Paper Kekuatan Pembuktian Saksi Ahli dal

Hukum Acara Perdata

Nama : Ken Luigi Bagaskara
NIM : 13/351885/HK/19707
Kelas : E
Judul Paper : Kekuatan Pembuktian Oleh Keterangan Ahli
(Expertise)

Universitas Gadjah Mada
2014-2015

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan oleh para pihak dalam suatu
sengketa. Pembuktian ini bertujuan untuk menetapkan hukum diantara kedua belah pihak
yang menyangkut suatu hak sehingga diperoleh suatu kebenaran yang memiliki nilai
kepastian, keadilan, dan kepastian hukum.
Dalam pembuktian itu, maka para pihak memberi dasar-dasar yang cukup kepada
hakim dilarang melampaui batas yang diajukan oleh para pihak yang berperkara.
Berkaitan dengan materi pembuktian maka dalam proses gugat menggugat, beban

pembuktian dapat ditujukan kepada penggugat, tergugat, maupun pihak ketiga yang
melakukan intervensi. Pada prinsipnya, siapa yang mendalilkan sesuatu maka ia wajib
membuktikannya.
Pada umumnya hakim menggunakan keterangan seorang ahli agar memperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam tentang sesuatu yang hanya dimiliki oleh seseorang
ahli tertentu, misalnya tentang hal-hal yang bersifat tehnis, kebiasaan (usance) dalam lalu
lintas dagang dan sebagainya.1
Untuk memperoleh kepastian tentang kebenaran suatu hal yang tidak mungkin
diketahui oleh hakim berdasarkan ilmu yang dimilikinya, hakim dapat memerintahkan
kepada seorang ahli dalam bidangnya agar memberikan keterangan/pendapatnya tentang
peristiwa yang diperkarakan, baik atas permintaan salah satu pihak maupun karena
jabatannya.2

BAB II
1 Mertokusumo, Sudikno, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia. Edisi Kedelapan. Yogyakarta: Penerbit LIBERTY
Yogyakarta. 2009. Halaman 198.
2 Prof. Muhammad, Abdulkadir, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Penerbit PT. CITRA ADITYA
BAKTI BANDUNG. 2000. Halaman 141.

RUMUSAN MASALAH


Makalah ini membahas tentang Bagaimana kekuatan pembuktian oleh keterangan
ahli (Expertise)?

BAB III
PEMBAHASAN

3.1

DEFINISI ALAT BUKTI KETERANGAN AHLI
Ahli secara awam dapat didefinisikan sebagai orang yang menguasai suatu bidang

ilmu tertentu. Oleh karena seorang ahli biasanya dianggap dapat memecahkan masalah
yang terkait dengan bidang keilmuannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ahli
memiliki dua definisi yakni :
ah-li [1] n orang yang mahir, paham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian); 2 a mahir
benar: dia seorang yang – menjalankan mesin itu;3
Dapat kita lihat ternyata definisi yang dimuat oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia
kurang lebih sama dengan apa yang didefinisikan orang pada umumnya. Dari pengertian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ahli adalah orang yang memiliki pengetahuan

khusus, kepandaian yang khusus, atau kemahiran tertentu.
Perkembangan istilah ahli saat ini sudah tidak lagi mengacu pada orang-orang yang
memiliki keahlian pada bidang ilmu yang diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi
sebuah keahlian itu juga dapat berasal dari pengalaman dan praktik dalam masyarakat.

3 W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. 1976.

3.2

Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti
Keterangan Ahli diatur dalam pasal 154 HIR (ps. 181 Rbg, 215 Rv), yang

menentukan bahwa jika menurut pertimbangan Pengadilan suatu perkara dapat menjadi
lebih jelas kalau dimintakan keterangan ahli, atas permintaan pihak yang berperkara atau
karena jabatan, pengadilan dapat mengangkat seorang ahli untuk dimintakan pendapatnya
mengenai sesuatu hal pada perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli sering
digunakan hakim dalam prakteknya untuk memperkuat pertimbangan hakim untuk
menjatuhkan putusan.
Agar maksud pemeriksaan ahli tidak menyimpang dari yang semestinya, perlu
dipahami dengan tepat arti dari kata ahli tersebut yang dikaitkan dengan perkara yang

bersangkutan. Secara umum pengertian ahli adalah orang yang memiliki pengetahuan
khusus dibidang tertentu. Raymond Emson menyebut, “specialized are as of
knowledge”.4
Jadi menurut hukum seseorang baru ahli apabila dia :
a. Memiliki pengetahuan khusus atau spesialisasi
b. Spesialisasi tersebut dapat berupa skill ataupun pengalaman
c. Sedemikian rupa spesialisasinya menyebabkan ia mampu membantu menemukan
fakta melebihi kemampuan umum orang biasa (ordinary people).
Dari pengertian diatas tidak semua orang dapat diangkat sebagai ahli. Apalagi
jika dikaitkan dengan perkara yang sedang diperiksa, spesialisasinya mesti sesuai dengan
bidang yang disengketakan.
Sebelum seorang ahli memberikan keterangan/pendapatnya, lebih dahulu dia
harus mengucapkan sumpah promisor, sehingga keterangan/pendapat yang diberikannya
itu adalah keterangan di bawah sumpah, sah menurut undang-undang. Keterangan itu
dapat diberikan secara lisan di persidangan atau secara tertulis yang diserahkan kepada
hakim. Orang yang tidak boleh didengar sebagai saksi tidak boleh didengar sebagai ahli.
Hakim tidak diwajibkan untuk mengikuti pendapat seorang ahli, bila keterangannya itu
berlawanan dengan keyakinannya. (Pasal 154 HIR, 181 Rbg).
Seorang ahli yang setelah disumpah untuk memberi pendapatnya kemudian tidak
memnuhi kewajibannya dapat dihukum untuk mengganti kerugian ( ps. 225 Rv).

