Faktor Determinan Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

(1)

FAKTOR DETERMINAN TINDAKAN MEROKOK

SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN PANJANG KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

ELMAN DANI FIRDAUS (1018011008)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Pendidikan Dokter Umum

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

Determinant Factors Act Of Smoking Elementary School Students In District Panjang Bandar Lampung

By

Elman Dani Firdaus

Age of first smoking generally between 11-13 years old and in usually smoking before 18 years old. The act of smoking in elementary school children are influenced by many factors, such as knowledge, attitudes, parent, socially with friends , cigarette advertising , and the availability of cigarettes themselves. This research was conducted with the cross sectional method. The population in this research were sixth grade students in District Panjang Elementary School. The samples used were 178 students.

Students who had ever smoked were many as 69 students (38.7%) and who never smoked were many as 109 students (61.3%). The results of the bivariate analysis with Chi-square test showed no relation between students’s knowledge with act of smoking (p =0.454). There is a relation between students's attitudes with act of smoking (p=0.001). There is no relation between parental smoking status with act of smoking students (p=0.129). There is a relationship between socially with friends with act of smoking students (p=0.001). There is a relation between interesting cigarette advertising with act of smoking students (p=0.019). There is a relation between the availability of cigarettes with act of smoking students (p=0.001). Multivariate analysis with regression logistic analysis showed that the most influential factor on act of smoking is socially with friends (OR=15.924).

Key words: Act of smoking, knowledge, attitude, parents, friends, cigarette advertising, availability of cigarettes.


(3)

ABSTRAK

Faktor Determinan Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

Oleh

Elman Dani Firdaus

Usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara usia 11-13 tahun dan pada umumnya merokok sebelum usia 19 tahun. Tindakan merokok pada anak SD dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, sikap, orang tua, pergaulan teman, iklan rokok, dan ketersediaan rokok itu sendiri. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI di SDN Kecamatan Panjang. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 178 siswa.

siswa yang pernah merokok adalah sebanyak 69 siswa (38,7%) dan yang tidak pernah merokok adalah sebanyak 109 siswa (61,3%). Hasil analisis bivariat dengan uji Chi-square menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan merokok siswa (p=0,454). Ada hubungan antara sikap dengan tindakan merokok siswa (p=0,001). Tidak ada hubungan antara status merokok orang tua dengan tindakan merokok siswa (p=0,129). Ada hubungan antara pergaulan teman sebaya dengan tindakan merokok siswa (p=0,001). Ada hubungan antara ketertarikan iklan rokok dengan tindakan merokok siswa (p=0,019). Ada hubungan antara ketersediaan rokok dengan tindakan merokok siswa (p=0,001). Hasil analisis multivariat dengan analisis regresi logistik menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap tindakan merokok siswa adalah pergaulan teman sebaya (OR=15,924).

Kata kunci: Tindakan merokok, pengetahuan, sikap, status merokok orang tua, pergaulan teman sebaya, iklan rokok, ketersediaan rokok.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Kerangka Penelitian ... 7

1. Kerangka Teori ... 7

2. Kerangka Konsep ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Model Precede-Proceed ... 11

1. Fase 1: Penilaian Sosial ... 12

2. Fase 2: Penilaian Epidemiologi ... 12

3. Fase 3: Penilaian Pendidikan dan Ekologis... 13

4. Fase 4: Administrasi dan Penilaian Kebijakan & Keselarasan Intervensi ... 14

5. Fase 5: Implementasi dan Pelaksanaan ... 14

6. Fase 6: Proses Evaluasi ... 14

7. Fase 7: Pengaruh Evaluasi... 15

8. Fase 8: Hasil atau Keluaran Evaluasi ... 15

B. Perilaku ... 15

1. Definisi Perilaku... 15

2. Pembentukan Perilaku ... 16

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku ... 17

4. Perilaku Merokok ... 17

5. Tahapan Pembentukan Perilaku ... 17

C. Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposising Factor) ... 18


(7)

a) Definisi Pengetahuan ... 18

b) Tingkat Pengetahuan ... 19

c) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 20

2. Sikap ... 22

a) Definisi Sikap ... 22

b) Tingkatan Sikap ... 22

c) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap ... 23

D. Faktor-Faktor Pendorong (Reinforcing Factor) ... 24

1. Pengaruh Orang Tua ... 24

2. Pengaruh Teman Sebaya ... 25

3. Faktor Kepribadian... 25

4. Pengaruh Iklan ... 25

E. Faktor-Faktor Pendukung (Enabling Factor) ... 26

F. Merokok ... 27

1. Definisi Merokok ... 27

2. Bahaya Merokok ... 27

3. Bahan Kimia Di Dalam Tembakau dan Rokok ... 29

4. Bahan Kimia Asap Rokok dan Pengaruhnya Terhadap Tubuh ... 30

G. Remaja... 34

1. Definisi Remaja ... 34

2. Tahap-Tahap Perkembangan Remaja ... 35

III. METODE PENELITIAN ... 37

A. Rancangan Penelitian ... 37

B. Tempat dan Waktu ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 37

1. Populasi ... 37

2. Sampel ... 38

D. Kriteria Inklusi dan Eklusi ... 39

1. Kriteri Inklus ... 39

2. Kriteria Eklusi ... 40

E. Prosedur Penelitian ... 40

F. Identifikasi Variabel... 41

1. Variabel Independen ... 41

2. Variabel Dependen ... 41

G. Definisi Operasional Variabel ... 41

H. Alat dan Cara Penelitian... 43


(8)

2. Cara Pengambilan Data ... 43

I. Uji Validitas dan Uji Realibilitas ... 44

1. Uji Validitas ... 44

2. Uji Realibilitas ... 45

J. Metode Pengukuran ... 45

1. Pengukuran Pengetahuan Merokok dan Bahaya Merokok ... 45

2. Pengukuran Sikap Tentang Merokok dan Bahaya Merokok ... 46

3. Pengukuran Status Merokok Orang Tua ... 46

4. Pengukuran Pergaulan Teman Sebaya ... 47

5. Pengukuran Pengaruh Iklan ... 47

6. Pengukuran Ketersediaan Rokok ... 48

7. Pengukuran Merokok ... 48

K. Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 48

1. Analisis Univariat ... 49

2. Analisis Bivariat ... 49

3. Analisis Multivariat ... 50

L. Etika Penelitian ... 51

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan) ... 51

2. Confidentiality (kerahasiaan) ... 51

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Hasil ... 52

1. Analisis Univariat ... 53

2. Analisis Bivariat ... 55

3. Analisis Multivariat ... 61

B. Pembahasan ... 64

1. Persentase siswa yang pernah merokok di SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung ... 64

2. Hubungan pengetahuan siswa dengan tindakan merokok siswa ... 65

3. Hubungan sikap siswa dengan tindakan merokok siswa ... 66

4. Hubungan status merokok orang tua siswa dengan tindakan merokok siswa ... 67

5. Hubungan pergaulan teman sebaya siswa dengan tindakan merokok siswa ... 69

6. Hubungan iklan rokok dengan tindakan merokok siswa ... 70

7. Hubungan ketersediaan rokok dengan tindakan merokok siswa ... 71


(9)

8. Analisis Multivariat Faktor Determinan Tindakan

Merokok ... 72

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ... 8

2. Kerangka Konsep ... 9

3. Model Precede-Proceed ... 12

4. Kandungan Rokok Serta Penyakit Yang Ditimbulkan ... 28


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Tabel ... 42

2. Distribusi dan frekuensi siswa berdasarkan jenis kelamin... 53

3. Distribusi frekuensi karakteristik siswa berdasarkan usia ... 53

4. Persentase siswa yang pernah merokok di Kecamatan Panjang ... 54

5. Distribusi frekuensi variabel-variabel penelitian tindakan merokok dengan pengetahuan, sikap, orang tua, pergaulan teman sebaya, iklan rokok, dan ketersediaan rokok... 55

6. Tabulasi silang hubungan antara tindakan merokok siswa dengan pengetahuan siswa di SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung.. ... 56

7. Tabulasi silang hubungan antara tindakan merokok siswa dengan sikap siswa di SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung ... 57

8. Tabulasi silang hubungan antara tindakan merokok siswa dengan sikap siswa di SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung ... 58

9. Tabulasi silang hubungan antara tindakan merokok siswa dengan pergaulan teman sebaya siswa di SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung ... 59

10. Tabulasi silang hubungan antara tindakan merokok siswa dengan iklan rokok di SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung ... 60

11. Tabulasi silang hubungan antara tindakan merokok siswa dengan ketersediaan rokok di SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung ... 61

12. Nilai signifikansi (p-value) faktor determinan tindakan merokok siswa di SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung ... 62


(12)

13. Regresi logistik berganda faktor determinan tindakan merokok


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada kehidupan sehari-hari, sering kita menemukan perokok di mana-mana, baik di kantor, dipasar, bahkan di rumah tangga sendiri. Aktivitas merokok di kalangan masyarakat Indonesia menjadi bagian dari kehidupan masyarakat umum baik tradisional maupun modern. Salah satunya budaya Indonesia yang mengungkapkan bahwa merokok dapat dipandang sesuatu yang maskulin, gentleman, dan macho (Istiqomah, 2003).

