SISTEM HUKUM ADAT

SISTEM HUKUM ADAT
Menurut Prof. Dr. R. Soepomo, S.H dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan
sistem hukum adat antara lain Bahasa hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan Hukum Adat.
Berikut akan dijelaskan mengenai hal tersebut.
A.

Bahasa Hukum

Maksud dari Bahasa hukum adalah kata-kata yang dipakai terus-menerus untuk menyebut dengan
konsekuen suatu perbuatan atau keadaan, lambat laun menjadi istilah yang mempunyai isi yang
tertentu. Bagi hukum adat di Indonesia, pembinaan bahasa hukum adalah soal yang minta
perhatian khusus kepada para ahli hukum Indonesia.
Bahasa hukum lahir dan tumbuh setapak demi setapak. Kata-kata yang terus-menerus dipakai
dengan konsekuen untuk menyebut suatu perbuatan atau keadaan, lambat laun menjadi istilah yang
memiliki isi dan makna tertentu.
Hukum Barat telah memiliki istilah-istilah hukum teknis yang dibina berabad-abad oleh para ahli
hukum, para hakim dan oleh pembentuk undang-undang. Hukum adat, pembinaan bahasa hukum
ini justru masih merupakan suatu masalah yang sangat meminta perhatian khusus pada para ahli
hukum Indonesia. Baik Van Vollenhoven dan Ter Haar, mengemukakan dengan jelas betapa
pentingnya soal bahasa-hukum adat bagi pelajaran serta pengertian sistem hukum adat dan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan hukum adat selanjutnya.

Bahasa hukum adalah bukan sesuatu yang dapat diciptakan dalam satu dua hari saja, tetapi harus
melalui suatu proses yang cukup lama. Bahasa rakyat yang bersangkutanlah merupakan bahasa
yang pertama-tama yang sanggup melukiskan perasaan rakyat dimaksud secara tepat.
Dan oleh karena itulah pada zaman kolonial Belanda dahulu terjemahan istilah-istilah hukum adat
dalam bahasa Belanda yang pada zaman itu orang menganggap seolah-olah isi serta artinya sudah
lama, sesungguhnya merupakan suatu kesalahan, sebab istilah-istilah dalam bahasa asing
dimaksud ternyata tidak dapat melukiskan makna yang terkandung dalam istilah-istilah bahasa
aslinya. Sebagai Contoh: Pada zaman Hindia-Belanda, istilah yang digunakan untuk menyebut
kata jual dan sewa dengan Bahasa Belanda yaitu dengan istilah varkopen dan huren, seolah-olah
arti istilah varkopen dan huren sama dengan arti jual dan sewa dalam istilah hukum adat.
Dalam ilmu hukum adat sendiri istilah jual berarti mengenai pengoperan hak (overdracht) dari
seseorang kepada orang lain. Ada tiga jenis pengoperan yang juga menggunakan istilah jual, dan
dalam pengoperan tersebut berlaku dengan pembayaran kontan dari pihak pembeli. Lain halnya
dengan istilah verkopen, yang dimaksud dengan verkopen adalah sistem hukum barat tentang suatu
perbuatan hukum yang bersifat obligatoir, artinya verkoper berjanji dan wajib mengoperkan
barang yang di verkoop kepada pembeli dengan tidak dipersoalkan apakah harga barang itu
dibayar kontan atau tidak.
Dari apa yang telah dijelaskan diatas, maka kata jual sebagai istilah hukum adat tidaklah sama
artinya dengan kata verkopen sebagai istilah hukum barat. Dalam sistem hukum adat, pembelian
barang dengan tidak membayar kontan bukanlah termasuk perbuatan jual, melainkan temasuk

dalam golongan hutang piutang.

Dalam sistem hukum adat, segala perbuatan dan keadaan yang bersifat sama disebut dengan istilah
yang sama pula. Misalnya istilah gantungan dipakai untuk menyebut segala keadaan yang belum
bersifat tetap.
B.

