ETIKA DAN PROFESIONALISME SAKSI AHLI MK

ETIKA DAN PROFESIONALISME
SAKSI AHLI
MATA KULIAH : MANAJEMENT INVESTIGASI TINDAK KRIMINAL
DOSEN PENGAMPU : dr. Handayani Dwi Utami, M.Sc.,Sp.F

WISNU PRANOTO
17917130

PRODI MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Di dunia ini tidak akan terlepas dari namanya kejahatan, dalam sistem


peradilan yang ada di Indonesia. Sebagai kasus keriminal dapat terungkap dan
sebagian tidak terungkap, maka ada namanya tahapan pembuktian dalam
persidangan kerna salah satu tahapan penting yang harus dijalani untuk
mengungkap kasus. Karna pada tahapan pembuktian, akan meperlihatkan
barang bukti yang ada.
Berkaitan apa saja yang menjadi barang bukti dalam pengadilan, di
Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam KUHP pasal 184 ayat (1) menyebut bahwa “ alat bukti yang sah adalah
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa” [1].
Antra lain yang sah menjadi alat bukti ialah keterangan ahli bisa juga
dibilang dengan maksud saksi ahli. Kehadiran saksi ahli sesuai yang di atur
dalam buku Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada pasal 1
mengatakan bahwa “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh
seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang satu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan” [2].
Sering dengan banyaknya tindakan criminal dan perkembangan ilmu
pengetahuan maka adanya suatu ilmu yang mendukung dalam pecegahan kasus,
ilmu itu ialah ilmu forensik. Forensik mempunyai suatu stackholder yang cukup
banyak cakupannya diantaranya korban, pelaku, penyidik, pengacara, hakim,
para ahli, dan masyarakat. Banyaknya relasi dengan banyak orang, maka

diperlukan etika dan profesionalisme ahli dalam pekerjaannya sebagai ahli
forensik. Ini bertujuan untuk seorang ahli tidak menyalahi tanggung jawab dan
moral dalam perjaan yang digengamnya.
Ilmu forensik bertujuan untuk mendukung penyidik dalam memecahkan
kasus secara ilmiah. Namun keputusan tidak bedara pada ahli forensik, ahli

forensik hanya membantu sesuai dengan analisis seorang ahli, tidak semua ahli
forensik bisa menjadi ahli, tapi harus melihat norma etika dan profesionalisme
yang menduduki seorang ahli.

1.1

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan tentang bagaimana etika dan profesionalime yang harus dimiliki
oleh para saksi ahli dan seperti apa salah satu contoh kasus pelanggaran kode
etik dan profesionalisme saksi ahli.

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1

Dasar Teori

2.2

Pembahasan Etika Dan Profesionalisme Saksi Ahli

2.2.1 Etika dan Propesionalisme
Dalam jurnal yang ditulis oleh Bambang Sutioso (2014)[3] Etika dulunya
berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan atau akhlak
yang baik. Menurut kamus besar Indonesia, etika berarti ilmu tentang apa yang
baik atau apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.
Dan dalam jurnal yang sama menurut Bertens[3] adalah nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika dengan kata moral yang
berarti adat kebiasaan. Serta kumpulan nilai yang berkaitan dengan akhlak nilai
mengenai benar atau salah yang dianuti suatu masyarakat.
Propesionalisme ialah gabungan antara kompetensi dan karakter yang

menunjukkan adanya tanggung jawab dan moral. Seseorang yang menduduki
profesinya secara benar dan mewujudkannya menurut etika dan sikap
profesionalismenya itulah seseorang propesional.
2.2.2 Saksi Ahli
Didalam kamus besar Indonesia, saksi ahli adalah orang yang menjadi
saksi dengan keahliannya, bukan karena terlibat dalam suatu masalah atau
perkara yang sedang disidangkan”

[4]

. Selain itu para saksi ahli hanya

menyampaikan keahlian dalam bidangnya yang ada hubungannya dengan
perkara yang sedang diperiksa

[5]