Pada negara berkembang, prevalensi perilaku merokok lebih besar pada kelompok sosial ekonomi rendah. Perbedaan tingkat perilaku merokok ditinjau dari status sosial ekonomi ini lebih tinggi pada para remaja dibandingkan generasi-generasi lain yang lebih tua (Cavelaars dkk. dalam Paavola dkk., 2004).

Indonesia menduduki posisi ke tiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India (WHO, 2008). Berdasarkan data resmi Kemenkes, pada 2011 sebanyak 67,4% laki-laki di Indonesia merokok, sedangkan jumlah perokok perempuan dalam sepuluh tahun terakhir meningkat empat kali lipat dari 1,3% menjadi 4,5%. 78% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum berumur 19 tahun, dan dilaporkan 1 dari 3 pelajar mencoba rokok pertama mereka sebelum berumur 10 tahun (GATS, 2011).


(14)

Menurut Smet (dalam Komasari dan Helmi, 2000) menyatakan bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara 11–13 tahun dan pada umumnya individu pada usia tersebut merokok sebelum usia 18 tahun. Tindakan merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi, intensitas merokok dan sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin.

Dalam sebuah penelitian yang melibatkan para pelajar dari enam sekolah di Finlandia Timur ditemukan bahwa anak-anak dari para pekerja kerah biru (buruh) lebih banyak yang merokok dibandingkan anak-anak dari para pekerja kerah putih (pegawai kantor) atau petani (Paavola dkk., 2004).

Seseorang yang pertama kali mengkonsumsi rokok mengalami gejala-gejala seperti batuk-batuk, lidah terasa getir dan perut mual, namun demikian, sebagian dari pemula yang mengabaikan gejala-gejala tersebut biasanya berlanjut menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis. Gejala ini dapat dijelaskan dari konsep tobacco depency (ketergantungan rokok). Tindakan merokok merupakan tindakan yang menyenangkan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan sifat nikotin adalah adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan stress (Tandra, 2003).

Tindakan merokok banyak dilakukan pada masa remaja. Periode remaja merupakan periode yang penting karena pada masa ini terjadi perkembangan fisik dan psikologis yang pesat (Atkinson dkk, 1993). Pada remaja akan mengalami perubahan emosional


(15)

yang kemudian tercermin dalam sikap dan tingkah laku. Perkembangan kepribadian pada masa ini dipengaruhi tidak saja oleh orang tua dan lingkungan keluarga, tetapi juga lingkungan sekolah maupun teman-teman pergaulan di luar sekolah.

Menurut Lewin (dalam Komasari dan Helmi, 2000) tindakan merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu, artinya tindakan merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. Faktor dalam diri remaja seperti tindakan memberontak dan suka mengambil risiko turut mempengaruhi apakah remaja akan mulai merokok. Faktor lingkungan seperti orang tua yang merokok dan teman sebaya yang merokok juga mempengaruhi seorang yang merokok dan teman sebaya yang merokok juga mempengaruhi apakah remaja akan mulai merokok atau tidak (Sarafino, 1998). Menurut Mu’tadin (2002) faktor penyebab tindakan merokok pada remaja adalah pengaruh orang tua, pengaruh teman sebaya, faktor kepribadian dan pengaruh iklan.

Tembakau atau rokok dengan tingkat konsumsi yang tinggi memiliki dampak terhadap kesehatan dan sosial ekonomi. Merokok membunuh setidaknya 200.000 orang di Indonesia setiap tahun (GATS, 2012). Data dari studi yang terkini mengatakan bahawa terdapat hubungan kuantitatif antara merokok dengan berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, kanker paru, kanker usus, emfisema paru, penyakit vaskular perifer serta kematian neonatus (Dhala et al., 2004).

Lampung merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia dengan jumlah kasus perokok yang cukup tinggi. Menurut data Riskesdas tahun 2010 , Lampung terdapat pada urutan ke-10 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia dimana jumlah perokok ada sebanyak 38%, posisi ini di atas posisi rerata perokok Indonesia yaitu 34,7%. Sementara


(16)

untuk perokok pada usia 10–14 tahun, Lampung terletak pada urutan ke-9 dengan persentase sebanyak 20,4% dimana posisi ini juga terletak pada posisi di atas nilai rerata 17,5% (Riskesdas, 2010).

Bandar Lampung memiliki beberapa kecamatan, salah satunya adalah kecamatan Panjang. Panjang merupakan kecamatan yang terdapat di pesisir kota Bandar Lampung. Berdasarkan data dari Kecamatan Panjang tahun 2013, Panjang memiliki 8 kelurahan yaitu Srengsem, Panjang Selatan, Panjang Utara, Pidada, Panjang Selatan, Way Lunik, Ketapang, dan Ketapang Kuala. Kecamatan Panjang memiliki 12 Sekolah Dasar Negeri (SDN). Di kelurahan Srengsem terdapat 1 SDN, kelurahan Panjang Selatan terdapat 2 SDN, kelurahan Panjang Utara terdapat 3 SDN, kelurahan Pidada terdapat 1 SDN, kelurahan Panjang Selatan terdapat 2 SDN, kelurahan Way Lunik terdapat 2 SDN, kelurahan Ketapang 1 SDN, tetapi kelurahan Ketapang Kuala tidak mempunyai SDN.

Berdasarkan uraian tadi didapatkan bahwa beberapa perokok mulai mencoba rokok pertama mereka sebelum berumur 10 tahun, maka peneliti tertarik meneliti tentang faktor determinan dari tindakan merokok siswa pada SDN 1 Kelurahan Srengsem, SDN 1 Kelurahan Panjang Selatan dan SDN 1 Kelurahan Panjang Utara.

B. Rumusan Masalah

1. Berapa persentase siswa yang pernah merokok di SDN Kecamatan Panjang?

2. Apakah ada hubungan pengetahuan tentang bahaya merokok terhadap tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang?


(17)

3. Apakah ada hubungan sikap terhadap merokok dengan tindakan merokok siswa SDN di Panjang?

4. Apakah ada hubungan status merokok orang tua terhadap tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang?

5. Apakah ada hubungan pergaulan teman sebaya terhadap tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang?

6. Apakah ada hubungan paparan iklan rokok terhadap tindakan merokok pada siswa SDN di kecamatan Panjang?

7. Apakah ada hubungan ketersedian rokok dengan tindakan merokok pada siswa SDN di kecamatan Panjang?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui faktor determinan tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang. 2. Tujuan khusus

a. Mengetahui persentase siswa merokok di SDN Kecamatan Panjang.

b. Mengetahui hubungan pengetahuan tentang bahaya merokok terhadap tindakan merokok siswa SDN di Panjang.

c. Mengetahui hubungan sikap terhadap merokok dengan tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang.

d. Mengetahui hubungan status merokok orang tua terhadap tindakan merokok pada siswa SDN di kecamatan Panjang.


(18)

e. Mengetahui hubungan pergaulan teman sebaya terhadap tindakan merokok pada siswa SDN di kecamatan Panjang.

f. Mengetahui hubungan paparan iklan rokok terhadap tindakan merokok pada siswa SDN di kecamatan Panjang.

g. Mengetahui hubungan ketersediaan rokok terhadap tindakan merokok pada siswa SDN di kecamatan Panjang.

h. Mengetahui faktor determinan yang paling mempengaruhi tindakan merokok pada siswa SDN di Kecamatan Panjang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah

Menambah informasi tentang faktor determinan tindakan merokok di kalangan anak sekolah sehingga membantu pemerintah khususnya di Bandar Lampung untuk untuk pengambilan keputusan, penetapan kebijakan dan perencanaan program kesehatan serta upaya penganggulangan tindakan merokok di kalangan anak sekolah.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini bisa dipakai sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor apa saja yang dapat membentuk tindakan merokok pada anak. 3. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam meningkatkan kemampuan peneliti di bidang penelitian kesehatan khususnya tentang faktor determinan tindakan merokok siswa SDN di Panjang.


(19)

E. Kerangka Penelitian

A. Kerangka Teori

Green mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat untuk membuat perencanaan dan evaluasi kesehatan yang dikenal sebagai kerangka PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Educational Diagnosis and Evaluation). Kemudian disempurnakan pada tahun 1999 menjadi PRECEDE-PROCEED (Policy, Regulatory Organizational Construct in Ediucational and Environmental Development) yang dilakukan bersama-sama dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan criteria kebijakan serta implementasi dan evaluasi (Notoatmodjo, 2010, p:75).