Pepatah Adat

Di berbagai lingkaran hukum adat terdapat pula pepatah adat yang sangat berguna sebagai
petunjuk tentang adanya sesuatu peraturan hukum adat. Berikut cnntoh pepatah dari daerah Batak:
“Molo metmet binanga, na metmet do dengke”
“Molo gadang binanga, gadang dengke”
Dalam bahasa Indonesia:
“Jika (anak) sungai kecil, maka ikannya juga kecil,
“Jika (anak) sungai besar, maka ikannya juga besar”
Perumpamaan ini mengandung dasar hukum, bahwa upah bagi mereka yang menyelesaikan
sesuatu soal hukum harus seimbang dengan pentingnya soal tersebut.
Dari daerah Minangkabau:
“Sakali aye gadang, sakali tapian beranja,

“Sakali raja ba(r) ganti, sakali adat berobah”
Dalam bahasa Indonesia :
“Apabila air meluap, tempat pemandian bergeser.
“Apabila ada penggantian raja, maka adat akan bergati juga”
Pepatah ini mengandung pengertian, bahwa adat tidak statis melainkan berubah menurut
perubahan yang berlaku dengan penggantian kepala adat.
Prof. Snouck Hurgronje menegaskan bahwa pepatah adat tidak boleh dianggap sebagai sumber
atau dasar hukum adat. Pepatah adat harus diberi interpretasi yang tepat agar terang maknanya.
Pepatah adat memang baik untuk diketahui dan disebut, akan tetapi pepatah itu tidak boleh
dipandang sebagai pasal-pasal kitab undang-undang pepatah adat tidak memuat peraturan hukum
positif.
Vergouwen menulis bahwa pepatah adat tidak mempunyai sifat normatif seperti pasal undangundang. Pepatah itu hanya mengandung aliran hukum dalam bentuk yang menyolok saja. Ter Haar
berkata bahwa pepatah adat bukan merupakan sumber hukum adat, melainkan mencerminkan
dasar hukum yang tidak tegas. Prof. Soepomo menegaskan bahwa pepatah adat memberi lukisan
tentang adanya aliran hukum yang tertentu.
C.

Penyelidikan Hukum Adat

Berlakunya sesuatu peraturan hukum adat tampak dalam putusan (penetapan) petugas hukum,

misalnya putusan kumpulan desa, putusan kepala adat dan sebagainya. Yang dimaksud dengan

putusan atau penetapan itu ialah perbuatan atau penolakan perbuatan (non-action) dari pihak
petugas hukum dengan tujuan memelihara atau untuk menegakkan hukum.
Maka dari itu penyelidikan hukum adat haruslah ditujukan kepada Research tentang putusanputusan petugas hukum, selain itu kita juga harus menyelidiki kenyataan sosial (social reality),
yang merupakan dasar bagi para petugas hukum untuk menentukan putusan-putusannya.
Cara atau metode penyelidikan setempat adalah mendekati para pejabat desa, orang-orang tua,
para cerdik pandai, rang-orang terkemuka di daerah yang bersangkutan, dan sebagainya. Persoalan
yang akan ditanyakan harus hanya fakta-fakta, hanya kejadian-kejadian yang telah dialami atau
diketahui sendiri oleh mereka.
Perlu kita ketahui bahwa dalam penyelidikan hukum adat yang menentukan bukan banyaknya
jumlah perbuatan yang terjadi, meskipun jumlah itu adalah penting sebagai petunjuk bahwa
perbuatan itu adalah dirasakan sebagai hal yang diharuskan oleh masyarakat. akan tetapi yang
penting adalah suatu perbuatan itu benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai hal yang
memeng sudah seharusnya. Maka dari itulah kita sudah dapat menarik kesimpulan adanya norma
hukum.
maka agar memperoleh bahan-bahan yang tepat serta berharga tentang hukum adat perhatian harus
diarahkan kepada berikut ini:
a.


Research tentang putusan-putusan petugas hukum ditempat yang bersangkutan.

b.
Sikap penduduk dalam hidupnya sehari-hari terhadap hal-hal yang sedang disoroti dan
diinginkan mendapat keterangan dengan melakukan field research itu.
Untuk mendapatkan hasil penyelidikan sebagaimana mestinya, kenyataan sosial yang merupakan
dasar bagi para petugas hukum untuk menentukan putusan-putusannya, wajib pula diindahkan
serta dipahami. Cara melakukan Field Research wajib menemui para pejabat desa, orang-orang
tua, orang terkemuka, serta menanyakan fakta-fakta yang telah dialami atau diketahui sendiri oleh
mereka itu.