4 Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2011

Seorang ahli tidak sama dengan seorang saksi, perbedaan itu dapat diketahui dari
uraian berikut ini :
1.

Dapat tidaknya diganti
Seorang ahli dapat diganti dengan seorang ahli yang lain dalam bidang keahlian

yang sama karena seorang ahli memberikan keterangan berdasarkan ilmu yang
dimilikinya. Sedangkan seseorang saksi tidak dapat diganti karena bukan menyangkut
kecakapan khusus melainkan tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dialami
sendiri.
Pada saksi pada umumnya tidak demikian, karena saksi tidak boleh diganti
dengan saksi lain. Dikatakan pada umumnya oleh karena apabila suatu peristiwa
disaksikan oleh orang banyak, maka saksi yang satu yang berhalangan hadir di
persidangan dapat diganti oleh saksi lain untuk memberikan keterangannya di
persidangan
2.


Keterangan yang diperlukan
Seorang ahli dimintai keterangan tentang hal yang diawasi/dilihatnya dalam

persidangan saja, sedangkan seorang saksi mengenai peristiwa yang terjadi sebelum
perkara disidangkan.
3.

Alat yang digunakan
Seorang ahli memberikan keterangan berdasarkan ilmu pengetahuan yang

dimilikinya, sedangkan seorang saksi berdasarkan pancainderanya, yaitu apa yang dilihat,
didengar, dan dirasa.
4.

Tujuan prosesual

Seorang ahli dipanggil ke persidangan untuk memberi pertimbangan mengenai
suatu peristiwa, sedangkan seorang saksi dipanggil untuk memberikan bahan baru guna
menambah atau melengkapi bahan yang sudah ada.5
Dalam prakteknya, apabila hakim memutuskan perkara berdasarkan keterangan seorang

ahli, maka keterangan ahli tersebut sama kekuatannya dengan pembuktian saksi. Jadi,
sebagai alat bukti.

3.3.

Kekuatan Pembuktian Oleh Keterangan Ahli dalam Yurisprudensi

1.

MA tgl. 10-10-1962 No. 191 K/Sip/1962. Wewenang Hakim untuk Mendengar
Saksi
Dikatakan berapa banyak saksi ahli yang harus didengar dan penilaian atas
keterangan para saksi terserah kepada kebijaksanaan Hakim yang bersangkutan
dan hal ini tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi.

2.

MA tgl. 10-4-1957 No. 213 K/Sip/1955. Wewenang Hakim untuk
Mendengar Saksi
Dikatakan bagi Hakim Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri tidak ada

keharusan untuk mendengar seorang saksi ahli berdasarkan Pasal 138 ayat (1) jo.
Pasal 164 HIR.
Penglihatan Hakim di siding tentang adanya perbedaan antara dua buah tanda
tangan dapat dipakai oleh Hakim sebagai pengetahuannya sendiri dalam usaha
pembuktian.6

BAB IV
5 Prof. Muhammad, Abdulkadir, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Penerbit PT. CITRA ADITYA
BAKTI BANDUNG. 2000. Halaman 142.
6 Soeroso, S,H. Hukum Acara Perdata Lengkap & Praktis HIR, RBg, dan Yurisprudensi. Jakarta: Penerbit SINAR
GRAFIKA. 2010. Halaman 123.

PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1.


Ahli adalah orang yang memiliki pengetahuan khusus, kepandaian yang khusus,

atau kemahiran tertentu. Dalam proses persidangan, seorang ahli dapat memberikan
keterangannya di pangadilan untuk membuat terang sebuah kasus. Keterangan yang
dikemukakan oleh seorang ahli ini bukanlah keterangan yang berkaitan dengan pokok
perkara namun murni keterangan umum yang berkaitan dengan pengetahuan dan
pengalamannya. Keterangan yang dikemukakan oleh ahli di pengadilan inilah yang
disebut dengan keterangan ahli.
2.

Pengaturan sederhana tentang alat bukti ahli di Indonesia dilengkapi dengan

beberapa yurispudensi mengenai alat bukti ahli ini yang dapat menjadi sumber hukum.
3.

Dikatakan berapa banyak saksi ahli yang harus didengar dan penilaian atas

keterangan para saksi terserah kepada kebijaksanaan Hakim yang bersangkutan.
4.


Keterangan ahli sering digunakan hakim dalam prakteknya untuk memperkuat

pertimbangan hakim untuk menjatuhkan putusan.
4.2

Saran
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, penulis memberikan saran

bahwasannya Keterangan Ahli harus dijadikan pertimbangan hakim sebelum membuat
putusan suatu perkara, karena hakim juga dapat menggali lebih dalam sebuah peristiwa
hukum suatu perkara. dan suatu Keterangan Ahli harus seobjektif mungkin dalam
menjadi saksi dipersidangan.
4.3

Daftar Pustaka

1.

Mertokusumo, Sudikno, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia. Edisi Kedelapan.

Yogyakarta: Penerbit LIBERTY Yogyakarta. 2009.

2.

Prof. Muhammad, Abdulkadir, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung:
Penerbit PT. CITRA ADITYA BAKTI BANDUNG. 2000.

3.

W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. 1976.

4.

Harahap, Yahya.

Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,

2011.
5.

Soeroso, S,H. Hukum Acara Perdata Lengkap & Praktis HIR, RBg, dan
Yurisprudensi. Jakarta: Penerbit SINAR GRAFIKA. 2010.