Ada 3 (tiga) faktor yang dapat berpengaruh atau menjadi sebab terjadinya masalah perilaku:

a) Faktor predisposisi (Predisposing) yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk kelompok predisposisi ini adalah:

1) Pengetahuan 2) Sikap


(20)

4) Kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu tersebut.

5) Beberapa karakteristik individu, misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

b) Faktor pemungkin (Enabling) yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut, terdiri atas:

1) Ketersediaan pelayanan kesehatan

2) Ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun biaya dan sosial.

3) Adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tertentu tersebut.

c) Faktor penguat (Reinforcing) yaitu faktor yang memperkuat atau kadang-kadang justru dapat memperlunak untuk terjadinya perilaku tersebut. Yang termasuk faktor penguat antara lain: pendapat, dukungan, kritik baik dari keluarga, teman-teman sekerja atau lingkungannya, bahkan juga dari petugas kesehatan sendiri.

Gambar 1. Kerangka Teori (Green dan Kreuter, 2005) Keterangan: Yang diteliti faktor predisposisi, penguat dan pemungkin.


(21)

B. Kerangka Konsep

Hal yang akan diteliti pada penelitian ini terdapat di fase 3 yaitu faktor predisposisi tentang pengetahuan dan sikap, faktor pendorong tentang status merokok orang tua, pergaulan teman sebaya dan iklan rokok, lalu yang terakhir faktor pemungkin tentang ketersediaan rokok.

Gambar 2. Kerangka Konsep

VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT

TINDAKAN MEROKOK FAKTOR

PREDISPOSISI : 1. SIKAP

2. PENGETAHUAN

FAKTOR PENGUAT : 1. ORANG TUA 2. TEMAN

SEBAYA 3. IKLAN ROKOK

FAKTOR PEMUNGKIN :

KETERSEDIAAN ROKOK


(22)

F. Hipotesis

1. Persentase siswa yang pernah merokok di SDN Kecamatan Panjang lebih tinggi dari persentase perokok anak yang berusia 10-14 tahun menurut data Riskesdas tahun 2010.

2. Ada hubungan antara pengetahuan tentang bahaya merokok dengan tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang.

3. Ada hubungan antara sikap tentang bahaya merokok dengan tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang.

4. Ada hubungan status merokok orang tua dengan tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang.

5. Ada hubungan pergaulan teman sebaya terhadap tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang.

6. Ada hubungan paparan iklan rokok terhadap tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang.

7. Ada hubungan ketersediaan rokok dengan tindakan merokok siswa SDN di kecamatan Panjang.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model PrecedeProceed

Dikutip dari Fertman pada tahun 2010 bahwa pendekatan terkenal untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam program promosi kesehatan adalah model Precede-Proceed yang dikemukakan oleh Green dan Kreuter pada tahun 1999. Bagian Precede (Predisposising, Reinforcing and Enabling Causes in Educational Diagnosis and Evaluation) pada model (fase 1–4) berfokus pada perencanaan program dan bagian procede (Policy, Regulatory Organizational Construct in Ediucational and Environmental Development) (fase 5–8) berfokus pada pelaksanaan dan evaluasi. Delapan fase dari model pedoman perencanaan dalam membuat program promosi kesehatan, dimulai dengan keluaran yang lebih umum dan berubah menjadi keluaran yang lebih spesifik. Pada akhirnya, membuat program, menghantarkan program dan mengevaluasi program. (Gambar 3. Menampilkan model Precede-Proceed untuk perencanaan program kesehatan dan evaluasi; tanda panah menunjukan jalur utama kegiatan menuju masukan program dan determinan kesehatan untuk hasil).


(24)

Gambar 3. Model Precede-Proceed (Green dan Kreuter, 2005)

Fase 1: Penilaian Sosial

Dalam fase ini, program menyoroti kualitas dari hasil keluaran secara spesifik, indikator utama penilaian sosial dari kesehatan dalam populasi spesifik (contohnya derajat kemiskinan, rata-rata kriminalitas atau tingkat pendidikan yang rendah) yang berefek kepada kesehatan dan kualitas hidup.

Fase 2: Penilaian Epidemiologi

Dalam fase kedua, setelah spesifik masalah sosial yang berkaitan dengan buruknya kualitas kehidupan dalam fase pertama, selanjutnya program mengidentifikasi masalah kesehatan atau faktor lain yang berperan dalam perburukan kualitas hidup. Masalah kesehatan akan dianalisis berdasarkan dua faktor: hubungan masalah kesehatan dengan indikator sosial di dalam


(25)

penilaian sosial dan menerima untuk merubah masalah kesehatan yang ada. Setelah prioritas utama masalah kesehatan stabil, selanjutnya mengidentifikasi dari determinan yang mengarah pada munculnya masalah kesehatan. Langkah selanjutnya dalam penilaian ini adalah akan mengidentifikasi penyebab utama dari penyakit tersebut, seperti faktor lingkungan (contohnya racun, kondisi kerja yang penuh tekanan atau kondisi pekerjaan yang tidak terkontrol), faktor prilaku (contohnya sedikitnya aktivitas fisik, diet yang buruk, merokok atau konsumsi alkohol) dan faktor genetik (contohnya riwayat keluarga). Pentingnya perubahan data akan dianalisis dan kemudian satu atau beberapa dari faktor resiko ini akan dipilih menjadi fokus. Untuk melengkapi fase ini, tujuan status kesehatan, perilaku objektif dan lingkungan objek akan disusun.

Fase 3: Penilaian Pendidikan dan Ekologis

Fokus dalam fase 3 berganti menjadi faktor mediasi yang membantu atau menghindarkan sebuah lingkungan positif atau prilaku positif. Faktor-faktor ini dikelompokan kedalam tiga kategori: Faktor-faktor predisposisi, Faktor-faktor pemungkin dan faktor penguat (Green dan Kreuter, 2005). Faktor predisposisi adalah faktor yang dapat mendukung atau mengurangi untuk memotivasi perubahan, seperti sikap dan pengetahuan. Faktor pemungkin adalah faktor yang dapat mendukung atau mengurangi dari perubahan, seperti sumber daya atau keahlian. Faktor penguat adalah faktor yang dapat membantu melanjutkan motivasi dan merubah dengan memberikan umpan balik atau penghargaan. Faktor-faktor ini dianalisis berdasarkan


(26)

kepentingannya, perubahan dan kemungkinan (adalah, seberapa banyak faktor yang mungkin dapat dimasukan dalam sebuah program). Faktor-faktor kemudian dipilih untuk disajikan sebagai dasar untuk pengembangan program dan keobjektifitasan pendidikan yang telah disusun.

Fase 4: Administrasi dan Penilaian Kebijakan dan Keselarasan Intervensi

Pada fase ini berisi tentang upaya untuk memperbaiki status kesehatan yang dapat didukung atau dihambat oleh peraturan dan kebijakan yang ada. Sehingga dapat dilihat bahwa fokus utama dalam administrasi dan penilaian kebijakan dan keselarasan intervensi dalam fase ke empat adalah pemastian kenyatan, untuk meyakinkan bahwa ini ada dalam aturan (sekolah, tempar kerja, organisasi pelayanan kesehatan atau komunitas) semua dukungan yang memungkinkan, pendanaan, kepribadian, fasilitas, kebijakan dan sumber daya lainnya akan ditampilkan untuk mengembangkan dan pelaksanaan program.

Fase 5: Implementasi atau Pelaksanaan

Penyampaian program terjadi selama fase 5 dan proses evaluasi (fase 6), dalam fase evaluasi yang pertama terjadi secara simultan dengan pelaksanaan program.

Fase 6: Proses Evaluasi

Proses evaluasi adalah sebuah evalusi yang formatif, sesuatu yang muncul selama pelaksanaan program. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan


(27)

data kuantitatif dan kualitatif untuk menilai program yang sudah berjalan berkualitas. Pencapaian pendidikan dari tujuan juga diukur dalam fase ini.

Fase 7: Pengaruh Evaluasi

Fokus dalam fase ini adalah evaluasi sumatif, yang diukur setelah program selesai, untuk mencari tahu pengaruh intervensi dalam prilaku atau lingkungan. Waktunya akan bervariasi mulai dari sesegera mungkin setelah selesai dari menyelesaikan aktivitas intervensi sampai beberapa tahun kemudian.

Fase 8: Hasil atau Keluaran Evaluasi

Fokus dari fase evualusi terakhir sama dengan fokus ketija semua proses berjalan – indikator evaluasi dalam kualitas hidup dan derajat kesehatan.

B. Perilaku

1. Definisi Perilaku

Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidak seimbangan antara kedua kekuatan di dalam diri seseorang (Notoatmodjo, 2007).