. Selain itu dalam Federal Rules of Evidence

yang dimiliki oleh Amerika Serikat, saksi ahli itu ialah “An expert witness,

professional witness or judicial expert is a witness, who by virue of education,
training, skill, or experience, is believed to have expertise and specialized
knowledge in aparticular subject beyond that of the average person, sufficient

that others may officially and legally rely upon the witness’s specialized
(scientific, technical or other) opinion about an evidence or fact issue within the
scope of his expertise, referred to as the expert opinion, as anassistance to the
fact finder”

[6]

. Jika di terjebahkan dalam bahasa Indonesia lebih kurangnya

yaitu “ seorang saksi ahli, saksi propesional atau ahli pradilan yang bertindak
sebagai saksi, adalah mereka yang mempunyai pendidikan, pelatihan,
keterampilan, ataupun pengalamannya yang diyakini mempunyai pengetahuan
dan keahlian khusus dibidang tertentu yang tidak semua orang bisa, sudah bisa
dikatakan sah dan pendapat sakti yang mempunyai spesialisasi (sains, teknik,
atau lainnya) tentang barang bukti dalam lingkup keahliannya tersebut dapat
dipercayai dan legal dalam segi hukum. Dan pendapat mereka tersebut

dikatakan sebagai pendapat ahli dalam membantu menemukan fakta yang
sebenarnya”. Dalam kata lain seorang saksi ahli adalah orang yang mempunyai
keahlian dibidang tertentu dan sudah disetrifikasi oleh lembaga lokal maupun
internasional, dan diminta bantuannya dalam suatu persidangan untuk mencari
fakta kebenaran yang sedang dihadapi. Sehingga tidak semua orang dapat
dinyatakan sebagai saksi ahli.
2.2.3 Undang-Undang Yang Terkait Saksi Ahli Dalam Persidangan
Hal saksi ahli dalam persidangan, didalam buku Kitap Undang-Undanga
Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada beberapa peraturan dalam peranan saksi
ahli. Diantaranya sebagai berikut :
a. Pasal 132 ayat 1 KUHAP
Dalam hal diterima pengaduan bahwa suatu surat atau tulisan palsu atau
dipalsukan atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan
penyidikan, oleh penyidik dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari
seorang ahli.
b. Pasal 133 ayat 1 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang

merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan

ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahlinya.
c. Pasal 179 ayat 1 KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan.
Berdasarkan dalam buku Kitap Undang-Undanga Hukum Acara Pidana
(KUHAP) adapun tekanan peranan saksi ahli untuk memberikan keadilan
ataupun keyakinan hakim menjatuhkan sebuah keputusan dalam persidangan.
Dalam proses kesaksiannya, saksi ahli harus bersumpah baik dalam hal
memberikan keterangan ahli dalam persidangan maupun penyelidikan, dan
kemudian ketika akan memberikan keternagan dalam persidangan juga harus
disumpah kembali sesuai dengan Undang-Undang dengan pasal 120 ayat 2,
pasal 160 ayat 4 ,dan pasal 170 ayat 2.
Keterangan saksi ahli menjadi dua yaitu keterangan tertulis dari saksi ahli
berupa surat-surat untuk dijadikan bukti yang disebut visum et repertum (VER)
yang akan ditunjukan atas permintaan penyidik dalam proses penyelidik dan
keterangan saksi ahli secara lisan dalam persidangan, terdapat pada pasal 187
huruf c [5].
2.2.4 Syarat Menjadi Saksi Ahli
Persyaratan dan kriteria untuk menjadi saksi ahli yaitu latar belakang

pendidikan dan strifikasi yang di miliki seorang serta pengalaman yang
dimilikinya dapat menjadi pertimbangan oleh hakim. Sebagai pandangan hakim
akan mempertimbangkan jika seseorang dapat dikatakan sebagai saksi ahli
spesialis forensik apa bila ia mempunyai setrifikasi di bidangnya dan banyak
menghadapi masalah di lingkungan forensik.
Menurut Debra Shinder (2010) [7], ada beberapa faktor dan kriteria yang
harus dimiliki oleh saksi ahli.
a. Gelar pendidikan tinggi atau pelatihan lanjutan dibidang tertentu;
b. Mempunyai spesialis tertentu;

