Diagnosis Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK

18 akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus. Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol Chojnowski, 2003.

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat penyakit. 1. Anamnesis a. Ada faktor risiko Faktor risiko yang penting adalah usia, angka kesakitan penderita PPOK laki-laki dan wanita usia di atas 45 tahun Suradi, 2007 dan adanya riwayat pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara, maupun polusi tempat kerja. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab 19 lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan apakah pasien merupakan seorang perokok aktif, perokok pasif, atau bekas perokok. Penentuan derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman IB, yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Interpretasi hasilnya adalah derajat ringan 0-200, sedang 200-600 dan berat 600 PDPI, 2003. b. Gejala klinis Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk. Selain itu, Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat 20 progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut British Medical Research Council MRC Global Obstructive Lung Disease, 2009. Tabel 2.2 Skala Sesak menurut British Medical Research Council MRC No Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas 1 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat 2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat 3 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak 4 Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit 5 Sesak bila mandi atau berpakaian Sumber : Global Obstructive Lung Disease, 2009 2. Pemeriksaan Fisik Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada seperti tong barrel chest, terdapat cara bernapas purse lips breathing seperti orang meniup, terlihat penggunaan dan hipertrofi otot- otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis dan edema tungkai. Pada perkusi biasanya ditemukan adanya hipersonor. Pemeriksaan auskultasi 21 dapat ditemukan fremitus melemah, suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, ronki, dan mengi PDPI, 2003. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Spirometri VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1KVP Spirometri merupakan salah satu metode sederhana yang dapat digunakan untuk mempelajari ventilasi paru, yaitu dengan mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru. Spirometri adalah suatu alat sederhana yang digunakan untuk mengukur volume udara dalam paru. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur volume statik dan volume dinamik paru. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi dan atau VEP1KVP . VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila terjadi sumbatan dan spirometri tidak tersedia maka dilakukan arus puncak ekspirasi APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20. Parameter yang 22 sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital KV, sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama VEP1, dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa VEP1KVP Klasifikasi gangguan ventilasi nilai prediksi :  Gangguan restriksi Gangguan restriksi paru adalah gangguan pernafasan akibat dari menurunnya kapasitas vital paru seseorang. Dengan nilai prediksi : Vital Capacity KV 80 nilai prediksi; KVP 80 nilai prediksi.  Gangguan obstruksi Gangguan obstruksi adalah gangguan saluran napas baik stuktural anatomis maupun fungsional yang menyebabkan perlambatan aliran udara respirasi. Dengan nilai prediksi : VEP1 80 nilai prediksi; VEP1KVP 75 nilai prediksi. 23  Gangguan restriksi dan obstruksi, merupakan gabungan dari gangguan restriksi dan ganggugan obstruksi. Degan nilai prediksi : FVC 80 nilai prediksi; VEP1KVP 75 nilai prediksi. PDPI, 2003. b. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan : Eksaserbasi akut merupakan penyakit yang timbulnya cepat dan berlangsung dalam jangka waktu pendek atau tidak lama dalam kurun waktu jam hingga minggu. Sehingga dilakukan terapi eksaserbasi akut yaitu : i. Antibiotik Antibiotik merupakan obat yang ditujukan untuk membunuh kuman penyebab infeksi atau membunuh jamur. Eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh Haemophilus Influenza dan Streptococcus Pneumonia, maka digunakan ampisilin atau eritromisin. Augmentin amoksilin dan asam klavulanat dapat diberikan jika kuman penyebab 24 infeksinya adalah Haemophilus Influenza. Pemberian antibiotik seperti cotrimoxasol, amoksisilin atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat. ii. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnea dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2. iii. Fisioterapi dada membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik. c. Radiologi foto toraks Radiologi merupakan cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan dengan studi dan penerapan berbagai teknologi pencitraan untuk mendiagnosis penyakit. Radiologi digunakan untuk mempelajari penegakan diagnosis penyakit dengan menggunakan sinar-X dan teknik pencitraan lainnya yang berkaitan. Hasil pemeriksaan radiologi dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi, diafragma 25 mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien Global Obstructive Lung Disease, 2009. d. Bronkodilator Bronkodilator merupakan obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut. Untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin PDPI, 2003. 26

2.2 Konsep Peran Perawat

2.2.1 Pengertian Perawat

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan Undang-Undang Kesehatan No.23,1992.

2.2.2 Peran Perawat

Doheny 1982 mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional meliputi : a. Care giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan “Care Giver” merupakan peran perawat dalam memberikan asuhan keparawatan secara langsung atau tidak langsung kepada pasien, keluarga dan masyarakat dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi keprawatan. b. Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi pasien. Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar pasien dengan tim kesehatan lain

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Caring” Perawat pada Pasien Kanker Paru dipandang Dari Pengan Keluarga di RS Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga T1 462009019 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Caring” Perawat pada Pasien Kanker Paru dipandang Dari Pengan Keluarga di RS Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga T1 462009019 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Caring” Perawat pada Pasien Kanker Paru dipandang Dari Pengan Keluarga di RS Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga T1 462009019 BAB IV

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Caring” Perawat pada Pasien Kanker Paru dipandang Dari Pengan Keluarga di RS Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga T1 462009019 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Caring” Perawat pada Pasien Kanker Paru dipandang Dari Pengan Keluarga di RS Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Peran Perawat sebagai Care Giver dalam Perawatan Pasien PPOK se Dirawat di RS paru dr. Ario Wirawan Salatiga

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Peran Perawat sebagai Care Giver dalam Perawatan Pasien PPOK se Dirawat di RS paru dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462008031 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Peran Perawat sebagai Care Giver dalam Perawatan Pasien PPOK se Dirawat di RS paru dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462008031 BAB IV

0 1 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Peran Perawat sebagai Care Giver dalam Perawatan Pasien PPOK se Dirawat di RS paru dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462008031 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Peran Perawat sebagai Care Giver dalam Perawatan Pasien PPOK se Dirawat di RS paru dr. Ario Wirawan Salatiga

0 0 27