(28)

2. Pembentukan Perilaku

Prosedur pembentukan perilaku dalam, operant conditioning menurut Skinner (Notoatmodjo, 2007; Sunaryo, 2004) antara lain sebagai berikut. a) Langkah pertama: Melakukan pengenalan terhadap sesuatu sebagai

penguat, berupa hadiah atau reward.

b) Langkah kedua: Melakukan analisis untuk mengidentifikasi bagian-bagian kecil pembentuk perilaku yang diinginkan, selanjutnya disusun dalam urutan yang tepat menuju terbentuknya perilaku yang diinginkan, selanjutnya disusun dalam urutan yang tepat menuju terbentuknya perilaku yang diinginkan.

c) Langkah ketiga: Menggunakan bagian-bagian kecil perilaku, yaitu sebagai berikut.

Bagian-bagian perilaku disusun secara urut dan dipakai sebagai tujuan sementara.

Mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian. Membentuk perilaku dengan bagian-bagian yang telah tersusun tersebut.

Jika bagian perilaku pertama telah dilakukan, hadiah akan diberikan sehingga tindakan tersebut sering dilakukan.

Akhirnya akan dibentuk perilaku kedua dan seterusnya sampai terbentuk perilaku yang diharapkan.


(29)

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Green (2000), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor penguat (reinforcing factor) (Notoatmodjo, 2007; Green, 2000).

4. Perilaku Merokok

Merokok telah banyak dilakukan pada zaman Tiongkok kuno dan Romawi, pada saat itu orang sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut (Danusantoso, 1991).

Menurut Sitepoe (2001), merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Armstrong (1994) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar.

5. Tahapan Pembentukan Perilaku Merokok

Pada dasarnya perilaku merokok merupakan sebuah perilaku yang kompleks yang melibatkan beberapa tahap. Perilaku merokok pada remaja umumnya melalui serangkaian tahapan yang ditandai oleh frekuensi dan intensitas merokok yang berbeda pada setiap tahapnya (Mathew dkk dalam Richardson, 2002) dan seringkali puncaknya adalah menjadi tergantung pada nikotin. Menurut Leventhal dan Cleary (1980) terdapat 4 tahap dalam


(30)

perilaku merokok sehingga seorang individu benar-benar menjadi perokok, yaitu:

a) Tahap Perpatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. b) Tahap Initiation, tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah

seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok. c) Tahap Becoming a Smoker, apabila seseorang telah mengkonsumsi

rokok sebanyak empat batang per hari maka ia mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

d) Tahap Maintenance of Smoking, tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan.

C. Faktor-Faktor Predisposisi (predisposing factor)

Faktor predisposisi perilaku merokok adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan

a) Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa dan peraba. Tetapi


(31)

sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).

b) Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami suatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, radio, televisi, poster, majalah dan surat kabar. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah kehidupan yang dialaminya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai pada manusia dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Menurut Notoatmodjo (2007), tingkat pengetahuan dapat dibagi atas enam bagian, yaitu: 1) Tahu (know): sebagai pengingat atau materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk dalam pengetahuan tingkat ini ialah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 2) Memahami (comprehension): sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar objek yang diketahui sehingga dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.


(32)

3) Aplikasi (application): sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

4) Analisa (analysis): suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek dalam komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan dengan satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis): menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu kesembuhan baru.

6) Evaluasi (evaluation): berkaitan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

c) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal (Notoatmodjo, 2007). Faktor internal meliputi:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu mempertinggi taraf intelegensia individu.


(33)

2) Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

3) Motivasi

Merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mengenyampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat. Dalam mencapai tujuan dan munculnya motivasi memerlukan rangsangan dari dalam diri individu (biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas) maupun dari luar (merupakan pengaruh dari orang lain/lingkungan).

4) Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan), juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indra manusia. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman berdasarkan kenyataan yang pasti dan pengalaman yang berulang-ulang dapat menyababkan terbentuknya pengetahuan. Pengalaman masa lalu dan aspirasinya untuk masa yang akan datang menentukan perilaku masa kini.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain: meliputi lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan dan informasi. Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan perilaku individu. Sosial ekonomi, penghasilan sering dilihat untuk menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan


(34)

kesehatan. Kebudayaan adalah perilaku normal, kebiasaan, nilai dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup. Informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan yang dapat menimbulkan kesadaran dan mempengaruhi perilaku. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2012).

2. Sikap

a) Definisi Sikap

Sikap merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2012).

b) Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu: menerima (receiving), merespons (responding), menghargai (valuing) dan bertanggungjawab (responsible). Menerima diartikan bahwa orang (objek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Merespons diartikan memberikan jawaban apabila ditanya,


(35)

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. Menghargai berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu induksi sikap tingkat tiga. Bertanggung jawab artinya bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

c) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Menurut Azwar (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap:

1. Pengalaman pribadi

Merupakan apa yang telah dan sedang dialami ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatannya terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek. Penghayatan tersebut akan membentuk sikap positif atau negatif di kemudian hari.

2. Pengaruh Orang Lain

Merupakan komponen sosial yang penting yang mempengaruhi sikap.


(36)

3. Media Massa

Berfungsi sebagai sarana komunikasi yang mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individu secara langsung, namun dalam pembentukan sikap, media massa juga berperan karena merupakan satu bentuk informasi sugestif.

D. Faktor-Faktor Pendorong (reinforcing factor)

Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Menurut Mu’tadin (2002) faktor penyebab remaja merokok adalah pengaruh orang tua, pengaruh teman, faktor kepribadian dan pengaruh iklan.

1. Pengaruh Orang Tua

Remaja yang berasal dari keluarga konservatif yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif dengan penekanan pada falsafah “kerjakan urusanmu sendiri-sendiri”, yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi figur contoh yaitu sebagai perokok, maka anak-anaknya akan memiliki kemungkinan besar untuk mencontohnya dan menjadi perokok.


(37)

2. Pengaruh Teman Sebaya

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Fakta tersebut menunjukkan dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok.

3. Faktor Kepribadian

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit atau membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna rokok dibandingkan yang memilik skor yang rendah.

4. Pengaruh Iklan

Iklan merupakan suatu media untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat terhadap suatu produk dan iklan memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi, membujuk atau untuk mengingatkan masyarakat terhadap produk rokok (Agung, 2010). Dengan melihat iklan yang ada di televisi dan media massa, remaja mulai mengenal dan mencoba untuk merokok, karena gencarnya iklan rokok yang beredar di masyarakat, ditambah dengan adanya image yang dibentuk oleh iklan


(38)

rokok sehingga terlihat seakan orang yang merokok adalah orang yang sukses dan tangguh yang dapat melalui rintangan apapun. Iklan, promosi ataupun sponsor merupakan kegiatan yang dilakukan oleh para produsen rokok untuk mempermudah produsen rokok dalam mempengaruhi remaja dan anak-anak. Pengaruh iklan sangat mempengaruhi dalam kehidupan remaja. Terkadang remaja yang menjadi perokok pemula tersebut akibat melihat iklan rokok di lingkungan mereka, karena remaja belum mengerti benar mengenai bahaya yang disebabkan oleh rokok ataupun penyakit yang dapat timbul karena rokok, sehingga orang tua dapat memberi pemahaman terhadap anak-anaknya tentang merokok (Wawan, 2010).

E. Faktor-Faktor Pendukung (enabling faktor)

Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik (Green, 2000). Faktor pendukung (enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. Faktor pendukung yang menjadi alasan remaja merokok adalah banyaknya rokok yang dijual bebas tanpa membatasi usia pembeli rokok, kemampuan atau biaya untuk membeli rokok dan diberi oleh orang lain.


(39)

F. Merokok

1. Definisi Merokok

Merokok adalah perlakuan yang ditandai dengan membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90ºC untuk ujung rokok yang dibakar dan 30ºC untuk ujung rokok yang terselip di bibir perokok. Asap rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang diisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel. Merokok adalah suatu kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat. Perilaku merokok tidak hanya menyebabkan berbagai macam penyakit tetapi juga dapat memperberat sejumlah penyakit lainnya (Hardinge et al., 2001).

2. Bahaya Merokok

Rokok mengandung hidrokarbon aromatik polisiklik dan nitrosamine, yang merupakan zat karsinogen yang poten dan agen mutasi pada hewan. Ia dapat menyebabkan pelepasan enzim-enzim dari neutrofil granulosit dan makrofag yang dapat merusakkan elastin dan menyebabkan kerusakan paru-paru. Permeabilitas sel-sel epitel paru akan meningkat walaupun pada perokok yang tidak menunjukkan. Permeabilitas yang berubah ini dapat menyebabkan zat-zat karsinogen masuk melalui epitel paru dengan lebih mudah (Kumar, 2002).


