, saran bagi penelitian selanjutnya supaya lebih mempertimbangkan pengelolaan waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar.


(5)

109

DAFTAR PUSTAKA

Acep Yoni, dkk. (2010). Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Familia.

B. Suryosubroto. (2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Carin, Arthur A. & Sund, Robert B. (1989). Teaching Science Through Discovery- . Colombus, Ohio: Merril Publishing Company.

Conny Semiawan. (2008). Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.

Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Haryono. 2006. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Pendidikan Dasar, (Online), Vol.7, No.1, 2006, hlm 1-13, (http://dikdas.jurnal.unesa.ac.id/bank/jurnal/Model_Pembelajaran_Berba sis_Peningkatan_Keterampilan_Proses_Sains.pdf, diakses 16 April 2014).

Hendro Darmodjo & Jenny R.E. Kaligis. (1991). Pendidikan IPA II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Tenaga Kependidikan.

Jacobsen, David A., Eggen, Paul. & Kauchack, Donald. (2009). Method For Teaching: Metode-metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA. (Terjemahan Achmad Fawaid & Khoirul Anam). Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Moh. Amin. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiry” Bagian 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Tenaga Kependidikan.

Maslichach Asy’ari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Oemar Hamalik. (2006). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

. (2010). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Sistem. Jakarta: PT. Bumi Aksara.


(6)

110

Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Purwanto. (2010). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rita Eka Izzaty. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press. Sri Sulistyorini. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan

Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sujati.(2000). Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: FIP UNY.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Usman Samatowa. (2006). Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

. (2011). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.

Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DASAR (BASIC SKILL) SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN IPA MELALUI METODE PENEMUAN (DISCOVERY) KELAS V SEMESTER 2 SDN DADAPREJO 01 BATU

0 44 21

PENGARUH KINERJA SISWA PADA METODE PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS FISIKA SISWA

1 31 55

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SRI PENDOWO LAMPUNG TIMUR

1 11 49

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS III MELALUI PENERAPAN METODE GUIDED INQUIRY DISCOVERY

0 2 110

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN METODE GUIDED Peningkatan Hasil Belajar Ipa Melalui Penerapan Metode Guided Inquiry-Discovery Pada Siswa Kelas IV SDN 02 Karangayar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 15

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN METODE GUIDED Peningkatan Hasil Belajar Ipa Melalui Penerapan Metode Guided Inquiry-Discovery Pada Siswa Kelas IV SDN 02 Karangayar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 0 15

PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY DALAM PEMBELAJARAN SENAM GULING DEPAN PADA SISWA KELAS IV SDN JATIWANGI I PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY DALAM PEMBELAJARAN SENAM GULING DEPAN PADA SISWA KELAS IV SDN JATIWANGI I PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY DALAM

1 2 46

PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS V DI SEKOLAH DASAR NETRAL D YOGYAKARTA.

0 5 199

PENINGKATAN KETERAMPILANKOMUNIKASI IPA SISWA KELAS III MELALUI METODE GUIDED DISCOVERY DI SDN KEJAMBON 1 SLEMAN.

14 31 234

PENINGKATAN CURIOSITY DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SUROTRUNAN.

0 0 287