c. Pengakuan sebagai guru, dosen, atau pelatih bidang tertentu;
d. Lisensi Profesional, jika masih berlaku;
e. Ikut sebagai keanggotaan dalam suatu organisasi profesi; posisi
kepemimpinan dalam organisasi tersebut lebih bagus;
f. Publikasi artikel, buku, atau publikasi lainnya, dan bisa juga sebagai
reviewer. Ini akan akan menjadi salah satu pendukung bahwa saksi
ahli mampunyai pengalaman jangka panjang;
g. Setrifikasi secara teknis;
h. Penghargaan atau pengakuan dari industri;
2.2.5 Sikap Saksi Ahli Saat Persidangan

Dalam jurnal Fader (2011)[6] Merangkum ada beberapa attitude yang
harus diingat oleh seorang saksi ahli dalam suatu persidangan dan bagaimana
saksi ahli menjawab pertanyan yang diajukan hakim persidangan agar tidak
melanggar kode etik. Berikut panduan ini dapat membantu kesaksian ahli
menjadi lebih effektif, lebih persuasif, dan tidak rumit. Saran yang telah ditulis
oleh Fader yang didasari pada pengalaman saat persidangan banyak saksi ahli
dalam kasus yang berda. Saran tersebut diantranya :
1. Katakan kejujuran yang ada.
2.

Persiapkan ulang kesaksian dengan meninjau kembali fakta yang
ada.

3. Ingat, sebagian besar pertayaan dapat dijawab dengan :
- “Ya”
- “Tidak”
- “Saya tidak tahu”
- “Saya tidak mengerti pertanyaannya”
- Atau dengan menyatakan satu fakta saja
4.


Jawab “Ya” atau “Tidak” ketika dirasa cukup menjawab itu.

5.

Batasi jawaban atas pertanyaan yang ada untuk mempersempit
selanjutnya. Kemuadian berhenti berbicara.

6.

Jangan pernah memberikan informasi atau jawaban yang tidak
ditanyakan.

7.

Jangan memberikan asumsi bahwa jawaban harus diberikan setiap
tertanyaan.

8.


Berhati-hati dengan pertanyaan berulang dengan topik yang sama.

9.

Selalu bersabar.

10. Berbicara perlahan, jelas dan natural.
11. Postur tubuh kedepan ke depan, tegak dan waspada.
12. Berikanjawaban secara lisan, jangan mengangguk atau gerakan
sejenisnya sebagai pengganti jawaban atas pertanyan yang diberikan.
13. Jangan takut untuk meminta klarifikasi atas pertanyaan tidak jelas.
14. Jangan takut untuk diperiksa pengacara
15. Harus memberikan bukti yang akurat untuk semua hal, termasuk
hasil lab.
16. Batasi jawaban untuk fakta pribadi saksi ahli.
17. Berikan informasi yang diminta saja, jangan berikan opini atau
perkiraan kecuali mereka meminta.
18. Berhati-hati untuk pertanyaan yang menyertakan kata “ sebenarnya”
atau sepenuhnya”.
19. Ingat bahwa semua jawaban harus pasti
20. Berhati-hati tentang waktu, lokasi dan jarak perkiran.
21. Jangan memberikan jawaban perkiraan jika jawaban tidak diketahui
22. Jangan mengelakkan pertanyaan, berdebat, atau menebak pertanyan
pengecara.
23. Akui juga kesaksian yang akan dibahas ini sudah dibahas
sebelumnya, jika itu terjadi.
24. Jangan menghafalkan cerita.
25. Hindari jawaban seperti “saya piker”, “saya kira”, “ saya percaya”,
“menurut asumsi saya”.
26. Bersikap santai, tetapi tetap selalu siap setiap saat.