(40)

Menurut Kumar (2002), antara bahaya dari merokok adalah resiko mendapat penyakit seperti kanker paru-paru, karsinoma esofagus, penyakit jantung iskemik, penyakit pembuluh darah perifer, kanker kandung kermih, peningkatan jumlah sperma yang abnormal serta dapat timbul masalah ingatan. Pada ibu hamil yang merokok, beresiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Pada perokok pasif, dapat terjadi sesak nafas dan batuk serta terdapat resiko mendapat asma, pneumonia serta bronkitis pada anak dengan orang tua yang merokok.

Gambar 4. Kandungan rokok serta penyakit yang ditimbulkan (Sumber : http://nrulw.files.wordpress.com/2011/10/because-of-cigarette.jpg)


(41)

3. Bahan Kimia di Dalam Tembakau dan Rokok

Dalam satu batang rokok terdapat lebih kurang 4000 jenis bahan kimia, 40 persen diantaranya beracun. Bahan kimia yang paling berbahaya terutama nikotin, tar, hidrokarbon, karbon monoksida dan logam berat dalam asap rokok. Bahan-bahan kimia ini berasal dari pertumbuhan daun tembakau itu sendiri, misalnya bersumber dari tanah, udara dan bahan-bahan kimia yang digunakan baik di dalam proses pembuatan tembakau maupun sewaktu penanaman tembakau. Dengan kata lain, berbagai jenis tembakau yang ditanam di suatu daerah atau suatu negara serta cara pemprosesan tembakau akan mempengaruhi komposisi bahan kimia yang dikandung oleh tembakau. Seorang perokok yang menghisap 1-9 batang rokok perhari akan mengalami pemendekan umur sekitar 5,5 tahun (Kusmana, 2002).

Pada waktu rokok dibakar (berarti tembakau, cengkeh, pembalut rokok, dan bahan tambahan lainnya ikut dibakar) maka akan terbentuk bahan kimia hasil pembakaran dan berikut adalah hasilnya:

Bahan kimia di dalam rokok yang diisap

Asap rokok mainstream (mainstream smoke) terdiri dari 4000 jenis bahan kimia. Dibedakan menjadi fase partikulat dan fase gas. Fase pertikulat terdiri dari nikotin, nitrosamine dan N-nitrosonornikotin; polisiklik hidrokarbon; logam berat dan karsinogen amine. Sedangkan fase yang dapat menguap atau seperti gas adalah karbon monoksida, karbon dioksida, benzene, amonia, formaldehid, hidrosianida dan lain-lain. Dari sifat aktivitas biologis asap rokok dibedakan menjadi


(42)

asfiksant, iritant, sikiatoksin, mutagen, karsinogen, enzim inhibitor, neurotoksin dan bahan farmakologi yang aktif (Sitepoe, 2000).

Asap rokok sidestream: beberapa bahan kimia dalam asap rokok sidestream emiten ke udara. Di sini dijumpai adanya bahan kimia bersifat karsinogenik berupa N-nitrosodimetilamin dan N-notrosodilamin serta beberapa jenis logam berat. Bahkan ada lebih banyak bahan karsinogenik yang dijumpai di dalam asap sidestream (Sitepoe, 2000).

Penggunaan tembakau tanpa dibakar (smokeless tobacco) dan bahaya kesehatan

Pada penggunaan ini, terdapat nikotin yang bisa memberikan adiksi. Selain itu, di dalam tembakau yang diisap melalui mulut terkandung N-nitrosodietilamin bersifat kanserogenik. Juga, dapat memicu Penyakit Jantung Koroner (PJK) melalui kadar nikotin di dalam darah. Nikotin yang diisap-isap melalui mulut (smokeless tobacco) juga dapat meningkatkan tekanan darah.

4. Bahan Kimia Asap Rokok dan Pengaruhnya terhadap Tubuh Nikotin

Nikotin merupakan alkaloid dalam bentuk cairan, tidak berwarna, suatu basa yang mudah menguap (volatile base) dengan pKa = 8,5. Zat ini berubah warna menjadi coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan udara. Kadarnya dalam tembakau antara 1-2%. Merokok dengan kadar nikotin tinggi dapat meningkatkan denyut


(43)

jantung, peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dalam keadaan istirahat. Peningkatan ini terjadi karena adanya zat norepinefrin yang akan merangsang katekolamin di dalam darah. Bahan kimia ini akan merangsang reseptor kimia yaitu reseptor nikotinik pada pembuluh darah yang akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, yang selanjutnya akan mempengaruhi kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen jantung akan meningkat (Katzung, 2001).

Nikotin adalah suatu perangsang sistem saraf pusat (SSP) yang kuat yang akan menimbulkan tremor serta konvulsi pada dosis besar. Perangsangan respirasi sangat jelas dengan nikotin; dosis besar langsung pada medula oblongata, diikuti dengan depresi; kematian akibat paralisis pusat pernapasan dan paralisis otot-otot pernapasan (perifer). Paparan kronik terhadap nikotin menyebabkan peningkatan densitas reseptor nikotinik sebagai kompensasi terhadap desensitisasi fungsi reseptor oleh nikotin. (Amir Syarif et al., 2007).

Keseluruhan penggunaan tembakau merupakan suatu akibat adanya nikotin sehingga seseorang menjadi perokok dan selalu ingin merokok lagi atau ketagihan terhadap rokok. Sebaliknya, merokok yang hanya sekali-sekali belum tentu akan terganggu kesehatannya. Benowitz (1994) menyatakan kadar nikotin sejumlah 5 mgr (4-6 mgr) per hari dari rokok yang diisap (diukur dengan menggunakan mesin merokok) baru dapat menimbulkan ketagihan (adiksi) terhadap rokok. Dengan


(44)

bioavailabilitas nikotin 40 persen dari rokok yang diisap, Benowitz memperhitungkan ambang batas kadar nikotin yang diisap agar tidak ketagihan rokok adalah 0,4-0,5 mgr per batang rokok.

Tar

Merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air diasingkan, beberapa komponen zat kimianya bersifat karsinogen. Apabila satu-satunya sumber nikotin adalah tembakau maka sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok, dan bahan organik lain yang dibakar. Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Kadar tar pada sebatang rokok yang diisap adalah 24-25 mg, sedangkan bagi rokok yang mempergunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun diberi filter, efek sebagai karsinogen pada paru-paru tidak berguna kalau waktu merokok hirupannya dalam-dalam, menghisapnya berkali-kali dan jumlah rokok yang dipergunakan bertambah banyak (Sitepoe, 2000).

Gas Karbon Monoksida (CO)

Gas bersifat toksik yang bertentangan dengan gas oksigen dalam transpor haemoglobin. Dalam rokok terdapat 2-6% gas CO pada saat merokok, sedangkan gas CO yang diisap oleh perokok paling rendah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi-hemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1 persen pada bukan perokok. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibandingkan oksigen (O2)


(45)

sehingga di dalam darah seorang perokok, sel darah merah akan kekurangan oksigen, karena yang diangkut adalah CO dan bukannya O2. Sel-sel tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan berusaha mengikat O2 yaitu melalui kompensasi pembuluh darah, yaitu dengan menciutkan atau spasme pembuluh darah. Bila proses ini berlangsung lama dan terus-menerus maka pembuluh darah akan rusak karena terjadinya proses penyempitan pembuluh darah.

Timah Hitam (Pb)

Timah hitam merupakan partikel asap rokok. Setiap satu batang rokok yang diisap diperhitungkan mengandung 0,5 μgr timah hitam. Bila seseorang mengisap 1 bungkus rokok per hari berarti menghasilkan 10 μgr, sedangkan batas bahaya kadar Pb dalam tubuh adalah 20 μgr per hari (Sitepoe, 2000).

Eugenol

Eugenol dapat ditemukan di dalam cengkeh atau di dalam minyak cengkeh. Eugenol dapat dijumpai baik di dalam rokok yang sedang diisap, maupun di dalam rokok yang tidak dirokok (dalam cengkeh). Eugenol serupa halnya dengan nikotin, yakni juga dapat dijumpai di dalam rokok yang dirokok (asap rokok) dan juga di dalam rokok yang tidak dirokok (tembakau) (Sitepoe, 2000).


(46)

G. Remaja

1. Definisi Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:

a) Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.

b) Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

c) Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.


(47)

d) Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.

e) Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.

f) Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun (Soetjiningsih, 2004).

2. Tahap – Tahap Perkembangan Remaja

Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:

a) Masa remaja awal (10-12 tahun)

Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya. Tampak dan merasa ingin bebas.

Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).

b) Masa remaja tengah (13-15 tahun)

Tampak dan ingin mencari identitas diri.

Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. Timbul perasaan cinta yang mendalam.

c) Masa remaja akhir (16-19 tahun)

Menampakkan pengungkapan kebebasan diri. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.


(48)

Dapat mewujudkan perasaan cinta.

Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak (Widyastuti dkk, 2009).


