Akar Konflik URAIAN MATERI 1. Latar Belakang

10

1. Watak Psikologis Manusia Menurut Plato dalm Siahaan 1986:57, manusia memiliki tiga sifat

tingkatan dalam dirinya, yaitu nafsu atau perasaan the appetities or thesenses, semangat atau kehendak the spirit or the will, dan kecerdasan atau akal inteligence, reason, and judgement. Ketiga potensi di atas apabila mampu dikelola dengan baik, maka manusia akan mampu mengembangkan eksistensinya sebagai manusia secara baik pula. Namun sebaliknya, di balik ketiga sifat di atas, manusia juga memiliki sifat binatang animal rationale yang bisa memunculkan perasaan yang berlebihan yang bisa mendorong untuk bertindak agresif. Berikut ini sebagian sifat dasar yang dimiliki manusia : a Cinta terhadap kelompok Manusia secara fitrah telah dianugerahi rasa cinta terhadap garis keturunan dan golongannya. Rasa cinta ini menimbulkan perasaan senasib dan sepenanggungan serta harga diri kelompok, kesetiaan, kerja sama, dan saling membantu dalam menghadapi musibah atau ancaman yang pada akhirnya akan membentuk kesatuan dan persatuan kelompok. Cinta merupakan sebuah subjek meditasi filosofis yang berkaitan dengan masalah-masalah etis Affandi, 2004:82. Cinta dalam hal ini merupakan salah satu dorongan manusia yang paling kuat, awalnya dilihat sebagai kebutuhan akan kontrol, terutama ketika manusia sebagai animal rationale mampu menggunakan kemampuan rasionalnya. Ketika manusia hidup bersama-sama dalam suatu kelompok, maka fitrah ini mendorong terbentuknya rasa cinta maupun solidaritas terhadap kelompok. Manusia tidak akan rela jika salah satu anggota kelompoknya terhinakan dan dengan segala daya upaya akan membela dan mengembalikan kehormatan kelompoknya. Sebagai sebuah fitrah, maka rasa cinta terhadap kelompok ini terdapat pada sebua bentuk masyarakat, baik dalam masyarakat yang masih sederhana maupun masyarakat modern. Perbedaannya hanya pada faktor pengikat. Dalam masyarakat sederhana, faktor 11 pengikatnya adalah ikatan darah atau keturunan. Sedangkan dalam masyarakat modern, ikatan didasarkan atas kepentingan anggota- anggota kelompok. b Agresif Manusia memiliki watak agresif sebagai akibat adanya animal power dalam dirinya yang mendorong untuk melakukan kekerasan. Agresifitas manusia ini dapat berakibat terjadinya permusuhan, pertumpahan darah, bahkan pemusnahan umat manusia itu sendiri. Beberapa tokoh seperti Konrad Lorenz biologi, Sigmund Freud psikologi, dan Thomas Hobbes sosiologi berpendapat bahwa agresifitas selalu melingkupi diri manusia Mulkhan, 2002:25-27. Lorenz mengemukakan bahwa sebagaimana hewan, manusia mempunyai instink agresif yang menyatu dalam struktur genetikanya. Freud juga melontarkan pandangan bahwa manusia adalah makhluk rendah yang dipenuhi oleh kekerasan, kebencian, dan agresi. Kalaulah kemudian konflik itu tidak terjadi lebih disebabkan oleh superego yang mengekang dorongan-dorongan agresifnya. Demikian halnya dengan Hobbes, ia mengungkapkan bahwa dalam keadaan alamiah, keadaan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu berkelahi. Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa bukanlah perrbedaan-perbedaan dalam diri manusia yang menyebabkan terjadinya agresi, melainkan watak agresiflah yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam setiap kelompok manusia. Fromm 2000:390 tidak menyangkal adanya potensi agresif dalam diri manusia, tetapi menurutnya tindakan agresif-destruktif tersebut muncul karena adanya kondisi eksternal yang ikut menstimulir, seperti masalah politik, kemiskinan, dan sebagainya. Fromm juga melihat narsisme paham kecintaan terhadap diri sendiri sebagai salah satu sumber utama agresifitas manusia. Suatu kelompok atau bangsa yang narsistik akan bereaksi dengan penuh amarah dan bersikap agresif ketika ada kelompok yang melecehkan simbol narsisme mereka. Bahkan untuk itu mereka bersedia