27. Jangan menjawab terlalu cepat, ambil nafas tenang (tarik nafas)
sebelum menjawab setiap pertanyaan.
28. Jangan melihat ke pengacara yang dibantu selama memberikan
kesaksian.
29. Pastikan setiap pertanyaan sepeuhnya dipahami sebelum menjawab.
Waspadalah “trik” pertayan.
30. Jangan menjawab jika diperintahkan.
31. Jangan pernah berbicara selama proses persidangan.
32. Jangan

membesar-besarkan

jawaban,

meremehkan

atau

meminimalkan jawaban.
33. Berpakaikan yang sopan dan bersih, disarankan untuk memakai
pakaian bisnis.
34. Harus serius sebelum, ketika, dan setelah bersidang.
35. Jika membuat kesalahan, perbaiki segera.
36. Tetap diam jika pengecara berbicara keberatan selama pemeriksaan.
37. Mendengarkan dengan cermat dialog antara pengacara.
38. Hindari sikap yang menunjukkan kegelisahan atau gerogi.
39. Jangan menggunakan bahasa teknis, gunakan bahasa awam yang
dipahami perserta siding.
40. Berbicara dengan sederhana.
41. Tidak membahas kasus di lorong atau di toilet persidangan.
42. Jangan berbicara dengan pihak lawan, pengaca atau juri.
43. Katakana kejujuran yang ada.
Dalam jurnal fader sangat menekankan bahwa saksi ahli harus bersikap
jujur dalam menyampakai perkataan. Sehingga kejujuran mempunyai nilai lebih
untuk bisa dipertimbangkan di pengadilan, apalagi seorang saksi ahlipun telah
disumpah atas dasar pasal 120 ayat 2, pasal 160 ayat 4 ,dan pasal 170 ayat 2
(KUHAP) sebelum bersaksi dalam pengadilan.

2.2.6 Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik

Terhubung contoh kasus dalam pelanggaran kode etik saksi ahli kasus
berita Jesica Kumala Wongso dituntut hukum penjara 20 Tahun

[8]

Jessica

dituduh membunuh kawannya, yaitu Wayan Mirna, dengan menggunakan
racun natrium sianida ke dalam kopi yang diminum oleh Mirna di café Oliver,
Grand Indonesia, awal Januari 2016.
Jaksa mendakwa Jessica dengan pasal 340 KUHP yang berbunyi “barang
siapa yang sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
Didalam 340 KUHP kasus Jessica memenuhi tiga point dalam pembunuhan
berencana yaitu dengan disengaja, direncanakan, dan menghilangkan nyawa
orang lain, terdapat dari alat bukti antara lain berupa keterangan saksi, ahli
saksi, dan terdakwa.
Pada pertengahan Januari, Puslabfor Mabes Polri mengumumkan bahwa
terdapat racun sianida didalam kopi Mirna dan ditemukan juga di lambung
Mirna. Penyidik Polisi kemudian menggil Jessica untuk diperiksa karena telah
memesan minuman untuk Mirna. Dalam perjalanan persidangan Mirna, jaksa
penuntut umum menghadirkan sejumlah ahli diantaranya dokter forensik
Slamet Purnomo yang menegaskan Mirna meninggal keracunan sianida karna
ada 0,2 miligram perliter sianida di lambung Mirna, dan dalam persidangan
selanjutnya ahli digital forensik Mabes Polri, AKBP Muhammad Nuh Al
Azhar, membuka rekaman CCTV juga terlihat Jessica seperti sedang
menggaruk tangan [9].
Namun ternyata dalam perjalanan persidangannya, ditemukan beberapa
perbedaan pendapat dari jaksa penuntut umum dengan ahli forensik RSCM
Djaja Surya Admajaya, seandainya mirna meninggal karena sianida maka
dibagian bawah bibirnya akan berwarna kemerahan bukan kebiruan. Sedangkan
berdasarkan laporan visum et-repertum bibir bagian bawah mirna berwarna
kebiru-biruan. Jaksa Sugih menyampaikan kepada Djaja bisa perbedaan
pendapat dengan saksi ahli sebelumnya, yang menyebutkan bagian dalam bibir
Mirna kebiru-biruan. Dan Djaja menyampaikan [10].