(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian observasional dengan rancangan Cross Sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya (status merokok orang tua, pergaulan teman sebaya, iklan rokok, pengetahuan, sikap, ketersediaan rokok dan tindakan merokok) dilakukan hanya satu kali pada waktu tertentu. Pengumpulan data secara kuantitatif dengan menggunakan alat penelitian berupa kuesioner.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan November 2013 di SDN 01 Srengsem, SDN 01 Panjang Utara dan SDN 01 Panjang Selatan Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SDN kelas VI di Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung.


(50)

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan menggunalan teknik sampling, jumlahnya ditentukan oleh rumus atau suatu uji olah data dari suatu penelitian tertentu (Machfoedz, 2013). Jika jumlah populasi tidak diketahui maka jumlah minimal sampel bisa diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan: 1. n = sampel 2. p = 0,5 3. q = 1- p

4. = nilai standar (distribusi normal) untuk interval kepercayaan yang ditetapkan

5. e = error sampling (estimasi yang dapat diterima)

Jika ditetapkan interval kepercayaannya 95%, margin error ± 20% maka = 25 dan apabila tidak diketahui proporsi atau sifat tertentu tersebut, maka P (proporsi) = 0,50 atau 50% (Notoatmodjo, 2012) lalu didapatkan hasil.


(51)

Jadi jumlah minimal sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini sebanyak 157 responden.

Sedangkan cara pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan sampel di lakukan di SDN 01 Kelurahan Serengsem yang mempunyai 71 siswa kelas VI, SDN 01 Kelurahan Panjang Utara yang mempunyai 83 siswa kelas VI, SDN 01 Kelurahan Panjang Selatan yang mempunyai 60 siswa kelas VI. Sehingga total sampelnya adalah 214 siswa.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

Adapun kriteria inklusi sampel dari penelitian ini adalah :

a. Siswa SDN kelas VI di Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung.

b. Siswa SDN yang bersedia mengikut penelitian. c. Siswa SDN yang bersedia mengisi lembar kuesioner.

2. Kriteria Eksklusi

Adapun kriteria ekslusi sampel dari penelitian ini adalah :


(52)

E. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian sebagai berikut:

Studi pendahuluan

Meminta izin penelitian pada pihak kecamatan dan sekolah di kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung

Menyiapkan kuesioner dan alat/bahan lain yang diperlukan

Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

Melakukan informed consent

Pengisian identitas responden

Pengisian kuesioner

Melakukan pengolahan dan analisis data

Melakukan penyusunan laporan dan analisis data


(53)

F. Identifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel tidak terikat dalam penelitian ini : 1) Pengetahuan

2) Sikap. 3) Orang tua 4) Teman sebaya 5) Iklan rokok

6) Ketersediaan Rokok

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tindakan merokok .

G. Definisi Operasional

Mendefinisikan variabel secara operasional adalah memerikan (mendeskripsikan) variabel penelitian sedemikian rupa sehingga bersifat spesifik (tidak berinterpretasi ganda) dan terukur (observable atau measureable) (Pratiknya, 2007).


(54)

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Tingkat

pengetahuan bahaya rokok

Kuesioner Angket (Responden mengisi sendiri kuesioner)

Baik, bila nilai responden > 70% dari total nilai. Buruk, bila nilai responden ≤70% dari total nilai.

Ordinal

Sikap terhadap bahaya rokok

Kuesioner Angket (Responden mengisi sendiri kuesioner)

Baik, bila nilai responden > 70% dari total nilai. Buruk, bila nilai responden ≤70% dari total nilai.

Ordinal

Status merokok Orang Tua

Kuesioner Angket (Responden mengisi sendiri kuesioner)

Merokok atau tidak merokok 0 = Tidak merokok 1 = Merokok

Nominal

Pengaruh iklan rokok

Kuesioner Angket (Responden mengisi sendiri kuesioner)

Tertarik, bila nilai >50% dari total nilai

Tidak Tertarik, bila nilai ≤50% dari total nilai.

Nominal

Pergaulan teman sebaya

Kuesioner Angket (Responden mengisi sendiri kuesioner)

Baik, bila nilai ≤50% dari total nilai.

Buruk, bila >50% dari total nilai.

Ordinal

Ketersediaan Rokok

Kuesioner Angket (Responden mengisi sendiri kuesioner)

Mudah

didapatkan, jika >50% dari nilai total.

Sulit didapatkan, jika ≤50% dari nilai total.

Ordinal

Tindakan Merokok

Kuesioner Angket (Responden mengisi sendiri kuesioner)

Pernah merokok atau tidak pernah merokok

0 = Tidak pernah 1 = Pernah


(55)

Penelitian ini melibatkan 6 variabel tidak terikat yaitu “pengetahuan” sebagai

variabel X1 ; “sikap” sebagai variabel X2; “status merokok orang tua”

variabel sebagai X3; “pergaulan teman sebaya” sebagai variabel X4; “paparan iklan rokok” sebagai variabel X5; “ketersedian rokok” sebagai variabel X6

serta variabel terikat yaitu “tindakan merokok” sebagai variabel Y1

H. Alat dan Cara Penelitian

1. Alat penelitian

Alat yang digunakan untuk penelitian berupa kuesioner.

2. Cara pengambilan data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan mendatangi SDN 01 Srengsem, SDN 01 Panjang Utara dan SDN 01Panjang Utara Bandar Lampung.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian dan pengumpulan data dilakukan memakai kuesioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak sekolah yang berhubungan dengan jumlah murid SDN 01 panjang Utara Kecamatan Panjang Bandar Lampung.


(56)

I. Uji Validitas dan Realibilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar– benar mengukur apa yang diukur. Uji validitas ini dilakukan untuk menguji apakah kuesioner yang kita gunakan mampu mengukur apa yang hendak kita ukur dengan cara melakukan uji korelasi antara skor (nilai) tiap–tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut. Dan dalam penelitian ini menggunakan Pearson Product Moment dan diolah dengan sistem program pengolah data statistik.

Keterangan :

r = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y N = jumlah sampel

= Skor masing–masing item = Skor total

Jika nilai rhitung > rtabel berarti valid, demikian sebaliknya. Adapun rtabel untuk pengujian validitas dengan validitas dengan taraf kemaknaan


(57)

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat yang sama (Notoadmojo, 2010).

J. Metode Pengukuran

1. Pengukuran Pengetahuan merokok dan bahaya merokok.

Pengukuran pengetahuan siswa kelas VI SDN 01 Srengsem, SDN 01 Panjang Selatan dan SDN 01 Panjang Utara tentang merokok dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Alat penelitian yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 15 pertanyaan. Bila jawaban responden benar akan diberi nilai 1, jika jawaban salah akan diberi nilai 0. Sistem nilai yang diberikan pada tiap-tiap pertanyaan adalah sebagai berikut:

Dengan memakai skala pengukuran yaitu:

a. Baik, bila nilai responden >70% dari total nilai seluruh pertanyaan tentang pengetahuan

b. Kurang, bila nilai responden ≤70% dari total nilai seluruh pertanyaan tentang pengetahuan


(58)

2. Pengukuran sikap tentang merokok dan bahaya merokok.

Pengukuran sikap siswa kelas VI tentang merokok dan bahaya merokok dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Alat penelitian yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan. Penyusunan kuesioner berupa pertanyaan favorable dan unfavorable dengan skala Likert. Jawaban dalam pertanyaan favorable mengandung nilai-nilai positif dan nilai-nilai yang diberikan:

a. sangat setuju : nilai 4 b. setuju : nilai 3 b. tidak setuju : nilai 2 c. sangat tidak setuju : nilai 1

Sedangkan Jawaban dalam pertanyaan unfavorable mengandung nilai-nilai negatif dan nilai-nilai-nilai-nilai yang diberikan:

a. sangat tidak setuju : nilai 4 b. tidak setuju : nilai 3 c. setuju ` : nilai 2 d. sangat setuju : nilai 1

3. Pengukuran status merokok orang tua

Pengukuran status merokok orang tua siswa kelas VI dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Alat penelitian yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 7 pertanyaan. Bila jawaban responden bahwa


(59)

orang tua mereka merokok maka hasilnya 1, jika tidak merokok hasilnya 0 dalam skala nominal.

4. Pengukuran pergaulan teman sebaya

Pengukuran pengaruh teman sebaya dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Alat penelitian yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 6 pertanyaan. Jawaban jawaban YA bernilai 1 dan jawaban TIDAK bernilai 0. Bila hasil jawaban responden lebih dari 50% dari total nilai, maka hasilnya buruk dengan skala ordinal.

5. Pengukuran pengaruh iklan

Pengukuran pengaruh iklan dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Alat penelitian yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 5 pertanyaan. Penyusunan kuesioner ini dalam bentuk 5 pertanyaan favorable dan unfavorable dengan skala Likert. Jawaban dalam pertanyaan favorable mengandung nilai-nilai positif dan nilai-nilai yang diberikan:

a. sangat setuju : nilai 4 b. setuju : nilai 3 b. tidak setuju : nilai 2 c. sangat tidak setuju : nilai 1

Sedangkan Jawaban dalam pertanyaan unfavorable mengandung nilai-nilai negatif dan nilai-nilai-nilai-nilai yang diberikan :


(60)

a. sangat tidak setuju : nilai 4 b. tidak setuju : nilai 3 c. setuju ` : nilai 2 d. sangat setuju : nilai 1

6. Pengukuran ketersediaan rokok

Pengukuran ketersediaan rokok siswa kelas VI dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Alat penelitian yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 6 pertanyaan. Jawaban YA bernilai 1 dan jawaban TIDAK bernilai 0. Bila hasil jawaban responden lebih dari 50% dari total nilai, maka hasilnya mudah didapatkan dengan skala ordinal.

7. Pengukuran Merokok

Pengukuran merokok dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Dengan definisi merokok adalah perlakuan yang ditandai dengan membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.

K. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data adalah satu proses dalam memperoleh data ringkasan dengan menggunakan cara-cara dengan rumus-rumus tertentu, data akan diolah menggunakan program software pengolahan data statistik. Setelah data dikumpulkan selanjutnya akan dilakukan:


(61)

1. Editing, yaitu langkah yang dilakukan untuk memiliki kembali data-data yang telah diperoleh. Karena kemungkinan data yang masuk tidak logis dan meragukan.

2. Coding, yaitu usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban para responden yang menjadi sumber data menurut macam-macamnya atau kelompoknya. Klasifikasi ini dilakukan dengan cara memberi tanda pada masing-masing jawaban itu dengan tanda-tanda tertentu.

3. Entry, merupakan suatu kegiatan memasukkan data ke dalam komputer. 4. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah

dimasukkan ke komputer.

Sedangkan analisis dapat dilakukan secara bertahap meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran/deskripsi pada masing-masing variabel tidak terikat maupun varibel terikat.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel-variabel tidak terikat (X1-X6) dengan variabel terikat (Y1). Untuk membuktikan adanya tidaknya hubungan tersebut, dilakukan statistik uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95% (α =0,05). Pada penelitian ini pengolahan data menggunakan software pengolahan data statistik, yang


(62)

Dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika nilai p ≤ α (p ≤ 0,05), maka hipotesis (Ho) ditolak, berarti data

sampel mendukung adanya perbedaan yang signifikan.

b. Jika nilai p > α (p > 0,05), maka hipotesis (Ho) diterima, berarti sampel

tidak mendukung adanya perubahan yang bermakna.

3. Analisis Multivariat

Pada analisis multivariat, uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik (logistic regression). Uji ini digunakan untuk menganalisis hubungan beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen. Variabel-variabel yang dimasukkan dalam analisis regresi logistik adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p<0,05. Hasil analisis multivariat dapat dilihat dari nilai expose atau yang disebut odd ratio. Semakin besar nilai odd ratio berarti semakin besar pengaruhnya terhadap variabel dependen yang dianalisis.

Menurut Notoatmodjo (2012) untuk mengetahui hubungan lebih dari satu variabel independen dengan satu variabel dependen harus dilakukan analisis multivariat. Uji statistik yang digunakan biasanya regresi logistik, untuk mengetahui variabel independen yang mana yang lebih erat hubungannya dengan variabel dependen. Variabel independen dengan nilai OR terbesar, itulah yang ditetapkan sebagai faktor determinan (Notoatmodjo, 2012).


(63)

L. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk memperhatikan etika yang harus dipatuhi dalam pelaksanaanya, mengingat bahwa penelitian kedokteran akan berhubungan langsung dengan manusia. Etika dalam penelitian ini meliputi: 1. Informed consent (Lembar Persetujuan)

Merupakan lembar persetujuan yang memuat penjelasan-penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian, dampak yang mungkin terjadi selama penelitian. Apabila responden telah mengerti dan bersedia maka responden diminta menandatangani surat persetujuan menjadi responden. Namun apabila responden menolak, maka peneliti tidak akan memaksa.

2. Confidentiality (Kerahasiaan)

Informasi yang diberikan oleh responden serat semua data yang terkumpul akan disimpan, dijamin kerahasiaannya, hanya kelompok tertentu saja yang kan dijadikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.


(64)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian faktor determinan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung, maka disimpulkan bahwa:

1. Persentase siswa yang pernah merokok di SDN Kecamatan Panjang sebesar 38,7% dan hasil ini lebih tinggi dari persentase perokok anak yang berusia 10-14 tahun menurut Riskesdas 2010.

2. Tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan siswa dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,454).

3. Ada hubungan bermakna antara sikap siswa dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,001). 4. Tidak ada hubungan bermakna antara status merokok orang tua siswa

dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,129).

5. Ada hubungan bermakna anatara pergaulan teman sebaya siswa dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,001).


(65)

6. Ada hubungan bermakna antara ketertarikan iklan rokok dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,019).

7. Ada hubungan bermakna antara ketersediaan rokok siswa dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,001).

8. Kekuatan hubungan dilihat dari OR (EXP ), berurutan dari yang terbesar adalah pergaulan teman sebaya (OR= 15,924, CI 95% 5,981 hingga 42,395), ketersediaan rokok (OR= 11,561, CI 95% 4,548 hingga 29,387) dan sikap (OR= 0,260, CI 95% 0,070 hingga 0,957).

B. Saran

Setelah melakukan penelitian ini, saran yang dapat diberikan antara lain: 1. Bagi pemerintah

Perlu merevisi kebijakan harga rokok yang terlalu murah sehingga terjangkau oleh anak-anak sekolah dan membuat peraturan untuk melarang anak-anak dibawah umur untuk membeli rokok dan mempertegas sanksi yang diberikan kepada penjual rokok yang melanggar.

2. Bagi sekolah

Membuat peraturan tentang larangan merokok di sekolah dan penegakan sanksi yang ketat. Guru-guru juga sebaiknya menghimbau siswa untuk tidak merokok melalui nasehat dan member contoh yang baik.


(66)

3. Bagi peneliti lain

Peneliti lain hendaknya meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku merokok, karena kemungkinan masih banyak faktor lain yang memiliki hubungan atau pengaruh yang lebih besar terhadap tindakan merokok siswa.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. 2010. Hubungan Antara Dukungan Orang tua, Teman Sebaya dan Iklan Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-Laki Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali. Universitas Muhammadiyah Surakarta; Skripsi. Surakarta.

A r m s t r o n g . 1 9 9 4 . M e n g u t i p I . K . N a s u t i o n . 2 0 0 7 . Perilaku Merokok Pada Remaja. Medan

.

Atkinson, R.L. dan R. C. Atkinson. 1993. Pengantar psikologi (Edisi 11, Jilid 1). Interaksara. Batam. hlm. 120

Aula, L.E. 2010. Stop Smoking (Sekarang atau Tidak Sama Sekali). Garailmu. Yogyakarta.

Azwar, S. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Blum. 1974. Laporan Riskesdas Tahun 2007. NTT.

Danusantoso. 1991. Mengutip I.K. Nasution. 2007. Perilaku Merokok Pada Remaja. Medan.

Dhala, A., K. Pinsker and D.J. Prezant. 2004. Respiratory Health Consequences of Environmental Tobacco Smoke. Medical Clinics of North America. 1535–5.

Fauci, A. S. 2008. Harrison’s Internal Medicine, 17th Edition. McGraw – Hill. USA.

Fertman, C. I. and D. D. Allenswort. 2010. Health Promotion Programs from Theory to Practice. Jossey –Bass. San Francisco.

Global Adult Tobacco Survey (GATS). 2011. Tobacco Burden Facts. World Health Organization. Indonesia.

Green, L.W. and M.W. Kreuter. 2005. Health Program Planning: An Educational and Ecological Approach. Fourth Edition. McGraw-Hill. New York. hlm. 10


(68)

Istiqomah, U. 2003. Upaya menuju generasi tanpa rokok. Seti Aji. Surakarta. hlm. 46

Juniarti, M. 1991.Buletin RSKO, tahun IX.

Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar Klinik, Edisi ke-8. Salemba Medika. Jakarta. hlm. 210

Komasari, D. dan A. F. Helmi. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Universitas Gadjah Mada. Vol. 27. No.1. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta. hlm. 37-47

Kumar, P. and M. Clark. 2002. Clinical Medicine, 5th Edition. W B Saunders. London.

Kusmana, D. 2002. Pengaruh Tidak/ Stop Merokok disertai Olahraga Teratur dan/atau Pengaruh Kerja Fisik terhadap Daya Survival Penduduk Jakarta: Penelitian Kohort selama 13 Tahun. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia: Jakarta

Leventhal, H. and P.D. Cleary. 1980. The Smoking Problem: A Review of the Research and Theory in Behavioral Risk Modification. Psychological Bulletin, 80(2): 370-405.