- Djaja : “Begini ya, Bapak salah..”
- Sugih : “Kenapa salah ? saya di sini jaksa penuntut umum. Bapak
jangan sembarangan ngomong” ( Pengacara Jessica, Otto
Hasibuan coba melerai dengan mengatakan)
- Otto

: “saksi ahli Djaja hanya menyampaikan pendapatnya”

- Sugih : “Lah iya, dia menguji atau tidak, Dalam visum et repertum
dikatakan ada gejala kebiruan, kok saudara mengatakan
kemerahan. Apa ? terhadap jasad siapa itu ? tutur dengan nada
meninggi.
- Djaja

: “Saya ngomongnya gini, dokter klau menafsirkan visum hasil
pemeriksaan orang kita anggap ini benar. Artinya benar
bibirnya kebiru-biruan, apakah ini cocok tidak dengan
sianida. Saya ngomongnya berdasarkan ilmu pak”

Dari hasil keputusan hakim dari banyaknya persidangan para saksi ahli
dan bukti-buktinya, Jessica Kumala Wongso pada tanggal 27 Oktober 2016
terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana dalam perkara tewasnya
Wayan Mirna Salihin dan menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara.
Berdasarkan kutipan-kutipan dari beberapa media elektronik tersebut,
memang adanya kebenaran bahwa ada pelanggaran kode etik oleh saksi ahli.
Djaja telah melanggar ketentuan etika saksi ahli dalam persidangan.

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Seorang saksi ahli mempunyai salah satu barang bukti yang sah yangdapat
digunakan dalam pengadilan, saksi ahli mengetahui dan memiliki kode etik
agar kesaksiannya bisa diterima oleh hakim saat persidagan. Dalam hal ini telah
ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana.
Berdasarkan atas undang-undang dan norma-norma yang berlaku di
Indonesia, seorang saksi ahli bisa dihadirkan apabila saksi ahli mempunyai latar
belakang pendidikan formal dan informal terhadap kasus yang ditanganinya dan
selain itu juga mempunyai dasar pengalaman dari kasus terdahulu.

REFERENSI

[1]. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jakarta: Sekretaris Negara.
[2]. Republik Indonesia, Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jakarta: Sekretaris

Negara. 1981.
[3]. Sutiyono, Manajemen, Etika & Hukum Teknologi Informasi. Yogyakarta:
UII Press, 2015
[4]. KBBI - “Saksi” http://kbbi.web.id/saksi. diakses pada tanggal 9-Okt-2017
[5]. P.J Umroh, “ Fungsi Dan Manfaat Saksi Ahli Memberikan Keterangan
Dalam Proses Perkara Pidana” Lex Crim. Vol II, no.2, p.112, 2013
[6]. H.A. Feder, Law 101: Legal Guide for the Forensic Expert. U.S.
Depertment of Justice. 2011
[7]. D. L. Shinder, “Testifying as an expert witness in computer crimes cases”
techrpublic.com, 2010
[8]. Bbc.com. “Jessica Kumala Wongso dituntut hukuman penjara 20 tahun”.
2016.http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/10/161005_in
donesia_tuntutan_jessica (diakses pada tanggal 10 Oktober 2017)
[9]. Antaranews.com. “Perjalanan kasus kematian Mirna hingga vonis
Jessica”.

2016.

http://www.antaranews.com/berita/592814/perjalanan-

kasus-kematian-mirna-hingga-vonis-jessica (diakses pada tanggal 10
Oktober 2017)
[10]. News.detik.com, "Jaksa ke ahli forensik yang dihadirkan jessica”. 2016.
https://news.detik.com/berita/3293380/jaksa-ke-ahli-forensik-yangdihadirkan-jessica-bapak-jangan-sembarang-ngomong
tanggal 10 Oktober 2017)
.

(diakses

pada