Mu’tadin, Z. 2002. Remaja & Rokok (Online). Available:

http://www.e-psikologi.com/remaja/050602.htm. Diakses 25 Oktober 2013.

Nasution, I.K. 2007.Perilaku Merokok Pada Remaja. (Skripsi). Universitas Sumatra Utara. Medan.

Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. hlm. 15-45

Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. hlm. 44 Notoatmodjo, S. 2012. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.

Jakarta. hlm 40-45

Paavola, Meri, E. Vartiainen, and A. Haukkala. 2004. Smoking From

Adolescence to Adulthood, the Effects of Parental and Own Socioeconomic Status. European Journal of Public Health, p. 14(4): 417-420.

Pratiknya, A.W. 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(69)

Stage-Specific Psychological and Social Influences.Journal of Consulting and Clinical Psychology, 70(4): 998-1009.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2010. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul Data. Badan Litbangkes, Depkes RI. Jakarta.

Sarafino, F.P. 1998. Health Psychology (2-nd Edition). John Wiley & Sons. Newyork. hlm. 214

Sitepoe, M. 2001. Kekhususan Rokok Indonesia. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta. hlm 100-111

Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Sagung Seto. Jakarta.

Sulastri, A.U. H. 2011. Hubungan Antara Dukungan Orang Tua, Teman Sebaya Dan Iklan Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-Laki

Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali. Jurnal Skripsi UMS. GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011. Surabaya. hlm. 695-705

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta. hlm. 60 Syarif, A., P. Ascobat, A. Estuningtyas, R. Setiabudy, A. Setiawati dan A.

Muchtar. 2007. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Gaya Baru: Jakarta. hlm.471

Tandra, H. 2003. Merokok dan Kesehatan.

http://www.antirokok.or.id/berita/berita_rokok_kesehatan.htm. Diakses 28 Oktober 2013

Wawan, A. dan Dewi. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medica. Yogyakarta.


(1)

75

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian faktor determinan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung, maka disimpulkan bahwa:

1. Persentase siswa yang pernah merokok di SDN Kecamatan Panjang sebesar 38,7% dan hasil ini lebih tinggi dari persentase perokok anak yang berusia 10-14 tahun menurut Riskesdas 2010.

2. Tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan siswa dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,454).

3. Ada hubungan bermakna antara sikap siswa dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,001). 4. Tidak ada hubungan bermakna antara status merokok orang tua siswa

dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,129).

5. Ada hubungan bermakna anatara pergaulan teman sebaya siswa dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,001).


(2)

76

6. Ada hubungan bermakna antara ketertarikan iklan rokok dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,019).

7. Ada hubungan bermakna antara ketersediaan rokok siswa dengan tindakan merokok siswa SDN Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung (p= 0,001).

8. Kekuatan hubungan dilihat dari OR (EXP ), berurutan dari yang terbesar adalah pergaulan teman sebaya (OR= 15,924, CI 95% 5,981 hingga 42,395), ketersediaan rokok (OR= 11,561, CI 95% 4,548 hingga 29,387) dan sikap (OR= 0,260, CI 95% 0,070 hingga 0,957).

B. Saran

Setelah melakukan penelitian ini, saran yang dapat diberikan antara lain: 1. Bagi pemerintah

Perlu merevisi kebijakan harga rokok yang terlalu murah sehingga terjangkau oleh anak-anak sekolah dan membuat peraturan untuk melarang anak-anak dibawah umur untuk membeli rokok dan mempertegas sanksi yang diberikan kepada penjual rokok yang melanggar.

2. Bagi sekolah

Membuat peraturan tentang larangan merokok di sekolah dan penegakan sanksi yang ketat. Guru-guru juga sebaiknya menghimbau siswa untuk tidak merokok melalui nasehat dan member contoh yang baik.


(3)

77

3. Bagi peneliti lain

Peneliti lain hendaknya meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku merokok, karena kemungkinan masih banyak faktor lain yang memiliki hubungan atau pengaruh yang lebih besar terhadap tindakan merokok siswa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. 2010. Hubungan Antara Dukungan Orang tua, Teman Sebaya dan Iklan Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-Laki Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali. Universitas Muhammadiyah Surakarta; Skripsi. Surakarta.

A r m s t r o n g . 1 9 9 4 . M e n g u t i p I . K . N a s u t i o n . 2 0 0 7 . Perilaku Merokok Pada Remaja. Medan

.

Atkinson, R.L. dan R. C. Atkinson. 1993. Pengantar psikologi (Edisi 11, Jilid 1). Interaksara. Batam. hlm. 120

Aula, L.E. 2010. Stop Smoking (Sekarang atau Tidak Sama Sekali). Garailmu. Yogyakarta.

Azwar, S. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Blum. 1974. Laporan Riskesdas Tahun 2007. NTT.

Danusantoso. 1991. Mengutip I.K. Nasution. 2007. Perilaku Merokok Pada Remaja. Medan.

Dhala, A., K. Pinsker and D.J. Prezant. 2004. Respiratory Health Consequences of Environmental Tobacco Smoke. Medical Clinics of North America. 1535–5.

Fauci, A. S. 2008. Harrison’s Internal Medicine, 17th Edition. McGraw – Hill. USA.

Fertman, C. I. and D. D. Allenswort. 2010. Health Promotion Programs from Theory to Practice. Jossey –Bass. San Francisco.

Global Adult Tobacco Survey (GATS). 2011. Tobacco Burden Facts. World Health Organization. Indonesia.

Green, L.W. and M.W. Kreuter. 2005. Health Program Planning: An Educational and Ecological Approach. Fourth Edition. McGraw-Hill. New York. hlm. 10


(5)

Hardinge, M.G. and H. Shryock. 2001. Kiat keluarga sehat: Mencapai hidup prima dan bugar. Indonesia Publishing House. Bandung.

Istiqomah, U. 2003. Upaya menuju generasi tanpa rokok. Seti Aji. Surakarta. hlm. 46

Juniarti, M. 1991.Buletin RSKO, tahun IX.

Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar Klinik, Edisi ke-8. Salemba Medika. Jakarta. hlm. 210

Komasari, D. dan A. F. Helmi. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Universitas Gadjah Mada.Vol. 27. No.1. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta. hlm. 37-47

Kumar, P. and M. Clark. 2002. Clinical Medicine, 5th Edition. W B Saunders. London.

Kusmana, D. 2002. Pengaruh Tidak/ Stop Merokok disertai Olahraga Teratur dan/atau Pengaruh Kerja Fisik terhadap Daya Survival Penduduk Jakarta: Penelitian Kohort selama 13 Tahun. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia: Jakarta

Leventhal, H. and P.D. Cleary. 1980. The Smoking Problem: A Review of the Research and Theory in Behavioral Risk Modification. Psychological Bulletin, 80(2): 370-405.

Mu’tadin, Z. 2002. Remaja & Rokok (Online). Available: http://www.e-psikologi.com/remaja/050602.htm. Diakses 25 Oktober 2013.

Nasution, I.K. 2007.Perilaku Merokok Pada Remaja. (Skripsi). Universitas Sumatra Utara. Medan.

Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. hlm. 15-45

Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. hlm. 44 Notoatmodjo, S. 2012. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.

Jakarta. hlm 40-45

Paavola, Meri, E. Vartiainen, and A. Haukkala. 2004. Smoking From

Adolescence to Adulthood, the Effects of Parental and Own Socioeconomic Status. European Journal of Public Health, p. 14(4): 417-420.

Pratiknya, A.W. 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(6)

Richardson, E.E.L., G. Papandonatos, A. Kazura, C. Stanton, and R. Niaura. 2002. Differentiating Stages of Smoking Intensity Among Adolescents: Stage-Specific Psychological and Social Influences.Journal of Consulting and Clinical Psychology, 70(4): 998-1009.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2010. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul Data. Badan Litbangkes, Depkes RI. Jakarta.

Sarafino, F.P. 1998. Health Psychology (2-nd Edition). John Wiley & Sons. Newyork. hlm. 214

Sitepoe, M. 2001. Kekhususan Rokok Indonesia. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta. hlm 100-111

Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Sagung Seto. Jakarta.

Sulastri, A.U. H. 2011. Hubungan Antara Dukungan Orang Tua, Teman Sebaya Dan Iklan Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-Laki

Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali. Jurnal Skripsi UMS. GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011. Surabaya. hlm. 695-705

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta. hlm. 60 Syarif, A., P. Ascobat, A. Estuningtyas, R. Setiabudy, A. Setiawati dan A.

Muchtar. 2007. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Gaya Baru: Jakarta. hlm.471

Tandra, H. 2003. Merokok dan Kesehatan.

http://www.antirokok.or.id/berita/berita_rokok_kesehatan.htm. Diakses 28 Oktober 2013

Wawan, A. dan Dewi. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medica. Yogyakarta.